• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sudut pandangnya masing-masing. Crosby (2013) menyatakan kualitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. sudut pandangnya masing-masing. Crosby (2013) menyatakan kualitas"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Kualitas

Kualitas merupakan tingkat baik buruknya suatu produk atau jasa.

Kualitas berbeda bagi setiap orang menurut kriteria dan fungsi produk masing-masing. Kualitas yang baik meningkatkan penjualan, kepuasan pelanggan hingga brand image perusahaan. Setiap perusahaan harus menyadari pentingnya menjaga kualitas dan mengikuti perubahan agar perusahaan terus berkembang.

Pakar bidang kualitas mencoba mendefinisikan kualitas berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Crosby (2013) menyatakan kualitas sebagai nihil cacat, kesempurnaan dan kesesuaian terhadap persyaratan.

Kualitas tidak hanya tentang produk yang ditawarkan. Kualitas baik di dapat dari seluruh proses produksi yang baik meliputi kegiatan memilih bahan baku, manusia, proses dan lingkungan. Goetsch dan Yamit (2013) mengatakan kualitas produk adalah kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

Kualitas produk dan jasa diakui pelanggan jika manfaat yang di dapat sesuai dengan harapan. Kualitas juga menjadi salah satu kunci memenangkan persaingan. Kesimpulan dari beberapa penjelasan diatas menyimpulkan bahwa kualitas memiliki hubungan sangat erat dengan perusahaan

(2)

2. Pengendalian Kualitas

Pengendalian kualitas sangat penting bagi suatu perusahaan.

Pengendalian kualitas bermanfaat mengendalikan proses produksi dan membantu perusahaan mencapai target yang telah ditentukan. Perusahaan menggunakan pengendalian kualitas agar spesifikasi produk akhir sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan.

Ellias Whitney pertama kali memperkenalkan pengendalian kualitas pada awal abad 19. Ellias memperkenalkan pengendalian kualitas dalam bentuk pengecekan barang-barang yang akan disampaikan pada pelanggan dengan cara memisahkan barang cacat dan barang yang tidak cacat (Haryadi,2018). Pakar pengendalian kualitas mendefinisikan berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Safrizal dan Muhajir (2016) pengendalian kualitas dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan perusahan untuk mengurangi produk cacat dalam satu kali produksi.

Pengendalian kualitas melibatkan faktor manusia, mesin, bahan baku, metode, dan lingkungan. Penerapan pengendalian kualitas membuat konsumen yakin bahwa kepuasan konsumen merupakan salah satu hal yang diperhatikan oleh perusahaan.

Pengendalian kualitas dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya dengan menggunakan alat pengendalian kualitas seven tools. Seven tools merupakan alat dasar yang digunakan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh produksi, terutama pada permasalahan yang berkaitan dengan mutu. 7 alat dasar quality control pertama kali

(3)

diperkenalkan oleh Kaoru Ishikawa pada tahun 1968 yang terdiri dari cheek sheet, pareto diagram, fishbone diagram, histogram, control chart, diagram

tebar, dan stratifikasi.

Menurut Gasperz (2011) pengendalian kualitas adalah teknik-teknik dan aktivitas operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan kualitas dari tahap awal suatu proses sampai produk jadi, dan bahkan sampai pada pendistribusian kepada konsumen. Adapun menurut Prihantoro (2012) beberapa alasan mengapa pengendalian mutu harus diterapkan ialah agar produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya sehingga dapat memuaskan konsumen dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya serta kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dapat dihindarkan sehingga akan menghemat pemakaian bahan baku dan sumber daya lainnya karena jumlah produk yang cacat atau rusak dapat dikurangi.

Sofyan (2013) menyatakan pengendalian dan pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar kegiatan produksi dan operasi yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang direncanakan dan apabila terjadi penyimpangan, maka penyimpangan tersebut dapat dikoreksi sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai. Sedangkan menurut Bakhtiar (2013) pengendalian kualitas dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk memantau aktivitas dan memastikan kinerja sebenarnya.

Tujuan pengendalian kualitas agar produk yang dihasilkan sesuai dengan

(4)

target perusahaan. Menurut Heizer dan Render (2013) ada beberapa tujuan pengendalian kualitas yaitu:

a. Produk akhir mempunyai spesifikasi sesuai dengan standar mutu atau kualitas yang telah ditetapkan.

b. Agar biaya desain produk, biaya inspeksi, dan biaya proses produksi dapat berjalan secara efisien.

c. Prinsip pengendalian kualitas merupakan upaya untuk mencapai dan meningkatkan proses dilakukan secara terus-menerus untuk dianalisis agar menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk mengendalikan dan meningkatkan proses, sehingga proses tersebut memiliki kemampuan (kapabilitas) untuk memenuhi spesifikasi produk yang diinginkan oleh pelanggan.

Menurut Zulian (2013) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pengendalian kualitas yaitu:

a. Kemampuan proses. Batas-batas yang ingin dicapai haruslah disesuaikan dengan kemampuan proses yang ada.

b. Spesifikasi yang berlaku. Spesifikasi hasil produksi yang ingin dicapai harus dapat berlaku ditinjau dari segi kemampuan proses dan keinginan atau kebutuhan konsumen yang ingin dicapai dari hasil produksi tersebut.

c. Tingkat ketidaksesuaian yang dapat diterima. Tujuan dilakukan pengendalian suatu proses adalah dapat mengurangi produk yang berada dibawah standar seminimal mungkin. Tingkat pengendalian yang

(5)

diberlakukan tergantung pada banyaknya produk yang berada di bawah standar yang dapat diterima.

d. Biaya kualitas. Biaya kualitas sangat mempengaruhi tingkat pengendalian kualitas dalam menghasilkan produk dimana biaya kulitas mempunyai hubungan yang positif dengan tercapainya produk yang berkualitas.

3. Diagram Pareto

Diagram pareto merupakan salah satu dari tujuh alat pengendalian kualitas yang sering digunakan dalam hal pengendalian mutu. Pada dasarnya diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukan masalah berdasarkan urutan banyaknya jumlah kejadian. Diagram pareto memiliki peranan penting dalam proses perbaikan. Prinsip diagram pareto adalah aturan 80/20 yaitu 80% problem (ketidaksesuaian) disebabkan oleh penyebab (cause) sebesar 20% (Ahmad,2019).

Perusahaan dapat mengidentifikasi area kritis yang membutuhkan perhatian lebih cepat menggunakan diagram pareto. Diagram pareto digunakan menyusun permasalahan perusahaan berdasarkan urutan yang paling banyak hingga paling rendah untuk mengetahui cacat paling berpengaruh dan melakukan pengendalian. Pakar diagram pareto mendefinisikan menurut pandangannya masing-masing.

Menurut Heizer dan Reider (2014) Diagram Pareto adalah sebuah metode untuk mengelola kesalahan, masalah, atau cacat untuk membantu

(6)

memusatkan perhatian pada usaha penyelesaian masalah. Berikut adalah contoh diagram pareto pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Contoh Diagram Pareto

Sumber : UMKM Shaka Store (2020)

Menurut Besterfield (2009) Diagram pareto merupakan suatu Gambaran yang mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut urutan ranking tertinggi hingga terendah. Kegunaan diagram pareto antara lain yaitu:

a. Menunjukan masalah utama.

b. Menyatakan perbandingan masing-masing masalah terhadap keseluruhan.

c. Menunjukkan tingkat perbaikan setelah tindakan perbaikan pada daerah terbatas.

d. Menunjukkan perbandingan masing-masing masalah sebelum dan sesudah perbaikan.

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

- 20 40 60 80 100 120 140

cacat penjahitan cacat sablon cacat pemotongan kain jumlah kecacatan %kumulatif

(7)

4. Diagram Sebab-Akibat

Diagaram sebab-akibat atau diagram fishbone merupakan alat yang digunakan mengidentifikasi suatu permasalahan dan memperlihatkan hubungan permasalahan. Diagram sebab-akibat pertama kali dikembangkan tahun 1950 oleh seorang pakar kualitas dari Jepang yaitu Dr. Kaoru Ishikawa yang menggunakan uraian grafis dari unsur-unsur proses untuk menganalisa sumber-sumber potensial dari penyimpangan proses (Heri,2014).

Diagram fishbone atau diagram sebab-akibat menunjukan sebuah dampak atau akibat sebuah permasalahan. Menurut Bose (2012) diagram sebab-akibat membantu mengungkap semua gejala dari masalah bisnis karena mengevaluasi penyebab dan sub penyebab dari suatu masalah.

Menurut Heizer dan Render (2015) diagram sebab-akibat menjadi teknik skematis untuk melihat kemungkinan tempat masalah kualitas dan menyelesaikan sebuah masalah dalam produksi.

Manajer operasional memulai dengan katagori mesin, tenaga kerja, metode dan lingkungan untuk mengetahui penyebab permasalahan. Liliana (2016) merangkup empat langkah penggunaan fishbone diagram yaitu:

a. Identifikasi masalah

b. Mencari tahu faktor-faktor utama yang terlibat c. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab

Menganalisis diagram Sebab dari permasalahan yang dialami selama proses produksi dikelompokkan ke dalam kategori utama untuk

(8)

mengidentifikasi sumber-sumber variasi penyebab masalah. Berikut adalah contoh diagram sebab akibat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Contoh Diagram Sebab Akibat

Sumber : UMKM Shaka Store (2020)

Menurut Bose (2012) kategori-kategori tersebut diantaranya yaitu:

a. People atau manusia, merupakan sumber daya manusia yang terlibat dengan proses bisnis perusahaan. Personel yang memiliki kompetensi sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaannya akan memiliki kemampuan untuk menerapkan pengetahuannya ke dalam pekerjaan, sehingga menjanjikan produktivitas dalam menghasilkan produk/jasa dan effectiveness dalam pemanfaatan sumber daya.

b. Methods atau metode, merupakan cara atau bagaimana proses bisnis dilakukan dan ketentuan atau persyaratan khusus untuk melakukan sesuatu, baik itu kebijakan, prosedur, aturan, peraturan, dan hukum.

(9)

c. Machines atau mesin, merupakan segala bentuk peralatan, komputer, alat, dan lainnya yang diperlukan selama proses bisnis berlangsung untuk menyelesaikan pekerjaan.

d. Materials atau bahan, merupakan bahan- bahan yang diperlukan selama proses produksi, seperti bahan baku, suku cadang, pena, kertas, dan lainnya yang digunakan untuk menghasilkan produk akhir.

e. Measurement atau pengukuran, merupakan data yang dihasilkan dari proses yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas barang atau jasa.

f. Environment atau lingkungan, merupakan kondisi seperti lokasi, waktu, suhu, maupun budaya dimana suatu proses beroperasi. Dalam hal ini adalah perusahaan dan proses bisnisnya.

5. Penelitian terdahulu

Penelitian terdahulu digunakan sebagai referensi menunjang penelitian yang dilakukan saat ini. Selain itu, penelitian terdahulu berfungsi sebagai tolok ukur melakukan analisa yang akan digunakan. Adapun beberapa penelitian terdahulu yang membahasa tentang pengendalian kualitas produk adalah sebagai berikut:

Muhammad (2016) melakukan penelitian tentang Usulan Perbaikan Pengendalian Kualitas Produk Celana Panjang Dengan Menggunakan Metode FMEA (Failure Mode And Effect Analysis) Di CV. Sixteen Denim Scale. Hasil penelitian menunjukan terdapat noda pada produk disebabkan oleh kurang telitinya pengecekan dalam proses pengawasan. Tidak adanya prosedur pengecekan produk pada proses penjemuran. Bahan baku kotor

(10)

yang ternyata tidak bisa dihilangkan dalam tahap pencucian. Rencana perbaikan menggunakan metode FMEA adalah mengusulkan kepada bagian pembelian bahan untuk memeriksa terlebih dahulu kain yang akan dibeli dan melakukan pemilihan supplier agar bahan yang dibeli berkualitas baik.

Berdasarkan penelitian Isma (2018) mengenai Analisis Cacat Produk Baju Muslim Di PD. Yarico Collection Menggunakan Metode Failure Mode Effect Analysis menunjukan bahwa penyebab kegagalan

paling dominan adalah proses pressing. Rekomendasi perbaikan menggunakan metode FMEA adalah menambah Fasilitas penunjang kenyamanan saat bekerja. Melakukan pengawasan secara menyeluruh dan berkala.

Atika (2015) melakukan penelitian tentang Analisis Upaya Pengendalian Kualitas Kain Dengan Metode Failure Mode And Effect Analysis (Fmea) Pada Mesin Shuttel Proses Weaving Pt Tiga Manunggal Synthetic Industries. Hasil penelitian menunjukan ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya defect yaitu faktor manusia kurang teliti bagian operator, kurangnya kemampuan faktor mesin, faktor material yang digunakan tidak sesuai dengan spesifikasi, faktor lingkungan suhu yang tinggi di sekitar lantai produksi dan penerangan yang kurang pada beberapa tempat tertentu. Usulan perbaikan yang bisa diberikan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan memperhatikan lingkungannya sebagai faktor pertama yang harus diperbaiki lebih lanjut. Dengan

(11)

lingkungan yang tidak nyaman menyebabkan kinerja operator tidak maksimal.

Penelitian Zulfi (2016) mengenai Usulan Perbaikan Kualitas Produk Celana Jeans Dengan Menggunakan Metode Failure Mode And Effect Analysis (Fmea) menunjukan bahwa pada proses produksi celana jeans memiliki beberapa jenis cacat diantaranya cacat bahan, benang loncat, benang putus, jahitan lubang kancing tidak presisi, dan posisi bartack tidak sesuai tempatnya. Terdapat 10 potential cause/penyebab cacat yang termasuk kritis berdasarkan RPN tertinggi menggunakan metode Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) dan hasil analisis diagram pareto.

Evan (2019) melakukan penelitian mengenai Analisis Defect dengan Metode Fault Tree Analysis dan Failure Mode Effect Analysis.

Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor terbesar terjadinya kecacatan produk adalah faktor human error. potensi terjadinya kecacatan produk adalah potensi jahitan tidak rapi pada bagian kantong, potensi jahitan melebihi ukuran pada bagian samping, dan potensi jahitan tidak lurus pada bagian bahu. Solusi dari permasalahan tersebut adalah pembuatan System Operating Procedure baru yang lebih terintegritas agar tingkat terjadinya

kecacatan dapat menurun dan membuat form pengecekan mesin secara berkala.

Candra (2014) melakukan penelitian mengenai Implementasi Pengendalian Kualitas Dengan Metode Statistik Pada Proses Produksi Pakaian Bayi Di Pt Dewi Murni Solo. Hasil penelitian metode FMEA

(12)

menunjukan bahwa penulis ingin memberikan beberapa saran yaitu lebih memperketat pengawasan saat proses produksi dengan seminimal mungkin tidak mengurangi kenyamanan kondisi kerja karyawan, memperketat pemilihan supplier dan menyediakan tempat penyimpanan yang kering, membuat standar kerja tertulis, menetapkan jadwal perawatan mesin, menyuplai persediaan secukupnya.

Erlangga (2017) melakukan penelitian mengenai Penerapan Pengendalian Kualitas Menggunakan Metode Fault tree Analysis dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Untuk Meminimasi Pada Produk Sweater. Hasil penelitian menunjukan permasalahan yang terjadi pada bagian produksi di Home industry Era Baru Q95 yaitu bahwa kecacatan pada produk sweater melibihi toleransi yang telah di tetapkan yaitu 2%. Jenis cacat yang ada yaitu terdapat 5 jenis cacat yaitu cacat bolong, cacat rajut, cacat lubang kecil, cacat runner, dan cacat noda.

Penyebab kecacatan yang terjadi teridiri dari beberapa faktor yaitu diantaranya manusia, mesin, metode, dan lingkungan.

Perbedaan dan persamaan penelitian ini dengan beberapa penelitian diatas adalah penelitian ini sama-sama menggunakan alat analisis diagram pareto untuk mengetahui jenis kecacatan tertinggi pada perusahaan dan diagram sebab-akibat untuk mengetahu penyebab kecacatan pada perusahaan. Perbedaan pada penelitian ini terletak pada jenis kecacatan yang berbeda dengan penelitian terdahulu, focus penelitian produk perusahaan yang berbeda, dan tempat penelitian yang berbeda.

(13)

6. Kerangka Pikir

Kerangka pikir digunakan peneliti menggambarkan pengendalian kualitas yang dilakukan pada UMKM Shaka Store. Memprioritaskan masalah terbesar hingga terkecil, mengidentifikasi penyebab kegagalan, dan memberikan solusi masalah perusahaan. Berikut adalah kerangka pikir pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Kerangka Pikir

Sumber : UMKM Shaka Store (2020)

Berdasarkan kerangka pikir diatas, hasil yang ingin dicapai adalah mengetahui solusi untuk mengurangi kecacatan yang terjadi pada produk kaos combed UMKM Shaka Store. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan adanya analisis menggunakan diagram pareto, diagram sebab akibat, dan analisis deskriptif kualitatif.

Diagram Pareto 1. Jumlah

kecacatan 2. Jenis

kecacatan 3. Penyebab kecacatan

Diagram Sebab Akibat 1. Faktor manusia 2. Faktor lingkungan 3. Faktor mesin 4. Faktor bahan baku

Analisis Deskriptif Kualitatif 1. Jumlah

kecacatan 2. Penyebab kecacatan 3. solusi

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan optimalisasi kinerja dan penyederhanaan servis, alat berat kami membantu Anda memindahkan lebih banyak material secara efisien dan aman dengan biaya per ton yang lebih

Untuk membandingkan karakteristik (vswr, return loss dan pola radiasi) antara pengukuran dan hasil simulasi, dimensi antena ditingkatkan dan frekuensi resonansi

Perwujudan kemauan politik semacam ini diharapkan terjadi secepatnya, karena sangat dibutuhkan bukan hanya dalam rangka menghadapi transisi dalam produksi kayu tropika

International Space Law” mengemukakan tentang pengertian yurisdiksi negara dengan menyatakan sebagai berikut : “Yurisdiksi negara dalam hukum internasional berarti

Peningkatan pendapatan asli daerah dan belanja tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi sesuai dengan hukum Wagner yang mengatakan bahwa pendapatan per

Hal ini dilakukan untuk mengembalikan dan meningkatkan kondisi alat, sehingga pengujian dapat dilakukan dan data yang diperoleh lebih akurat, perbaikkan dilakukan pada

Dari penelitian ini, hasil yang didapat adalah pengklasifikasian suara berdasarkan jenis kelamin atau gender dapat dilakukan dengan suatu metode ekstraksi ciri

Penanganan wanita hamil dengan epilepsi perlu mendapat perhatian khusus mengingat kemungkinan terjadinya komplikasi baik pada ibu maupun bayi.Memang sebagian besar wanita