• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji aktivitas herbisida campuran bahan aktif Cyhalofop-Butyl dan penoxsulam terhadap beberapa jenis gulma padi sawah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji aktivitas herbisida campuran bahan aktif Cyhalofop-Butyl dan penoxsulam terhadap beberapa jenis gulma padi sawah"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

UJI AKTIVITAS HERBISIDA CAMPURAN BAHAN AKTIF

CYHALOFOP-BUTYL DAN PENOXSULAM TERHADAP

BEBERAPA JENIS GULMA PADI SAWAH

OLEH

TRISNANI YUDA FITRI

A24070021

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

CYHALOFOP-BUTYL DAN PENOXSULAM TERHADAP

BEBERAPA JENIS GULMA PADI SAWAH

The Test of Formulated-mix Herbicide Activity of Cyhalofop- butyl and Penoxsulam Active Ingredients to a Numbers of Rice Field Weeds

Trisnani Yuda Fitri1 dan Dwi Guntoro2 1

Student of Agronomy and Horticulture Departement, Faculty of Agriculture, IPB 2

Lecture of Agronomy and Horticulture Departement, Faculty of Agriculture, IPB

ABSTRACT

Weed competition becomes a major problem in low land rice. Weeds can reduce rice production up to 60-70%. Mixing herbicides is expected to obtain a broader spectrum of control of the weeds. Inappropriate mixing herbicides may cause antagonism effect which can reduce the effectiveness on the target weed. The objection of the research was to study the antagonism activity of two active ingredients herbicide mixture, cyhalofop-butyl and penoxsulam. The treatment was consisted of three types of herbicide with five level of doses, i.e. a single herbicide cyhalofop-butyl (0, 375, 750, 1500, and 3000 g ai ha-1), penoxsulam (0, 50, 100, 200, and 400 g ai ha-1), and the herbicide mixture of cyhalofop-butyl 50 g L-1 + penoxsulam 10 g L-1 (0, 225, 450, 900, and 1800 g ai ha-1). The target weeds were Echinochloa crus-galli, Leptochloa chinensis, Monochoria vaginalis and Limnocharis flava. Dry weight of biomass and percent of damage would further determine wheather the herbicide mixture were synergistic, antagonistic, or additive. Since cyhalofop-butyl and penoxsulam had a different mode of action, analysis of the data used MSM (Multiplicative Survival Model) method to determine the LD50 of each herbicide treatment and mix component. The result

showed that an active ingredient mixture of cyhalofop-butyl 50 g L-1 + penoxsulam 10 g L-1 was synergic, with LD50-expectation values of 212.99 g ai

ha-1 and the LD50-treatment of 177.49 g ai ha-1. The co-toxicity value was 1.20 (>

1).

(3)

RINGKASAN

TRISNANI YUDA FITRI. Uji Aktivitas Herbisida Campuran Bahan Aktif Cyhalofop-Butyl dan Penoxsulam terhadap Beberapa Jenis Gulma Padi Sawah. (Dibimbing oleh DWI GUNTORO).

Kompetisi gulma menjadi masalah utama budidaya padi sawah. Gulma berpotensi menyebabkan penurunan produksi padi hingga 60-70%. Teknik pencampuran herbisida diharapkan mendapatkan spektrum pengendalian gulma yang lebih luas dibandingkan pemakaian secara tunggal. Pencampuran herbisida dapat meningkatkan efektivitas pengendalian (sinergis), namun apabila tidak tepat dapat menyebabkan efek antagonisme yang dapat mengurangi efektivitas hasil pengendalian gulma sasaran.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui sifat aktivitas campuran dua bahan aktif herbisida cyhalofop-butyl dan penoxsulam. Penelitian disusun dalam rancangan acak lengkap dengan 13 perlakuan, yaitu tanpa perlakuan herbisida (0 g ai ha-1), herbisida campuran cyhalofop-butyl 50 g L-1 + penoxsulam 10 g L-1 (225, 450, 900, 1800 g ai ha-1), herbisida tunggal cyhalofop-butyl ( 375, 750, 1500, 3000 g ai ha-1), dan penoxsulam ( 50, 100, 200, 400 g ai ha-1). Gulma sasaran yang digunakan meliputi dua jenis gulma golongan rumput (Echinochloa crus-galli dan Leptochloa chinensis) dan dua jenis gulma golongan daun lebar (Monochoria vaginalis dan Limnocharis flava).

(4)

UJI AKTIVITAS HERBISIDA CAMPURAN BAHAN AKTIF

CYHALOFOP-BUTYL DAN PENOXSULAM TERHADAP

BEBERAPA JENIS GULMA PADI SAWAH

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

TRISNANI YUDA FITRI

A24070021

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul : UJI AKTIVITAS CAMPURAN HERBISIDA BAHAN AKTIF CYHALOFOP-BUTYL DAN PENOXSULAM TERHADAP BEBERAPA JENIS GULMA PADI SAWAH

Nama : Trisnani Yuda Fitri

NIM : A24070021

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dwi Guntoro, SP., M.Si NIP 19700829 199703 1 001

Mengetahui.

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr NIP 19611101 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Metro, Provinsi Lampung pada tanggal 26 April 1990. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan dari Bapak Moh. Solihin dan Ibu Dwi Budi Hastuti. Tahun 1998 penulis lulus dari SD N 9 Metro Barat, kemudian pada tahun 2001 penulis menyelesaikan studi di SMP N 3 Metro. Selanjutnya, penulis lulus dari SMA N 1 Metro pada tahun 2007. Tahun 2007 penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), sebagai mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan penelitian dan enyusunan skripsi ini dengan baik.

Skripsi yang disusun berjudul “Uji Aktivitas Campuran Herbisida Bahan Aktif Butyl- Chyhalofop dan Penoxsulam Terhadap Beberapa Jenis Gulma Padi Sawah”. Skripsi ini memberikan gambaran mengenai teknik pengujian herbisida untuk mengetahui pengaruh pencampuran dua bahan aktif herbisida dalam meningkatkan efektifitas pengendalian gulma pada padi sawah. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Cikabayan, Kampus IPB Dramaga.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah turut membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, secara khusus penulis sampaikan kepada:

 Bapak Dwi Guntoro, SP., M.Si selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini.

 Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS dan Ir. Sofyan Zaman, MP selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan perbaikan dalam penulisan skripsi ini

 Ayahanda Moh. Solihin, Ibunda Dwi Budi Hastuti, dan seluruh keluarga yang selalu memberi dukungan semangat, doa dan motivasi, serta kasih sayang yang tidak terbatas.

 Dr. Ir. Eny Widajati, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menempuh perkuliahaan.

 Seluruh staff dan pegawai rumah kaca di Kebun Percobaan Cikabayan IPB yang telah membantu memfasilitasi segala kebutuhan selama penelitian berlangsung.

(8)

 Teman–teman Agronomi dan Hortkultura angkatan 44 yang telah memberikan kenangan persahabatan yang indah selama di perkuliahan. Kepada semua pihak yang tak dapat penulis sampaikan satu persatu, yang telah membantu penulis selama perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir.

Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi dan manfaat yang berharga bagi pembaca.

Bogor, Desember 2011

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan ... 4

Hipotesis ... 4

TINJAUAN PUSTAKA... 5

Gulma pada Padi Sawah ... 5

Pengendalian Gulma pada Padi Sawah ... 6

Herbisida Cyhalofop-Buthyl ... 7

Herbisida Penoxsulam ... 7

Interaksi Herbisida ... 8

Model Analisis Campuran Herbisida ... 9

BAHAN DAN METODE ... 11

Tempat dan Waktu ... 11

Bahan dan Alat ... 11

Rancangan Percobaan ... 12

Pelaksanaan Penelitian ... 12

Analisis Data ... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

Kondisi Umum Gulma ... 16

Bobot Kering Gulma ... 22

Persen Kerusakan Gulma ... 27

Analisis Campuran Herbisida ... 28

Nilai Probit ... 28

LD50 ... 30

Model MSM (Multiplicative Survival Model) ... 31

Interaksi Herbisida Campuran ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

Kesimpulan... 34

Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perlakuan Dosis Berbagai Jenis Herbisida untuk Setiap Jenis Gulma... 13 2. Bobot Kering Bagian Segar Gulma Echinochloa crus-galli dan

Leptochloa chinensis setelah Aplikasi Herbisida... 22 3. Nilai Bobot Kering Bagian Segar Gulma Monochoria vaginalis

dan Limnocharis flava setelah Aplikasi Herbisida... 27 4. Nilai Bobot Kering Bagian Segar Gabungan 4 Jenis Gulma

E. crus-galli, L. chinensis, M. vaginalis dan L. flava setelah Aplikasi Herbisida... 28 5. Nilai Kerusakan (%) Gabungan 4 Jenis Gulma E. crus-galli,

L. chinensis, M. vaginalis dan L. flava setelah Aplikasi Herbisida... 27 6. Transformasi Probit dari Nilai Kerusakan Gabungan 4 Jenis

Gulma E. crus-galli, L. chinensis, M. vaginalis dan L. Flava... 29 7. Persamaan Regresi Probit dan Nilai LD50-perlakuan : Y = Nilai

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Struktur Kimia Cyhalofop-Buthyl ... 7 2. Struktur Kimia Penoxsulam ... 8 3. Analisis Model ADM: Posisi Nilai Harapan dan Nilai Perlakuan 9 4. Kondisi Gulma Echinochloa crus-galli 9 HSA (Hari setelah

Aplikasi) Dibandingkan dengan Kontrol (K : Tanpa Perlakuan Herbisida) ... 17 5. Kondisi Gulma Leptochloa chinensis 9 HSA (Hari setelah

Aplikasi) Dibandingkan dengan Kontrol (K : Tanpa Perlakuan Herbisida) ... 18 6. Kondisi Gulma Monochoria vaginalis 13 HSA (Hari setelah

Aplikasi) Dibandingkan dengan Kontrol (K : Tanpa Perlakuan Herbisida) ... 19 7. Kondisi gulma Limnocharis flava 10 HSA (Hari Setelah

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Nilai Bobot Kering Bagian Segar dan Bagian yang Mati Gulma E. crus-galli setelah Aplikasi Herbisida Campuran AB, Cyhalofop-butyl (A), dan Penoxsulam (B) ... 40 2. Nilai Bobot Kering Bagian Segar dan Bagian yang Mati gulma

L. chinensis setelah Aplikasi Herbisida Campuran AB, Cyhalofop-butyl (A), dan Penoxsulam (B) ... 41 3. Nilai Bobot Kering Bagian Segar dan Bagian yang Mati Gulma

M. vaginalis setelah Aplikasi Herbisida Campuran AB, Cyhalofop-butyl (A), dan Penoxsulam (B) ... 42 4. Nilai Bobot Kering Bagian Segar dan Bagian yang Mati Gulma

L. flava setelah Aplikasi Herbisida Campuran AB,

Cyhalofop-butyl (A), dan Penoxsulam (B) ………... 43 5. Tabel Transformasi Nilai Probit ... 44 6. Transformasi Probit dari Nilai Kerusakan Gabungan 4 Jenis

Gulma E. crus-galli, L. chinensis, M. vaginalis dan L. flava... 49 7. Hasil Analisis Ragam Nilai Probit Gabungan 4 Jenis Gulma

dengan Menggunakan Program SAS 9.1 ... 49 8. Hasil Analisis Ragam Regresi Linier Data Gabungan 4 Gulma

dengan Menggunakan Program SAS 9.1 ... 47 9. Hasil Analisis Ragam Bobot Kering Gulma Uji dengan

Menggunakan Program SAS 9.1 ... 49 10. Hasil Analisis Ragam Persen Kerusakan Gulma Uji dengan

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi merupakan komoditas pangan utama bagi sebagian besar masyarakat Asia, terutama Indonesia. Semakin meningkatnya kebutuhan beras di Indonesia mendorong pemerintah untuk memperluas lahan persawahan. Produksi padi pada tahun 2009 menunjukkan angka sebesar 64 398 juta ton gabah kering giling (GKG) dengan produktivitas sebesar 4.99 ton/ha. Peningkatan ini terjadi sejak tahun 2000 dimana produksi sebesar 51 898 juta ton gabah kering giling (GKG) dengan produktivitas sebesar 4.41 ton/ha (Deptan, 2010). Peningkatan produksi beras mengharuskan petani untuk terus-menerus menanam padi untuk menjaga keberlanjutan pasokan beras nasional.

Upaya peningkatan produksi padi sawah dilakukan secara intensif dengan memberikan input berupa pupuk yang dapat menyuburkan tanaman. Peningkatan jumlah hara yang terkandung di dalam tanah di sisi lain juga memungkinkan gulma dapat tumbuh dengan baik pula. Gulma merupakan masalah utama yang muncul sejak awal persiapan penanaman hingga menjelang panen padi. Penurunan produksi pangan khususnya padi akibat gulma masih sangat tinggi yakni berkisar antara 60-87%. Data yang lebih rinci menyebutkan bahwa penurunan produksi padi secara nasional akibat gangguan gulma mencapai 15-42% untuk padi sawah dan 47-87% untuk padi gogo (Pitoyo, 2006). Oleh karena itu, diperlukan pengendalian yang dapat mengurangi persaingan gulma dengan padi sebagai tanaman budidaya utama.

(14)

sistem budidaya yang intensif, sehingga makin banyak residu herbisida yang tertingal di dalam tanah.

Umiyati (2005) menyatakan bahwa penggunaan herbisida sebagai pengendali gulma mempunyai dampak positif yakni gulma dapat dikendalikan dalam waktu yang relatif singkat dan mencakup areal yang luas. Adanya jenis herbisida selektif hanya mampu mengendalikan satu jenis gulma, dimana apabila salah satu gulma dikendalikan, maka gulma jenis lain yang lebih tahan akan menjadi dominan pada lahan, dan dapat menimbulkan masalah baru. Gulma juga dapat menjadi resisten apabila secara terus-menerus diberi herbisida yang sama.

Gulma memiliki tahapan pertumbuhan sama halnya dengan tanaman budidaya, sehingga proses aplikasi herbisida membutuhkan waktu yang tepat agar efek yang ditimbulkan sesuai dengan yang diinginkan. Beberapa gulma padi sawah mulai berkecambah sebelum proses penanaman padi, namun sebagian besar muncul saat kondisi tanah macak-macak. Monaco et al. (2002) me-nyebutkan bahwa waktu aplikasi herbisida terbagi menjadi preplanting, pre-emergence, dan post emergence. Aplikasi post emergence diterapkan setelah gulma berkecambah dan tanaman budidaya mulai tumbuh. Pengetahuan waktu aplikasi sangat diperlukan untuk menentukan kapan waktu yang tepat untuk mengendalikan gulma secara kimia.

(15)

Perkembangan teknologi pencampuran herbisida dengan bahan aktif berbeda bertujuan untuk mendapatkan spektrum pengendalian yang lebih luas, serta diharapkan dapat memperlambat timbulnya gulma yang resisten terhadap herbisida. Aplikasi campuran cyhalofop-butyl + azimsulfuron + mlinate dapat mengendalikan E. crus-galli pada 27 HSA (Kuk et al., 2002). Campuran penoxsulam 30 g L-1 + clomazone 560 g L-1 secara pre emergence dua minggu setelah penggenangan padi sawah dapat mengendalikan 40% Sesbenia, 90% E.

crus-galli, 70% Leptochloa panicoides, dan 86 % Cyperus iria (Williams et al., 2004). Pencampuran juga diharapkan dapat menghemat

penggunaan herbisida, karena adanya pengurangan dosis dan konsentrasi bahan aktif, menekan biaya produksi serta dapat mengurangi akumulasi residu herbisida untuk tujuan konservasi tanah.

Salah satu hal yang harus dicermati dalam pencampuran herbisida adalah apakah campuran tersebut bersifat antagonis atau tidak. Jika campuran herbisida tersebut bersifat antagonis, maka pengendalian gulma dengan herbisida campuran tersebut tidak akan efektif. Sifat aktivitas suatu campuran herbisida ditentukan oleh jenis formulasi, cara kerja dan jenis-jenis gulma yang dikendalikan.

(16)

Tujuan

Tujuan peneltian ini adalah untuk mengetahui sifat aktivitas campuran dua bahan aktif herbisida cyhalofop-butyl dan penoxsulam pada beberapa jenis gulma padi sawah.

Hipotesis

1. Pencampuran herbisida dapat meningkatkan efektivitas hasil pengendalian gulma sasaran.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Gulma pada Padi Sawah

Gulma merupakan tanaman yang tumbuh bukan pada tempatnya, atau disebut juga tanaman atau tumbuhan yang manfaatnya lebih sedikit dibandingkan dengan kerugian yang diakibatkan pada lahan yang sedang diusahakan (Radosevich, et al., 2007). Gulma dapat tumbuh di berbagai macam lingkungan termasuk di air. Gulma air (aquatic weeds) adalah tanaman yang mempunyai kemampuan beradaptasi di lingkungan basah. Menurut Sidorkewicj, et al. (2004) terdapat lebih kurang 700 spesies gulma air yang tersebar di dunia, namun hanya beberapa diantaranya yang menimbulkan masalah.

Di Indonesia gulma air menjadi penting terkait dengan banyaknya lahan persawahan yang berada di wilayah jenuh air. Beberapa jenis gulma yang menjadi masalah pada pertanaman padi sawah sistem pindah tanam (transplanted rice fields) antara lain Eleocharis kuroguwai, Sagittaria trifolia, S. pygmaea, Echinochloa crus-galli, dan Monochoria vaginalis (Chul and Goo, 2005). Salah satu contoh gulma penting yang ada pada pertanaman padi adalah Echinochloa crus-galli. Gulma ini memiliki daya adaptasi yang kuat, yang akan bersaing dengan tanaman padi sawah. Hasil penelitian Guntoro et al. (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi populasi E. crus-galli akan meningkatkan kompetisi terhadap tanaman padi dan berpotensi menurunkan hasil gabah per malai. Gulma golongan daun lebar seperti Monochoria vaginalis dan Limnocharis flava menjadi

dominan dengan frekuensi penutupan mencapai lebih dari 50% (Begum et al., 2005).

(18)

Pengendalian Gulma pada Padi Sawah

Sistem budidaya padi dilakukan secara intensif yang menghendaki kondisi bersih gulma untuk meminimalkan persaingan antara tanaman padi dan gulma. Gulma muncul terutama sejak padi mulai dipanen hingga musim tanam baru dimulai.

Salah satu cara yang digunakan dalam pengendalian gulma padi sawah yakni secara manual. Pengendalian dilakukan dengan menyiangi gulma pada saat persiapan lahan, namun cara ini dinilai kurang efektif. Penerapan sistem SRI (System of Rice Intensification) pada pertanaman padi menyebabkan peningkatan jumlah tenaga kerja, karena kegiatan pengendalian gulma maupun hama dilakukan sendiri oleh petani. Pengendalian gulma dilakukan sebanyak 3-4 kali, sehingga terjadi peningkatan biaya untuk kebutuhan tenaga kerja (Anugrah et al., 2008).

Pengendalian gulma secara kultur teknis juga digunakan dalam mengendalikan gulma pada padi sawah. Metode yang digunakan salah satunya adalah dengan penggenangan. Kondisi tanah yang tergenang menciptakan suasana anaerob, sehinga perkecambahan biji gulma dapat dihambat. Penggenangan juga menyebabkan penghambatan suplay oksigen pada proses respirasi di sekitar perakaran. Prambudyani dan Djufry (2006) menyatakan bahwa pada penggenangan padi sawah hingga 15 cm, tidak meningkatkan laju pertumbuhan relatif gulma Fimbristylis miliacea.

(19)

Herbisida Cyhalofop-Butyl

Gambar 1. Struktur Kimia Cyhalofop-Butyl

2-[4-(4-cyano-2-fluorophenoxy)phenoxy]propanoic acid, butylester (R) termasuk kedalam golongan Aryloxyphenoxypropionate. Herbisida ini termasuk dalam grup herbisida ACCase (acetyl CoA carboxylase) inhibitors (Weed Science, 2011). Cyhalofop-butyl mengendalikan gulma dengan jalan menghambat kerja Asetil Koenzim-A Karboksilase. Enzim ini bertindak dalam biosintesis asam lemak pada jenis rumput-rumputan. Penghambatan asam lemak menyebabkan kehilangan lemak dan kematian secara bertahap pada proses pembelahan sel di titik tumbuh (California Departement of Pesticide Regulation, 2003). Beberapa gulma yang dapat dikendalikan oleh herbisida cyhalofop-butyl yakni Echinochloa spp. pada umur kurang dari fase 5 daun (Wada, 2004), Leptochloa spp., dan tidak mengendalikan gulma daun lebar (broadleaves) (California Departement of Pesticide Regulation, 2003).

Herbisida Penoxsulam

Penoxsulam termasuk dalam kelompok senyawa Triazolopyrimidine sulfonamide. Herbisida ini merupakan grup herbisida ALS inhibitors (Weed Science, 2011). Bahan aktif penoxsulam digunakan sebagai sebagai herbisida pasca tumbuh dan sebagai zat penghambat pertumbuhan enzim acetolacetate

synthase (ALS) yang mirip dengan imidazolinone dan sulfonylurea (Ottis et al., 2003). Herbisida berbahan Triazolopyrimidine pertama kali

dikomersialisasikan tahun 1993, dan lima jenis diantaranya tercatat sedang dikembangkan. Triazolopyrimidine, sulfonylurea, dan

sulfonylamino-O

O

O O C

N

CH3

(20)

carbonyltriazolinone mampu menghambat pembelahan sel dengan cepat dimana herbisida masuk ke dalam xylem dan floem, sehingga mencegah biosintesis percabangan rantai asam amino (Monaco, 2002).

Gambar 2. Struktur Kimia Penoxsulam

Penoxsulam merupakan herbisida berspektrum luas yang dapat mengendalikan gulma semusim, tahunan, dan dwitahunan pada rumput golf. Jenis gulma yang dapat dikendalikan antara lain: Trifolium repens, Glechoma hederacea, Hydrocotyle spp. (Dow AgroSciences, 2005), Salvinia minima Baker., dan Eichornia crassipes (Mart.) (Wersal and Madsen, 2010). Penoxsulam dapat mengendalikan semua jenis gulma (daun lebar, rumput, dan teki) kecuali Leptochloa spp., Dactiloteneum spp., dan Cyperus rotundus (Gopal et al., 2010).

Interaksi Herbisida

Pencampuran beberapa jenis herbisida dapat mempengaruhi toksisitas masing-masing komponen bahan aktif herbisida. Interaksi herbisida campuran dapat berupa interaksi sinergis dan interaksi antagonis. Interaksi sinergis terjadi apabila beberapa campuran herbisida akan menimbulkan efek normal atau bahkan meningkatkan pengaruh herbisida, sedangkan interaksi antagonis terjadi apabila campuran beberapa bahan aktif dalam herbisida akan menurunkan pengaruh terhadap gulma sasaran.

Interaksi antagonis dapat menimbulkan mekanisme yang berbeda pada gulma sasaran. Rao (2000) mengemukakan bahwa terdapat empat jenis mekanisme antagonisme yang dapat terjadi pada pencampuran beberapa bahan aktif herbisida. Antagonisme biokimia terjadi apabila bahan aktif satu herbisida

O N N N

N OCH

OCH

NH

S O

OHF

(21)

menghambat penetrasi bahan aktif herbisida lain pada gulma sasaran tertentu (berlawanan dengan sifat sinergis). Antagonisme kompetitif terjadi ketika campuran dua bahan aktif bekerja saling meniadakan satu sama lain, sedangkan pada antagonisme fisiologis antar bahan aktif menimbulkan reaksi berkebalikan bila dicampur dengan bahan yang lain. Antagonisme kimia menimbulkan reaksi kimia saat kedua bahan aktif dicampur, sehingga campuran herbisida kehilangan pengaruh pada gulma sasaran.

Model Analisis Campuran Herbisida

Sifat antagonis atau sinergis dari pencampuran herbisida dapat ditentukan dengan dua model acuan, yaitu ADM (Additive Dose Model) dan MSM (Multiplicated Survival Model). Model ADM pada awalnya digunakan untuk mendemonstrasikan aplikasi insektisida terhadap serangga, kemudian dengan menggunakan metode isobol dapat diperkirakan sifat insektisida campuran (sinergis, aditif, atau antagonis) (Tammes, 1964; Hatzios dan Panner, 1984). Metode tersebut selanjutnya menjadi dasar model ADM dan digunakan bila dua herbisida dari kelompok bahan kimia dan mode of action sama dicampurkan.

Gambar 3. Analisis Model ADM: Posisi Nilai Harapan dan Nilai Perlakuan

Sumbu x dan y menunjukkan dosis herbisida A dan B (Gambar 3). K adalah LD50 herbisida A, sedangkan L adalah LD50 herbisida B. Garis yang menghubungkan titik K dan L pada kedua sumbu merupakan titik kedudukan

(a1,b1)= TP harapan

(a2,b2)= nilai perlakuan (sinergistik)

antagonistik

l = campuran dengan reaksi A;B

t = persamaan dari A dan B

K L

Dosis A

D

os

is

(22)

berbagai campuran herbisida yang menyebabkan kematian 50%. Garis (l) menggambarkan perbandingan herbisida A dan B dalam formulasi herbisida campuran. Perpotongan kedua garis ini merupakan nilai LD50-harapan herbisida campuran. Bila nilai LD50 herbisida campuran lebih kecil dari LD50-harapan, maka campuran herbisida bersifat sinergis. Bila nilai LD50 sama dengan nilai LD50 harapan, maka campuran herbisida bersifat aditif, dan bila lebih besar maka herbisida campuran bersifat antagonis.

Metode MSM digunakan bila komponen formulasi memiliki mode of action atau golongan yang berbeda (Kristiawati, 2003). Analisis dinyatakan dalam persamaan regresi linier probit (Y = aX + b) dari gabungan herbisida. Nilai persen kerusakan gulma dinyatakan dalam bentuk transformasi nilai probit (sebagai Y), sedangkan dosis herbisida dinyatakan dalam bentuk logaritmik dari dosis (sebagai X). Persamaan linier yang diperoleh digunakan untuk menghitung nilai LD50, yaitu dosis yang menyebabkan kemungkinan kematian 50% populasi gulma yang diharapkan akibat aplikasi herbisida.

Nilai LD50 ini selanjutnya akan digunakan untuk melakukan analisis. Gowing (1960) dan Limpel (1962) menemukan formulasi matematika yang digunakan untuk menentukan nilai harapan campuran, dinyatakan sebagai:

P(A+B) = P(A) + P(B) – P(A)(B)

dimana P(A+B) adalah nilai persen kematian gulma dari herbisida campuran (Purwanti, 2003). Dalam formulasi ini, P(A) adalah persen kematian gulma oleh herbisida A, P(B) adalah persen kematian gulma akibat herbisida B, sedangkan P(A)(B) adalah hasil kali persen kematian P(A) dengan P(B). Nilai LD50-harapan dapat diperoleh dari persamaan P(A+B) = 50, dimana P(A) dan P(B) diperoleh dari persamaan garis probit Y = a + bX.

(23)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Desember 2010 hingga Maret 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi herbisida bahan aktif cyhalofop-butyl (Clincher 100 EC), penoxsulam (Clipper 25 OD), dan campuran herbisida cyhalofop-butyl 50 g L-1 + penoxsulam 10 g L-1 (Topshot 60 OD) untuk uji antagonisme, dan empat spesies gulma air (Echinochloa crus-galli, Leptochloa chinensis, Monochoria vaginalis, dan Limnocharis flava). Media yang digunakan berupa tanah sawah latosol yang diperoleh dari lahan sawah sekitar kampus IPB Dramaga, Bogor.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian meliputi gelas cup dan mangkuk styrofoam sebagai media penanaman, knap sack sprayer 15 L, nozzle T-jet warna kuning, gelas ukur 2 L, pipet ukur 10 mL, gunting, kantong kertas, label, oven, dan timbangan analitik.

Rancangan Perobaan

Penelitian disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 kali ulangan dan 13 perlakuan, yaitu:

1. K = (tanpa perlakuan herbisida)

2. ABR1 = herbisida campuran cyhalofop-butyl + penoxulam ½F 3. ABR2 = herbisida campuran cyhalofop-butyl + penoxulam F 4. ABR3 = herbisida campuran cyhalofop-butyl + penoxulam 2F 5. ABR4 = herbisida campuran cyhalofop-butyl + penoxulam 4F 6. AR1 = herbisida tunggal cyhalofop-butyl ½F

(24)

8. AR3 = herbisida tunggal cyhalofop-butyl 2F 9. AR4 = herbisida tunggal cyhalofop-butyl 4F

10.BR1 = herbisida bahan aktif tunggal penoxulam ½F 11.BR2 = herbisida bahan aktif tunggal penoxulam F 12.BR3 = herbisida bahan aktif tunggal penoxulam 2F 13.BR4 = herbisida bahan aktif tunggal penoxulam 4F .

Satuan percobaan terdiri atas 4 pot gulma sehingga total terdapat 156 satuan percobaan. Rancangan percobaan akan disusun berdasarkan model linier:

Yij= μ + αi + βj+ εij

Keterangan:

Yij = Pengamatan pada satuan percobaan ke-j yang memperoleh perlakuan taraf ke-i

µ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh dari ulangan ke-j

βj = Pengaruh dari perlakuan taraf ke-i

εij = Pengaruh sisa dari percobaan ke-j yang memperoleh perlakuan taraf ke-i

Data yang diperoleh selanjutnya akan diolah dengan menggunakan uji F pada taraf 5%. Uji beda nilai tengah dengan menggunakan DMRT.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Media

(25)

Persiapan Bahan Tanam

Bahan tanam diperoleh dengan cara mengumpulkan propagul gulma dari areal persawahan di sekitar kampus IPB Dramaga. Bahan tanam berupa bagian vegetatif atau anakan gulma. Anakan dari masing-masing spesies gulma diperoleh dengan mengambil tanaman yang sudah memiliki jumlah anakan yang cukup, kemudian dipindahtanamkan ke media pot untuk dipelihara sebelum diberikan perlakuan herbisida. Penyulaman dilakukan dengan mengganti tanaman baru yang memiliki ukuran atau umur seragam. Gulma dipelihara hingga mencapai tingkat recovery yang cukup untuk perlakuan herbisida selama kurang lebih 4 minggu.

Pemeliharaan

Pemeliharaan berupa penyiraman dilakukan dengan mengisi air pada mangkuk styrofoam untuk menjaga kelembaban tanah dan ketersediaan air tanaman. Penyiraman dilakukan setiap hari selama penelitian berlangsung.

Aplikasi Herbisida

Tabel 1. Perlakuan Dosis Berbagai Jenis Bahan Aktif Herbisida untuk Setiap Jenis Gulma

Perlakuan

A

Cyhalofop-butyl (g ai ha-1)

B Penoxsulam

(g ai ha-1)

AB Campuran

(g ai ha-1)

K 0 0 0

R1 375 50 225

R2 750 100 450

R3 1500 200 900

R4 3000 400 1800

(26)

digunakan adalah 4 m x 0.5 m, dimana gulma ditempatkan secara acak dalam luasan bidang semprot.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada dua peubah yaitu bobot kering dan persen kematian yang diamati setelah proses panen gulma. Pemanenan dilakukan hingga hari ke-13 setelah aplikasi (HSA). Gulma dipisahkan antara bagian yang kering dan bagian yang masih segar. Masing-masing perlakuan ditempatkan di dalam kantong kertas dan diberi label, kemudian dioven pada suhu 60oC selama 3 hari, kemudian ditimbang untuk memperoleh data bobot kering.

Analisis Data

Data bobot kering yang diperoleh selanjutnya dikonversi menjadi nilai persen kematian. Persen kematian dihitung dengan melihat tingkat kematian yang ditimbulkan oleh herbisida. Pengamatan dilakukan hingga kematian mencapai 90% untuk setiap individu gulma secara visual. Persen kematian dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

% kematian = %KP - %KK

% KP = {1-Bsp } x 100% Bsk

% KK = (Bmk / Btk ) x 100%

% kematian gabungan = [%kem i + %kem j + … %kem ke-n)] / n

Keterangan:

%KP = persen kematian perlakuan %KK = persen kematian kontrol

(27)

i,j,.. (ke-n) = spesies gulma tertentu

n = jumlah spesies yang digunakan

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Gulma

Pengujian aktivitas campuran herbisida dilaksanakan di dalam rumah kaca selama bulan Maret 2011. Rumah kaca memiliki suhu rata-rata minimum 22.48oC pada pagi hari, dan suhu maksimum 48.34oC pada siang hari. Kelembaban udara rata-rata minimum di dalam rumah kaca sebesar 21.88 % pada pagi hari dan maksimum pada siang hari sebesar 96.22 %. Kondisi suhu di siang hari yang relatif tinggi menyebabkan kebutuhan air gulma percobaan meningkat. Curah hujan yang terukur selama bulan Maret sebesar 140 mm. Curah hujan yang rendah menyebabkan tanaman gulma uji lebih banyak mendapatkan cahaya matahari penuh lebih dari 6 jam per hari. Kondisi tersebut meningkatkan adaptasi gulma dari kondisi lahan sawah yang terkena sinar matahari penuh.

Penggunaan rumah kaca sebagai lingkungan terkontrol diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan efektifitas efikasi perlakuan herbisida. Bangunan rumah kaca yang kurang optimal menyebabkan lingkungan percobaan menjadi tidak seragam. Kondisi atap rumah kaca yang tertutup lumut menyebabkan sinar matahari yang mengenai tanaman percobaan tidak seragam. Hujan secara tidak langsung mempengaruhi lingkungan rumah kaca. Limpasan air hujan yang masuk dan mengenai petak percobaan menyebabkan efek leaching (pencucian), sehingga konsentrasi herbisida menurun dan mengurangi daya mematikan tanaman gulma percobaan. Oleh karena itu, tanaman pada petak percobaan tidak seragam pada setiap ulangannya.

(29)

E. crus-galli dan Leptochloa spp merupakan tanaman tipe C4 (Wang dan Li, 2008) yang memiliki tingkat efisiensi fotosintesis tinggi dan boros dalam penggunaan air. Kompetisi terjadi karena kedua jenis gulma mampu bertahan dan dapat melakukan metabolisme lebih baik dalam kondisi sawah yang tergenang maupun saat air surut dibandingkan tanaman utama yakni padi (Nyarko dan De Datta, 1991). Pemberian perlakuan herbisida yang dilakukan di rumah kaca mampu menyebabkan kerusakan pada kedua jenis gulma rumput.

Cyhalofop-butyl + Penoxsulam

Cyhalofop-butyl

Penoxsulam

Gambar 4. Kondisi Gulma Echinochloa crus-galli 9 HSA (Hari setelah Aplikasi) Dibandingkan dengan Kontrol Tanpa Perlakuan Herbisida (K)

(30)

(tanpa perlakuan herbisida). Gejala kerusakan terus meningkat hingga gulma mengalami kematian 90% pada 9 HSA (Gambar 4).

Kerusakan gulma L. chinensis terjadi sejak 3 HSA, dimana daun mulai berubah warna menjadi kekuningan (klorosis). Gangguan juga terlihat pada proses pertumbuhan dimana daun gulma tampak tidak mengalami pertambahan panjang dibandingkan dengan kontrol (tanpa perlakuan herbisida). Perubahan warna kuning pada daun berikutnya diikuti oleh kekeringan hingga gulma mencapai kematian 90% pada 9 HSA (Gambar 5).

Cyhalofop-butyl + Penoxsulam

Cyhalofop-butyl

Penoxsulam

Gambar 5. Kondisi Gulma Leptochloa chinensis 9 HSA (Hari setelah Aplikasi) Dibandingkan dengan Kontrol Tanpa Perlakuan Herbisida (K)

[image:30.595.94.501.209.828.2]
(31)

dibandingkan dengan herbisida tunggal cyhalofop-butyl. Hal ini ditandai dengan gejala klorosis pada daun yang ditimbulkan oleh perlakuan penoxsulam tidak sebesar pada perlakuan cyhalofop-butyl.

Gulma golongan daun lebar M. vaginalis dan L. flava merupakan tanaman tipe C3 seperti halnya padi sawah. Kedua jenis gulma tidak menimbulkan kompetisi dengan tanaman padi, namun penyebarannya yang cepat menyebabkan gulma menjadi dominan pada lahan padi sawah. Gulma M. vaginalis menjadi invasive karena memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi melalui perbanyakan vegetatif (Caton et al., 2010).

Cyhalofop-butyl Penoxsulam

Cyhalofop-butyl + Penoxsulam

Gambar 6. Kondisi Gulma Monochoria vaginalis 13 HSA (Hari setelah Aplikasi) Dibandingkan dengan Kontrol Tanpa Perlakuan Herbisida (K)

[image:31.595.108.507.100.806.2]
(32)

warna menjadi hijau pucat hingga kecoklatan, kemudian daun mengalami kekeringan seperti terbakar. Proses pertumbuhan juga terhambat sehingga gulma yang diberi aplikasi herbisida tidak bertambah tinggi maupun jumlah daun dibandingkan dengan perlakuan kontrol tanpa herbisida (K). Gulma mengalami kematian 90% pada 13 HSA (Gambar 6).

Kerusakan pada gulma L. flava terjadi sejak 3 HSA, yang diawali dengan perubahan warna tangkai daun dari hijau segar menjadi kuning pucat. Beberapa helai daun mengalami gejala seperti terbakar kemudian daun mengering. Proses kelayuan yang cepat menyebabkan gulma tidak mengalami pertambahan tinggi maupun jumlah daun. Kelayuan bertambah hingga gulma mencapai kematian 90% pada 10 HSA (Gambar 7).

Cyhalofop-butyl + Penoxsulam

Cyhalofop-butyl

Penoxsulam

Gambar 7. Kondisi Gulma Limnocharis flava 10 HSA (Hari setelah Aplikasi) Dibandingkan dengan Kontrol Tanpa Perlakuan Herbisida (K)

K R1 R2 R3 R4

K R1 R2 R3 R4

[image:32.595.105.499.61.769.2]
(33)

Kondisi gulma golongan daun lebar yang diberi aplikasi herbisida campuran cyhalofop-butyl + penoxsulam menimbulkan kerusakan yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan herbisida tunggal. Perlakuan herbisida tunggal cyhalofop-butyl menyebabkan daun menjadi layu, namun masih banyak menyisakan bagian gulma yang segar dibandingkan dengan perlakuan herbisida tunggal penoxsulam.

Pengaruh herbisida belum dapat terlihat pada 1 HSA (hari setelah aplikasi). Kondisi gulma belum menunjukkan gejala kelayuan maupun kekeringan seperti terbakar pada daun maupun batang. Ketiga perlakuan herbisida yang digunakan memiliki sifat sistemik. Empat gulma uji yang digunakan memiliki lapisan lilin pada permukaan daun dan batang yang cukup tebal, sehingga efikasi herbisida tidak berlangsung sangat cepat. Dua jenis bahan aktif herbisida yang digunakan memiliki perbedaan golongan kimia. Cyhalofop-butyl termasuk ke dalam golongan Arylopenoxypropionate (AOPP) yang menghambat kerja enzim Acetil Co-enzim A carboxylase (Santaella et al., 2006), sedangkan penoxsulam merupakan golongan Triazolepyrimidynes solfonamide yang bekerja menghambat pembentukkan enzim acetolactate syntase (Koschnick et al., 2007).

Chyhalofop-butyl merupakan herbisida post emergence yang mengendalikan gulma golongan rumput-rumputan. Penoxsulam memiliki kecenderungan untuk mengendalikan jenis daun lebar. Oleh karena itu, pada pengamatan keempat jenis gulma uji, herbisida cyhalofop-butyl lebih banyak menimbulkan kerusakan pada gulma E. crus-galli dan L. chinensis, sedangkan penoxsulam lebih banyak menimbulkan kerusakan pada gulma M. vaginalis dan L. flava.

(34)

Bobot Kering Gulma

Gulma Golongan Rumput (Grasses)

Kombinasi perlakuan herbisida pada dosis tertentu memberikan pengaruh terhadap bobot kering bagian segar gulma rumput yang diamati. Tabel 2 menerangkan bahwa bobot kering total dua jenis gulma rumput yang mendapat perlakuan herbisida nyata lebih rendah dibandingkan dengan tanpa perlakuan herbisida (K).

Tabel 2. Nilai Bobot Kering Bagian Segar Gulma Echinochloa crus-galli dan Leptochloa chinensis pada 9 Hari setelah Aplikasi (HSA)

Perlakuan Dosis

(g ai ha-1)

Bobot Total

………..(gram)…..……… E. crussgalli L. chinensis

K 0 0.1374a 0.0201a

ABR1 225 0.0770d 0.0070ef

ABR2 450 0.0362ef 0.0037fg

ABR3 900 0.0166fg 0.0027fg

ABR4 1800 0.0071g 0.0007g

AR1 375 0.1108b 0.0047fg

AR2 750 0.0792d 0.0033fg

AR3 1500 0.0196fg 0.0007g

AR4 3000 0.0084g 0.0003g

BR1 50 0.1027bc 0.0170ab

BR2 100 0.0811cd 0.0150bc

BR3 200 0.0541e 0.0117cd

BR4 400 0.0455e 0.0090de

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

(35)

herbisida campuran dengan dosis yang lebih rendah mampu menurunkan bobot kering yang lebih besar dibandingkan dengan herbisida tunggal cyhalofop-butyl.

Pemberian perlakuan herbisida tunggal penoxsulam nyata menurunkan bobot kering total gulma E. crus-galli hingga peningkatanan dosis dua kali formulasi rekomendasi (BR3) dibandingkan dengan tanpa perlakuan herbisida (K). Nilai bobot kering total yang sama sudah dapat dicapai dengan perlakuan herbisida campuran cyhalofop-butyl + penoxsulam pada dosis sesuai formulasi rekomendasi (ABR2). Dengan demikian, perlakuan herbisida tunggal penoxsulam tidak lebih baik menyebabkan penurunan bobot kering dibandingkan dengan perlakuan herbisida campuran.

Bobot kering total gulma Leptochloa chinensis pada perlakuan herbisida campuran cyhalofop-butyl + penoxsulam secara nyata berkurang pada perlakuan ½ dosis formulasi rekomendasi (ABR1) dibandingkan dengan tanpa perlakuan herbisida (K). Permberian perlakuan herbisida tunggal cyhalofop-butyl nyata menurunkan bobot kering total gulma pada perlakuan ½ dosis formulasi rekomendasi (AR1) dibandingkan dengan tanpa perlakuan herbisida (K). Pemberian perlakuan herbisida tunggal penoxsulam nyata menurunkan bobot kering total gulma pada penggunaan dosis hingga sesuai formulasi rekomendasi (BR2) dibandingkan dengan tanpa perlakuan herbisida (K).

Dua jenis herbisida, campuran maupun herbisida tunggal cyhalofop-butyl, mampu menghasilkan bobot kering total gulma yang cenderung sama pada penggunaan dosis ½ formulasi rekomendasi, artinya kedua jenis perlakuan herbisida tersebut dapat menyebabkan penurunan bobot kering total gulma L. chinensis, namun tidak pada herbisida tunggal penoxsulam. Hal tersebut dikarenakan ketika dosis herbisida campuran ditingkatkan hingga sesuai formulasi rekomendasi (ABR2), pada perlakuan herbisida penoxsulam harus meningkatkanan dosis perlakuan hingga 4 kali formulasi rekomendasi (BR4) untuk menghasilkan bobot kering total gulma yang sama.

Gulma Golongan Daun Lebar (Broad leaves)

(36)

Tabel 3 menerangkan bahwa bobot kering total gulma Monochoria vaginalis secara nyata berkurang hingga pemberian perlakuan herbisida campuran cyhalofop-butyl + penoxsulam sesuai dosis formulasi rekomendasi (ABR2) dibandingkan dengan tanpa perlakuan herbisida (K). Pemberian perlakuan herbisida tunggal cyhalofop-butyl hingga sesuai dosis formulasi rekomendasi (AR2) secara nyata menurunkan bobot kering total gulma dibandingkan dengan tanpa perlakuan herbisida (K). Perlakuan herbisida campuran cyhalofop-butyl + penoxsulam maupun herbisida tunggal cyhalofop-butyl menunjukkan bobot kering total gulma yang cenderung sama ketika dosis perlakuan ditingkatkan hingga 4 kali formulasi rekomendasi.

Tabel 3. Nilai Bobot Kering Bagian Segar Gulma Monochoria vaginalis pada 13 Hari setelah Aplikasi (HSA) dan Limnocharis flava pada 10 HSA

Perlakuan Dosis

(g ai ha-1)

Bobot Total

………..(gram)…..……… M. vaginalis L. flava

K 0 0.6456a 0.3015a

ABR1 225 0.3535b 0.1260bcd

ABR2 450 0.1103cd 0.0637de

ABR3 900 0.0708cd 0.0297e

ABR4 1800 0.0210cd 0.0150e

AR1 375 0.2513b 0.2487a

AR2 750 0.1303c 0.1797b

AR3 1500 0.0936cd 0.1550bc

AR4 3000 0.0468cd 0.0637de

BR1 50 0.1368c 0.1483bc

BR2 100 0.0883cd 0.0897cde

BR3 200 0.0248cd 0.0487e

BR4 400 0.0011d 0.0237e

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

(37)

nyata menurunkan bobot kering total. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan herbisida campuran cyhalofop-butyl + penoxsulam maupun herbisida tunggal cyhalofop-butyl atau penoxsulam dapat menyebabkan penurunan bobot kering total gulma M. vaginalis.

Perlakuan herbisida memberi pengaruh terhadap bobot kering total gulma Limnocharis flava. Pemberian perlakuan herbisida campuran cyhalofop-butyl + penoxsulam dan herbisida tunggal penoxsulam pada dosis ½ formulasi rekomendasi secara nyata mampu menurunkan bobot kering total gulma dibandingkan dengan tanpa perlakuan herbisida (K). Perlakuan herbisida tunggal cyhalofop-butyl pada dosis sesuai formulasi rekomendasi (AR2) nyata menurunkan bobot kering total gulma dibandingkan dengan tanpa perlakuan herbisida (K). Peningkatan dosis herbisida tunggal cyhalofop-butyl tersebut menghasilkan bobot kering total yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan herbisida campuran pada dosis formulasi yang sama.

Bobot kering total gulma L. flava tidak berbeda nyata antara perlakuan herbisida campuran cyhalofop-butyl + penoxsulam dan herbisida tunggal penoxsulam. Peningkatan dosis perlakuan hingga 4 kali formulasi rekomendasi dari herbisida campuran dan herbisida tunggal penoxsulam tersebut tidak berbeda nyata menurunkan bobot kering total gulma. Hal tersebut menunjukkan bahwa herbisida campuran maupun herbisida tunggal penoxsulam dapat menurunkan bobot kering gulma, namun herbisida campuran mampu menurunkan bobot kering total lebih besar dibandingkan dengan herbisida tunggal cyhalofop-butyl.

Gabungan Gulma

Perlakuan kombinasi jenis herbisida dengan dosis tertentu secara nyata mempengaruhi bobot kering bagian segar gabungan keempat gulma uji. Bobot kering total gabungan gulma menggambarkan kondisi jenis gulma yang beragam dalam suatu vegetasi padi sawah. Tabel 4 menjelaskan bahwa bobot kering total gabungan gulma yang diberi perlakuan herbisida berbeda nyata dengan bobot kering total gabungan gulma yang tidak mendapat perlakuan herbisida (K).

(38)
[image:38.595.105.519.396.649.2]

perlakuan herbisida tunggal cyhalofop-butyl pada dosis formulasi yang sama (AR1), namun berbeda nyata dengan tanpa perlakuan herbisida (K). Hal ini menunjukkan bahwa penurunan bobot kering total gabungan gulma pada perlakuan herbisida campuran tidak lebih baik dari perlakuan herbisida tunggal cyhalofop-butyl. Ketika dosis herbisida campuran dinaikkan hingga sesuai dosis formulasi rekomendasi (ABR2), penurunan bobot kering total gabungan gulma menjadi lebih tinggi, sehingga bobot kering pada perlakuan herbisida tunggal cyhalofop-butyl mencapai nilai yang cenderung sama bila dosis ditingkatkan hingga dua kali dosis formulasi rekomendasi (AR3). Dengan demikian, herbisida campuran cyhalofop-butyl + penoxsulam menjadi lebih efektif mengendalikan keempat jenis gulma padi sawah bila dibandingkan dengan herbisida tunggal cyhalofop-butyl.

Tabel 4. Nilai Bobot Kering Bagian Segar Gabungan 4 Jenis Gulma E. crus-galli, L. chinensis, M. vaginalis dan L. flava setelah Aplikasi Herbisida

Perlakuan Dosis

(g ai ha-1)

Bobot Total (gram)

K 0 0.2762a

ABR1 225 0.1409b

ABR2 450 0.0546de

ABR3 900 0.0299def

ABR4 1800 0.0110f

AR1 375 0.1539b

AR2 750 0.0981c

AR3 1500 0.0672cd

AR4 3000 0.0298def

BR1 50 0.1012c

BR2 100 0.0685cd

BR3 200 0.0348def

BR4 400 0.0198ef

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

(39)

penoxsulam pada dosis formulasi yang sama (BR1), namun penurunan bobot kering total yang dihasilkan akibat kenaikan dosis selanjutnya tidak lebih baik dibandingkan perlakuan herbisida tunggal penoxsulam. Peningkatan dosis herbisida campuran hingga empat kali formulasi rekomendasi (ABR4) tidak berbeda nyata mengurangi bobot kering total gabungan gulma dibandingkan dengan herbisida tunggal penoxsulam. Hal tersebut menunjukkan bahwa herbisida campuran cyhalofop-butyl + penoxsulam maupun herbisida tunggal penoxsulam dapat digunakan untuk mengendalikan gabungan keempat jenis gulma padi sawah.

Persen Kerusakan Gulma

Pengamatan proses kerusakan gulma tidak hanya dilakukan secara visual, tetapi dapat dinyatakan dalam nilai kerusakan yang ditimbulkan oleh herbisida. Nilai persen kerusakan dihitung berdasarkan nilai bobot kering dari 4 jenis gulma yang diamati. Analisis dilakukan dengan menentukan nilai persen kerusakan gulma gabungan, yaitu penjumlahan dari gabungan gulma Echinochloa crus-galli, Leptochloa chinensis, Monochoria vaginalis dan Limnocharis flava per jumlah spesies gulma yang diamati.

Peningkatan persen kerusakan gabungan gulma akibat perlakuan herbisida berbanding lurus dengan peningkatan dosis formulasi herbisida. Semakin besar dosis yang digunakan, maka persen kerusakan gabungan gulma yang ditimbulkan semakin meningkat. Tabel 5 menjelaskan bahwa perlakuan aplikasi herbisida campuran cyhalofop-butyl + penoxsulam hingga dosis sesuai formulasi rekomendasi (ABR2) 450 g ai ha-1 nyata menunjukkan nilai persen kerusakan yang lebih besar, dibandingkan dengan perlakuan herbisida tunggal cyhalofop-butyl maupun herbisida tunggal penoxsulam pada dosis formulasi yang sama.

(40)
[image:40.595.115.515.114.375.2]

Tabel 5. Nilai Kerusakan (%) Gabungan 4 Jenis Gulma E. crus-galli, L. chinensis, M. vaginalis dan L. flava Setelah Aplikasi Herbisida

Perlakuan Dosis

(g ai ha-1)

% Kerusakan E. crus-galli L. chinensis M.

vaginalis L. flava Gabungan

K 0 - - - - -

ABR1 225 41.71d 59.24de 37.22d 50.83cde 44.90de

ABR2 450 74.50b 74.05cd 76.05ab 69.29abc 73.17bc

ABR3 900 87.32a 82.51abc 82.23ab 85.39a 84.85ab

ABR4 1800 94.62a 96.16ab 89.67ab 89.64a 92.40a

AR1 375 18.02e 78.08bc 54.22cd 10.32e 35.95e

AR2 750 43.95d 81.35abc 72.56abc 32.06e 54.49d

AR3 1500 86.97a 94.81ab 78.36ab 40.33e 72.29bc

AR4 3000 93.49a 96.73a 85.58ab 71.09ab 85.31ab

BR1 50 24.83e 25.59g 71.96bc 45.01de 43.90de

BR2 100 38.84d 31.36fg 79.48ab 63.24bcd 55.35d

BR3 200 60.96c 45.59ef 89.21ab 74.80ab 700.08c

BR4 400 66.58bc 57.90de 92.64a 85.07a 77.65bc

Keterangan: - Nilai persen kematian kontrol tidak digunakan (= nol) untuk menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh herbisida.

- Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

Pada kisaran angka yang sama, persen kerusakan tersebut dapat dicapai oleh perlakuan herbisida tunggal cyhalofop-butyl apabila dosis dinaikkan hingga dua kali dosis formulasi rekomendasi (AR3), dan 4 kali formulasi rekomendasi (BR4) pada herbisida tunggal penoxsulam. Penggunaan dosis yang lebih rendah tersebut menjadikan herbisida campuran lebih efektif dalam mengurangi dosis aplikasi dibandingkan dengan herbisida tunggal cyhalofop-butyl dan penoxsulam untuk menghasilkan kerusakan yang sama pada gabungan 4 jenis gulma padi sawah uji.

Analisis Campuran Herbisida

Nilai Probit

(41)
[image:41.595.95.514.258.511.2]

nilai probit. Transformasi dilakukan dengan bantuan tabel probit (Lampiran 3), begitu juga dosis herbisida (g ai ha-1) ditransformasi dalam bentuk logaritmik (Tabel 6). Persamaan dari nilai probit inilah yang selanjutnya akan digunakan untuk menghitung nilai kerusakan harapan akibat herbisida yang akan dibandingkan dengan nilai kerusakan yang sebenarnya diakibatkan dari perlakuan herbisida yang diberikan pada gulma uji.

Tabel 6. Transformasi Probit dari Nilai Kerusakan Gabungan 4 Jenis Gulma E. crus-galli, L. chinensis, M. vaginalis dan L. flava

Perlakuan Log Dosis

(X)

Nilai Probit (Y)

K - -

ABR1 2.3522 4.8522e

ABR2 2.6532 5.6135bcd

ABR3 2.9542 6.0389abc

ABR4 3.2553 6.4507a

AR1 2.5740 4.6345e

AR2 2.8751 5.4493cd

AR3 3.1761 5.6167bcd

AR4 3.4771 6.0648abc

BR1 1.6990 4.8463

BR2 2.0000 5.1341de

BR3 2.3010 5.5972bcd

BR4 2.6021 6.1043ab

Keterangan: U : Ulangan ; Nilai persen kematian kontrol tidak digunakan (= nol) untuk menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh herbisida.

Probit merupakan fungsi kerusakan gulma berupa persamaan regresi linier sederhana, yaitu Y = a + bX, dimana Y adalah nilai probit dari persen kerusakan gabungan gulma, dan X adalah nilai log dosis perlakuan herbisida.

(42)

LD50

Persen kematian sebesar 50 merupakan batasan untuk mengetahui apakah dosis yang digunakan sudah cukup atau berlebih dalam mengendalikan gulma atau seberapa besar dosis herbisida yang diperlukan agar dapat mengendalikan populasi gulma. LD50 menunjukkan dosis yang menyebabkan kerusakan gulma 50% dari individu gulma. Persamaan regresi yang didapat selanjutnya digunakan untuk menentukan LD50 dari masing-masing perlakuan jenis herbisida.Kerusakan 50% yang diinginkan merupakan nilai Y dari persamaan regresi, yang ditransformaikan ke dalam nilai probit, yaitu 5. Nilai X adalah log dosis dari masing-masing perlakuan, sehingga untuk menentukan LD50 log dosis harus dikembalikan ke dalam antilog (X).

Tabel 7. Persamaan Regresi Probit dan Nilai LD50-perlakuan : Y = Nilai Probit dari Rata-rata Persen Kerusakan 4 Jenis Gulma, X = Log Dosis

Formulasi Herbisida Persamaan Garis P Nilai R

2

(%)

LD50-per

(g ai ha-1)

Cyhalofop-butyl + Penoxsulam Y = 1.891 + 1.383X 0.0001 93.09 177.49

Cyhalofop-butyl Y = 0.614 + 1.610X < 0.0001 94.72 529.22

Penoxsulam Y = 3.062 + 1.019X < 0.0001 96.33 79.72

(43)

Model MSM (Multiplicative Survival Model)

Metode MSM merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui tipe campuran herbisida. Herbisida campuran yang diteliti tersusun atas dua komponen bahan aktif, yaitu cyhalofop-butyl dan penoxsulam. Ketika nilai dosis perlakuan telah diketahui, maka selanjutnya perlu diketahui prediksi nilai dosis LD50 yang sebenarnya dari campuran herbisida tersebut yang dinyatakan dalam nilai LD50-harapan.

Sifat campuran herbisida ditentukan dengan membandingkan nilai LD50-harapan dengan nilai LD50-perlakuan. Secara lebih rinci dapat dibuat dalam analisis aljabar sebagai berikut:

Diketahui:

Nilai LD50-perlakuan campuran herbisida A (cyhalofop-butyl) + B (penoxsulam) sebesar 177.49 g ai ha-1.

Perbandingan komponen campuran A : B = 5 : 1 Nilai LD50-perlakuan masing-masing komponen :

- Cyhalofop-butyl (X1) = 147.91 g ai ha-1 - Penoxsulam (X2) = 29.58 g ai ha-1

LD50-harapan dihitung berdasarkan perubahan nilai komponen campuran di atas (X1 dan X2) dalam proporsi perbandingan tetap (A : B = 5 : 1) hingga perubahan nilai dosis tersebut dapat menyebabkan kerusakan gulma sebesar 50%. Nilai dosis komponen campuran dimasukkan ke dalam persamaan regresi linier probit dari masing-masing herbisida tunggal dalam bentuk logaritmik, sehingga dengan mengacu pada tabel probit dapat diperoleh nilai persen kerusakan gulma yang disebabkan baik oleh cyhalofop-butyl dan penoxsulam.

- % Kerusakan akibat cyhalofop-butyl (Y1) = 18.6 % (PA)

- % Kerusakan akibat penoxsulam (Y2) = 33.0 % (PB)

% Kerusakan campuran herbisida = P(AB) = PA + PB – PAPB

(44)

Nilai tersebut belum mencapai 50%, sehingga dengan menaikkan dosis (mengubah nilai X1 dan X2) tersebut, maka diperoleh dosis dari masing-masing herbisida komponen campuran adalah sebesar:

- Cyhalofop-butyl (X1) = 177.49 g ai ha-1 - Penosxulam (X2) = 35.50 g ai ha-1

Dengan dosis tersebut, maka kerusakan gulma oleh masing-masing komponen campuran (nilai probit) adalah sebesar:

- Cyhalofop-butyl (Y1) = 4.2359 - Penoxsulam (Y2) = 4.6419

Jika dikonversi dalam bentuk anti-probit, maka kerusakan gulma oleh masing-masing komponen herbisida tersebut adalah sebesar :

- cyhalofop-butyl (Y1) = 22.2 % (PA)

- Penoxsulam (Y2) = 36.0 % (PB)

Tingkat kerusakan gulma 50% (harapan) diketahui berdasarkan persamaan probit:

P(AB) = PA + PB– PAPB (nilai PAPB = 0.0799)

Persamaan probit: P(AB) = 22.2 + 36.0 – 0.0799

= 50.02 %

Jadi :

LD50-harapan = 177.49 + 35.50 = 212.99g ai ha-1 LD50-percobaan = 177.49 g ai ha-1

Ko-toksisitas: LD50-harapan/LD50-percobaan = 212.99/177.49 = 1.20

(45)

Interaksi Herbisida Campuran

Berdasarkan análisis model MSM diketahui bahwa campuran dua herbisida dengan bahan aktif cyhalofop-butyl dan penoxsulam tidak bersifat antagonis (sinergis) pada keempat jenis gulma uji. Nilai harapan sebesar 212.99 g ai ha-1 menunjukkan bahwa pada dosis tersebut herbisida campuran akan mampu mengendalikan 50% populasi keempat jenis gulma, namun pada aplikasinya dosis formulasi herbisida campuran sebesar 177.49 g ai ha-1 saja telah mampu mengendalikan 50% populasi gulma.

(46)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan herbisida campuran cyhalofop-butyl 50 g L-1 + penoxsulam 10 g L-1 hingga sesuai dosis formulasi rekomendasi (450 g ai ha-1) mampu mengendalikan jenis gulma padi sawah: Echinochloa crus-galli, Leptochloa chinensis, Monochoria vaginalis dan Limnocharis flava lebih dari 50% populasi. Aplikasi herbisida campuran cyhalofop-butyl 50 g L-1 + penoxsulam 10 g L-1 pada dosis 450 g ai ha-1 mampu mengendalikan 73.17% gabungan keempat gulma, lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan pada taraf dosis yang sama herbisida tunggal cyhalofop-butyl (750 g ai ha-1 kerusakan 54.49%) dan penoxsulam (100 g ai ha-1 kerusakan 55.35%).

Pencampuran herbisida bahan aktif cyhalofop-butyl 50 g L-1 dan penoxsulam 10 g L-1 memiliki nilai LD50-harapan sebesar 212.99 g ai ha-1 dan nilai LD50-perlakuan sebesar 177.49 g ai ha-1 dengan ko-toksisitas sebesar 1.20. Nilai LD50-perlakuan lebih kecil dibandingkan dengan nilai LD50-harapan (ko-toksisitas > 1), sehingga campuran herbisida bersifat sinergis.

Saran

Herbisida dengan bahan aktif campuran cyhalofop-butyl 50 g L-1 dan penoxsulam 10 g L-1 hingga dosis 450 g ai ha-1 dapat digunakan untuk mengendalikan gulma golongan rumput dan daun lebar pada lahan padi sawah.

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Anugrah, I.S., Sumedi, dan P. Wardana. 2008. Gagasan dan implementasi system of rice intensification (SRI) dalam kegiatan budidaya padi ekologis (BPE). Analisis Kebijakan Pertanian. 69(3): 75-99

Barus, E. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Kanisius. Yogyakarta. hal. 10.

Begum, M., A.S. Juraimi, A. Azmi, A. Rajan, and S.R.S. Omar. 2005. Weed vegetation of direct seeded rice fields in muda rice granary areas of peninsular Malaysia. Pakistan J. Biol. Sci. 8(4) : 537-541.

California Departement of Pesticide Regulation. 2003. Public report. Cyhalofop butyl. www.cdpr.ca.gov. [Maret 2011].

Caton, B.P., M. Mortimer, J.E. Hill, and D.E. Johnson. 2010. A Practical Field Guide to Weeds of Rice in Asia. 2nd Edition. International Rice Research Institute. Los Banos. 117 p.

Chul, K.S. and H.W. Goo. 2005. Direct seeding and weed management in korea, p. 181. In K. Toriyama, K.L. Heong, and B. Hardy (Eds.). Rice Is Life: Scientific Perspective for The 21st Century. Procidings of The World Rice Research Conference. International Rice research Institute. Tsukaba.Vol. 6: 178-220.

Damalas, C.A. 2004. Herbicide tank mixture: common interactions. Int. J. Agri. Biol. 6(1): 209-212.

Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2010. Basis data pertanian. http://www.deptan.go.id. [Maret 2011].

Dow Agrosciences. 2005. Penoxsulam Broad Spectrum Herbicide for Turf. Global Technical Bulletin. Dow AgroScience LLC. 12 p.

Dwianda, O. 2007. Pengujian Beberapa Jenis Herbisida terhadap Pertumbuhan Gulma dan Hasil Padi Sawah pada Sistem Intensifikasi Padi (SRI). Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Padang. 46 hal.

Gopal, R., R.K. Jat, R.K. Malik, V. Kumar, M.M. Alam, M.L. Jat, M.A. Mazid, Y.S. Saharawat, A. McDonald, and R. Gupta. 2010. Direct Dry Seeded Rice Production Technology and Weed Management in Rice Based Systems. International Maize and Wheat Improvement Center, New Delhi. 28 p.

(48)

Guntoro, D., M.A. Chozin., E. Santosa, S. Tjitrosemito, dan A.H. Burhan. 2009. Kompetisi antar ekotipe Echinochloa crus-galli pada beberapa tingkat populasi dengan padi sawah. J. Agron. Indonesia. No.37(3): 201-208. Hatzios, H.K. and D. Panner. 1984. Interactions of Herbicides with other

agrochemicals in higher plants. Review of Weed Science. 1: 1-52.

Kartohardjono, A.,D. Kertoseputro, dan T. Suryana. 2009. Hama padi potensial dan pengendaliannya. www.litbang.deptan.go.id [6 Oktober 2011].

Koschnick, T.J., M.D. Netherland, and W.T. Haller. 2007. Effects of three ALS-inhibitors on five emergent native plant species in Florida. J. Aquat. Plant Manage. 45: 47-51.

Kristiawati, I. 2003. Uji Tipe Campuran Herbisida Fluroksipir dan Glifosat (Topstar 50/300 EW) Menggunakan Gulma Paspalum conjugatum Berg. dan Mikania micrantha (L.) Kunth. Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas Matemaika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 26 hal.

Kuk, Y.I., O.D. Kwon, H.I. Jung, N.R. Burgos, and J.C. Guh. 2002. Cross-resistance pattern and alternatives herbicides for Rotala indica resistant to imazosulfuron in Korea. Pest. Biochem. Physiol. 17:129-138.

Limpel, L.E., P.H. Schultdz, and D. Lamont. 1962. Weed control by dimethyl tetrachloroterephthalate alone and in certain combinations. Proc. Northest. Weed Sci. Soc. 16: 48-53.

Muis, A., C. Khairani, Sukarjo, dan Y.P. Rahardjo. 2008. Petunjuk teknis. Teknologi pendukung pengembangan agribisnis di desa P4MI. www.sipfeedmill.com [19 September 2011].

Monaco, T.J., S.C. Weller, and F.M. Ashton. 2002. Weed Science. Principle and Practice. 4th Edition. John Wiley & Son, Inc. New York. p.338-339. Ntanos, D.M., S.D. Koutroubas, and C. Mavrotas. 2000. Barnyardgrass

(Echinochloa crus-galli) control in water-seeded rice (Oryza sativa) with cyhalofop-butyl. Weed Technol. 14: 383-388.

Nyarko, K.A and S.K. De Datta. 1991. A for Weed Control in Rice in Asia. International Rice Research Institute. Los Banos. 110p.

Ottis, B.V., R.E. Talbert, M.S. Malik, and A.T. Ellis. 2003. Pest management: weed control with penoxsulam (grasp.). AAES Research, Series. 517: 144-150.

(49)

Pitoyo, J. 2006. Mesin penyiang gulma padi sawah bermotor. Tabloid Sinar Tani. 7: 5-11.

Prambudyani, L. dan F. Djufry. 2006. Respon tanaman padi dan gulma Fimbristylis miliacea (L.) Vahl. pada pemberian pupuk nitrogen dan genangan air. J. Agrivigor. 5(3): 259-269.

Purwanti. 2003. Uji Tipe Campuran Herbisida Glifosat dan 2,4-D (Bimastar 240/120 AS) dengan Memakai Gulma Brachiaria paspaloides dan Bidens pilosa. Skripsi. Departemen Biologi, Fakultas Matemaika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 25 hal.

Radosevich, S.R., J.S. Holt., and C.M. Ghersa. 2007. Ecology of Weeds and Invasive Plants. 3rd Edition. John Wiley & Sons, Inc. p.4 and p.439.

Rao, V.S. 2000. Principles of Weed Science. 2nd Edition. Science Publishers, Inc. USA. p.355-356.

Santaella, J.P.R., A. Heredia, and R.D. Prado. 2006. Basis of selectivity of cyhalofop-butyl in Oryza sativa L. Planta 223(2): 191-199.

Sidorkewicj, S., M.R. Sabatini, O.A. Fernandez. and J.H. Irigoyen. 2004. Aquatic Weeds. In Weed Biology and Management. Inderjit (Ed.). Kuer Academic Publishers. Netherlands. p. 115-135.

Tammes, P.M.L. 1964. Isoboles, a graphic representation of synergism in pesticides. Nth. J. Plant Pathol. 70: 73-80.

Tjitrosoedirdjo, S. 2010. Uji sinergisme campuran dua bahan aktif herbisida dengan metoda probit. Jurnal Gulma dan Tumbuhan Invasif Tropika. 1(1): 16-28.

Umiyati, U. 2005. Sinergisme campuran herbisida klomazon dan metribuzin terhadap gulma. Jurnal Agrijati. 1(1): 216-219.

Wada, T. 2004. Strategies for controlling the apple snail Pomaea canaliculata (Lamarck) (Gastropoda: Ampullariidae) in Japanese diret-sown paddy fields. JARQ. 38(2): 75-80.

Wang, J. and R. Li. 2008. Integration of C4- specific ppdk gene of Echinochloa to C3 upland rice and its photosynthesis charactheristics analysis. African Journal of Biotechnology. 7 : 783-787.

(50)

Wersal, R.M., and J.D. Madsen. 2010. Combination of penoxsulam and diquat as foliar application for control of waterhyacinth and common salvinia: evidence of herbicide antagonism. J. Aquat. Plant Manage. 48: 21-25. Williams, B.J., A.B. Burns, and D.P. Copes. 2004. Evaluation of DE-638 in

(51)
(52)

Lampiran 1. Nilai Bobot Kering Bagian Segar dan Bagian yang Mati Gulma E. crus-galli setelah Aplikasi Herbisida Campuran AB, Cyhalofop-butyl (A), dan Penoxsulam (B)

Bahan Aktif Dosis

(g ai/ha)

U1 U2 U3

BS BM BS BM BS BM

AB (Topshot 60 OD)

0 0.1793 0.0008 0.1322 0.0013 0.1006 0.0010

225 0.0935 0.0054 0.0689 0.0010 0.0686 0.0073

450 0.0639 0.0136 0.0252 0.0056 0.0195 0.0145

900 0.0250 0.0123 0.0129 0.0083 0.0120 0.0077

1800 0.0118 0.0235 0.0092 0.0186 0.0002 0.0179

A

(Clincher 100 EC)

375 0.1383 0.0003 0.1122 0.0022 0.0820 0.0030

750 0.1194 0.0013 0.0772 0.0014 0.0410 0.0022

1500 0.0452 0.0338 0.0087 0.0223 0.0050 0.0358

3000 0.0132 0.0127 0.0087 0.0265 0.0032 0.0177

50 0.1348 0.0380 0.1020 0.0054 0.0712 0.0002

B

(Clipper 25 OD)

100 0.0949 0.0023 0.0811 0.0028 0.0672 0.0022

200 0.0752 0.0043 0.0577 0.0005 0.0293 0.0012

400 0.0563 0.0012 0.0554 0.0011 0.0247 0.0120

0 0.1793 0.0008 0.1322 0.0013 0.1006 0.0010

225 0.0935 0.0054 0.0689 0.0010 0.0686 0.0073

(53)

Lampiran 2. Nilai Bobot Kering Bagian Segar dan Bagian yang Mati gulma L. chinensis setelah Aplikasi Herbisida Campuran AB, Cyhalofop-butyl (A), dan Penoxsulam (B)

Bahan Aktif Dosis

(g ai/ha)

U1 U2 U3

BS BM BS BM BS BM

AB (Topshot 60 OD)

0 0.0260 0.0000 0.0153 0.0000 0.0190 0.0003

225 0.0110 0.0010 0.0060 0.0000 0.0040 0.0020

450 0.0050 0.0190 0.0050 0.0030 0.0010 0.0000

900 0.0040 0.0040 0.0030 0.0010 0.0010 0.0060

1800 0.0020 0.0240 0.0000 0.0220 0.0000 0.0100

A

(Clincher 100 EC)

375 0.0080 0.0010 0.0020 0.0010 0.0040 0.0010

750 0.0080 0.0020 0.0010 0.0060 0.0010 0.0000

1500 0.0010 0.0000 0.0010 0.0200 0.0000 0.0080

3000 0.0000 0.0020 0.0010 0.0230 0.0000 0.0110

50 0.0200 0.0000 0.0110 0.0000 0.0200 0.0000

B

(Clipper 25 OD)

100 0.0170 0.0000 0.0110 0.0010 0.0170 0.0000

200 0.0130 0.0000 0.0090 0.0000 0.0130 0.0000

400 0.0100 0.0010 0.0070 0.0020 0.0100 0.0010

0 0.0260 0.0000 0.0153 0.0000 0.0190 0.0003

225 0.0110 0.0010 0.0060 0.0000 0.0040 0.0020

(54)

Lampiran 3. Nilai Bobot Kering Bagian Segar dan Bagian yang Mati Gulma M. vaginalis setelah Aplikasi Herbisida Campuran AB, Cyhalofop-butyl (A), dan Penoxsulam (B)

Bahan Aktif Dosis

(g ai/ha)

U1 U2 U3

BS BM BS BM BS BM

AB (Topshot 60 OD)

0 0.7178 0.0781 0.6381 0.0239 0.5810 0.0517

225 0.4232 0.2844 0.1244 0.1355 0.5129 0.0444

450 0.1717 0.1992 0.0704 0.0862 0.0889 0.1262

900 0.1229 0.1269 0.0530 0.1406 0.0365 0.1066

1800 0.0356 0.0804 0.0183 0.1907 0.0091 0.0660

A

(Clincher 100 EC)

375 0.2944 0.0675 0.2834 0.0737 0.1761 0.0746

750 0.1369 0.0170 0.1349 0.0200 0.1192 0.0312

1500 0.1075 0.0732 0.0948 0.0400 0.0784 0.1127

3000 0.0538 0.0760 0.0474 0.0500 0.0392 0.0159

50 0.1890 0.1897 0.1234 0.0756 0.0980 0.0992

B

(Clipper 25 OD)

100 0.1230 0.0935 0.1043 0.1502 0.0377 0.1091

200 0.0523 0.0627 0.0196 0.4615 0.0025 0.1572

400 0.0014 0.1115 0.0016 0.1833 0.0002 0.1636

0 0.7178 0.0781 0.6381 0.0239 0.5810 0.0517

225 0.4232 0.2844 0.1244 0.1355 0.5129 0.0444

(55)

Lampiran 4. Nilai Bobot Kering Bagian Segar dan Bagian yang Mati Gulma L. flava setelah Aplikasi Herbisida Campuran AB, Cyhalofop-butyl (A), dan Penoxsulam (B)

Bahan Aktif Dosis

(g ai/ha)

U1 U2 U3

BS BM BS BM BS BM

AB (Topshot 60 OD)

0 0.4170 0.0247 0.2643 0.0273 0.2233 0.0083

225 0.1570 0.0570 0.1100 0.0500 0.1110 0.0390

450 0.0720 0.0360 0.0400 0.0960 0.0920 0.1150

900 0.0650 0.0910 0.0150 0.1530 0.0090 0.1930

1800 0.0340 0.0567 0.0080 0.2170 0.0030 0.1110

A

(Clincher 100 EC)

375 0.3330 0.0850 0.2060 0.0570 0.2070 0.0910

750 0.2350 0.1710 0.1040 0.1120 0.2000 0.0560

1500 0.2080 0.0000 0.0650 0.0910 0.1920 0.0100

3000

Gambar

Gambar 3. Analisis Model ADM: Posisi Nilai Harapan dan Nilai Perlakuan
Gambar 4. Kondisi Gulma Echinochloa crus-galli 9 HSA (Hari setelah
Gambar 5. Kondisi Gulma Leptochloa chinensis 9 HSA (Hari setelah
Gambar 6. Kondisi Gulma Monochoria vaginalis 13 HSA (Hari setelah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ini berarti, secara bersama- sama tingkat kecerdasan spiritual, etos kerja, dan etika moral berhubungan positif dengan kinerja guru Agama Hindu di SMK di Kota

bahan baku yang sangat dibutuhkan dalam menghasilkan suatu produk. Pemerintah bisa memberikan setiap hak monopoli hanya kepada tiap-tiap perusahaan untuk beroperasi

Salah satu masalah yang paling sulit di dalam mengembangkan sistem AQG adalah menemukan kecocokan antara pertanyaan yang dihasilkan dengan teks atau dokumen

Pertanggungjawaban pidana terhadap Korporasi memberikan dampak penting bagi Direktur, Pengurus mengatur managemen untuk dapat mengedarkan produk segar hortikultura impor

Program/Kegiatan TW1 TW 2 TW 3 TW 4 Rencana Aksi Anggaran Penanggung Jawab 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Ket Membuat Jadwal Kegiatan Ppnertihan IIAI 1 Melakukan

Sumber: Wawancara mendalam dengan Bpk Hoya salah satu komunitas Bung Karno.. Menginginkan sebuah buku yang menceritakan sejarah tentang Bung Karno secara terperinci, tidak melebar

Bila hal itu tidak diketahui, akhirnya akan merusak Syareat, bila telah diketahui semuanya, itulah yang disebut, yang dinamakan tahu Kanjeng Nabi, adapun

Penelitian Status Thermal Comfort pada Lingkungan Atmosfer Permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat memperoleh beberapa simpulan yaitu: (1) Profil indeks