• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.

Dan mereka berkata: "Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya

dituliskan, maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang." Katakanlah:

"Alquran itu diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi.

Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

(TQS al-Furqan [25]: 5-6).

Kaum kafir selalu membuat berbagai tuduhan palsu terhadap Alquran. Di antaranya adalah dengan mengatakan Alquran hanyalah dongeng orang-orang terhadulu. Rasulullah SAW

dituduh hanya mengulang kembali apa yang diceritakan oleh orang-ornag terdahulu. Tujuannya utuk mengecilkan dan meremehkan Alquran. Tuduhan tersebut jelas ngawur dan menyesatkan.

Alquran pun memberitakan tuduhan palsu itu beserta bantahan terhadapnya. Di antaranya adalah ayat ini.

Dongeng Orang Dahulu

Allah SWT berfirman:  Wa qâlû asâthîr al-awwalîn [i]ktatabahâ (dan mereka berkata:

"Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan). Ayat ini

melanjutkan ayat sebelumnya yang memberitakan tentang tuduhan palsu kaum kafir tehadap Alquran. Mereka mengatakan bahwa Alquran adalah kebohongan yang diada-adakan

Rasulullah SAW. Untuk itu, beliau dibantu oleh orang lain. Ditegaskan ayat tersebut, tuduhan itu justru menunjukkan kezaliman dan kebohongan mereka.

Ayat ini kembali memberitakan tuduhan palsu mereka. Menurut banyak mufasir, orang yang melakukannya adalah al-Nadhar bin al-Harits. Meskipun tidak  menutup kemungkinan ada orang lain yang melemparkan tuduhan serupa. Mereka mengatakan bahwa Alquran adalah asâ tîr al-awwalîn.

(2)

Dikatakan al-Zajjaj, sebagaimana dikutip al-Qurthubi, kata asâthîr merupakan bentuk jamak

dari kata usthûrah (dongeng,

kisah). Menurut Dr Ahmad Mukhtar dalam Mu’jam al-Lughah al-‘Arabiyyah al-Mu’âshirah, kata

usthûrah

berarti dongeng yang didominasi oleh khayalan, melebihi kekuatan normal berupa dewa-dewa atau makhluk-makhluk halus yang biasa digunakan dalam cerita rakyat dari berbagai bangsa.

Dengan demikian, mereka menuduh Alquran hanyalah dongeng yang dipenuhi khayalan dan khurafat dari orang-orang yang dahulu. Tuduhan itu jelas palsu sekaligus pelecehan terhadap Alquran. Betapa tidak, Alquran dituduh sebagai dongengan yang dipenuhi dengan khayalan dan khurafat.

Selain dalam ayat ini, tuduhan tersebut juga diberitakan dalam banyak ayat lainnya. Di antaranya adalah firman Allah SWT: Orang-orang kafir itu berkata, "Alquran ini tidak lain

hanyalah dongengan orang-orang dahulu" (TQS al-An’am

[6]: 26). Ayat lainnya adalah QS al-Anfal [8]: 31, aal-Mukminun [23]: 83, al-Naml [27]: 68, dan al-Ahqaf [46]: 17, al-Qalam [68]: 15, dan al-Muthaffifin [83]: 13

Kemudian disebutkan: [i]ktatabahâ. Menurut al-Alusi, kata tersebut berarti amara bi al-kitâbah ( perintah untuk menuliskannya). Tak jauh berbeda, al-Khazin juga menafsirkan

[i]ktatabahâ sebagai intansakhahâ

(disalin, dinukil) oleh Rasulullah SAW. Beliau meminta agar ayat Alquran ditulis orang lain karena beliau tidak menulis. Itu artinya, kaum kafir itu menuduh Rasulullah SAW

memerintahkan sahabatnya untuk menuliskan kembali berbagai dongeng orang dahulu.

Juga dinyatakan: Fahiya tumlâ ‘alayhi bukrat[an] wa ashîl[an] (maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang"). Selain diperintahkan kepada sahabatnya, Alquran juga

di- imlâ`-kan oleh Rasulullah

SAW.

Kata al-imlâ` di sini, menurut al-Alusi, berarti al-ilqâ` li al-hizhf (disampaikan untuk dihafal).

(3)

lain-lain. Mereka menafsirkan tu mlâ ‘alayhi

adalah

tuqra`u alayhi

(dibacakan kepadanya). Tujuannya adalah untuk dihafal, bukan ditulis.

Perbuatan itu dikatakan dilakukan pada bukrah wa ashîl. Kata bukrah berarti awal siang hari,

sedangkan ashîl berarti

awal malam hari. Menurut al-Alusi,

dalam konteks ayat ini kedua kata tersebut memberikan makna dâim[an]

(selalu, terus menerus).

Inilah tuduhan kafir terhadap Alquran. Beliau dituduh memerintahkan sahabat menuliskan dan menghafal dongengan yang dipenuh khayalan. Tidak ada yang bermanfaat dari dongeng yang dipenuhi dengan khayalan itu kecuali sebagai pelipur lara. Tuduhan tersebut bukan hanya bertentangan dengan fakta, namun juga sangat keji.

Diturunkan oleh Allah

Terhadap tuduhan kaum kaum kafir itu, Allah SWT berfirman: Qul anzalahu al-ladzî ya’lamu al-sirra fî al-samâwâti wa al-ardhi

(katakanlah: "Alquran itu diturunkan oleh [Allah] yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi).

Perintah

qul (katakanlah) ditujukan kepada Rasulullah SAW. Beliau diperintahkan untuk menyampaikan bantahan terhadap tuduhan palsu kaum kafir itu.

Kepada mereka dikatakan bahwa Alquran merupakan kitab yang diturunkan oleh Allah SWT.

Dalam ayat ini disebutkan bahwa Dia adalah Dzat yang mengetahui al-sirr fî al-samâwâti wa

al-ardhi. Menurut

al-Khazin, al-sirr d

i sini bermakna al-ghayb

(yang tidak terlihat).

(4)

Jawaban ini jelas membungkam tuduhan mereka. Dalam Alquran memang terdapat banyak berita tentang fakta dan kejadian ghaib yang tidak terindera. Namun bukan seperti dongengan yang dipenuhi dengan khayalan dan khurafat. Sebab, dongengan yang diterima dari mulut ke mulut itu tidak jelas asal-usulnya dan siapa pembuatnya. Alquran bukan dongengan. Sebab, semua beritaya adalah haq lantaran berasal dari Allah SWT, Dzat yang mengetahui seluruh perkara yang tersembunyi di langit dan bumi.

Di samping itu, seandainya Alquran adalah dongeng yang diambil dari orang dahulu,

semestinya kaum musyrik itu juga akan mendapatkan cerita yang sama dari nenek moyang mereka. Namun, mereka tidak mendapatkannya dari nenek moyang mereka.

Dalam ayat memang hanya disebutkan ‘Dzat mengetahui al-sirr (yang tersembunyi)’. Meskipun demikian, kalimat tersebut memberikan pengertian bahwa Dia juga mengetaui

al-jahr

(yang terang). Dikatakan al-Qurthubi, jika Dia mengetahui yang tersembunyi , maka terhadap perkara yang terang tentu lebih mengetahui.

Kandungan lain dari ayat ini, sebagimana dikemukakan al-Samarqandi, adalah “Seandainya perkataan itu dari Nabi Muhammad SAW sendiri, sungguh Allah SWT mengetahuinya. Dan jika Dia mengetahuinya, maka akan menghukumnya, sebagaimana ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya: Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami (TQS al-Haqqah [69]: 44).”

Selain itu, ayat ini juga memberikan dorongan kepada mereka untuk melakukan tadabbur terhadap Alquran. Sesungguhnya mereka, seandainya melakukan tadabbur terhadap Alquran, maka akan melihat ilmu dan hukum-hukum di dalamnya menunjukkan secara pasti bahwa Kitab itu tidak mungkin kecuali berasal dari Dzat yang Maha Mengetahui yang ghaib maupun yang tampak. Demikian dipaparkan Abdurrahman al-Sa’di dalam tafsirnya.

Kemudian ayat ini diakhiri dengan firman-Nya: Innahu kâna Ghafûr[an] Rahîm[an] (Sesungguh nya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."). Menurut al-Samarqandi, firman Allah SWT ini mengandung pengertian:

(5)

bertaubat; dan Maha Penyanyang bagi kaum Mukmin.

Di samping itu, penyebutan dua sifat itu merupakan al-tanbîh (peringatan halus). Bahwa mereka sesungguhnya telah layak mendapatkan azab atas kejahatan yang mereka lakukan.

Namun Allah SWT menundanya lantaran Dia memiliki sifat al-maghfirah

dan al-rahmah.

Seolah dikatakan, Dia memiliki ampunan dan kasih sayang sehingga Dia tidak menyegerakan azab bagi kamu padahal sesungguhnya sudah amat pantas mendapatkannya. Seandainya tidak demikian, sungguh Dia telah menimpakan azab-Nya kepada kalian.

Demikianlah. Alquran merupakan kitab dari Allah SWT yang berisi petunjuk hidup bagi manusia. Di dalamnya terdapat berbagai berita ghaib yang tidak diketahui oleh manusia.

Semuanya adalah haq. Siapa pun yang mengingkarinya, apalagi melemparkan tuduhan palsu terhadapnya, pasti akan menerima akibatnya. Yakni azab yang amat dahsyat dari pemilik kerajaan langit dan bumi, Allah SWT. Mungkin tidak di dunia, namun di akhirat pasti akan merasakan azab pedih tersebut. Semoga kita tidak termasuk di dalamnya. Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb.

Ikhtisar:

1. Alquran bukan dongeng yang dipenuhi khayalan sebagaimana tuduhan kaum kafir 2. Alquran merupakan kitab dari Allah SWT, Dzat yang mengetahui seluruh rahasia langit dan bumi.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, ketika beberapa orang Arab Badui mengatakan bahwa mereka telah beriman, berarti mereka menyatakan bahwa diri telah membenarkan dengan pasti terhadap semua perkara

Setan adalah musuh bagi manusia. Sebagaimana layaknya musuh, maka yang diinginkan setan terhadap manusia  adalah kecelakaan., kesengsaraan, dan kerugian. Sebaliknya, dia tidak

Kemudian disebutkan tentang salah satu otoritas Allah SWT yang diberikan kaum musyrik kepada sesembahan mereka, yakni: syara’û lahum min al-dîn mâ lam ya`dzan bihil-Lâh

Perbuatan buruk pertama yang disebutkan adalah: baddalû ni’matal-Lâh kufr[an] (orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran).. Menurut Fakhruddin al-Razi ada

Mereka tidak seperti orang-orang yang ketika diingatkan dengan ayat-ayat Allah, mereka terlihat tersungkur atasnya, menghadap kepada orang yang mengingatkan, dan menampakkan

Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Tuhannya sama dengan orang yang (setan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan mengikuti

Jika Allah SWT telah menghancurkan umat-umat terdahulu yang mendustakan para rasul, sementara umat itu lebih kuat dari mereka, maka apa yang terbayang oleh mereka dengan hukuman

Ditegaskan ayat ini, apabila terjadi perselisihan --baik antara rakyat dengan rakyat atau rakyat dengan penguasa-- maka mereka diperintahkan untuk mengembalikannya kepada Allah