• Tidak ada hasil yang ditemukan

POSITIVE DEVIANCE STATUS GIZI DAN KESEHATAN ANAK BALITA DAN FAKTOR PENENTUNYA DI PEMUKIMAN KUMUH MANGGARAI, JAKARTA SELATAN RELINA KUSUMAWARDHANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "POSITIVE DEVIANCE STATUS GIZI DAN KESEHATAN ANAK BALITA DAN FAKTOR PENENTUNYA DI PEMUKIMAN KUMUH MANGGARAI, JAKARTA SELATAN RELINA KUSUMAWARDHANI"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

POSITIVE DEVIANCE

BALITA DAN FAKTOR PENENTUNYA DI PEMUKIMAN KUMUH MANGGARAI, JAKARTA SELATAN

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

POSITIVE DEVIANCE STATUS GIZI DAN KESEHATAN ANAK BALITA DAN FAKTOR PENENTUNYA DI PEMUKIMAN KUMUH

MANGGARAI, JAKARTA SELATAN

RELINA KUSUMAWARDHANI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

STATUS GIZI DAN KESEHATAN ANAK

BALITA DAN FAKTOR PENENTUNYA DI PEMUKIMAN KUMUH

(2)

ABSTRACT

RELINA KUSUMAWARDHANI. Positive deviance nutritional status and health of children under five years and the determinants in slum area Manggarai, Jakarta Selatan. Supervised by CLARA M. KUSHARTO and DADANG SUKANDAR

Positive deviance has been used to describe the performance (regarding health, growth, and development) of certain children with other children in the same community and the family. The study aimed to analyze the determinants of positive deviance nutritional status and health of children under five years in slum area in Manggarai, Jakarta Selatan. The design of this study was a cross sectional study. Total sample of this study was 41 children. The study showed that there was no relation between maternal characteristics (age and education) with nutritional status and health status of children (r=0.302, p>0.05), but there was relation between nutritional status of mother (BMI) with nutritional status of children (r=0.302, p<0.05). Nutritional knowledge was related with nutritional behavior (r=0.315, p<0.05) and behavior of healthy life (r=0.530, p<0.05).

Poverty, nutritional knowledge, nutritional attitudes, and nutritional behavior weren’t related with nutritional status. However, behavior of healthy life was positively and significantly related with nutritional status (r=0.330, p<0.05) and health status (r=0.381,p<0.05). Environmental sanitation wasn’t related with health status. No relationship exist between health status with nutritional status.

The conclusion was that mother with good behavior of healthy life may improve children’s health and nutritional status.

Keywords: positive deviance, nutritional status, health status, slum area.

(3)

RINGKASAN

RELINA KUSUMAWARDHANI. Positive Deviance Status Gizi dan Kesehatan Anak Balita dan Faktor Penentunya di Pemukiman Kumuh Manggarai, Jakarta Selatan. Dibimbing Oleh CLARA M. KUSHARTO dan DADANG SUKANDAR.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor penentu positive deviance status gizi dan kesehatan anak balita di pemukiman kumuh Manggarai, Jakarta. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi karakteristik anak balita; 2) mengidentifikasi status gizi dan status kesehatan anak balita; 3) mengidentifikasi karakteristik keluarga balita; 4) mengidentifikasi pengetahuan gizi, sikap gizi, perilaku gizi, dan PHBS ibu; 5) mengidentifikasi positive deviance pada pengetahuan gizi, sikap gizi, perilaku gizi, dan PHBS; 6) menganalisis hubungan karakteristik keluarga dengan status gizi dan status kesehatan anak balita; 7) menganalisis hubungan pengetahuan gizi, sikap gizi, perilaku gizi, dan PHBS ibu dengan status gizi dan status kesehatan.

Penelitian ini merupakan bagian dari data baseline pada kajian “Studi Ketahanan Pangan dan Coping Mechanism Rumah Tangga di Daerah Kumuh”

yang dilakukan Departemen Gizi Masyarakat dan Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan DIKTI Kemendiknas. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional study. Lokasi penelitian dilaksanakan di Manggarai, Jakarta Selatan, yang dilakukan pada bulan April hingga Oktober 2012.

Populasi dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang tinggal di pemukiman kumuh di Manggarai. Contoh dalam penelitian ini adalah anak balita dengan responden adalah ibu contoh. Besar contoh diperoleh dengan menggunakan formula Cochran (1982) dan diperoleh sebanyak 100 contoh.

Namun berdasarkan kriteria inklusi yaitu rumah tangga yan memiliki anak balita dan responden bersedia diwawancarai, sehingga contoh yang digunakan dalam penelitian ini hanya 41 contoh.

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.

Data primer dikumpulkan dengan metode wawancara dengan menggunakan kuesioner dan observasi secara langsung. Data primer meliputi karakteristik anak balita, karakteristik keluarga balita, data antropometri anak balita, riwayat penyakit anak balita, pengetahuan gizi ibu, sikap gizi ibu, perilaku gizi ibu, dan PHBS ibu, kondisi fisik rumah dan lingkungan, dan sumber air. Data sekunder berupa karkteristik tempat penelitian dan keadaan umum wilayah yang diperoleh dari data dasar profil desa. Data-data yang diperoleh diolah dan dianalisis.

Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2007 meliputi coding, entry, editing, cleaning, dan analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS for Windows versi 16.0. Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif, korelasi Spearman, dan korelasi Pearso.

Sebagian besar anak balita berjenis kelamin perempuan (51.2%).

Sebagian besar anak balita berumur antara 24-35 bulan (43.9%). Sebagian besar rumah tangga merupakan keluarga kecil dengan jumlah anggota ≤4 yaitu dengan proporsi 63.4%. Baik umur ayah maupun umur ibu, sebagian besar berada pada umur antara 20-40 tahun. Tingkat pendidikan orangtua masih tergolong rendah. Sebagian besar pendidikan ayah yaitu SD dengan proporsi sebesar 40.0%, begitu pula dengan pendidikan ibu yang sebagian besar adalah SD (41.5%). Pekerjaan ayah sebagian besar bekerja dibidang jasa (25%) contohnya bekerja sebagai tukang ojek, sedangkan sebagian besar ibu berstatus

(4)

sebagai ibu rumah tangga (85.4%). Rata-rata pendapatan per kapita anggota keluarga anak balita adalah Rp 533.388,00 dengan standar deviasi adalah Rp 294.027,00. Apabila dibandingkan dengan GK Jakarta 2012 yaitu sebesar Rp 379.052, maka sebagian besar (61%) responden termasuk keluarga tidak miskin dengan pendapatan perkapita anggota rumah tangga ≥Rp 379.052.

Berdasarkan indeks BB/U ternyata di daerah pemukiman kumuh status gizi anak balita sebagian besar tergolong dalam kategori gizi baik. Begitu pula berdasarkan indeks TB/U dan BB/TB, sebagian besar status gizi anak balita tergolong normal. Sebagian besar anak balita (61.0%) pernah mengalami sakit, namun masih terdapat sebanyak 39.0% anak balita tidak mengalami sakit selama dua minggu terakhir. Jenis penyakit yang sering dialami anak balita adalah batuk (46.3%). Sebagian besar anak balita menderita sakit selama 1-3 hari. Frekuensi sakit anak balita selama dua minggu terakhir yaitu pada frekuensi 1 kali. Skor status kesehatan diperoleh dari hasil perkalian antara lama sakit dalam hari dengan frekuensi penyakit pada setiap jenis penyakit. skor kesehatan anak balita sebagian besar berada pada kategori tinggi (73.2%).

Sebagian besar responden memiliki pengetahuan gizi sedang dengan proporsi 58.5%. Sikap gizi yang dimiliki ibu berada dalam kategori sedang sebanyak 41.5%. Sebagian besar perilaku gizi ibu yang memiliki anak balita berada dalam kategori sedang (43.9%). Secara umum perilaku hidup bersih dan sehat ibu yang memiliki anak balita sebagian besar tergolong sedang (41.5%).

Sebagian besar sanitasi lingkungan rumah tangga masih tergolong rendah.

Sebagian besar responden (70.7%) menggunakan air galon untuk minum, sedangkan untuk masak sebanyak 63.4% responden menggunakan air sumur/mata air. Sumber air yang digunakan untuk mandi dan mencuci, sebagian besar responden (97.6%) menggunakan sumber air sumur/mata air.

Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa pengetahuan gizi berhubungan signifikan dengan perilaku gizi (r=0.315, p<0.05) dan PHBS (r=0.530, p<0.05). Karakteristik ibu yaitu pendidikan dan umur tidak berhubungan dengan status gizi dan status kesehatan. Berdasarkan analisis Pearson terdapat hubungan antara status gizi ibu (IMT) dengan status gizi anak (r=0.302, p<0.05).

Tingkat kemiskinan, pengetahuan gizi, sikap gizi, dan perilaku gizi tidak berhubungan dengan status gizi. Namun PHBS berhubungan positif dan signifikan dengan status gizi terhadap indikator BB/U (r=0.330, p<0.05) dan BB/TB (r= 0.317, p<0.05) serta berhubungan dengan status kesehatan (r=0.381,p<0.05). Sanitasi lingkungan tidak berhubungan dengan status kesehatan. Status kesehatan tidak berhubungan signifikan dengan status gizi.

(5)

POSITIVE DEVIANCE STATUS GIZI DAN KESEHATAN ANAK BALITA DAN FAKTOR PENENTUNYA DI PEMUKIMAN KUMUH

MANGGARAI, JAKARTA SELATAN

RELINA KUSUMAWARDHANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

D E P A R T E M E N G I Z I M A S Y A R A K A T FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

(6)

Judul : Positive Deviance Status Gizi dan Kesehatan Anak Balita dan Faktor Penentunya di Pemukiman Kumuh Manggarai, Jakarta Selatan

Nama : Relina Kusumawardhani

NIM : I14104011

Menyetujui :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. drh. Clara M Kusharto, M.Sc Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc

NIP. 19510719 198403 2 001 NIP.19590725 198609 1 001

Mengetahui : Ketua

Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS.

NIP. 19621218 198703 1 001

Tanggal Lulus:

(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Positive Deviance Status Gizi dan Kesehatan Anak Balita dan Faktor Penentunya di Pemukiman Kumuh Manggarai, Jakarta Selatan” dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini merupakan syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. drh. Clara M Kusharto, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah senantiasa sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi.

2. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji yang telah memberikan kritikan dan masukan terhadap penyusunan skripsi.

3. Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS selaku dosen akademik yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis selama perkuliahan.

4. Departemen Gizi Masyarakat, Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, dan DIKTI Kemendiknas atas bantuan penelitian yang telah diberikan kepada penulis.

5. Kedua orang tua yang terkasih, atas doa yang selalu dipanjatkan untuk keberhasilan penulis. Semoga ini menjadi persembahan terbaik.

6. Kakak dan adik tersayang yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan semangat dengan penuh kasih sayang.

7. Keluarga besar Rd.Priyo Hartono yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan semangat.

8. Muhamad Reza Saputra yang telah memberikan banyak warna dalam hidup selama 3 tahun terakhir.

9. Erni, Stacey, dan Resita yang telah menjadi sahabat yang selalu mendengarkan keluh dan kesah penulis selama masa perkuliahan dan selama penyusunan skripsi.

10. Mba Wi, Evi, Rachmat, Mba Rian, Mba Iin, Mba Okta, Riza, Adel, Erpan, dan Zaenal yang selalu kompak dan solid selama turun lapang.

(8)

11. Mba Rian dan Mas Aris yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi.

12. Teman-teman kostan Cibanteng, Amel, Ririd, Puspa, Riana, Suri, Tya, Kiki, dan Diena yang selalu memberikan semangat, dukungan, dan doa di saat- saat terakhir.

13. Teman-teman seperjuangan alih jenis Gizi Masyarakat (GM) angkatan ke-4.

14. Seluruh teman-teman dan pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan doa kepada Penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan serta keterbatasan dalam penyusunannya. Akhir kata, besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya penulis pribadi dan semua pihak pada umumnya. Penulis juga berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bogor, Januari 2013

Penulis

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 06 Januari 1989. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Koesworo Redjo, S.Sos dan Ibu Sri Maschoti. Pada tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Duren Jaya I, Bekasi. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 2 Bekasi dan lulus pada tahun 2004. Pendidikan SMA di tempuh di SMA Tunas Jakasampurna, Bekasi dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa pada Diploma III Program Keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI. Penulis pernah melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di RS Harapan Kita Jakarta selama 4 bulan dari Oktober-Januari 2007 dan lulus sebagai ahli madya pada tahun 2007.

Penulis melanjutkan strata 1 pada tahun yang sama setelah lulus sebagai ahli madya. Penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan di Penyelenggaraan Khusus S1 Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif dalam kepanitiaan sebagai PHD (Publikasi, Humas, dan Dokumentasi) pada Seminar Gizi dan Pangan Nasional Food and Nutrition For Fresh, Fit, Active and Health (FITFESTIVAL). Pada tahun 2012 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) pada bulan Juni-Agustus di Desa Pandansari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... i

DAFTAR ISI ... iv

PENDAHULUAN... 10

Latar belakang ... 10

Tujuan ... 11

Tujuan Umum ... 11

Tujuan Khusus ... 12

Hipotesis ... 12

Kegunaan Penelitian ... 12

TINJAUAN PUSTAKA ... 13

Anak Balita ... 13

Jenis Kelamin ... 13

Umur ... 13

Berat Badan ... 14

Karakteristik Keluarga ... 14

Besar Keluarga ... 14

Umur Orangtua ... 14

Pendidikan Orangtua ... 15

Pekerjaan Orangtua ... 15

Pendapatan dan Pengeluaran Orangtua ... 15

Status Gizi ... 16

Status Kesehatan Anak Balita ... 17

Pengetahuan Gizi ... 18

Sikap Gizi ... 19

Perilaku Gizi ... 19

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ... 20

Positive Deviance ... 22

Sanitasi Lingkungan ... 23

Sanitasi Air ... 24

Sanitasi Lingkungan Perumahan ... 25

Pembuangan Limbah Manusia ... 26

Pembuangan Sampah Air Limbah Rumah Tangga ... 26

Pemukiman Kumuh ... 26

(11)

Kemiskinan ... 27

KERANGKA PEMIKIRAN ... 29

METODE PENELITIAN... 32

Desain, Tempat, dan Waktu ... 32

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ... 32

Jenis dan Cara Pengambilan Data ... 33

Pengolahan dan Analisis Data ... 34

Definisi Operasional ... 38

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

Keadaan Umum Manggarai... 40

Karakteristik Anak Balita ... 41

Status Gizi Anak Balita ... 42

Status Kesehatan ... 43

Karakteristik Keluarga Balita ... 46

Besar Keluarga ... 46

Umur Orangtua ... 47

Pendidikan Orangtua ... 47

Pekerjaan Orangtua ... 48

Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga ... 49

Pengetahuan Gizi Ibu ... 50

Sikap Gizi Ibu ... 50

Perilaku Gizi Ibu ... 51

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Ibu ... 51

Sanitasi Lingkungan ... 52

Sumber Air ... 54

Positive Deviance ... 54

Hubungan Antar Variabel ... 59

Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Perilaku Gizi ... 59

Hubungan Pengetahuan Gizi dengan PHBS ... 60

Hubungan karakteristik keluarga dengan status gizi ... 61

Hubungan tingkat kemiskinan dengan status gizi balita ... 62

Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi ... 64

Hubungan Sikap Gizi dengan Status Gizi ... 65

Hubungan Perilaku Gizi dengan Status Gizi Anak Balita ... 66

Hubungan PHBS dengan Status Gizi Anak Balita ... 67

(12)

Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Status Kesehatan ... 68

Hubungan PBHS dengan Status Kesehatan ... 69

Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Status Kesehatan ... 69

Hubungan Status Kesehatan dengan Status Gizi ... 70

KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

Kesimpulan ... 71

Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

LAMPIRAN ... 76

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jenis dan cara pengumpulan data ... 33

2 Kalsifikasi status gizi berdasarkan Depkes RI 2010 ... 35

3 Pengkategorian variable penelitian ... 36

4 Sebaran anak balita berdasarkan jenis kelamin dan umur ... 41

5 Sebaran status gizi anak balita (BB/U) berdasarkan jenis kelamin ... 42

6 Sebaran status gizi anak balita (TB/U) berdasarkan jenis kelamin ... 43

7 Sebaran status gizi anak balita (BB/TB) berdasarkan jenis kelamin ... 43

8 Sebaran anak balita berdasarkan status kesehatan ... 44

9 Sebaran anak balita berdasarkan jenis penyakit ... 44

10 Sebaran anak balita berdasarkan lama sakit (hari) ... 45

11 Sebaran anak balita berdasarkan frekuensi sakit ... 45

12 Sebaran anak balita berdasarkan skor kesehatan ... 45

13 Sebaran anak balita yang sakit berdasarkan tindakan pengobatan ... 46

14 Sebaran responden berdasarkan besar keluarga ... 46

15 Sebaran orangtua berdasarkan umur ... 47

16 Sebaran orangtua berdasarkan pendidikan ... 48

17 Sebaran orangtua berdasarkan pekerjaan ... 48

18 Sebaran responden berdasarkan pendapatan keluarga ... 49

19 Sebaran responden berdasarkan pengeluaran pangan ... 49

20 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan gizi ... 50

21 Sebaran responden berdasarkan sikap gizi ... 50

22 Sebaran responden berdasarkan perilaku gizi ... 51

23 Sebaran responden berdasarkan PHBS ... 52

24 Sebaran responden berdasarkan kondisi fisik rumah ... 53

25 Sebaran responden berdasarkan sanitasi lingkungan ... 54

26 Sebaran responden berdasarkan sumber air ... 54

27 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan gizi ... 55

28 Sebaran responden berdasarkan sikap gizi ibu ... 56

29 Sebaran responden berdasarkan perilaku gizi ibu ... 57

30 Sebaran responden berdasarkan PHBS ibu ... 58

31 Sebaran responden menurut pengetahuan gizi dengan perilaku gizi ... 59

32 Sebaran responden menurut pengetahuan gizi dan PHBS ... 60

33 Sebaran responden menurut karakteristik ibu dan status gizi ... 61

34 Sebaranresponden menurut tingkat kemiskinan dan status gizi ... 62

35 Sebaran responden menurut tingkat kemiskinan dan status gizi ... 63

36 Sebaran responden menurut tingkat kemiskinan dan status gizi ... 63

37 Sebaran responden menurut pengetahuan gizi dan status gizi ... 64

38 Sebaran responden menurut sikap gizi dan status gizi ... 65

39 Sebaran responden menurut perilaku gizi dan status gizi ... 66

40 Sebaran responden menurut PHBS dan status gizi ... 67

41 Sebaran responden menurut karakteristik dengan status kesehatan ... 68

42 Sebaran responden menurut PHBS dan status kesehatan ... 69

43 Sebaran responden menurut sanitasi lingkungan dan status kesehatan ... 70

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kerangka pemikiran faktor-faktor penentu positive deviance status gizi

dan status kesehatan pada anak balita di pemukiman kumuh Manggarai

Jakarta ... 31

2 Peta Administrasi Wilayah Manggarai ... 40

3 Kawasan bantaran sungai……… 77

4 Kawasan bantaran sungai... 777

5 Anak balita di pemukiman kumuh……… 77

6 MCK di pemukiman kumuh ... 77

7 MCK di pemukiman kumuh………. 77

8 Saluran pembuangan limbah ... 77

9 Kondisi rumah……… . 77

10 Kepadatan rumah penduduk ... 77

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Dokumentasi wilayah Manggarai ... 767 2 Hasil uji statistik ... 78

(16)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Pembangunan Nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan setiap warga negaranya yang tergantung pada kemampuan dan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan (SDM). Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Ukuran kualitas sumberdaya manusia dapat dilihat pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat antara lain dapat dilihat pada tingkat kemiskinan dan status gizi masyarakatnya (Bappenas 2007).

Kualitas fisik penduduk dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk.

Kesehatan merupakan aspek yang sangat menentukan dalam membangun unsur manusia agar memiliki kualitas seperti yang diharapkan, mampu bersaing di era yang penuh tantangan saat ini maupun masa yang akan datang. Indikator derajat kesehatan penduduk yaitu angka kematian bayi dan angka harapan hidup.

Gambaran masalah kesehatan anak di Indonesia ditandai dengan masih tingginya angka kejadian penyakit dan gangguan gizi yang disertai dengan kondisi fisik dan sosial yang belum menunjang kesehatan secara optimal.

Berdasarkan Kemenkes (2010), prevalensi penyakit yang terjadi di Jakarta sebanyak 33,81 % mengalami keluhan kesehatan seperti panas, batuk, pilek, diare, sakit kepala, dan lainnya. Berdasarkan Riskesdas (2007) diare merupakan penyebab utama kematian bayi (31,4%) dan anak balita (25,2%). Namun masih adanya penduduk yang hidup di pemukiman kumuh yang memperhatikan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sehingga penduduk tersebut tidak mengalami penyakit infeksi. Sekitar 42,4% masyarakat Jakarta yang menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) (Riskesdas 2007).

Pemukiman kumuh adalah daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi di sebuah kota yang sebagian besar dihuni oleh masyarakat miskin.

Pemukiman kumuh dapat ditemukan di berbagai kota besar di dunia. Pemukiman kumuh umumnya dihubungkan dengan kemiskinan dan pengangguran tinggi.

Pemukiman kumuh juga bisa menjadi sumber masalah sosial, yaitu, kejahatan, narkoba, dan minuman keras. Di banyak negara miskin, kawasan kumuh juga menjadi pusat masalah kesehatan karena kondisi tidak higienis.

Di Jakarta daerah kumuh banyak ditemukan, di mana orang tinggal di sudut-sudut bangunan. Sekitar 200.000 orang tinggal di hanya 20 hektar lahan

(17)

dihuni oleh sekitar 150.000 rumah yang sulit dikendalikan. oleh karena itu alam bagi masyarakat untuk dihantui oleh rasa takut, antara lain, adanya penyakit infeksi seperti ISPA dan diare serta gizi buruk disebabkan oleh kebiasaan makan yang buruk dalam rumah tangga.

Kemiskinan pada kenyataannya merupakan akar dari permasalahan gizi.

Tetapi, hal ini menjadi lebih buruk dengan rendahnya pengetahuan gizi dan minimnya usaha dalam menerapkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Khomsan et al. 2009). Berdasarkan Kemenkes tahun 2011 prevalensi gizi buruk (BB/U) di Jakarta sebesar 2.6% dan 8.7% gizi kurang.

Kejadian yang menarik ditemukan di pemukiman kumuh, ternyata terdapat balita dengan status gizi dan status kesehatan baik. Hal tersebut merupakan bentuk penyimpangan positif yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain yaitu: faktor perilaku ibu dan keluarga, keamanan pangan, kondisi ekonomi, pola asuh, pekerjaan, pendapatan, pengeluaran untuk konsumsi, keputusan pemberian makan, kepuasan hidup;

faktor asupan zat gizi dan penyakit infeksi, faktor ibu, pola asuh anak, status kesehatan anak dan status gizi ibu; faktor lingkungan, sanitasi, sarana dan pelayanan kesehatan. Faktor-faktor tersebut yang membedakan suatu keluarga berhasil dalam merawat dan mengasuh anaknya pada status ekonomi yang sama. Faktor yang dimaksud mendukung keberhasilan ibu dalam merawat dan mengasuh anak adalah faktor penyimpangan positif.

Menurut Zeitin et al. (1990) dikatakan bahwa secara khusus penyimpangan positif dapat dipakai untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan anak balita yang hidup dalam keluarga miskin di lingkungan miskin (kumuh) sementara sebagian besar anak lainnya menderita gangguan penyakit. Berdasarkan hal-hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor yang menentukan positive deviance status gizi dan status kesehatan anak balita di pemukiman kumuh di Jakarta.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor penentu positive deviance status gizi dan kesehatan anak balita di pemukiman kumuh di Manggarai, Jakarta Selatan.

(18)

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi karakteristik anak balita.

2. Mengidentifikasi status gizi dan status kesehatan anak balita.

3. Mengidentifikasi karakteristik keluarga.

4. Mengidentifikasi pengetahuan gizi, sikap gizi, perilaku gizi, dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu

5. Mengidentifikasi positive deviance pada pengetahuan gizi, sikap gizi, perilaku gizi, dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu

6. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga dengan status gizi dan status kesehatan anak balita.

7. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi, sikap gizi, perilaku gizi, dan PHBS ibu dengan status gizi dan status kesehatan.

Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara karakteristik keluarga dengan status gizi dan status kesehatan anak balita.

2. Terdapat hubungan antara pengetahuan gizi, sikap gizi, perilaku gizi, dan PHBS ibu dengan status gizi dan status kesehatan anak balita.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai salah satu referensi untuk keperluan membuat kebijakan yang berkaitan dengan perbaikan kondisi lingkungan di Kota Manggarai dan perbaikan status gizi dan kesehatan masyarakat terutama anak balita. Serta diharapkan dapat memberikan informasi kepada warga Manggarai mengenai gambaran kondisi warga yang ditinjau dari status kesehatan anak balita.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Anak Balita

Usia balita lebih dikenal sebagai golden age karena masa ini sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Anak balita adalah bayi sampai anak berusia lima tahun atau biasa yang disebut dengan anak bawah lima tahun. Anak balita, ibu hamil, dan ibu menyusui dalam ilmu gizi dikelompokkan sebagai golongan penduduk yang rawan terhadap kekurangan gizi termasuk Kekurangan Energi Protein (KEP). Oleh karena masalah gizi pada umumnya, khususnya KEP banyak terjadi pada anak balita maka perhatian lebih besar pada masalah KEP anak balita (Soekirman 2000).

Masa balita hampir seluruh waktu anak berada ditangan orang tua dan sangat tergantung padanya. Orangtua selain berperan sebagai pengasuh dan pendidik anak dalam keluarga juga berperan penting dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak karena orangtua yang lebih mengenal anaknya. Balita merupakan golongan yang rawan terkena masalah gizi.

Makanan bergizi sangat penting diberikan kepada bayi sejak masih dalam kandungan.

Jenis Kelamin

Anak perempuan khususnya anak sulung diharapkan membantu pekerjaan rumah tangga dan menjaga adik-adiknya. Sedangkan jika anak yang lahir pertama kali adalah anak laki-laki, maka mereka memiliki keistimewaan karena memperoleh pekerjaan rumah tangga yang lebih sedikit dibandingkan yang perempuan serta diberi kesempatan untuk mengabaikannya (Hurlock 1980).

Umur

Menurut Hurlock (1980), sikap, kebiasaan, dan pola perilaku yang dibentuk selama bertahun-tahun pertama sangat menentukkan seberapa jauh individu-individu berhasil menyesuaikan diri dalam kehidupan ketika mereka bertambah tua. Pada tahun kedua tingkat pertumbuhan cepat menurun. Akan tetapi, selama tahun pertama peningkatan berat badan lebih besar daripada peningkatan tinggi.

Masa kanak-kanak merupakan masa yang paling ideal untuk mulai memperkenalkan kepada anak tentang perilaku-perilaku dasar yang berhubungan dengan gaya hidup sehat. Orang tua harus dapat memanfaatkan rasa ingin tahu anak dan menggunakan kesempatan ini untuk mengajarkan

(20)

masalah kesehatan, keselamatan dan gizi. Orangtua harus dapat meningkatkan kesadaran anak-anak mengenai lingkungan yang komplek serta pengaruhnya (Marotz dalam Ulfah 2008).

Berat Badan

Berat badan merupakan satu-satunya ukuran tunggal yang makin ekonomis dan paling peka untuk digunakan dalam praktek. Berat badan sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada keadaan gizi, sehingga berat badan akan turun dengan menurunnya keadaan gizi. Perlambatan kecepatan pertumbuhan tubuh yang diukur dengan memakai variable berat badan, akan terlihat dalam waktu kurang dari satu bulan, jika kita mengamati naik dan turunnya berat badan tiap bulan. Demikian pula pengaruh infeksi pada gizi anak-anak juga jelas tampak bila kita memperhatikan besarnya penurunan berat badan yang terjadi sesudah anak menderita infeksi (Sukarni 1989).

Karakteristik Keluarga Besar Keluarga

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota lain yang tinggal bersama dalam satu rumah dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Besar keluarga akan mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas dan kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu.

Besar keluarga juga akan mempengaruhi luas per penghuni di dalam suatu bangunan rumah yang secara tidak langsung akan mempengaruhi kesehatan baik anak-anak maupun ibu (Sukarni 1989). Rumah yang padat penghuninya akan menyebabkan berkurangnya konsumsi oksigen dan memudahkan penularan penyakit (Notoatmodjo 2007).

Umur Orangtua

Umur orangtua terutama ibu berkaitan dengan pengalaman ibu dalam mengasuh anak. Seorang ibu yang masih muda kemungkinan kurang memiliki pengalaman dalam mengasuh anak sehingga dalam merawat anak didasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu. Ibu dengan umur muda cenderung memperhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anak dan keluarga. Sebaliknya pada ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima dengan senang hati tugasnya sebagai ibu sehingga akan

(21)

mempengaruhi pula terhadap kuantitas dan kualitas pengasuhan anak (Hurlock 1980).

Pendidikan Orangtua

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses tumbuh kembang anak. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penentu mortalitas bayi dan anak, karena tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap tingkat pemahamannya terhadap perawatan kesehatan, higiene, dan kesadarannya terhadap kesehatan anak dan keluarga (Madanijah dalam Ulfah 2008).

Pengetahuan dan pendidikan formal serta keikutsertaan dalam pendidikan non formal dari orang tua dan anak-anak sangat penting dalam menentukan status kesehatan , fertilitas, dan status gizi keluarga seperti halnya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana. Dengan demikian, informasi tentang masalah kesehatan dapat lebih mudah diterima oleh keluarga atau masyarakat (Sukarni 1989).

Pekerjaan Orangtua

Pekerjaan memiliki hubungan dengan pendidikan dan pendapatan serta berperan penting dalam kehidupan sosial ekonomi dan memiliki keterkaitan dengan faktor lain seperti kesehatan (Sukarni 1989). Seorang ibu yang tidak bekerja di luar rumah akan mewakili waktu yang lebih banyak dalam mengasuh serta merawat anak dibandingkan ibu yang bekerja di luar rumah. Perempuan yang bekerja di luar rumah dan mendapatkan penghasilan akan meningkatkan pengaruhnya dalam alokasi pendapatan keluarga. Pendapatan yang berasal dari perempuan berkolerasi erat dengan semakin membaiknya derajat kesehatan dan status gizi anak (Khomsan 2005).

Pendapatan dan Pengeluaran Orangtua

Pendapatan berhubungan dengan tingkat kesejahteraan keluarga.

Keluarga dengan pendapatan terbatas besar kemungkinan kurang dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan. Pendapatan keluarga akan menentukan alokasi pengeluaran pangan dan non pangan sehingga apabila pendapatan keluarga rendah maka akan mengakibatkan penurunan daya beli (Firlie 2001).

Pada tingkat keluarga, penurunan daya beli akan menurunkan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan serta aksesbilitas pelayanan kesehatan, terutama bagi warga kelas ekonomi bawah. Hal ini akan berdampak negatif terhadap

(22)

kesehatan anak yang rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi (Hardinsyah 1997).

Pendapatan juga merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya pendapatan perorangan maka terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan (Suhardjo 1989).

Kelompok yang berpendapatan rendah pada umunya mempunyai proporsi paling besar untuk pengeluaran pangan. Berlawanan, dengan kelompok masyarakat berpendapat tinggi, mereka mengalokasikan lebih pendapatan untuk non pangan (Sukandar 2007). Di negara-negara berkembang, orang-orang miskin hampir membelanjakan pendapatannya untuk makanan. Di India Selatan keluarga-keluarga yang miskin menghabiskan 80 persen anggaran belanjanya untuk makanan, sedangkan di negara-negara maju hanya 45 persen (Berg 1986).

Status Gizi

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu, atau perwujudan dari zat gizi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa 2002). Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbs) dan penggunaan zat gizi makanan yang dapat dinilai dengan berbagai cara, salah satunya dengan antropometri (Riyadi 1995). Menurut Almatsier (2006), status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat yang setinggi mungkin.

Antropometri adalah yang berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Jellife dan Jellife 1989). Pengukuran status gizi dengan menggunakan antropometri adalah dengan indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu

(23)

makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Berdasarkan karakteristik berat badan, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Supariasa et al. 2002).

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relative kurang sensitive terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek.

Indeks ini menggambarkan status gizi pada masa lalu. Beaton dan Bengoa (1973) dalam Supariasa (2002) menyatakan bahwa indeks TB/U disamping memeberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status sosial ekonomi. Menurut Supariasa (2002) berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini. Indeks BB/TB merupakan indeks yang independen terhadap umur.

Status Kesehatan Anak Balita

Status kesehatan penduduk memberikan gambaran mengenai kondisi kesehatan penduduk dan biasanya dapat dilihat melalui indikator angka kesakitan yaitu persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan sehingga mampu mengganggu aktivitas sehari-hari. Status kesehatan anak balita merupakan aspek dari kualitas fisik anak balita yang dapat mempengaruhi status gizi (BPS 2002).

Status kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu perilaku, lingkungan, keturunan, dan pelayanan kesehatan. Perilaku merupakan faktor yang memiliki presentase terbesar dibandingkan yang lain, yaitu sebesar 40%, sedangkan lingkungan sebesar 30%, keturunan sebesar 20%, dan pelayanan kesehatan sebesar 10% (Bloem 1974 dalam Notoatmodjo 2007). Status kesehatan seseorang berkaitan dengan keadaan penyakit yang dideritanya dan merupakan hasil dari proses interaksi antara faktor host, agen penyakit, dan lingkungan. Penyakit sendiri dipengaruhi oleh faktor lingkungan, keadaan gizi dan imunitas serta akses terhadap layanan kesehatan (Patriasih et al 2009).

Lingkungan keluarga yang miskin umumnya hidup dalam kondisi yang kurang bersih dan memiliki perilaku hidup yang kurang sehat. Hal ini dapat berdampak

(24)

pada kesehatan penghuninya, serta dapat mempengaruhi keadaan kesehatan terutama pada anak. Jenis kesehatan yang erat kaitannya dengan lingkungan adalah penyakit ISPA, diare, flu, demam, dan penyakit cacar (Khomsan et al.

2009).

Kesehatan adalah meliputi kesehatan badan, mental, dan sosial, dan bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan (Sukarni 1989). Soemanto (1990) menyatakan bahwa jenis penyakit yang sering diderita anak balita adalah batuk, pilek, diare, dan panas badan. Kesehatan anak balita harus mendapat perhatian penuh dari orangtua. Anak balita adalah makhluk yang belum mempunyai kemampuan untuk memelihara dirinya sendiri, mereka bergantung dari orangtua, orang-orang terdekat, dan pada lingkungannya.

Menurut Soemowedojo (1976), untuk mengukur besarnya kejadian sakit pada golongan usia tertentu, perlu diketahui data penyakit yang diderita, meliputi macam-macam penyakit dengan prevalensinya dan banyak kejadian penyakit tertentu yang diderita. Golongan usia balita sangat rentan terhadap penyakit- penyakit menular yang masih banyak ditemukan dan merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia.

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang mencakup ingatan akan hal- hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan (Khomsan et al. 2007).

Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara pengolahan makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat (Notoatmodjo 2007). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi yang bersangkutan.

Menurut Khomsan et al. (2009), tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman dan kejelasan mengenai objek tertentu. Akan tetapi, hubungan antara pengetahuan terhadap sikap dan perilaku tidak linier, misalnya dalam hal konsumsi makanan dengan baik. Konsumsi makanan jarang dipengaruhi oleh pengetahuan gizi secara tersendiri, tetapi merupakan interaksi dengan sikap dan keterampilan gizi (Sanjur 1982 dalam Sukandar 2007).

(25)

Sikap Gizi

Menurut Notoatmodjo (2007), sikap adalah suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Sikap akan mempengaruhi proses berpikir, respon afeksi, kehendak, dan perilaku berikutnya.

Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan pre-disposisi tindakan atau perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka (Notoatmodjo 2007). Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Sikap positif memiliki kecenderungan tindakan mendekati, menyenangi, dan mengharapkan objek tertentu. Sedangkan sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindar, membenci, dan tidak menyukai objek tertentu. Sikap biasanya memainkan peranan utama dalam membentuk perilaku. Sikap yang positif akan menumbuhkan perilaku yang positif dan sikap negatif akan menumbuhkan perilaku yang negatif.

Melalui proses belajar akan diperoleh pengalaman yang nantinya dapat membentuk sikap, kemudian sikap akan dicerminkan dalam bentuk praktek yang sesuai dengan yang diharapkan. Akan tetapi menurut Sumintarsih et al. (2000), menyatakan bahwa meskipun didukung oleh pengetahuan yang menumbuhkan suatu sikap dan keyakinan atas sesuatu, belum menjamin bahwa seseorang akan bertindak sesuai dengan apa yang diketahui dan dipahaminya. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat responden terhadap suatu objek, serta secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis yang kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo 2007).

Perilaku Gizi

Perilaku dipandang dari segi biologi adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik yang dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Faktor genetik dan

(26)

lingkungan merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia. (Notoatmodjo 2007).

Praktek adalah respon seseorang terhadap suatu rangsangan (stimulus).

Praktek memiliki beberapa tingkatan (Notoatmodjo 2007) yaitu (1) persepsi, ialah mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil; (2) respon terpimpin, ialah dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar dan sesuai dengan contoh; (3) mekanisme, ialah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan;

dan (4) adopsi, ialah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Praktek terjadi setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, dan selanjutnya akan melaksanakan dan mempraktekkan apa yang sudah diketahui. Pengukuran praktek dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yaitu dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo 2007).

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan bentuk perwujudan paradigma sehat, terutama pada aspek budaya perorangan, keluarga, dan masyarakat. PHBS adalah tindakan yang dilakukan oleh perorangan, kelompok, dan masyarakat yang sesuai dengan norma-norma kesehatan, menolong dirinya dan berperan aktif dalam pembangunan kesehatan untuk memperoleh derajat kesehatan yang tinggi (Sinaga et al. dalam Ulfah 2008).

Menurut Yoon et al. (1997) dalam Safitri (2010), perilaku hidup sehat adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Salah satu perilaku hidup sehat adalah melakukan pencegahan dan pengobatan penyakit. Upaya pencegahan dan pengobatan penyakit dapat dilakukan dengan meningkatkan daya tahan tubuh, perbaikan kesehatan diri dan lingkungan.

Perilaku hidup bersih dan sehat di tatanan rumah tangga meliputi higiene perorangan (mencuci tangan pakai sabun, menggosok gigi, dan sebagainya), kebiasaan tidak merokok, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, penimbangan balita, imunisasi, gizi keluarga (sarapan pagi, makan makanan

(27)

beragam), dan keikutsertaan dalam dana sehat melalui askes dan jaminan pemeliharaan masyarakat (Depkes 2007). Indikator perilaku hidup bersih dan sehat diantaranya adalah:

1. Persalinan dibantu oleh tenaga kesehatan

Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan, dan tenaga para medis lainnya) menggunakan peralatan yang aman, bersih, dan steril sehingga mencegah terjadinya infeksi dan bahaya kesehatan lainnya (Depkes 2007). Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu dan bayi (Proverawati & Rahmawati 2012) 2. Kebiasaan merokok

Perokok terdiri dari perokok pasif dan perokok aktif. Keduanya sama-sama berbahaya, yakni dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti kerontokan rambut, gangguan pada mata, menyebabkan penyakit paru-paru kronik, merusak gigi, stroke, kanker kulit, kemandulan, impotensi, kanker rahim, dan keguguran (Depkes 2007).

3. Imunisasi

Imunisasi bertujuan agar anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu (Hidayat 2004). Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi ialah TBC, dipteria, pertusis, tetanus, polio dan campak, melalui kegiatan vaksinasi BCG, DPT, Polio dan campak pada umur dibawah 14 bulan, vaksinasi DPT pada anak-anak SD kelas 1, dan vaksinasi TT pada anak SD kelas 4 (Sukarni 1989).

4. Penimbangan Balita

Penimbangan bayi dan balita dimaksudkan untuk memantau pertumbuhan setiap bulan. Penimbangan bayi dan balita dimulai dari umur 1 bulan sampai 5 tahun di Posyandu sehingga dapat diketahui balita tumbuh sehat atau tidak dan mengetahui kelengkapan imunisasi serta dapat diketahui bayi yang dicurigai menderita gizi buruk (Depkes 2007).

5. Kebiasaan sarapan

Sarapan penting dilakukan sebelum melakukan aktivitas pada pagi hari.

Manfaat sarapan adalah dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah.

(28)

6. Peserta Akes/JPKM

Program jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

7. Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Sabun

Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Mencuci tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung.

8. Kebiasaan menggosok gigi

Membiasakan menggosok gigi sebelum tidur dan setelah makan merupakan salah satu contok praktik higiene perorangan. Kegiatan menggosok gigi bertujuan untuk membersihkan mulut dari sisa makanan yang dapat membentuk plak pada gigi.

9. Kebiasaan Olahraga

Olahraga merupakan aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur untuk berbagai tujuan, antara lain untuk kesehatan, kebugaran, rekreasi, pendidikan, dan prestasi (Irianto 2011).

10. Makan Seimbang

Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung lengkap semua zat gizi yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang, dan produktif. Setiap orang perlu mengkonsumsi aneka ragam makanan dalam jumlah yang mencukupi.

Positive Deviance

Positive deviance merupakan suatu keadaan penyimpangan positif yang berkaitan dengan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak tertentu dengan anak-anak lain di dalam lingkungan masyarakat atau keluarga yang sama. Secara khusus pengertian positive deviance dapat digunakan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan serta status gizi yang baik dari anak-anak yang hidup di dalam keluarga miskin dan hidup di lingkungan miskin (kumuh), dimana sebagian besar anak lainnnya menderita gangguan pertumbuhan dan perkembangan dengan kondisi mengalami gizi kurang (Zeitlin et al. 1990).

(29)

Konsep positive deviance pertama kali muncul dalam penelitian gizi pada 1970-an. Para peneliti mengamati bahwa meskipun kemiskinan di masyarakat, beberapa keluarga miskin memiliki anak bergizi baik. Menurut Sternin (2007) dalam Sab’atmaja (2010) positive deviance adalah suatu pendekatan pengembangan yang berbasis masyarakat. Berdasarkan keyakinan bahwa pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat pada prinsipnya telah ada dalam masyarakat itu sendiri.

Menurut Aryastami (2006), Positive Deviance (PD) adalah suatu metode pengembangan masyarakat melalui pendekatan komunitas. Di bidang gizi masyarakat, metode ini dapat dianalogkan sebagai anak yang memiliki status gizi baik telah dibesarkan dimana banyak keluarga dan masyarakatnya menderita gizi buruk dan rawan penyakit. Pada dasarnya metode PD ini bisa diterapkan untuk berbagai permasalahan yang didalamnya memerlukan perubahan sosial atau perilaku di mana sudah ada individu-individu di dalam masyarakat tersebut yang berhasil menemukan strategi untuk mengatasi masalah yang sama. Seringkali solusi permasalahan tersebut tidak disadari, padahal secara nyata ada di dalam budaya setempat.

Positive deviance didasarkan pada asumsi bahwa beberapa solusi untuk mengatasi masalah gizi sudah ada di dalam masyarakat, hanya perlu diamati untuk dapat diketahui bentuk penyimpangan positif yang ada, dari perilaku masyarakat tersebut. Upaya yang dilakukan dapat dengan memanfaatkan kearifan lokal yang berbasis pada keyakinan bahwa setiap individu memiliki kebiasaan dan perilaku khusus, atau tidak umum yang memungkinkan mereka dapat menemukan cara-cara yang lebih baik, untuk mencegah kekurangan gizi dibandingkan tetangga mereka yang memiliki kondisi ekonomi yang sama tetapi tidak memiliki perilaku yang termasuk penyimpangan positif. Kebiasaan keluarga yang menguntungkan sebagai inti positif deviance dibagi menjadi tiga atau empat kategori utama yaitu pemberian makan, pengasuhan, kebersihan, dan mendapatkan pelayanan kesehatan (Core 2003).

Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial, dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia dimana lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak, sedangkan yang merugikan diperbaiki dan dihilangkan (Entjang 2000). Sanitasi lingkungan dapat pula diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan standar

(30)

kondisi lingkungan yang mendasar yang mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Kondisi tersebut mencakup: (1) pasokan air yang bersih dan aman;

(2) pembuangan limbah dari hewan, manusia, dan industri yang efisien; (3) perlindungan makanan dari kontaminasi biologis, dan kimia; (4) udara yang bersih dan aman; (5) rumah yang bersih dan aman.

Sanitasi lingkungan sangat mempengaruhi kesehatan dan kebersihan lingkungan. Sementara lingkungan yang bersih dan sehat menjadi suatu indikator kesehatan seseorang. Kesehatan seseorang akan terlihat dari daya tahan tubuh terhadap suatu penyakit sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan angka kematian. Selain itu lingkungan yang bersih dan sehat akan mencegah penyakit menular (Sukandar 2007).

Pemukiman yang sanitasinya tidak baik seperti tidak tersedia air bersih, jamban, tempat pembuangan sampah, tidak tersedia saluran pembuangan air kotor memungkinkan seseorang dapat menderita penyakit infeksi yang menyebabkan seseorang kurang gizi. Penyakit infeksi tersebut antara lain diare dan cacingan.

Sanitasi Air

Air bersih dan sehat merupakan air yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari yang tidak mengandung kotoran dan kuman, sehingga aman untuk dikonsumsi dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan (Latifah et al. 2002).

Selain itu, menurut Notoatmodjo (2007), air yang sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Syarat fisik: syarat air yang dilihat dari fisiknya antara lain jernih, tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau.

b. Syarat kimiawi: tidak mengandung zat-zat berbahaya seperti zat-zat racun atau zat-zat organik lebih tinggi dari jumlah yang ditentukan

c. Syarat bakteriologis: air yang bebas dari segala bakteri, terutama bakteri patogen

Air bersih belum tentu dikatakan sehat, menurut Entjang (2000) untuk memperoleh air minum yang sehat dapat diperoleh melalui 1) sumber air yang bersih; 2) tangan dan tempat penampungan air bersih; 3) wadah penampung air disertai dengan tutup dan sering dibersihkan; 4) memasak air sampai mendidih sebelum diminum; 5) menggunakan alat-alat minum yang bersih (termasuk gayung sebagai alat pengambil air harus bersih).

(31)

Menurut Subandriyo et al. (1997) sumber air minum yang bersih dan sehat dapat diperoleh dari air pompa, air ledeng, sumur yang terlindungi, dan mata air yang terlindungi. Sumur yang baik harus memenuhi syarat antara lain jarak sumur dengan kamar mandi minimum 10 meter dan dinding sumur 1 meter di atas tanah dan 3 meter dalam tanah serta harus dibuat dari tembok yang tidak tembus air agar perembesan air dari sekitar tidak terjadi.

Sanitasi Lingkungan Perumahan

Rumah adalah tempat manusia berlindung dari panas terik matahari, hujan, dan hal-hal lain yang dapat mengganggu kesehatan, keamanan, dan kenyamanan manusia. Kondisi rumah adalah salah satu faktor yang menentukan keadaan sanitasi lingkungan. Menurut Winslow dalam Entjang (2000), rumah yang tidak sehat dapat mengakibatkan pula tingginya kejadian infeksi penyakit dalam masyarakat. Rumah yang sehat harus memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikologis serta dapat menghindar terjadi kecelakaan dan penyakit. Rumah dikatakan sehat jika memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya:

1. Lantai rumah harus mudah dibersihkan misalnya lantai yang terbuat dari keramik, tegel atau semen dan kayu atau bamboo. Lantai tanah tidak memenuhi syarat kesehatan karena dapat menjadi sumber penyakit seperti cacing dan bakteri penyebab sakit perut.

2. Atap rumah harus kuat dan tidak mudah bocor misalnya genteng, asbes, dan seng.

3. Dinding rumah yang baik adalah tembok yang dapat dicat dan dibersihkan dengan mudah.

4. Ventilasi udara biasanya berupa jendela yang dilengkapi dengan lubang angin. Fungsi ventilasi udara adalah untuk pertukaran udara agar udara di dalam ruangan tetpa bersih dan segar.

5. Rumah harus memiliki sumber air bersih dan sehat.

6. Jumlah kamar mandi sebaiknya disesuaikan dengan jumlah anggota keluarga. Setiap kamar mandi biasanya dilengkapi dengan jamban atau WC.

7. Rumah harus memiliki sarana pembuangan air limbah dan sampah

8. Kandang ternak harus terpisah cukup jauh dari rumah agar rumah terjaga kebersihan dan kesehatannya.

(32)

Pembuangan Limbah Manusia

Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (feses), air seni (urin), dan CO2.

Kotoran manusia (feses) adalah sumber penyebaran penyakit yang multikomplek. Penyebaran penyakit yang bersumber pada feses dapat melalui berbagai macam jalan atau cara. Tinja dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, dan juga air, tanah, dan serangga. Peranan tinja dalam penyebaran penyakit sangat besar (Notoatmodjo 2007).

Pengelolaan pembuangan limbah kotoran manusia merupakan hal penting yang juga harus diperhatikan karena banyak penyakit yang dapat disebarkan melalui pembuangan kotoran manusia. Pengelolaan pembuangan kotoran manusia yang baik dan memenuhi syarat kesehatan adalah tidak mengotori tanah permukaan, tidak mengotori air permukaan, tidak mengotori air tanah, kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat digunakan oleh lalat untuk bertelur atau berkembang biak, kakus harus terlindungi atau tertutup, dan pembuatannya mudah dan murah (Entjang 2000).

Pembuangan Sampah Air Limbah Rumah Tangga

Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik yang berasal dari rumah tangga atau dari proses industri. Ada dua jenis sampah, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Manusia perlu mengatur sampah agar sampah tidak membahayakan manusia tersebut, yaitu dengan penyimpanannya, pengumpulan, dan pembuangan (Sukarni 1989).

Air limbah terdiri dari kotoran manusia, air kotoran dari dapur, kamar mandi, termasuk air kotor dari permukaan tanah. Air limbah diatur agar dapat mencegah pengotoran sumber air rumah tangga, menjaga kebersihan makanan, melindungi ikan dari pencemaran, melindungi air minum dari ternak, mencegah perkembangbiakan bibit penyakit, menghilangkan adanya bau-bauan, dan pemandangan tak sedap (Sukarni 1989).

Pemukiman Kumuh

Menurut Khomarudin (1997) lingkungan pemukiman kumuh memiliki definisi sebagai berikut: lingkungan yang berpenghuni padat (melebihi 500 org per Ha), kondisi sosial ekonomi masyarakat rendah, jumlah rumahnya sangat padat dan ukurannya dibawah standar, sarana prasarana tidak ada atau tidak

(33)

memenuhi syarat teknis dan kesehatan, hunian dibangun diatas tanah milik negara atau orang lain dan diluar perundang-undangan yang berlaku.

Di kota-kota besar biasa ditemukan adanya daerah kumuh atau pemukiman miskin. Perkembangan lingkungan pemukiman di daerah perkotaan tidak terlepas dari pesatnya laju pertumbuhan penduduk baik karena faktor pertumbuhan penduduk secara alami maupun proses urbanisasi. Pertumbuhan penduduk dan terbatasnya lahan di daerah perkotaan menyebabkan semakin berkembangnya rumah petak kecil yang diperjualbelikan dan disewakan kepada para pendatang. Rumah-rumah petak kecil tersebut kemudian berkembang menjadi kawasan padat dan kumuh yang disebut dengan kawasan kumuh (slum area) (Gusmaini 2010).

Biasanya penghuni pemukiman kumuh menempati kawasan yang sesungguhnya tidak diperuntukkan sebagai daerah pemukiman, oleh penduduk miskin kawasan tersebut diokupasi untuk dijadikan tempat tinggal, seperti bantaran sungai, di pinggir rel kereta api, tanah-tanah kosong di sekitar pabrik atau pusat kota, dan di bawah jembatan. Pemukiman kumuh biasanya memiliki tingkat kepadatan populasi tinggi dan berpenduduk miskin karena umumnya dihuni oleh orang-orang yang memiliki penghasilan sangat rendah, terbelakang, pendidikan rendah, jorok, dan lain sebagainya.

Kawasan kumuh juga menjadi pusat masalah kesehatan karena kondisinya yang tidak higienis. Ciri yang menonjol dari pemukiman kumuh yang berada di gang sempit, adalah kerapatan bangunannya yang tinggi, diindikasi oleh jarak antar bangunan yang relatif dekat (bersebelahan dan berhadapan) dengan kontruksi bangunan permanen. Dampak dari kerapatan bangunan yang tinggi, adalah kondisi ventilasi yang menjadi buruk akibat kurangnya sirkulasi udara; drainase-nya menjadi sempit dan dangkal karena lahan terbatas, akibatnya pada saat musim hujan pemukiman tersebut sangat potensi mengalami kebanjiran; tata letak tidak teratur dan jalan sempit menyebabkan surkulasi pergerakan tidak terarah, bigitu pula dengan sanitasi lingkungan (sampah dan air limbah) menjadi tidak baik (Suparlan 1984).

Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat

(34)

pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global.

Jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh besarnya Garis Kemiskinan (GK) karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata- rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama Maret 2011-Maret 2012, Garis Kemiskinan naik sebesar 6,63 persen, yaitu dari Rp 355.480 per kapita per bulan pada Maret 2011 menjadi Rp 379.052 per kapita per bulan pada Maret 2012. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di DKI Jakarta pada bulan Maret 2012 sebesar 363,20 ribu (3,69 persen) (BPS 2012).

Menurut Bappenas (2007) dari berbagai faktor penyebab masalah gizi, kemiskinan dinilai memiliki peranan penting dan bersifat timbal balik, artinya kemiskinan akan menyebabkan kurang gizi dan individu yang kurang gizi akan berakibat atau melahirkan kemiskinan. Masalah kurang gizi memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mendorong proses pemiskin melalui tiga cara.

Pertama, kurang gizi secara langsung menyebabkan hilangnya produktivitas karena kelemahan fisik. Kedua, kurang gizi secara tidak langsung menurunkan kemampuan fungsi kognitif dan berakibat pada rendahnya tingkat pendidikan.

Ketiga, kurang gizi dapat menurunkan tingkat ekonomi keluarga karena meningkatkan pengeluaran untuk berobat.

Kemiskinan secara langsung menyebabkan rendahnya konsumsi pangan, sering sakit, sering hamil, umunya bekerja sebagai buruh dan keluarga miskin cenderung memiliki jumlah anggota keluarga lebih besar. Faktor-faktor tersebut secara langsung dan tidak langsung menyebabkan terjadinya kurang gizi.

Keadaan kurang gizi pada sumber daya manusia mengakibatkan produktivitas menjadi rendah (World Bank 2006).

(35)

KERANGKA PEMIKIRAN

Usia balita merupakan kelompok usia yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, dimana dasar-dasar kecerdasan, kepribadian, dan kemandirian berkembang sangat cepat. Usia balita juga merupakan kelompok usia yang paling rawan dan paling rentan menderita gangguan kesehatan akibat penyakit infeksi.

Status gizi anak balita dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor langsung, antara lain asupan makanan dan penyakit infeksi. Faktor tidak langsung seperti pengetahuan gizi, sikap gizi, dan perilaku gizi ibu dan keluarga, kondisi ekonomi, pekerjaan, pendapatan, pengeluaran untuk konsumsi, sanitasi, sarana dan pelayanan kesehatan.

Status kesehatan anak ditandai dengan kejadian sakit yang meliputi jenis penyakit yang diderita, frekuensi terkena penyakit, dan lama hari menderita suatu penyakit. Semakin lama dan semakin sering anak menderita suatu penyakit, maka semakin buruk status kesehatan anak.

Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi.

Tingkat pengetahuan gizi ibu berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi yang bersangkutan. Pengetahuan gizi, sikap gizi, dan perilaku gizi ibu erat kaitannya dengan tingkat pendidikan ibu. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi cenderung akan memiliki pengetahuan gizi yang baik pula sehingga berpengaruh terhadap sikap dan perilaku gizi ibu.

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) ibu di dalam keluarga juga sangat erat kaitannya dengan riwayat pendidikan dan pengetahuan gizi ibu. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan dan pengetahuan yang tinggi cenderung akan lebih baik dalam menerapkan PHBS dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga sehingga anak-anaknya dapat mencapai status kesehatan yang optimal.

Anak balita merupakan kelompok individu pasif dan merupakan kelompok yang paling rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi. Oleh karena itu, diperlukan peran serta orangtua khususnya ibu dalam hal perawatan baik fisik maupun makanan bagi anak balita. Anak balita yang tidak terawat baik fisik maupun makanannya akan mudah mengalami gangguan gizi dan kesehatan, contohnya terserang penyakit. Jenis penyakit yang yang sering

(36)

diderita anak balita adalah batuk, pilek, diare, dan panas badan. Penyakit yang diderita oleh anak balita akan mempengaruhi status gizinya, sehingga akan berdampak pada proses pertumbuhan dan perkembangannya. Namun terdapat kejadian yang menarik ditemukan di pemukiman kumuh, ternyata terdapat balita dengan status gizi dan status kesehatan baik. Hal tersebut merupakan positive deviance yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari skema pada Gambar 1.

(37)

Gambar 1 Kerangka pemikiran faktor-faktor penentu positive deviance status gizi dan status kesehatan pada anak balita di pemukiman kumuh Manggarai Jakarta

Karakteristik Anak Balita - Jenis Kelamin

- Umur

- Berat Badan - Tinggi Badan Karakteristik Ibu

-Umur Orangtua -Besar Keluarga -Pekerjaan Orangtua -Pendidikan orangtua -Pendapatan Orangtua

Pengetahuan Gizi Ibu

Sanitasi Lingkungan

Status Kesehatan PHBS

Status Gizi Sikap Gizi Ibu

Perilaku Gizi Ibu

Positive Deviance

(38)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu

Penelitian ini merupakan bagian dari data baseline pada kajian “Studi Ketahanan Pangan dan Coping Mechanism Rumah Tangga di Daerah Kumuh”

yang dilakukan Departemen Gizi Masyarakat dan Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan DIKTI Kemendiknas. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional study yaitu data diambil pada waktu tertentu secara bersamaaan dengan menganalisis hubungan antara faktor penentu positive deviance terhadap status gizi dan kesehatan balita. Lokasi penelitian dilaksanakan di Manggarai, Jakarta. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan kawasan kumuh menjadi pusat masalah gizi dan kesehatan karena kondisi tidak higienis. Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Oktober 2012.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah anak balita dengan responden adalah ibu contoh yang bersedia untuk diwawancarai. Besar sampel diperoleh dengan menggunakan formula Cochran (1982) sebagai berikut:

N n n n

1 0 1

0 − +

=

Di mana:

n = besar sampel

N = ukuran populasi rumah tangga

2 2 2 0

) ( d

v t

n = s α

s2 = ragam pendapatan rumah tangga (Rp/capita/month)

tα/2(v) = nilai peubah acak t-student, sehingga : P(|t|>tα/2(v))=α; v = derajat bebas dari t

d = akurasi antara parameter rata-rata pendapatan dengan rata-rata pendapatan rumah tangga di daerah kumuh, sehingga |x-µ| < d x = rata-rata pendapatan contoh rumah tangga di daerah kumuh µ = rata-rata pendapatan populasi rumah tangga di daerah kumuh

Dari penelitian Patriasih et al. (2009) diketahui bahwa standar deviasi pendapatan rumah tangga yang memiliki anak jalanan di Bandung, Jawa Barat adalah Rp. 103.244 per kapita/bulan. Hal tersebut diasumsikan bahwa

Gambar

Gambar  1  Kerangka  pemikiran  faktor-faktor  penentu  positive  deviance  status  gizi  dan  status kesehatan pada anak balita di pemukiman kumuh Manggarai Jakarta
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data (lanjutan)
Tabel 2 Kalsifikasi status gizi berdasarkan Depkes RI 2010 BB/U  TB/U  BB/TB  Gizi lebih  (z skor &gt;+2)  Tinggi  (z skor &gt;+2)  Gemuk  (z skor &gt;+2)  Gizi baik  (z skor  ≥  -2 s/d +2)  Normal (z skor  ≥  -2 s/d +2)  Normal (z skor  ≥  -2 s/d +2)  Giz
Tabel  3 Pengkategorian variable penelitian (lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Proporsi CS dan DS yang tinggi pada kasus dibandingkan pada kontrol menunjukkan bahwa tempat penampungan air sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk pada kasus lebih

4.4.4 Analisis Tingkat Pemahaman Mahasiswa FE USU Terhadap Peran Para Pelaku Pasar Modal dan Lembaga Penunjang yang Terlibat Langsung Dalam Proses Transaksi di

Dengan berdasarkan pada pengertian Rekayasa sistem, maka dapat dimaksudkan bahwa Metode Rekayasa Sistem Jaringan Komputer, yang selanjutnya akan

Penilaian otentik adalah kegiatan untuk mengetahui pengetahuan dan atau ketrampilan peserta didik melalui pertanyaan pada level berpikir aplikasi atau lebih tinggi yang

bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang serta kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 25 maka perlu adanya

Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 14 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Bantul;a. Peraturan

Dan seperti ini pula orang yang membuka buku sebagai pengakuan dari mereka bahwa mereka mengetahui yang gaib, dan mereka adalah orang kafir dengan keyakinan ini, karena mereka