HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Subyek dan Obyek Penelitian
Populasi yang digunakkan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2014 – 2016 yang telah memenuhi kriteria melalui metode purposive sampling. Sedangkan objek penelitian ini adalah variabel – variabel yang diteliti yaitu: effective tax rate, kompensasi eksekutif, kepemilikan saham eksekutif, preferensi risiko eksekutif, masa jabatan direktur, eksekutif dengan jabatan rangkap, jenis kelamin eksekutif, ukuran perusahaan, leverage, dan net operating loss. Total sampel untuk penelitian ini adalah 122 data sampel laporan keuangan perusahaan yang telah memenuhi kriteria pemilihan dan dapat diobservasi dalam penelitian.
Perusahaan manufaktur yang tidak seesuai dengan kriteria pemilihan kebanyakan dikarenakan oleh perusahaan tidak menyediakan kelengkapan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Dari data yang diperoleh terdapat 122 data sampel laporan keuangan perusahaan atau 42 perusahaan yang menjadi sampel penelitian ini.
4.2. Hasil Uji Instrumen Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini diuji menggunakan model regresi berganda. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh mengenai pegaruh variabel independen (kompensasi eksekutif, kepemilikan saham eksekutif, preferensi risiko eksekutif) terhadap variabel dependen yaitu penghindaran pajak.
4.2.1. Hasil Uji Statistik Deskriptif
Tabel deskriptif menjelaskan variabel dependen (Y) yaitu penghindaran pajak serta variabel independen (X), yaitu kompensasi eksekutif, kepemilikan
Tabel 4.1
Hasil Uji Statistik Deskriptif
Variabel Proporsi (Dummy = 1) Proporsi (Dummy = 0)
Preferensi Risiko Eksekutif 34,8% 65,2%
Eksekutif dengan jabatan rangkap
47,4% 52,6%
Jenis Kelamin Eksekutif 93,3% 6,7%
Net Operating Loss 11,1% 88,9%
Sumber: Data Sekunder yang diolah
Berdasarkan hasil dari uji statistik deskriptif diperoleh data observasi sebanyak 122 yang berdasarkan dari perkalian antara periode penelitian (3 tahun; dari tahun 2014 sampai 2016) dengan jumlah perusahaan sampel sebanyak 42 perusahaan.
Tabel 4.1 menunjukkan menunjukkan hasil statistik deskriptif dari masing-masing variabel penelitian. Hasil analisis menggunakkan statistik deskriptif terhadap variabel kompensasi eksekutif menunjukkan nilai minimum sebesar 142.000.000 dan nilai maksimum 118.287.000.000. Sedangkan untuk rata-rata nilai adalah 20.078.214.815 dan nilai standar deviasi adalah 25.732.367.195. Yang berarti dalam sampel penelitian perusahaan memberikan kompensasi kepada eksekutifnya paling kecil 142.000.000 yang dilakukan oleh PT. Nusantara Inti Tbk., sedangkan paling besar adalah senilai 118.287.000.000 yang dilakukan oleh PT. HM Sampoerna Tbk. Sedangkan rata-rata kompensasi
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Kompensasi Eksekutif 122 142000000 118287000000 20078214815 25732367195 Kepemilikan Saham Eksekutif 122 0.00000 0.17976 0.00696 0.02805
Total Masa Jabatan 122 1 43 10.081 10.501
Ukuran Perusahaan 122 25.61948 33.19881 28.45118 1.67955
Leverage 122 0.07667 0.89697 0.39889 0.20437
Penghindaran Pajak 122 0.02266 0.93713 0.24024 0.17683
Valid N (listwise) 122
20.078.214.815 dalam setahun.
Untuk variabel kepemilikan saham eksekutif memiliki nilai rata-rata sebesar 0,00696 dan standar deviasi sebesar 0,02805. Dan tidak semua eksekutif memiliki saham dari perusahaan yang dipimpinnya, hal ini dapat dilihat dari variabel kepemilikan saham eksekutif yang memiliki nilai minimum 0% dan nilai maksimum sebesar 17,9%. Artinya variasi kepemilikan saham eksekutif pada sampel perusahaan tergolong rendah. Perusahaan sampel dengan kepemilikan saham eksekutif terbesar yaitu 17,9% adalah PT. Wismilak Inti MA Tbk. sedangkan banyak perusahaan sample yang tidak memiliki pemegang saham eksekutif. Sehingga nilai rata-rata pemegang saham eksekutif dari perusahaan sampel sangat rendah, hanya 0,696%.
Variabel independen ketiga yaitu preferensi risiko eksekutif dihitung dengan variabel dummy, 1 untuk preferensi risiko eksekutif risk taker dan 0 untuk preferensi risiko eksekutif risk averse. Hasil uji statistik deskriptif menunjukkan bahwa 34,8% dari perusahaan sampel memiliki eksekutif dengan preferensi risiko risk taker, sedangkan sisanya sebesar 65,2% perusahaan sampel memiliki eksekutif dengan preferensi risiko risk averse. Sehingga dapat dinyatakan bahwa dalam perusahaan sampel lebih banyak eksekutif yang memiliki preferensi risiko risk averse dibandingkan dengan yang memiliki preferensi risiko risk taker.
4.3. Hasil Pengujian Asumsi Klasik 4.3.1. Hasil Pengujian Normalitas Data
Uji normalitas data dilakukan untuk menguji apakah data penelitian terdistribusi normal atau tidak. Sehingga apabila data penelitian telah terdistrbusi secara normal maka dapat dilakukan pengujian lainnya terhadap data penelitian. Untuk menguji distribusi data penelitian, peneliti menggunakan analisa P-P Plot dan kolmogorov-smirnov sebagai berikut.
Gambar 4.1 Hasil Uji Scatterplot
Sumber: Data Sekunder yang diolah
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa distribusi data penelitian yang disimbolkan dengan titik-titik sudah mengikuti garis diagonal yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa data penelitian sudah terdistribusi secara normal. Selain itu juga dapat dilihat bahwa titik-titik terbentuk disekitar garis diagonal.
Namun uji P-P Plot saja tidak cukup untuk memastikan bahwa data penelitian terdistribusi secara nomal. Perlu dilakukan uji kolmogrov-smirnov untuk memastikan apakah data penelitian terdistribusi secara normal atau tidak.
Berikut adalah tabel hasil dari uji kolmogorov-smirnov.
Hasil Uji Sampel Kolmogorov-smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Predicted Value
N 122
Normal Parametersa Mean .2402375
Std. Deviation .06939456
Most Extreme Differences Absolute .095
Positive .079
Negative -.095
Kolmogorov-Smirnov Z 1.107
Asymp. Sig. (2-tailed) .172
a. Test distribution is Normal.
Sumber: Data Sekunder yang diolah
Dari tabel hasil uji Kolmogorov-smirnov dapat dilihat bahwa nilai Z sebesar 1,107 dengan nilai signifikansi sebesr 0,172. Nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 menunjukkan bahwa data penelitian terdistribusi secara normal.
4.3.2 Uji Multikoliniearitas
Uji Multikoliniearitas bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya satu atau lebih dari variabel bebas yang memiliki hubungan dengan variabel bebas lainnya. Muktikolinear dapat diartikan sebagai adanya hubungan erat dari variabel-variabel penjelas.
Tabel 4.3
Hasil Uji Multikoliniearitas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics Tolerance VIF
1 Kompensasi Eksekutif .427 2.343
Kepemilikan Saham
Eksekutif .956 1.046
Preferensi Risiko Eksekutif .761 1.315
Total Masa Jabatan .793 1.261
Eksekutif dengan jabatan
rangkap .654 1.530
Jenis Kelamin Eksekutif .858 1.166
Ukuran Perusahaan .495 2.018
Leverage .575 1.739
Net Operating Loss .641 1.559
a. Dependent Variabel: Penghindaran Pajak
Sumber: Data Sekunder yang diolah
Dari tabel hasil uji multikoliniearitas diatas menunjukkan bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10. Selain itu juga tidak ada variabel independen yang memiliki nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang lebih dari 10. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen terbebas dari asumsi klasik multikoliniearitas.
4.3.3. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan dengan tujuan untk menguji apakah dalam suatu model regresi linear berganda terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode yag sebelumnya (t-1). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi pada model regresi linear maka dilakukan uji Durbin-Watson (DW test). Adapun hasil dari pengujian DW test adalah sebagai berikut.
Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .592a .454 .423 .368392867 1.942
a. Predictors: (Constant), Net Operating Loss, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Saham Eksekutif, Total Masa Jabatan, Jenis Kelamin Eksekutif, Preferensi Risiko Eksekutif, Eksekutif dengan jabatan rangkap, Leverage, Kompensasi Eksekutif
b. Dependent Variabel: Penghindaran Pajak
Sumber: Data Sekunder yang diolah
Berdasarkan tabel hasil uji DW test menunjukkan bahwa nilai Durbin- Watson adalah 1,942. Jika dibandingkan dengan tabel Durbin-Watson dengan jumlah sampel (n) 122 dan jumlah variabel independen 3 (K=3) diperoleh nilai dl = 1,6738 dan nilai du = 1,7652. Dengan begitu nilai Durbin-Watson lebih besar dari batas atas (du) = 1,7652 dan kurang dari 4 – 1,7652 = 2,2348.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai Durbin-Watson 1,7652 < 1,942 <
2,2348 yang diperoleh dari model regresi linear berganda ini yang menunjukkan tidak terdapat autokorelasi baik secara positif maupun negatif.
4.3.4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear berganda terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lainnya. Apabila residual dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya berbeda disebut dengan heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas dapat didiagnosa gdengan menggunakkan grafik scatterplot. Berikut adalah gambar dari grafik scatterplot.
Gambar 4.2
Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Scatterplot
Sumber: Data Sekunder yang diolah
Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar secara acak (random) baik di atas maupun di bawah angka 0. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi ini tidak ada indikasi terjadinya heteroskedastisitas.
4.4. Koefisien Determinasi (Adjusted 𝑹𝟐)
Koefisien determinasi yang telah disesuaikan (Adjusted 𝑅2) penggunaannya lebih baik dalam hal melihat seberapa baik model dibandingkan dengan koefisien determinasi. Koefisien determinasi yang telah disesuaikan sendiri adalah hasil dari penyesuaian koefisien determinasi terhadap tingkat kebebasan dari persamaan prediksi. Berikut adalah hasil dari uji determinasi:
Tabel Hasil Uji Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .592a .454 .423 .368392867 1.942
a. Predictors: (Constant), Net Operating Loss, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Saham Eksekutif, Total Masa Jabatan, Jenis Kelamin Eksekutif, Preferensi Risiko Eksekutif, Eksekutif dengan jabatan rangkap, Leverage, Kompensasi Eksekutif
b. Dependent Variabel: Penghindaran Pajak
Sumber: Data Sekunder yang diolah
Dari tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa nilai dari koefisien korelasi (R) adalah sebesar 0,592 yang dapat diartikan bahwa hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen sebesar 59,2%. Sedangkan untuk nilai adjusted r adalah sebesar 0,423 yang berarti bahwa hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen adalah sebesar 42,3%. Sedangkan sisanya 57,7% (100% - 42,3%) diterangkan oleh variabel-variabel diluar dari model yang dianalisis dalam penelitian ini.
4.5. Uji Hipotesis
4.5.1. Uji Signifikansi Parameter Simultan (Uji Statistik F)
Uji F bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh variabel independen secara simultan atau bersama-sama terhadap variabel dependen.
Pengujian dilakukan dengan nilai probabilitas, apabila nilai probabilitas lebih kecil dari taraf signifikansi 5% maka model di terima. Berikut adalah hasil uji statistik F dalam penelitian ini:
Tabel 4.6 Tabel Hasil Uji F
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .645 9 .072 2.529 .011a
Residual 3.545 125 .028
Total 4.190 134
a. Predictors: (Constant), Net Operating Loss, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Saham Eksekutif, Total Masa Jabatan, Jenis Kelamin Eksekutif, Preferensi Risiko Eksekutif, Eksekutif dengan jabatan rangkap, Leverage, Kompensasi Eksekutif
b. Dependent Variabel: Penghindaran Pajak
Sumber: Data Sekunder yang diolah
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi yang didapatkan dari uji F adalah 0,011. Yang berarti nilai signifikansi sebesar 0,011 lebih kecil dibandingkan 0,05. Sehingga dapat dinyatakan bahwa secara simultan atau secara bersama-sama variabel independen dalam penelitian ini memiliki pengaruh terhadap variabel dependen.
4.5.2. Hasil Uji Signifikansi Parsial (Uji t)
Uji t bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Pada dasarnya uji t dilakukan seperti melakukan uji F yaitu dengan melihat nilai signifikansi. Hanya saja apabila uji F melihat nilai signifikansi variabel independen secara simultan, uji t melihat nilai signifikansi dari masing- masing variabel independen untuk melihat pengaruh dari masing-masing variabel independen. Berikut adalah tabel hasil dari uji t:
Tabel Hasil Uji t
Sumber: Data Sekunder yang diolah
Indikasi adanya pengaruh signifikan dari variabel indipenden terhadap variabel dependen dapat dilihat dari nilai signifikansi (sig.) yang ada pada tabel. Apabila nilai signifikan berada di bawah 5% (0,05) maka terdapat hubungan yang signifikan antara varibel independen terhadap variabel dependen. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 3 (tiga) variabel independen, 2 variabel independen yang memiliki pengaruh terhadap variabel dependen. Kedua variabel tersebut adalah kompensasi eksekutif dan preferensi risiko eksekutif. Sedangkan variabel independen kepemilikan saham eksekutif tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
Hasil uji t variabel independen kompensasi eksekutif menunjukkan nilai signifikan sebesar 0,017 dan nilai koefisien regresi (B) sebesar -0,166.
Nilai signifikan0,017 yang lebih kecil dibandingkan 0,05 menunjukkan bahwa ada pegaruh yang signifikan antara kompensasi eksekutif dengan penghindaran pajak. Koefisien regresi (B) -0,166 mengartikan bahwa kompensasi eksekutif berpengaruh negatif terhadap ETR sebagai
nilai ETR. Sehingga semakin tinggi kompensasi yang diterima oleh eksekutif akan membuat penghindaran pajak semakin tinggi.
Hasil uji t untuk variabel independen kepemilikan saham eksekutif menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,236 dan nilai koefisien regresi (B) sebesar 0,632. Nilai koefisien regresi (B) menunjukkan bahwa kepemilikan saham eksekutif berpengaruh positif terhadap ETR. Namun nilai signifikansi dari variabel kepemilikan saham eksekutif lebih besar dari 0,05 sehingga variabel independen kepemilikan saham eksekutif tidak berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak.
Sedangkan untuk uji t dari variabel indepen ketiga preferensi risiko eksekutif menunjukkan hasil koefisien regresi (B) sebesar -0,344 dengan nilai signifikansi sebesar 0,003. Nilai signifikan yang lebih kecil dibandingkan dengan 0,05 membuktikan bahwa variabel preferensi risiko eksekutif berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak. Sedangkan nilai koefisien regresi (B) menunjukkan bahwa preferensi risiko eksekutif berpengaruh negatif terhadap ETR. Dapat diartikan bahwa preferensi risiko eksekutif risk taker berpengaruh 34,4% lebih tinggi terhadap penghindaran pajak perusahaan dibandingkan dengan preferensi risiko eksekutif risk averse.
Sedangkan dari 6 (enam) variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini hanya 2 (dua) variabel kontrol saja yang memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan 4 (empat) variabel kontrol lainnya tidak memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini.
4.5.3. Penjelasan Pengaruh antar Variabel
4.5.3.1. Pengaruh Kompensasi Eksekutif terhadap Penghindaran Pajak Hipotesis yang pertama dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan hasil tentang pengaruh kompensasi eksektutif terhadap penghindaran pajak. Hasil perhitungan statistik menunjukkan nilai koefisien regresi (B) sebesar-0,166 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,017 yang
terhadap penghindaran pajak, sehingga H1 diterima.
Eksekutif sebagai pemimpin operasional perusahan dapat membuat dan mengambil keputusan-keputusan yang akan dijalankan oleh perusahaan termasuk keputusan melakukan penghindaran pajak. Penghindaran pajak sendiri dilakukan dalam rangka untuk melakukan efisiensi biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan, dalam hal ini biaya pembayaran pajak. Dengan dilakukannya penghindaran pajak oleh perusahaan membuat biaya pembayaran pajak seminim mungkin. Dengan berkurangnya biaya yang harus ditanggung perusahaan membuat laba setelah pajak perusahaan meningkat dan menguntungkan untuk perusahaan.
Dalam teori kepatuhan dinyatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu hal hanya jika hal tersebut memberikan keuntungan bagi mereka. Sehingga eksekutif sebagai pemimpin operasional perusahaan akan mengambil keputusan penghindaran pajak hanya jika keputusan tersebut memberikan keuntungan bagi dirinya. Kompensasi yang diberikan oleh perusahaan kepada eksekutif merupakan cara yang cukup efektif untuk membuat eksekutif lebih agresif dalam keputusan melakukan penghindaran pajak perusahaan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hanafi dan Harto (2014) yang menyatakan bahwa semakin tinggi kompensasi yang diberikan perusahaan kepada eksekutif akan membuat semakin tinggi penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan. Dalam penelitiannya juga dijelaskan kompensasi yang diberikan kepada eksekutif dirasa menjadi cara yang cukup efektif agar upaya efisiensi pajak perusahaan dapat tercapai. Penelitian yang dilakukan oleh Mayangsari (2015) juga menyatakan hal yang sama bahwa kompensasi ekekutif berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Dalam penelitiannya dijelaskan bahwa kompensasi yang diberikan dalam rangka penghargaan atau timbal balik atas
diberikan kepada eksekutif, eksekutif akan kurang agresif dalam mengambil keputusan penghindaran pajak karena tidak ada imbalan yang didapatkan oleh eksekutif.
4.5.3.2. Pengaruh Kepemilikan Saham Eksekutif terhadap Penghindaran Pajak
Hipotesis yang kedua dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan hasil tentang pengaruh kepemilikan saham eksekutif terhadap penghindaran pajak. Perhitungan statistik menunjukkan hasil koefeisien regresi (B) sebesar 0,632 dan tingkat signifikan sebesar 0,236 di atas nilai 0,05. Hal ini berarti kepemilikan saham eksekutif tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak dan H2 ditolak.
Pemberian kepemilikan saham perusahaan kepada eksekutif tidak hanya sebagai kompensasi saja. Pemberian kompensasi dalam bentuk saham berbeda dengan pemberian kompensasi finansial. Kompensasi saham memiliki tujuan yang lebih dari sekedar imbalan agar eksekutif lebih agresif dalam mengambil keputusan pengambilan pajak. Penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan membuat biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan menjadi lebih kecil, secara tidak langsung penghindaran pajak berpengaruh terhadap cash flow dari perusahaan. Eksekutif sebagai pemegang saham akan mendapatkan keuntungan dari pengaruh positif cash flow tersebut. Dengan begitu ekskutif sebagai pemegang saham akan lebih agresif.
Selain itu kepemilikan saham eksekutif bertujuan untuk memberikan kontrol lebih atas perusahaan kepada eksekutif sebagai pemimpin operasional perusahaan. Sehingga eksekutif tidak hanya mematuhi perintah dari pemegang saham mayoritas namun juga memiliki hak dalam menentukan dan mengambil keputusan yang akan diambil oleh perusahaan. Dengan begitu eksekutif lebih leluasa untuk mengambil keputusan penghindaran pajak dan lebih agresif dibandingkan tanpa memiliki saham perusahaan.
eksekutif tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Hal ini disebabkan oleh presentasi kepemilikan saham eksekutif dalam penelitian ini rendah. Sehingga keuntungan yang diterima oleh eksekutif sebagai pemegang saham rendah dan tidak memiliki kontrol yang cukup terhadap perusahaan membuat eksekutif tidak terlalu agresif untuk mengambil keputusan pengambilan pajak. Kecilnya keuntungan yang didapatkan dan kurangnya kontrol atas perusahaan membuat eksekutif kurang agresif dalam mengambil keputusan penghindaran pajak.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Putri et. al. (2016) yang dalam penelitiannya menyatakan bahwa kepemilikan saham eksekutif tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Dalam penelitiannya penyebab kepemilikan saham eksekutif tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak kurang lebih sama dengan penilitan ini. Dinyatakan bahwa sulitnya keputusan penghindaran pajak oleh pemilik saham eksekutif menjadi penyebab kepemilikan saham eksekutif tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Selain itu presentasi kepemilikan saham eksekutif tidak terlalu tinggi menyebabkan eksekutif tidak terlalu agresif dalam pengambilan keputusan penghindaran pajak perusahaan.
4.5.3.3. Pengaruh Preferensi Risiko Eksekutif terhadap Penghindaran Pajak Hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang pengaruh preferensi risiko eksekutif terhadap penghindaran pajak.
Uji statistik menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi (B) sebesar -0,344 dan nilai signifikan sebesar 0,003 lebih kecil dibandingkan 0,005 sehingga H3 diterima.
Dalam landasan teori telah dijelaskan bahwa ada 2 (dua) macam preferensi risiko eksekutif, yaitu risk taker dan risk averse. Kebijakan
dibandingkan dengan eksekutif yang memiliki preferensi risiko risk averse.
Hal ini dikarenakan eksekutif dengan preferensi risiko risk taker lebih berani dalam mengambil keputusan dengan risiko tinggi dibandingkan dengan eksekutif yang memiliki preferensi risiko risk averse. Sehingga dapat disimpulkan bahwa eksekutif dengan preferensi risiko risk taker lebih agresif dalam mengambil keputusan penghindaran pajak perusahaan dibandingkan dengan eksekutif yang memiliki preferensi risiko risk averse.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hanafi dan Harto (2014) menyatakan bahwa preferensi risiko eksekutif berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Dalam penelitiannya dinyatakan bahwa eksekutif dengan preferensi risiko risk taker lebih agresif dalam keputusan penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan dibandingkan dengan eksekutif yang memiliki preferensi risiko risk averse.
Hal ini dikarenakan sebagai pemimpin operasional perusahaan, eksekutif akan mempertimbangkan berbagai aspek sebelum bertindak atau mengambil keputusan. Penelitian yang dilakukan oleh Budiman (2012) juga menyatakan bahwa preferensi risiko risk taker berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak. Eksekutif dengan preferensi risiko risk taker lebih agresif dalam keputusuan penghindaran pajak dikarenakan dampak dari suatu tindakan akan dianalisis dengan tujuan mendapatkan keputusan terbaik, termasuk dalam mengambil keputusan penghindaran pajak perusahaan.
4.5.3.4. Pengaruh Variabel Kontrol terhadap Penghindaran Pajak
Dari 6 (enam) variabel kontrol yang diuji dalam uji t hanya 2 (dua) variabel kontrol saja yang berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak. Yaitu jenis kelamin eksekutif dan net operating loss. Sedangkan yang 4 (empat) lainnya yang tidak berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak adalah total masa jabatan, eksekutif dengan jabatan rangkap, ukuran perusahaan, dan leverage.
Total masa jabatan direktur tidak terbukti berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak. Penelitian ini menemukan bahwa lama atau
yang dilakukan oleh perusahaan.
Eksekutif dengan jabatan rangkap juga tidak terbukti berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak. Sehingga dapat dikatakan banyaknya pengalaman yang didapat oleh eksekutif dari banyaknya kepemimpinan tidak mempengaruhi pengambilan keputusan penghindaran pajak. Banyaknya pengalaman yang didapatkan dari banyak kepemimpinan tidak serta merta dapat merubah karakteristik eksekutif dalam pengambilan keputusan penghindaran pajak.
Jenis kelamin eksekutif dalam penelitian ini ditemukan berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan karakteristik yang dikarenakan perbedaan gender. Sehingga perbedaan karakteristik yang disebabkan oleh perbedaan gender tersebut membuat pengambilan keputusan penghindaran pajak yang dilakukan oleh eksekutif selaku pemimpin operasional perusahaan akan berbeda.
Ukuran perusahaan terbukti tidak berpengaruh terhadap keputusan penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan. Besar kecilnya perusahaan tidak mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh perusahaan. Karena pada dasarnya pengambilan keputusan penghindaran pajak perusahaan tidak berdasarkan besar atau kecilnya perusahaan, namun pengambilan keputusan penghindaran pajak diambil sesuai dengan pertimbangan eksekutif selaku pemimpin operasional perusahaan.
Leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan. sehingga dapat disimpulkan bahwa kebijakan hutang perusahaan tidak dapat mempengaruhi keputusan penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan.
Net operating loss berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak dan berpengaruh signifikan. Hal ini dapat diartikan bahwa kondisi rugi perusahaan pada tahun sebelumnya mempengaruhi penghindaran pajak yang