• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

dilakukan di bidang human resource development (HRD) (Chalofsky & Krishna, 2009). Meskipun terdapat banyak ketertarikan mengenai engagement, namun terdapat banyak juga kebingungan dalam pembahasan mengenai definisi, operasional dan pengukuran employee engagement (Kular, Ganteby, Rees, Soane, & Truss, 2008).

Topik mengenai employee engagement ini diangkat berdasarkan ketertarikan peneliti mengenai pentingnya employee engagement bagi peningkatan performansi organisasi. Engagement merupakan kunci pendorong bisnis untuk kesuksesan organisasi. Tingginya engagement dapat meningkatkan bakat karyawan, kesetiaan pelanggan, dan kinerja perusahaan (Swarnalatha &

Prasanna, 2013). Karyawan yang terikat (engage) pada pekerjaannya memiliki energi, komitmen, dan kegigihan untuk mencapai tujuan organisasi yang ditunjukkan dalam inisiatif, kemampuan beradaptasi, usaha, dan kemampuan mengekspresikan diri secara fisik, emosional, dan kognitif melalui peran mereka dalam pekerjaan (Kahn, 1990; May, Gilson, & Harter, 2004; Macey, Schneider, Barbera, & Young, 2009). Engagement juga dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis karyawan (Robertson & Cooper, 2009) dan mengurangi kecenderungan berpindah kerja (Schaufeli & Bakker, 2004).

Employee engagement penting dimiliki oleh setiap karyawan, termasuk juga bagi karyawan management trainee. Karyawan management trainee merupakan karyawan yang dipersiapkan menduduki posisi manajemen di perusahaan. Program rekrutmen melalui management trainee merupakan salah

(2)

satu langkah yang dilakukan perusahaan dalam menerapkan Human Capital Management. Program ini bertujuan untuk mendapatkan karyawan dengan kompetensi yang tinggi dan mengetahui kondisi perusahaan.

Karyawan dengan engagement yang rendah menunjukkan tidak adanya energi untuk menjalankan peran yang seharusnya. Mereka menjadi tidak terlibat dalam penyelesaian tugas, tidak waspada secara kognitif, dan tidak adanya hubungan secara emosional dengan orang lain karena ingin menutupi pikiran, perasaan, kreativitas, nilai dan kepercayaan, dan hubungan personal dengan orang lain (Kahn, 1990). Shuck dan Reio (2014) mengemukakan rendahnya employee engagement dapat merugikan organisasi karena diprediksikan terjadi penurunan kesejahteraan dan produktivitas karyawan.

Program management trainee merupakan program perekrutan karyawan melalui proses pelatihan dan pemagangan. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.22/Men/IX/2009 menyebutkan pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja yang lebih berpengalaman dalam proses produksi barang dan/ atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.

Program perekrutan karyawan dengan management trainee juga dilakukan oleh PT. KIEC, salah satu perusahaan properti di Indonesia. Karyawan management trainee di perusahaan tersebut merupakan karyawan lulusan S1 dan D3 yang diterima dengan proses seleksi yang ketat dari induk perusahaan.

Karyawan pada kelompok ini menjalani proses pelatihan dan pemagangan

(3)

selama satu tahun sebelum diterima sebagai karyawan. Proses seleksi yang ketat menghasilkan karyawan dengan kompetensi yang tinggi.

Berdasarkan pengamatan peneliti pada saat melakukan praktek kerja profesi psikologi di PT. KIEC (Friamsari, 2014), diketahui bahwa karyawan management trainee di perusahaan tersebut memiliki keterlibatan diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan non-management trainee. Secara fisik, karyawan management trainee menunjukkan kehadiran personal dengan keikutsertaannya pada berbagai kegiatan perusahaan, seperti kegiatan inovasi, gugus kendali mutu, dan berbagai tim yang dibentuk untuk menunjang proses bisnis perusahaan.

Kehadiran personal secara fisik juga ditunjukkan dengan penggunaan jam kerja secara efektif oleh karyawan management trainee dengan datang tepat waktu dan memanfaatkan jam kerja untuk menyelesaikan tugas. Karyawan management trainee di PT. KIEC tidak masuk ke dalam daftar karyawan dengan keterlambatan terbanyak. Karyawan management trainee memiliki kesediaan untuk bekerja lembur apabila dibutuhkan, bahkan bersedia melanjutkan pekerjaan di rumah karena pekerjaan tersebut akan segera digunakan untuk keesokan harinya.

Kehadiran personal secara kognitif ditunjukkan dengan perilaku karyawan management trainee yang mampu fokus pada penyelesaian tugas dan tetap dapat menyelesaikan tugasnya. Budaya yang terbangun di perusahaan tersebut cukup kekeluargaan dimana karyawan seringkali melontarkan berbagai obrolan dan candaan. Namun demikian, karyawan management trainee tetap dapat fokus menyelesaikan pekerjaan tanpa terganggu berbagai situasi. Karyawan management trainee juga mampu mencapai hasil yang baik pada penilaian

(4)

kinerja karyawan yang diadakan dua kali dalam satu tahun. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan bersedia untuk mencurahkan perhatian dan kemampuan kognisinya untuk memenuhi perannya dalam pekerjaan. Kehadiran personal secara emosi ditunjukkan dengan kesediaan karyawan management trainee untuk mengikuti berbagai kegiatan dan tim perusahaan, kesediaan untuk mencurahkan energinya untuk menyelesaikan tugas di luar jam kerja.

Keterlibatan karyawan management trainee yang tinggi ini dimungkinkan karena pemberian tugas yang lebih banyak oleh atasan dibandingkan dengan karyawan non management trainee. Oleh karena itu peneliti mengajukan penelitian mengenai employee engagement karyawan management trainee dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana dinamika psikologis employee engagement karyawan management trainee dan faktor-faktor yang mempengaruhi employee engagement karyawan management trainee.

Beberapa ahli memberikan penjelasan mengenai definisi employee engagement. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai ekspresi dan perilaku seseorang melibatkan diri sepenuhnya ke dalam pekerjaan dan dalam tim, sebagai wujud pemenuhan peran dirinya dalam pekerjaan. Engagement dicirikan adanya kehadiran personal secara fisik, kognitif, dan emosi. Rothbard (2001) mendefinisikan employee engagement sebagai kehadiran psikologis karyawan, namun lebih lanjut menjelaskan engagement yang melibatkan dua komponen yaitu perhatian (attention) dan penghayatan (absorption). Perhatian mengacu pada ketersediaan kognitif dan banyaknya waktu yang digunakan untuk melaksanakan perannya dalam pekerjaan, sedangkan penghayatan berarti perasaan menikmati pekerjaannya, yang ditandai dengan intensitas yang tinggi dalam memusatkan perhatian pada pekerjaan.

(5)

Employee engagement diartikan sebagai keterlibatan dan kepuasan individu serta antusiasme untuk bekerja (Harter, Schmidt, & Hayes, 2002), serta perilaku positif karyawan terhadap organisasi dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya (Robinson, Perryman, & Hayday, 2004). Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma, dan Bakker (2002) menjelaskan employee engagement adalah lawan dari burnout; bersifat positif, pemenuhan, berhubungan dengan pikiran yang ditandai dengan semangat (vigor), dedikasi (dedication), dan penghayatan (absorption). Maslach, Schaufeli, dan Leiter (2001) menyebutkan engagement dicirikan sebagai energi, keterlibatan diri (involvement), dan perasaan mampu (efficacy) dalam melakukan suatu pekerjaan.

Shuck (2011) menyebutkan terdapat empat pendekatan utama yang mendefinisikan employee engagement pada perspektif akademik. Keempat pendekatan tersebut yaitu need-satisfying approach yang dikemukakan oleh Kahn (1990), burnout-antithesis approach yang dikemukakan oleh Maslach, dkk.

(2001), satisfaction-engagement approach yang dikemukakan oleh Harter, dkk.

(2002), dan multidimensional approach yang dikemukakan oleh Saks (2006).

Pendekatan pertama yaitu pendekatan need-satisfying yang dikemukakan oleh Kahn (1990). Istilah engagement pada pendekatan ini digunakan secara spesifik untuk mendeskripsikan keterlibatan (involvement) karyawan pada berbagai tugas. Kahn (1990) menyebutkan bahwa engagement pada pekerjaan dapat menguatkan motivasi ekstrinsik maupun intrinsik, dan dapat meningkatkan peran diri karyawan pada pekerjaan. Pendekatan ini menyebutkan tiga variabel yang mempengaruhi engagement yaitu meaningfulness, safety, dan availability (Kahn, 1990). Karyawan akan engage dengan pekerjaannya ketika mereka mengalami kebermaknaan psikologis (psychological meaningfulness) pada

(6)

pekerjaan. Psychological meaningfulness dapat dipandang sebagai perasaan berguna dan berharga atas investasi yang sudah diberikan oleh karyawan terhadap pekerjaan. Keamanan psikologis (psychological safety) didefinisikan sebagai pengalaman yang mampu bertindak dengan cara yang alami, serta dapat menggunakan semua keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki tanpa adanya rasa takut adanya konsekuensi negatif. Psychological availability didefinisikan sebagai perasaan memiliki yang diwujudkan dengan menginvestasi diri sepenuhnya ke dalam peran kinerja (Kahn, 1990).

Pendekatan kedua dikemukakan oleh Maslach, dkk. (2001), yang membentuk konsep employee engagement sebagai lawan dari burnout, yang didefinisikan sebagai keadaan afektif yang positif, yang dicirikan dengan tingkat keaktifan dan kebahagiaan yang tinggi. Maslach, dkk. (2001) menyebutkan tiga dimensi burnout sebagai lawan dari engagement, yaitu kelelahan (exhaustion), sinisme (cynicism), dan ketidakefektifan (ineffectiveness). Kelelahan (exhaustion) didefinisikan sebagai kelebihan dan kekurangan sumber daya emosi dan fisik.

Sinisme (cynicism) didefinisikan sebagai respon negatif, tidak memiliki perasaan, atau respon terpisah yang berlebihan pada berbagai aspek pekerjaan, yang mengakibatkan karyawan memilih untuk mengabaikan kualitas pekerjaan.

Ketidakefektifan (ineffectiveness) dipahami sebagai akibat langsung dari kelelahan dan sinisme, yang didefinisikan sebagai perasaan ketidakmampuan untuk meraih prestasi dan produktivitas pekerjaan.

Pendekatan ketiga, yang juga menjadi hasil perkembangan psikologi positif pada awal abad ke-21, Harter, dkk. (2002) menerbitkan konsep engagement sesuai dengan konsep psikologi positif melalui prosedur meta-analisis terhadap data penelitian yang dilakukan oleh Gallup Organization. Penelitian Gallup

(7)

mendefinisikan employee engagement sebagai keterlibatan dan kepuasan individu sebagai wujud antusiasme terhadap pekerjaan. Hasil menunjukkan bahwa employee engagement memiliki hubungan yang positif terhadap customer satisfaction, turnover, safety, productivity, dan profitability.

Pendekatan keempat yaitu pendekatan multidimensional yang dikemukakan oleh Saks (2006). Pendekatan ini mendefinisikan konsep multidimensi employee engagement sebagai konstruk yang berbeda dan unik yang melibatkan komponen kognisi, emosi, dan perilaku terkait dengan peran kinerja seseorang. Hasil penelitian menunjukkan variabel anteseden seperti supportive climate, job characteristics, dan fairness mempengaruhi employee engagement. (Saks, 2006).

Kahn (1990) menjelaskan terdapat tiga dimensi employee engagement yaitu dimensi kognitif, dimensi emosional, dan dimensi fisik. Dimensi kognitif terfokus pada kepercayaan karyawan terhadap organisasi, pemimpin, dan kondisi kerja. Dimensi emosional terfokus pada bagaimana perasaan karyawan terhadap situasi kerja dan apakah karyawan memiliki sikap yang positif atau negatif terhadap organisasi dan pemimpinnya. Dimensi fisik terfokus pada energi fisik yang digunakan karyawan untuk menjalankan perannya dalam pekerjaan.

Employee engagement memiliki definisi yang mirip dengan konstruk yang lain seperti work engagement, job involvement, job satisfaction, organizational commitment, dan organizational citizenship behavior (OCB). Leiter dan Bakker (2010) mendefinisikan work engagement sebagai antusisme dan tingginya energi seseorang untuk terlibat dalam pekerjaannya. Saks (2006) menyebutkan employee engagement sebagai kehadiran secara psikologis karyawan ketika menduduki dan menjalankan peran dalam organisasi. Definisi tersebut

(8)

menjelaskan bahwa work engagement terfokus pada keterlibatan karyawan terhadap pekerjaannya, sedangkan employee engagement lebih terfokus pada keterlibatan karyawan dalam pekerjaan dan perannya dalam organisasi.

Engagement memiliki konsep yang berbeda dengan job satisfaction.

Schaufeli dan Bakker (2010) menyebutkan engagement terfokus pada perasaan yang dimiliki seseorang pada pekerjaan, sedangkan job satisfaction terfokus pada hal-hal yang dapat mempengaruhi pekerjaan dan lebih melibatkan aspek kognisi. Engagement mengandung arti keaktifan yang menunjukkan antusiasme, kewaspadaan, dan kegembiraan, sedangkan job satisfaction mengandung arti kepuasan hati, ketenangan, dan ketentraman.

Kahn (1990) mendefinisikan job involvement sebagai pentingnya peran secara psikologis dalam konteks kerja bagi identitas seseorang, atau besarnya efek harga diri pada kinerja seseorang. Saks (2006) menyebutkan job involvement berbeda dengan engagement. Job involvement memiliki perhatian lebih pada bagaimana individu menggunakan dirinya dalam menunjukkan kinerja.

Job involvement melibatkan kognisi, sedangkan engagement tidak hanya melibatkan kognisi tetapi juga emosi dan perilaku. Selain itu, Schaufeli dan Bakker (2010) menjelaskan job involvement merupakan lawan dari cynicism, memiliki hubungan dengan konstruk engagement namun tidak sama.

Saks (2006) membedakan komitmen organisasi dan organizational citizenship behavior (OCB) dengan engagement. Komitmen organisasi menunjukkan sikap seseorang dan kelekatan dirinya dengan organisasi, sedangkan engagement tidak hanya sebuah sikap melainkan derajat dimana individu memiliki perhatian penuh pada pekerjaan dan masuk ke dalam peran kinerjanya. Di samping itu, OCB melibatkan kesukarelaan dan perilaku informal

(9)

yang membantu bawahan dan organisasi, sedangkan engagement terfokus pada peran formal kinerja.

Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan penelitian yang muncul yaitu bagaimana dinamika psikologis employee engagement pada karyawan management trainee di PT. KIEC dan faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi employee engagement karyawan management trainee. Implikasi studi penelitian ini secara teoritis dapat memberi masukan di bidang ilmu psikologi industri dan organisasi mengenai employee engagement karyawan management trainee. Penelitian ini juga dapat memberikan manfaat bagi PT. KIEC maupun bagi perusahaan lain yang memiliki karakteristik yang serupa dengan PT. KIEC, sehingga dapat digunakan sebagai dasar peningkatan employee engagement karyawan management trainee dan upaya mempertahankan karyawan yang berpotensi.

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 2.1. Hasil Survei Employee Engagement. menunjukan hasil survei employee engagement diatas menunjukan bahwa keterkaitan komitmen karyawan Bank X atas pekerjaan sebesar

Pengimplemntasian metode Simple Regression bertujuan untuk memprediksi besarnya jumlah gaji yang akan diterima setiap anggota pada bulan berikutnya, data-data yang

Variabel tersebut dipilih karena dengan adanya kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan, maka persahaan dapat mempertahankan karyawannya untuk tidak berpindah pada perusahaan

Model Pembelajaran Sumber Belajar PPT + Multimedia Lecture Notes Materi Pendukung Textbooks & e- books Online Reading Tugas Ujian Learning Outcomes Personal Kelompok Tatap

Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat suatu rancangan

Tahapan pengujian faktor merupakan suatu tahapan yang digunakan untuk menguji faktor-faktor. Tahapan tersebut ditujukan untuk mengetahui faktor-faktor yang harus diamandemen,

Kesimpulan pada penelitian ini adalah penurunan kadar gula darah puasa pasien diabetes melitus baik yang diberi intervensi brief counseling maupun yang tidak diberi intervensi

Untuk pernyataan yang keempat “Anak-anak saya mempunyai sikap bertanggung jawab dari proses pendidikan formal” menunjukan bahwa dari keseluruhan informan penelitian