• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. Tinjauan Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2. Tinjauan Pustaka"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

Tinjauan Pustaka

2.1 Agresivitas

2.1.1 Definisi Agresivitas

Menurut Kamus Lengkap Psikologi (2011), agresivitas adalah suatu kecenderungan habitual (yang dibiasakan) untuk memamerkan permusuhan dan merupakan pernyataan diri secara tegas, penonjolan diri, penuntutan atau pemaksaan diri dan merupakan suatu dominasi sosial, kekuasaan sosial, khususnya yang diterapkan secara ekstrim.

Perilaku agresi menurut Buss (1961) adalah suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek yang menjadi sasaran perilaku tersebut baik secara fisik atau verbal. Turner dan Helms (1995) mengatakan bahwa perbuatan agresif adalah perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Baron dan Bryne (2004) mendefinisikan perilaku agresi sebagai suatu bentuk perilaku yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya perilaku tersebut. Sedangkan menurut Berkowitz (2005), agresi ialah tindakan melukai yang disengaja oleh seseorang/institusi terhadap orang/institusi lain yang sejatinya disengaja.

Berdasarkan pengertian-pengertian agresi diatas dapat disimpulkan bahwa agresi adalah setiap tindakan berupa verbal maupun nonverbal yang bertujuan untuk menyakiti atau melukai pihak tertentu. Agresi merupakan ekspresi dari suatu perasaan negatif yang mempunyai kecenderung untuk terus melakukan tindak agresi yang kemudian dapat menjadi suatu perilaku agresif. Perilaku agresif adalah keinginan untuk melukai ataupun menyakiti orang lain. Perilaku ini dapat berupa kekerasan secara fisik ataupun verbal, merampas hak orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung.

(2)

bentuk tindakan agresif yang secara operasional dapat digunakan untuk mengukur agresi, yaitu sebagai berikut: 1). Penyerangan: kekerasan fisik terhadap manusia termasuk perkelahian, tidak termasuk pengerusakan properti. 2). Agresi tidak langsung: menyebarkan gosip yang berkonotasi negatif, gurauan (yang negatif). 3). Negativisme: tingkah laku menantang, termasuk penolakan untuk bekerja sama, menolak untuk patuh dan pembangkangan. 4). Agresi verbal: berdebat, berteriak, menjerit, mengancam dan memaki. 5). Irritability: kesiapan untuk marah meliputi temper yang cepat dan kekasaran. 6). Resentment: iri dan rasa benci terhadap orang lain. 7). Kecurigaan: ketidakpercayaan dan proyeksi permusuhan terhadap orang lain, bentuk ekstrim dari kecurigaan ini adalah paranoia.

Dengan penjelasan oleh sang ahli diatas, bahwa agresi tidak hanya nampak dalam satu bentuk tindakan, tetapi terdapat berbagai perilaku yang mengindikasikan bahwa hal tersebut adalah bagian dari bentuk agresivitas, sehingga dapat memudahkan suatu penelitian untuk mengukur agresi. Dengan memahami bahwa agresi dapat muncul dalam berbagai macam tindakan, maka bentuk-bentuk agresi tersebut dikelompokkan menjadi empat macam menurut Buss dan Perry (1992), yaitu Physical Aggression (PA), Verbal Aggression (VA), Anger (A), dan Hostility (H). Berikut ini adalah penjelasan dari setiap macam bentuk agresi, yaitu: 1). Physical Aggression adalah kecenderungan individu untuk melakukan serangan secara fisik untuk mengekspresikan kemarahan atau agresi. Bentuk serangan fisik tersebut seperti memukul, mendorong, menendang, mencubit, dan lain sebagainya. Perilaku dapat di observasi (terlihat/overt). 2). Verbal Aggression adalah kecenderungan untuk menyerang orang lain atau memberikan stimulus yang merugikan dan menyakitkan kepada orang lain lain secara verbal, yaitu melalui kata-kata atau penolakan. Bentuk serangan verbal tersebut seperti cacian, ancaman, atau penolakan. Perilaku dapat di observasi (terlihat/overt). 3.) Anger, beberapa bentuk anger adalah perasaan marah, kesal, sebal, dan bagaimana cara mengontrol hal tersebut. Termasuk di dalamnya Irritability, yaitu mengenai temperamental, kecenderungan untuk cepat marah, dan kesulitan untuk mengendalikan amarah.4). Hostility terdiri dari dua bagian, yaitu: Resentment seperti cemburu dan iri terhadap orang lain, dan Suspicion seperti adanya ketidakpercayaan, kekhawatiran, dan

(3)

17

proyeksi dari rasa permusuhan terhadap orang lain. Hostility adalah tergolong dalam agresi covert (tidak terlihat).

2.2 Cognitive Distortion

2.2.1 Definisi Cognitive Distortion

Cognitive distortion didefinisikan sebagai cara-cara yang tidak akurat atau bias dalam memberi makna atas pengalaman pada individu (Barriga, Gibbs, Potter & Liau, 2001). Perilaku menyakiti yang meliputi fisik maupun verbal merupakan tindakan antisosial (Eron, dalam Cavell, 2000). Perilaku antisosial dikonseptualisasikan sebagai perilaku lahiriah yang baik secara langsung atau tidak langsung merugikan orang lain melalui pelanggaran norma-norma moral atau sosial yang penting, dan termasuk tindakan agresif dan kenakalan (Barriga, Gibbs, Potter, & Liau, 2001). Latar belakang teoritis untuk cognitive distortion yang terkait dengan perilaku antisosial bermula dari teori pengolahan informasi sosial (social information processing theory) (Crick & Dodge, 1994; Dodge, 1980, 1993), dimana cognitive distortion dicirikan sebagai bias dalam pengolahan yang memediasi antara stimuli yang masuk dan respon perilaku. Maka dari itu, Gibbs, Potter, dan Goldstein (1995) memperkenalkan istilah self-serving cognitive distortion untuk mendefinisikan cognitive distortion yang secara khusus terkait dengan perilaku agresi dan kenakalan.

2.2.2 Jenis Self-Serving Cognitive Distortion

Self-serving cognitive distortion disebut sebagai keyakinan rasionalisasi, pikiran, dan sikap yang tidak akurat (Barriga dan Gibbs, 1996).

Terbagi menjadi empat kategori, yaitu: 1). ‘Self-centered’ mengacu pada keyakinan bahwa pandangan sendiri, kebutuhan, hak dan keinginannya sangat penting, sedangkan orang lain tidak dipertimbangkan sepenuhnya atau bahkan benar-benar diabaikan. 2).‘Minimizing/mislabeling’ adalah keyakinan bahwa perilaku antisosial tidak menyebabkan kerugian nyata atau bahkan mengagumkan. 3). ‘Blaming others’ adalah membenarkan perilaku diri sendiri (Innocent) dan menganggap salah perilaku orang lain. 4). ‘Assuming the worst’ adalah atribusi niat bermusuhan dengan orang lain dan harapan untuk berakhir pada skenario terburuk.

(4)

penyimpangan pemikiran-pemikiran dapat dipaparkan sebagai berikut, yaitu: 1).Pemikiran "Segalanya atau Tidak Sama Sekali" (All-or-Nothing Thinking), Pemikiran ini menunjuk pada kecenderungan individu untuk mengevaluasi kualitas pribadi diri sendiri dalam kategori 'hitam atau putih' secara ekstrim. Pemikiran “bila saya tidak begini maka saya bukan apa-apa sama sekali” merupakan dasar dari perfeksionisme yang menuntut kesempurnaan. Pemikiran ini menyebabkan individu takut terhadap kesalahan atau ketidaksempurnaan apapun, sehingga untuk selanjutnya individu akan memandang dirinya sebagai pribadi yang kalah total, dan individu akan merasa tidak berdaya. 2). Terlalu Menggeneralisasi (Overgeneralization), Individu yang melakukan pemikiran terlalu menggeneralisasi terhadap peristiwa yang dihadapinya maka individu tersebut menyimpulkan bahwa satu hal yang pernah terjadi pada dirinya akan terjadi lagi berulang kali, karena apa yang pernah terjadi sangat tidak menyenangkan, maka individu selalu senantiasa merasa terganggu dan sedih. 3). Filter Mental (Mental Filter), Pemikiran ini menunjuk kecenderungan individu untuk mengambil suatu hal negatif dalam situasi tertentu, terus memikirkannya, dan dengan demikian individu tersebut mempersepsikan seluruh situasi sebagai hal yang negatif. Dalam hal ini individu yang bersangkutan tidak menyadari adanya "proses penyaringan", maka individu lalu menyimpulkan bahwa segalanya selalu negatif. Istilah teknis untuk proses ini ialah “abstraksi selekti”. 4). Mendiskualifikasikan yang Positif (Disqualifying the Positive), Suatu pemikiran yang dilakukan oleh individu yang tidak hanya sekedar mengabaikan pengalaman-pengalaman yang positif, tetapi juga mengubah semua pengalaman yang dialaminya menjadi hal yang negatif. 5). Loncatan ke Kesimpulan (Jumping to Conclusions), Individu melakukan pemikiran meloncat ke suatu kesimpulan negatif yang tidak didukung oleh fakta dari situasi yang ada. Dua jenis cognitive distortion ini adalah "membaca pikiran" dan "kesalahan peramal". Membaca pikiran yaitu individu berasumsi bahwa orang lain sedang memandang rendah dirinya, dan individu tersebut yakin akan hal ini sehingga dirinya sama sekali tidak berminat untuk mengecek kembali kebenarannya. Kesalahan peramal yaitu kecenderungan individu untuk membayangkan sesuatu yang buruk akan terjadi dan individu tersebut menganggap pemikirannya sebagai suatu fakta walaupun sama sekali tidak realistis. 6). Pembesaran dan Pengecilan

(5)

19

(Magnification and Minimization), Individu memiliki kecenderungan untuk memperbesar atau memperkecil hal-hal yang dialaminya di luar proporsinya. Pembesaran yaitu individu akan melebih-lebihkan kesalahan, ketakutan, atau ketidaksempurnaan dirinya. Pengecilan yaitu individu akan mengecilkan nilai dari kemampuan dirinya sehingga kemampuan yang dimilikinya tampak menjadi kecil dan tidak berarti. Jika individu membesar-besarkan ketidaksempurnaan dirinya serta memperkecil kemampuannya, maka individu akan merasa dirinya rendah dan tidak berarti. 7). Penalaran Emosional (Emotional Reasoning), Individu menggunakan emosinya sebagai bukti untuk kebenaran yang dikehendakinya. Penalaran emosional akan menyesatkan sebab perasaan individulah yang menjadi cermin pemikiran serta keyakinannya, bukan kondisi yang sebenarnya. 8). Pernyataan "Harus" (Should Statements), Individu mencoba memotivasi diri sendiri dengan mengatakan "Saya harus melakukan pekerjaan ini". Pernyataan tersebut menyebabkan individu merasa tertekan, sehingga menjadi tidak termotivasi. Bila individu menunjukkan pernyataan "harus" kepada orang lain, maka individu akan mudah frustasi ketika mengalami kenyataan yang tidak sesuai dengan harapannya. 9). Memberi Cap dan Salah Memberi Cap (Labeling and Mislabeling), Memberi cap pribadi berarti menciptakan gambaran diri yang negatif yang didasarkan pada kesalahan individu. Ini merupakan bentuk ekstrim dari terlalu menggeneralisasi. Pemikiran dibalik cognitive distortion ini adalah nilai individu terletak pada kesalahan yang dibuatnya, bukan pada kelebihan potensi dirinya. Salah memberi cap berarti menciptakan gambaran negatif didasarkan emosi yang dialami saat itu. 10). Personalisasi (Personalization), Individu merasa bertanggung jawab atas peristiwa negatif yang terjadi, walaupun sebenarnya peristiwa bukan merupakan kesalahan dirinya. Jadi, individu memandang dirinya sebagai penyebab dari suatu peristiwa yang negatif, yang dalam kenyataan sebenarnya bukan individu yang harus bertanggung jawab terhadap peristiwa tersebut.

2.3 Game Online

2.3.1 Definisi Game Online

Game online atau sering disebut online games adalah sebuah permainan (games) yang dimainkan di dalam suatu jaringan baik Local Area Network (LAN) maupun internet (Muslikah, 2010). Kata game online sendiri berasal dari kata game dan online.

(6)

bagaimana menghibur dirinya sendiri (Afrianti, 2009). Menurut Nilwan, A. (2007) dalam bukunya “Pemrograman Animasi dan Game Profesional” terbitan Elex Media Komputindo, game diartikan sebagai suatu aktivitas terstruktur atau juga digunakan sebagai alat pembelajaran.

Dapat disimpulkan bahwa game online merupakan sebuah hiburan maupun pembelajaran bagi penggunanya tergantung bagaimana cara para penggunanya untuk memanfaatkan game online di dalam kehidupan sehari-hari.

2.3.2 Sejarah Game Online

Perkembangan game online tidak lepas dari perkembangan teknologi komputer dari jaringan komputer (Muslikah, 2010). Pada saat muncul pertama kalinya tahun 1960, komputer hanya bisa dipakai untuk dua orang saja untuk bermain game (Irina, 2011). Lalu muncul komputer dengan kemampuan time sharing sehingga pemain yang bisa memainkan game tersebut bisa lebih banyak dan tidak harus berada di suatu ruangan yang sama (Irina, 2011), biasanya disebut dengan multiplayer games.

Pada tahun 1970 ketika muncul jaringan komputer berbasis paket (packet based computer networking), jaringan komputer tidak hanya sebatas LAN saja tetapi sudah mencakup World Area Network (WAN) dan menjadi internet. Game online pertama kali muncul kebanyakan adalah game simulasi perang ataupun pesawat yang dipakai untuk kepentingan militer yang akhirnya dilepas lalu dikomersialkan, game ini kemudian menginspirasi game yang lain muncul dan berkembang hingga saat ini.

2.3.3 Jenis Game Online

Menurut Grace (2005) game terbagi dalam 5 jenis, yaitu: 1). First Person Shooter (FPS), sesuai judulnya game ini mengambil pandangan orang pertama pada gamenya sehingga seolah-olah kita sendiri yang berada dalam game tersebut, kebanyakan game ini mengambil setting peperangan dengan senjata-senjata militer. Contoh game genre ini antara lain War Rock, Point Blank, Quake, Blood, Unreal, Unreal Tournament, Half-Life, Counter-Strike, Halo, Perfect Dark, Time Splitters, Call of Duty, System Shock.. 2). Real-Time Strategy, merupakan game yang permainannya

(7)

21

menekankan kepada kehebatan strategi pemainnya, biasanya pemain memainkan tidak hanya 1 karakter saja akan tetapi banyak karakter. Contoh Age of Empires, Rise of Nations, Stronghold, Warcraft. 3). Cross-Platform Online, merupakan game yang dapat dimainkan secara online dengan hardware yang berbeda misalnya saja Need For Speed Undercover dapat dimainkan secara online dari PC maupun Xbox 360 (Xbox 360 merupakan hardware/console game yang memiliki konektivitas ke internet sehingga dapat bermain secara online). 4). Browser Games, merupakan game yang dimainkan pada browser seperti Firefox, Opera, IE. Syarat dimana sebuah browser dapat memainkan game ini adalah browser sudah mendukung javascript, php, maupun flash. 5). Massive Multiplayer Online Games Role Playing Game (MMORPG), adalah game dimana pemain bermain dalam dunia yang skalanya besar (>100 pemain), setiap pemain dapat berinteraksi langsung seperti halnya dunia nyata. Contoh dari genre permainan ini World of Warcraft, The Lord of the Rings Online: Shadows of Angmar, Final Fantasy, Ragnarok, DOTA.

2.4 Remaja

2.4.1 Definisi Remaja

Gunarsa dan Gunarsa (2000) mendefinisikan remaja sebagai masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Perkembangan yang jelas pada masa remaja ini adalah perkembangan psikoseksualitas dan emosionalitas. Batas usia yang digunakan adalah 12 tahun sampai 22 tahun. Menurut Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun, dimana usia remaja awal. Sedangkan menurut Rumini & Sundari (2004) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.

Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Remaja mengalami perubahan yang dipaparkan oleh Santrock (2003) dalam tiga poin penting, yaitu: 1). Proses biologis, dimana terdapat perubahan pada bagian fisik. Contohnya: pertambahan tinggi dan berat badan, gen yang diwariskan oleh orangtua,

(8)

inteligensi. 3). Proses sosial-emosional, dimana terdapat perubahan dalam menjalin hubungan antar individu dengan individu lainnya dalam emosi, kepribadian, dan peran dar konteks sosial dalam perkembangan.

2.4.2 Perilaku Agresif pada Remaja

Masa remaja adalah suatu masa dimana remaja berada dalam keadaan labil dan emosional (Gunarsa, 2000). Remaja merasa tidak bahagia serta dipenuhi banyak konflik batin, baik konflik yang berasal dari dalam dirinya, pergaulannya maupun keluarganya. Dalam kondisi seperti itu remaja akan mengalami frustrasi dan akan menjadi sangat agresif (Kartono,1998). Perilaku agresi remaja dapat disalurkan dalam perbuatan, akan tetapi bila tingkah laku tersebut dihalangi maka akan tersalur melalui kata-kata. Agresivitas yang disalurkan dalam bentuk perbuatan ialah berkelahi, menendang, memukul, menyerang, dan merusak benda milik orang lain; sedangkan agresi remaja yang di salurkan melalui kata-kata ialah sering megeluarkan kata-kata kotor, makian, menghina, mengejek, dan berteriak yang tidak terkendali (Turner & Helms, 1995).

2.4.3 Self-Serving Cognitive Distortion pada Remaja

Barriga dan Gibbs (1996) membagi self-serving cognitive distortion menjadi dua jenis: cognitive distortion utama yang diwakili oleh sikap egois (kategori Self-Centered) dan cognitive distortion sekunder (kategori Blaming Others, Minimizing / Mislabeling, dan Assuming the Worst). Menurut Barriga et al. (2001), cognitive distortion utama berasal dari bias egosentris yang paling menonjol yang ditemukan di antara remaja dan mencerminkan tahapanan yang kurang matang pada pertimbangan moral seperti yang didefinisikan oleh Kohlberg (1984). Sebuah contoh dari cognitive distortion utama bisa menjadi kutipan oleh remaja berikut: “... My idea in life is to satisfy myself to the extreme. I don’t need to defend my behavior. My thing is my thing. I don’t feel I am obligated to the world or to nobody” (Samenov, 2004, p. 86). Hal ini menunjukkan bahwa remaja yang memiliki cognitive distortion sudah mempunyai penilaian secara pribadi mengenai apa yang dilakukan tanpa memperdulikan hal diluar dirinya walaupun hal yang dilakukannya itu salah. Chambers, Eccleston, Day, Ward, dan Howells (2008)

(9)

23

menggambarkan cognitive distortion yang primer dapat menghambat kesiapan rehabilitasi sejak pelaku percaya bahwa dia sudah tahu semuanya dan merasa tidak perlu untuk melakukan perbaikan.

Gibbs (1991) mengemukakan bahwa peran cognitive distortion sekunder digunakan untuk mengurangi stres emosional yang disebabkan oleh cognitive distortion utama, yaitu untuk melindungi citra diri individu dengan menetralkan perasaan bersalah dan tidak begitu menyalahkan diri sendiri, digambarkan sebagai teknik netralisasi oleh Sykes dan Matza (1957). Cognitive distortion sekunder dapat diilustrasikan dengan kata-kata individu yang dijelaskan oleh Samenov (2004, hal 172.): “Just because I shot a couple of state troopers doesn’t mean I’m a bad guy”. Individu yang memiliki cognitive distortion juga mempunyai cara untuk menenangkan diri setelah mereka melakukan tindakan yang salah.

2.5 Kerangka Berfikir

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir

Dalam penelitian ini, subjek penelitian ini adalah remaja yang usianya 12-15 tahun yang bermain game online. Dalam masa yang labil, remaja mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk berperilaku agresif. Perilaku agresi merupakan suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek yang menjadi sasaran perilaku tersebut baik secara fisik atau verbal (Buss, 1961).

Dalam bermain game online oleh kalangan remaja saat ini, terlihat terbukti dari fenomena yang terjadi bahwa pengguna game online dapat menimbulkan agresivitas.

AGRESIVITAS REMAJA

GAME ONLINE

SELF-SERVING COGNITIVE DISTORTION

(10)

banyaknya pilihan permainan yang mengandung kekerasan, hal ini dikhawatirkan dapat memicu dan membentuk sikap agresi yang ditimbulkan pada remaja pengguna game online. Agresivitas pun memiliki hubungan dengan fungsi kognitif seseorang.

Cognitive distortion adalah cara berpikir yang salah dalam menanggapi suatu kejadian atau respon yang dikeluarkan. Perilaku agresif itu sendiri muncul diduga remaja tersebut mengalami cognitive distortion yang disebabkan karena bermain game online yang mengandung kekerasan. Self-serving cognitive distortion merupakan bagian dari cognitive distortion yang memiliki keterkaitan secara khusus dengan perilaku agresi. Dalam penelitian kali ini, maka fungsi kognitif yang ingin diteliti adalah self-serving cognitive distortion yang akan memprediksi agresivitas.

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Perdarahan saluran cerna atas (SCBA) yaitu perdarahan dari lumen saluran cerna di atas ligamentum Treitz mengakibatkan hematemesis dan melena. Hematemesis adalah muntah

Berdasarkan hasil analisis data 16 PF, remaja pelaku tindak asusila pada umumnya memiliki kategorisasi kepribadian yang secara keseluruhan hampir sama yaitu masuk

a) Koefisien determinasi R 2 sebesar 0,7071 yang berarti variasi pada faktor- faktor yang mempengaruhi produksi kakao yaitu (luas lahan, umur tanaman, pupuk urea,

Peningkatan kadar hormon estrogen yang nyata pada umur 28 dan 42 hari dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hormon estrogen mampu berikatan dengan reseptor

Kebanyakan orang mengatakan janji temu dan istilah courtship adalah proses yang sama yang merujuk kepada hubungan di antara lelaki dan perempuan, namun courtship

besar dibagi dengan bilangan yang lebih kecil, maka hasil baginya adalah 3 dan sisanya 5.. Pada gambar berikut, ABCD merupakan sebuah

– Koordinasi pelaksanaan PPSP tingkat provinsi : harmonisasi perencanaan, pendanaan hingga implementasi pembangunan sanitasi di SKPD, monev provinsi : PPSP & pembangunan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia penghuni panti mengkonstruksikan proses kematian sebagai suatu siksaan tubuh yang menakutkan, proses kematian juga