• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT SUNGSANG PADA TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT SUNGSANG PADA TAHUN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

169

PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT SUNGSANG PADA TAHUN 1990-2015

Diki Tri Apriansyah Putra

Mahasiswa Program Magister Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya - Universitas Indonesia

Email : diki97apriansyah@gmail.com ABSTRAK

Artikel ini membahas tentang perubahan sosial masyarakat maritim Sungsang yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera, tepatnya di wilayah Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Sungsang terdiri dari lima desa yang mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai nelayan dan pedagang. Perkembangan zaman yang berjalan dengan cepat telah banyak memengaruhi kehidupan masyarakat Sungsang di berbagai bidang, seperti sosial, ekonomi, dan budaya. Rumusan masalah yang diambil dalam penelitian ini yaitu bagaimana perubahan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Sungsang pada kurun waktu 1990-2015.

Kemudian penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan- perubahan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Sungsang pada kurun waktu tersebut. Penelitian ini menggunakan metode historis (heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi) dengan teknik pengambilan data berupa kajian literatur dan sejarah lisan (wawancara). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan cukup siginifikan masyarakat Sungsang dalam bidang sosial, ekonomi, dan budaya sejak kurun waktu 1990-2015 sebagai bentuk dari kemajuan zaman. Dalam hal ini, identitas kemaritiman masyarakat Sungsang sedikit banyak terdegradisi akibat arus modernisasi yang masuk ke kawasan tersebut.

Kata kunci : Perubahan Sosial, Masyarakat, Sungsang ABSTRACT

This article writes about the social changes of the Sungsang maritime community in the East Coast of Sumatra, precisely in the Banyuasin Regency, South Sumatra. Sungsang consists of five villages where the majority of the people work as fishermen and traders. The fast development of the era has influenced the life of the Sungsang community in various fields, such as social, economic, and cultural. The formulation of the problem which taken on this research is how the social, economic, and cultural changes of the Sungsang community during 1990-2015 year. Then this research aims to identify the social, economic, and cultural changes of the Sungsang community during that

(2)

170

time. This research uses historical methods (heuristics, source criticism, interpretation, and historiography) by collecting data techniques in the form of literature review and oral history (interviews). The results of this research indicate that there have been significant changes in the Sungsang community in the social, economic, and cultural aspects since 1990-2015 year as a form of progress. In this case, the maritime identity of the Sungsang community is degraded due to the modernization that has entered the area.

Keywords : Social Change, Community, Sungsang

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan sebuah negara yang identik dengan narasi kemaritiman karena lebih dari setengah luas wilayahnya merupakan wilayah perairan dengan komposisi pulau-pulau yang terintegrasi satu sama lain membentuk satu entitas politik secara keseluruhan. Indonesia memiliki banyak sekali kepulauan yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke. Gugusan-gugusan pulau tersebut dihuni oleh bangsa Indonesia yang tersebar luas baik di pedasaan maupun di perkotaan.

Setiap pulau memiliki keragaman dan kemajemukan tersendiri, karenanya identitas bangsa Indonesia lebih dikenal sebagai bangsa yang heterogen.

Sebagai sebuah negara yang didominasi wilayah perairan luas, maka sebagian besar penduduk Indonesia tersebar di berbagai kawasan pesisir, baik di laut maupun di sungai. Diperkirakan ada sekitar empat puluh juta penduduk Indonesia yang tinggal di kawasan pesisir, tersebar di 4.735 desa yang sebagian besar diantaranya terletak di wilayah perkotaan1. Penduduk yang tinggal di pesisir ini telah ada sejak turun-temurun sehingga mereka mampu membangun kebudayaan sendiri yang bercirikan laut. Kenyataan ini yang kemudian menguatkan bahwa sesungguhnya identitas masyarakat pesisir diwujudkan dalam bentuk masyarakat maritim2. Dilihat hampir seluruh peristiwa dan aktivitas keseharian masyarakat termasuk kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya tidak pernah luput bersinggungan dengan air, baik itu dalam konteks lautan maupun dalam konteks wilayah perairan yang terbentang di

1 Susilowati, Endang. 2017. Etnis Maritim dan Permasalahannya. Sabda : Jurnal Kajian Kebudayaan.

Vol. 7. No. 1: 1-18. Hal . 2

2 Sastrawidjaja. 2006. Serba-Serbi Masyarakat Maritim. Jakarta: Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan. Hal. 14

(3)

171

daratan (sungai, danau, rawa, dan sebagainya)3. Menurut Susanto Zuhdi, pola negara Indonesia memiliki dua karakter, pertama sebagai negara laut-persungaian dan kedua sebagai negara persawahan-dataran rendah4. Oleh karena itu, identitas kemaritiman cukup identik dengan Indonesia yang sebagian besar penduduknya merupakan masyarakat pesirir.

Pulau Sumatera terletak di bagian paling barat Indonesia. Pulau ini terbagi dua oleh pegunungan Bukit Barisan yang membentang dari utara sampai selatan pulau.

Pembagian ini membuat wilayah barat Sumatera memiliki karakter berbukit-bukit dan wilayah timur berkarakter landai serta datar (rendah)5. Kawasan timur Sumatera berhadapan langsung dengan Selat Malaka, sehingga rata-rata masyarakat yang bertempat tinggal di daerah ini menggantungkan kehidupannya di air. Dari sini kita bisa melihat bahwa wilayah paling timur Sumatera didominasi oleh masyarakat maritim yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan. Salah satu wilayah pantai timur tersebut masuk ke dalam kawasan admnistrasi Provinsi Sumatera Selatan.

Provinsi Sumatera Selatan secara tidak langsung terbagi menjadi dua bagian penting, yaitu pertama merupakan kawasan pantai timur Sumatera, dan kedua sebagai kawasan dataran tinggi Bukit Barisan. Di kawasan timur Sumatera Selatan, terdapat banyak sekali wilayah-wilayah yang dihuni oleh masyarakat maritim dengan mayoritas pekerjaan sebagai nelayan sungai dan laut. Secara administratif wilayah- wilayah tersebut masuk kedalam kawasan Kabupaten Banyuasin dan Kabupaten Ogan Kemering Ilir (OKI). Di kawasan inilah masyarakat maritim Sumatera Selatan hidup. Tetap mempertahankan identitas kemaritimannya yang telah terjalin selama puluhan tahun. Turun-temurun meneruskan tonggak sejarah kemaritiman khas

3 Utomo, Ilham Nur and Sholihah, Fanada. 2019. Dari Hilir Ke Hulu: Perkembangan Sejarah Maritim Indonesia Dan Selingkar Permasalahannya. Seminar Nasional dan Temu Alumni HMPS 2019. FIS UNY Yogyakarta. Hal. 1

4 Zuhdi, Susanto. 2006. Laut, Sungai, dan Perkembangan Peradaban: Dunia Maritim Asia Tenggara, Indonesia dan Metodologi Srukturis. Makalah dipresentasikan pada Konferensi Nasional Sejarah VIII, Jakarta 14-16 November 2006. Hal. 7

5 Asnan, Gusti. 2018. Lanskap Budaya Maritim Sumatera. Makalah: Seminar Nasional Universitas Negeri Medan. 26 Desember 2018. Hal 2

(4)

172

Kedatuan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang. Jadi, salah satu daerah yang termasuk didalam kawasan pantai timur Sumatera Selatan ini adalah Desa Sungsang.

Sungsang merupakan sebuah wilayah pedesaan yang terletak di kawasan Pantai Timur Sumatera, lebih tepatnya di Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Pola pemukiman masyarakat Sungsang berbentuk memanjang, sepanjang aliran muara Sungai Musi yang berpapasan langsung dengan Selat Bangka. Wilayah Sungsang terbagi menjadi lima desa yaitu Desa Muara Sungsang, Desa Sungsang I, Desa Sungsang II, Desa Sungsang III, dan Desa Sungsang IV. Sungsang berada di wilayah paling timur Provinsi Sumatera Selatan serta berbatasan langsung dengan Provinsi Bangka-Belitung. Kondisi geografis Sungsang yang berada tepat dipinggiran sungai dan laut membentuk identitas tersendiri bagi masyarakat Sungsang yang mereka sebut sebagai masyarakat maritim6. Hal ini berkaitan erat dengan pola hidup mereka yang sangat bergantung pada air sebagai sarana transportasi, ekonomi, sosial, dan budaya.

Seiring berjalannya waktu, laju perkembangan zaman sedikit banyak mempengaruhi daerah-daerah di Indonesia. Disadari atau tidak perkembangan ini membawa perubahan yang cukup signifikan dalam masyarakat, meskipun terkadang perubahan tersebut tidak selamanya mencolok atau berpengaruh pada kehidupan luas.

Perubahan tersebut dapat diidentifikasi dengan cara membandingkan situasi kehidupan masyarakat yang bersangkutan dalam kurun waktu tertentu dengan situasi kehidupannya di masa lalu7. Dari sini kita bisa melihat perubahan-perubahan apa saja yang terjadi pada masyarakat tersebut.

Salah satu pemicu munculnya perubahan-perubahan didalam masyarakat ialah modernisasi. Modernisasi adalah proses transformasi dari suatu arah perubahan ke arah perubahan yang lebih maju atau meningkat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat (kesejahteraan)8. Modernisasi sering diartikan sebagai sebuah proses

6 Wawancara dengan Napian Pada 28 Oktober 2020

7 Rosana, Ellya. 2011. Modernisasi dan Perubahan Sosial. Jurnal: TAPIs Vol. 7 No. 12. Hal. 31

8 Ibid, h. 33

(5)

173

perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan tradisional menuju ke masyarakat yang modern9. Sedangkan, masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya berorientasi pada nilai-nilai budaya yang terarah kedalam peradaban masa kini10. Jadi, Modernisasi pada hakikatnya merupakan suatu proses perubahan atau pembaharuan yang terjadi di masyarakat dimana perubahan tersebut dapat mencakup berbagai bidang apa saja, seperti sosial, politik, ekonomi, budaya, dan lain sebagainya.

Modernisasi tidak bisa dilepaskan begitu saja dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat. Tentu perkembangan tersebut tidak lagi hanya berlaku pada masyarakat yang tinggal di kota-kota besar, tetapi juga sudah mulai masuk ke desa-desa untuk memfasilitasi masyarakat yang berada di wilayah pedalaman. Oleh karena itu, modernisasi dan perkembangan ini memicu perubahan- perubahan besar di dalam masyarakat pedesaan. Tulisan ini ditujukan untuk mengidentifikasi perubahan-perubahan pada masyarakat pedesaan yang secara langsung terpapar arus modernisasi. Dalam hal ini, penulis mencoba mengamati perubahan-perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang terjadi pada masyarakat Sungsang. Apakah perubahan tersebut membawa dampak positif bagi masyarakat Sungsang, atau sebaliknya perubahan tersebut membawa dampak negatif bagi perkembangan lebih lanjut masyarakat Sungsang.

Terdapat beberapa kajian ilmiah yang membahas tentang perubahan- perubahan masyarakat di pedesaan, terlebih khusus kajian tentang masyarakat Sungsang. Penulisan memberikan contoh dua kajian ilmiah tersebut, seperti contoh artikel Efrianto yang berjudul Potret Nelayan Sungsang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Dalam tulisannya, Efrianto menjelaskan tentang stratifikasi sosial masyarakat Sungsang, jenis-jenis kapal, pembagian kerja, alat

9 Yuristina, Adelina. 2017. Keterkaitan Pendidikan, Perubahan Sosial Budaya, Modernisasi Dan Pembangunan. Ijtimaiyah: Jurnal Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fitk Uin Su Medan. Vol. 1 No. 1 Hal. 8

10 Djoh, Diana Andayani. 2018. Dampak Modernisasi Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat Tani Di Desa Kambata Tana Kabupaten Sumba Timur. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (JEPA).

Volume 2, Nomor 4: 332-339. Hal. 333.

(6)

174

tangkap, dan pembagian hasil. Efrianto menjelaskan bagaimana masyarakat Sungsang begitu tergantung pada faktor-faktor lingkungan, musim, dan pasar. Efrianto juga menjelaskan bagaimana bentuk dan jenis kapal, serta alat tangkap ikan yang dapat mempengaruhi hasil pendapatan. Dan tak kalah pentingnya adalah sistem pembagian hasil kerja yang dapat berbentuk gaji atau berbagi hasil tangkapan ikan. Selain itu, terdapat juga artikel Yunindyawati, dkk yang berjudul Konflik Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Di Desa Sungsang Kecamatan Banyuasin Ii Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Dalam artikel ini, Yunindyawati, dkk lebih menjelaskan tentang konflik-konflik sosial yang pernah terjadi di wilayah Sungsang.

Tulisan ini cukup berbeda dari dua kajian diatas, karena fokus dalam tulisan ini yaitu perubahan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Sungsang. Asumsi yang dikembangkan pun berupa perkembangan zaman dan modernisasi seperti pembangunan infrastuktur desa, penetapan desa wisata, peningkatan lembaga pendidikan, sosial, dan lain-lain menyebabkan terjadinya perubahan sosial, ekonomi, dan budaya di dalam masyarakat Sungsang. Untuk mengidentifikasi perubahan- perubahan tersebut, penulis menggunakan metodologi dan pendekatan lazim yang digunakan pada ilmu sejarah seperti sejarah lisan (wawancara) untuk menggali data- data primer dan penelusuran literatur relevan untuk menggali data-data sekunder.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang gunakan pada penelitian ini adalah metode sejarah.

Metode sejarah merupakan metode penelitian dan penulisan sejarah yang menggunakan cara, prosedur, dan teknik sistematik sesuai dengan asas-asas dan aturan ilmu sejarah11. Adapun tahapan-tahapan yang dilalui penulis dalam penelitian ini, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Penelitian ini dilakukan di daerah Sungsang, Kec. Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Sebuah daerah yang kehidupan masyarakatnya sangat bergantung pada air, apalagi berada tepat di muara Sungai Musi yang berhadapan langsung

11 Daliman, A. 2015. Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Ombak. Hal. 24

(7)

dengan Selat Bangka. Alasan penulis menetapkan lokasi ini karena Sungsang dulunya merupakan sebuah daerah terisolir (hanya bisa ditempuh melalui jalur air). Setelah pemerintah daerah menetapkan Sungsang sebagai desa wisata budaya, dan pembangunan infrastruktur (termasuk akses jalur darat), barulah daerah ini bisa dicapai dengan mudah oleh banyak orang sehingga munculah perubahan-perubahan di dalam masyarakat Sungsang yang diakibatkan oleh masuknya arus modernisasi dari luar.

Batasan temporal dalam tulisan ini yaitu tahun 1990-2015, karena di tahun 1990 daerah Sungsang masih sangat tradisional dan belum tersentuh oleh arus modernisasi. Sedangkan untuk batas akhir, penulis mengambil tahun 2015 karena di tahun ini pemerintah kabupaten Banyuasin mulai aktif mengelolah potensi dunia maritim Sungsang dengan mengadakan pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum seperti jembatan, jalan, masjid, terminal, sekolah, pelabuhan dan lain sebagainya. Bahkan pemerintah kabupaten Banyuasin juga menggalakkan Sungsang sebagai desa wisata budaya yang mana hal tersebut tertuang pada Peraturan Daerah (PP) Kabupaten Banyuasin Nomor 28 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin Tahun 2012-203212.

Dalam proses pengambilan data primer, penulis menggunakan teknik sejarah lisan dengan mewawancarai tokoh-tokoh penting di wilayah Sungsang. Selanjutnya, penulis mencari data sekunder melalui penelusuran literatur-literatur yang relevan dengan daerah Sungsang, perubahan sosial, dan modernisasi. Setelah selesai mendapatkan data-data, penulis memverifikasi data-data tersebut dan menginterpretasikannya. Terakhir, penulis mengolah hasil data tersebut ke dalam bentuk artikel (historiografi) yang mana tulisan ini dapat diakses oleh banyak orang dan dihadirkan pada para sidang pembaca.

12 https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/33957. Diakses pada 1 November 2020 Pukul 19.45 WIB

(8)

PEMBAHASAN

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat seringkali bersinggungan dengan bidang sosial, ekonomi, dan budaya. Perubahan tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak faktor dan salah satunya adalah faktor modernisasi.

Berbicara tentang modernisasi tidak selalu mengarah pada perkembangan kota-kota besar, tetapi juga pedesaan-pedesaan kecil yang berada jauh dari pusat perkotaan.

Seiring perkembangan zaman, modernisasi tidak bisa dilepaskan dari perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan komunikasi. Semakin hari, daerah-daerah terpencil yang terisolir lambat laun mulai terbuka dan dapat dikunjungi banyak orang.

Termasuk wilayah Sungsang yang tadinya cukup terisolir, jauh, dan sulit untuk diakses, kini berubah menjadi daerah yang terbuka dan mudah didatangi oleh siapa saja.

Tentu apa yang menjadi citra atau wajah daerah Sungsang sekarang berbanding terbalik dengan kondisi wilayah Sungsang pada masa lalu. Perubahan- perubahan yang terjadi di daerah Sungsang baik dalam bentuk fisik maupun non-fisik merupakan komponen penting dalam penciptaan bentuk daerah Sungsang yang sekarang. Berbagai komponen-komponen modern seperti infrastruktur, transportasi, internet, peralatan elektronik, sarana komunikasi, lembaga pendidikan, lembaga sosial, dan lain-lain di Sungsang secara tidak langsung mengubah masyarakat yang tadinya tradisional menjadi modern.

Menurut Zulkarnain, sepanjang tahun 1990 sampai 2000 infrastruktur desa masih sangat sederhana dan jauh dari kata layak. Jembatan-jembatan penghubung antar rumah (jalan) masih terbuat dari kayu dan papan yang dipasang memanjang dari rumah ke rumah. Jenis kayu yang dipakai pun kebanyakan kayu nibung dan unglen, alasannya karena kuat dan mudah ditemukan disekitaran Sungsang. Rumah masyarakat Sungsang berada diatas lahan pasang-surut muara Sungai Musi13. Oleh

13 Wawancara dengan Zulkarnain Pada 28 Oktober 2020

(9)

karena itu, semua rumah warga berjenis rumah panggung14. Selain jalan desa yang masih sederhana, Sungsang juga tidak memiliki akses jalan darat yang menghubungkan Sungsang dengan daerah sekitarnya. Transportasi umum hanya bisa ditempuh menggunakan ketek (perahu kecil), perahu, atau speedboat melalui jalur air.

Jadi semua aktivitas masyarakat baik itu berupa interaksi sosial, perekonomian, bahkan budaya bergantung seluruhnya pada air (sungai). Sampai tahun 2012, pemerintah kabupaten Banyuasin mulai berencana membangun akses jalur darat menuju daerah Sungsang untuk mempermudah akomodasi antar desa, sekaligus mengingat potensi kemaritiman Sungsang yang dapat dikembangkan pemerintah lebih jauh lagi. Pembukaan jalur darat ini jelas mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat Sungsang baik dari segi sosial, ekomomi, dan budaya. Oleh karena itu, penulis mencoba mengidentifikasi perubahan-perubahan tersebut akibat pembangunan dan modernisasi di Sungsang.

Perubahan Sosial

Setiap masyarakat pasti akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat berbentuk perubahan-perubahan yang menarik atau tidak, cepat atau lambat, berpengaruh terbatas atau luas bagi masyarakat setempat maupun orang diluar masyarakat tersebut15. Menurut Soerjono Soekanto perubahan sosial adalah sebuah perubahan yang dapat berbentuk apa saja pada lembaga-lembaga kemasyarakatan baik dalam bentuk perubahan fisik maupun perubahan non-fisik yang dapat memberikan pengaruh pada sistem sosial masyarakat seperti nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola perilaku yang terjadi di dalam kelompok masyarakat tersebut16. Sepanjang tahun 1990 sampai 2015 telah banyak sekali perubahan fisik di daerah Sungsang yang kemudian memicu perubahan-perubahan yang bersifat non-fisik.

Semenjak dibangunnya infrastruktur desa seperti jalan desa (jembatan), jalan antar

14 rumah yang dibangun diatas permukaan tanah atau air yang meninggi keatas sekitar 3-4 meter dari permukaan tanah.

15 Lumintang, Juliana. 2015. Pengaruh Perubahan Sosial Terhadap Kemajuan Pembangunan Masyarakat Di Desa Tara-Tara I. Jurnal Acta Diurna. Vol. IV. No. 2. Hal. 1

16 Rosana, Ellya. 2011. Modernisasi dan Perubahan Sosial. Jurnal: TAPIs Vol. 7 No. 12. Hal. 34

(10)

desa, lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, lembaga sosial, dan lain-lain, perlahan-lahan meningkatkan kualitas kesajahteraan hidup masyarakat Sungsang.

Hadirnya berbagai infrastruktur desa sedikit demi sedikit menunjang kehidupan masyarakat Sungsang. Terhitung semenjak tahun 2005, pembangunan jalan desa (jembatan penghubung) semakin gencar dilakukan. Jalan yang tadinya terbuat dari kayu dan papan yang disusun secara memanjang, kini mulai digantikan dengan cor beton yang dapat menambah daya tahan beban dan umur jalan, sehingga masyarakat tidak perlu lagi harus melakukan perbaikan dan perawatan jalan secara rutin seperti dahulu. Pembangunan jalan desa yang semakin masif, akhirnya dapat mempermudah komunikasi antar warga desa. Warga tidak perlu lagi menggunakan perahu untuk berinteraksi sosial. Dengan adanya jalan ini, interaksi sosial masyarakat semakin mudah dijangkau sehingga aktivitas sosial masyarakat seperti gotong royong, acara keagamaan, perpolitikan desa, dan lain sebagainya dapat berjalan dengan lancar.

Selanjutnya, pada tahun 2012, Pemkab Banyuasin merencanakan pembangun jalan darat sepanjang delapan kilometer yang terletak di Desa Teluk Payo sampai Desa Marga Sungsang. Pembangunan jalur darat dibangun Pemkab Banyuasin yang dibantu oleh Pemprov Sumatera Selatan17. Menurut Zulkarnain, jalan ini sudah bisa digunakan pada tahun 2013. Pembukaan jalur darat ini menjadi tonggak awal perkembangan lebih jauh wilayah Sungsang dan sekitarnya18. Interaksi sosial desa baik itu dari dalam maupun dari luar dapat dengan mudah diakses oleh banyrak orang. Jadi, masyarakat Sungsang tidak lagi bergantung pada jalur air seperti dulu untuk melakukan aktivitas kesehariannya, tetapi cukup dengan menggunakan akses jalur darat.

Pesatnya pembangunan infrastruktur desa seperti yang dijelaskan diatas, menjadi catatan penting bagi masuknya modernisasi di wilayah Sungsang. Tentu pembangunan jalan raya yang menghubungkan antara Sungsang dengan ibukota

17 Zuhri, Saifuddin (25 Desember 2011) Diakses pada Rabu, 04 November 2020 pukul 20.00

18 Wawancara dengan Zulkarnain Pada 28 Oktober 2020

(11)

19 Wawancara dengan Matjari Pada 28 Oktober 2020

provinsi, dalam hal ini Palembang, menjadi faktor penting bagi perkembangan Sungsang selanjutnya. Pembangunan sekolah, terminal, pasar, penampungan ikan, pemancar sinyal, dan pembangkit listrik membuat daerah ini semakin lebih maju.

Masyarakat tidak lagi mengalami kesulitan dalam hal interaksi sosial, karena salah satu contoh dari perubahan sosial yang terjadi di masyarakat Sungsang adalah peningkatan kesejahteraan sosial itu sendiri.

Kondisi Sungsang yang semakin mudah untuk dijangkau banyak orang, membuat wilayah ini makin sering dikunjungi orang-orang luar, baik itu dengan alasan ekonomi ataupun dengan alasan menetap. Banyak orang-orang berdatangan ke Sungsang untuk bertransaksi ekonomi (jual-beli komuditi). Tidak jarang juga, banyak orang-orang dari luar Sungsang menetap dan menikah dengan warga setempat. Hal ini berpengaruh pada peningkatan demografi masyarakat Sungsang. Menurut Matjari, populasi penduduk di daerah Sungsang makin hari semakin meningkat. Bahkan untuk terakhir, Desa Sungsang I di pecah lagi menjadi tiga desa yaitu Desa Muara Sungsang, Desa Marga Sungsang, dan Desa Sungsang I. Pemekaran ini ditujukan untuk mempermudah masyarakat dalam mengakses pemerintahan desa. Komposisi masyarakat Sungsang terdiri dari banyak suku, seperti Suku Asli Sungsang, Suku Bugis, Suku Komering, Suku Jawa, Suku Ogan, dan Palembang19. Suku-suku tersebut melebur menjadi satu di Sungsang dan semuanya mengikuti aturan institusi sosial masyarakat Sungsang. Dengan demikian, kiranya Sungsang yang dewasa ini sangat berubah dari Sungsang yang duhulu. Perubahan sosial yang terjadi di Sungsang sedikit banyak mempengaruhi masyarakat, terlebih lagi perubahan tersebut dipicu oleh perkembangan zaman dan modernisasi.

Perubahan Ekonomi

Semenjak masifnya pembangunan infrastruktur desa yang dilakukan Pemerintah kabupaten maupun Pemerintah desa, sangat berpengaruh pada perubahan perekonomian Sungsang. Faktor yang paling dominan mempengaruhi perubahan

(12)

20 Wawancara dengan Matjari Pada 28 Oktober 2020

ekonomi di Sungsang yaitu pembangunan akses jalur darat antara Sungsang dan Palembang. Sebelum tahun 2013, setiap orang yang ingin berkunjung ke daerah Sungsang harus menggunakan transportasi air, karena ini satu-satunya jalur yang dapat diakses orang luar untuk menuju ke Sungsang apabila bertolak dari Palembang.

Perjalanan tersebut ditempuh selama tiga jam dengan menggunakan perahu cepat (speedboat) dari pelabuhan Pasar 16 atau pelabuhan Benteng Kuto Besak (BKB).

Seiring berjalannya waktu, permintaan masyarakat akan akses yang mudah ke Sungsang menjadi sorotan penting bagi Pemkab Banyuasin, disatu sisi lagi Pemkab Banyuasin juga ingin menjadikan Sungsang sebagai tempat rekreasi ekowisata dan pusat perekonomian kelautan. Atas tuntutan tersebut, dirasa perlu segera membenahi pembangunan jalur darat yang diperuntukkan bagi masyarakat Sungsang. Oleh karena itu, pada tahun 2013 Pemkab Banyuasin telah membangun jalur darat yang berhasil menyambungkan antara wilayah Sungsang dengan Desa Teluk Payo. Dari sini, perekonomian masyarakat Sungsang mengalami perubahan yang cukup drastis.

Dalam ranah ekonomi, perubahan yang terjadi di daerah Sungsang sangat dirasakan oleh masyarakat setempat. Infrastruktur desa yang di bangun secara bertahap dampaknya sangat dirasakan oleh masyarakat sekitar. Menurut Pak Matjari, tahun 1990 sampai 2000, kebanyakan masyarakat Sungsang bekerja sebagai nelayan sungai dengan menggunakan ketek (perahu kecil). Karena hanya sebatas mencari ikan di sungai, tentu hasil tangkapannya kurang memadai. Memasuki tahun 2005, teknologi perkapalan mulai berkembang pesat. Perahu-perahu besar yang biasa disebut masyarakat setempat sebagai kapal pompom, mulai banyak digandrungi warga untuk mencari ikan dikawasan Selat Bangka20. Tentu saja ikan yang ditangkap di Selat Bangka jauh lebih banyak ketimbang ikan yang ada di sungai-sungai.

Meningkatnya teknologi perkapalan menjadi bagian terpenting dalam rongga kehidupan perekonomian masyarakat Sungsang karena mereka sangat bergantung pada kehidupan laut atau hasil laut.

(13)

Selain teknologi perkapalan, bagian terpenting dalam perubahan perekonomian masyarakat Sungsang adalah infrastruktur dan fasilitas umum penunjang perekonomian masyarakat. Sepanjang tahun 1990 sampai 2000 awal, masyarakat Sungsang masih memiliki keterbatasan dalam mendistribusikan hasil laut mereka. Mereka diharuskan berangkat ke Palembang dengan menyusuri Sungai Musi untuk menjual hasil tangkapan mereka karena belum ada tempat penampungan ikan.

Baru setelah tahun 2005, mulai bermunculan tempat-tempat penampungan ikan, baik kepunyaan swasta maupun kepunyaan pemerintah desa. Tempat penampungan ini memang sangat dibutuhkan masyarakat karena hasil tangkapan mereka yang tidak bisa diprediksi jumlahnya. Walaupun demikian dampak yang harus ditanggung oleh masyarakat sekitar adalah harga jual tangkapan tidak bisa diatur sendiri melainkan ditentukan oleh pemilik penampungan yang telah berorientasi pada harga pasar kota.

Selanjutnya, perubahan ekonomi masyarakat makin terasa ketika dibukanya jalur darat. Masyarakat Sungsang dapat secara langsung mendistrubusikan hasil tangkapan mereka ke desa-desa lain atau bahkan langsung ke Palembang sebagai ibukota provinsi Sumsel. Selain itu, banyak orang-orang dari luar Sungsang berdatangan ke Sungsang untuk membeli ikan secara langsung dari para nelayannya sehingga harga yang ditawarkan pun sesuai dengan harga yang berlaku di Sungsang, bukan harga di kota. Disamping kemudahan dalam mendistribusikan hasil laut, masyarakat Sungsang jgua merasa terbantu akan adanya jalur darat karena kebutuhan pokok mereka baik itu sandang ataupun papan semakin mudah untuk didapatkan karena jalur darat yang menghubungkan langsung antara Sungsang dan Palembang. Sudah tentu harga-harga kebutuhan sehari-hari masyarakat turun drastis, tidak seperti dulu yang transportasi bergantung pada air.

Selain dari hasil laut, perubahan ekonomi masyarakat Sungsang makin terasa setelah daerah ini dinobatkan sebagai desa wisata budaya oleh Pemkab Banyuasin pada tahun 2012 melalui Peraturan Daerah (PP) Kabupaten Banyuasin Nomor 28 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin Tahun 2012-2032. Wujud perubahan perekonomian masyarakat Sungsang benar-benar

(14)

terdongkrak dari yang tadinya tradisional dan hanya bergantung pada hasil laut, kini menjadi lebih modern dengan mengandalkan pariwisata desa, baik itu wisata alam, budaya, maupun kuliner khas daerah kemaritiman. Para wisatawan mulai berdatangan ke Sungsang untuk menikmati suasana laut, lingkungan masyarakat maritim, kuliner khas laut, dan tentu hasil tangkapan laut. Wajah perekonomian masyarakat Sungsang berubah drastis, dari yang hanya mengandalkan hasil tangkapan ikan, sekarang dapat menjual produk-produk hasil olahan laut. Masyarakat Sungsang mulai berbondong- bondong membuka toko yang menjual berbagai macam jenis makanan berbahan dasar ikan dan udang. Komoditi utama yang ditawarkan masyarakat Sungsang pada wisatawan adalah pempek, terasi, dan kemplang. Strategi pemerintah dalam mengembangkan potensi wisata dan infrastuktur desa, benar-benar berdampak nyata pada perubahan ekonomi bagi masyarakat Sungsang.

Perubahan Budaya

Perkembangan zaman memang tidak bisa dihindarkan, terlebih lagi perkembangan tersebut banyak membawa sisi-sisi positif bagi masyarakat yang mau menerima perkembangan tersebut. Dilain hal terkadang kita lupa bahwa sesungguhnya perkembangan zaman tidak pernah nihil membawa sifat-sifat modernisasi. Menurut Sari, modernisasi adalah istilah untuk menyebutkan konsep usaha kemajuan zaman atau secara singkat sebagai usaha bertahan hidup seseorang atau sekelompok orang untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan kemajuan dunia sekarang21. Namun, buruknya usaha-usaha tersebut terkadang membawa perubahan- perubahan berupa pembiasan pada budaya masyarakat tertentu. Hal ini dikarenakan modernisasi lebih mengetumakan nilai-nlai kepraktisan daripada nilai-nilai filosofis.

Oleh karena itu beberapa tahun terakhir, budaya asli masyarakat Sungsang mulai mengalami penurunan karena sebagian besar masyarakatnya lebih betah terhadap tren terbaru. Masyarakat Sungsang yang telah tepapar langsung oleh pesatnya

21 Sari, Andang (2017). Perubahan Masyarakat dan Kebudayaan pada Era Modernisasi (Suatu Tinjauan Antropologi Hukum). Jurnal Kajian Ilmiah. Vol. 17. No.1 Hal. 5-6

(15)

modernisasi, sedikit demi sedikit mengalami perubahan karena memandang hal-hal yang modern jauh lebih praktis diterapkan.

Contoh paling mudah perubahan budaya yang dapat kita jumpai dari masyarakat Sungsang adalah adat perwakinan asli Sungsang. Pada era 1990 sampai 2005, adat istiadat pernikahan di daerah Sungsang masih sangat tradisional dan khas daerah Sungsang. Masyarakat dengan kompak berbondong-bondong bekerja sama dalam mempersiapkan pesta perkawinan bagi salah satu anggota masyarakatnya.

Menurut Pak Zulkarnain, seluruh warga turun serta membantu tuan rumah dalam mempersiapkan acara perkawinan. Dari mulai lamaran, penyiapan tempat pernikahan, pembuatan jembatan, mengarak kerbau, memasak dan membuat makanan, sampai menyiapkan pesta untuk memeriahkan acara pernikahan tersebut. Dulu, sekitar tahun 2000-2010, masyarakat yang membuat pesta perkawinan masih sangat kental sesuai adat istiadat yang berlaku di Sungsang. Tetapi setelah memasuki tahun 2010 sampai sekarang, ada beberapa adat yang dimodifikasi agar menjadi lebih praktis (efektif, hemat tenaga, dan menekan biaya). Seperti contoh misalnya, dulu orang yang melaksanakan pernikahan akan membeli seekor kerbau diri luar Sungsang yang kemudian kerbau tersebut digunakan sebagai pelengkap upcara adat istiadat daerah Sungsang. Setelah di beli, kerbau tersebut dinaikan ke atas rakit dan di diarak (diiringi) masyarakat di atas sungai. Semua warga ikut terlibat menyaksikan sekaligus mengarak kerbau tersebut hingga sampai ke tempat acara. Setelah sampai, kerbau tersebut langsung di sembelih dan kepalanya di letakkan di atas gerbang rumah penyelenggara acara perkawinan tersebut. Namun, ketika jalur darat telah dibuka, kerbau tersebut tidak lagi dibawa menggunakan rakit di sungai, tetapi cukup dibawa menggunakan mobil yang dapat diantarkan langsung kerumah si pembuat acara22. Jadi, proses pengiringan kerbau di atas sungai sudah tidak relevan lagi di pakai masyarakat setempat karena hadirnya opsi jalur darat yang jauh lebih praktis dan efisen.

22 Wawancara dengan Zulkarnain Pada 28 Oktober 2020

(16)

Selanjutnya, efek modernisasi sangat mempengaruhi perubahan memori kolektif masyarakat Sungsang terkait mitos-mitos, tradisi lisan, kearifan lokal, sejarah, dan kebudayaan setempat. Banyak sekali masyarakat yang mulai bias, kabur, dan lupa akan kisah-kisah sejarah, tradisi lisan, dan kearifan lokal tentang daerahnya sendiri. Menurut Pemangku Adat Sungsang, Bapak H. Napian mengatakan bahwa generasi penerus atau anak-anak muda di Sungsang nampaknya tidak lagi tertarik pada cerita-cerita sejarah, mitos, tradisi lisan, dan kearifan lokal asli Sungsang. Hal tersebut sebenarnya bukan karena di sengaja, tetapi lebih kepada modernisasi yang membuat mereka menjadi acuh tak acuh dan tidak tertarik pada hal-hal tradisional tersebut23. Terbukti ketika penulis mencoba menanyakan tentang identitas, sejarah, dan budaya Sungsang pada salah satu pemuda di balai desa, mereka sama sekali tidak bisa menjawab dan tidak mengetahui tentang asal-usul mereka sendiri. Memang bagi mereka hal tersebut tidak terlalu penting untuk dipikirkan, namun hal ini sudah cukup menjadi bukti bahwa setiap tahunnya terjadi penurunan identitas diri masyarakat Sungsang yang berakibat pada berubahnya budaya Sungsang.

KESIMPULAN

Perubahan-perubahan yang terjadi didalam masyarakat, baik itu perubahan sosial, ekonomi, dan budaya, sering kali disebabkan oleh pesatnya perkembangan zaman yang mendorong proses-proses modernisasi pada masyarakat. Persentuhan masyarakat Sungsang dengan dunia luar dan peran politik pemerintah menjadi faktor penting dalam perubahan-perubahan yang melanda daerah tersebut. Sudah tentu perubahan-perubahan itu tidak dapat dihindarkan, karena masyarakat dituntut untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman. Memang benar perubahan-perubahan tersebut banyak membawa dampak positif bagi masyarakat, tetapi bukan berarti perubahan itu meniadakan atau menutupi dampak negatif yang ditimbulkan.

Perubahan sosial dan ekonomi yang berkembang dari waktu ke waktu, semakin membentuk identitas atau citra baru bagi daerah Sungsang. Tetapi, efek yang ditimbulkan ialah lunturnya atau menurunnya eksistensi kebudayaan asli daerah

23 Wawancara dengan Napian Pada 28 Oktober 2020

(17)

Sungsang dimata masyarakat itu sendiri. Tentu hal ini sangat berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, karena sejatinya bangsa ini berdiri di atas kumpulan identitas-identitas luhur tersebut. Oleh karena itu, wajib kita pegang identitas ini sebagai nama baik bangsa dan negara.

DAFTAR PUSTAKA Buku dan Artikel

Asnan, Gusti. 2018. Lanskap Budaya Maritim Sumatera. Makalah: Seminar Nasional Universitas Negeri Medan. 26 Desember 2018

Daliman, A. 2015. Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Ombak. Hal. 24

Djoh, Diana Andayani. 2018. Dampak Modernisasi Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat Tani Di Desa Kambata Tana Kabupaten Sumba Timur. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (JEPA). Volume 2, Nomor 4: 332-339

Lumintang, Juliana. 2015. Pengaruh Perubahan Sosial Terhadap Kemajuan Pembangunan Masyarakat Di Desa Tara-Tara I. Jurnal Acta Diurna. Vol. IV. No. 2

Rosana, Ellya. 2011. Modernisasi dan Perubahan Sosial. Jurnal: TAPIs Vol. 7 No. 12

Sari, Andang (2017). Perubahan Masyarakat dan Kebudayaan pada Era Modernisasi (Suatu Tinjauan Antropologi Hukum). Jurnal Kajian Ilmiah. Vol. 17. No.1

Sastrawidjaja. 2006. Serba-Serbi Masyarakat Maritim. Jakarta: Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan

Susilowati, Endang. 2017. Etnis Maritim dan Permasalahannya. Sabda : Jurnal Kajian Kebudayaan. Vol. 7. No. 1: 1-18

Utomo, Ilham Nur and Sholihah, Fanada. 2019. Dari Hilir Ke Hulu: Perkembangan Sejarah Maritim Indonesia Dan Selingkar Permasalahannya. Seminar Nasional dan Temu Alumni HMPS 2019. FIS UNY Yogyakarta

Yuristina, Adelina. 2017. Keterkaitan Pendidikan, Perubahan Sosial Budaya, Modernisasi Dan Pembangunan. Ijtimaiyah: Jurnal Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fitk Uin Su Medan. Vol. 1 No. 1

Zuhdi, Susanto. (2006). Laut, Sungai, dan Perkembangan Peradaban: Dunia Maritim Asia Tenggara, Indonesia dan Metodologi Srukturis. Makalah dipresentasikan pada Konferensi Nasional Sejarah VIII, Jakarta 14-16 November 2006

Koran dan Website

(18)

https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/33957. Diakses pada 1 November 2020 Pukul 19.45 WIB

Zuhri, Saifuddin. 2011. Ke Sungsang Bisa Lewat Darat. Dalam Sripoku.com, 25 Desember 2011. Sumatera Selatan

Wawancara

Data Narasumber

No Nama Pekerjaan Umur Keterangan

1 Matjuri Nelayan 50 Tahun

Ketua Rt. 08 Desa Marga Sungsang

2 Zulkarnain Kepala Desa 37 Tahun Kepala Desa

Marga Sungsang

3 H. Napian Pedagang 58 Tahun Pemangku Adat

Sungsang

FOTO-FOTO

Gambar 1 Gambar 2

Pelabuhan Sungsang Gerbang Desa Sungsang

Gambar 3 Gambar 4 Jalan Desa

Pemukiman Masyarakat Sungsang

(19)

Gambar 5 Deretan Kapal Pompom Gambar 6 Komoditi khas Sungsang (Kemplang Udang, Terasi, dan Pempek Udang)

Gambar 7 Kepala Kerbau Gambar 8Acara Pernikahan

(Adat Istiadat Pernikahan Masyarakat Sungsang)

Gambar 9 Gambar 10

Wawancara Wawancara bersama bapak Zulkarnain

Bapak Matjari Kepala Desa Marga Sungsang

Ketua RT. 08 Desa Marga Sungsang

Referensi

Dokumen terkait

Pada dasarnya, pembinaan kesiswaan di sekolah merupakan tanggung  jawab semua tenaga kependidikan. Guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang kerap kali berhadapan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui manajemen pelestarian arsip statis daerah pada Badan Perpustakaan, Arsip, dan Dokumentasi (BPAD) Provinsi Sumatera Utara, dalam

[r]

Menurut Irawati (2005 : 22) ra- sio keuangan merupakan teknik ana- lisis dalam bidang manajemen keua- ngan yang dimanfaatkan sebagai alat ukur kondisi keuangan suatu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kunir putih yang telah dilakukan blanching dalam media asam sitrat 0,05%, 100°C selama 5 menit mempunyai kadar fenol total, flavonoid total,

disimpulkan conscientinous berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan hal ini ditunjukkan dengan karyawan PDAM Surya Sembada Kota Surabaya bagian

(4) Teori grafik yang penerapannya telah dikenal sejak lama merupakan alat bantu dalam mekanika

11 GG34 SARJANA MUDA SAINS AGROTEKNOLOGI (SAINS TANAMAN) 12 GG37 SARJANA MUDA SAINS GUNAAN (TEKNOLOGI MARITIM) 13 GP04 SARJANA MUDA KAUNSELING.. 14 GP08 SARJANA