• Tidak ada hasil yang ditemukan

Solution-Focused Brief Therapy (SFBT): Alternatif Pendekatan yang Membantu Mengatasi Permasalahan dalam Keluarga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Solution-Focused Brief Therapy (SFBT): Alternatif Pendekatan yang Membantu Mengatasi Permasalahan dalam Keluarga"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

250

SOLUTION-FOCUSED BRIEF THERAPY (SFBT): ALTERNATIF PENDEKATAN YANG MEMBANTU MENGATASI PERMASALAHAN DALAM KELUARGA

Meisiyana Rasulita Boru Sinurat

Jurusan Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya Email: meisiyana.17010014041@mhs.unesa.ac.id

Titin Indah Pratiwi

Jurusan Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya Email: titinindahpratiwi@unesa.ac.id

ABSTRAK

Situasi pandemi COVID-19 menimbulkan berbagai dampak negatif salah satunya adalah menurunnya keharmonisan keluarga dan hal ini dapat dilihat dari angka perceraian yang terjadi di Indonesia yang kian meningkat. Sebagai upaya membantu permasalahan keluarga, Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) berpotensi sebagai alternatif pendekatan dalam mengatasi permasalahan keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Solution-Focused Brief Therapy sebagai salah satu alternative pendekatan konseling yang dapat diterapkan pada konseli yang memiliki permasalahan dalam keluarga dengan kajian penelitian diantaranya: keefektifan SFBT, prosedur intervensi, teknik yang digunakan, serat sasaran (konseli) yang terlibat dalam konseling SFBT. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis isi dan hasil yang tersusun mengacu pada komponen-komponen 17 jurnal. Hasil dari penelitian ini melalui berbagai studi, SFBT terbukti berpotensi sebagai alternative pendekatan bagi konseli yang memiliki permasalahan dalam keluarga karena efektif dan berhasil mengatasi permasalahan keluarga yang disebabkan oleh salah satu anggota keluarga memiliki gangguan kesehatan mental, kurangnga keharmonisan dalam keluarga, serta menurunnya kesejahteraan psikologis salah satu anggota keluarga.

Kata kunci: Solution-Focused Brief Therapy, keluarga, permasalahan

ABSTRACT

The COVID-19 pandemic situation has had various negative impacts, one of them is the decrease in family harmony and it can be seen from the increasing divorce rate in Indonesia. As an effort to help family problems, Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) has the potential as an alternative approach in overcoming family problems. This study aims to describe Solution-Focused Brief Therapy as an alternative counseling approach that can be applied to counselees who have problems in the family with research studies including: effectiveness of SFBT, intervention procedures, techniques used, target fibers (counselees) involved in counseling. SFBT. The method used in this research is the content analysis technique and the results are arranged referring to the 17 journal components. The results of this study through various studies, SFBT has proven to be potential as an alternative approach for counselees who have problems in the family because it is effective and successful in overcoming family problems caused by a family member having mental health problems, lack of harmony in the family, and decreased psychological well-being. one family member.

Keywords: Solution-Focused Brief Therapy, family, family problems PENDAHULUAN

Lingkungan sosial yang langsung dihadapi oleh manusia sejak dini ketika baru lahir adalah lingkungan keluarga. Keluarga sebagai satuan terkecil dalam masyarakat menjadi salah satu indikator penting yang mempengaruhi perkembangan diri seseorang. Dalam

lingkup keluarga, secara umum terdapat beberapa susunan keluarga. Papalia (dalam Hildayani et al. 2014) menyatakan bahwa terdapat susunan keluarga yang terdiri dari orang tua (ayah dan ibu) dan beberapa anak dan disebut sebagai susunan keluarga Nuclear-Family.

(2)

251

Sedangkan keluarga yang beranggotakan kakek-nenek, sepupu, dan lain-lain adalah merupakan susunan keluarga yang disebut Extended-Family. Perbedaan susunan keluarga ini pun menjadi faktor penentu perkembangan anak. Anak yang diasuh langsung oleh orang tua memiliki perkembangan yang berbeda dengan anak yang diasuh oleh kakek-neneknya.

Selaras dengan penelitian empirik yang dilakukan oleh Fauziah, Kusumawardani, and Maryani (2018) yang menemukan bahwa anak yang diasuh oleh orang tua memiliki tingkat kemandirian yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang diasuh oleh kakek- neneknya. Namun seiring berjalannya waktu dan proses, orang tua dalam mengasuh anaknya tidak luput dari permasalahan seperti pembagian waktu antara bekerja dengan mengurus anak, kurangnya komunikasi yang tepat dengan anak, perbedaan pendapat antara ayah dan ibu dalam mendidik anak, dan masih banyak lagi. Permasalahan-permasalahan inilah yang akhirnya dapat mengurangi keharmonisan keluarga. Menurut Willis (2017) bahwa ketidakharmonisan keluarga dapat disebabkan oleh persoalan ekonomi, kesibukan anggota keluarga terutama pekerjaan orang tua (ayah maupun ibu), serta persoalan wawasan berkeluarga dari orang tua yang masih tergolong minim.

Keluarga yang harmonis dapat terlihat dari adanya kasih sayang antara orang tua – anak dan sebaliknya, kasih sayang antar ayah dan ibu, serta adanya hidup rukun dan saling menghargai antar anggota keluarga (Hadi, Putri, & Rosyada, 2020). Salah satu yang menyebabkan ketidakharmonisan dalam keluarga dapat berasal dari hubungan antara ayah dan ibu. Padahal peran ayah dan ibu sangat dibutuhkan oleh anak untuk memenuhi rasa aman dan kebahagiaan anak-anak.

Ketika hubungan antara ayah dan ibu memburuk seperti yang disebabkan oleh perceraian atau perpisahan, maka anak akan mengalami trauma, merasa tidak aman, serta merasa berbeda dari teman-temannya (Hurlock, 2003).

Di Indonesia, berbagai kasus perceraian keluarga meningkat pada tahun 2020 khususnya pada masa pandemic COVID-19. Beberapa berita nasional yang dipaparkan secara online menyatakan bahwa 306.688 kasus perceraian telah terjadi di Indonesia (Prihatin, 2020).

Sementara itu pada tahun 2020 juga, terdapat 979 anak mengalami kekerasan psikis dan 346 anak menjadi korban penelantaran (Wardah, 2020).

Perceraian merupakan salah satu ciri-ciri ketidakharmonisan dalam keluarga. Sebuah peneliti

studi kasus melakukan penelitian pada salah satu desa di Indonesia dan menemukan bahwa penyebab ketidakharmonisan/disharmoni dalam keluarga adalah kesibukan anggota keluarga, kurangnya waktu bersantai bersama, serta minimnya pengetahuan tentang keluarga (Hadi et al., 2020). Dampak disharmoni keluarga tidak hanya dirasakan oleh orang tua namun juga anak-anak. Disharmoni dalam keluarga dapat memengaruhi psikologis anak, perilakunya, sampai pada menurunnya prestasi belajar disekolah (Patmawati, 2017).

Permasalahan antara remaja dan orang tua memang kerap kali terjadi dan hal ini merupakan hal yang normal terjadi dalam suatu keluarga. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Apriyeni, Machmud, & Sarfika (2019) pada remaja di sebuah sekolah menunjukkan bahwa permasalahan yang terjadi pada remaja seperti remaja yang merasa kurang dimengerti oleh orang tua, orang tua yang kurang memahami sudut pandang dan cara berpikir remaja, serta perdebatan lainnya yang disebabkan oleh kesalahpahaman dan perbedaan pendapat antara orang tua dengan remaja. Sementara itu serupa dengan penelitian diatas, Fitriani & Lestari (2020) yang juga melakukan penelitian kualitatif mengenai permasalahan antara remaja dan orang tua menemukan bahwa permasalahan yang saat ini terjadi antara remaja dan orang tua adalah seputar remaja yang terlalu lama menggunakan gadget, kurang terkontrolnya waktu bermain dengan teman, menurunnya prestasi di sekolah, serta kebiasaan remaja dalam menunda-nunda tanggung jawab dirumah.

Dampak dari konflik antara remaja dan orang tua pun tidak sedikit diantaranya (Marpaung & Novitasari, 2017): (1) kurangnya komunikasi, (2) kurang kasih sayang, (3) Sering melamun dan berkonsentrasi pada saat belajar di kelas, (4) Adanya keinginan untuk bunuh diri, (5) prestasi belajar menurun. Banyaknya dampak bagi remaja yang terjadi karena konflik dengan orang tua, tidak menutup kemungkinan dapat menghambat proses pengembangan diri dan keharmonisan dalam keluarga, maka ketika konflik antara remaja dan orang tua terjadi, perlu segera diselesaikan agar tidak menghambat pengembangan dirinya dan menghindari ketidakharmonisan dalam keluarga.

Dalam dunia konseling, terdapat sebuah pendekatan dan teknik yang dalam sejarahnya digunakan untuk memecahkan permasalahan keluarga. Konseling pendekatan post-modern ini berlangsung secara singkat dan sangat terfokus pada solusi yang menjadi peluang

(3)

252

terpecahnya masalah konseli, bukan justru mendalami masalah konseli (Erford, 2015). Pendekatan ini disebut Solution-Focused Brief Counseling atau yang biasa disebut juga Solution-Focused Brief Therapy.

Pendekatan konseling/terapi SFBT dikembangkan oleh DeShazer dan istrinya, Insoo Kim Berg beserta rekan- rekannya yang lain melalui sebuah praktek terapi/konseling bagi keluarga yang bernama Brief Family Therapy Center (BFTC) dan semakin marak pada tahun 1980-an. Pada penerapannya, terapi/konseling SFBT kepada keluarga tidak hanya mengenai permasalahan keluarga, namun dapat juga mengenai permasalahan lain seperti perilaku anak dan berfokus pada keterlibatan aktif anggota keluarga dalam menjadi konseli pada konseling keluarga ini (Hsu, Eads, Lee, & Wen, 2020). Selain membantu memecahkan permasalahan perilaku anak, SFBT juga merupakan konseling yang dapat membantu konseli dengan anggota keluarga yang berstatus penyandang disabilitas (Nicholas, 2015; Lloyd & Dallos, 2008), serta konseli yang menderita mental illness atau mental disorder (Cepukiene & Pakrosnis, 2011; Ilbay & Akin, 2014; Eakes, Walsh, Markowski, Cain, & Swanson, 1997; Zhang, Yan, Du, & Liu, 2014; Zhang et al., 2014).

Konseling SFBT pada keluarga, telah dibuktikan efektif dalam penerapannya melalui penelitian meta- analisis yang dilakukan oleh Johnny S. Kim (2008).

Penelitian tersebut mengungkapkan SFBT telah diterapkan pada konseli dengan permasalahan yang disebabkan oleh masalah keluarga, baik yang melibatkan seluruh anggota keluarga dalam penerapannya, sepasang suami-istri, sampai anak-anak yang menjadi konseli pada praktek ini. Hal ini membuktikan bahwa konsep konseling SFBT tidak diragukan lagi jika diterapkan pada konseli yang memiliki permasalahan yang disebabkan oleh masalah keluarga. Seorang konselor menuliskan pengalamannya dalam melayani konseling keluarga, permasalahan-permasalahan yang kerap kali dibawa konseli kepada konselor diantaranya perdebatan antar anggota keluarga, perpisahan antar anggota keluarga, sampai kepada keluarga yang anggotanya mengalami gangguan belajar atau sosialiasi (Sumarwiyah, Zamroni, & Hidayati, 2015).

Meski pada beberapa penelitian mengemukakan salah satu hambatan dari konseling keluarga adalah peran anggota keluarga yang kurang optimal sehingga konseling tersebut tidak dapat membuahkan hasil yang

maksimal (Sumarwiyah et al., 2015), namun pada penelitian kualitatif ini akan memberikan gambaran kepada konselor-konselor bahwa Solution-Focused Bried Therapy (SFBT) tetap dapat dijadikan sebagai konseling keluarga khususnya kepada anak atau orang tua yang membutuhkan bantuan konselor terkait permasalahan keluarga mereka meski dalam pelaksanaannya hanya melibatkan sebagian anggota keluarga (anak atau orang tua). Melalui pengalaman dalam melakukan konseling keluarga, Sumarwiyah et al., (2015) menyatakan bahwa dengan sistem Solution- Focused Brief Therapy (SFBT) yang berfokus pada pembuatan dan pemutusan solusi yang disetujui bersama (konseli dan anggota keluarga lain yang terlibat dalam konseling) dapat mengatasi permasalahan dalam keluarga.

Maka penulisan studi kepustakaan ini menyajikan perbandingan penerapan Solution-Focused Brief Therapy pada lingkup keluarga dengan pokok kajian sebagai berikut:

1. Keefektifan/keberhasilan penerapan Solution- Focused Brief Therapy dalam konseling bagi konseli yang memiliki permasalahan dalam keluarga.

2. Prosedur penerapan Solution-Focused Brief Therapy dalam konseling bagi konseli yang memiliki permasalahan dalam keluarga.

3. Teknik yang digunakan dalam penerapan Solution-Focused Brief Therapy dalam konseling bagi konseli yang memiliki permasalahan dalam keluarga.

4. Sasaran (konseli) dalam konseling bagi konseli yang memiliki permasalahan dalam keluarga.

METODE

Jenis dan Rancangan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan (library research). Teknik dari metode penelitian studi kepustakaan adalah pengkajian dan penelaahan yang diperoleh dari berbagai macam literature seperti jurnal, buku, berita, dan literatur lainnya yang dianggap relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan (Nazir, 1988).

Agar penelitian studi pustaka ini dapat terlaksana secara efektif dan efesien, maka diperlukan prosedur penelitian yang sistematis yang dapat diterapkan oleh peneliti. Adapun prosedur penelitian studi kepustakaan ini disusun pada Bagan 1.1.

(4)

253

Bagan 1.1 Prosedur Penelitian Studi Kepustakaan Solution-Focused Brief Therapy (SFBT): Alternatif Pendekatan Yang Membantu Mengatasi Permasalahan

Dalam Keluarga

Sumber Data

Sebuah penelitian riset/studi kepustakan memerlukan data yang akan dijadikan sebagai bahan penelitian. Data untuk bahan penelitin ini tidak hanya terbatas melalui satu jenis data saja namun dapat diperoleh melalui berbagai cara lain (Zed, 2004).

Sumber data dalam penelitian mengenai penerapan Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) bagi konseli yang memiliki permasalahan dalam keluarga ini dapat diperoleh dari berbagai literatul yang relevan seperti buku, web page, berita online, serta berbagai jurnal yang diundur secara online melalui beberapa web diantaranya scholar.google.com, search.crossref.org scihub.wikicn.top, www.sciencedirect.com, www.researchgate.net.

Teknik dan Pengumpulan Data

Format catatan penelitian untuk mengumpulkan data mengenai penerapan Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) bagi konseli yang memiliki permasalahan dalam keluarga ini diperoleh dari jurnal

dan penelitian skripsi yang disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.1 Daftar Bahan Penelitian Kode Sumber

Data Tahun Penulis Temuan JN1 Penerapan

Solution- Focused Brief Group Therapy (SFBGT) Untuk Meningkat kan Self- Esteem Remaja Putri di Panti Asuhan X

2017 Grace Eugeni

a Sameve

, Debora Basaria , Santy Yanuar Pranaw

ati

Efektivitas dari Solution-

Focused Brief Group

Therapy (SFBGT)

untuk meningkatk

an self- esteem dari lima remaja di panti

asuhan tergolong

masih kurang.

JN2 Peningkata n

Dukungan Sosial Orang Tua dan Anak Skizofreni a Melalui Solution- Focused Therapy

2018 Sheilla Varadil

a Peristia nto, Sri Lestari

Pemberian Solution-

Focused Therapy pada orang tua mampu meningkatk

an dukungan

positif orang tua

kepada anaknya

yang menyandan

g skizofrenia.

JN3 Solution- Focused Brief Group Counseling (SFBGC) untuk Meningkat kan Self- Acceptanc e pada Anak Broken Home

2020 Sri Ayatina

h Hayati,

Amina h

Pendekatan Solution-

Focused Brief Counseling

terbukti meningkatk

an self- acceptance

remaja berlatar belakang keluarga broken

home.

(5)

254

Kode Sumber

Data Tahun Penulis Temuan JN4 Solution-

Focused Brief Therapy:

Mengatasi Ketakutan Pengambil

an Keputusan

untuk Menikah

Akibat Trauma Perceraian Orang Tua

dan Mayer- Rokitansky

-Kuster Haüster (MRKH) Syndrome

2014 Nanik Peran Solution-

Focused Brief Therapy

dapat diandalkan

dalam mengambil

keputusan untuk menikah

karena trauma perceraian orang tua.

JN5 Solution Focused Brief Therapy Untuk Meningkat kan Subjective Well-Being Pada Anak Korban Perceraian

2018 Martina Nur Frida

Ayu

Solution- Focused Brief Therapy meningkatk

an subjective- well being kepada anak yang terdampak perceraian orang tua.

JN6 Solution- Focused Therapy untuk Memperba iki Pola Komunika si Ibu dan Anak

2018 Hani Khairu nnisa

Intervensi Solution-

Focused Brief Therapy mengubah

hubungan ibu dan

anak terutama

dalam menjalin

pola interaksi

yang positif.

JN7 Solution- Focused Therapy

2018 Tia Safira

Pemberian intervensi Solution-

untuk Memperba iki Pola Komunika si Keluarga

Focused Brief Therapy berhasil merancang

solusi dan merubah

pola komunikasi

dalam keluarga menjadi lebih positif.

JI1 Assessing The Effectivene ss Of Solution- Focused Brief Therapy For Couples Raising A Child With Autism: A Pilot Clinical Outcome

2019 Brie Turns,

Sara Smock Jordan, Kevin Callaha

n, Jason Whitin g, Nicole Piland Springe

r

Efektif meningkatk

an kesejahtera

an dan kepuasan pernikahan

bagi pasangan suami-istri

yang kesulitan mengasuh anaknya

yang menderita

Autism Spectrum

Disorder (ASD) JI6 Solution-

Focused Brief Therapy With Children Who Stutter

2014 Alison Nichola

s

Membantu orang tua

dan anaknya yang gagap

dalam menyusun strategi/goa ls tanpa menjadikan keterbatasa

n anak sebagai

suatu masalah/ha

mbatan dalam kesejahtera

an keluarga.

(6)

255

Kode Sumber

Data Tahun Penulis Temuan JI7 Solution-

Focused Brief Therapy With Substance Using Individual:

A

Randomize d

Controlled Study

2016 Johnny S. Kim, Jody Brooke , Becci A.

Akin

Solution- Focused Bried Therapy mendukung

perubahan positif dan kesejahtera

an pada orang tua pengonsum

si penyalahgu

naan zat dan menderita

trauma dalam mengasuh anak-anak mereka.

JI8 The Effect Of Solution Focused Brief Approach On Adolescent Subjective Well- Being: An Experimen tal Study

2020 Bünya min Ateş

Pendekatan Solution-

Focused Bried Therapy meningkatk

an level subjective- well being

pada remaja.

JI9 The Implement ation Of Solution- Focused Brief Therapy To Increase Foster Care Placement Stability

2010 Jeffrey J.

Koob, Susan M.

Love

Solution- Focused Therapy meningkatk an stabilitas penempatan remaja di lingkungan

orang tua/keluarg

a asuh.

JI10 The Outcome Of Solution- Focused Brief Therapy Among

2010 Viktorij a Cepuki

ene, Rytis Pakros nis

Solution- Focused Bried Therapy

efektif dalam meningkatk

an

Foster Care Adolescent s: The Changes Of Behavior And Perceived Somatic And Cognitive Difficulties

perubahan positif pada

perilaku remaja

yang ditempatka

n di keluarga asuh/dirawa t oleh orang

tua asuh.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi (content analysis). Dalam hal ini, penulis mengidentifikasi suatu informasi atau data yang diperoleh dari berbagai literatur-literatur dengan sistematis sehingga dapat membuat suatu kesimpulan (Yusuf, 2016).

Pada penelitian ini penulis mengidentifikasi komponen-komponen yang terdapat dalam 17 jurnal baik nasional maupun internasional untuk melihat bagaimana potensi pendekatan Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) berpotensi sebagai alternative pendekatan konseling bagi konseli yang memiliki permasalahan dalam keluarga.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keefektifan Penerapan Solution-Focused Brief Therapy Kepada Konseli yang Memiliki Permasalahan dalam Keluarga

Berdasarkan 17 hasil penelitian diatas dapat terlihat bahwa Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) dapat membantu menangani berbagai macam permasalahan dalam keluarga diantaranya mampu meningkatkan self-esteem, self-acceptance, dan subjective well-being pada remaja dengan latar berlakang keluarga yang kurang mendukung (broken home, penempatan di panti asuhan, penempatan di keluarga asuh, serta perceraian orang tua). Selain itu intervensi Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) juga dapat diterapkan kepada orang tua yang mengalami permasalahan keluarga seperti tertekan, kurangnya kesejahteraan dalam mengasuh, rendahnya self-esteem yang disebabkan oleh keterbatasan anak- anak mereka (keterbatasan komunikasi, intelektual, serta penderita ASD). Dari sekian penelitian yang ada, SFBT juga terbukti dapat melakukan konseling yang

(7)

256

melibatkan seluruh anggota keluarga dan berhasil membuat pola komunikasi keluarga semakin baik serta mendorong keharmonisan keluarga.

Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) merupakan pendekatan berfokus solusi yang diterapkan kepada konseli dengan berbagai macam latar belakang permasalahan. SFBT pertama kali dikembangkan oleh De Shazer dan Berg pada tahun 1980-an dengan membuka sebuah praktek konseling keluarga yang disebut Brief-Focused Therapy Counseling (BFTC).

Seiring berkembangnya, banyak penulis perintis yang juga turut berkontribusi untuk mempertegas teori SFBT ini (Erford, 2015). Pemberian intervensi Solution- Focused Brief Therapy (SFBT) selain diberikan kepada pasangan-pasangan suami-istri yang mengalami konflik dalam keluarga, namun pendekatan ini juga dapat diberikan kepada seluruh anggota keluarga (Hsu et al., 2020), bahkan sampai dapat diterapkan dalam dunia pendidikan (Puspitasari & Purwoko, 2018).

Menerapkan suatu intervensi dapat dilakukan kepada konseli dengan berbagai latar belakang permasalahan namun salah satu kesuksesan dalam sebuah intervensi konseling dapat terlihat dari perubahan perilaku konseli apakah selaras dengan tujuan yang ingin dicapainya atau justru berbanding terbalik (Cormier, Nurius, &

Osborn, 2016).

Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) sebagai salah satu pendekatan dalam konseling keluarga efektif diberikan kepada keluarga dengan anak yang mengalami gangguan (Sumarwiyah et al., 2015). Sebanyak 6 dari 17 jurnal penelitian (JN2, JI1, JI2, JI3, JI4, JI6) telah membuktikan bahwa Solution- Focused Brief Therapy (SFBT) efektif diterapkan dalam keluarga yang kesejahteraannya terhambat dikarenakan oleh gangguan mental yang diderita salah satu anggota keluarga. Orang tua dengan anak yang mengalami gangguan akan lebih mudah stress daripada orang tua dengan anak normal/tanpa gangguan (Keller

& Honig, 2004). Sehingga agar dapat meminimalisir tekanan orang tua, Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) membantu meningkatkan kesejahteraan orang tua dalam mengasuh anak-anaknya yang mengalami gangguan (Turns, Jordan, Callahan, Whiting, &

Springer, 2019; Nicholas, 2015) serta mengubah perilaku dan pola pikir positif bagi orang tua yang mulai kesulitan dalam mengasuh anaknya yang menyandang gangguan mental (Peristianto & Lestari, 2018; Zhang et al., 2014; Lloyd & Dallos, 2008).

Keberhasilan Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) tidak hanya efektif bagi keluarga dengan anggota yang memiliki gangguan, lebih lagi juga efektif bagi anak-anak yang berasal dari keluarga

broken home dan bagi anak-anak yang ditempatkan di panti asuhan/keluarga asuh (foster care). Menurut Kementerian Sosial Republik Indonesia (2020) pengasuhan anak melalui foster care merupakan pengambilan sikap untuk meningkatkan perhatian dan kasih sayang kepada anak. Anak-anak yang ditempatkan pada orang tua (keluarga) asuh merupakan mereka yang kekurangan perhatian dan kasih saying dari orang tua sehingga melakukan perilaku-perilaku penyimpangan sosial (LKSA Harum Family Center, 2020). Sedangkan broken home (keluarga retak) disebabkan oleh konflik antar anggota keluarga yang berujung perceraian orang tua (Dagun & Keluarga, 2002). Anak yang berasal dari keluarga broken home akan mengalami berbagai dampak diantarnya seperti munculnya perilaku agresif (KW, Rozano, & Utami, 2016), rendahnya self-esteem (Amalia & Pahrul, 2019), keinginan bunuh diri (Aritonang, 2019), menurunnya prestasi dan motivasi belajar anak, serta dampak- dampak lain yang dapat memengaruhi kondisi psikologis anak (Gintulangi, Puluhulawa, & Ngiu, 2018). Agar broken home tidak semakin menghambat perkembangan anak, lembaga pendidikan dapat menjadi salah satu cara yang mampu membantu perkembangan diri anak.

Solution Focused Brief Therapy (SFBT) selain untuk keluarga dengan masalah yang disebabkan oleh gangguan anak, dapat juga diterapkan bagi anak-anak yang berada di lembaga pengasuhan anak seperti panti asuhan atau keluarga asuh dan telah dibuktikan oleh jurnal dengan kode JN1, JN3, JN4, JN5, JI9, JI10.

Pemberian intervensi Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) berdasarkan hasil dari 6 studi kualitatif tersebut baik secara individu maupun berkelompok sangat efektif dan sukses meningkatkan self-acceptance dan subjective well-being pada anak broken home (Hayati

& Aminah, 2020; Utami, 2018), merangkai kembali pemikiran positif kepada anak yang takut akan pernikahan karena trauma perceraian orang tua (Nanik, 2014), meningkatkan self-esteem pada anak yang tinggal di panti asuhan (Sameve, Basaria, & Pranawati, 2018), serta berdampak bagi anak yang berada di lingkungan keluarga asuh yakni meningkatknya kesejahteraan dan perubahan perilaku yang semakin positif pada anak (Koob & Love, 2010; Cepukiene &

Pakrosnis, 2011).

Prosedur Penerapan Solution-Focused Brief Therapy Kepada Konseli yang Memiliki Permasalahan dalam Keluarga

Keberhasilan yang dapat dicapai oleh setiap penelitian-penelitian diatas tentu di dukung oleh

(8)

257

bagaimana para peneliti menyusun prosedur intervensi yang digunakan dalam menerapkan Solution-Focused Brief Therapy (SFBT). Prosedur implementasi intervensi Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) yang paling sering diterapkan berdasarkan hasil penelitian-penelitian diatas adalah konseling yang disusun dalam 6 sesi, dengan durasi 60-90 menit per sesi konselingnya. Setiap sesi dilakukan dalam 1 hari.

Meskipun demikian, terdapat juga penelitian yang berhasil menerapkan konseling SFBT yang disusun dalam 2 sesi dengan durasi 90 menit pada sesi pertama dan 120 menit pada sesi kedua.

Sebagai perintis pendekatan Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) – Steve De Shazer, mengemukakan bahwa lebih dari 50% rata-rata kasus yang diberikan intervensi SFBT efektif diterapkan dengan konseling yang disusun dalam 6 sesi (Kim, 2013). Sementara itu, menurut Beyebach & Caranza (dikutip dari Lloyd & Dallos, 2008) menyatakan bahwa sesi SFBT dikatakan berhasil ketika konselor dapat mendengarkan konseli sedetail mungkin pada fase awal dan dapat memasuki fase akhir dengan durasi yang relative pendek, serta konselor yang mampu mendominasi sehingga tujuan konseling dapat lebih terarah dan terfokus. Selaras dengan hal ini, maka terlihat dalam 8 dari 17 studi kuantitatif (JN1, JN6, JN7, JI1, JI2, JI5, JI7, JI8) yang dikumpulkan sebagai bahan penelitian ini telah mengimplementasikan intervensi Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) dalam 6 sesi konseling kepada konseli dengan permasalahan yang terkait dengan hubungan antar anggota keluarga. Durasi untuk setiap sesi pun berbeda antara penelitian yang satu dengan yang lain. Pada jurnal dengan kode JI1, JI5, dan JI7 menerapkan 6 sesi konseling dengan durasi 60 menit tiap sesi dan prosedur intervensi ini telah berhasil meningkatkan kesejahteraan orang tua dengan anak penyandang Autism Spectrum Disorder (ASD), meningkatkan kesejahteraan pasien ortopedi melalui dukungan dari keluarga, serta membantu stabilitas emosi orang tua penyalahgunaan obat yang dapat memengaruhi pola pengasuhan pada anak (Turns et al., 2019; Cockburn, Thomas, & Cockburn, 1997; Kim, Brook, & Akin, 2018). Penerapan intervensi dengan sesi konseling yang berdurasi lebih dari 60 menit pun membuahkan hasil yang memuaskan. Terlihat pada jurnal dengan kode JN1 yang menerapkan 6 sesi konseling dengan durasi 50-80 menit per sesi berhasil meningkatkan self- esteem pada remaja yang tinggal di panti asuhan (Sameve et al., 2018). Sedangkan jurnal dengan kode JI2 dan JI8 melakukan 6 sesi konseling dengan durasi

90 menit persesinya juga sukses merangkai pola pikir positif kepada ibu-ibu dengan anak penyandang Autism Spectrum Disorder (ASD) dan mampu meningkatkan subjective well-being pada remaja (Zhang et al., 2014;

Bünyamin, n.d.).

Berdasarkan pemaparan diatas mengenai efektivitas dan ppenerapan Solution-Focused Brief Therapy dari 17 jurnal yang dikaji, Tabel 3 menyajikan klasifikasi permasalahan beserta langkah-langkah penerapan Solution-Focused Brief Therapy secara sistematis.

Tabel 4.2.1 Klasifikasi Permasalahan dalam Keluarga

Kod e

Permasala han dalam

keluarga

Langkah-langkah Solution- Focused Brief Therapy Kunci

Intervensi

Contoh Pertanyaan yang

diajukan konselor

JN1

Menurunn ya self- esteem pada remaja di panti asuhan

1. Establishin g

Relationshi p

2. Determinin g Goals 3. Designing 4. Implementi

ng Solutions 5. Focusing

on Positive New Behaviours and Changes

Tidak dituliskan peneliti

JN2

Minimnya dukungan sosial orang tua kepada anak penyandan g

skizofrenia

1. Sesi awal:

penjelasan tentang program intervensi dan eksplorasi masalah.

2. Sesi Inti:

menciptaka n

lingkungan nyaman, mendeskrip sikan masalah dan solusi, penetapan tujuan, reframing

Tidak dituliskan peneliti

(9)

258

dan umpan

balik.

Sesi akhir:

evaluasi

JN3

Motivasi berprestasi rendah yang dipengaruh i oleh latar belakang keluarga broken home

Penelitian dengan eksperimen post-test dan pre-test, observasi terstruktur, dan disajikan dalam instrumen check list dengan skala likert.

Tidak dituliskan peneliti

JN4

Takut menikah karena trauma perceraian orang tua dan menderita Mayer- Rokitansky -Kuster Hauster (MKRH) Syndrome

1. Formulasi masalah 2. Mendefinisi

kan tujuan intervensi 3. Menyusun

sebuah strategi intervensi 4. Membuat

langkah- langkah untuk meningkatk an

komitmen klien mencapai tujuan treatmen Penerapan intervensi

Tidak dituliskan peneliti

JN5

Menurunn ya subjective well-being anak akibat perceraian orang tua

- Sesi 1:

Rapport - Sesi 2:

Deskripsi masalah - Sesi 3 – 4:

goal setting - Sesi 5:

miracle question - Seis 6:

exception - Sesi 7:

Scalling

Pertanyaan terkait 1: “Apa yang akan kamu lakukan agar keluargamu menjadi lebih baik?”. “Buat dalam baki pasir tentang apa yang dapat

membuatmu merasa lebih baik di dalam keluarga!”

Pertanyaan terkait 2: “Apa yang akan kamu

- Sesi 8:

Pesan Solusi - Sesi 9:

Follow Up

lakukan agar kehidupan sekolahmu menjadi lebih baik?”. “Buat dalam

baki pasir tentang apa yang dapat

membuatmu merasa lebih baik

tentang sekolah!”

JN6 Pola komunikas i yang kurang harmonis pada ibu dan anak

- Sesi 1:

Building rapport dan kontrak tertulis mengikuti kegiatan intervensi.

- Sesi 2:

Penggalia n masalah.

- Sesi 3:

Komunika si problem.

- Sesi 4:

Evaluasi perubahan , tugas lanjutan.

- Sesi 5:

Evaluasi perubahan , the surprise task.

- Sesi 6:

Evaluasi perubahan dan terminasi.

Tidak dituliskan peneliti

JN7 Pola komunikas i yang kurang harmonis antara ayah, ibu, dan anak

- Sesi 1:

identikasi masalah &

asesmen kesiapan untuk berubah - Sesi 2:

Begin

1. Bagaimana anda melakukan hal tersebut?

2. Bagaimana anda memutuska n untuk melakukan hal tersebut?

(10)

259

Seeing

Solutions - Sesi 3:

Find GEMS (Goals, Exception s, Miracle Questions, Scalling, And Homewor k).

- Sesi 4:

Evaluation

& Surprise Task - Sesi 5:

Instill a Vission &

Feedback.

3. Bagaimana cara anda me-manage untuk melakukan hal tersebut?

JI1

Tekanan dan minimnya kepuasan dalam pernikahan dikarenaka n memiliki anak penyandan g Autism Spectrum Disorder (ASD)

Sesi 1:

a. Konseli mengident ifikasi masalah dan menetapka n tujuan.

b. Mencerma ti

pengecuali an (konselor memberi pertanyaan berskala, coping, dan kepercaya an diri konseli).

c. Konselor memberi pujian.

d. Tugas rumah.

Sesi 2-6:

a. Konselor menanyak an perubahan positif yang terjadi setelah

- Perbedaan apa yang Anda alami sejak meluangkan lebih banyak waktu untuk diri sendiri?

- Bagaimana Anda

mencegah hal- hal lebih buruk terjadi?

- Dalam skala 1 sampai 10, di

mana 10

adalah [tujuan mereka], di manakah Anda minggu ini?

- Ketika Anda naik satu poin pada skala [tentukan tujuan], akan terlihat seperti apa?

mengikuti pertemuan sebelumny a.

b. Menskala progress perubahan pada konseli.

c. Konselor memberik an pujian kepada konseli terhadap perubahan positif yang konseli lakukan.

d. Tugas rumah.

JI2

Tekanan yang dialami para ibu memiliki anak penyandan g Autism Spectrum Disorder (ASD)

- Sesi 1:

Mengenal satu sama lain - Sesi 2:

identifikasi masalah yang terjadi pada ibu - Sesi 3:

menetapkan tujuan secara individu dengan teknik miracle dan scaling question.

- Sesi 4:

menganalisa kemampuan /kekuatan yang dimiliki para ibu.

- Sesi 5:

Coping yakni mengulas kembali kekuatan dan sumber

Apa yang ingin Anda ubah dengan

berpartisipasi dalam grup ini

selama 5

minggu ke depan?

Seandainya keajaiban menyelesaikan masalah Anda, hal pertama apa yang akan memberi tahu Anda bahwa keajaiban telah terjadi?

Adakah saat ketika

masalahmu (misalnya, kehilangan kesabaran) tidak terjadi, atau lebih jarang terjadi?

Jika Anda berhasil dengan masalah Anda (sesi 2), bolehkah saya bertanya bagaimana Anda

(11)

260

daya yang

dimiliki Ibu - Sesi 6:

Review and plans yakni setiap ibu diminta mengulas kembali peningkatan yang dialami.

dapat

melakukannya?

JI3

Menurunn ya keharmoni san keluarga karena anggota keluarga yang mengidap skizofrenia

- Tim pengamat menyapa konseli dan keluarganya sebelum memulai setiap sesi - Konseli dan

keluarga melakukan intervensi bersama konselor, sedangkan tim pengamat melakukan observasi dari cermin satu arah - Menjelang

sesi berakhir, tim pengamat mengoment ari kekuatan dan sumber daya yang dimiliki keluarga dan konseli - Keluarga

dan konseli memberikan komentar terhadap komentar tim pengamat - Sesi diakhiri

dengan perpisahan

Tidak dituliskan peneliti

antara tim pengamat, konselor, dan konseli serta keluarga konseli.

JI4

Tekanan yang dialami orang tua dalam merawat anaknya yang memiliki keterbatasa n

intelektual (ID).

Wawancara dan observasi

Ketika Anda bangun, hal pertama apa yang Anda perhatikan yang akan memberi tahu Anda bahwa telah terjadi

keajaiban?

JI5

Kurangnya dukungan sosial dari keluarga kepada pasien ortopedi.

Tidak dituliskan

langkah- langkah intervensi SFT

secara detail

Jika Anda terbangun dan keajaiban terjadi,

bagaimana Anda melihat diri Anda di keadaan yang baru?

JI6 Rasa pesimisme keluarga yang merawat anak dengan keterbatasa n

komunikas i (gagap)

- Problem free- talk

- Menetapkan tujuan - Mengidentifik

asi harapan yang

diinginkan - Mencermati

hal-hal kecil yang tidak disadari/kuran g diperhatikan yang mungkin dapat menjadi kekuatan/sum ber daya - Menggunakan

teknik penskalaan - Sesi feedback

dan penutup - Tugas rumah

dan follow up

Jadi apa

harapanmu dari pembicaraan kita ini?

Bayangkan kamu bangun besok dan harapan terjadi.

Apa yang mulai Anda

perhatikan?

Siapa saja yang melihat Anda melakukan sesuatu yang berbeda?

Bagaimana respon mereka?

Dan jika mereka melakukan itu, bagaimana responmu?

JI7

Upaya orang tua untuk lepas dari

Wawancara dan observasi

Menurut Anda,

apa yang

berhasil, untuk

(12)

261

penggunaa

n narkoba dan pengaruhn ya terhadap kesejahtera an anak.

siapa, dan dalam kondisi apa?

JI8

Menurunn ya kesejahtera an subyektif pada remaja.

- Sesi 1:

Pengenalan tentang progtam intervensi &

manfaatnya.

- Sesi 2:

Sharing antar anggota (miracle question) - Sesi 3:

Exceptions yakni konseli diajak

mengeksplora si pengalaman yang dapat menciptakan emosi positif.

- Sesi 4:

Menetapkan solusi dan melihat sumber daya yang dimiliki konseli.

- Sesi 5:

menggambark an masa depan yang positif melalui solusi dan sumber daya yang sudah

ditemukan.

- Sesi 6:

Evaluasi (merefleksika n perubahan yang dialami setelah melewati beberapa sesi sebelumnya), lalu penutup.

- Setiap sesi diakhiri dengan

Tidak dituliskan peneliti

evaluasi singkat dengan teknik penskalaan.

JI9

Kondisi perilaku dan emosi remaja yang kurang stabil saat ditempatka n pada suatu keluarga asuh.

Durasi intervensi dilakukan lebih cepat dibandingkan CBT.

- Mengingat semua masalah ini, bagaimana Anda mengatasinya

? Pada skala dari 1 sampai 10, nilai kesuksesan Anda!

- Jika masalahnya tidak pernah ada, apa bedanya?

- Apakah keluargamu tahu seberapa pintar kamu?

JI10

Perubahan perilaku dan kesulitan berpikir yang dialami remaja yang tinggal bersama keluarga asuh.

- Tahap 1 (Pre- Treatment – Evaluasi dan Seleksi Sampel) - Tahap 2

(Pemisahan kelompok yang diberi intervensi dan yang tanpa intervensi)

Sesi 1

menggunakan teknik exception question, the miracle question, scaling questions serta eksplorasi.

Sesi 2 – 5 menemukan dan

mengeksplora si perubahan yang terjadi dari sesi ke sesi.

Perubahan apa yang membaik setelah

mengikuti sesi- sesi

sebelumnya?

(13)

262

- Tahap 3

(evaluasi post- treatment)

Teknik yang digunakan dalam menerapkan Solution-Focused Brief Therapy Kepada Konseli yang Memiliki Permasalahan dalam Keluarga

Dalam mengimplementasikan intervensi Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) terdapat teknik-teknik konseling yang dapat digunakan agar penerapan SFBT dapat semakin maksimal. Berbagai teknik yang terdapat dalam Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) juga diterapkan dalam berbagai penelitian diatas dan berhasil membuat perubahan positif kepada konseli baik bagi konseli anak-anak maupun orang tua. Teknik SFBT yang paling sering digunakan diantaranya adalah miracle question, exception question, problem free talk, dan scaling question. Selain itu terdapat 3 penelitian juga yang mengkombinasikan dengan teknik reframing yang berasal dari pendekatan Cognitive Behavior Therapy (CBT).

Mengimplementasikan Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) tentu memerlukan teknik-teknik agar dapat mencapai tujuan konseling secara optimal.

Teknik-teknik tersebut diantaranya adalah miracle question, scalling question, dan exception question (Kim, 2013). Tak hanya ketiga teknik tersebut yang dapat diterapkan dalam Solution-Focused Brief Therapy namun Erford (2015) menemukan beberapa teknik lain yang juga dapat diterapkan dalam konseling SFBT yakni Problem Free-Talk dan Flagging the Minefield. Pertanyaan keajaiban (miracle question) adalah suatu pertanyaan yang mengundang konseli untuk melihat bahwa keajaiban dapat membuka peluang kemungkinan-kemungkinan positif di masa mendatang. Dalam konseling keluarga, ketika seluruh anggota keluarga bersama-sama membuat suatu keajaiban bersama (dari pertanyaan keajaiban yang dilontarkan oleh konselor) maka akan lebih mudah bagi keluarga tersebut untuk membuat suatu keajaiban yang lebih sensible (M. Stith et al., 2012). Teknik miracle question dapat dipadukan dengan teknik scaling. Pada dasarnya scaling dapat digabungkan pada banyak teknik karena scaling membantu konseli untuk membuat suatu konsep (masalah, pikiran, perasaan, perilaku) menjadi lebih spesifik dan realisti sebagaimana yang dipaparkan oleh Murphy, 2008 dalam Erford, (2015). Sementara teknik pertanyaan pengecualian exception question) membantu konseli memperhatikan perubahan-perubahan kecil sebab

seringkali terjadi perubahan kecil yang dapat dijadikan salah satu solusi namun kurang diperhitungkan oleh konseli (Bannink, 2007). Sedangkan Problem Free- Talk merupakan teknik yang biasanya digunakan konselor pada awal sesi yang memberikan kepada konseli untuk menceritakan dan menjelaskan segala permasalahan secara asbtrak (Rhodes & Ajmal, 1995).

Teknik ini sekaligus dapat membangun hubungan yang baik antara konselor dengan konseli. Flagging the Minefield adalah teknik yang mendorong konseli untuk memahami solusi yang telah berhasil digunakan pada masalah-masalah sebelumnya dalam konseling SFBT yang pernah dilakukan untuk dapat digunakan kembali pada masa-masa mendatang (Ginicola, Smith, &

Trzaska, 2012).

Lebih dari 70% studi eksperimen dalam 17 jurnal penelitian yang dikumpulkan telah melakukan pemberian intervensi Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) menggunakan teknik scaling question, miracle question, dan exception question. Ketiga teknik ini merupakan teknik yang paling sering diterapkan dalam pemberian intervensi SFBT berdasarkan 17 jurnal bahan penelitian. Pada jurnal dengan kode JN5, JN7, JI1, JI6, JI7, JI8, JI9, JI10 mengombinasikan teknik scaling question, miracle question, dan exception question. Meski demikian, terdapat teknik-teknik lain yang jarang digunakan namun tetap berhasil mencapai tujuan konseling menggunakan pendekatan SFBT diantaranya reframing, hands on activities, coping question, serta problem free talk. Pada jurnal dengan kode JN2, JI5, dan JI9 mempraktikan teknik reframing dan sukses membantu konseli dalam meningkatkan meningkatkan perilaku positif bagi orang tua dalam mengasuh anak yang menderita skizofrenia, meniningkatkan kesejahteraan kepada pasien ortopedi, serta menjaga stabilitas penempatan remaja pada keluarga asuh (Peristianto & Lestari, 2018; Cockburn et al., 1997; Koob & Love, 2010). Sedangkan jurnal dengan kode JI4 dan JI6 menggunakan teknik problem free-talk dan berhasil membantu konseli dalam meningkatkan mengembalikan kepercayaan diri para ibu dalam mengasuh anak mereka yang memiliki keterbatasan intelektual dan meningkatkan kesejahteraan orang tua dengan anak yang memiliki keterbatasan komunikasi/gagap (Lloyd & Dallos, 2008;

Nicholas, 2015).

(14)

263

Bagan 1 Jumlah Teknik yang Digunakan

Keterangan:

• Terdapat 4 studi yang menggunakan 1 teknik

• Terdapat 5 studi yang menggunakan 2-3 teknik

• Terdapat 8 studi yang menggunakan ke 5 teknik

Sasaran (Konseli) dalam Penerapan Solution- Focused Brief Therapy Kepada Konseli yang Memiliki Permasalahan dalam Keluarga

Agar penelitian dapat berhasil sesuai dengan tujuan penelitian yang dirancang, maka diperlukan subyek penelitian yang dapat mendukung keberhasilan penerapan Solution-Focused Brief Therapy (SFBT).

Ruang lingkup konseli adalah sasaran atau target konseli sebagai subyek utama dalam penerapan intervensi Solution-Focused Brief Therapy (SFBT).

Berdasarkan berbagai jurnal penelitian yang terpilih, konseli yang terlibat dalam intervensi SFBT untuk mengatasi permasalahn keluarga diantaranya adalah konseli berusia anak-anak, remaja, serta orang tua.

Tidak hanya dari salah satu pihak (orang tua atau anak), namun pada beberapa penelitian, konseli yang terlibat dapat mencakup seluruh anggota keluarga (orang tua serta anak) agar solusi yang ingin dicapai dapat lebih optimal.

Menurut Shertzer dan Stone (dikutip dari Willis, 2017) salah satu penentu keberhasilan dari sebuah proses konseling adalah kepribadian konseli.

Kepribadian seseorang tentu dipengaruhi oleh usianya.

Pada usia anak-anak kepribadiannya sangat dipengaruhi oleh orang tua/keluarga sebagai lingkungan terdekat, memasuki usia remaja merupakan

masa transisi yakni mengalami perubahan-perubahan dari masa anak-anak menuju dewasa, dan salah satu perubahannya adalah kepribadian remaja (Shaffer &

Kipp, 2010). Pada jurnal dengan kode JN1, JN3, JI6, JI8, JI9, serta JI10 membuktikan keberhasilan konseling dengan menerapkan Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) kepada remaja dan anak-anak. Hasil dari pemberian intervensi ini membantu meningkatkan self-esteem pada remaja di panti asuhan, meningkatkan self-acceptance kepada remaja yang orang tuanya bercerai, membantu memfokuskan tujuan positif pada perkembangan anak dengan keterbatasan komunikasi (gagap), meningkatkan subjective-well being pada remaja, serta membantu menjaga stabilitas remaja yang tinggal bersama orang tua asuh. Selain kepada remaja dan anak sebagai konseli, orang tua pun dapat menjadi konseli dalam pemberian intervensi Solutiom-Focused Brief Therapy (SFBT) untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan keluarga. Pada jurnal dengan kode JN2, JN6, JI1, JI3, JI4, dan JI7 mengajak para orang tua baik keduanya maupun salah satu orang tua untuk terlibat dalam proses konseling. Umumnya para orang tua yang diberi intervensi Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) ini merupakan orang tua yang memiliki masalah dalam pengasuhan kepada anak-anak mereka yang memiliki keterbatasan dan gangguan mental seperti keterbatasan intelektual, keterbatasan komunikasi (gagap), Autism Spectrum Disorder (ASD), serta skizofrenia (Peristianto & Lestari, 2018;

Turns et al., 2019; Lloyd & Dallos, 2008). Namun tidak hanya itu, Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) pun dapat diterapkan kepada orang tua yang memiliki komunikasi renggang dengan anak dan orang tua yang memiliki hambatan dalam mengasuh anak karena terlibat dalam penyalahgunaan zat (Cahyani, 2019;

Kim et al., 2018).

Jika intervensi ini dapat diberikan oleh orang tua atau anak, maka intervensi ini juga dapat diberikan kepada seluruh anggota keluarga. Salah satu hambatan dalam konseling keluarga adalah ketika terdapat anggota keluarga yang pasif atau bahkan tidak berkenan menjadi konseli lantaran mengabaikan dan menganggap remeh hasil dari konseling ini (Sumarwiyah et al., 2015). Namun pada jurnal dengan kode JN7, JI9, dan JN6 membuktikan keberhasilannya menerapkan intervensi ini kepada konseli yang melibatkan lebih dari 1 anggota keluarga bahkan seluruh anggota keluarga. Dengan mengikutsertakan lebih dari satu bahkan seluruh anggota keluarga dalam 0

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Teknik <3 teknik 5 teknik Grafik Penerapan Teknik SFBT

(15)

264

sesi konseling dapat membantu mendorong pola komunikasi keluarga menjadi lebih positif serta mendukung stabilitas remaja yang ditempatkan dalam keluarga asuh (Cahyani, 2019; Koob & Love, 2010).

Menurut Sumarwiyah et al., (2015) bahwa banyak ahli yang menghimbau agar anggota keluarga yang lain dapat ikut serta dalam proses konseling keluarga guna memudahkan penyusunan rencana perubahan dan tindakan pada konseli.

Pada jurnal dengan kode JN2, JI1, JI2, dan JI4 menunjukkan bahwa penerapan intervensi Solution- Focused Brief Therapy (SFBT) diberikan kepada orang tua yang anaknya menderita gangguan mental seperti Autism Spectrum Disorder (ASD), skizofrenia, serta keterbatasan intelektual (intellectual disorder). Hasil riset Higgins, Bailey, dan Pearce (dikutip dari Turns et al., 2019) menyatakan bahwa orang tua yang memiliki anak penyandang Autism Spectrum Disorder (ASD) lebih merasakan tekanan emosional dan berkurangnya kesejahteraan secara psikologis. Lain hal bagi orang tua dengan anak yang menyandang skizofrenia. Konflik keluarga yang terjadi pada keluarga dengan anak penyandang skizofrenia disebabkan oleh perilaku anak yang dapat tak terkontrol sewaktu-waktu (Peristianto &

Lestari, 2018). Sementara itu Leff et al (dikutip dari Peristianto & Lestari, 2018) menyatakan bahwa respon negatif oleh anggota keluarga kepada penderita penyandang skizofrenia dapat memicu kambuhnya gangguan penyandang. Sehingga, peranan anggota keluarga lain sangat diperlukan dalam pemberian intervensi agar tujuan konseling dapat tercapai dengan maksimal.

Pendekatan Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) yang diterapkan kepada konseli dengan masalah dalam keluarga dapat melibatkan salah satu anggota keluarga, sebagian anggota keluarga, atau bahkan seluruh anggota keluarga sebagai konseli untuk mengikuti sesi konseling. Berdasarkan 17 studi eksperimental yang telah dilakukan oleh beberapa konselor, 7 studi diantaranya melibatkan anak-anak yang memiliki masalah dalam keluarga sebagai konseli, 5 studi melibatkan para orang tua yang kesejahteraannya terhambat dikarenakan kesulitan mengasuh anak, dan 5 studi lainnya melibatkan lebih dari 1 sampai seluruh anggota keluarga dalam sesi konseling.

Bagan 2 Partisipan yang Terlibat dalam Proses Intervensi SFBT

Keterangan:

▪ Terdapat 9 studi yang melibatkan remaja dalam pemberian intervensi SFBT.

▪ Terdapat 3 studi yang melibatkan orang tua (pasangan suami-istri) dalam pemberian intervensi SFBT.

▪ Terdapat 6 studi yang melibatkan orang tua dan anak dalam pemberian intervensi SFBT.

Kelebihan dan Kekurangan Solution-Focused Brief Therapy dalam Konseling Keluarga

Kelebihan (Bünyamin, n.d.; Nicholas, 2015; Zhang et al., 2014)

1. Lebih mudah dipahami oleh anak-anak dan remaja

2. Dapat diterapkan pada setting kelompok maupun individu

3. Konseli lebih cepat menemukan solusi 4. Meski konseling berlangsung singkat, namun

dampaknya dapat bertahan sampai 6 bulan.

Kekurangan (Cepukiene & Pakrosnis, 2011; Eakes et al., 1997; Kim et al., 2018; Sumarwiyah et al., 2015)

1. Perlu keterlibatan aktif anggota keluarga konseli

2. Tidak semua masalah keluarga dapat diselesaikan dalam 5 – 6 sesi, perlu sesi tambahan

3. Membutuhkan biaya yang besar karena partisipan akan lebih baik jika langsung satu keluarga.

Diagram Sasaran Konseli/Partisipan yang terlibat dalam pemberian

intervensi

Remaja

Orang Tua

Seluruh Anggota keluarga

(16)

265

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan keempat fokus penelitian yang telah dipaparkan dalam hasil dan pembahasan maka dapat diperoleh kesimpulan antara lain:

1. Efektif dan berhasil diterapkan bagi keluarga dengan masalah yang disebabkan oleh salah satu anggota dengan gangguan kesehatan mental, kurangnya keharmonisan dalam keluarga, serta kurangnya kesejahteraan psikologis pada salah satu anggota keluarga.

2. Prosedur implementasi Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) yang paling efektif untuk dapat diterapkan pada konseli yang memiliki permasalahan dalam keluarga adalah konseling yang disusun dalam 6 sesi dengan durasi 60-90 menit per sesi dan dilakukan dalam (maksimal) 1 sesi per hari.

3. Teknik yang paling sering dan terbukti berhasil dalam pendekatan ini adalah teknik pertanyaan keajaiban (miracle question), pertanyaan pengecualian (exception question), serta penskalaan (scaling).

4. Teknik yang juga dapat dikombinasikan dalam intervensi ini adalah problem-free talk dan reframing.

Saran

Melihat keterbatasan yang ada dalam studi kepustakaan ini, maka perlu diberikan saran untuk penelitian selanjutnya agar dapat memuat studi kepustakaan yang lebih baik. Adapun saran tersebut adalah:

Bagi Peneliti dengan metode studi kepustakaan selanjutnya diharapkan*untuk:

1. Mempersiapkan data pendukung yang dibutuhkan guna memaksimalkan penelitian yang dilakukan

2. Mempelajari dan memperbanyak daftar kata.

3. Melatih diri dalam membaca secara cepat agar dapat mengefesienkan waktu.

4. Sabar dalam menyusun hasil penelitian Bagi studi Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) selanjutnya:

1. Memperluas penemuan tentang studi eksperimen Solution-Focused Brief Therapy yang pernah dilakukan sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, R., & Pahrul, Y. (2019). Intervensi Konselor Sekolah untuk Meningkatkan Self Esteem bagi Anak Keluarga Broken Home. Jurnal

Pendidikan Tambusai, 3(1), 632–640.

Anak, H. R. (2020). Kemensos Finalisasi Petunjuk Pelaksanaan “Foster Care.” Retrieved March 13, 2021, from Kementerian Sosial Republik Indonesia website:

https://kemensos.go.id/kemensos-finalisasi- petunjuk-pelaksanaan-foster-

care#:~:text=Pengasuhan anak melalui Foster Care,berkelanjutan demi kepentingan terbaik anak.

Apriyeni, E., Machmud, R., & Sarfika, R. (2019).

Gambaran Konflik Antara Remaja dan Orang Tua. Jurnal Endurance : Kajian Ilmiah Problema Kesehatan, 4(01).

https://doi.org/10.22216/jen.v4i1.3008 Aritonang, N. N. (2019). Gambaran Perilaku

Percobaan Bunuh Diri pada Remaja Putri yang Broken Home. Jurnal STINDO Profesional, 2, 48–58.

Bannink, F. P. (2007). Solution-focused brief therapy.

Journal of Contemporary Psychotherapy, 37(2), 87–94.

Bünyamin, A. (n.d.). The Effect of Solution-Focused Brief Approach on Adolescent Subjective Well- Being: An Experimental Study. Journal of Family Counseling and Education, 5(2), 26–39.

Cahyani, D. (2019). Solution focused therapy untuk memperbaiki pola komunikasi ibu dan anak.

Procedia: Studi Kasus Dan Intervensi Psikologi, 7(2).

Cepukiene, V., & Pakrosnis, R. (2011). The outcome of Solution-Focused Brief Therapy among foster care adolescents: The changes of behavior and perceived somatic and cognitive difficulties.

Children and Youth Services Review, 33(6), 791–797.

Cockburn, J. T., Thomas, F. N., & Cockburn, O. J.

(1997). Solution-focused therapy and psychosocial adjustment to orthopedic rehabilitation in a work hardening program.

Journal of Occupational Rehabilitation, 7(2), 97–106.

Cormier, S., Nurius, P., & Osborn, C. J. (2016).

Interviewing and change strategies for helpers.

Nelson Education.

(17)

266

Dagun, S. M., & Keluarga, P. (2002). Jakarta: PT.

Asdi Mahasatya C, 1, 1990.

Diener, E. (2009). The science of well-being: The collected works of Ed Diener (Vol. 37).

Springer.

Eakes, G., Walsh, S., Markowski, M., Cain, H., &

Swanson, M. (1997). Family Centred brief solution‐focused therapy with chronic

schizophrenia: a pilot study. Journal of Family Therapy, 19(2), 145–158.

Erford, B. T. (2015). 40 Teknik yang Harus Diketahui Setiap Konselor (Edisi Kedu). Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Fauziah, R. R., Kusumawardani, R., & Maryani, K.

(2018). Perbedaan kemandirian anak ditinjau dari subyek pengasuhan orangtua dan kakek- nenek pada anak usia 5-6 tahun. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini, 5(1), 71–80.

Filsafati, A. I., & Ratnaningsih, I. Z. (2017).

Hubungan antara subjective well-being dengan organizational citizenship behavior pada karyawan pt. jateng sinar agung sentosa Jawa Tengah & DIY. Jurnal Empati, 5(4), 757–764.

Fitriani, W. N., & Lestari, S. (2020). Pengelolaan terhadap Konflik dengan Orang Tua bagi Remaja. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Ginicola, M. M., Smith, C., & Trzaska, J. (2012).

Counseling through images: Using photography to guide the counseling process and achieve treatment goals. Journal of Creativity in Mental Health, 7(4), 310–329.

Gintulangi, W., Puluhulawa, J., & Ngiu, Z. (2018).

Dampak Keluarga Broken Home Pada Prestasi Belajar Pkn Siswa Di Sma Negeri I Tilamuta Kabupaten Boalemo. Jurnal Pascasarjana, 2(2), 336–341.

Hadi, S., Putri, D. W. L., & Rosyada, A. (2020).

Disharmoni Keluarga Dan Solusinya Perspektif Family Therapy (Studi Kasus Di Desa

Telagawaru Kecamatan Labuapi Lombok Barat). TASÂMUH, 18(1), 114–137.

Harumfamilycenter.com. (2020). Pengasuhan Anak Oleh Orang Tua Asuh (Foster Care). Retrieved March 14, 2021, from

https://harumfamilycenter.com/id/news-blog/53- pengasuhan-anak-oleh-orang-tua-asuh-foster- care

Hayati, S. A., & Aminah, A. (2020). Solution-Focused Brief Group Counseling (Sfgc) Untuk

Meningkatkan Self-Acceptance Pada Anak Broken HOME. Ghaidan: Jurnal Bimbingan Konseling Islam Dan Kemasyarakatan, 4(2), 76–86.

Hildayani, R., Sugianto, M., Tarigan, R., &

Handayani, E. (2014). Psikologi perkembangan anak.

Hsu, K.-S., Eads, R., Lee, M. Y., & Wen, Z. (2020).

Solution-focused brief therapy for behavior problems in children and adolescents: A meta- analysis of treatment effectiveness and family involvement. Children and Youth Services Review, 105620.

Hurlock, E. B. (2003). Psikologi Perkembangan (Kelima; D. R. M. Sijabat, Ed.). Jakarta:

Penerbit Erlangga.

Ilbay, A. B., & Akin, A. (2014). The impact of solution-focused brief group psychological counseling on university students’ burnout levels. Üniversitepark Bülten, 3(1–2), 28.

Keller, D., & Honig, A. S. (2004). Maternal and paternal stress in families with school‐aged children with disabilities. American Journal of Orthopsychiatry, 74(3), 337–348.

Kim, J. S. (2008). Examining the Effectiveness of Solution-Focused Brief Therapy: A Meta- Analysis. Social Work Practice, 18(02), 107–

116. https://doi.org/10.1177/1049731507307807 Kim, J. S. (2013). Solution-focused brief therapy: A

multicultural approach. Sage Publications.

Kim, J. S., Brook, J., & Akin, B. A. (2018). Solution- focused brief therapy with substance-using individuals: A randomized controlled trial study.

Research on Social Work Practice, 28(4), 452–

462.

Koob, J. J., & Love, S. M. (2010). The

implementation of solution-focused therapy to increase foster care placement stability.

Children and Youth Services Review, 32(10), 1346–1350.

KW, S., Rozano, D., & Utami, T. S. (2016). Pengaruh Broken Home Terhadap Perilaku Agresif.

Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan &

Konseling, 2(1).

Lloyd, H., & Dallos, R. (2008). First session solution‐

focused brief therapy with families who have a

(18)

267

child with severe intellectual disabilities:

mothers’ experiences and views. Journal of Family Therapy, 30(1), 5–28.

M. Stith, S., Miller, M. S., Boyle, J., Swinton, J., Ratcliffe, G., & McCollum, E. (2012). Making a difference in making miracles: Common roadblocks to miracle question effectiveness.

Journal of Marital and Family Therapy, 38(2), 380–393.

Marpaung, J., & Novitasari, K. D. (2017). Studi Deskriptif Dampak Orang tua yang Berkonflik dengan Anak. Cahaya Pendidikan, 3(01), 5.

Nanik, N. (2014). Solution Focused Brief Therapy:

Mengatasi Ketakutan Pengambilan Keputusan untuk Menikah Akibat Trauma Perceraian Orangtua dan Mayer-Rokitansky-Kuster Haüster (MRKH) Syndrome.

Nazir, M. (1988). MetodePenelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nicholas, A. (2015). Solution focused brief therapy with children who stutter. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 193, 209–216.

Patmawati, E. (2017). Efek Disharmoni Keluarga Pad Anak (Studi Kasus pada Anak di Dusun

Pangebatan Desa Pangebatan Kecamatan Bantarkawung Kabupaten Brebes Jawa Tengah). IAIN Purwokerto.

Peristianto, S. V., & Lestari, S. (2018). Peningkatan Dukungan Sosial Orang Tua dengan Anak Skizofrenia melalui Solution Focused Therapy.

Jurnal Psikologi, 45(1).

Prihatin, I. U. (2020). Kemenag Sebut Angka

Perceraian Mencapai 306.688 Per Agustus 2020.

Retrieved February 12, 2021, from merdeka.com website:

https://www.merdeka.com/peristiwa/kemenag- sebut-angka-perceraian-mencapai-306688-per- agustus-2020.html

Puspitasari, D., & Purwoko, B. (2018). Studi Kepustakaan Penerapan Konseling Solution- Focused Brief Therapy (SFBT) dalam Lingkup Pendidikan. Jurnal BK UNESA, 8(2).

Rhodes, J., & Ajmal, Y. (1995). Solution focused thinking in schools. Behaviour, Reading and Organization.

Sameve, G. E., Basaria, D., & Pranawati, S. Y. (2018).

Penerapan Solution-Focused Brief Group Therapy (Sfbgt) Untuk Meningkatkan Self-

Esteem Remaja Putra Di Panti Asuhan X. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, Dan Seni, 1(2), 144–151.

Shaffer, D. R., & Kipp, K. (2010). Developmental psychology: Childhood and adolescence.

Wadsworth/Cengage Learning.

Sumarwiyah, S., Zamroni, E., & Hidayati, R. (2015).

Solution Focused Brief Counseling (Sfbc):

Alternatif Pendekatan Dalam Konseling Keluarga. Jurnal Konseling GUSJIGANG, 1(2).

Turns, B., Jordan, S. S., Callahan, K., Whiting, J., &

Springer, N. P. (2019). Assessing the

effectiveness of solution-focused brief therapy for couples raising a child with autism: A pilot clinical outcome study. Journal of Couple &

Relationship Therapy, 18(3), 257–279.

Utami, M. N. F. A. (2018). Solution Focused Brief Therapy Untuk Meningkatkan Subjective Well- Being Pada Anak Korban Perceraian. Unika Soegijapranata Semarang.

Wardah, F. (2020). Lebih 4.600 Anak Alami Kekerasan Tahun 2020.

Willis, S. S. (2017). Konseling individual, teori dan praktek.

Yusuf, A. M. (2016). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif & penelitian gabungan. Prenada Media.

Zed, M. (2004). Metode peneletian kepustakaan.

Yayasan Obor Indonesia.

Zhang, W., Yan, T., Du, Y., & Liu, X. (2014). Brief report: Effects of solution-focused brief therapy group-work on promoting post-traumatic growth of mothers who have a child with ASD. Journal of Autism and Developmental Disorders, 44(8), 2052–2056.

Gambar

Tabel 3.1 Daftar Bahan Penelitian  Kode  Sumber
Tabel 4.2.1 Klasifikasi Permasalahan dalam Keluarga
Diagram Sasaran Konseli/Partisipan  yang terlibat dalam pemberian

Referensi

Dokumen terkait

This article outlines individual academic development work using a solution focused approach that is based on Solution Focused Brief Therapy (SFBT).. SFBT, or solution focused

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan dukungan sosial orang tua melalui solution focused therapy dalam rangka memulihkan kualitas hidup anak dengan riwayat

SFBT ( Solution Focus Brief Therapy ) yang merupakan bentuk ringkas dari Solution Focus Therapy ( Solution Focus Therapy ) telah menjadi rujukan terapi karena

dan berkeinginan untuk membangun kehidupan keluarga yanag lebih stabil, mereka membutuhkan konseling. Konseling keluarga menjadi efektif untuk mengatasi masalah-masalah

Tujuan penelitian ini adalah memperoleh data empirik mengenai bagaimana efektivitas pemberian solution focused brief therapy untuk meningkatkan derajat harga diri pada istri

PENGARUH KONSELING SINGKAT BERBASIS SOLUSI ( SOLUTION-FOCUSED BRIEF COUNSELING/SFBC ) TERHADAP. MOTIVASI BERPRESTASI

dan berkeinginan untuk membangun kehidupan keluarga yanag lebih stabil, mereka membutuhkan konseling. Konseling keluarga menjadi efektif untuk mengatasi masalah-masalah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Solution-Focused Brief Group Therapy (SFBGT) yang dilakukan dua kali seminggu sebanyak enam sesi, dapat dikatakan efektif untuk