• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGANTIAN BENDA WAKAF MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF TESIS. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGANTIAN BENDA WAKAF MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF TESIS. Oleh"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

LELI MALASARI 107011069/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2012

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LELI MALASARI 107011069/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2012

(3)

Nomor Pokok : 107011069

Program Studi : Magister Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. Utary Maharany Barus, SH, MHum) (Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Tanggal lulus : 10 Agustus 2012

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD Anggota : 1. Dr. Utary Maharany Barus, SH, MHum

2. Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH, MHum 3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

(5)

Nama : LELI MALASARI

Nim : 107011069

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul Tesis : PENGGANTIAN BENDA WAKAF MENURUT

KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : LELI MALASARI Nim : 107011069

(6)

masih belum memadai karena masalah wakaf selama ini terus berkembang, disamping itu, masyarakat memerlukan pengaturan yang komperhensif tentang wakaf yakni meliputi wakaf uang, wakaf benda-benda bergerak dan wakaf produktif lainya selama ini belum diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf diharapkan pengembangan wakaf dapat memperoleh dasar hukum yang kuat, antara lain dapat memberikan kepastian hukum kepada nazhir baik bagi kelompok orang, organisasi maupun badan hukum yang mengelolah benda-benda wakaf, di samping itu tujuan ini diharapkan dapat memberikan rasa aman dan melindungi para nazhir dan tujuan wakaf sesuai dengan manajemen wakaf yang telah ditetapkan. Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: pertama, bagaimanakah prinsip-prinsip penggantian benda wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang- undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Kedua faktor-faktor apa yang menyebabkan penggantian benda wakaf dengan berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Ketiga, bagaimana akibat hukum penggantian benda wakaf berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

Untuk mengkaji hal-hal tersebut diatas, dilakukan penelitian yang bersifat deskriptif analisis. Metode pendekatan penelitian adalah pendekatan yuridis normatif.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

Dari hasil penelitian, maka dapat disimpulkan, pertama baik Kompilasi Hukum Islam (KHI) maupun Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, keduanya membolehkan penggantian benda wakaf dengan alasan tidak merubah peruntukan dari benda yang diwakafkan, perubahan tersebut dilakukan demi kepentingan umum dan tidak bertentangan dengan syariah Islam. Perbedaan dua peraturan ini hanya pada masalah prosedur. Kedua, faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan benda wakaf adalah, karena tidak sesuai dengan tujuan wakaf seperti yang diikrarkan, dan karena alasan demi kepentingan umum. Ketiga, sedangkan akibat hukum terhadap penggantian benda wakaf ada dua yaitu, berkaitan dengan keabsahan dan penggantian benda wakaf sesuai dengan nilai benda wakaf semula.

Kata Kunci: Penggantian Benda Wakaf, Kompilasi Hukum Islam (KHI), Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

(7)

inadequate since the problem of wakaf today is still in progress; besides that, people need comprehensive regulations on wakaf such as wakaf with money, wakaf with movable praperty, and other productive wakaf which are not yet regulated in the legal provisions in Indanesia. Law No. 4l/2004 on Wakaf is expected to be able to develop wakaf so that it can have legal enforcement and can give legal certainty to sexton of the mosque, either individuals, groups, organizations, or legal entities that are responsible for wakaf materials. Besides that, it can also give the feeling of safety and can pratect the nazir (the supervisors af wakaf), which means that the aim of wakaf is in line with its management. The problems which arise in the research were as follows: first, how the principles of the change of wakaf materials according to the KHI and Law No. 4I/2004 on Wakaf; secondly, what factors which cause the change of wakaf materials according to the KHI and Law No. 41/2004 on Wakaf; and thirdly, how the legal consequence af the change of wakaf materials according to the KHI and Law No. 4I/2004 on Wakaf.

The research was a descriptive analysis with judicial normative approach. It used secondary data which comprised of the primary, secondary, and tertiary legal materials.

The result of the research showed that first, both the KHI and Law No- 41/2004 on Wakaf permit the change af wakaf materials, provided that their allocation is not changed, the change is for the public interest, and they are not contrary to the Islamic law. The distinction of these two regulations is only on their procedures; secondly, the factor which causes the change of the wakaf materials is that they are not in accordance with the purpose of the wakaf as what it has been pledged and because af the public interest; thirdly, there are two legal consequeces of the change of the wakaf materials: those which are related to their validity and the change of the wakaf materials should meet the value af the original wakaf materials.

Keywords: The Change of Wakaf Materials, KHI (Compilation of the Islamic Law), Law No. 4l/2004 on Wakaf.

(8)

dan menguasai langit dan bumi ini dengan sempurna, dan kepada-Nya jugalah hamba menyerahkan diri, serta atas Rahmat dan Karunia yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini dengan judul “ Penggantian Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf”.

Pembuatan Tesis ini adalah sebagai suatu persyaratan untuk kelak memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn) pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati, Penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc, (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H, M.S, CN selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus

(9)

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus penguji yang telah memberi masukan kepada penulis;

5. Bapak Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, Ph.D, selaku komisi pembimbing utama yang selalu memberi perhatian, motivasi dan arahan kepada penulis;

6. Ibu Dr. Utary Maharany Barus, SH, M.Hum selaku komisi pembimbing yang selalu memberi perhatian, motivasi dan arahan kepada penulis sehingga Penulis lebih giat lagi belajar;

7. Ibu Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH, M.Hum selaku dosen pembimbing yang telah memberikan, perhatian, motivasi serta masukan serta kritik yang membangun kepada penulis;

8. Bapak-bapak dan Ibu-ibu staf pengajar serta para karyawan di Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

9. Kepada yang terhormat dan terkasih Bapak Sudio dan Mamak Siti Suriyati sebagai orang tua terbaik yang selalu tulus, sabar dan tabah dalam segala hal dari dulu, sekarang, esok dan seterusnya menjadi bagian dalam hidup penulis;

10. Kepada adinda Ari Sutanto, Irmayani, dan Rudiyansah terimakasih yang tulus buat doa, semangat serta motivasi yang tiada hentinya kepada Penulis untuk

(10)

tesis dan selalu memberikan semangat yang tulus kepada penulis.

12. Teman-teman mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara angkatan 2010. Terimakasih untuk teman-teman terbaik, Indah Pujilestari SH, Rotua Deswita Raja Guk-Guk SH, Riva Yulia Pratiwi Ersa Boru Perangin-angin SH, Evirosita SH, Marhanita SH dan fitri Andriani SH. Juga untuk teman-teman ku di kelas A, kelas B, dan kelas C angkatan 2010, terimakasih atas kekompakannya selama ini, dan yang selalu memotivasi serta memberikan semangat dalam menyelesaikan tesis ini.

13. Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan perhatiannya sehingga Penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan tesis ini.

Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna, namun diharapkan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Agustus 2012 Penulis,

(Leli Malasari)

(11)

1. Nama : Leli Malasari

2. Tempat/Tanggal lahir : Pematang Tatal, 19 Pebruari 1986 3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Status : Belum menikah

5. Agama : Islam

6. Alamat : Desa Pematang Tatal, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.

7. No. Handphone : 082-163-632-066 II. KELUARGA

1. Nama Ayah : Sudio

2. Nama Ibu : Sitisuriyati

3. Nama Adik : Ari Sutanto

4. Nama Adik : Irmayani

5. Nama Adik : Rudiyansah

III. PENDIDIKAN

1. SD : Tahun 1992 s/d 1998

SD Negeri Nomor 101949 Pematang Tatal

2. SMP : Tahun 1998 s/d 2000

SMP Karya Pembangunan Manan Perbaungan

3. SMA : Tahun 2000 s/d 2003

Setia Budi Perbaungan 4. Perguruan Tinggi (S1) : Tahun 2005 s/d 2009

Fakultas Hukum Universitas Al Washliyah Medan

5. Perguruan Tinggi (S2) : Tahun 2010 s/d 2012

Fakultas Hukum Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera utara Medan

(12)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR ISTILAH ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian ... 12

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 13

1. Kerangka Teori ... 13

2. Konsepsi ... 21

G. Metode Penelitian ... 22

1. Sifat dan Metode Pendekatan ... 23

2. Sumber Data ... 23

3. Alat Pengumpulan Data ... 24

4. Analisis Data ... 25

BAB II PRINSIP-PRINSIP PENGGANTIAN BENDA WAKAF MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DAN UU NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF ... 26

A. Prinsip-Prinsip Penggantian Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) ... 26

(13)

Hukum Islam (KHI) ... 33 B. Prinsip-Prinsip Penggantian Benda Wakaf Dalam Undang-

Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ... 39 1. Prinsip Penggantian Benda Wakaf Menurut Undang-

Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ... 39 2. Fungsi Wakaf Menurut Undang-Undang No. 41 Tahun

2004 Tentang Wakaf ... 44 3. Unsur-Unsur Dan Syarat Wakaf Menurut Undang-

Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ... 46 BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENGGANTIAN BENDA

WAKAF BERDASARKAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DAN UNDANG-UNDANG NOMOR41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF ... 49 A. Faktor-Faktor Penggantian Benda Wakaf Menurut Kompilasi

Hukum Islam (KHI) ... 49 B. Faktor-Faktor Penggantian Benda Wakaf Dalam

Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ... 59 BAB IV AKIBAT HUKUM PENGGANTIAN BENDA WAKAF

MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004

TENTANG WAKAF ... 74 A. Akibat Hukum Penggantian Benda Wakaf Menurut

Kompilasi Hukum Islam (KHI) Dan Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ... 74 1. Keabsahan Wakaf Dalam Kompilasi Hukum Islam

(KHI) Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 ... 74 2. Peruntukan Benda Wakaf Dalam Kompilasi Hukum

Islam (KHI) Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 85 B. Penyelesaian Sengketa Wakaf ... 86

1. Pengawasan Dan Bimbingan Perwakafan ... 86

(14)

DAFTAR PUSTAKA ... 103

(15)

Al-Khairi : kebajikan

Akad Tabarru : janji yang melepaskan hak

tanpa suatu imbalan kebendaan

Bayyinah : merupakan alat bukti administrasi

tanah wakaf

Field Research : penelitian lapangan

Fill : kata kerja

Fikih : pendapat ulama

Hablun minalllah wa hablun minannas : hubungan yang baik dengan Allah dan hubungan dengan manusia

Ijab : pernyataan memberi

Jaiz : boleh

Lafaz : ucapan

Library Research : penelitian kepustakaan

Maliyah : harta

Masdar : sumber

Mashlahah : memelihara maksud syara yaitu

memberikan kemanfaatan dan menghindari hal-hal yang merugikan

Maukuf : orang yang menerima wakaf

(16)

Nazhir : pemelihara harta benda wakaf

Privat : pribadi

Kabul : pernyataan menerima

Rajih : kuat

Shadakoh jariah : sedekah yang terus mengalir

pahalanya untuk orang yang menyedekahkanya

Sighot : pernyataan

Syara : menurut hukum Islam

Tabarru : kecukupan melepaskan hak milik

kepada orang lain

Takorrob : pendekatan

Tunfigu Mimmaa Tuhibbunn : menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai

Wakif : orang yang mewakafkan hartanya

(17)

masih belum memadai karena masalah wakaf selama ini terus berkembang, disamping itu, masyarakat memerlukan pengaturan yang komperhensif tentang wakaf yakni meliputi wakaf uang, wakaf benda-benda bergerak dan wakaf produktif lainya selama ini belum diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf diharapkan pengembangan wakaf dapat memperoleh dasar hukum yang kuat, antara lain dapat memberikan kepastian hukum kepada nazhir baik bagi kelompok orang, organisasi maupun badan hukum yang mengelolah benda-benda wakaf, di samping itu tujuan ini diharapkan dapat memberikan rasa aman dan melindungi para nazhir dan tujuan wakaf sesuai dengan manajemen wakaf yang telah ditetapkan. Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: pertama, bagaimanakah prinsip-prinsip penggantian benda wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang- undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Kedua faktor-faktor apa yang menyebabkan penggantian benda wakaf dengan berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Ketiga, bagaimana akibat hukum penggantian benda wakaf berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

Untuk mengkaji hal-hal tersebut diatas, dilakukan penelitian yang bersifat deskriptif analisis. Metode pendekatan penelitian adalah pendekatan yuridis normatif.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

Dari hasil penelitian, maka dapat disimpulkan, pertama baik Kompilasi Hukum Islam (KHI) maupun Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, keduanya membolehkan penggantian benda wakaf dengan alasan tidak merubah peruntukan dari benda yang diwakafkan, perubahan tersebut dilakukan demi kepentingan umum dan tidak bertentangan dengan syariah Islam. Perbedaan dua peraturan ini hanya pada masalah prosedur. Kedua, faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan benda wakaf adalah, karena tidak sesuai dengan tujuan wakaf seperti yang diikrarkan, dan karena alasan demi kepentingan umum. Ketiga, sedangkan akibat hukum terhadap penggantian benda wakaf ada dua yaitu, berkaitan dengan keabsahan dan penggantian benda wakaf sesuai dengan nilai benda wakaf semula.

Kata Kunci: Penggantian Benda Wakaf, Kompilasi Hukum Islam (KHI), Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

(18)

inadequate since the problem of wakaf today is still in progress; besides that, people need comprehensive regulations on wakaf such as wakaf with money, wakaf with movable praperty, and other productive wakaf which are not yet regulated in the legal provisions in Indanesia. Law No. 4l/2004 on Wakaf is expected to be able to develop wakaf so that it can have legal enforcement and can give legal certainty to sexton of the mosque, either individuals, groups, organizations, or legal entities that are responsible for wakaf materials. Besides that, it can also give the feeling of safety and can pratect the nazir (the supervisors af wakaf), which means that the aim of wakaf is in line with its management. The problems which arise in the research were as follows: first, how the principles of the change of wakaf materials according to the KHI and Law No. 4I/2004 on Wakaf; secondly, what factors which cause the change of wakaf materials according to the KHI and Law No. 41/2004 on Wakaf; and thirdly, how the legal consequence af the change of wakaf materials according to the KHI and Law No. 4I/2004 on Wakaf.

The research was a descriptive analysis with judicial normative approach. It used secondary data which comprised of the primary, secondary, and tertiary legal materials.

The result of the research showed that first, both the KHI and Law No- 41/2004 on Wakaf permit the change af wakaf materials, provided that their allocation is not changed, the change is for the public interest, and they are not contrary to the Islamic law. The distinction of these two regulations is only on their procedures; secondly, the factor which causes the change of the wakaf materials is that they are not in accordance with the purpose of the wakaf as what it has been pledged and because af the public interest; thirdly, there are two legal consequeces of the change of the wakaf materials: those which are related to their validity and the change of the wakaf materials should meet the value af the original wakaf materials.

Keywords: The Change of Wakaf Materials, KHI (Compilation of the Islamic Law), Law No. 4l/2004 on Wakaf.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Wakaf adalah sebagai perbuatan hukum sudah lama melembaga dan dipraktikkan di Indonesia. Wakaf di Indonesia sudah ada sejak Islam datang ke Indonesia, wakaf telah dilaksanakan berdasarkan paham yang dianut oleh masyarakat Islam sesuai dengan paham Syafi’iyyah dan adat kebiasaan. Pada tahun 1905, dikeluarkan sirkulir oleh Pemerintah Hindia Belanda yang termuat dalam BS (bijblad op hat staatblad). No. 6196 tanggal 31 Juni. BS (bijblad op hat staatblad) tersebut

antara lain mengatakan bahwa bagi mereka yang ingin melaksanakan wakaf diharuskan terlebih dahulu meminta ijin kepada Bupati.1

Wakaf yang diajarkan oleh Islam mempunyai sandaran ideologi yang amat kental dan kuat sebagai kelanjutan ajaran tauhid yaitu, segala sesuatu yang berpuncak pada keyakinan terhadap keesaan Tuhan harus dibarengi dengan kesadaran akan perwujudan keadilan sosial. Islam mengajarkan kepada umatnya agar meletakkan persoalan harta (kekayaan dunia) dalam tinjauan yang relatif, yaitu harta kekayaan dunia yang dimiliki oleh seseorang atau sebuah lembaga harus mempunyai kandungan nilai-nilai sosial (humanistik).2

1Siah Khosyi’ah, Wakaf & Hibah Perspektif Ulama Fiqih Dan Perkembangannya Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hal. 194.

2Departemen Agama, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis Di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2007), hal. 8.

(20)

Wakaf merupakan ibadah dalam bentuk sedekah yang sangat banyak manfaatnya bagi kepentingan sosial kemasyarakatan. Seseorang mewakafkan hartanya untuk membantu fakir miskin atau untuk membangun mesjid, sekolah, rumah sakit, rumah penyantunan, atau untuk proyek pembangunan ilmu pengetahuan, maka bagi orang yang berwakaf itu akan memperoleh pahala yang besar dari Allah SWT dan pahalanya terus mengalir selama harta itu masih dimanfatkan.3

Wakaf telah memerankan peran yang sangat penting dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan masyarakat Islam. Selain itu, keberadaan wakaf juga telah banyak memfasilitasi para sarjana dan mahasiswa dengan berbagai sarana dan prasarana yang memadai untuk melakukan riset dan pendidikan, sehingga dapat mengurangi ketergantungan dana pada pemerintah.

Kenyataan menunjukkan, institusi wakaf telah menjalankan sebagian dari tugas-tugas Pemerintah. Berbagai bukti menunjukan, sumber-sumber wakaf tidak saja digunakan untuk membangun perpustaakaan, ruang-ruang belajar, tetapi juga untuk membangun perumahan siswa, riset, jasa-jasa foto copy, pusat seni dan lain-lain.4

Larangan memperjual belikan harta wakaf terdapat pada dalil hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (Muttafaqun’alaih). Larangan tersebut diucapkan Rasulullah pertama kali pada masa awal disyariatkannya wakaf, yaitu pada waktu Umar bin Khattab memperoleh tanah perkebunan yang luas di Khaibar. Untuk

3Hasballah Thaib, Fiqih Wakaf, (Medan: Program Pascasarjana Hukum Universitas Sumatera Utara, 2003), hal. 13.

4Mannan, Sertifikat Wakaf Tunai Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam, (Depok: Ciber- PKTTI-UI, 2001), hal. 11-12.

(21)

memanfaatkannya Umar meminta petunjuk kepada Rasulullah. Rasulullah lalu menasihatkan, jika Umar mau, tanah itu diwakafkan saja kepada pihak yang sedang membutuhkanya. Waktu itu Rasulullah menegaskan bahwa: “tanah wakaf itu tidak boleh dijual, tidak boleh diwariskan, dan tidak pula dihibahkan”. Umar lalu melaksanakan petunjuk Rasulullah itu, dan hasilnya digunakan untuk kepentingan sosial seperti membantu fakir miskin, membebaskan perbudakan dan jalan kebaikan lainya. Dalam memahami maksud hadist ini, ulama berbeda pendapat.5

Di antara mereka ada yang cenderung memahaminya secara harfiah, dan ada pula yang lebih berorientasi kepada hal-hal yang bersifat substansial. Di antara ulama yang memahaminya secara harfiah adalah sebagaian pengikut Imam Malik dan sebagian pengikut Imam Syafi’i yang berpendapat bahwa harta wakaf tidak boleh diperjual belikan atau ditukarkan/diubah. Masjid atau peralatan masjid sebagai wakaf meskipun sudah tidak dapat digunakan, tidak boleh dijual atau ditukarkan. Menjual atau menukar harta wakaf berarti memutuskan pahala dari harta wakaf. Si wakif hanya mendapat aliran pahala wakafnya dari benda yang diwakafkannya, bukan dari benda lain tukaranya.6

Sebagian ulama menangkap pengertian hadist itu bahwa larangan menjual harta wakaf dalam hadist itu hanyalah bagi harta wakaf yang masih dapat dimanfaatkan tanpa suatu kebutuhan. Adapun harta wakaf yang sudah tua atau hampir tidak dapat dimanfaatkan lagi boleh dijual dan uangnya dibelikan lagi

5 Michael Dumper, Wakaf Muslimin di Negara Yahudi, ( Jakarta: Lentera Basritama, 1999).

hal. 5.

6 Ibid.

(22)

penggantinya. Demikianlah pendapat sebagian ulama pengikut Ahmad bin Hanbal, seperti dicatat oleh Ibnu Qudamah dalam Kitabnya al-Mugni.

Adapun tentang menukar harta wakaf dengan yang lain untuk diwaafkan juga, Ibnu Taimiyah dalam kitab Majmu’al-Fatawa menjelaskan pada selain wakaf Masjid, menurut mazhab Ahmad bin Hanbal boleh ditukarkan dengan yang lebih baik untuk diwakafkan juga. Adapun menukarkan Masjid yang masih bisa dimanfaatkkan, dengan masjid yang lebih besar manfaatnya bagi jama’ah terdapat dua riwayat dari Ahmad bin Hanbal, antara yang membolehkan dan yang tidak membolehkan.7

Berdasarkan pertimbangan diatas dan untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam rangka pembangunan hukum nasional, maka perlu dibentuk undang-undang tentang wakaf. Pada dasarnya ketentuan mengenai perwakafan berdasarkan syari’ah dan peraturan perundang-undangan dicantumkan kembali dalam undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, namun terdapat pula berbagai pokok pengaturan yang baru, antara lain:8

a. Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta benda wakaf, undang-undang ini menegaskan bahwa perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam Ikrar wakaf dan didaftarkan serta diumumkan yang pelaksanaanya dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus dilaksanakan.

7 Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, ( Jakarta : Prenada Media, 2004). hal. 436-437.

8 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2006). hal. 257-258.

(23)

Undang-undang ini tidak memisahkan antara wakaf ahli yang pengelolaan dan pemanfaatan harta benda wakaf terbatas untuk kaum kerabat (ahli waris) dengan wakaf khairi yang dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat umum sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.

b. Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum cenderung terbatas pada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, menurut undang- undang ini wakif dapat pula mewakafkan sebagian kekayaanya berupa harta benda wakaf bergerak, baik berwujud atau tidak berwujud yaitu uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lainnya. Dalam hal benda bergerak berupa uang, wakif dapat mewakafkan melalui lembaga keuangan syariaah. Yang dimaksud Lembaga Keuangan Syari’ah adalah badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan-peraturan undang- undang yang berlaku, yang bergerak dibidang keuangan syari’ah misalnya badan hukum di bidang perbankan syari’ah.

c. Peruntukan harta benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana ibadah dan sosial, tetapi juga diarahkan untuk memajukan kesejateraan umum dengan cara mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf. Hal itu memungkinkan pengelolaan harta benda wakaf dapat memasuki wilayah kegiatan ekonomi dalam arti luas sepanjang pengelolaan tersebut sesuai dengan prinsip manajemen dan eknomi syari’ah.

(24)

d. Untuk mengamankan harta benda wakaf dari campur tangan pihak ketiga yang merugikan kepentingan wakaf, maka perlu meningkatkan kemampuan professional nazhir.

Undang-undang ini juga mengatur pembentukan Badan Wakaf Indonesia (BWI), yang dapat mempunyai perwakilan didaerah sesuai dengan kebutuhan. Badan ini merupakan lembaga independen yang melakukan tugas dibidang perwakafan yang melakukan pembinaan terhadap nazhir, melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf bersekala nasional dan internasional, memberikan persetujuan atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf, dan memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam menyusun kebijakan di bidang perwakafan.

Disamping itu oleh karena banyak terjadi berbagai masalah dalam pelaksanaan wakaf, dalam undang-undang ini juga ditampung berbagai usulan dari masyarakat untuk memperbaiki pelaksanaan wakaf, antara lain perlunya pengawasan wakaf secara efektif agar tidak terjadi penyalahgunaan dalam pelaksanaanya, juga perlunya pengawasan terhadap syarat-syarat yang ditetapkan oleh wakif agar tidak bertentangan dengan syari’ah Islam dan perlunya perlindungan terhadap para mustahik dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Dengan adanya ketentuan ini diharapkan pengelolaan dan pemeliharaan serta pelaksanaan di masa yang akan datang lebih baik dan tertib administrasinya dan manajemenya.9

9Ibid.

(25)

Sebagaimana dalam uraian terdahulu, wakaf sebagi perbuatan hukum telah lama melembaga dan dipraktikkan dalam kehidupan umat Islam di Indonesia.

Pengaturan tentang wakaf terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan antara lain dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang agraria yang ditindak lanjuti dengan peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik. Tentang wakaf juga dimuat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia yang pemberlakuanya berdasarkan Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991. Beberapa peraturan perundang-undangan ini dirasakan masih belum memadai karena masalah wakaf selama ini terus berkembang. Disamping itu, masyarakat memerlukan pengaturan yang komperhensif tentang wakaf yakni meliputi wakaf uang, wakaf benda-benda bergerak dan wakaf produktif lainya selama ini belum diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.10

Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf diharapkan pengembangan wakaf dapat memperoleh dasar hukum yang kuat, antara lain dapat memberikan kepastian hukum kepada wakif baik bagi kelompok orang, organisasi maupun badan hukum yang mengolah benda-benda wakaf. Di samping itu tujuan ini diharapkan dapat memberikan rasa aman dan melindungi para nazhir dan tujuan wakaf (maukuf’alaih) sesuai dengan manajemen wakaf yang telah ditetapkan.

Lebih jauh dalam Undang-Undang ini digantung harapan agar terjaminnya kesinambungan dan optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan benda wakaf sesuai

10Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, ( Jakarta: Perenada Media Group, 2006), hal. 154-155.

(26)

dengan system ekonomi Syariah yang sedang digalakkan saat ini dan diharapkan aset wakaf menjadi sumber pendanaan bagi pembangunan ekonomi Islam yang dapat mensejahterakan masyarakat.11

Oleh karena itu dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf ini diharapkan kepada semua pihak agar dapat mengembangkan wakaf dalam berbagai aspek, tidak hanya dalam aspek pemikiran, tetapi juga berusaha membuat inovasi dan langkah terobosan dalam mengelola harta wakaf agar wakaf dapat dirasakan manfaatnya secara luas bagi masyarakat.12

Salah satu terobosan dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf adalah pengaturan benda wakaf bergerak berupa uang dan sejenisnya (giro, saham dan surat berharga lainya), selain harta benda wakaf tidak bergerak (tanah dan bangunan) Pasal 16 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf merupakan salah satu upaya pemerintah agar wakaf dapat berkembang secara cepat dan dapat dijangkau oleh semua kalangan. Wakaf uang jika dikelola secara professional dan transfaran, maka akan memberikan efek ekonomi yang positif secara revolusioner.13

Munculnya gagasan wakaf tunai memang mengejutkan banyak kalangan, khususnya para ahli dan praktisi ekonomi Islam. Karena wakaf tunai berlawanan dengan persepsi umat Islam yang terbentuk bertahun-tahun lamanya, bahwa wakaf itu

11Ibid.

12Ibid.

13Sumuran Harahap dan Nasarudin Umar, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis Di Indonesia,( Jakarta : Derektorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2007). hal. 21-22.

(27)

berbentuk benda-benda tak bergerak. Wakaf tunai bukan merupakan aset tetap yang berbentuk benda tak bergerak seperti tanah, melainkan aset lancar. Diakomodirnya wakaf tunai dalam konsep wakaf sebagai hasil interpretasi radikal yang mengubah defenisi atau pengertian mengenai wakaf. Tafsiran baru ini dimungkinkan karena berkembangnya teori-teori ekonomi.14

Ada manfaat dan nilai-nilai bagi peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat, manakala wakaf dapat dikelola secara profesional. Selain pengembangan wacana, juga sistem dan manajemen pengelolaanya, dilandasi dengan semangat kejujuran, amanah dan transparan. Untuk dapat memberdayakan ekonomi umat melalui wakaf, maka selain manajemen yang baik, juga diperlukan pencerahaan wawasan untuk dapat memahami perkembangan dan kebutuhan pengelolaan wakaf secara lebih baik, sejalan dengan tuntutan ruang dan waktu. Pemahaman kontekstual bahwa wakaf tidak bisa dialihkan, dijual, dihibahkan, atau diwariskan, harus dipahami sebagai rambu-rambu yang berlaku umum, akan tetapi ketika keberadaan tanah dan benda wakaf sudah tidak bisa lagi dimanfaatkan dan boleh jadi akan mengundang bahaya, maka sudah seharusnya jika ada pilihan yang lebih besar manfaatnya, maka pilihan itu harus dilakukan.15

14Tulus dan Taufiq Kamil, Proses Lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf Ditjen Bimas Islam Dan Penyelenggaraan Haji, 2005), hal. 1-2.

15Ahmad Rofiq, Fiqih Kontekstual, (Ngaliyan : Pustaka Pelajar, 2004). hal. 331-332.

(28)

Berdasarkan latar belakang di atas, maka menarik untuk dilakukan penelitian dengan judul“. (Penggantian Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam Dan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ).”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan analisis latar belakang masalah yang tertera diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut yaitu :

1. Bagaimanakah prinsip-prinsip penggantian benda wakaf berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf?

2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan penggantian benda wakaf dengan berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf?

3. Bagaimanakah akibat hukum penggantian benda wakaf berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Perumusan masalah yang telah ditulis diatas, maka Tujuan Penelitian yang ingin dicapai dalam tesis ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis prinsip-prinsip penggantian benda wakaf berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

(29)

2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan penggantian benda wakaf dengan berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum penggantian benda wakaf berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis yaitu:

1. Secara teoritis, kegiatan penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran bagi para akademisi maupun masyarakat umum guna menambah pengetahuan mengenai penggantian benda wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam Dan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, serta ilmu kenotariatan khususnya memberikan masukan bagi perkembangan yang lebih baik mengenai tentang penggantian benda wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam Dan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

2. Secara Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi dan pengetahuan bagi masyarakat dan pihak yang membuat akta penggantian benda wakaf. Selain itu masyarakat dan praktisi hukum dapat menyadari

(30)

bahwa kedudukan benda wakaf adalah untuk mensejahterakan masyarakat dan bila benda wakaf tersebut tidak dapat mensejahterakan lagi, maka ada alasan- alasan untuk mengganti dengan benda yang dapat lebih mensejahterakan lagi.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya dilingkungan Pascasarjana Kenotariatan Universitas Sumatera Utara ditemukan sedikitnya 3 (tiga) judul tesis terkait tentang perwakafan yaitu:

1. Sri Kartika Mawardi HSB judul tesis Perubahan Peruntukan Tanah Wakaf Hak Milik Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.

Rumusan Masalahnya:

1) Bagaimana pandangan hukum islam mengenai Perubahan Peruntukan tanah wakaf hak milik.

2) Bagaimana pandangan UU No. 5/1960 tentang UUPA mengenai Perubahan Peruntukan tanah wakaf hak milik.

3) Bagaimana akibat hukum Perubahan Peruntukan tanah wakaf hak milik menurut hukum Islam dan UU No. 5/ 1960 tentang UUPA.

2. Isabella Rambey judul tesis Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu.

Rumusan Masalahnya:

(31)

1) Bagaimana pelaksanaan perwakafan tanah di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu ditinjau menurut Undang-Undang No 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

2) Bagaimana pengelolaan tanah wakaf di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu.

3) Kendala- kendala apakah yang dihadapi dalam perwakafan tanah di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu serta bagaimana solusinya.

3. Yulia Damayanti judul tesis Pendaftaran Dan Pergantian Harta Wakaf Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Peraturan Pemerintah (Penelitian Di Kota Medan).

Rumusan masalahnya:

1) Bagaimanakah tata cara pendaftaran tanah wakaf dalam Hukum Islam dan Peraturan Pemerintah yang berlaku?

2) Bagaimanakah status tanah wakaf yang tidak didaftarkan?

3) Apakah alasan-alasan yang membenarkan penggantian harta wakaf?

4) Bagaimanakah penggunaan hasil penggantian dari harta wakaf tersebut?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah merupakan suatu prinsip atau ajaran pokok yang dianut untuk mengambil suatu tindakan atau memecahkan suatu masalah. Kamus Besar Bahasa Indonesia menuliskan, bahwa pengertian teori ialah :

(32)

1) Pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi.

2) Penyelidikan eksperimental yang mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi, dan argumentasi.16

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan pedoman dan petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.17 Sedangkan kerangka teori adalah kerangka pemikiran atas butir-butir pendapat teori, tesis mengenai suatu permasalahan yang menjadi dasar perbandingan atau pegangan teoritis.18 Teori dipergunakan untuk menjelaskan secara teoritis antara variabel yang sudah diputuskan untuk diteliti khususnya hubungan antar variabel bebas (independent) dan variabel tak bebas (dependent).19

Telaah teoritis dan temuan penelitian yang relevan berfungsi menjelaskan permasalahan dan menegakkan prediksi akan jawaban terhadap pertanyaan- pertanyaan penelitian.20

Dari satu segi, wakaf mirip sedekah. Namun dari segi lain, wakaf berbeda dengan sedekah, mengingat yang dimiliki si penerima wakaf hanya manfaatnya, bukan bendanya. Demikian pula pahala yang didapat oleh pemberi sedekah hanyalah sebatas waktu memberikanya, sedangkan pahala yang diperoleh pemberi wakaf

16Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002). hal. 1177.

17Lexy Molloeg, Metodelogi Penelitian Kuantitatif, (Bandung : Remaa Rosdakarya, 2002).

hal. 35.

18M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Mau, 1994). hal. 80.

19Agusni Pasaribu, Metodologi Nomotetik Dan Idiografi Serta Triangulasi, ( Medan : Perpustaakaan USU, 1998), hal. 7.

20Safuddin Azwar, Metode Penelitian, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997). hal. 32.

(33)

adalah selama benda tersebut dapat dimanfaatkan oleh orang lain.21 Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan Tesis ini adalah dengan menggunakan teori Kepastian Hukum dimana dalam penelitian ini mengenai Penggantian Benda Wakaf Menurut KHI (Kompilasi Hukum Islam) dan Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf yang akan dibahas dan dipaparkan dalam tesis berdasarkan kepada KHI (Kompilasi Hukum Islam) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang wakaf, sehingga mempunyai suatu kepastian hukum.

Kepastian hukum adalah asas yang mengutamakan landasan peraturan Perundang- Undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara Negara.22 Kepastian hukum merupakan perlindungan yustiable terhadap tindakan sewenang- wenang, yang berarti seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karna bertujuan ketertiban masyarakat.23

Menurut Radbruch:

Hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan oleh sebab kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam Negara, maka hukum positif selalu harus ditaati, apabila isinya kurang adil atau juga kurang sesuai dengan tujuan hukum. Tetapi terdapat kekecualian, yakni bilamana pertentangan antara isi tata hukum dan keadilan menjadi begitu besar,

21 Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008). hal. 394.

22Ibid.

23Sudikno Marto Kusumo, Suatu Pengantar Mengenai Hukum, (Yokyakarta : liberty, 1988).

hal. 58.

(34)

sehingga tata hukum itu nampak tidak adil pada saat itu tata hukum itu boleh dilepaskan.24

Selanjutnya menurut Sudikno Martokusumo menyatakan:

Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitik beratkan kepada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum akibatnya kaku dan dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturanya adalah demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan sebab Undang-Undang itu kejam tetapi demikianlah bunyinya.25

Teori kemasalahatan yaitu teori yang menjelaskan bahwa hukum harus dibuat demi kemanfaatan orang banyak, yang harus ditaati untuk menciptakan kebahagiaan dan memberi sangsi bagi yang melanggar, teori kemasalahatan ini hanya sebagai teori pendukung didalam penulisan tesis ini.26

Dasar hukum wakaf dalam Islam adalah firman allah SWT dalam surah Ali’Imron (3) ayat 92 yang artinya yaitu :

“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui”.27

Firman Allah SWT dalam surah Al Baqarah (2) ayat 267 yang artinya yaitu :

“Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau

24Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Kanisius,1982). hal. 163.

25Sudikno Merto Kusumo, Op. Cit., hal. 136.

26 Mukti Fajar ND, Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yokyakarta : Pustaka Pelajar, 2010). hal.1 37.

27Al-Aliyy, Alquran Dan Terjemahanya, (Bandung: CVPenerbit Diponegoro, 2005). hal. 49.

(35)

mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya, Maha Terpuji”.28

Menurut Syafii, Malik dan Ahmad, wakaf itu adalah sesuatu ibadat yang disyariatkan. Hal ini disimpulkan baik dari pengertian-pengertian umum ayat al- Quran maupun hadist yang secara khusus menceritakan kasus-kasus wakaf di zaman Rasulullah. Di antara dalil-dalil yang djadikan sandaran/dasar hukum wakaf dalam agama Islam ialah :29

1. Al-Quran surah al-Hajj ayat 77 yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, rukuk dan sujudlah kamu dan sembahlah Tuhanmu serta berbuatlah kebaikan supaya kamu berbahagia”.

2. Selanjutnya firman Allah SWT dalam surah an-Nahl ayat 97:

“Barang siapa yang berbuat kebaikan, laki-laki atau perempuan dan ia beriman, niscaya akan Aku beri pahala yang lebih bagus dari apa yang mereka amalkan”.

3. Surah Ali Imron ayat 92 yang artinya :

“Kamu tidak akan mencapai kebajikan yang dapat dinilai baik oleh Allah, sebelum kamu menyumbangkan sebahagian harta yang kamu cintai. Adapun yang kamu sumbangkan itu Allah benar-benar mengetahuinya”.30

28Ibid.

29Bachtiar Surin dan Adz-Dzikraa, Terjemahan Dan Tafsir Al-Qur’an, (Bandung: Angkasa, 1991). hal. 1414.

30Ibid.

(36)

4. Hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Hurairah yang terjemahanya:

“Apabila mati anak Adam, maka terputuslah dari padanya semua amalnya kecuali tiga hal yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang saleh yang mendoakannya”.31

Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 215 ayat 1 (satu) menyatakan wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta miliknya dan melembagakannya untuk selama- lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.

Dalam Pasal 1 ayat 1 (satu) Undang-Undang No 41 Tahun 2004 tentang wakaf menyatakan, wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.

Ada tiga larangan tegas ditetapkan atas tanah yang diwakafkan, sehingga memberinya sifat hukum yang berbeda dan sifat suci.

1. Begitu tanah diwakafkan maka ia tidak dapat diubah. Ia tidak bisa dijual, diagunkan, diwariskan, atau diubah dengan cara bagaimanapun.

2. Tanah dan harta wakaf disumbangkan untuk selama-lamanya. Ini untuk memastikan bahwa sasaran amal ke mana pendapatan hasil wakaf disalurkan

31Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (akarta: Rineka Cipta, 1992). hal. 496.

(37)

umpamanya, masjid atau rumah panti asuhan dijamin mendapat pendapatan yang tetap dan abadi.

3. Sumbangan wakaf tidak dapat dibatalkan. Begitu suatu wakaf diadakan, maka wakif atau keturunanya tidak boleh berubah pikiran. Larangan-larangan ini disusun guna memastikan bahwa wakaf diadakan untuk tujuan kepentingan umum (altruitik). Konsekuensinya, semua larangan tersebut memberi si wakif suatu posisi moral yang tinggi dalam komunitas. Sebagai suatu berkah, maka tanah atau harta yang disumbangkan itu sendiri memperoleh konotasi suci dan terhormat.

Untuk ini ada beberapa pendapat, diantaranya:32 1. Pendapat Mazhab (aliran) Sulaiman Rasyid.

Sulaiman Rasyid berpendapat bahwa wakaf tidak boleh dipindahkan atau dijual (termasuk dibebani dengan jaminan) bahkan diubah pun tidak bisa, kecuali disebabkan oleh sesuatu hal yang memaksa, misalnya harta benda itu tidak bermanfaat lagi seperti semula, hal ini sesuai dengan ungkapannya; “wakaf itu hanya untuk diambil manfaatnya, barang asalnya tetap, tidak boleh dijual, diberikan atau dipusakakan”. Sekarang kalau wakaf itu tidak ada manfaatnya atau kurang manfaatnya kecuali dengan dijual, bolehkah dijual? Menurut kata yang sah, tidak berhalangan menjual tikar mesjid yang sudah tidak pantas di pakai lagi, agar jangan tersia-sia, hasilnya digunakan untuk kemasalahatan masjid.

32Michael Dumper, Wakaf Muslimin di Negara Yahudi, Op.Cit., hal. 4.

(38)

2. Menurut Mazhab (aliran) Ahmad bin Hambal.

1. Menurut Mazhab atau aliran ini bahwa apabila wakaf tidak dapat lagi dipergunakan sebagaimana mestinya, maka wakaf itu boleh dijual, dan uang yang diperoleh dari hasil penjualan benda wakaf tersebut lebih lanjut dipergunakan untuk membeli benda yang pemanfaatanya dapat dipergunakan sebagaimana pemanfaatan benda wakaf yang telah dijual.

Penukaran harta wakaf sepenuhnya menjadi wewenang Menteri Agama atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia. Adapun terjadi perubahan atau penukaran harta wakaf, posisi nazir adalah memastikan bahwa harta wakaf itu memang tidak dapat lagi dipergunakan, ada kepentingan umum yang berkenan dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTR) dan didasarkan pertimbangan keperluan agama yang dilalui. Sampai di sini, integritas seorang nazhir menjadi taruhanya.

Secara implisit UU No 41 Tahun 2004 ingin menegaskan signifikasi keberadaan nazhir. Jika wakaf umat Islam ingin produktif, tidak ada pilihan lain kecuali dengan membentuk nazhir yang profesional. Jika sampai saat ini, harta wakaf yang jumlahnya di Indonesia cukup signifikan namun belum berhasil mensejahterakan umat Islam, salah satu faktornya adalah kegagalan nazhir atau ketidak mampuan nazhir dalam mengelola, memberdayakan, memproduktifkan harta wakaf. Pernyataan ini bukan sekedar asumsi atau opini, namun merupakan sebuah penelitian yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.33

33Waspada, Nazir Wakaf Dalam UU No 41 Tahun 2004, (24 Pebruari 2012).

(39)

2. Konsepsi

Berdasarkan kerangka teoritis yang telah diuraikan, maka perlu dikemukakan definisi secara oprasional untuk menghindarkan adanya penafsiran yang berbeda dalam pelaksanaan penelitian ini, definisi istilah atau konsep berfungsi untuk menyederhanakan arti kata atau pengertian tentang ide-ide, hal-hal dan kata benda- benda maupun gejala sosial yang digunakan, agar sipembaca dapat segera memahami maksudnya sesuai dengan keinginan penulis yang memakai konsep tersebut, dan pengaturan konsep atau defenisi istilah tersebut akan memperlancar komunikasi antara penulis dengan pembaca yang ingin memahami isi tulisan didalam tesis ini, oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara oprasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan yaitu:

1. Wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.34

2. Wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu

34Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, 2001), hal. 30.

(40)

sesuai dengan kepentingan guna keperluan ibadah dan atau kesejateraan umum menurut syariah.35

3. Penggantian Benda Wakaf adalah proses atau cara perbuatan mengganti atau menggantikan.36

4. Harta Benda Wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam.37

5. Harta Benda Wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif.38 G. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana (ilmiah) bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian yang diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya. Hal ini tidaklah selalu berarti metodologi penelitian yang dipergunakan berbagai ilmu pengetahuan pasti akan berbeda secara utuh. Ilmu pengetahuan pada hakekatnya timbul karena adanya hasrat ingin tahu dalam diri manusia, yang mana

35 Departemen Agama, Peraturan Perundang-Undangan Perwakafan, (Jakarta : Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2006), hal. 2.

36Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Op. Cit, hal.334.

37 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan & Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara, 2007), hal. 305.

38Departemen Agama, Op. Cit , hal. 3.

(41)

hasrat keingintahuan tentang hal-hal ataupun aspek-aspek kehidupan yang masih gelap bagi mansia. 39 Maka metode ini menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.40

1. Sifat dan Metode Pendekatan

Untuk memperoleh suatu pembahasan sesuai dengan apa yang terdapat didalam tujuan penyusunan bahan analisis, maka jenis penelitian yang diterapkan adalah bersifat deskriptif analisis. Deskriptif artinya mampu memberi gambaran secara jelas dan sistematis tentang masalah yang akan diteliti. Analisis artinya menganalisis secara teliti permasalahan berdasarkan gambaran dan fakta sehingga mampu menjawab permasalahan yang berkaitan dengan Penggantian Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam Dan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

2. Sumber Data

Penelitian normatif ini dilakukan dengan batasan studi dokumen atau bahan pustaka saja yaitu berupa data primer, selain data primer, untuk mendukung penelitian juga digunakan data yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru maupun pengertian mengenai fakta yang diketahui maupun mengenai

39Soerjono Soerkanto. Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1998), hal 1.

40 Koenjtaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1977), hal 16.

(42)

studi gagasan dalam bentuk Kompolasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek telaah penelitian.

c. Bahan hukum tertier, yaitu, bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, majalah maupun internet.

3. Alat Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang akurat dan relevan, pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (Library Research). Penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu Studi dokumen, yang

digunakan untuk memperoleh data sekunder, suatu penelitian yang ingin dicapai konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainya, dan dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa data sekunder yang berkaitan dengan penelitian. Studi dokumen yang dimaksud dalam penelitian ini antara lain penggantian benda wakaf menurut KHI (Kompolasi Hukum Islam) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

(43)

4. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode analisis kualitatif, yaitu penelitian dilakukan dengan menganalisis terhadap data-data. Selanjutnya, ditarik kesimpulan dengan metode deduktif, yakni berfikir dari hal yang umum menuju kepada hal yang khusus atau spesifik dengan menggunakan perangkat normatif. Sesuai dengan sifat penelitian ini yang bersifat deskriptif analisis, maka setelah diperoleh data primer, sekunder dan tertier dilakukanlah pengumpulan data, mentabulasi, mensistematisasi, menganalisis serta menarik kesimpulan data sesuai dengan kategori yang ditemukan.

Sehingga memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dan tujuan penelitian.

(44)

BAB II

PRINSIP-PRINSIP PENGGANTIAN BENDA WAKAF MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DAN MENURUT UNDANG-UNDANG

NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

A. Prinsip-Prinsip Penggantian Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)

1. Prinsip-Prinsip Penggantian Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 berisi Instruksi Presiden untuk menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam selanjutnya disingkat KHI, yang terdiri dari Buku I (pertama) tentang Hukum Perkawinan, Buku II (kedua) tentang Hukum Kewarisan, dan Buku III (ketiga) tentang Hukum Perwakafan. Hukum Perwakafan terdiri dari lima bab dan lima belas Pasal yang memuat ketentuan umum tentang wakaf, fungsi, unsur-unsur dan syarat-syarat wakaf, kewajiban dan hak-hak nazhir, tata cara perwakafan, pendaftaran wakaf, perubahan benda wakaf, penyelesaian perselisihan benda wakaf, pengawasan dan ketentuan peralihan. Kompilasi Hukum Islam (KHI) ini disusun dengan maksud untuk dijadikan pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan ketiga bidang hukum tersebut, baik oleh instansi pemerintah maupun oleh masyarakat yang memerlukannya.

Penjelasan umum dinyatakan bahwa pedoman yang dipergunakan Peradilan Agama dalam bidang-bidang hukum tersebut yaitu tiga belas kitab fiqih Mażhab Syafi'i dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat dan bahwa KHI

(45)

merupakan hasil lokakarya yang diselenggarakan pada bulan Februari 1988 di Jakarta yang telah diterima baik oleh para alim ulama Indonesia disertai perbandingan dengan yurisprudensi peradilan agama maupun perbandingan dengan negara-negara lain.

Beberapa catatan terhadap Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan pelaksanaannya dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Dari sisi formal, Kompilasi Hukum Islam (KHI) diberi baju dalam bentuk Instruksi Presiden yang oleh sementara pihak dianggap kurang kuat karena tidak memiliki landasan hukum/rujukan konstitusi maupun Ketetapan MPR yang selama ini ada. Namun pendapat ini disanggah oleh Ismail Sanny yang merujuk pada pasal 4 ayat (1) UUD 1945 jo. Pasal 17 tentang wewenang Presiden untuk menetapkan peraturan-peraturan dan kebijakan dalam rangka menjalankan pemerintahan serta para menteri Negara sebagai pembantu Presiden memimpin departemen untuk melaksanakan keputusan dan atau instruksi presiden. Oleh karena itu, akan semakin kuat dan mantap apabila KHI yang di dalamnya mengatur tentang hukum perwakafan dapat ditingkatkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, misalnya dalam bentuk Peraturan Pemerintah atau Undang-Undang.

2. Dari sisi substansial atau materi, Kompilasi Hukum Islam (KHI) hanya memuat beberapa ketentuan masalah wakaf menurut hukum Islam. Oleh karena itu, seyogyanya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan peraturan

(46)

perundangan yang lain dalam hal ini PP nomor 28 Tahun 1977 sehingga perlu disatukan dalam bentuk undang-undang. Dalam konteks perwakafan, maka lembaga hibah dan wasiat merupakan cara penyampaian kehendak dari pihak pemberi wakaf kepada penerima wakaf. Oleh karena itu selain diatur dalam hukum pewarisan, seharusnya juga diatur dan dimasukan ke dalam salah satu bagian tentang pemberian wakaf dengan cara wasiat (baik lisan maupun tertulis) serta pemberian wakaf dengan cara hibah wakaf.

3. Dalam kaitannya dengan PP 28 Tahun 1977, maka penyelesaian perselisihan perwakafan tanah milik atau menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) penyelesaian perselisihan benda wakaf, seyogyanya tidak hanya melalui proses perdata (Pengadilan Agama) tetapi dapat pula diajukan secara pidana sebagaimana diatur pada pasal 14 dan 15 PP 28 Tahun 1977.

4. Perlu diatur lebih lanjut tentang perubahan benda wakaf atas dasar alasan tidak sesuai dengan tujuan wakaf dan atau karena adanya alasan kepentingan umum sebagaimana diatur dalam pasal 225 KHI agar tidak menyalahi ketentuan- ketentuan Syariat Islam serta tujuan pemberian wakaf semula dalam ikrak wakaf.41 Membicarakan masalah perwakafan pada umumnya dari perwakafan tanah di Indonesia, pada dasarnya adalah membicarakan sebuah pranata hukum yang unik dan rumit. Oleh karena itu di Indonesia tidak ada pranata hukum yang dalam waktu bersamaan diatur oleh berbagai ketentuan hukum yang berasal dari berbagai sub

41Ibid.

(47)

sistem keberadaanya perlu dilihat sedemikian rupa dan dapat mengundang perbedaan pendapat yang cukup tajam, bergantung dari sudut mana kita memandangnya.42

Dari sudut lingkup makna hukum yang ideal, kehadiran Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan rangkaian sejarah hukum nasional yang dapat mengungkapkan ragam makna kehidupan masyarakat Islam Indonesia, terutama tentang:

a. Adanya norma hukum yang hidup dan ikut bahkan mengatur interaksi sosial;

b. Aktualnya dimensi normative akibat terjadi eksplanasinya fungsional ajaran Islam yang mendorong terpenuhinya tuntutan kebutuhan hukum;

c. Respon struktural yang dinilai melahirkan rangsangan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Alim Ulama Indonesia mengantisipasi ketiga hal di atas dengan kesepakatan bahwa Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah rumusan tertulis hukum Islam yang hidup seiring dengan kondisi hukum dan kondisi masyarakat Indonesia.43

Berikut ini merupakan prinsip-prinsip yang harus di pertahankan didalam perwakafan:

a Prinsip Keabadian dan Prinsip Kemanfaatan

b Seluruh harta benda wakaf harus diterima sebagai sumbangan dari wakif c dengan status wakaf sesuai dengan syariah

42 Siah Khosyi’ah, Op. Cit., hal. 191.

43Ibid.

(48)

d Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya

e pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara produktif f Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya keuntungannya saja yang akan

dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan44

Pada dasarnya benda wakaf tidak dapat diubah atau dialihkan. Dalam pasal 225 Kompilasi Hukum Islam (KHI) ditentukan, bahwa benda yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain dari pada yang dimaksud dalam ikrar wakaf.

Penyimpangan dari ketentuan dimaksud hanya dapat dilaksanakan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan berdasarkan saran dari Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat dengan alasan:

a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif;

b. Karena kepentingan umum.

2. Fungsi Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Mengenai fungsi wakaf yang tertuang didalam Pasal 216 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yaitu, fungsi wakaf adalah mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf.

44Internet,http://suhairistain.blogspot.com, wakaf-uang-dalam mewujudkan.html, Suhairi blog Stain Jurai Siwo Metro, Wakaf Uang Dalam Mewujudkan Ekonomi Umat, (diakses tanggal, 21 Mei 2012).

(49)

Dari uraian di atas dapatlah kita ketahui bahwa hikmah dari disyari’atkanya wakaf itu banyak sekali, diantaranya ialah:

1. Untuk membela nasib fakir miskin, atau orang-orang yang kurang mampu di dalam meneruskan hidupnya.

2. Dengan adanya bantuan berupa wakaf, zakat fitrah, sadakah dan lain-lainnya akan terpelihara agama orang yang tidak berkemampuan.

3. Bila orang-orang miskin tidak berkemampuan sudah dibantu mereka tidak akan menempuh jalan yang salah, dan bila mereka tidak menempuh jalan yang salah akan tercipta pulalah keamanan pada masyarakat sekitarnya.

4. Dengan adanya bantuan orang yang mampu, akan terjalinlah hubungan persaudaraan yang lebih erat dan rasa cinta mencintai sesama muslim. Dengan terciptanya rasa persatuan, terciptalah persatuan. Persatuan adalah pokok kekuatan.

5. Dengan adanya harta wakaf akan bertambahlah modal ummat Islam. Dengan modal akan terciptalah rencana dan ekonomi yang kuat, dengan ekonomi yang kuat itu makmurlah ummat Islam.

Bagi orang yang berwakaf juga akan mendapat pahala yang berkepanjangan selama harta wakafnya itu masih dapat dipergunakan dan juga wakaf itu adalah sebagai amal shaleh baginya.45

Wacana tentang wakaf, belakangan muncul kembali ke permukaan dan tidak hanya sekedar membincangkan tentang pandangan para ulama fiqih yang belum

45Hasbalah Thaib, Fiqih Wakaf, Op. Cit., hal. 77.

(50)

seragam tentang pengertian dan hakikat wakaf itu sendiri, tetapi lebih pada bagaimana mereposisi institusi wakaf agar lebih berperan dalam kancah problem sosial masyarakat terkait dengan kesejahteraan ekonomi. Karena disamping sebagai salah satu bentuk ajaran yang berdimensi spiritual, wakaf merupakan ajaran Islam yang berdimensi sosial, atau dalam bahasa agama disebut sebagai ibadah.

Agar wakaf lebih memiliki makna yang relevan dengan kondisi riil persoalan kesejahteraan umat menjadi suatu yang sangat strategis. Merujuk pada praktek pelaksanaan wakaf yang dianjurkan oleh Nabi dan dicontohkan oleh para Sahabat, dimana sangat menekankan pada pentingnya menahan eksistensi benda wakaf, dan diperintahkan untuk menyedekahkan hasil dari pengelolaan benda tersebut.

Pemahaman yang mudah dicerna dari kondisi tersebut adalah bahwa substansi wakaf itu tidak semata-mata terletak pada pemeliharaan bendanya (wakaf) tetapi yang jauh lebih penting adalah nilai manfaat dari benda tersebut untuk kepentingan umum.46

Imam Malik mengemukakan bahwa wakaf itu adalah menjadikan manfaat benda yang dimiliki, baik berupa sewa atau hasilnya untuk diserahkan kepada orang yang berhak, dengan bentuk penyerahan berjangka waktu sesuai dengan apa yang diperjanjikan atau yang dikehendaki oleh orang yang mewakafkan. Pendapat Imam Malik ini wakaf tidak disyaratkan berlaku untuk selamanya, tetapi sah bila berlaku

46Achmad Kholiq, Kontektualisasi dan Reposisi Fungsi Wakaf, Internet:http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?Itemid=57&catid=2:islamkontemporer&id=1248:

kontektualisasi-dan-reposisi-fungsiwakaf&option=com_content&view=article, (diakses, tanggal 09 Mei 2012).

(51)

untuk waktu tertentu saja (misalnya untuk satu tahun), sesudah itu kembali kepada pemiliknya.47

Pendapat ini dinilai cukup relevan dengan kondisi hukum positif di Indonesia saat ini yang mengenal dengan Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai dengan sistem kontrak. Jika pendapat Imam malik ini yang diterapkan, maka wakaf akan mendapat perluasan makna dan perluasan kesempatan kepada para pihak yang tidak memiliki benda permanen yang ingin diwakafkan tetapi memiliki benda yang bersetatus temporer. Selain membuka lebih lebar kepada calon wakif, bisa juga dikembangkan secara maksimal.48

3. Unsur-Unsur Dan Syarat-Syarat Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)

a. Unsur-Unsur Wakaf

Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) unsur-unsur dan syarat-syarat wakaf terletak didalam bab II Pasal 217 yaitu:

1. Badan-badan hukum Indonesia dan orang atau orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya serta yang oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum, atas kehendak sendiri dapat mewakafkan benda miliknya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Dalam hal badan-badan hukum, maka yang bertindak untuk dan atas namanya adalah pengurusanya yang sah menurut hukum.

47 Abdul Manan, Loc. Cit

48 Ibid.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pada sesi 1996, Universiti Pertanian Malaysia telah membuat pengambilan pelajar seramai 9,755 orang pelajar baru bagi mengikuti pelbagai program pengajian. Pengambilan bagi sesi

Produksi arang terpadu dengan hasil cuka kayu dari limbah kayu dengan menggunakan tungku drum ganda yang dilengkapi alat pengkondensasi asap berkisar 6,00 - 15,00 kg.. Rendemen

Sehubungan dengan bentuk penyajian kesenian Angguk Sripanglaras, penulis mengharap kesenian ini untuk selalu dijaga kelestariannya dan juga dikembangkan, salah satunya

Persentase penguasaan atau ketuntasan siswa terhadap materi pembelajaran yang telah diajarkan sebesar 60% pada siklus I dan 85% pada siklus II untuk mata

yang terbaik. Petugas yang ada juga sudah menjalankan tugasnya masing- masing dengan baik. Namun, beliau juga tidak menampik apabila ada mesyarakat yang belum puas

Ahlaisten saaristossa (näytepiste 12 ja 13), Haminanholmassa (näytepiste 14), Merikarvian edustalla (näytepiste 16, 19 ja 37) sekä Kasalanjoen edustalla (näytepiste 17 ja

Dapatan kajian menunjukkan bahawa faktor penyumbang kepada wujudnya masalah membaca dalam kalangan murid darjah enam sekolah rendah kerajaan di Brunei Darussalam disebabkan oleh

Seperti yang dijangkakan oleh pengkaji, dapatan kajian menunjukkan bahawa terdapat hubungan yang positif antara kemahiran pengurusan stres dengan kepuasan hidup