• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disampaikan oleh: Pdt. (em.) Prof. Jan S. Aritonang, Ph.D. 2 SEJARAH REFORMASI GEREJA HINGGA SAMPAI DI INDONESIA 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Disampaikan oleh: Pdt. (em.) Prof. Jan S. Aritonang, Ph.D. 2 SEJARAH REFORMASI GEREJA HINGGA SAMPAI DI INDONESIA 1"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

SEJARAH REFORMASI GEREJA – HINGGA SAMPAI DI INDONESIA1 Disampaikan oleh: Pdt. (em.) Prof. Jan S. Aritonang, Ph.D.2 Pengantar

1. Sebagai rakyat/warga negara Indonesia, kita semua sudah akrab dengan istilah ‘Reformasi’, a.l. karena sejak 1998 hingga sekarang kita memasuki dan menjalani babak baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu ‘Era Reformasi’. Istilah ‘Reformasi’ di negara kita ini secara umum kita pahami dalam arti ‘pembaruan’, sekaligus ‘perbaikan atas hal-hal buruk’3 yang terjadi pada masa atau babak-babak sebelumnya, terutama masa ‘Orde Baru’. Dalam arti tertentu, ada kesamaan atau kemiripan arti ‘Reformasi’ di negara kita dengan Reformasi Gere- ja pada abad ke-16 dst., yakni ada cita-cita, harapan, dan upaya pembaruan dan perbaikan dalam berbagai bidang kehidupan. Tetapi ada juga perbedaan yang mendasar: Reformasi di Indonesia terbatas pada negara kita ini saja dan terutama di bidang politik (walaupun berkait erat dengan berbagai bidang lainnya: ekonomi, sosial, pendidikan, budaya, dsb.), sedangkan Reformasi Gereja sejak abad ke-16 itu meliputi atau mencakup banyak negara (terutama di benua Eropa) dan lebih dititikberatkan pada kehidupan rohani/gerejawi, walaupun kemudian meluas juga ke berbagai kehidupan lain (politik, ekonomi, sosial, dsb.).

2. Gereja-gereja Protestan sepakat bahwa hari Reformasi adalah 31 Oktober.4Tetapi Reformasi Gereja itu mempunyai latar belakang yang panjang, paling tidak sejak abad ke-14 (yang a.l.

ditandai dengan tampilnya beberapa tokoh yang lazim dijuluki ‘perintis Reformasi’ dan beberapa peristiwa lain) hingga awal abad ke-16, dan berlanjut hingga abad-abad berikutnya.

Gema dan pengaruh atau dampaknya menjangkau seluruh dunia, termasuk pada gereja-gereja di Indonesia (termasuk GPIB); berdasarkan pemahaman inilah kita perlu membicarakan Reformasi Gereja ini pada saat ini, karena paham dan gerakan Reformasi itu tidak berhenti pada satu ketika, melainkan berkelanjutan, sesuai dengan salah satu semboyannya, ecclesia reformata sed semper reformanda (gereja yang diperbarui akan terus diperbarui).

1Disampaikan pada Pembinaan Presbiter Unit Misioner dan Warga Jemaat GPIB Filadelfia, Jumat 14 Mei 2021.

2Pendeta emeritus Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) dan Guru Besar Sejarah Gereja di STFT Jakarta.

3Secara etimologis, reformasi berasal dari dua kata: ‘re’ (kembali) dan ‘form’ (bentuk), sehingga secara harfi- ah reformasi berarti kembali ke bentuk semula. Dalam hal ini Reformasi Gereja secara harfiah berarti kembalinya gereja ke bentuk semula ketika ia terbentuk pada abad pertama. Tetapi bentuk Gereja pada abad pertama itu belum baku dan permanen, sehingga pemahaman atas istilah reformasi secara harfiah ini tidak mudah untuk diwujudkan.

4Mengacu pada tindakan Martin Luther memakukan 95 dalil di pintu gerbang Gereja Universitas Wittenberg, Jerman, 31 Oktober 1517. GPIB juga menetapkan 31 Oktober sebagai hari jadinya, kendati bukan gereja Lutheran.

(5)

2

3. Kita akan memulai pembahasan dengan meninjau sejenak latar belakang, akar-akar, dan konteks Reformasi Gereja, bahkan mundur sejenak ke belakang hingga abad ke-4; selanjutnya seluk-beluk, perluasan, dan dampak Reformasi Gereja itu di Eropa dan dunia pada umumnya, dan diakhiri dengan gema dan dampaknya pada gereja-gereja di Indonesia, termasuk GPIB (yang notabene menyandang nama atau istilah ‘Protestan’). Cakupan pembahasan ini sangat luas, kalau mau dibahas secara lengkap dan rinci tidak cukup waktu satu tahun; karena itu pembahasan ini (termasuk isi makalah sederhana ini) hanya secara garis besar dan sekadar- nya saja. Pembahasan akan lebih banyak mengenai Luther/-an dan Calvin/-is, sedangkan sejumlah tokoh/aliran/gereja yang sebenarnya masih masuk dalam gerakan dan rumpun Reformasi/Protestan, misalnya Anglican, Mennonite, dan Baptis, hanya disinggung ala kadar- nya. Yang mau mendalami Reformasi Gereja ini lebih lanjut, silakan baca banyak literatur (yang sebagian sangat kecil dan terbatas didaftarkan di bawah ini), juga yang diinformasikan di internet (a.l. Google), dan saksikan juga banyak film/video yang menggambarkannya.

I. Latar Belakang dan Konteks Reformasi Gereja

Terutama sejak Kaisar Konstantinus Agung menerbitkan Edik Milano Januari 313, yang a.l.

menyatakan penghentian persekusi (penghambatan) atas Gereja dan pengakuan atas Kekristen- an sebagai [salah satu] religio licita (agama yang diakui negara), Gereja di Roma, yang menyebut diri Gereja Katolik5, mengklaim diri sebagai pusat seluruh gereja di dunia, dan pemimpinnya (yang disebut Paus) juga mendaku sebagai pemimpin gereja sedunia. Gereja dan pemimpinnya yang berpusat di Konstantinopel (waktu itu masuk Kekaisaran Romawi Timur atau Byzantium) tidak mau menerima klaim itu, lalu menyebut diri Gereja Katolik Yunani, yang belakangan lebih dikenal dengan nama Gereja Ortodoks Timur dan secara definitif berpisah dengan Gereja Katolik Roma (GKR) tahun 1054.

Walaupun Kekaisaran Romawi Barat sudah runtuh pada awal abad ke-5, dan wilayah- wilayah eks kekuasaannya menjelma menjadi Kekaisaran Jerman Raya dan banyak kerajaan, tetapi GKR relatif masih utuh di bawah kepemimpinan Paus, dan Paus juga mendaku sebagai

5Secara harfiah ‘Katolik’ berarti universal atau am (menyeluruh/keseluruhan). Karena itu setiap gereja (termasuk GPIB) mestinya tercakup di dalam, atau dapat menyebut diri bagian dari Gereja Katolik. Tetapi dalam perkembangannya istilah ini hanya digunakan oleh satu lembaga gereja (yakni GKR), bahkan menjadi agama tersendiri di samping atau di luar Kekristenan, seperti a.l. terlihat dalam nomenklatur keagamaan di Indonesia.

(6)

pemimpin politik di seluruh wilayah eks Kekaisaran Romawi Barat (mencakup hampir seluruh Eropa Barat, Utara dan Selatan), termasuk mengangkat dan memberhentikan kaisar dan raja.

Dalam perkembangan selanjutnya, pada abad-abad pertengahan (abad ke-6 s.d. 15) memang sering terjadi kontestasi atau persaingan antara Paus dan Kaisar/raja, siapa lebih tinggi dari siapa, sehingga pernah terjadi ada dua, bahkan tiga, Paus yang diangkat oleh kaisar/raja yang berbeda. Dalam situasi seperti itu tidak heran bila GKR (d.h.i. Paus dan perangkatnya di setiap wilayah) tidak terlalu menghiraukan urusan kerohanian (a.l. ibadah dan pelayanan pastoral), lebih sibuk mengejar kuasa dan menimbun kekayaan. Bahkan GKR, melalui sejumlah pejabat dan teolognya, mencetuskan ajaran dan praktik bergereja yang menyimpang dari Kitab Suci/Alkitab, a.l. mengacu pada “Tradisi”, yaitu warisan ajaran dan praktik gereja selama berabad-abad, yang tidak bersumber dari Alkitab. Salah satu ajaran yang disampaikan GKR hingga awal abad ke-16 adalah: manusia dapat mencapai keselamatan melalui amal atau perbuatan baik – jadi bukan karunia Tuhan semata – bahkan bisa dibeli dengan memberi sejumlah uang ke gereja, termasuk untuk membeli surat ‘aflat’ (indulgensi) agar luput dari purgatorium (api penyucian).

Akibat dari situasi itu, secara umum GKR memperlihatkan kemerosotan mutu kerohanian;

bahkan di dalam berbagai peristiwa terjadi banyak skandal yang memalukan dan kebobrokan moral para pejabat gereja maupun di kalangan umatnya. Memang ada kalangan tertentu di GKR yang – terutama didorong keprihatinan atas keadaan itu – berupaya melakukan dan menampil- kan diri secara berbeda. Ini misalnya terlihat di dalam sejumlah ordo (tarekat), a.l. Ordo Fratrum Minorum (Persaudaraan Hidup Miskin, diprakarsai Fransiskus dari Asisi, lebih populer dengan nama Ordo Fransiskan) dan Ordo Praedicatorum (Ordo Pengkhotbah; disebut juga Dominikan).

Ordo-ordo ini mendirikan biara (monastery), anggota-anggotanya menjalani hidup monastik (membiara, menjadi rahib atau biarawan/-wati), sering kali seiring dengan hidup selibat (ber- khalwat, tidak berkeluarga), dan kegiatan utama mereka a.l. beribadah (berdoa, bermeditasi/

kontemplasi, belajar Kitab Suci, mempelajari dan mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan), dan melayani orang miskin. Belakangan (terutama sejak akhir abad ke-15) mengabarkan Injil ke berbagai penjuru dunia, sehingga ordo dan biaranya menjadi pangkalan penginjilan.

Di samping itu ada juga beberapa tokoh individual yang tampil – atau diakui gereja – seba- gai perintis Reformasi6, dan dalam perkembangannya memiliki sejumlah pengikut. Di antara

6Di negerinya mereka dihormati sebagai reformator, atau ‘bintang pagi Reformasi’, bukan sekadar perintis.

(7)

4

mereka yang patut dicatat adalah Petrus Waldus7(abad ke-12) dari Prancis; John Wycliffe (±

1329-84), pengajar (dan sempat rektor) Universitas Oxford, Inggris8, dan Jan Hus (1373-1415) dari Bohemia (kemudian menjadi Ceko[slowakia]). Mereka mengecam GKR, terutama banyak pejabatnya yang immoral, lebih suka menumpuk kekuasaan politik dan kekayaan. Mereka juga mengecam beberapa doktrin GKR yang mereka anggap menyimpang dari Alkitab, a.l. pemaham- an transsubstansiasi9pada Ekaristi (Perjamuan Kudus). Tetapi karena GKR masih sangat kuat, Wycliffe dan Hus dinyatakan bersalah dan dihukum mati, dan jenazah mereka dibakar. Walau demikian, pemahaman dan tindakan berani mereka mengilhami dan mendorong banyak orang lain untuk melakukan Reformasi, dan Martin Luther adalah salah seorang dari antara mereka.

Sementara itu, a.l. sebagai dampak dari rangkaian Perang Salib (terutama 1097-1274), walaupun pasukan Salib (Kristen) akhirnya kalah melawan Islam, kalangan Kristen berhasil menemukan atau membawa pulang sejumlah dokumen tua (yang berasal dari zaman Yunani- Romawi dan Kekristenan abad-abad pertama) yang berisi berbagai pengetahuan dan ajaran, termasuk filsafat dan teologi. Didorong oleh semangat dan semboyan ad fontes (kembali ke sumber), kalangan Kristen dan intelektual Barat menggali kekayaan ilmu dan kerohanian dari berbagai sumber tertulis kuno itu; semangat dan gerakan itu disebut Renaissance (Renaisans).

Semangat ini ikut mendorong para reformator untuk menemukan kembali ajaran yang asli.10 Salah satu perkembangan lain yang melatarbelakangi Reformasi adalah wabah/pandemi yang melanda hamper seluruh benua Eropa pada abad ke-14, tepatnya tahun 1347-51. Wabah ini membunuh sekitar 75-80 juta orang, sepertiga penduduk Eropa pada masa itu. Tetapi cukup mencengangkan, wabah ini tidak mewnimbulkan perasaan tertekan atau kalah, melainkan seba- liknya mendorong dan membangkitkan semangat ke arah perubahan, pembaruan, dan kreativi- tas. Ini terlihat di sepanjang abad ke-15, di berbagai bidang kehidupan: ekonomi (termasuk lahir- nya kapitalisme global), pelayaran dan penaklukan ‘dunia baru’ (a.l. oleh Spanyol dan Portugis,

7Para pengikutnya disebut kaum Waldenses atau Waldensian. Pada tahun 1536 mereka memutuskan untuk ikut/bergabung dalam Reformasi Swiss. Mulai saat itu mereka menjadi salah satu gereja Reformed (Calvinis).

8Wycliffe juga memelopori terjemahan Alkitab ke bahasa Inggris (dikenal sebagai Wycliffe Bible), karena tidak puas dengan Vulgata (terjemahan Alkitab dalam bahasa Latin, satu-satunya yang diakui GKR s.d. abad ke-19).

9Artinya: roti dan anggur seketika itu berubah substansinya menjadi tubuh dan darah Kristus, ketika imam mengucapkan formula “Inilah tubuh-Ku …” dan “Inilah darah-Ku …”. Pemahaman/pengajaran ini membuat para imam GKR memiliki kuasa rohani yang sangat besar, yang ikut menentukan keselamatan jiwa para peserta Ekaristi.

10Uraian yang memadai tentang Renaisans lihat a.l. dalam Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi (terj.) (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), bab III. Penjelasan singkat lihat di Jan S. Aritonang & Eddy Kristiyanto (peny.). Kamus Gereja dan Teologi Kristen (manuskrip, rencana terbit 2021), s.v. “Renaisans (Renesans)”.

(8)

dua negara Katolik yang diberi Paus mandat membagi dua dan menguasai seluruh dunia), dan perkembangan di berbagai bidang ilmu pengetahuan, pendidikan, dan seni (kita ingat a.l.

Leonardo da Vinci, pelukis The Lord Supper [Perjamuan Malam] dan Monalisa).11

II. Seluk-beluk (Proses s.d. Dampak) Reformasi Gereja di Eropa Barat

Salah satu penanda utama digulirkannya Reformasi Gereja adalah tindakan Martin Luther memakukan 95 dalil di pintu gerbang Gereja Universitas Wittenberg, Jerman, 31 Oktober 1517.12 Dokumen ini terutama berisi pernyataan (dan penilaian) Luther atas sejumlah ajaran dan prak- tik yang keliru dari GKR, terutama Paus yang dinyatakan dan mendaku tidak pernah salah. Lebih lanjut Luther menguraikan pokok-pokok pandangan dan ajarannya dalam sejumlah tulisan (buku dan tulisan pendek/risalah).13Baik 95 dalil itu maupun tulisan-tulisan berikutnya didasar- kan pada studi dan pergumulannya yang panjang, paling tidak sejak memulai studi teologi tahun 1505 dan ditahbis menjadi imam/rahib Ordo Augustinian tahun 1507. Setelah mencanangkan Reformasi, selama bertahun-tahun Luther menjadi musuh GKR; ia dicap sebagai pemberontak dan penyebar ajaran sesat, dan beberapa kali diadili dan diancam hukuman mati. Akibatnya ia cukup sering dilarikan atau disembunyikan oleh para pengikut dan pendukungnya, termasuk raja wilayah Saksen. Pada masa itu – selain menulis sejumlah buku dan risalah – ia juga mener- jemahkan Alkitab dari bahasa asli (Ibrani dan Yunani) ke dalam bahasa Jerman, dengan maksud agar semua umat Kristen di Jerman dapat membaca Alkitab dalam bahasa mereka.14

Berdasarkan sejumlah pemahaman dan ajaran yang dituangkannya dalam banyak tulisan itu, Luther bersama dengan sejumlah pengikut dan reformator lainnya mencanangkan serang- kaian semboyan yang sekaligus merupakan inti ajaran Reformasi, yaitu:

(1) Sola Gratia: Manusia dibenarkan dan diselamatkan Tuhan Allah hanya karena kasih-karunia- Nya, bukan oleh amal, jasa, atau perbuatan baik (bnd. a.l. Rm. 3:24 dan 1Kor. 3:10);

11Penjelasan tentang wabah pada abad ke-14 dan serangkaian kebangkitan pada abad ke-15 di Eropa lihat a.l.

dalam Hanns Lessing, “Introduction to the Major Motives of the Reformers”, dalam Yusak Soleiman (peny.). Dari Wittenberg Kita Semua Terpanggil Membarui Dunia, 1517-2017 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017), 75-132.

12Terjemahan Indonesia dari 95 dalil Martin Luther ini, beserta penjelasan atas latar belakang sejarah dan analisis atasnya, lihat a.l. dalam Th. van den End, 95 Dalil Martin Luther (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017).

13Tulisan Martin Luther aslinya berbahasa Jerman dan Latin; sebagian besar sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris dan dimuat dalam seri Luther’s Works (47 jilid). Sebagian kecil diterjemahkan ke bahasa Indonesia.

14Terjemahan Alkitab itu (yang kemudian diikuti di banyak bahasa lain) berperan besar juga mengobarkan nasionalisme (semangat kebangsaan) Jerman yang sebelumnya merasa ditindas GKR/Paus dengan bahasa Latinnya.

(9)

6

(2) Sola Fide: Kasih-karunia (anugerah) Tuhan itu disambut manusia dengan iman, yang pada gilirannya mendorong manusia untuk berbuat baik (bnd. Rm. 1:16-17);

(3) Sola Scriptura: Kitab Suci (Alkitab)lah satu-satunya sumber ajaran yang benar. Tradisi gereja dan sumber-sumber lain dihargai dan digunakan sejauh tidak menyimpang dari isi Alkitab.

Sejalan dengan 95 dalil dan ketiga semboyan ini, kemudian Luther dkk. merumuskan sejumlah pokok ajaran lain (a.l. dalam Konfesi/Pengakuan Iman Augsburg 1530), yang hingga sekarang menjadi pegangan gereja-gereja Reformatoris atau Protestan pada umumnya, a.l.:15 (1) Pemberitaan Firman Tuhan sebagai pusat ibadah. Sakramen (hanya dua: Baptisan Kudus dan

Perjamuan Kudus) adalah Firman Tuhan yang diperagakan. Sejalan dengan itu, jabatan utama di dalam gereja adalah pemberita Firman Tuhan (a.l. melalui khotbah).

(2) Imamat Am Orang Percaya: Semua orang yang percaya (beriman) kepada Yesus Kristus seba- gai Tuhan, Juruselamat, dan Imam Besar, adalah imam; jadi bukan para klerus16saja. Tidak ada hierarki dalam imamat, yang ada hanyalah perbedaan tugas/fungsi, karena pada hakikat- nya imamat adalah tugas pelayanan (bnd. a.l. 1Ptr. 2:5 & 9), dan Ibr. 4:14 – 5:10).

(3) Kebebasan Orang Kristen: Di satu sisi setiap orang Kristen adalah orang yang bebas dari segala ikatan dan bukan hamba dari siapa pun, karena sudah ditebus, dibenarkan, dan dibebaskan Tuhan Yesus dari kuasa dosa. Tetapi di sisi lain orang Kristen terikat dan hamba dari semua orang untuk melakukan perbuatan baik, karena sudah diselamatkan.

(4) Pekerjaan (Beruf, Vocatio) sebagai panggilan: Bekerja bukan sekadar untuk mencari makan atau uang, melainkan memenuhi panggilan Tuhan (bnd. Kej. 2:15). Karena itu setiap orang Kristen terpanggil untuk melakukan pekerjaan yang baik dan tidak dibenarkan berbuat jahat.

Tidak berlebihan bila Martin Luther dijuluki dan dihormati sebagai bapa Reformasi Gereja.

Penghargaan dan rasa hormat terhadap Luther tidak hanya diungkapkan oleh gereja-gereja Pro- testan, termasuk yang beraliran Calvinis17, melainkan juga oleh GKR, walau belakangan terutama setelah Konsili Vatikan II. Kalau pada awalnya Luther dicap kalangan GKR sebagai pembangkang, bahkan penyesat, sehingga ‘halal darahnya ditumpahkan’, belakangan mereka (paling tidak seba-

15Uraian lebih rinci atas ajaran para reformator serta aliran-aliran dan gereja-gereja yang menganutnya lihat a.l. dalam Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995/172018)

16Klerus (Ing.: clergy) adalah orang yang ditahbis gereja sebagai imam; di GKR mereka ditempatkan pada hierarki (penjenjangan jabatan): imam paroki (di jemaat biasa; lazim disebut pastor, di Indonesia: Romo), uskup, uskup agung, kardinal, hingga Paus.

17Tanggal berdiri dari beberapa gereja di Indonesia yang mengaku Calvinis, a.l. GMIT (31 Oktober 1947), GPIB (31 Oktober 1948) dan GKSB (31 Oktober 2000), sedikit-banyak tentulah mengacu pada hari Reformasi itu.

(10)

gian) melihat banyak hal yang patut diteladani dari Luther dan banyak hal berguna yang Luther sumbangkan bagi perbaikan dan kemajuan gereja. Bahkan ada pengamat yang berkata: sesudah Konsili Vatikan II GKR lebih protestan dari gereja-gereja Protestan (termasuk GPIB?)

Eddy Kristiyanto, Guru Besar Sejarah Kekristenan di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, dalam bukunya Reformasi dari Dalam18, a.l. berkata “... Martin Luther merupakan salah satu so- sok pribadi yang mewakili umat beriman pada zamannya dan menggumuli persoalan-persoalan kehidupan sampai ke akar-akarnya, dengan penuh konsekuensi dan radikalitas, diikuti pertim- bangan-pertimbangan suara hati. Perasaan religius yang begitu kental telah mendorong Luther melakukan penyerahan diri secara menyeluruh pada (penebusan) Kristus. ... Di samping itu, Lu- ther memiliki karakter yang sangat kuat, impulsif, dan dominan, yang diimbangi dengan keren- dahan hati dan ketulusan.” Bahkan sebelumnya (pada h. 19) ia katakan, “... secara jujur kita perlu menegaskan bahwa orang-orang kudus seperti Martin Luther dan Jean Calvin yang didorong oleh kecintaan akan Kristus dan Gereja, sangat berjasa dalam ikhtiar membarui Gereja Kristus.”

Ajaran Martin Luther serta kawan-kawan dan pengikutnya di Jerman ini (lazim disebut kaum/penganut aliran Lutheran) kemudian dikembangkan dan diperkaya oleh sejumlah refor- mator lain, termasuk Jean Cauvin (= John/Johannes Calvin) dan para pengikutnya (lazim disebut kaum/penganut aliran Calvinis atau Reformed). Tambahan Calvin yang penting a.l. pentingnya menetapkan pemahaman atas gereja (=eklesiologi19), termasuk tata gereja dan jabatan gereja dan hubungannya dengan negara/pemerintah.20Menurut Calvin – mengacu pada Alkitab dan mempertimbangkan perkembangan gereja selanjutnya – hanya ada empat jabatan: pendeta (sebagai pemberita firman [mencakup pelayan Sakra-men] dan gembala), pengajar, penatua, dan diaken. Sehubungan dengan penataan gereja, penting menetapkan dan menegakkan disiplin gereja, yang mencakup penegakan ajaran dan perilaku yang benar; ini terutama menjadi tugas penatua (presbiter ← presbuteros), yang juga berfungsi sebagai perwakilan jemaat dalam persidangan sinode.21Sama seperti Luther (yang menggubah banyak nyanyian, terjemahan

18Eddy Kristiyanto, Reformasi dari Dalam – Sejarah Gereja Zaman Modern (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 35-6.

19Menurut Calvin, perwujudan penuh dari gereja terlihat pada gereja lokal (jemaat), bukan sinode. Sinode hanya berfungsi sebagai perhimpunan jemaat-jemaat untuk menetapkan sejumlah kesepakatan yang mendasar.

20Uraian rinci tentang ajaran Calvin dan Calvinisme lihat a.l. dalam Christiaan de Jonge, Apa Itu Calvinisme?

(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998) dan Th. van den End (penyeleksi). Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000).

21Di GPIB tidak ada jabatan khusus pengajar; penyandang jabatan yang tiga lagi (pendeta, penatua, dan diaken) tercakup dalam presbiter. Di gereja Calvinis pada umumnya, himpunan ini lazim disebut consistorium.

(11)

8

Indonesianya a.l. KJ 250: Allahmu Benteng yang Teguh), Calvin juga – selain mengutamakan pemberitaan Firman – menekankan pentingnya nyanyian di dalam ibadah, dan bagi Calvin yang terutama adalah menyanyikan Mazmur.

Merangkum latar belakang hingga bergulirnya sejumlah gerakan Reformasi di Eropa, Rm.

Prof. Eddy Kristiyanto antara lain berkata:

Sekurang-kurangnya sejak Konsili Vienna (1311-12) seruan untuk mengadakan “pembaruan pada kepala dan anggota-anggota” terdengar di Gereja yang hidupnya pada segala tingkat diwarnai berbagai macam pelanggaran berat. Keadaan ini menjadi lebih berat lagi dengan

“pengusiran Paus ke Avignon (1305-74), Skima Besar Barat terjadi ketika ada dua bahkan tiga Paus (1378-1417), gerakan Konsiliarisme, dan skandal-skandal yg berhubungan dengan kepausan zaman Renaisans. Pelbagai usaha untuk mengadakan pembaruan di GKR semakin kuat dan mencapai puncak pd masa Konsili Trento (1545-63). Reformasi Protestan harus di- tempatkan dalam perspektif yang sama. Tokoh utamanya adalah Martin Luther (1483-1546) dan gerakan ini dilanjutkan oleh Johannes Calvin (1509-64). Tokoh-tokoh penting yang lain adalah Ulrich Zwingli (1484-1531) dari Zurich dan Philip Melanchthon (1497-1560) yang bekerjasama dengan Luther di Wittenberg.22

III. Perluasan dan Dampak Reformasi Gereja ke Seluruh Dunia

Reformasi Gereja yang dicanangkan Martin Luther di Jerman pada tahun 1517 dengan cepat meluas ke banyak negara di benua Eropa (termasuk Inggris), terutama Eropa Barat dan Utara (a.l. Jerman, Belanda, dan Skandinavia). Banyak gereja di negara-negara yang sebelumnya didominasi GKR, beralih menjadi gereja-gereja reformatoris atau Protestan23. Di kalangan umat dan gereja-gereja pendukung dan pengikut Reformasi itu juga banyak terjadi diskusi, perdebat- an, bahkan tak jarang konflik/pertikaian akibat perbedaan pemahaman atas sejumlah pokok ajaran dan praktik bergereja24, baik secara internal (di antara sesama pengikut Luther, Calvin, dsb.) maupun eksternal (Luther dan para pengikutnya/kaum Lutheran versus Calvin dan para pengikutnya/kaum Calvinis). Kalangan Lutheran bertikai hingga tahun 1570, ketika mereka berhasil menyepakati Rumus Konkord. Toh sejak abad ke-17 hingga 20 gereja-gereja Lutheran berbiak, bahkan pecah, berdasarkan nama negara atau wilayah maupun akibat perbedaan ajaran

22Eddy Kristiyanto, “Reformasi”, dalam Kamus Gereja dan Teologi Kristen (manuskrip).

23Istilah ‘Protestan’ (berasal dari kata kerja Latin protestari; Ing.: to protest) pertama kali ditujukan kepada raja-raja/pangeran-pangeran dan kota-kota pendukung Martin Luther di Jerman pada sidang pengadilan di Speyer tahun 1529. Para pendukung Reformasi Gereja yang diprakarsai Luther itu kemudian dengan sadar dan sukacita mengenakan istilah itu pada mereka, karena mereka memahami, istilah itu mengandung banyak hal positif.

24Antara lain tentang makna Perjamuan Kudus, disiplin gereja, berkait dengan perlunya sanctificatio (pengudusan) setelah justificatio (pembenaran orang berdosa), jumlah jabatan gereja, boleh-tidaknya ada patung, lukisan, dan asesoris lainnya di ruang ibadah, dan hubungan gereja dengan negara/pemerintah.

(12)

dan keyakinan.25Begitu juga dengan kalangan Calvinis; mereka membiak dan menjelma menjadi banyak lembaga gereja, dan tidak semua bergabung di World Communion of Reformed Churches.

Dampak Reformasi Gereja pada abad ke-16 tidak hanya terlihat dalam pembiakan atau perpecahan gereja, melainkan juga dalam banyak hal: pertikaian politik (hingga peperangan26), persaingan ekonomi, dsb. Perbedaan di bidang ajaran antara GKR dan gereja-gereja Protestan hingga kini masih terasa (tentang Maria, doa bagi orang mati, imamat bagi perempuan, dsb.), walaupun sejak Konsili Vatikan 1962-65 sudah semakin terasa juga kedekatan dalam ajaran.27

Dampak di bidang ekonomi, sebagaimana diulas oleh Max Weber dalam salah satu karya utamanya, The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, adalah bangkitnya semangat dan pa- ham kapitalisme di negara-negara Protestan. Menurut Weber, ajaran Luther dan Calvin tentang [be]kerja sebagai respons atas panggilan Tuhan (lihat di atas) mendorong orang-orang Protestan untuk bekerja keras, rajin, hemat, dan menghimpun modal (kapital) untuk berusaha.28Memang kemudian banyak kritik dan perlawanan terhadap kapitalisme, a.l. dari Karl Marx pada abad ke- 19 (dalam bukunya, Das Kapital) yang melihat kapitalisme dan kaum kapitalis sebagai penindas buruh, tetapi menurut Weber pada awalnya kapitalisme dinilai sebagai paham yang positif.

IV. Gema dan Dampak Reformasi Gereja di dalam Gereja-gereja di Indonesia Di antara 400-an lembaga/organisasi gereja di Indonesia (90 di antaranya berhimpun di PGI) banyak yang mendaku sebagai gereja Protestan, entah Lutheran, Calvinis, atau campuran- nya, entah mencantumkannya pada namanya ataupun tidak. Ada 11 gereja anggota Lutheran World Federation (LWF) di Indonesia yang juga anggota PGI, dan ada sekitar 20 anggota WCRC (termasuk GPIB) yang juga anggota PGI. Afiliasi kepada persekutuan aliran atau yang bercorak

25Di Amerika Serikat (AS), misalnya, ada Evangelical Lutheran Church of America (ELCA) dan Lutheran Church Missouri Synod (LC-MS), selain beberapa gereja Lutheran lainnya. Yang pertama masuk ke LWF, yang kedua tidak.

26Di Eropa abad ke-17, misalnya terjadi Perang Tigapuluh Tahun (1618-48) antara Negara-negara Katolik Rpma dan Protestan. Secara formal berakhir pada Perjanjian Westfalia 1648, tapi gemanya masih terasa hingga ratusan tahun kemudian. Syukurlah gerakan ekumene abad ke-20 meredakan berkontribusi pertikaian itu.

27Uraian cukup rinci tentang perbedaan antara GKR dan Protestan di berbagai bidang, dan upaya untuk mendekatkan atau mendamaikannya lihat a.l. dalam James D. Tracy, Europe’s Reformations 1450 – 1650 (London etc.: Rowman & Littlefield Publishers, 1999) dan Felipe Fernandez-Armesto, Reformation – Christianity and the World 1500-2000 (London etc.: Bantam Press, 1996). Khusus kesepakatan GKR dan Lutheran/LWF tentang ajaran pembenaran oleh iman, lihat Ramli S.N. Harahap, Deklarasi Bersama tentang Ajaran Pembenaran oleh Iman (Yogyakarta: Kanisius, 2015).

28Kajian atas pemahaman dan ajaran Luther dan Calvin tentang panggilanlihat juga dalam H.W.B. Sumakul, Panggilan Iman dalam Teologi Luther dan Calvin (Jakarta: BPK Gunung Mulia,32016).

(13)

10

denominasional ini tidak hanya ditandai oleh pergabungannya dengan LWF ataupun WCRC, melainkan juga dalam dokumen-dokumen penting dari masing-masing gereja (a.l. Tata Gereja, Pengakuan/Pemahaman Iman/Konfesi, dan Pokok-pokok Ajaran). Bahkan tidak sedikit gereja di Indonesia yang mendaku atau menyebut diri Injili (misalnya Gereja Reformed Injili Indonesia, GRII) atau Pentakostal (misalnya Gereja Bethel Indonesia, GBI) juga menganut ajaran para refor- mator. Bahkan ada juga di antara gereja-gereja di Indonesia yang menggunakan nama/istilah Reformasi, a.l. Gereja-gereja Reformasi di Indonesia (GGRI).29

Salah satu dampak Reformasi Gereja di Eropa atas berdiri dan berkembangnya gereja- gereja di Indonesia adalah kemunculan semangat dan paham Pietisme (kesalehan) di Eropa sejak akhir abad ke-17, mula-mula di kalangan Lutheran, selanjutnya juga di kalangan Calvinis, sebagai reaksi atas kiprah dan keberadaan banyak gereja Protestan yang semakin menekankan kebakuan ajaran dan penataan gereja, sehingga kurang mementingkan kesalehan dan hubungan vertikal dengan Tuhan (melalui doa, ibadah, pembacaan Alkitab, dsb.). Pietisme berkolaborasi dengan Revivalisme (yang muncul di Inggris sejak akhir abad ke-18) dan mendorong lahirnya semangat penginjilan dan terbentuknya banyak badan penginjilan (Misi, Zending). Banyak dari badan-badan penginjilan ini mengutus misionaris/zendeling mereka ke Indonesia, dan pada gilirannya menghasilkan sejumlah lembaga gereja di negeri ini. Sebagian dari gereja-gereja produk badan-badan penginjilan ini meniru afiliasi dari badan-badan penginjilan itu, sehingga ada yang menjadi Lutheran, Calvinis, dst.).30Karena itu kita [sebagai gereja] di Indonesia tertolong untuk memahami keberadaan dan kiprah kita ketika menelusuri dan mempelajari gerakan Reformasi Gereja dan perkembangannya di seluruh dunia.

Di sisi lain, Paulus Lie, seorang pendeta GKI di Yogyakarta, mengamati bahwa banyak gereja di Indonesia yang juga terjebak dalam kekakuan seperti yang terlihat di gereja-gereja Barat sejak abad ke-17 hingga kini, sehingga perlu direformasi dalam sejumlah hal, a.l. fokusnya (supaya berfokus pada orang, bukan kegiatan rutin dan aset material); struktur organisasinya untuk merevitalisasi jemaat; peran pendetanya agar menjadi penggerak reformasi; peran dan tugas

29Seluk-beluk gereja ini, termasuk latar belakang dan konteks kemunculannya di dalam proses Reformasi gereja di Belanda, a.l. diuraikan dalam Gerrit Riemer. Gereja-gereja Reformasi di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia dan Litindo, 2009).

30GPIB bukan buah langsung dari badan-badan penginjilan itu, karena mewarisi dan merupakan bagian dari De Protestantche Kerk in Nederlands Indié/Indische Kerk; Gereja Protestan di Hindia-Belanda/Indonesia/GPI). Tetapi sejak awal abad ke-19 di sejumlah daerah (a.l. Maluku, Minahasa, dan Timor) beberapa badan penginjilan, a.l.

Nederlands Zendeling Genootschap (NZG) memperkuat kiprah Indische kerk/GPI, gereja-negeri pada waktu itu.

(14)

majelis jemaatnya; kebaktiannya, agar lebih hidup; pola pembinaannya; hubungan dengan masyarakat, terutama dengan kalangan Islam, dan budaya gereja (serangkaian nilai kristiani yang muncul dalam bentuk perilaku kolektif; bnd. corporate culture di perusahaan).31

Kepustakaan Singkat

Aritonang, Jan S. Garis Besar Sejarah Reformasi. Bandung: Jurnal Info Media, 2007.

---. Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia,

172018.

--- & Eddy Kristiyanto (peny.). Kamus Gereja dan Teologi Kristen (manuskrip, rencana terbit 2021).

Calvin, John. Institutio Christianae Religionis (terj. Indonesia: Institutio - Pengajaran Agama Kristen). Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1980 dst..

End, Th. van den (penyeleksi). Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.

---. 95 Dalil Martin Luther. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017.

Fernandez-Armesto, Felipe. Reformation – Christianity and the World 1500-2000. London etc.:

Bantam Press, 1996.

Harahap, Ramli S.N. Deklarasi Bersama tentang Ajaran Pembenaran oleh Iman. Yogyakarta:

Kanisius, 2015.

Jonge, Christiaan de. Apa Itu Calvinisme? Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998.

Kristiyanto, Antonius Eddy. Reformasi dari Dalam – Sejarah Gereja Zaman Modern. Yogyakarta:

Kanisius, 2004.

Lie, Paulus. Mereformasi Gereja. Yogyakarta: ANDI, 2010.

McGrath, Alister E. Sejarah Pemikiran Reformasi (terj.). Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997.

Riemer, Gerrit. Gereja-gereja Reformasi di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia dan Litindo, 2009.

Soleiman, Yusak (peny.). Dari Wittenberg Kita Semua Terpanggil Membarui Dunia, 1517-2017.

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017.

Spitz, Lewis W. The Rise of Modern Europe – The Protestant Reformation 1517-1559. New York etc.: Harper Torchbooks, 1985.

Sumakul, H.W.B. Panggilan Iman dalam Teologi Luther dan Calvin – Suatu Kajian Etika Sosial Politik dalam Gereja Reformasi. Jakarta: BPK Gunung Mulia,32016.

Tracy, James D. Europe’s Reformations 1450 – 1650. London etc.: Rowman & Littlefield Publishers, 1999.

Weber, Max. The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. London & New Uork: Routledge Classics, 1992/2001. (terj. Indonesia: Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme. Surabaya:

Pustaka Promothea, 2000).

31Selengkapnya lihat Paulus Lie, Mereformasi Gereja (Yogyakarta: ANDI, 2010).

Referensi

Dokumen terkait

Pada Stasiun III menunjukkan bahwa pada Stasiun tersebut merupakan habitat yang baik dan dapat mendukung Bivalvia dan Gastropoda karena Stasiun III merupakan daerah yang dekat

Daun rotan mulai mengembang setelah 1 bulan disapih dengan warna awal daun coklat kekuningan, kemudian berubah menjadi hijau setelah 1-2 minggu. Selanjutnya bibit dari polybag kecil

Berdasarkan hasil dari penelitian yang penulis lakukan di Pondok Pesantren Madrasah Tarbiyah Islamiyah Batang Kabung Kecamatan Koto Tangah Kota Padang dengan

Ditinjau dari parameter tinggi tanaman, antara perlakuan pupuk kandang ayam, sapi, kambing dan babi menunjukan hasil yang berbeda tidak nyata.Sedangkan antara

Dengan perhitungan keterbatasan kemampuan peneliti, waktu serta luasnya ruang lingkup masalah yang dihadapi siswa SMA Swasta Persiapan Stabat, maka dalam penelitian

Mekanisme kerja atau manajemen Bimbingan Konseling yang terdapat di SMP N 3 Seririt ini di awali dari Struktur Organisasi Bimbingan Konseling seperti yang telah

Revitalisasi budaya lokal dalam pembelajaran BIPA selain dapat digunakan sebagai materi ajar, juga dapat digunakan oleh pengajar BIPA sebagai sarana memperkenalkan

Salah satu lembaga yang menjadi media dakwah Islam dan telah ada kiprahnya serta berperan penting bagi masyarakat setempat adalah Madrasah Tsanawiyah Al- Fithrah yang