• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMASI DESAIN SHADING HORIZONTAL BANGUNAN KANTOR TERHADAP KENYAMANAN VISUAL PENERANGAN ALAMI Ardian Ariatsyah 1-8

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPTIMASI DESAIN SHADING HORIZONTAL BANGUNAN KANTOR TERHADAP KENYAMANAN VISUAL PENERANGAN ALAMI Ardian Ariatsyah 1-8"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ISSN: 2089-4740

DAFTAR ISI

Vol. 5, No.2, Juni 2016

OPTIMASI DESAIN SHADING HORIZONTAL BANGUNAN KANTOR TERHADAP KENYAMANAN VISUAL PENERANGAN ALAMI

Ardian Ariatsyah 1-8

STUDI EVALUASI PASCA HUNI RUMAH SUSUN SEWA DI BANDA ACEH TERHADAP ASPEK ARSITEKTUR BANGUNAN DAN PERILAKU PENGHUNI

Bustari, Khairul

Huda 9-16

PERUBAHAN FUNGSI RUANG LUAR DALAM ARSITEKTUR MASJID DI INDONESIA

Ardian Ariatsyah,

Irzaidi 17-23

DAMPAK PENGGUNAAN ELEMEN ARSITEKTURAL PADA KORIDOR

JALAN TERHADAP TERJADINYA URBAN HEAT ISLAND Khairulhuda,

Irfandi 24-28

A STUDY on R.F. Chisholm’s WORKS AND HIS INFLUENCED IN

MADRAS PRESIDENCY, INDIA Safwan 29-34

(3)

24

Jurnal Ilmu Arsitektur V(2) Juni 2016

Dampak penggunaan elemen arsitektural pada koridor jalan terhadap terjadinya urban heat island

Khairul Huda, Irfandi

Jurusan Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Email: [email protected]

ABSTRACT

Keywords:

Elemen arsitektur, suhu permukaan, Urban heat island

Terjadinya pulau panas di kawasan perkotaan (Urban Heat Island/UHI) menjadi fenomena serius seiring dengan gejala perubahan iklim global. Fenomena ini berdampak pada peningkatan kosumsi energi bagi pencapaian kenyamanan termal yang dibutuhkan oleh manusia. Koridor jalan perkotaan merupakan suatu area yang memiliki potensi besar terhadap timbunya UHI, karena keberadaan elemen-elemen arsitektural pada korior jalan dapat berpengaruh pada peningkatan suhu udara. Kondisi meningkatnya suhu udara pada koridor jalan mengakibatkan peningkatan kosumsi energi untuk kenyamanan termal pada bangunan di kedua sisi koridor jalan tersebut. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, perlu adanya upaya-upaya pengurangan kosumsi energi dengan meminimalkan penggunaan-penggunaan elemen arsitektural yang dapat memunculkan UHI. Tindakan pengukuran suhu permukaan pada elemen-elemen arsitektural pada bangunan dan tutupan permukaan lahan dilakukan untuk mengetahui fenomena suhu udara pada koridor jalan. Pengukuran suhu dilakukan pada fasad bangunan, suhu permukaan pada perkerasan halaman, trotoar dan jalan, dan suhu udara. Pengukuran suhu dilakukan dengan mengunakan thermal data longer dan thermal infrared camera.

Kata Kunci: elemen arsitektural, suhu permukaan, urban heat islands

©2016 JIA JAFT UNSYIAH

(4)

Khairul Huda/Irfandi/JIA Vol.5 No.2 Juni 2016 25

1. PENDAHULUAN

Dampak dari proses urbaniasi selain mempengaruhi kondisi kualitas lingkungan adalah terjadinya perubahan iklim mikro dimana kondisi suhu udara di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara di sekitarnya (Lo and Quattrochi, 2003;

Chen et al., 2006). Fenomena ini sering disebut sebagai efek "pulau panas perkotaan" atau "Urban Heat Island (UHI), yaitu tingginya konsentrasi panas di daerah perkotaan, sehingga suhu di kota cenderung lebih panas dibandingkan daerah pedesaan. Pada skala mikro, aktivitas di kawasan perkotaan dapat menstimulasi timbulnya fenomena pulau panas.

Kondisi ini disebabkan oleh objek di wilayah perkotaan sebagian besar merupakan lahan terbangun, dan material-material yang kedap air yang secara umum akan mengakibatkan penyerapan kapasitas panas dan konduktivitas panas yang tinggi (Tursilowati (2007).

Penyebab utama UHI adalah pengembangan kota yang merubah permukaan tanah dengan material (beton, aspal) yang mampu menyerap dan menyimpan panas matahari untuk kemudian dilepaskan kembali ke udara. Permukaan tanah yang tergantikan tersebut lebih banyak menyerap panas matahari dan juga lebih banyak memantulkannya, sehingga menyebabkan suhu permukaan dan suhu lingkungan naik. Dengan demikian, semakin berkembangnya suatu daerah menjadi perkotaan bila tidak ditata dengan baik dan tepat akan mempercepat global warming. Kontributor kedua dalam pembentukan UHI adalah panas buangan penggunaan energi (penggunaan alat pemanas, pendingin udara, dan pembangkit listrik yang menghasilkan buangan panas) pada satu area dengan kepadatan yang tinggi.

Tentunya kondisi ini tidak hanya terjadi di luar bangunan, tapi juga dengan ruangan di dalam bangunan, apalagi pada pemukiman yang padat atau bangunan tinggi.

Meningkatnya suhu dalam ruangan ini tidak hanya disebabkan tidak adanya sirkulasi udara yang memadai, tapi juga disebabkan oleh penyerapan panas matahari oleh bangunan. Panas matahari yang masuk ke dalam bangunan menyebabkan suhu dalam ruangan menjadi tinggi, ditambah dengan kelembaban udara yang juga tinggi, membuat ruangan menjadi tidak nyaman. Sinar matahari terdiri dari 5%

sinar UV, 45% sinar tampak dan 50% sinar NIR (Near Infrared). Sinar infra merah berupa panas, yang jika mengenai permukaan luar suatu bangunan akan diserap sebagian dan sisanya dipantulkan. Hampir 83% panas matahari yang mengenai dinding bangunan

terserap, dan dengan cara radiasi, konduksi dan konveksi dipancarkan ke dalam ruangan.

Koridor jalan merupakan ruang terbuka kawasan perkotaan yang memiliki potensi besar terhadap terjadinya UHI. Banyak intervensi fisik pada ruang ini berupa elemen-elemen arsitektural yang mengakibatkan semakin tertutupinya permukaan lahan dengan pengerasan dan bangunan. Koridor jalan juga merupakan ruang terbuka yang dominan di kawasan perkotaan dan banyak aktifitas manusia terjadi pada ruang ini sehingga memberikan dampak yang besar. Hal ini menuntut adanya penelitian yang lebih detil dan seksama terhadap terjadinya UHI pada koridor jalan.

Penelitian ini mengkaji pengaruh karakteristik dari elemen-elemen arsitektural koridor jalan yang meliputi konfigurasi massa bangunan dan tutupan permukaan koridor jalan terhadap fenomena terbentuknya UHI. Konfigurasi massa bangunan merujuk pada bentuk dan material fasade bangunan sedangkan elemen penutup permukaan menuruk pada jenis material yang digunakan untuk menutupi permukaan koridor jalan. Penelitian ini diharapkan akan dapat mengetahui pengaruh bentuk dan material serta elemen penutup permukaan lahan pada

2. KORIDOR JALAN

Koridor jalan merupakan terbuka bentuk menerus jalan dan elemen dinding bangunan di sepanjang jalan. Fungsi lorong ini biasanya sebagai jalur sirkulasi yang menghubungkan dua fungsi atau lebih. (Roger Trancik,1986). Koridor di perkotaan biasanya pada sisi kiri kanannya telah berdiri bangunan-bangunan yang berderet memanjang disepanjang ruas jalan tersebut.

(Lukman (1996). Keberadaan bangunan-bangunan ini sangat menentukan karakteristik koridor, yang meliputi faktor-faktor arsitektural antara lain:

1) Facade atau wajah arsitektural bangunan yang tampak di depan

2) Figure ground atau hubungan penggunaan lahan untuk ruang terbuka dan masa bangunan

3) Pedestrian ways atau jalur pejalan kaki Koridor jalan tersebut pada waktu tertentu dipergunakan untuk aktivitas lain, termasuk didalamnya dipergunakan sebagai jalur pejalan kaki.

Jalur pejalan kaki dapat berbentuk trotoar yaitu

bagian dari jalan berupa jalur terpisah yang khusus

untuk pejalan kaki biasanya terletak disamping jalan

yang kegunaannya memisahkan pejalan kaki dengan

transportasi kendaraan bermotor (Rapoport (1986).

(5)

26 Khairul Huda/Irfandi / JIA Vol.5 No.2 Juni 2016 ma

Sebuah koridor yang berkarakter ditunjang oleh pengaturan ruang koridor dan juga hal -hal lain yang masih.

berkaitan dengan orientasi dan estetika yang dimunculkan oleh koridor itu sendiri, sehingga koridor dapat menjadi sebuah segmen kota yang dapat memberikan image bagi sebuah kota. Hal ini penting karena tujuan menciptakan ruang -ruang kota adalah untuk memberikan rasa aman, nyaman dan teratur yang pada akhirnya akan terwujud masyarakat kota yang berkualitas tinggi yaitu yang berkaitan dengan kesehatan fisik, mental, jasmani dan rohani.

Keruangan koridor tidak lepas pula dengan aspek fisik dari bangunan di kedua sisinya. Dalam hal ini adalah ketinggian dan kepejalan bangunan. Seperti diketahui bahwa terbentuknya koridor juga dipengaruhi oleh perbandingan antara lebar jalan dan ketin ggian bangunan di kedua sisinya. Ditunjang dengan penataan kepejalan bangunan, sebuah koridor akan mendapat efek ruang pada waktu-waktu tertentu, sesuai dengan arah bergeraknya matahari, yaitu dengan munculnya efek bayangan. Hal ini adalah salah satu potensi untuk menciptakan suasana sejuk pada ruang koridor. Disisi lain efek bayangan dapat menjadi elemen estetika karena munculnya silhuet dari deretan bangunan disepanjang koridor.

1. SUHU UDARA PERMUKAAN

Suhu udara permukaan merupakan suhu udara pada ketinggian 1,25 - 2,0 meter di atas permukaan bumi. Selama sehari semalam (12 jam) maupun 1 tahun (12 bulan) suhu udara permukaan selalu mengalami variasi suhu udara atau mengalami perubahan atau perbedaan selama periode waktu tertentu. Fluktuasi suhu udara harian disebut dengan variasi suhu harian, demikian pula dengan variasi suhu mingguan, bulanan, atau tahunan. Suhu udara pada periode waktu harian yang tertinggi atau maksimum biasa terjadi setelah beberapa saat setelah matahari melewati titik kulminasinya sedangkan suhu

udara terendah atau minimum biasa terjadi setelah beberapa saat setelah matahari terbit. Nilai perbedaan antara suhu udara maksimum dan suhu udara minimum selama satu hari (24 jam) disebut dengan amplitudo suhu harian. Suhu udara permukaan terjadi sebagai akibat adanya radiasi panas matahari yang sampai ke permukaan bumi, yang sebagian besar nilainya tergantung dari bentuk dan jenis permukaan bumi yang menerima radiasi tersebut. Radiasi matahari yang dipancarkan, sebagian diterima oleh permukaan bumi juga sebagian diserap

oleh atmosfer dan dipancarkan kembali ke angkasa (Sonjaya, 2007).

Pada umumnya suhu udara yang tertinggi akan terdapat di pusat kota dan akan menurun secara bertahap ke arah pinggir kota sampai desa. Suhu tahunan rata-rata di kota lebih besar sekitar 30K dibandingkan dengan pinggir kota. Heat island terjadi karena adanya perbedaan dalam pemakaian energi, penyerapan, dan pertukaran panas antara daerah perkotaan dengan pedesaan (Landsberg, 1981 dalam Wardhana, 2003).

Menurut Lowry dalam Griffith (1976); Wardhana (2003) terjadinya perbedaan suhu udara antara daerah perkotaan dengan pedesaan disebabkan oleh lima sifat fisik permukaan bumi:

1) Bahan Penutup Permukaan

Permukaan daerah perkotaan terdiri dari beton dan semen yang memiliki konduktivitas kalor sekitar tiga kali lebih tinggi dari pada tanah berpasir yang basah. Keadaan ini akan menyebabkan permukaan kota menerima dan menyimpan energi yang lebih banyak daripada pedesaan.

2) Bentuk dan Orientasi Permukaan

Bentuk dan orientasi permukaan kota lebih bervariasi daripada daerah pinggir kota atau pedesaan, sehingga energi matahari yang datang akan dipantulkan.

berulang kali dan akan mengalami beberapa kali penyerapan serta disimpan dalam bentuk panas (heat). Sebaliknya di daerah pinggir kota atau pedesaan yang menerima pancaran adalah lapisan vegetasi bagian atas. Selain itu, padatnya bangunan di perkotaan juga dapat mengubah pola aliran udara yang bertindak sebagai perombak dan meningkatkan turbulensi.

1) Sumber Kelembaban

Di perkotaan air hujan cenderung menjadi aliran

permukaan akibat adanya permukaan semen,

parit, selokan, dan pipa-pipa saluran drainase. Di

daerah pedesaan sebagian besar air hujan

meresap ke dalam tanah sehingga tersedia

cadangan air untuk penguapan yang dapat

menyejukkan udara. Selain itu, air menyerap panas

lebih banyak sebelum suhu menjadi naik 1

0

C, dan

memerlukan waktu yang lama untuk

melepaskannya. Hal ini berarti bahwa pohon-

pohon yang banyak di pedesaan akan menyerap

air dalam jumlah yang banyak dan melepaskannya

ke atmosfer sehingga menjaga suhu udara tetap

(6)

Khairul Huda/Irfandi/JIA Vol.5 No.2 Juni 2016 27

sejuk, serta menyerap lebih banyak panas, dan melepaskannya dalam jangka waktu yang lebih panjang.

2) Sumber Kalor

Kepadatan penduduk kota yang lebih tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktivitas dan panas metabolism penduduk.

3) Kualitas Udara

Udara perkotaan banyak mengandung bahan- bahan pencemaran yang berasal dari kegiatan industri dan kendaraan bermotor, sehingga mengakibatkan kualitas udaranya menjadi lebih buruk bila dibandingkan dengan kualitas udara di pedesaan.

4. URBAN HEAT ISLAND (UHI)

Pulau panas adalah suatu fenomena dimana suhu udara kota yang padat bangunan lebih tinggi daripada suhu udara terbuka di sekitarnya atau di desa (pinggir kota), dan karena adanya perbedaan dalam penggunaan energi, penyerapan panas, pertukaran panas laten (putaran, tekanan, atau aliran angin). Pulau panas, menurut para ahli lainnya disebabkan oleh perbedaan faktor yang tidak terikat satu sama lain, misalnya karena terjadinya perbedaan suhu antara kota dan pedesaan. Perbedaan suhu yang terjadi antara daerah kota dan desa akan berkembang dengan cepat setelah matahari terbenam. Kesan pulau panas terhadap wilayah di tepi kota bergantung kepada besar dan luasnya kota. Fenomena suhu udara kota yang lebih panas di pusatnya menjadi masalah yang sangat penting (Irwan, 1997).

Pulau panas terjadi di daerah yang berpenduduk padat, daerah perkantoran, pusat-pusat pertokoan, daerah industri, dan bandara udara.

Menurut Irwan (1997), hal ini terjadi karena adanya penambangan panas yang berasal dari aktivitas manusia maupun polusi yang dihasilkan oleh pabrik dan dari kendaraan bermotor. Selain itu juga disebabkan karena permukaan jalan dan dinding bangunanan yang menyimpan panas yang diterimanya mulai dari pagi hari hingga siang hari dan akan melepaskan panas tersebut kembali ke udara setelah matahari terbenam. Oleh sebab itu, untuk mengurangi efek pulau panas perkotaan perlu dilakukan penghijauan kota.

Gambar 1. Profil Urban Heat Island Sumber: Nowak, D.J. 2000

Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya UHI pada daerah perkotaan diantaranya berupa derajat panas bahan bangunan, tinggi dan jarak antar bangunan, serta tingkat polusi udara. Pada siang hari faktor-faktor ini dapat menyebabkan lebih besar energi matahari yang ditangkap, diserap, dan disimpan pada permukaan kota dibandingkan dengan permukaan desa. Sedangkan pada malam hari, energi yang dilepaskan lebih sedikit, sehingga menghasilkan suhu udara yang lebih tinggi di perkotaan.

Ditambah dengan sedikitnya penguapan yang menyebabkan daerah perkotaan menjadi kering, dengan berkurang kesejukan. Hal ini memicu kebutuhan penghawaan bagi penduduk perkotaan, serta meningkatkan permintaan energi listrik.

Semua energi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di perkotaan, baik yang digunakan di dalam bangunan maupun untuk kegiatan transportasi akan berakhir sebagai panas (Carlson, T.N., J.A. Augustine, and F.E. Boland.

1977). Pada akhirnya, daerah perkotaan juga menjadi sumber pemanasan bagi kota itu sendiri.

Heat island terjadi pada kawasan dengan persentase yang tinggi akan material yang menyerap cahaya (non-reflective), permukaan yang bersifat tidak mampu menyerap air dan vegetasi yang minim, serta permukaan yang memerangkap kelembaban. Secara lebih jelas UHI umumnya terjadi karena tiga hal utama (Chen, X- L., H-M. Zhao, P-X. Li, Z-Y. Yin. 2006). Pertama, UHI diakibatkan dari permukaan perkotaan, seperti aspal, perkerasaan, atap dan dinding. Permukaan ini memiliki albedo yang kecil dan menyerap lebih banyak radiasi surya yang datang, serta meradiasikan kembali berupa sinar panas inframerah. Ini umumnya dapat terjadi pada malam hari, sehingga kota tetap berada pada kondisi hangat dibandingkan dengan daerah pinggiran walaupun tanpa penyinaran matahari.

Sementara itu, Givoni; Adiningsih et al. (2001)

dalam Wardhana (2003) mengemukakan lima

faktor berbeda yang tidak terikat satu sama

(7)

28 Khairul Huda/Irfandi / JIA Vol.5 No.2 Juni 2016 ma

lain yang menyebabkan berkembangnya heat island:

1) Perbedaan keseimbangan seluruh radiasi antara daerah perkotaan dengan daerah terbuka disekitarnya.

2) Penyimpanan energi matahari pada gedung- gedung di kota selama siang hari dan dilepaskan pada malam hari.

3) Konsentrasi panas yang dihasilkan oleh aktivitas sepanjang tahun di perkotaan (transportasi, industri dan sebagainya)

4) Evaporasi dari permukaan dan vegetasi di perkotaan lebih rendah dibandingkan dengan daerah pedesaan

5) Sumber panas musiman, yaitu pemanasan dari gedung-gedung pada musim dingin dan pemanasan dari pendingin ruangan pada musim panas, yang akhirnya akan dilepaskan ke udara kota.

2. METODOLOGI

Penelitian ini bersifat penelitian kausal komperatif dengan data langsung diambil di lapangan, yaitu di koridor jalan utama perkotaan. Materi penelitian meliputi pengukuran suhu permukaan pada elemen- elemen arsitektural yang meliputi pengukuran suhu pada fasad bangunan, suhu permukaan pada perkerasan halaman, trotoar dan jalan, dan suhu udara.

Pengambilan data ini dilakukan dengan memperhatikan keadaan cuaca yaitu pada saat keadaan cuaca cerah dimana pada kondisi cuaca cerah tersebut dipandang sebagai kondisi yang paling tidak menguntungkan terhadap kenyamanan termal. Alat yang digunakan untuk eksperimen adalah Thermal.

Data Longer dan Thermal Infrared Camera untuk mengukur suhu permukaan, suhu udara dan suhu radiasi.

Aspek pengukuran suhu pada permukaan bangunan dan tutupan lahan ini akan dikaji dengan aspek pada variable karakteristik bangunan yang berupa bahan, bentuk dan dimensi bangunan dan variable karakteristik penutup permukaan yang berupa jenis dan dimensi material penutup.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Akan dibahas ketika penelitian selesai dilaksanakan……..

4. KESIMPULAN

Akan dibahasa ketika penelitian selesai dilaksanakan……..

DAFTAR PUSTAKA

ASHRAE (2005), Handbook fundamentals. Atlanta:

American Society of Heating, Refrigerating and Air-Conditioning Engineers (Chapter 8).

Douglas, I. (1983). The Urban Environment. Edward Arnod Ltd. Great Britain, London.

Irwan, Z.D. 1997. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. PT. Bumi Aksara. Jakarata Liu, L., and Y. Zhang. 2011. Urban Heat Island Analysis

Using the Landsat TM Data and ASTER Data: A Case Study in Hong Kong. Remote Sensing, 3.

1535-1552.

Lo, C.P., and D.A. Quattrochi. 2003. Land-Use and Land-Cover Change, Urban Heat Island Phenomenon, and Health Implications: A Remote Sensing Approach. Photogrammetric Engineering and Remote Sensing, 69. 1053–1063

Nowak, D.J. 2000. The Effects of Urban Trees on Air

Quality. USDA Forest Service. New York-USA

Parsons, K.C., Human Thermal Environments: The

Effects of Hot, Moderate, and Cold Environments

on Human Health, Comfort

Gambar

Gambar 1. Profil Urban Heat Island Sumber: Nowak, D.J. 2000

Referensi

Dokumen terkait

Perhatikan betapa erat hubungan antara acuan-acuan kepada asal usul Yesus dengan pernyataan-pernyataan yang diungkapkan oleh 'hikmat' kiasan dalam buku Amsal di

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diketahui pada post-tes pelatihan periode 1 dan post-tes pelatihan periode 2 skala tingkat konsentrasi terdapat perbedaan skor pada siswa yang

Lalu dari hasil penelitian Muhith (2012) diperoleh bahwa penelitian ini menekankan pada pelayan kesehatan yang dilakukan oleh perawat kepada pasien, namun hanya sebatas

Tugak pokok Dinas Pemberdayaan Perempuan,Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, Dan Keluarga Berencana (DPPPAPPKB) bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera

Pengaruh penggunaan multimedia presentasi berbasis prezi dan gaya belajar terhadap kemampuan mengingat konsep Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menjelaskan

Dampak: entri tindakan repair perineum (75.69) akan menyebabkan perubahan grouper menjadi O-6-12-I dengan biaya klaim yang lebih tinggi dari grouper persalinan normal Penggunaan

Saya mencoba memahami dan menawarkan pemahaman saya tentang novel ini untuk didiskusikan melalui perspektif estetika untuk memperjelas dan memperkuat basis karya

Didalam sistem operasi linux tidak mengenal permodelan drive. Seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya, partisi yang dibuat akan langsung di berikan penugasan untuk diisi