• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN METODE PERCOBAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN METODE PERCOBAAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN METODE PERCOBAAN

Nurul Hidayah, M. Arifuddin, Andi Ichsan Mahardika

Pendidikan Fisika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Nurulhidayah12387@yahoo.com

Abstract: During this time of learning in school are still conventional, so it causes the students’ sciences process kills. To that end made efforts to improve sciences process skills using the experiment methods that has a specific purpose describe; (1) the feasibility lesson plan through the experiment methods (2) the students sciences process skills through the experiment methods and (3) student learning outcomes after the implementation the experiment methods. This type of research is a classroom action research using the Kemmis & Taggart model design. Data collection techniques such as observation, assessment, tests and documentation. Descriptive data analysis techniques such as qualitative and quantitative. results showed: (1) feasibility lesson plan reached done very well, (2) increased The students’ sciences process skills with good category, (3) improved student learning outcomes with classical completeness amounted to 86.21%. So it can concluded that the experiment methods can improving students' sciences process skills class X MS 5 SMA Negeri 2 Banjarmasin.

Keywords: Science process skills, experiment methods.

PENDAHULUAN

Salah satu hal yang penting dalam kehidupan manusia ialah pendidikan, dan pendidikan tidak lepas dari proses pembelajaran. Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang mendukung keberhasilan tujuan pendidikan.

Sehingga untuk menciptakan pembelajaran yang baik, maka pendidik dituntut untuk menjadikan suasana belajar yang sangat menyenangkan serta memotivasi peserta didik, yang pada intinya dapat diselenggarakan pembelajaran yang berpusat pada siswa sedangkan pendidik hanya sebagai fasilitator yang memfasilitasi peserta didik saat pembelajaran berlangsung,

menjadi manusia yang aktif, kreatif, dan mandiri serta mampu menyelesaikan problema dalam kehidupan sehari-hari.

Kenyataan di lapangan sangatlah bertolak belakang dengan apa yang diharapkan dari proses pembelajaran, khususnya pada saat pembelajaran fisika. Di mana pembelajaran masih bersifat konvensional dan masih jauh dari pembelajaran yang diharapkan.

Selain itu pembelajaran sangat jarang dilakukan melalui kegiatan praktikum, siswa hanya dijejali dengan konsep tanpa ada kegiatan untuk menemukan konsep tersebut. Proses pembelajaran yang seperti inilah yang cenderung membuat image siswa pada pelajaran

(2)

susah, membosankan dan menganggap pelajaran fisika hanya sebatas pelajaran yang dipenuhi oleh rumus-rumus rumit yang harus mereka hafalkan.

Hasil wawancara dengan guru fisika di kelas X MS 5 SMAN 2 Banjarmasin menyebutkan bahwa kegiatan pembelajaran di kelas masih berpusat pada guru dan siswa tidak diberi kesempatan untuk berperan aktif, sehingga keterampilan-keterampilan yang ada dalam diri siswa tidak tersampaikan dengan baik. Selain itu, hasil belajar siswa juga masih tergolong rendah. Kondisi ini didukung dari hasil observasi di kelas X MS 5 SMAN 2 Banjarmasin. Pada saat observasi dilakukan, pembelajaran dilaksanakan melalui kegiatan praktikum.

Berdasarkan observasi tersebut, ditemukan permasalahan bahwa pada saat kegiatan praktikum berlangsung, hampir semua siswa tidak bisa merumuskan masalah, mengidentifikasi variabel dengan benar, mendefinisikan variabel secara operasional, dan bahkan tidak bisa menyimpulkan hasil percobaan dengan benar. Hal ini terbukti dari banyaknya mereka bertanya dan bimbingan guru saat proses pembelajaran. Berdasarkan nilai ulangan umum pelajaran fisika kelas X MS 5 didapat nilai rata-rata kelas sebesar 44,43 dengan ketuntasan hanya 9,68%

dari 29 siswa. Dari nilai tersebut terlihat

bahwa siswa kelas X MS 5 SMAN 2 Banjarmasin kesulitan dalam pelajaran fisika.

Berdasarkan uraian di atas, dapat di identifikasi bahwa permasalahan yang muncul adalah rendahnya keterampilan proses sains siswa. Menurut Indrawati keterampilan proses sains merupakan keterampilan ilmiah yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau teori untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya. Sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dirancang suatu pembelajaran dengan model atau metode yang dapat melatih siswa bekerja secara ilmiah dalam mengembangkan pikirannya dan membuat siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Sehingga dapat memberi ruang kepada siswa untuk menemukan konsep secara mandiri tanpa selalu bergantung pada guru, dan agar keterampilan proses sains siswa dapat meningkat. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan metode percobaan.

Metode percobaan adalah metode pemberian kesempatan kepada anak didik secara perorangan atau kelompok untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan (Hamdayama, 2014).

Kelebihan dari metode ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami, melakukan, mengamati

(3)

suatu obyek, membuktikan dan menarik kesimpulan. Sehingga pembelajaran tidak lagi didominasi oleh guru, tetapi siswa yang berperan aktif dalam pembelajaran (Syarifuddin, 2007).

Sehingga, metode ini sangat cocok untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Teori belajar yang melandasi metode ini adalah teori pembelajaran konstruktivisme yang dikembangkan berdasarkan teori belajar dari Piaget dan teori belajar dari Vygotsky, teori konstruktivisme menekankan pada proses belajar bukan mengajar. Peserta didik diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman yang nyata.

Peserta didik didorong untuk melakukan penyelidikan dalam upaya mengembangkan rasa ingin tahu secara alami. inkuiri terbimbing siswa akan dirangsang untuk belajar aktif dan terlibat langsung dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami pelajaran yang dibahas (Setiawan, 2016). Adapun penelitian- penelitian sebelumnya tentang metode percobaan yang dilakukan oleh Elnada (2016), Oktaviastuti (2014), Parmono (2013), dan Arum (2012) menjelaskan bahwa metode percobaan dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas dan permasalahan yang terjadi, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut dengan judul: “meningkatkan keterampilan proses sains pada pembelajaran fisika menggunakan metode percobaan pada siswa kelas X MS 5 SMAN 2 Banjarmasin”.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah adalah

“Bagaimanakah cara meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada pembelajaran fisika melalui metode percobaan di kelas X MS 5 SMAN 2 Banjarmasin?” Adapun pertanyaan penelitian yang sehubungan dengan rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut: (a) Bagaimana keterlaksanaan rencana proses pembelajaran melalui metode percobaan di kelas X MS 5 SMAN 2 Banjarmasin? (b) Bagaimana peningkatan keterampilan proses sains siswa melalui metode percobaan di kelas X MS 5 SMAN 2 Banjarmasin? dan (c) Bagaimana hasil belajar siswa melalui metode percobaan di kelas X MS 5 SMAN 2 Banjarmasin.

KAJIAN PUSTAKA

Berdasarkan hasil observasi peneliti di kelas X MS 5 SMAN 2 Banjarmasin yang terdiri dari 29 orang siswa yang tergolong dalam masa usia sekolah menengah. siswa SMA kelas X

(4)

rata-rata berumur 15 sampai 16 tahun.

Teori Piaget tentang tingkat perkembangan kognitif, usia siswa SMA tergolong dalam kategori operasional formal. Sehingga pada usia ini siswa dapat diasumsikan mampu berpikir abstrak dan memiliki keterampilan untuk melakukan percobaan. Siswa dianggap telah mampu melakukan pemecahan masalah dalam mencari jawaban dari permasalahan melalui percobaan. Maka dari karakteristik siswa tersebut metode percobaan dianggap mampu diterapkan.

Materi yang diajarkan pada penelitian ini adalah materi pada semester genap yaitu alat-alat optik sesuai dengan kurikulum 2013.

Kompetensi dasar dari materi alat-alat optik adalah (1) menyadari kebesaran Tuhan yang menciptakan dan mengatur alam jagad raya melalui pengamatan fenomena alam fisis dan pengukurannya; (2) menunjukkan perilaku ilmiah (rasa ingin tahu;

objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati- hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis;

kreatif; inovatif; dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan, melaporkan, dan berdiskusi; (3) menganalisis cara kerja alat optik menggunakan sifat pencerminan dan pembiasan cahaya oleh cermin dan lensa; (4) menyajikan

ide/rancangan sebuah alat optik dengan menerapkan prinsip pemantulan dan pembiasan pada cermin dan lensa. Dari kompetensi dasar materi alat-alat optik, maka perlu dilakukan suatu percobaan, dengan tujuan agar peserta didik dapat melihat secara langsung pembentukan bayangan pada cermin, lensa dan alat optik lainnya. Sehingga dengan adanya percobaan, mereka lebih mudah memahami materi alat-alat optik.

Pendekatan keterampilan proses adalah wawasan atau anutan pengembangan keterampilan- keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan- kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri siswa (Syarifuddin, 2007: 115-116). Indrawati (Marjan, 2014) keterampilan proses sains merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah baik secara kognitif maupun psikomotor yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep, prinsip atau teori untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan.

Keterampilan proses sains terbagi menjadi keterampilan dasar dan keterampilan-keterampilan terintegrasi.

Menurut Funk, keterampilan- keterampilan dasar terdiri dai enam keterampilan, yakni: mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi,

(5)

mengukur, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Sedangkan keterampilan-keterampilan terintegrasi terdiri dari: mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisa penelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian, dan melaksanakan eksperimen (Syarifuddin, 2007: 119). Dalam penelitian ini, ada enam aspek keterampilan proses sains yang diteliti, yaitu aspek keterampilan yang meliputi:

1. Merumuskan masalah ( pertanyaan penelitian)

Inti dari suatu percobaan atau penyelidikan adalah karena adanya masalah yang perlu diatasi, dan ada fenomena yang belum diketahui.

Sehingga untuk mengatasi masalah tersebut perlu diajukan atau dibuat suatu pertanyaan berkaitan dengan apa yang mau diteliti yang nantinya akan dijawab melalui hasil percobaan.

2. Mengidentifikasi variabel

Setiap eksperimen melibatkan beberapa variabel, atau faktor yang dapat berubah, seperti variabel yang sengaja diubah dalam percobaan disebut variabel manipulasi, variabel yang dijaga tetap selama percobaan disebut variabel kontrol, dan faktor yang dapat

berubah sebagai hasil dari variabel manipulasi disebut variabel respon (Nur, 2011).

3. Mendefinisikan variabel secara operasional

Definisi operasional adalah pernyataan yang mendeskripsikan bagaimana variabel tertentu harus diukur, bagaimana suatu benda atau suatu kondisi harus dikenali. Definisi operasional mengatakan kepada apa yang dilakukan dan apa yang diamati.

Kata “operasional” berarti

“mendeskripsikan apa yang dilakukan”.

Definisi operasional harus jelas dan teliti sehingga pembaca mengetahui secara tepat apa yang diamati atau diukur (Nur, 2011: 66).

4. Melakukan percobaan

Tahap ini merupakan tahap pengumpulan data. Proses pengumpulan data ini dilakukan melalui percobaan.

Ada beberapa perilaku siswa yang dilakukan saat percobaan untuk membuktikan hipotesis yang telah dibuat, yaitu siswa harus merencanakan percobaan sesuai dengan arahan dalam LKS serta bimbingan guru, mengamati percobaan, mengumpulkan data sesuai dengan hasil pengamatan. (Siska, 2013).

5. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan berarti pembuatan pernyataan yang mengikhtisarkan apa yang telah dipelajari dari suatu eksperimen atau

(6)

pengamatan. Kesimpulan dari eksperimen itu biasanya berkaitan dengan hipotesis. Hipotesis merupakan penjelasan sementara yang dapat diuji dengan eksperimen. Setelah melaksanakan prosedur eksperimen, kemudian melakukan dan mencatat pengamatan, dan penginterprestasikan data, sehingga dapat menarik kesimpulan dari suatu eksperimen tersebut (Nur, 2011).

6. Mengkomunikasikan

Yaitu keterampilan menyampai- kan perolehan atau hasil belajar kepada orang lain dalam bentuk tulisan, gambar, gerak, tindakan, atau penampilan (Syarifuddin, 2007: 121). Mempelajari sains mengkomunikasikan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengkomunikasikan secara lisan dan mengkomunikasikan

secara tertulis.

Metode percobaan menurut Djamarah (2002) adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami sendiri sesuatu yang dipelajari. Abidin (2014) metode eksperimen (percobaan) diterapkan berdasarkan langkah-langkah umum sebagai berikut. kegiatan pembelajaran ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Ketiga tahapan yang dimaksud dijelaskan berikut ini.

a. Tahap persiapan

1) Guru menetapkan tujuan pembelajaran.

2) Guru mempersiapkan berbagai alat dan bahan untuk percobaan.

3) Guru mengelola lingkungan belajar.

b. Tahap Pelaksanaan 1) Kegiatan awal

a) Guru mengkondisikan kelas melalui kegiatan pengabsenan, do’a ataupun kegiatan lainnya.

b) Guru menyampaikan apersepsi guna menarik motivasi siswa untuk belajar.

c) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.

d) Guru memaparkan langkah-langkah pembelajaran atau langkah aktivitas yang harus dilakukan siswa selama proses pembelajaran.

2) Kegiatan Inti

a) Siswa melaksanakan kegiatan percobaan.

b) Siswa mencatat seluruh data hasil percobaan.

c) Siswa secara berkelompok mendiskusikan hasil percobaan dan memaknai hasil percobaan.

d) siswa secara kolaboratif dan kooperatif menyusun laporan percobaan.

e) Perwakilan siswa menyajikan hasil percobaan dan ditanggapi oleh kelompok lain.

(7)

f) Guru memberikan penguatan materi atau memberikan penjelasan lanjut tentang materi pembelajaran.

3) Kegiatan akhir

a) Siswa dibawah arahan guru menyimpulkan materi pembelajaran.

b) Siswa melaksanakan penilaian hasil belajar.

c) Siswa dan guru merefleksi pembelajaran.

c. Tahap tindak lanjut

Siswa mendapatkan tugas pengayaan, tugas pendalam, dan atau tugas penyiapan sebagai bentuk kegiatan tindak lanjut dari guru.

Suprijono (Thobroni, 2015: 20) Menyatakan hasil belajar adalah pola- pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian- pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Merujuk pada pemikiran Gegne, hasil belajar berupa hal-hal berikut: Informasi verbal, keterampilan intelektual, Strategi kognitif, Keterampilan motorik, dan sikap.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah sejumlah kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran. hasil belajar terbagi menjadi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Adapun penelitian-penelitian sebelumnya tentang metode percobaan yang dilakukan oleh Oktaviastuti (2014), Parmono (2013), dan Arum (2012)

menjelaskan bahwa metode percobaan dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom action research), karena digunakan untuk mengatasi adanya masalah yang ada dalam kelas X MS 5 SMAN 2 Banjarmasin berkaitan dengan keterampilan proses sains siswa yang masih rendah dengan metode percobaan.

Adapun alur penelitian tindakan kelas yang digunakan pada penelitian ini menggunakan alur penelitian tindakan kelas model Kemmis dan Mc Taggart.

Subjek penelitian tindakan ini adalah siswa kelas X MS 5 SMA Negeri 2 Banjarmasin yang berjumlah 29 orang pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016. Objek penelitian adalah keterampilan proses sains siswa pada pembelajaran fisika terhadap pelaksanaan metode percobaan.

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Banjarmasin pada materi ajar alat-alat optik. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April 2016.

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah siswa melakukan kegiatan sesuai dengan prosedur yang terdapat pada LKS untuk mengukur keterampilan proses sains siswa selama pembelajaran berlangsung

(8)

terkait keterampilan merumuskan masalah/ membuat pertanyaan penelitian, mengidentifikasi variabel, mendefinisikan variabel secara operasional, melakukan percobaan,

menyimpulkan, dan

mengkomunikasikan. Tes digunakan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa secara kognitif pada materi alat- alat optik. Tes dilakukan pada setiap akhir pertemuan siklus I dan siklus II.

Observasi dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui keterlaksanaan RPP oleh peneliti dengan menerapkan metode percobaan.

Adapun teknik analisis data dilakukan dengan menganalisis keterlaksanaan RPP Analisis hasil belajar dan analisis keterampilan proses sains.

Analisis keterlaksanaan RPP:

Pengamatan keterlaksanaan RPP dilakukan oleh pengamat dengan keterlaksanaan tahapan-tahapan RPP dikategorikan seperti pada Tabel 3.1.

Tabel 1 Kriteria penilaian keterlaksanaan RPP No Rerata Skor Kategori 1 X > 3,25 Sangat Baik 2 2,5 < X ≤ 3,25 Baik 3 1,75 < X ≤ 2,5 Cukup 4 ≤ 1,75 Kurang

(Widoyoko, 2014: 259) Pengamatan dilakukan oleh dua orang pengamat, sehingga reliabilitas keterlaksanaan RPP dihitung menggunakan rumus yang dikemukakan

oleh H.J.X. Fernandes (Arikunto, 2010:

244) sebagai berikut:

(1)

Keterangan:

KK = Koefisien kesepakatan

N1 = Jumlah kode yang dibuat oleh pengamat I.

N2 = Jumlah kode yang dibuat oleh pengamat II.

S = sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama.

Dan kriteria reliabilitas keterlaksanaan RPP dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kriteria reliabilitas keterlaksanaan RPP.

No Besarnya nilai KK Penafsiran 1 Antara 0,800 – 1,00 Tinggi 2 Antara 0,600 – 0,800 Cukup 3 Antara 0,400 - 0,600 Agak rendah

4 Antara 0,000 – 0,200 Sangat rendah

(Adaptasi Arikunto, 2010) Analisis hasil belajar

Sebagai standar ketuntasan belajar siswa digunakan kriteria ketuntasan belajar

berdasarkan KKM SMAN 2

Banjarmasin, sebagai berikut: (1) Ketuntasan individual yaitu, jika siswa secara individu mencapai ketuntasan ≥ 67. (2) Ketuntasan klasikal yaitu, jika ≥ 80% dari seluruh siswa mencapai ketuntasan hasil belajar secara individual.

Ketuntasan belajar siswa secara klasikal dihitung dengan rumus:

(2)

(9)

Keterangan

= Proporsi ketuntsan belajar secara klasikal (%)

N = Banyaknya siswa yang mencapai ketuntasan individu ≥ 67.

Ni = Banyaknya siswa dalam kelas.

3. Analisis keterampilan proses sains:

Skor keterampilan proses sains siswa yang diperoleh dari nilai individu selanjutnya dirata-ratakan dan dikategorikan sebagaimana kriteria pada Tabel 3.

Tabel 3 Kriteria penilaian keterampilan proses sains

No Rerata Skor Kategori 1 X > 3,25 Sangat Baik 2 2,5 < X ≤ 3,25 Baik 3 1,75 < X ≤ 2,5 Cukup 4 ≤ 1,75 Kurang

(Widoyoko, 2014:259) Untuk menghitung reliabilitas dari keterampilan proses sains siswa

digunakan rumus 1. Dan kriteria reliabilitas keterampilan proses sains dapat dilihat pada Tabel 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus dengan menerapkan metode percobaan di mana setiap siklus terdiri dari 2 pertemuan. Adapun hasil observasi tentang keterlaksanaan RPP untuk siklus I dan II adalah sebagai berikut.

Tabel 4. Keterlaksanaan RPP siklus I No Tahap Pertemuan

I II Rata-rata Ketegori 1 Pendahuluan 3,87 4 3,94 Sangat baik 2 Kegiatan Inti 3,59 3,64 3,62 Sangat baik 3 Penutup 3,67 3,5 3,58 Sangat baik Rata-rata keseluruhan 3,67 3,69 3,68 Sangat baik Reliabilitas 0,67 0,61 0,64 Cukup

Tabel 5. Keterlaksanaan RPP siklus II No Tahap Pertemuan

III IV Rata-rata Ketegori 1 Pendahuluan 4 4 4 Sangat baik 2 Kegiatan Inti 3,86 3,91 3,89 Sangat baik 3 Penutup 4 4 4 Sangat baik Rata-rata keseluruhan 3,92 3,94 3,93 Sangat baik Reliabilitas 0,94 0,89 0,91 Tinggi

Adapun penilaian keterampilan proses sains siswa selama proses

pembelajaran berlangsung pada siklus I dan siklus II adalah sebagai berikut.

(10)

Tabel 6 Analisis keterampilan proses sains siswa siklus I No Kualifikasi Pertemuan I Pertemuan II

Jumlah siswa Jumlah siswa Rata-rata

siklus I Persentase 1 Sangat Baik - - - - 2 Baik 4 15 7 24,13 % 3 Cukup 16 13 18 62,07 % 4 Kurang 9 1 4 13,8 % 5 Jumlah 29 29 29 100%

Tabel 7 Analisis keterampilan proses sains siswa siklus II No Kualifikasi Pertemuan I Pertemuan II

Jumlah siswa Jumlah siswa Rata-rata

siklus II Persentase 1 Sangat Baik 6 13 11 37,93%

2 Baik 21 16 18 62,07%

3 Cukup 2 - - 0%

4 Kurang - - - 0%

5 Jumlah 29 29 29 100%

Tabel 8 Keterampilan proses sains siswa (per indikator) siklus I No Keterampilan proses sains Pertemuan

I II Rata-rata Kategori 1 Pertanyaan penelitian 1,81 2,72 2,27 Cukup 2 Mengidentifikasi variable 1,93 3,24 2,58 Baik 3 Mendefinisikan variable 1,40 2,41 1,40 Kurang 4 Melakukan percobaan 3,6 3,58 3,59 Sangat baik 5 Menyimpulkan 1,44 2,12 1,78 Cukup 6 Mengkomunikasikan 1,93 1,21 1,57 Kurang Rata-rata 2,02 2,55 2,28 Cukup

Tabel 9 Keterampilan proses sains siswa (per indikator) siklus II No Keterampilan proses sains Pertemuan

III IV Rata-rata Kategori 1 Pertanyaan penelitian 3,25 3,98 3,61 Sangat baik 2 Mengidentifikasi variable 2,26 2,96 2,61 Baik 3 Mendefinisikan variable 2,37 2,82 2,59 Baik 4 Melakukan percobaan 3,56 3,51 3,53 Sangat baik 5 Menyimpulkan 3,86 3,81 3,84 Sangat baik 6 Mengkomunikasikan 2,93 3,00 2,96 Baik Rata-rata 3,04 3,35 3,19 Baik

Hasil belajar kognitif siswa didapatkan dari tes hasil belajar (THB) pada setiap akhir siklus I dan II yang berupa soal tes essay.

(11)

Tabel 10 Hasil belajar siswa siklus I Kualifikasi Ketuntasan minimal

per individu Jumlah siswa Ketuntasan Klasikal(%) Tuntas ≥ 67 18 62,07

Tidak tuntas ≤ 67 11 37,93 Jumlah 29 100

Tabel 11 Hasil belajar siswa siklus II Kualifikasi Ketuntasan minimal

per individu Jumlah siswa Ketuntasan Klasikal (%) Tuntas ≥ 67 25 86,21

Tidak tuntas ≤ 67 4 13,79 Jumlah 29 100

Pembahasan Keterlaksanaan RPP

Keterlaksanaan RPP dilihat dari kemampuan guru mengelola metode percobaan dalam proses pembelajaran dan dinyatakan dengan rata-rata keterlaksanaan dari kedua pengamat.

Keterlaksanaan RPP dikategorikan terlaksana sangat baik, terlaksana baik, terlaksana cukup baik, kurang terlaksana, dan tidak terlaksana.

Tabel 4 menunjukkan

keterlaksanaan RPP siklus I untuk pertemuan 1 dan 2 yang terdiri dari tiga tahap pada metode percobaan. Rata-rata keterlaksanaan RPP siklus I sudah mencapai kategori sangat baik yaitu sebesar 3,68 Instrumen keterlaksanaan RPP cukup reliabel dengan tingkat reliabilitas sebesar 0,64. Walaupun memiliki kategori terlaksana dengan sangat baik, masih banyak yang harus diperbaiki dan ditingkatkan agar metode pembelajaran ini lebih baik. Tabel 5

menunjukkan keterlaksanaan RPP siklus II untuk pertemuan 3 dan 4. Rata-rata keterlaksanaan RPP siklus II adalah sebesar 3,93 sehingga memiliki kategori terlaksana sangat baik. Instrumen keterlaksanaan RPP bersifat reliabel dengan tingkat reliabilitas sebesar 0,91.

Secara keseluruhan dibandingkan dengan siklus I, keterlaksanaan RPP untuk siklus II meningkat dan dilaksanakan dengan sangat baik. Hal yang perlu ditingkatkan kelak adalah bagaimana menggunakan bahasa yang baik dan jelas, serta lebih baik lagi dalam mengontrol waktu. Walaupun keterlaksanaan RPP pada siklus I sudah mencapai kategori terlaksana dengan sangat baik. Namun pengajar masih kesulitan dalam membagi waktu saat melaksanakan tahap demi tahap pada RPP. Hal ini disebabkan karena siswa belum terbiasa dengan metode yang diterapkan, sehingga tahap demi tahap pelaksanaan RPP ini membutuhkan

(12)

lebih banyak waktu. Selain itu pengajar juga kesulitan dalam memberikan penguatan materi karena tidak menggunakan media power point, sehingga menyebabkan siswa tidak terlalu memperhatikan pengajar.

Kemudian peneliti merefleksi pada siklus berikutnya pengajar lebih memperhatikan dan menguasai setiap aspek dalam RPP dan langkah-langkah proses pembelajaran agar semuanya berjalan dengan lebih baik, memberikan penjelasan materi di awal pembelajaran dengan menggunakan media power point, agar manajemen waktu lebih terkontrol dan siswa bisa lebih memperhatikan guru saat memberikan penjelasan materi.

Keterampilan Proses Sains

Tabel 6 menunjukkan

keterampilan proses sains dilihat dari per indikator yang diamati. Pada pertemuan 1 rata-rata keseluruhan indikator yang diperoleh sebesar 2,02 dengan kategori cukup, dan pada pertemuan 2 diperoleh nilai rata-rata secara keseluruhan sebesar 2,55 dengan kategori baik. Dalam hal ini keterampilan proses sains siswa mengalami peningkatan dari pertemuan 1 ke pertemuan 2, sehingga secara keseluruhan hasil yang diperoleh pada siklus I sebesar 2,28 dengan kategori cukup. Tabel 7 menunjukkan keterampilan proses sains dilihat dari per indikator yang diamati. Pada pertemuan

3 diperoleh nilai rata-rata secara keseluruhan sebesar 3,04 dengan kategori baik. Dan pertemuan 4 nilai rata-rata keseluruhan keterampilan proses sains siswa sebesar 3,35 dengan kategori sangat baik. Pada pertemuan ketiga dan keempat di siklus II ini siswa sudah mulai terbiasa dengan metode pembelajaran yang diterapkan dan pengajar juga memberikan bimbingan penuh saat mengerjakan LKS, sehingga secara keseluruhan keterampilan proses sains siswa pada siklus II mencapai kategori baik dengan nilai sebesar 3,19.

Tabel 8 menunjukkan

keterampilan proses sains dilihat dari per indikator yang diamati. Pada pertemuan 1 rata-rata keseluruhan indikator yang diperoleh sebesar 2,02 dengan kategori cukup, dan pada pertemuan 2 diperoleh nilai rata-rata secara keseluruhan sebesar 2,55 dengan kategori baik. Dalam hal ini keterampilan proses sains siswa mengalami peningkatan dari pertemuan 1 ke pertemuan 2, sehingga secara keseluruhan hasil yang diperoleh pada siklus I sebesar 2,28 dengan kategori cukup. Tabel 9 menunjukkan keterampilan proses sains dilihat dari per indikator yang diamati. Pada pertemuan 3 diperoleh nilai rata-rata secara keseluruhan sebesar 3,04 ddengan kategori baik. Dan pertemuan 4 nilai rata-rata keseluruhan keterampilan proses sains siswa sebesar 3,35 dengan

(13)

kategori sangat baik. Pada pertemuan ketiga dan keempat di siklus II ini siswa sudah mulai terbiasa dengan metode pembelajaran yang diterapkan dan pengajar juga memberikan bimbingan penuh saat mengerjakan LKS, sehingga secara keseluruhan keterampilan proses sains siswa pada siklus II mencapai kategori baik dengan nilai sebesar 3,19.

Adanya peningkatan keterampilan proses sains ini berkaitan dengan penggunaan metode percobaan pada saat proses pembelajaran untuk mengukur tingkat keterampilan siswa. Dari hasil ini terlihat bahwa metode percobaan dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Oktaviastuti dan Anggariyani (2014) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa metode percobaan sebagai salah satu cara mengajar yang efektif untuk memberikan kesempatan kepada siswa terlibat secara langsung dalam kegiatan pembelajaran. Melalui metode ini dapat melatihkan keterampilan proses sains siswa.

Menurut teori konstruktivisme yang melandasi metode percobaan, siswa menciptakan pengetahuan sebagai hasil dari pemikiran dan interaksi dengan lingkungan sosial. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekankan hasil.

Siswa didorong untuk melakukan penyelidikan dalam upaya mengembang

rasa ingin tahu secara alami (Sani, 2014).

Hasil Belajar

Tabel 10 menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal mencapai 62,07%

atau 18 siswa yang tuntas dari total 29 siswa dalam kelas. Sedangkan siswa yang tidak tuntas ada 11 orang atau 37,93%. Tabel 11 menunjukkan bahwa ketuntasan belajar siswa sudah mencapai 86,21% secara klasikal atau 25 siswa yang tuntas dari 29 siswa dalam kelas.

Sedangkan siswa yang tidak tuntas adalah 13,79% atau 4 orang siswa.

Adanya peningkatan hasil belajar ini menunjukkan adanya kaitan dengan penggunaan metode pembelajaran yang dipakai. Walaupun secara perlahan, siswa mampu berpikir secara runtut dan menemukan sesuatu dari kegiatan percobaan. Hasil ini menunjukkan bahwa metode percobaan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arum (2012) menyatakan bahwa serangkaian kegiatan pembelajaran dengan penerapan metode percobaan dapat membuat siswa aktif dan mampu memahami konsep fisika dengan baik sehingga hasil belajar siswa tinggi. Menurut Syaiful (Poiyo, 2013) metode percobaan dapat mempengaruhi hasil belajar karena metode percobaan lebih mudah digunakan oleh siswa

(14)

karena siswa terlibat langsung pada saat pembelajaran berlangsung.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan refleksi yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa dilakukan menggunakan metode percobaan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1) Tahap 1: pendahuluan, yaitu memberikan motivasi kepada siswa agar mereka antusias dalam mengikuti proses pembelajaran.

2) Tahap 2: kegiatan inti, yaitu membimbing siswa saat pembuat pertanyaan penelitian mengenai percobaan yang akan dilakukan,

membimbing siswa saat

mengidentifikasi variabel dan mendefinisikan variabel secara operasional, membimbing siswa saat melakukan percobaan, membimbing siswa saat menyimpulkan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.Tahap inilah yang paling penting untuk bisa meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

Selain itu, di tahap ini pengajar juga menjelaskan materi pembelajaran, yang dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa.

3) Tahap 3: penutup, yaitu membimbing siswa dalam merangkum hasil

Berdasarkan analisis dan pembahasan dapat diuraikan temuan hasil penelitian sebagai berikut:

1) Keterlaksanaan RPP dengan metode percobaan telah mencapai kategori terlaksana sangat baik pada siklus I maupun siklus II, dengan persentase keseluruhan sebesar 3,68 untuk siklus I dan tingkat reliabilitas sebesar 0,64 degan kategori cukup, serta 3,93 untuk siklus II dengan reliabilitas tinggi yaitu sebesar 0,91.

2) Keterampilan proses sains siswa mengalami peningkatan. Pada siklus I diperoleh hasil rata-rata keseluruhan yaitu 2,28 dengan kategori cukup, dan pada siklus II diperoleh hasil rata-rata keseluruhan yaitu 3,19 dengan kategori baik.

3) Hasil belajar siswa pada siklus I diperoleh ketuntasan klasikal sebesar 62,07% atau 18 siswa yang tuntas dari 29 siswa keseluruhan. Dan pada siklus II terjadi peningkatan dengan ketuntasan klasikal 86,21% atau 25 dari 29 siswa yang tuntas, pada siklus II hasil belajar siswa sudah memenuhi indikator keberhasilan yang ditentukan.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Y. 2014. Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: PT.

Refika Aditama.

(15)

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Pratik.

Yogyakarta: Rineka Cipta.

Arum, dkk. (2012). Penerapan Model Pembelajaran CLIS (Children Learning In Science) dengan Metode Eksperimen dalam Pembelajaran Fisika di Kelas VIII SMP. Jurnal Pembelajaran Fisika (JPF). 1(2).

Elnada, I.W., Mastuang dan Abdul Salam. (2016). Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dengan Model Inkuiri Terbimbing pada Siswa Kelas X Pmia 3 Di SMAN 3 Banjarmasin. Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika, 4 (3), 284-292.

Hamdayama, J. (2014). Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan Berkarakter. Bogor: Ghalia Indonesia.

Marjan, J. (2014). Pengaruh Pembelajaran Pendekatan Saintifik Terhadap Hasil Belajar Biologi dan Keterampilan Proses Sains Siswa MA Mu’allimat NW Pancor Selong Kabupatern Lombok Timur Nusa Tenggara Barat. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Volume 4.

Nur, M. (2011). Modul Keterampilan- keterampilan Proses Sains.

Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Oktaviastuti. R, dkk. (2014).

Implementasi Metode Eksperimen dalam Pembelajaran Fisika Sebagai Upaya Melatihkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI di SMA Wachid Hasyim

2 Taman Sidoarjo. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF). 3. (1).

Parmono. (2013). Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan CTL Melalui Metode Eksperimen dan Demonstrasi Ditinjau dari Kreativitas dan Gaya Belajar Siswa. Jurnal Inkuiri. 2(1).

Poiyo, M. (2013). Pengaruh Penerapan Metode Eksperimen terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Listrik Dinamis. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan IPA Universitas Negeri Gorontalo.

Sani, R.A. (2014). Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Setiawan, H., M. Arifuddin dan Abdul Salam. (2016). Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Fisika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Juai dengan Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing.

Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika,(4) 1,27-32.

Siska, M. (2013). Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Melalui Pembelajaran Praktikum Berbasis Inkuiri pada Materi Laju Reaksi. Jurnal Riset

& Praktik Pendidikan Kimia.

1(1).

Syarifudin, dkk. (2008). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Diadit Media.

Thobrani, M. (2015). Belajar dan Pembelajaran Teori dan Praktik.

Yogyakarta: Ar Ruzz Media.

Widoyoko, E.P. (2014). Hasil Pembelajaran di Sekolah.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gambar

Tabel 3 Kriteria penilaian keterampilan  proses sains
Tabel 6 Analisis keterampilan proses sains siswa siklus I  No        Kualifikasi       Pertemuan I       Pertemuan II
Tabel 11 Hasil belajar siswa siklus II  Kualifikasi          Ketuntasan minimal

Referensi

Dokumen terkait

Pembangunan Kawasan Perdesaan adalah Pembangunan Kawasan Perdesaan yang dilakukan atas prakarsa masyarakat meliputi penyusunan rencana tata ruang kawasan perdesaan

Kecepatan angin yang digunakan adalah kecepatan angin maksimum dengan arah angin yang berpengaruh adalah barat laut, utara dan timur laut.Pemecah gelombang diletakkan

As can be seen from the figure; the adding of admixture into concrete mixture at the same slump with normal concrete by reducing used water can increase the concrete

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas tes carik celup Leukosit Esterase pada cairan asites dalam mendeteksi secara dini

Tujuan dari program ini adalah membuat inovasi baru dari produk olahan buah carica untuk meningkatkan minat pengunjung di Wonosobo untuk membeli oleh-oleh khas Wonosobo, juga

Kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin atas kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam tindakan-tindakannya, merasa

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui dan meneliti keterkaitan antara semangat bushi dengan sistem yang diterapkan didalam sistem kaizen, serta filosofi dan

Dengan kata lain, setelah penambahan variabel baru (Pie Ubi Jalar) keuntungan toko roti meningkat sebesar Untuk Analisis sensifitas perubahan fungsi tujuan, produksi Pie Ubi