BAB III METODOLOGI
3.1. Metode Pengumpulan Data
Permainan ini berasal dari keinginan penulis untuk mengenalkan salah satu
budaya tradisional dari Cirebon, yaitu tari topeng Cirebon dalam bentuk
permainan digital 2D platformer rpg. Akan tetapi, ide awal ini mengalami
beberapa perubahan, terutama pada jenis permainannya, selama proses
brainstorming. Sehinga akhirnya penulis memutuskan untuk membuat permainan
digital berupa hidden object. Permainan digital ini bertujuan sebagai media
hiburan serta untuk mengenalkan kebudayaan tari topeng Cirebon kepada generasi
muda.
Gambar 3.1. Bagan Perancangan Game “Panji”
Berikut adalah tahapan perancangan yang penulis lakukan:
3.1.1. Wawancara
Salah satu langkah yang penulis lakukan untuk mendapatkan informasi mengenai perancangan UI/UX dan level design adalah dengan melakukan wawancara dengan narasumber yang ahli dibidangnya. Wawancara ini dilakukan penulis kepada 3 narasumber, yaitu Joseph Putra Wibawa, COO Joyseed Gametribe serta seorang yang ahli di bidang UI pada permainan gawai atau handphone, Fadhil Noer Afif, CTO Joyseed Gametribe serta seorang yang ahli di bidang UX serta pemograman pada permainan gawai atau handphone, dan Albert Gunawan Santosa Harlie, CPO Joyseed Gametribe serta seorang yang ahli di bidang game design pada permainan gawai atau handphone serta board game.
3.1.1.1. Wawancara dengan Joseph Putra Wibawa
Penulis menghubungi Joseph Putra Wibawa secara langsung untuk
menanyakan ketersediaan beliau untuk menjadi narasumber penulis untuk
melengkapi data mengenai UI pada 14 Juli 2019. Beliau adalah COO
Joyseed Gametribe, lead artist, serta UI designer. Kemudian beliau
menghubungi penulis bahwa beliau bersedia menjadi narasumber pada
tanggal 23 Agustus 2019. Wawancara kepada Joseph Putra Wibawa penulis
lakukan di kantor Joyseed Gametribe di Sudirman secara langsung melalui
tatap muka. Wawancara ini penulis lakukan untuk mengetahui bagaimana
perancangan UI yang baik, dan benar pada sebuah permainan handphone.
Gambar 3.2. Foto dengan Joseph Putra Wibawa
Dari wawancara ini, terdapat kesimpulan sebagai berikut:
UI/UX pada suatu aplikasi merupakan hal yang paling penting karena tanpa UI/UX yang benar, maka aplikasi tersebut tidak akan dapat digunakan.
Dalam membuat UI/UX, terdapat beberapa tahapan, yaitu menentukan target audiens serta membuat persona user. Desainer perlu membuat persona user agar mengetahui seperti apakah user dari aplikasi tersebut, serta apa saja yang diperlukan oleh user tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Setelah itu, desainer perlu menentukan tema yang cocok dengan user tersebut.
Desainer perlu menentukan style gambar yang akan digunakan pada aplikasi, serta menentukan apakah aplikasi tersebut akan dalam bentuk vertikal atau horizontal. Lalu desainer akan membuat UI/UX sesuai dengan hipotesa yang telah ada, dan membuat FGD user untuk melakukan tes. Tes pertama, desainer tidak perlu menjelaskan mengenai aplikasi tersebut kepada user.
Hal ini dilakukan untuk melihat apakah user mengerti maksud atau makna
dari UI/UX yang telah desainer gambarkan. Setelah tes user, maka desainer akan melakukan revisi. Proses revisi ini akan terus-menerus.
Dalam mendesain UI/UX pada sebuah aplikasi, desainer perlu memperhatikan penempatan button, visibility, visual feedback pada button, serta style yang sesuai dengan target market. Desainer juga perlu membuat colour & shape language yang konsisten (contoh: bentuk lingkaran untuk button setuju, bentuk kotak untuk button keluar atau tidak setuju). Konsisten ini diperlukan agar desainer tidak perlu terus-menerus memberikan penjelasan atau tutorial kepada user, sehingga user dapat belajar serta cepat mengerti.
Bapak Joseph juga mengatakan untuk melihat kebiasaan dari setiap daerah target audiens. Karena setiap daerah pasti memiliki kebiasaan yang berbeda-beda. Hal ini dapat mempengaruhi daya tangkap user terhadap UI/UX pada sebuah aplikasi.
3.1.1.2. Wawancara Fadhil Noer Afif
Penulis menghubungi Fadhil Noer Afif pada 14 Juli 2019 melalui Whatsapp
untuk menjadi narasumber. Beliau merupakan CTO, UX desainer, serta
programmer Joyseed Gametribe. Pada 23 Agustus 2019, penulis melakukan
wawancara secara langsung melalui tatap muka di kantor Joyseed Gametribe,
Sudirman. Wawancara ini penulis lakukan untuk mencari informasi
perancangan UX pada sebuah permainan handphone.
Gambar 3.3. Foto dengan Fadhil Noer Afif
Dari wawancara ini, terdapat kesimpulan sebagai berikut:
UX pada sebuah game merupakan sesuatu yang sangat penting. Karena UX yang bagus akan membuat user atau game menjadi mudah untuk dipahami, dan disukai. UX dapat dikatakan bagus bila memberikan informasi yang jelas kepada user, memberikan rasa senang atau puas kepada user, serta membuat user merasa dihargai (tidak terlalu dibatasi geraknya atau yang dapat dilakukannya).
Ada beberapa tahapan dalam membuat UI/UX yang bagus, yang
pertama harus research persona user. Hal ini dapat dilakukan secara
kuantitatif, dan kualitatif. Desainer harus mencari tahu apakah user seorang
gamer, gender, kelas ekonomi user, psikologi user, serta berapa lama user
dapat mempertahankan fokusnya untuk bermain game. Selanjutnya desainer
harus menentukan game tersebut akan dibuat untuk platform apa, sesuai
dengan persona user. Setelah itu, desainer dapat mulai membuat drawing
board, mendesain wireframe, serta menentukan tipografi yang akan
digunakan pada game. Dan jangan lupa pula untuk melakukan tes dalam setiap tahapan yang telah dilakukan, apakah sudah enak untuk digunakan.
Dalam membuat sebuah UI/UX untuk game pada anak, yang perlu diperhatikan adalah untuk membuat sebuah desain yang simple, mudah dimengerti. Desainer juga harus membuat button serta bahasa yang menyenangkan, dan tidak membuat UI/UX yang menipu (contohnya ukuran button iya, dan tidak yang tidak sama ukuran serta warnanya).
3.1.1.3. Wawancara dengan Albert Gunawan Santosa Harlie
Penulis menghubungi Albert Gunawan Santosa Harlie pada 14 Juli 2019 melalui Whatsapp untuk menjadi narasumber. Beliau merupakan CPO, game designer, serta programmer Joyseed Gametribe. Pada 23 Agustus 2019, penulis melakukan wawancara secara langsung melalui tatap muka di kantor Joyseed Gametribe, Sudirman. Wawancara ini penulis lakukan untuk mencari informasi perancangan game design pada sebuah permainan handphone.
Gambar 3.4. Foto dengan Albert Gunawan Santosa Harlie
Dari wawancara ini, terdapat kesimpulan sebagai berikut:
Game design adalah sebuah sistem dengan set of rules yang bertujuan untuk player melakukan hal-hal tertentu atau tidak boleh melakukan hal-hal tertentu dalam sebuah game. Game design harus mampu menyampaikan tujuan dari game tersebut kepada player. Ada 2 cara untuk membuat game design, yang pertama dengan melakukan market research terlebih dahulu.
Yang kedua adalah dengan melakukan brainstorming (contohnya ketika game jam).
Tahapan membuat game design, yang pertama adalah melakukan market research atau brainstorming untuk menentukan game seperti apa yang ingin dibuat. Lalu player experience, desainer perlu memikirkan apa yang ingin disampaikan kepada player melalui game design-nya. Setelah itu, desainer perlu menentukan konten yang cocok dengan target audiens, seperti gambar, cerita, serta cara bermain. Dan terakhir, desainer perlu menentukan game mechanic, serta core loop dalam game. Game mechanic adalah sebuah aktifitas utama yang dilakukan oleh player dalam game, dalam hitungan detik ke detik. Contohnya seperti berjalan, melompat, memukul, dan lain-lain.
Core loop adalah sebuah aktifitas yang dilakukan oleh player dalam game, tapi areanya lebih luas. Seperti apa yang perlu dilakukan player secara keseluruhan dalam sebuah game.
3.1.2. Studi Eksisting
Studi eksisting dilakukan untuk membandingkan karya sejenis yang sudah ada
dengan yang penulis buat. Pada poin ini, penulis akan membahas 3 karya
permainan, yaitu: Mystery Manor, Escape Logan Estate, dan Fantastic Beasts Cases from Wizarding the World.
1. Mystery Manor
Gambar 3.5. Screenshoot dari Permainan Mystery Manor
Mystery Manor merupakan game pada gawai atau handphone. Permainan ini
dikembangkan oleh Game Insight. Mystery Manor menceritakan mengenai
seseorang yang harus mencari beberapa benda di sebuah rumah besar yang
berantakan. Pemain harus mengumpulkan semua benda yang ada pada masing-
masing ruangan untuk menyelesaikan level-level yang ada. Game ini memiliki
beberapa mode, yaitu mode mencari berdasarkan nama benda, mode mencari
berdasarkan bayangan benda, mode mencari berdasarkan gambar beda, serta
terdapat mini game. Game ini dapat dimainkan oleh anak-anak maupun orang
dewasa.
2. Escape Logan Estate
Gambar 3.6. Screenshoot dari permainan Escape Logan Estate
Escape Logan Estate merupakan game pada gawai atau handphone. Permainan ini dikembangkan oleh Snapbreak. Escape Logan Estate menceritakan mengenai seorang anak yang pergi berlibur ke rumah kakeknya di area pedesaan bersama dengan keluarganya. Anak tersebut pergi menjelajah rumah tersebut, dan memecahkan beberapa misteri. Pemain harus memecahkan semua kode, dan misteri yang ada, serta mengumpulkan benda-benda untuk membantu memecahkan misteri. Game ini memiliki 3 chapter. Game ini dapatkan dimainkan oleh anak-anak maupun orang dewasa.
3. Fantastic Beasts Cases from Wizarding the World
Gambar 3.7. Screenshoot dari Permainan Fantastic Beasts Cases from Wizarding the World
Fantastic Beasts Cases from Wizarding the World merupakan game pada gawai
atau handphone. Permainan ini dikembangkan oleh Warner Bros. International
Enterprises. Fantastic Beasts Cases from Wizarding the World menceritakan mengenai seorang detektif yang harus menemukan petunjuk-petunjuk untuk memecahkan kasus. Pemain harus mengumpulkan benda-benda untuk membantu memecahkan kasus, dan mengumpulkan bintang untuk menyelediki petunjuk dari bukti yang ada. Pemain dapat memilih karakter bantuan untuk mendapatkan petunjuk, setiap karakter bantuan memiliki jumlah batas petunjuk yang berbeda-beda. Game ini memiliki beberapa lokasi berbeda yang akan terbuka ketika pemain sudah menyelesaikan kasus. Game ini dapat dimainkan oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Tabel 3.1. Tabel Perbandingan
Perbandingan Mystery Manor Escape Logan
Estate Fantastic Beasts Cases from Wizarding the
World Interaktivitas Pemain dapat
memilih level / ruangan yang ingin dimainkan, memilih
benda untuk
menyelesaikan level, serta menekan tombol bantuan. Pemain dapat memperbesar dan memperkecil layar. Pemain dapat menggeser benda pada mini game untuk menyelesaikan
permainan.
Pemain dapat berinteraksi dengan banyak benda yang ada serta dengan anggota keluarga.
Pemain dapat memilh nama karakter, memilih lokasi kasus, memilih petunjuk dan daftar pekerjaan, upgrade, potion, beasts, menekan
benda untuk
menyelesaikan level permainan, serta memilih karakter bantuan. Pemain dapat memperbesar dan memperkecil layar.
Visual Visual berupa
ilustrasi 2D digital painting.
Visual berupa ilustrasi 2D digital painting.
Visual berupa ilustrasi 2D digital painting realistik.
Kelebihan Pemain dapat
memperbesar dan memperkecil layar
Teka-teki yang ada serta visual menarik, jalan
Permainan
menggunakan cerita
dari film Harry Potter
untuk membantu mencari petunjuk.
Terdapat beberapa mode bermain yang dimainkan secara acak, sehingga pemain tidak merasa bosan.
cerita membuat pemain
penasaran dan ingin
menyelesaikan permainan.
karya J.K. Rowling.
Serta visual yang realis membuat orang tertarik, terutama pada ilustrasi beasts.
Kekurangan Barang terlalu banyak dan menumpuk, sehingga terkadang cukup susah untuk mencarinya.
Terutama ketika baru
pertama kali
memainkan level ruangan tersebut.
Menggunakan energi untuk bermain.
Teka-tekinya kemungkinan cukup susah untuk beberapa orang. Perlu membeli chapter 2 dan 3.
Mengumpulkan point untuk menjadi bintang terlalu lama atau susah, sehingga pemain tidak bisa selalu memainkan game ini dikarenakan membutuhkan 20
energi untuk
membuka level kasus.
3.1.3. Kuesioner
Kuesioner dilakukan melalui kuesioner yang disebar secara online melalui google form. Kuesioner disebar pada tanggal 18 Desember 2019 - 20 Desember 2019.
Rentang usia responden adalah pelajar usia 11-16 tahun, jumlah responden adalah
35 orang yang berdomisili di Jabodetabek. Survei dilakukan untuk mengetahui
pengetahuan responden mengenai tari topeng Cirebon, serta ketertarikan
responden terhadap game buatan lokal. Berikut adalah hasil data yang didapat dari
kuesioner.
Gambar 3.8. Umur Responden
Berdasarkan data di atas, dari 35 responden terdapat 37.5% berusia 11 tahun, 25% berusia 12 tahun, 12.5% berusia 13 tahun, 12.5% berusia 15 tahun, 37.5% berusia 16 tahun, dan 12.5% berusia 23 tahun.
Gambar 3.9. Media Bermain Game
Berdasarkan data di atas, dari 35 responden terdapat 62.5% bermain di
gawai atau handphone android, 12.5% bermain di gawai atau handphone iPhone
atau Apple, 25% bermain di PC atau laptop, dan tidak ada yang bermain board
game atau card game.
Gambar 3.10. Ketertarikan Responden Terhadap Game tentang Budaya Lokal
Berdasarkan data di atas, dari 35 responden, terdapat 37.5% tertarik untuk bermain game mengenai budaya lokal, 25% tidak tertarik, dan 37.5% mungkin tertarik.
Gambar 3.11.Pengetahuan Responden Mengenai Topeng Panji
Berdasarkan data di atas, dari 35 responden 12.5% tahu budaya tari topeng Cirebon, dan 87.5% tidak pernah mengetahui sebelum ini.
3.2. Metodologi Perancangan
Dalam mengerjakan penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan design
thiinking. Design thinking terbagi menjadi 7 tahapan: define, research, ideate,
prototype, select, implement and learn (Ambrose dan Harris, 2010).
Gambar 3.12. Tahapan dalam Design Thinking (Ambrose dan Harris, 2010, Basic Design Design Thinking )
3.2.1. Perancangan
Menurut Ambrose dan Harris (2010), perancangan termasuk dalam tahapan pertama, yaitu define. Pada tahapan ini, penulis membuat design brief untuk mendapatkan tujuan serta hal-hal yang diperlukan dalam desain. Untuk membuat design brief, penulis harus menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Siapa klien, dan target audiens (karakteristik, sifat, umur)?
2. Apa desain solusi yang klien pikirkan (media cetak, web, video, game)?
3. Kapan desain dibutuhkan, dan untuk berapa lama (lama proyek)?
4. Dimana desain akan digunakan (media, lokasi, negara)?
5. Kenapa klien berpikir bahwa solusi desain ini dibutuhkan?
6. Bagaimana cara mengimplementasikan solusi (budget, distribusi, kampanye)?
3.2.2. Riset
Setelah membuat design brief, penulis melakukan riset untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan sebagai pendukung. Penulis melakukan riset melalui observasi, kuesioner, serta data literatur.
3.2.3. Ideate
Tahapan selanjutnya yang penulis lakukan adalah merancang desain sesuai
dengan design brief, dan hasil riset yang telah ada (ideate). Terdapat beberapa
cara untuk melakukan ideate, yaitu:
1. Brainstorming
Langkah ini dilakukan untuk menyalurkan batasan masalah kepada desain brief.
Dari hasil brainstorming, penulis memilih media berupa permainan pada gawai atau handphone sebagai media terbaik untuk menyalurkan informasi untuk mengenalkan tari topeng Cirebon kepada anak-anak. Media permainan digital dipilih karena target audiens adalah anak yang tinggal di perkotaan, dan agar anak dapat mengenal budaya sambil bermain, sehingga merasa tertarik, dan tidak merasakan bosan.
2. Sketching ideas
Pada langkah in, penulis membuat sketsa sebagai langkah pertama untuk membuat visual dari permainan digital yang dibuat. Sketsa berdasarkan dari hasil riset, dan observasi yang telah penulis lakukan.
3. Adapting a tried-and-tested design that already exist
Cara ini penulis lakukan dengan mencari desain serupa yang telah ada sebelumnya (studi eksisting). Penulis mencoba memainkan Mystery Manor, Escape Logan Estate, dan Fantastic Beasts Cases from Wizarding the World.
Setelah mencoba bermain, penulis lalu membandingkan ketiga permainan tersebut secara interaktifitas, visual, kelebihan, serta kekurangan agar dapat membuat desain yang lebih baik.
4. Taking a top-down analytical approach that focusses on the product.
5. Service or company or a bottom-up approach that focusses on the customer or
user.
3.2.3.1. Sinopsis
Sarah, seorang murid di sanggar tari akan menampilkan tarian tradisional pada pertunjukkan yang akan diadakan oleh sanggar yang ia ikuti. Sarah pun mencari, dan mendatangi gurunya untuk meminjam perlengkapan-perlengkapan yang akan ia butuhkan. Gurunya berkata agar ia mencari perlengkapan tersebut sendiri.
Dapatkah Sarah mengumpulkan semua perlengkapan tersebut sebelum hari pentas?
3.2.3.2. Pembuatan Moodboard
Gambar 3.13. Moodboard sebagai acuan perancangan
Penulis menentukan moodboard menggunakan foto permainan fisik, dan permainan digital anak sebagai warna utamanya. Penulis memilih kata kunci fun, cheerful, dan vibrant dengan color scheme split complementary, dan tetradic agar warna kontras, dan terlihat menarik di mata anak sebagai target audiens.
Dari moodboard di atas, penulis lalu memecahkan lagi masing-masing
warna dengan mengatur saturation, dan brightness untuk mendapatkan warna
yang lebih muda atau terang, serta hue, dan brightness untuk mendapatkan warna
yang lebih tua atau gelap.
Gambar 3.14. Moodboard yang Telah Dipecah Warnanya
Moodboard ini penulis menggunakan sebagai referensi art style, serta pemilihan warna dalam membuat desain untuk anak. Penulis menggunakan style 2D vektor dengan sudut rounded (tidak tajam), UI tanpa outline sebagai UI yang dapat diinteraksikan oleh pengguna, dan UI dengan outline (ghost button) sebagai UI yang tidak dapat berinteraksi dengan pengguna.
Target audiens penulis adalah anak-anak berusia 12-15 tahun, pada anak- anak preferensi warna yang dirasakan dapat memberikan mereka perasaan nyaman, dan menyenangkan.Warna terhadap setiap individu dapat dibedakan berdasarkan:
1. Gender
Dalam mendesain permainan, desainer sering membedakan mainan laki-laki, dan perempuan. Contohnya warna yang didominasi warna merah atau hitam untuk laki-laki, warna pink atau ungu untuk perempuan.
2. Usia
Pada balita, biasanya permainan atau barang-barang dibedakan berdasarkan
warna. Seperti warna biru untuk laki-laki, dan warna pink untuk perempuan.
3. Supremasi Olahraga
Dalam dunia olahraga, warna merah memiliki peran penting. Sejarah mencatat bahwa tim dengan kostum berwarna merah memiliki presentasi kemenangan yang lebih tinggi (Savitra).
Penulis menggunakan warna hijau, warna netral, sebagai warna utama pada desain penulis. Warna hijau termasuk dalam kelompok warna dingin, kelompok warna ini dapat membuat objek menjadi terlihat terang, segar, dan terlihat jauh di belakang (Hico). Jones, mengatakan bahwa ada 8 warna dasar yang menggambarkan rasa, dan emosi, yaitu merah, orange, kuning, biru, hijau, hitam, putih, dan cokelat. Warna- warna tersebut memiliki maknanya masing- masing.
Warna hijau identik dengan alam, dan mampu memberikan kesan suasana yang santai, menyeimbangkan emosi, keterbukaan, dan komunikasi. Warna ini dapat memberikan kesan segar, dan membumi jika dikombinasikan dengan warna cokelat gelap. Warna hijau memberikan efek menenangkan pada reseptor (sel rangsangan) pada mata kita (Jones, dalam Hico).
3.2.3.3. Sketsa dan Foto Referensi
Penulis membuat sketsa sebelum penulis berikan warna. Berikut adalah hasil
sketsa yang penulis lakukan, serta beberapa foto referensi yang digunakan.
Gambar 3.15. Sketsa button bulat
Gambar 3.16. Sketsa button panjang
Gambar 3.17. Sketsa loadinng bar dan bar pengaturan suara
Gambar 3.18. Sketsa search bar
Gambar 3.19. Sketsa pop up level up
Gambar 3.20. Sketsa pop up achievement unlocked
Gambar 3.21. Sketsa bar exp dan energi
Gambar 3.22. Foto referensi UI
3.2.4. Prototype
Pada tahapan ini, penulis membuat prototype untuk mencoba apakah semua berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Prototype tidak perlu menggunakan hasil jadi, yang terpenting adalah sudah dapat mengetes desain rancangan sesuai dengan design brief.
Gambar 3.23. Prototype Loading
Gambar 3.24. Prototype Menu Awal
Gambar 3.25. Prototype Main Menu
Gambar 3.26. Prototype Select Level
Gambar 3.27. Prototype Select Stage
Gambar 3.28. Prototype dalam Game
Gambar 3.29. Prototype Pause 3.2.4.1. Testplay (Alpha)
Penulis melakukan prototype testplay dengan menggunakan prototype yang telah penulis buat. Tahap ini penulis lakukan untuk mengetahui kekurangan dari desain yang telah penulis buat. Setelah melakukan testplay, penulis akan menanyakan kekurangan serta saran, dan melakukan revisi, lalu melakukan testplay kembali.
Tahapan ini berlangsung berulang kali sampai penulis mendapatkan desain yang sesuai dengan yang diinginkan.
3.2.5. Select
Selanjutnya penulis memilih desain solusi mana yang akan dilanjutkan untuk dibuat. Untuk memilih ini, penulis haruslah menjawab pertanyaan:
1. Apakah desain tersebut memenuhi kebutuhan serta tujuan dari brief?
2. Apakah akan efektif berkomunikasi dengan target audiens untuk mencapai tujuan tersebut?
Penulis juga perlu memikirkan faktor waktu serta pengeluaran dalam
memilih desain.
3.2.6. Implement
Tahapan selanjutnya yang penulis lakukan adalah mengimplementasikan desain pada media sesuai dengan design brief, yaitu aplikasi permainan pada gawai atau handphone.
3.2.6.1. Level Design
Penulis merancang desain gameplay dari keseluruhan game “Panji”, seperti jenis permainan, cara bermain, dan lain-lain. Game “Panji” merupakan sebuah permainan pada gawai atau handphone dengan jenis puzzle, dan sub-genre hidden object. Lazzaro dalam Zichermann dan Cunningham mengatakan bahwa ada 4 jenis kesenangan, yaitu hard fun, easy fun, altered state fun, dan social fun. Game
“Panji” merupakan sebuah game dengan jenis hard fun. Jenis kesenangan ini bisa didapatkan oleh pemain melalui kompetisi waktu pada setiap stage game hidden object, dan mengumpulkan setiap achievement yang ada.
Penulis menggunakan sistem experience points yang dikumpulkan oleh pemain dengan cara memainkan game hidden object, dan mini games. Poin ini digunakan secara otomatis untuk menaikkan level pemain, dan membuka level, dan stage selanjutnya. Semakin tinggi level pemain, maka tingkat kesulitan permainan pun akan bertambah.
Tipe pemain untuk game “Panji” adalah tipe achiever, dimana pemain
merupakan orang yang senang bermain permainan dengan tipe kompetitif. Hal ini
didapatkan oleh pemain dengan achivement yang dapat pemain kumpulkan, dan
waktu yang penulis berikan pada setiap stage permainan hidden object yang
penulis rancang.
Gambar 3.30. Flowchart game “Panji”
3.2.6.2. User Interface (UI)
User interface (UI) dirancang agar pengguna dapat mengetahui fungsi suatu
tombol. Penulis memilih merancang UI dengan menggabungkan gambar, dan
tulisan. Dalam rancangan penulis, UI terbagi menjadi beberapa bagian scene,
yaitu UI loading, UI main menu, UI menu, UI select level, UI select stage, UI
select mini game, UI setting, UI achievement, dan UI dalam game.
Gambar 3.31. UI Button dan Bar
Dari hasil tersebut, penulis memilih desain yang tidak memiliki sudut
tajam, sesuai dengan hasil survei, dan memberikan warna sesuai dengan color
palette yang telah dipilih. Penulis memberikan warna merah untuk tombol tidak
setuju, dan tombol berwarna hijau untuk setuju agar pengguna tidak bingung, dan
salah menekan tombol. Penulis juga membedakan UI yang dapat diinteraksikan
dengan yang tidak.
Gambar 3.32. Desain IU yang sudah diberikan warna
Setiap bagian loading (loading masuk game, dan loading pindah scene) merupakan sebuah area kosong yang disembut empty state. Babich mengatakan bahwa ketika sedang empty state, desainer harus menggunakan momen tersebut untuk membantu menjelaskan apa yang tersedia dalam aplikasi, serta menunjukkan bahwa aplikasi tersebut berbeda dari aplikasi lain. Penulis menggunakan empty state untuk memberikan fakta-fakta mengenai kebudayaan tari topeng Cirebon kepada pemain. Sehingga pemain dapat menunggu loading sambil membaca fakta-fakta singkat, dan menambah pengetahuannya mengenai kebudayaan tari topeng Cirebon.
3.2.7. Learn
Tahapan ini penulis lakukan untuk mendapatkan feedback dari selama proses
desin untuk melihat apa yang berjalan dengan baik, dan mana yang masih perlu di
improvisasi lagi. Tahapan ini juga untuk melihat feedback dari target audiens
mengenai desain.
3.2.7.1. Survei
Survei dilakukan melalui kuesioner yang disebar secara online melalui google form. Kuesioner disebar pada tanggal 18 Desember 2019 - 20 Desember 2019, dan memiliki 69 pertanyaan yang terbagi menjadi 9 seksi. Rentang usia responden adalah pelajar usia 11 - 16 tahun, jumlah responden adalah 35 orang yang berdomisili di Jabodetabok. Survei dilakukan untuk mengetahui pengalaman responden dalam bermain game.
3.2.7.2. Testplay (Beta)