1
Implementasi Program Kartu Keluarga Sejahtera Dalam Usaha Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Desa Gunung Tinggi Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli
Serdang
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Strata 1 (S-1) IImu Administrasi Negara
Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
OLEH:
150921036
Dara Yolanda Framita
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA EKSTENSI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberkati penulis dengan kesehatan dan kebijaksanaan sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Implementasi “Implementasi Program Kartu Keluarga Sejahtera Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakatdi Desa Gunung Tinggi Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang”. Adapun penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan di Departemen Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Administrasi Negara. Semoga berkat dari Tuhan selalu mengalir kepada penulis dalam menyempurnakan karya ilmiah ini.
Sebagai suatu karya ilmiah, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan yang disebabkan oleh keterbatasan dan pengalaman penulis dalam menyusun karya ilmiah. Oleh karena itu, penulis mengaharapkan adanya kritik maupun saran yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan dukungan, bantuan, bimbingan, dan semangat dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada kepada:
1. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah mendidik dan membesarkan penulis dengan penuh rasa kasih sayang dan kesabaran. Semoga doa dan restu bapak dan ibu selalu mengiringi dalam setiap langkah penulis.
2. Terima kasih kepada saudara penulis, Jaka Framana, Andi Ananda serta terkhusus kakak ipar penulis Muinah dan sepupu penulis Tika yang telah menjadi dan memberikan motivasi kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini
3. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
i
3
4. Bapak Husni Thamrin, S.Sos., MSP selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, M.A. selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, M.A. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan sumbangan pemikiran, masukan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis sehingga sampai selesainya skripsi ini.
7. Kepada seluruh dosen-dosen dan staff pegawai Departemen Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
8. Terima kasih kepada Bapak Parlagutan Nasution, S.Sos, Kabid Pemberdayaan Sosial Di Dinas Sosial Kabupaten Deli Serdang.
9. Terima kasih kepada Ibu Siti Rahma, S.Sos, Kasubag Umum Di Dinas Sosial Kabupaten Deli Serdang.
10. Terima kasih kepada staff atau pegawai Dinas Sosial Kabupaten Deli Serdang yang turut berpartisipasi dalam penelitian skripsi penulis ini.
11. Terima kasih kepada Bapak Elya selaku Kepala Desa Gunung Tinggi 12. Terima kasih kepada seluruh masyarakat Desa Gunung Tinggi.
13. Terima kasih kepada para sahabat penulis Mbopi, Serik, Kak Pid, Keslin serta Indah yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.
ii
4
14. Terima kasih kepada teman seperjuangan dari awal hingga akhir Renny S. Susah senang kita lalui bareng-bareng.
15. Terima kasih kepada seluruh teman-teman ekstensi S1 Ilmu Administrasi Negara stambuk 2015 terkhusus pada Rani dan Utami serta seluruh teman-teman stambuk 2015 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Terima kasih karena kalian telah menjadi teman dan banyak membantu penulis selama perkuliahan.
16. Semua anggota keluarga, teman, sahabat, kenalan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang juga berkontribusi dalam membantu perkuliahan penulis.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua.
Medan, 24 juli 2017 Penulis,
Dara Yolanda Framita
iii
5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI………iv
ABSTRAK ... vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik ... 7
2 .2 Implementasi Kebijakan ... 11
2.3 Konsep Kemiskinan ... 18
2.4 Konsep Kesejahteraan ... 24
2.5 Defenisi Konsep ... 29
2. 6 Hipotesis Kerja ... 29
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian ... 31
3.2 Lokasi Penelitian ... 31
3.3 Informan Penelitian ... 32
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 34
3.5 Analisis Data ... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Singkat Mengenai KKS di Kabupaten Deli Serdang ... 40
4.2.Identitas Informan yang Menerima KKS ... 45
4.3 Komunikasi ………49
4.4 Sumber Daya………53 iv
6
4.4 Disposisi………57 4.5 Birokrasi………59 BAB V ANALISIS DATA
5.1. Kesimpulan ... 61 5.2. Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA
v
7 ABSTRAK
IMPLEMENTASI PROGRAM KARTU KELUARGA SEJAHTERA DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKATDI DESA GUNUNG TINGGI
KECAMATAN PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG Nama : Dara Yolanda Framita
NIM : 150921036
Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Pembimbing : Dr. Tunggul Sihombing, M.A.
Kartu Keluarga Sejatera (KKS) Bantuan untuk masyarakat miskin, sesuai dengan Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 tentang “Pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar, Dan Program Indonesia Sehat Untuk Membangun Keluarga Produktif, Sosialisalisasi Kebijakan Penyesuaian Bahan Bakar Minyak (BBM)”.
Sedangkan KKS adalah salah satu program dalam paket kompensasi yang diajukan pemerintah untuk membantu Rumah Tangga Miskin dan Rentan yang terkena dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) agar mereka yang hidup didalam garis kemiskinan dapat terbantu dalam menghadapi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tersebut.Kartu Keluarga Sejahterah (KKS) ini bertujuan untuk mengurangi masalah kemiskinan dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang sesuai dengan Intruksi Menteri Dalam Negeri No.541/3150/SJ tentang pelaksanaan dan pembagian Kartu Simpanan Keluarga Sejatra (KKS) Sebagai Pengganti Perogram Kartu Perlindungan Sosial (KPS) dari APBN-P 2014.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi implementasi KKS di Desa Gunung Tinggi dan model implementasi kebijakan yang digunakan dalam penelitian ini dapat diukur dari komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi.
Metode penelitian kualitatif (qualitative research) yang menggunakan pendekatan deskriptif digunakan pada penelitian ini. Data primer dikumpulkan dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi, dan dokumentasi laporan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi KKS untuk mensejahterakan masyarakat desa belum optimal dilakukan, karena sumber dana yang belum bisa dicairkan. Jadi belum tau apakah program ini dapat mensejahterakan masyarakat atau tidak. Namun dilihat dari pendistribusian kartu sudah optimal.
Kata kunci : implementasi, kartu keluarga sejahtera (KKS), Kesejahteraan Masyarakat
vi
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kesejahteraan adalah hal atau keadaan sejahtera, keamanan, keselamatan, ketentraman. Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi manusia dimana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai (id.wikipedia.org).Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kesejahteraan merupakan representasi yang bersifat kompleks karena mempunyai keterkaitan multidimensi.
Secara umum kesejahteraan dapat diukur dari sisi demografi, kecukupan pangan, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan kondisi lingkungan.Kemiskinan merupakan bentuk ketidakmampuan untuk meraih kesejahteraan di pandang dari sisi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi setiap negara, terutama negara berkembang. Bahkan ini menjadi butir pertama dari Sustainable Development Goal (SDGs) atau disebut “Tujuan Pembangunan Berkelanjutan” yang dideklarasikan oleh negara-
negara dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) pada bulan September 2015 lalu. Hal ini berarti semua negara meletakkan perhatian penting guna penanggulangan kemiskinan.Pemerintah Indonesia juga melakukan berbagai upaya demi mengentaskan penduduknya dari kemiskinan. Hal ini dapat dilihat dari berita resmi statistik yang dikeluarkan oleh BPS, bulan Maret 2016 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,01 juta orang atau 10,86 persen dari jumlah penduduk Indonesia, angka tersebut berkurang sebesar 0,50 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2015 yang sebesar 28,51 juta orang atau 11,13 persen. Angka kemiskinan yang terus menurun dapat mengindikasikan bahwa upaya-
2
upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kemiskinan yang mereka alami seakan terus menjadi kemiskinan yang bersifat dari masa ke masa. Sebagian besar masyarakat di Indonesia tersebut merasa dihambati dan terbelenggu hidup sulit karena masih kurang terpenuhinya hak – hak dasar mereka seperti kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, kondisi tempat tinggal, juga tidak tertinggal dampak yang mereka hadapi akibat dari kenaikan BBM yang bermula pada tahun 2008 hingga pada November 2014. Akibatnya tidak jarang anak-anak beserta keluarga mereka harus ikut terjebak untuk ikut memikul beban bekerja sebagaimana yang dialami oleh orang tua mereka masing- masing.
Kebijakan pemerintah menaikkan harga dasar BBM tersebut mengakibatkan harga kebutuhan pokok terus meningkat dan bagi masyarakat kategori miskin tentu mengakibatkan daya beli mereka juga akan semakin menurun, karena mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan perkembangan harga dipasar. Masyarakat tersebut tentu akan terkena dampak sosial yaitu semakin menurunnya taraf kesejahteraan kehidupannya dan menjadi semakin sulit dan miskin.
(Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008:1)
Untuk menyikapi hal tersebut, Pada bulan April 2016, Kementrian Sosial (KEMENSOS) meluncurkan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang dikirim melalui PT. POS Indonesia ke masyarakat. KKS adalah salah satu program dalam pengentasan kemiskinan saat kebijakan kenaikan BBM. Pemerintah dengan kebijakannya membentuk suatu program pengentasan kemiskinan seperti Program Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang termasuk dalam program keluarga produktif bersama program Kartu Simpanan Keluarga Sejahtera, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Indonesia Sehat. Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang dimana program ini
3
merupakan pengganti dari Kartu Perlindungan Sosial (KPS).Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) adalah kartu yang diterbitkan oleh Pemerintah sebagai penanda Keluarga Kurang mampu.Dengan adanya pelaksanaan program ini, pemerintah dapat meningkatkan martabat keluarga kurang mampu dengan perlindungan dan pemberdayaan.Data Penerima Manfaat Program Simpanan Keluarga Sejahtera menggunakan data yang berasal dari Basis Data Terpadu (BDT).BDT merupakan hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011 yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik, dan diolah lebih lanjut oleh TNP2K.Dari data tersebut, TNP2K membuat urutan keluarga menurut peringkat kesejahteraan dan status sosial ekonominya.
Secara bertahap, Pemerintah akan menyalurkan Kartu Simpanan Keluarga Sejahtera kepada 15,5 juta keluarga kurang mampu yang merupakan 25 persen penduduk dengan Status Sosial Ekonomi terendah, yang diperoleh dari BDT. Pada tahap awal, Kartu Keluarga Sejahtera akan dibagikan kepada 1 juta dari 15,5 juta keluarga tersebut, yang berdomisili di 19 kabupaten/kota di 10 provinsi di seluruh Indonesia.
Kartu Keluarga Sejatera (KKS) Bantuan untuk masyarakat miskin, sesuai dengan Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 tentang “Pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar, Dan Program Indonesia Sehat Untuk Membangun Keluarga Produktif, Sosialisalisasi Kebijakan Penyesuaian Bahan Bakar Minyak (BBM)”.
SedangkanKKS adalah salah satu program dalam paket kompensasi yang diajukan pemerintah untuk membantu Rumah Tangga Miskin dan Rentan yang terkena dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) agar mereka yang hidup didalam garis kemiskinan dapat terbantu dalam menghadapi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tersebut.Kartu Keluarga Sejahterah (KKS) ini bertujuan untuk mengurangi masalah kemiskinan dan untuk meningkatkan
4
kesejahteraan masyarakat yang sesuai dengan Intruksi Menteri Dalam Negeri No.541/3150/SJ tentang pelaksanaan dan pembagian Kartu Simpanan Keluarga Sejatra (KKS) Sebagai Pengganti Perogram Kartu Perlindungan Sosial (KPS) dari APBN-P 2014.
Seperti keadaan sebelumnya, setiap peluncuran program bantuan selalu timbul polemik di masyarakat.Begitupula dengan peluncuran KKS ini. Banyak masyarakat mengeluhkan masih ada rumah tangga yang kurang mampu tidak mendapat bantuan, masih ada kartu yang muncul meskipun nama pemegangnya sudah meninggal. Bahkan rumah tangga yang seharusnya sudah tidak menerima bantuan program tetapi masih muncul sebagai rumah tangga sasaran program.
Dalam pelaksanaannya cukup banyak kalangan masyarakat yang kurang setuju dengan program KKS ini.Ada yang berpendapat bahwa program KKS kepada Rumah Tangga Sasaran bersifat charity dan menimbulkan budaya malas, ketergantungan, dan meminta – minta belas kasihan pemerintah serta menumbuhkan budaya konsumtif sesaat serta peristiwa pemberian KKS yang salah sasaran.fakir miskin yang di perintahkan oleh hukum tersebut tidak dilaksanakan dengan baik, cermat, dan sepenuhnya oleh pemerintah. Pengelolaan penanganan fakir miskin oleh pemerintah masih jauh dari tuntutan Undang–undang dan harapan kaum fakir miskin karena Kurangnya sosialisasi dari instansi terkait mengenai Program Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Penggunaan KKS dan penyalurannya belum tepat sasaran.
Namun ada juga masyarakat yg membutuhkan dan setuju dengan adanya program KKS ini walaupun jumlah dana yang mereka terima tidak begitu besar namun beberapa pengamat ataupun kalangan menilai positif dengan adanya program bantuan ini karena tentu akan menambah pendapatan atau pemasukan keluarga, yang selanjutnya dapat menambah pemenuhan kebutuhan pokok yang mereka perlukan sehari – hari. Dan namun tidak jarang juga ada masyarakat yg
5
kurang setuju dengan dijalankannya program KKS ini, karena mereka justru lebih memilih dan membutuhkan program penanggulangan kemiskinan yg lebih bermanfaat untuk menunjang kelangsungan hidup mereka lewat penciptaan lapangan usaha, dan program mendidik lainnya.
Dari penjabaran di atas, penulis tertarik untuk membahas mengenai implementasi dari program KKS.Oleh karena itu penulis ingin mengambil judul “Implementasi Program Kartu Keluarga Sejahtera Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakatdi Desa Gunung Tinggi Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Implementasi Program Kartu Keluarga Sejahtera Dalam Usaha Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Desa Gunung Tinggi Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang?”
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana implementasi program Kartu Keluarga Sejahtera dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Desa Gunung Tinggi Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang sesuai dengan teori yang digunakan. Dengan demikian tujuan penelitian yaitu :
1. Menganalisis keterkaitan faktor komunikasi dengan implementasiprogram Kartu Keluarga Sejahtera dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat
2. Menganalisis keterkaitan faktor sumber – sumber daya dengan implementasi program Kartu Keluarga Sejahtera dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat
6
3. Menganalisis keterkaitan factor disposisi dengan implementasi program Kartu Keluarga Sejahtera dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat
4. Menganalisis keterkaitan faktor birokrasi dengan implementasi program Kartu Keluarga Sejahtera dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara Subjektif, penelitian ini bermanfaat untuk melatih, meningkatkan, dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, sistematis, dan metodologi penulis dalam menyusun suatu wacana baru dalam memperkaya ilmu pengetahuan.
2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi instansi terkait dan masyarakat, khususnya di tempat penelitian ini dilaksanakan, agar dapat terus melaksanakan kewajibannya.
3. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan departemen Ilmu Administrasi Negara dan bagi kalangan penulis lain yang ingin meneliti hal yang sama.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Sebagai titik tolak atau landasan berfikir dalam menyoroti atau memecahkan permasalahan perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu.Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah tersebut disoroti. Selanjutnya, teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep (Singarimbun, 1999:37).
Berdasarkan rumusan di atas, maka dalam bab ini penulis akan mengemukakan teori, pendapat, gagasan yang akan dijadikan titik tolak landasan berfikir dalam penelitian ini.
2.1 Kebijakan Publik
2.1.1. Pengertian Kebijakan
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri dan harus dapat berinteraksi dengan orang lain. Di dalam setiap interaksi itu kadang kala membawa masalah.Pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan yang mencakup segala sendi kehidupan bermasyarakat harus dapat mengatasi masalah-masalah yang timbul tersebut yakni dengan lahirnya kebijakan- kebijakan tapi kadang kala, kebijakan itu tidak dapat menjawab kebutuhan masyarakat dan menyelesaikan permasalahan yang ada.
Menurut H. Hugh Heglo (dalam Abidin 2004:21) kebijakan adalah suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu.Sedangkan Anderson (dalam Islamy 1997:4) mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.
8
Carl I. Friedrick dikutip oleh Riant D. Nugroho (2004 : 4) mendefinisikannya sebagai:
Serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada dimana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada rangka mencapai tujuan tertentu.
Kebijakan dapat pula diartikan sebagai bentuk ketetapan yang mengatur yang dikeluarkan oleh seseorang yang memiliki kekuasaan.Jika ketetapan tersebut memiliki sasaran kehidupan orang banyak atau masyarakat luas, maka kebijakan itu dikategorikan sebagai kebijakan publik.Dalam perkembangan Ilmu Administrasi Negara, baik di negara berkembang bahkan di negara maju sekalipun, kebijakan publik merupakan masalah politik yang menarik untuk dikaji dan dibahas.
Dari kedua penjelasan di atas dapat ditarik konsep dasar bahwa kebijakan itu adalah prosedur memformulasikan sesuatu berdasarkan aturan tertentu yang kemudian digunakan sebagai alat untuk memecahkan permasalahan dalam mencapai suatu tujuan.Dalam setiap kebijakan pasti membutuhkan orang-orang sebagai perencana atau pelaksana kebijakan maupun objek dari kebijakan itu sendiri. Sebagaimana penjelasan Irfan Islamy (1999:5) kebijakan adalah suatu program kegiatan yang dipilih oleh seorang atau sekelompok orang dan dapat dilaksanakan serta berpengaruh terhadap sejumlah besar orang dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu
Dari beberapa pandangan tentang kebijakan negara tersebut, dengan mengikuti paham bahwa kebijakan negara itu adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh rakyat, maka (M. Irfan Islamy 1999:20) menguraikan beberapa elemen penting dalam kebijakan publik, yaitu:
9
1. bahwa kebijakan publik itu dalam bentuk perdananya berupa penetapan tindakan tindakan pemerintah
2. bahwa kebijakan publik itu tidak cukup hanya dinyatakan tetapi dilaksanakan dalam bentuk yang nyata
3. bahwa kebijakan publik, baik untuk melakukan sesuatu apapun tidak melakukan sesuatu itu mempunyai dan dilandasi maksud dan tujuan tertentu
4. bahwa kebijakan publik itu harus senantiasa ditujukan bagi kepentingan seluruh anggota masyarakat.
Menurut Anderson (dalam Tangkilisan 2003:2) kebijakan publik adalah pengembangan dari kebijakan yang dilakukan oleh institusi pemerintah dan aparaturnya dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa:
a. Kebijakan pemerintah selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan.
b. Kebijakan berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.
c. Kebijakan itu merupakan apa yang benar-benar dilakukan pemerintah, jadi bukan apa yang baru menjadi maksud atau pernyataan pemerintah untuk melakukan sesuatu.
d. Kebijakan pemerintah ini dilandaskan pada perundang-undangan dan bersifat memaksa.
Dalam konsep lainnya seorang pakar bernama William N. Dunn (1994) mengatakan proses analisis kebijakan publik merupakan serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis itu nampak pada serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan.Korten (dalam Tangkilisan 2003:7) mengatakan bahwa suatu kebijakan berhasil ditentukan oleh hubungan dari tiga aspek yaitu : jenis kebijakan, penerima
10
kebijakan dan organisasi pelaksana kebijakan. Organisasi pelaksana kebijakan harus mampu merumuskan apa yang menjadi ekspresi kebutuhan calon penerima kebijakan atau kelompok sasaran dalam sebuah kebijakan. Ini dimaksudkan agar penerima kebijakan memerlukan persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh organisasi pelaksana.Setiap jenis kebijakan memerlukan persyaratan teknis yang berbeda sesuai dengan sifat kebijakan.Oleh karena itu, organisasi pelaksana harus memiliki kompetensi supaya dapat dapat berhasil. Selanjutnya outcome dari suatu kebijakan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat penerima kebijakan
atau target group supaya kebijakan tersebut terasa manfaatnya. Apabila outcome kebijakan tidak seperti yang dikehendaki masyarakat penerima kebijakan, maka terjadi pemborosan biaya kebijakan.
2.2 Implementasi Kebijakan 2.2.1. Pengertian Implementasi
Dalam kamus Webster (Wahab, 1997:64) pengertian implementasi dirumuskan secara pendek, dimana “to implementation" (mengimplementasikan) berarti “to provide means for carrying out; to give practical effect to” (menyajikan alat bantu untuk melaksanakan;
menimbulkan dampak/berakibat sesuatu).
Selanjutnya Mazmanian dan Sabatier (dalam Wahab 1997:65) menjelaskan lebih lanjut tentang konsep implementasi kebijakan yakni memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yaitu kejadian-kejadian atau kegiatan yang timbul setelah disahkannya pedoman- pedoman kebijakan negara, yaitu mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian- kejadian.Menurut Wahab (1991 : 45), implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan, implementasi kebijakan tidak hanya sekedar bersangkut paut
11
dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi melainkan lebih dari itu. Ini menyangkut masalah konflik, keputusan dari siapa dan memperoleh apa dari suatu kebijakan.
Ia juga mengatakan bahwa dalam implementasi, khususnya yang dilibatkan oleh banyak organisasi pemerintah, sebenarnya dapat dilihat dari 3 (tiga) sudut pandang yakni :
1. Pemrakarsa kebijakan/pembuat kebijakan (the center atau pusat) 2. Pejabat-pejabat pelaksana di lapangan (the periphery)
3. Aktor-aktor perorangan di luar badan-badan pemerintah kepada siapa program- program itu diwujudkan, yakni kelompok-kelompok sasaran (target group)" (Wahab, 1997 : 63).
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa fungsi implementasi kebijakan adalah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan atau sasaran kebijakan negara diwujudkan sebagai “Outcome“ (hasil akhir) kegiatan kegiatan yang dilakukan pemerintah.
Sebab itu, fungsi implementasi mencakup pula penciptaan apa yang dalam ilmu kebijakan negara disebut “Policy delivery system” (sistem penyampaian/penerusan kebijakan negara) yang biasanya terdiri dari cara-cara atau sarana tertentu yang dirancang/didesain secara khusus serta diarahkan menuju tercapainya tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang dikehendaki (Wahab;
1990 : 123-124).
Menurut Ripley &Franklin(1986:54) ada dua hal yang menjadi fokus perhatian dalam implementasi, yaitu compliance (kepatuhan) dan what”s happening (Apa yang terjadi).
Kepatuhan menunjuk pada apakah para implementor patuh terhadap prosedur atau standard aturan yang telah ditetapkan.Sementara untuk “what’s happening” mempertanyakan bagaimanaproses implementasi itu dilakukan, hambatan apa yang muncul, apa yang berhasil dicapai, mengapa dan sebagainya.
12
Sementara itu Cleaves (dalam Wahab 1991 : 125) menyatakan bahwa keberhasilan atau kegagalan implementasi dapat dievaluasi dari sudut kemampuannya secara nyata dalam meneruskan/mengoperasionalkan program-program yang telah dirancang sebelumnya.
Sebaliknya, keseluruhan proses implementasi kebijakan dapat dievaluasikan dengan cara mengukur atau membandingkan antara hasil akhir dari program-program tersebut dengan tujuan- tujuan kebijakan.
Berdasarkan pada pendapat tersebut di atas, tampak bahwa implementasi kebijakan tidak hanya terbatas pada tindakan atau perilaku badan alternatif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan kepatuhan dari target grup, namun lebih dari itu juga berlanjut dengan jaringan kekuatan politik sosial ekonomi yang berpengaruh pada perilaku semua pihak yang terlibat dan pada akhirnya terdapat dampak yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan
Menurut George C. Edward III, implementasi kebijakan adalah tahap pembuatan kebijakan antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu, suatu kebijakan yang cemerlang mungkin juga akan mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh pelaksanaan kebijakan (implementor).
Dalam pandangan Edward III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat faktor yang saling berhubungan satu sama lain, yakni:
a. Komunikasi
13
Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan.
Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga implementors mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang amat kompleks dan rumit. Seseorang bisa menahannya hanya untuk kepentingan tertentu, atau menyebarluaskannya.
Di samping itu sumber informasi yang berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula. Agar implementasi berjalan efektif, siapa yang bertanggungjawab melaksanakan sebuah keputusan harus mengetahui apakah mereka dapat melakukannya.Sesungguhnya implementasi kebijakan harus diterima oleh semua personel dan harus mengerti secara jelas dan akurat mengenahi maksud dan tujuan kebijakan. Jika para aktor pembuat kebijakan telah melihat ketidakjelasan spesifikasi kebijakan sebenarnya mereka tidak mengerti apa sesunguhnya yang akan diarahkan. Para implemetor kebijakan bingung dengan apa yang akan mereka lakukan sehingga jika dipaksakan tidak akan mendapatkan hasil yang optimal. Tidak cukupnya komunikasi kepada para implementor secara serius mempengaruhi implementasi kebijakan.
b. Sumber daya
Tidak menjadi masalah bagaimana jelas dan konsisten implementasi program dan bagaimana akuratnya komunikasi dikirim.Jika personel yang bertanggungjawab untuk melaksanakan program kekurangan sumberdaya dalam melakukan tugasnya. Komponen sumberdaya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan
14
kepada sebagaimana yamg diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana.
Sumberdaya manusia yang tidak memadahi (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik.Jika jumlah staf pelaksana kebijakan terbatas maka hal yang harus dilakukan meningkatkan skill/kemampuan para pelaksana untuk melakukan program.Untuk itu perlu adanya manajemen SDM yang baik agar dapat meningkatkan kinerja program.Ketidakmampuan pelaksana program ini disebabkan karena kebijakan konservasi energi merupakan hal yang baru bagi mereka dimana dalam melaksanakan program ini membutuhkan kemampuan yang khusus, paling tidak mereka harus menguasai teknik-teknik kelistrikan.
Informasi merupakan sumberdaya penting bagi pelaksanaan kebijakan. Ada dua bentuk informasi yaitu informasi mengenai bagaimana cara menyelesaikan kebijakan/program serta bagi pelaksana harus mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dan informasi tentang data pendukung kepetuhan kepada peraturan pemerintah dan undang-undang. Kenyataan dilapangan bahwa tingkat pusat tidak tahu kebutuhan yang diperlukan para pelaksana dilapangan.Kekurangan informasi/pengetahuan bagaimana melaksanakan kebijakan memiliki konsekuensi langsung seperti pelaksana tidak bertanggungjawab, atau pelaksana tidak ada di tempat kerja sehingga menimbulkan inefisien.Implementasi kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi dan individu terhadap peraturan pemerintah yang ada.
Sumberdaya lain yang juga penting adalah kewenangan untuk menentukan bagaimana program dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan/mengatur keuangan, baik penyediaan uang, pengadaan staf, maupun pengadaan supervisor.
15
Fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan/program harus terpenuhi seperti kantor, peralatan, serta dana yang mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil program dapat berjalan.
c. Disposisi atau Sikap
Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap implementor. Jika implemetor setuju dengan bagian-bagian isi dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami banyak masalah.
Ada tiga bentuk sikap/respon implementor terhadap kebijakan ; kesadaran pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon program kearah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut. Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena mereka menolak tujuan yang ada didalamnya sehingga secara sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi program.Disamping itu dukungan para pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program.
Dukungan dari pimpinan sangat mempengaruhi pelaksanaan program dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud dari dukungan pimpinan ini adalah Menempatkan kebijakan menjadi prioritas program, penempatan pelaksana dengan orang-orang yang mendukung program, memperhatikan keseimbangan daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi yang lain. Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan insentif bagi para pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam melaksanakan kebijakan/program.
d. Struktur Birokrasi
16
Membahas badan pelaksana suatu kebijakan, tidak dapat dilepaskan dari struktur birokrasi. Struktur birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijakan. Van Horn dan Van Meter menunjukkan beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam implementasi kebijakan, yaitu:
1. Kompetensi dan ukuran staf suatu badan;
2. Tingkat pengawasan hirarkhis terhadap keputusan-keputusan sub unit dan proses- proses dalam badan pelaksana;
3. Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan di antara anggota legislatif dan eksekutif);
4. Vitalitas suatu organisasi;
5. Tingkat komunikasi “terbuka”, yaitu jaringan kerja komunikasi horizontal maupun vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu di luar organisasi;
6. Kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan pembuat keputusan atau pelaksana keputusan.
Bila sumberdaya cukup untuk melaksanakan suatu kebijakan dan para implementor mengetahui apa yang harus dilakukan , implementasi masih gagal apabila struktur birokrasi yang ada menghalangi koordinasi yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan. Kebijakan yang komplek membutuhkan kerjasama banyak orang, serta pemborosan sumberdaya akan mempengaruhi hasil implementasi. Perubahan yang dilakukan tentunya akan mempengaruhi individu dan secara umum akan mempengaruhi sistem dalam birokrasi..
17 2.3 Konsep Kemiskinan
2.3.1Defenisi Kemiskinan
Secara etimologis kemiskinan berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta benda dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan Biro Pusat Statistik, mendefinisikan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos,2002). Dalam konteks politik, John Friedman mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu ketidaksamaan kesempatan dalam mengakumulasikan basis kekuatan sosial. Frank Ellis (dalam suharto 2005) menyatakan bahwa kemiskinan memiliki berbagai dimensi yang menyangkut aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologis. Orang disebut miskin jika dalam kadar tertentu sumber daya ekonomi yang mereka miliki di bawah target atau patokan yang telah ditentukan. Yang dimaksud dengan kemiskinan sosial adalah kurangnya jaringan sosial dan struktur sosial yang mendukung orang untuk mendapatkan kesempatan - kesempatan agar produktivitasnya meningkat.Dapat juga dikatakan bahwa kemiskinan sosial adalah kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat sehingga mencegah dan menghalangi seseorang untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yangtersedia.
Kemiskinan dalam pengertian konvensional merupakan pendapatan (income) dari suatu kelompok masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan.Oleh karena itu seringkali berbagai upaya pengentasan kemiskinan hanya berorientasi pada upaya peningkatan pendapatan kelompok masyarakat miskin.Kemiskinan masalah kemanusiaan yang telah lama diperbincangkan karena berkaitan dengan tingkat kesejahteraan.Dalam Panduan Keluarga Sejahtera kemiskinan adalah suatu keadaan dimana tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang dimiliki dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam memenuhi kebutuhannya.
18
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
1. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
2. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi.Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.Gambaran kemiskinan jenis ini lebih mudah diatasi daripada dua gambaran yang lainnya.
2.3.2. Penyebab kemiskinan
Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000:107) sebagai berikut:
a. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah
b. kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas dan upahnyapun rendah
c. kemiskinan muncul sebab perbedaan akses dan modal penyebab kemiskinan dan keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas. Akibat keterbatasan dan ketertiadaan akses manusia mempunyai keterbatasan pilihan untuk mengembangkan hidupnya, Orang yang mempunyai uang banyak, mereka dapat bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Berbeda dengan orang miskin yang tidak punya uang banyak, mereka tidak dapat bersekolah yang lebih tinggi karena mereka tidak punya uang lagi untuk membiayai uang sekolah
Penyebab Kemiskinanpun banyak dihubungkan dengan:
19
a. penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin. Contoh dari perilaku dan pilihan adalah penggunaan keuangan tidak mengukur pemasukan.
b. penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga. Penyebab keluarga juga dapat berupa jumlah anggota keluarga yang tidak sebanding dengan pemasukan keuangan keluarga.
c. penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar. Individu atau keluarga yang mudah tergoda dengan keadaan tetangga adalah contohnya.
d. penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, Pemerintah, dan ekonomi. Contoh dari aksi orang lain lainnya adalah gaji atau honor yang dikendalikan oleh orang atau pihak lain. Contoh lainnya adalah perbudakan.
e. penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
2.3.3. Mengukur kemiskinan
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) pengertian, yakni: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, seperti: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah presentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yang cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup
20
dengan pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah
$2 per hari, dg batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $2/hari." Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001 Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi , nilai dari
$1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut. Seseorang tergolong miskin relatif apabila seseorang tersebut sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedangkan seseorang tergolong miskin kultural apabila seseorang atau sekelompok masyarakat tersebut memiliki sikap tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
Adapun pendekatan yang digunakan untuk memperkirakan penduduk miskin yang dilakukan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Pendekatan wilayah, merupakan pendekatan untuk memperkirakan penduduk miskin melalui kantong-kantong kemiskinan yang berupa Desa miskin (Desa tertinggal). Secara makro, pendekatan wilayah dilakukan berdasarkan asumsi bahwa penduduk miskin dapat diidentifikasi melalui fasilitas (infrastruktur), kondisi jalan, akses terhadap alat transportasi, sarana kesehatan, pendidikan, serta kondisi sosial ekonomi yang mendukung kehidupan masyarakat di wilayah yang diamati.Apabila infrastruktur wilayah tersebut tergolong berkualitas rendah, maka besar kemungkinannya tingkat kehidupan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut tergolong rendah.
2. Pendekatan rumah tangga, adalah pendekatan yang mengacu kepada ketidakmampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan minimum hidupnya. Perhitungan jumlah penduduk
21
miskin dengan pendekatan rumah tangga pada prinsipnya adalah mengukur ketidakmampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan dan non-pangan yang paling minimal.
Data dasar yang digunakan untuk melakukan penghitungan adalah data yang bersumber dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) modul konsumsi.Survei ini dilakukan setiap tahun oleh Biro Pusat Statistik (BPS). Dalam setiap survei ada 2 (dua) kelompok pertanyaan, yaitu : Kor dan Modul. Data Kor mencakup variabel demografi dan partisipasi sekolah anggota rumah tangga, dan selalu dikumpulkan setiap tahun. Sedangkan Data Modul dibagi atas 3 (tiga) kelompok, yaitu :
(1) Konsumsi pengeluaran rumahtangga,
(2) Kriminalitas, perjalanan, social budaya, dan kesejahteraan masyarakat.
(3) Pendidikan, kesehatan, dan perumahan.
Penghitungan jumlah penduduk miskin didasarkan pada data Susenas Modul Konsumsi.Kriteria yang digunakan dalam pengukuran batas kemiskinan adalah ketidakmampuan penduduk dalam memenuhi kebutuhan minimum pangan setara dengan 2.100 kalori per kapita per hari ditambah kebutuhan minimum nonpangan.
2.4 Konsep Kesejahteraan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kesejahteraan adalah hal atau keadaan sejahtera, keamanan, keselamatan, ketentraman. Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi manusia dimana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai (id.wikipedia.org). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kesejahteraan merupakan representasi yang bersifat kompleks karena mempunyai keterkaitan multidimensi. Secara umum kesejahteraan dapat diukur dari sisi demografi, kecukupan pangan,
22
pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan kondisi lingkungan.Kemiskinan merupakan bentuk ketidakmampuan untuk meraih kesejahteraan di pandang dari sisi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Tingkat kepuasan dan kesejahteraan adalah dua pengertian yang saling berkaitan.Tingkat kepuasan merujuk kepada keadaan individu atau kelompok, sedangkan tingkat kesejahteraan mengacu kepada keadaan komunitas atau masyarakat luas.Kesejahteraan adalah kondisi agregat dari kepuasan individu- individu.
Menurut Undang-undang No 11 Tahun 2009, Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara.Akibatnya, masih ada warga negara yang mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat.
Konsep kesejahteraan menurut Nasikun (1993) dapat dirumuskan sebagai padanan makna dari konsep martabat manusia yang dapat dilihat dari empaat indicator yaitu :
(1) rasa aman (security), (2) Kesejahteraan (welfare), (3) Kebebasan (freedom), dan (4) jati diri (Identity)
23
Biro Pusat Statistik Indonesia (2000) menerangkan bahwa guna melihat tingkat kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah ada beberapa indicator yang dapat dijadikan ukuruan, antara lain adalah :
• Tingkat pendapatan keluarga;
• Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan pengeluaran untuk pangan dengan non-pangan;
• Tingkat pendidikan keluarga;
• Tingkat kesehatan keluarga, dan;
• Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah tangga.
Menurut Kolle (1974) dalam Bintarto (1989), kesejahteraan dapat diukur dari beberapa aspek kehidupan:
• Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi, seperti kualitas rumah, bahan pangan dan sebagianya;
• Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik, seperti kesehatan tubuh, lingkungan alam, dan sebagainya;
• Dengan melihat kualitas hidup dari segi mental, seperti fasilitas pendidikan, lingkungan budaya, dan sebagainya;
• Dengan melihat kualitas hidup dari segi spiritual, seperti moral, etika, keserasian penyesuaian, dan sebagainya.
Menurut Drewnoski (1974) dalam Bintarto (1989), melihat konsep kesejahteraan dari tiga aspek;
24
(1) dengan melihat pada tingkat perkembangan fisik (somatic status), seperti nutrisi, kesehatan, harapan hidup, dan sebagianya;
(2) dengan melihat pada tingkat mentalnya, (mental/educational status) seperti pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya;
(3) dengan melihat pada integrasi dan kedudukan social (social status)
Todaro (2003) mengemukakan bahwa kesejahteraan masyarakat menengah kebawah dapat direpresentasikan dari tingkat hidup masyarakat.Tingkat hidup masyarakat ditandai dengan terentaskannya dari kemiskinan, tingkat kesehatan yang lebih baik, perolehan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan tingkat produktivitas masyarakat.
Hasil Survei Biaya Hidup (SBH) tahun 1989 yang dilakukan oleh BPS membuktikan bahwa semakin besar jumlah anggota keluarga semakin besar proporsi pengeluaran keluarga untuk makanan dari pada untuk bukan makanan. Ini berarti semakin kecil jumlah anggota keluarga, semakin kecil pula bagian pendapatan untuk kebutuhan makanan, dengan demikian jumlah anggota keluarga secara langsung mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga.
Dalam memahami realitas tingkat kesejahteraan, pada dasarnya terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan tingkat kesejahteraan antara lain :
(1) sosial ekonomi rumah tangga atau masyarakat,
(2) struktur kegiatan ekonomi sektoral yang menjadi dasar kegiatan produksi rumah tangga atau masyarakat,
(3) potensi regional (sumberdaya alam, lingkungan dan insfrastruktur) yang mempengaruhi perkembangan struktur kegiatan produksi, dan
25
(4) kondisi kelembagaan yang membentuk jaringan kerja produksi dan pemasaran pada skala lokal, regional dan global (Taslim, 2004).
Penilaian keberhasilan transmigrasi mengacu pada Keputusan Menteri Transmigrasi dan Permukiman Perambah Hutan Republik Indonesia Nomor : PER.25/MEN/IX/2009 tentang tingkat perkembangan permukiman transmigrasi dan kesejahteraan transmigran, yang menyatakan bahwa tingkat perkembangan permukiman transmigrasi dan kesejahteraan transmigrasi meliputi tingkat penyesuaian, pemantapan dan pengembangan yang terdiri dari empat parameter yaitu ekonomi, sosial dan budaya, integrasional dan keaktifan dan pelayanan lembaga
2.5 Defenisi Konsep
Konsep adalah istilah atau definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu social (Singarimbun,1999:33). Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variable yang diteliti. Oleh karena itu, untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang akan diteliti maka penulis mengemukakan definisi konsep dibawah ini, yaitu:
1. Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pelaksanaan atau penerapan. Artinya yang dilaksanakan dan diterapkan adalah kurikulum yang telah dirancang/didesain untuk kemudian dijalankan sepenuhnya.Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2004:7) mengemukakan bahwa “implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”. Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk memengaruhi apa yang oleh Lipsky disebut “street level
26
bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur prilaku kelompok sasaran (target group).
2. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kesejahteraan adalah hal atau keadaan sejahtera, keamanan, keselamatan, ketentraman. Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi manusia dimana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai (id.wikipedia.org). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kesejahteraan merupakan representasi yang bersifat kompleks karena mempunyai keterkaitan multidimensi. Secara umum kesejahteraan dapat diukur dari sisi demografi, kecukupan pangan, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan kondisi lingkungan.Kemiskinan merupakan bentuk ketidakmampuan untuk meraih kesejahteraan di pandang dari sisi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
sosial.
2.6 Hipotesis kerja
Implementasi program kartu keluarga sejahtera dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa gunung tinggi kecamatan pancur batu terkait dengan : komunikasi, sumber- sumber daya,disposisi dan birokrasi.
27
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam penelitian kali ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.Metode deskriptif memusatkan perhatian terhadap maslah-maslah atau fenomena yang ada pada saat penelitan dilakukan atau bersifat aktual, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan rasional yang akurat.
Menurut zuriah (2006:47), penelitian dengan menggunakan metode deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala.Fakta-fakta atau kejadian-kejadian secara akurat dan sistematis mengenai sifat-sifat populasi dan daerah tertentu.Dalam penelitian deskriptif ini cenderung tidak perlu mencari atau menerangkan saling berhubungan dan menguji hipotesis.
Menurut Bogdan dan Taylor (Meleong, 2007:3) penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan social yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasan sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahnya.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan diDesa Gunung Tinggi Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Desa Gunung Tinggi adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ini yang letaknya diapit oleh sungai yang dalam bahasa suku karo adalah lau, lau- lau yang mengapit desa Gunung Tinggi terdiri dari Lau Bekeri ( sungai habis ), Lau Timah ( sungai yang jernihnya seperti timah , Lau Mbergeh ( sungai dingin ), Namo Rangkup ( Muara
28
Sungai ), Namo Buah ( Muara Sungai ). Kaena diapit oleh sungai-sungai itu maka bias disebut desa kami ini dataran tinggi. Desa ini sangatlah cocok dalam hal menerima bantuan, karena masih banyak warga di desa ini yang tidak mampu.terbukti dengan menerimanya sejumlah warga yang menerima bantuan sosial.
3.3 Informan Penelitian
Penelitian kualitatif tidak dimasukkan untuk membahas generalisasi dari hasil penelitiannya.Oleh karena itu, pada penelitian kualitatiuf tidak dikenal adanya populasi dan sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan dengan sengaja, subjek penelitian ini menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan.
Dalam informasi ini, penulis menggunakan informan kunci dan informan tambahan.Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian atau informan yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang sedang diteliti.sedangkan informan tambahan adalah mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang di teliti.
Berdasarkan uraian di atas peneliti, menggunakan informan penelitian sebagai berikut:
1. Informan kunci adalah Dinas Sosial Kabupaten Deli Serdang.
2. Informan Tambahan adalah aparatur desa dan dan Masyarakat desa Gunung Tinggi yang menerima bantuan KKS
29 Tabel 3.1 : Informan Penelitian
No Informan PeneIitian Informasi Yang Dibutuhkan
1
Dinas Sosial Kabupaten Deli Serdang
Kabid
pemberdayaan sosial dan pegawai
5
Hal-hal yang menjadi kendala dalam
pendistribusian kartu keluarga sejahtera
2
Masyarakat Desa Gunung Tinggi
Masyarakat yang menerima kartu keluarga sejahtera
20
Hal-hal mengenai mekanisme
pendistribusian kartu keluarga sejahtera 3 Aparat
Desa Kepala Desa 1
Mekanisme
pendistribusian kartu keluarga sejahtera
Jumlah 26
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan dua cara yaitu:
1. Teknik pengumpulan data primer, yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian secara langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Teknik pengumpulan data primer ini dilakukan dengan cara:
• Metode wawancara, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh data yang lengkap dan mendalam dari para informan. Pengumpulan data dilakukan melalui pertanyaan secara lisan kepada informan secara sistematis dan teroganisasi, yang dilakukan oleh peneliti sehubung dengan masalah yang diteliti.
Menurut sugiyono (2011:317)
30
Wawancara digunakan sebagaiteknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus di teliti dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit.
Teknik pengumpulan data dengan wawncara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur dan dapat dilakukan melalui tatap muka maupun dengan menggunakan telepon.
Menurut esterberg sugiyono, 2011:317-321
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat di konstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.
Macam-macam wawancara :
1. Wawancara terstruktur : digunakan sebagai teknik pengumpulan data bila peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Dalam teknik ini peneliti telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah dipersiapkan. Dalam wawancara ini.setiap responden diberikan pertanyaan yang sama. Alat bantu yang dapat digunakan dalam wawancara antara lain, tape recorder, gambar brosur dan sebagainya.
2. Wawancara semiterstruktur : pelaksaan wawancara ini lebih bebas jika dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan wawancara jenis ini adalah untuk menentukan permasalahan secara lebih terbuka, diman pihak yang wawancarai diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara ini. Pendengar secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh narasumber.
3. Wawancara tak terstruktur : adalah wawancara yang bebas. Dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap
31
untuk pengumpulan data. Pedoman yang digunakan dalam jenis ini hanyalah berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Dalam wawancara ini, peneliti belum mengetahui secara pastidata apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan responden.
Dalam hal ini penulis menggunakan metode wawancara terstruktur yang dimana penulis telah menyiapkan daftar pertanyaannya lebih dulu.
2. Teknik pengumpulan data sekunder, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan studi pustaka untung mendukung data primer. Adapaun bentuk pengumpulan data sekunder yang dilakukan adalah
a. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan atau foto-foto dan rekaman video yang ada dilokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.
b. Pengertian Observasi merupakan teknik pengumpulan data, dimana peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2004 : 104).
Metode observasi sering kali diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan
secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada subyek penelitian. Teknik observasi sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik hendaknya dilakukan pada subyek yang secara aktif mereaksi terhadap obyek.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif yaitu menguraikan serta menginterpretasikan data yang diperoleh dilapangan dari para kunci utama. Teknik analisis data ini didasarkan pada kemapuan nalar dalam menghubungkan fakta,
32
data dan informasi, kemudian data yang diperoleh akan dianalisis sehungga diharapkan muncul gambaran yang dapat mengungkapkan permasalahan penelitian dan kemudian dapat menarik kesimpulan.
Metode Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal. Karena itu, triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak mungkin perbedaan yang terjadi pada saat pengumpulan dan analisis data.
Menurut Norman K. Denkin mendefinisikan triangulasi di gunakan sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda. Sampai saat ini, konsep Denkin ini dipakai oleh para peneliti kualitatif di berbagai bidang. Menurutnya, triangulasi meliputi empat hal, yaitu:
1. Triangulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data dengan cara yang berdeda. Sebagaimana dikenal, dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan metode wawancara, obervasi, dan survei. Untuk memperoleh kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh mengenai informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan metode wawancara bebas dan wawancara terstruktur. Atau, peneliti menggunakan wawancara dan obervasi atau pengamatan untuk mengecek kebenarannya. Selain itu, peneliti juga bisa menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut. Melalui berbagai perspektif atau
33
pandangan diharapkan diperoleh hasil yang mendekati kebenaran. Karena itu, triangulasi tahap ini dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau informan penelitian diragukan kebenarannya. Dengan demikian, jika data itu sudah jelas, misalnya berupa teks atau naskah/transkrip film, novel dan sejenisnya, triangulasi tidak perlu dilakukan. Namun demikian, triangulasi aspek lainnya tetap dilakukan.
2. Triangulasi antar-peneliti dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam pengumpulan dan analisis data. Teknik ini diakui memperkaya khasanah pengetahuan mengenai informasi yang digali dari subjek penelitian. Tetapi perlu diperhatikan bahwa orang yang diajak menggali data itu harus yang telah memiliki pengalaman penelitian dan bebas dari konflik kepentingan agar tidak justru merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari triangulasi.
3. Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat (participant obervation), dokumen tertulis, arsif, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-masing cara itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti. Berbagai pandangan itu akan melahirkan keluasan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran handal.
4. Terakhir adalah triangulasi teori. Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan informasi atau thesis statement. Informasi tersebut selanjutnya dibandingkan dengan perspektif teori yang televan untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi teori dapat meningkatkan kedalaman pemahaman asalkan peneliti mampu menggali pengetahuan teoretik secara mendalam atas hasil analisis data yang
34
telah diperoleh. Diakui tahap ini paling sulit sebab peneliti dituntut memiliki expert judgement ketika membandingkan temuannya dengan perspektif tertentu, lebih-lebih jika perbandingannya menunjukkan hasil yang jauh berbeda.
35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran singkat mengenai KKS di kabupaten Deli Serdang
Setelah dilakukan penelitian dan pengumpulan data di lapangan, baik melalui wawancara dan pengamatan langsung, maka diperoleh berbagai data dari informan kunci dan informan utama dalam kaitannya dengam Implementasi Program Kartu Keluarga Sejahtera di desa Gunung Tinggi Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Data yang diperoleh selama penelitian disajikan dalam bentuk analisis data dengan menggunakan tabel frekuensi dan persentase yang kemudian akan diinterpretasikan.
Adapun penyajian data berisikan tentang data karakteristik responden serta data variabel penelitian.Penyajian data mengenai karakteristik responden adalah untuk mengetahui spesifikasi (ciri-ciri) khusus yang dimiliki responden, yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan perbulan, pengeluaran perbulan. Sedangkan penyaikan data variable penelitian adalah untuk menjawab permasalahan-permasalahan dalam penelitian.
Data-data yang penulis peroleh melalui data primer akan penulis sajikan dalam bentuk narasi atau deskripsi sesuai dengan kenyataan di lapangan. Adapun data-data primer tersebut adalah berupa narasi hasil wawancara langsung dari pihak-pihak yang terlibat dalam program KKS ini. Informasi yang digali meliputi berbagai aspek terkait Implementasi Program KKS seperti penyalurannya, Sumber daya, komunikasi, koordinasi antar instansi terkait, dan disposisi.
36
Tabel 4.1. Jumlah Keluarga Penerima Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) Kabupaten Deli Serdang Dirinci Tiap Kecamatan
KECAMATAN Jumlah
Desa
Jumlah Keluarga penerima KKS
BANGUN PURBA 24 1,285
BATANG KUIS 11 1,759
BERINGIN 11 2,273
BIRU-BIRU 17 1,796
DELI TUA 6 1,451
GALANG 29 2,588
GUNUNG MERIAH 12 220
HAMPARAN PERAK 20 11,169
KUTALIMBARU 14 2,63
LABUHAN DELI 5 2,547
LUBUK PAKAM 13 2,527
NAMO RAMBE 36 1,344
PAGAR MERBAU 16 2,83
PANCUR BATU 25 3,617
PANTAI LABU 19 3,698
PATUMBAK 8 3,133
PERCUT SEI TUAN 20 8,131
SIBOLANGIT 30 1,087
SINEMBAH TANJUNG MUDA HILIR 15 1,668
SINEMBAH TANJUNG MUDA HULU 20 679
SUNGGAL 17 3,755
TANJUNG MORAWA 26 6,108
JUMLAH 394 66,295
Sumber : Dinas Sosial Kab. Deli Serdang
DIAGRAM 4.1 PERSENTASE PENERIMA KKS DI RINCI TIAP KECAMATAN SE- KABUPATEN DELI SERDANG
37
Hasil diagram di atas menunjukkan bahwa tiga kecamatan yang memiliki jumlah penerima KKS terbesar berturut-turut adalah Kecamatan Hamparan Perak dengan jumlah penerima sebesar 11,169 keluarga atau sekitar 17% dari total penerima KKS sekabupaten, Kecamatan Percut Sei Tuan sebesar 8,131 keluarga atau sekitar 12% dan Kecamatan Tanjung Morawa sebesar 6,108 keluarga atau sekitar 9%. Dari hasil di atas juga menunjukkan bahwa kecamatan yang memiliki jumlah penerima KKS terkecil adalah Kecamatan Gunung Meriah dengan jumlah penerima sebanyak 220 keluarga atau sekitar 0,3% dari jumlah penerima KKS sekabupaten Deli Serdang. Kecamatan Pancur Batu memiliki jumlah keluarga penerim KKS sebanyak 3.617 keluarga atau sekitar 5% dari jumlah peneima KKS sekabupaten Deli Serdang.
Jumlah penerima yang diperoleh sekecamatan tersevbut didistibusikan ke 25 desa yang ada di Kecamtan Pancur Batu. Distribusi perolehan kartu KKS yang ada di kecamtan Pancur Batu sebagai berikut :
2% 3% 3% 3%
2% 4%
0,3%
17%
4%
4% 4%
2%
4%
PANCUR BATU 5%
6%
5%
12%
2%
3% 1% 6%
9% BANGUN PURBA
BATANG KUIS BERINGIN BIRU-BIRU DELI TUA GALANG
GUNUNG MERIAH HAMPARAN PERAK KUTALIMBARU LABUHAN DELI
38
Tabel 4.2. Jumlah Keluarga Penerima Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) Kecamatan Pancur Batu Dirinci Tiap Desa
NAMA DESA JUMLAH
DUSUN
JUMLAH RUMAH TANGGA
PENERIMA KKS
Bintang Meriah 5 51
Sugau 5 89
Tiang Layar 3 89
Salam Tani 4 127
Namo Riam 5 150
Durian Simbelang A 4 137
Durian Tongga 5 118
Pertampilen 3 137
Hulu 5 218
Namo Simpur 4 77
Namo Bintang 5 286
Simalingkar A 5 116
Perumnas Simalingkar 7 45
Baru 5 229
Lama 7 186
Tengah 4 48
Namorih 3 55
Durian Jagak 3 75
Tuntungan II 4 178
Tuntungan I 4 168
Gunung Tinggi 5 117
Sei Gelugur 6 270
Suka Raya 5 131
Tanjung Anom 6 421
Sembahe Baru 2 99
JUMLAH 114 3617
Sumber : Dinas Sosial Kab. Deli Serdang
39
DIAGRAM 4.2 PERSENTASE PENERIMA KKS DI RINCI TIAP DESA KECAMATAN PANCUR BATU
Dari diagram di atas diperoleh pengamatan bahwa desa yang mendapatkan jumlah kartu KKS terbanyak adalah di Desa Tanjung Anom sebesar 421 kartu atau sekitar 12% dari jumlah penerima kartu yang ada di Kecamatan Pancur Batu.
Dari diagram diatas juga dapat terlihat bahwa Desa Gunung Tinggi mendapatkan kartu KKS sebanyak 117 kartu atau sekitar 3% dari jumlah penerim kartu yang ada sekecamatan Pancur Batu. Dari jumlah keluarga yang ada di Desa Gunung Tinggi sebanyak 500 keluarga, angka ini belum mampu mencakup semua keluarga miskin yang ada di Desa Gunung Tinggi tersebut. Penyebaran kartu KKS ke 5 dusun yang ada di Desa Gunung Tinggi tersebut sebagai berikut :
1%2% 2% 4%
4% 4%
3%
4%
6%
8% 2%
1% 3%
6%
1%5%
2%
2%
5%
5%
Gunung Tinggi 3%
7%
4% 12%
3%
Bintang Meriah Sugau Tiang Layar
Salam Tani Namo Riam Durian Simbelang A
Durian Tongga Pertampilen Hulu
Namo Simpur Namo Bintang Simalingkar A
Perumnas Simalingkar Baru Lama
Tengah Namorih Durian Jagak
Tuntungan II Tuntungan I Gunung Tinggi
Sei Gelugur Suka Raya Tanjung Anom