• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRAKTIK UTANG PIUTANG DI NAGARI KOTO TUO PALANGKI KECAMATAN IV NAGARI KABUPATEN SIJUNJUNG MENURUT FIKIH MUAMALAH SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PRAKTIK UTANG PIUTANG DI NAGARI KOTO TUO PALANGKI KECAMATAN IV NAGARI KABUPATEN SIJUNJUNG MENURUT FIKIH MUAMALAH SKRIPSI"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTIK UTANG PIUTANG DI NAGARI KOTO TUO PALANGKI KECAMATAN IV NAGARI KABUPATEN SIJUNJUNG MENURUT

FIKIH MUAMALAH

SKRIPSI

Ditulis sebagai Syarat Untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum Jurusan Hukum Ekonomi Syariah (SH.)

Oleh : DIALA ASHARI NIM 1630202013

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BATUSANGKAR

2021

(2)
(3)
(4)
(5)

i ABSTRAK

Nama DIALA ASHARI, NIM 1630202013, Judul skripsi “ Praktik Utang Piutang di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung Menurut Fikih Muamalah” Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar 2021.

Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah praktik utang piutang dengan jaminan pohon mangga di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung, serta tinjauan Fikih Muamalah terhadap praktik utang piutang dengan jaminan pohon mangga di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung Menurut Fikih Muamalah.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis praktik utang piutang dengan jaminan pohon mangga di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung, serta menjelaskan dan meganalisis tinjauan Fikih Muamalah terhadap praktik utang piutang dengan jaminan pohon mangga di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung.

Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah menggambarkan fenomena yang terjadi di lapangan sebagaimana adanya sesuai kenyataan. Sebagai sumber data utama, yaitu orang yang terlibat dalam pelaksanaan praktik utang piutang dengan jaminan pohon mangga yang ada di Nagari Koto Tuo Palangki dan sebagai sumber data yang di peroleh diantaranya, sumber data primer yang terdiri 1 orang si pemberi utang (Debitur) dan 6 orang yang berutang (Kreditur). Sedangkan sumber data sekunder diperoleh melalui sejumlah buku, jurnal, artikel dan sumber bacaan lainnya yang ada hubungannya dengan judul peneliti dapat memberikan informasi atau data tambahan untuk memperkuat data primer.

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan. Dari segi akad sudah sesuai dengan hukum Islam, yaitu menngunakan akad utang piutang (al-qardh) atau disebut juga akad pinjam mengganti. Pertama dari segi praktik utang piutang tidak sah, karena rukun dan syarat tidak terpenuhi secara umum, yaitu tidak ada saksi dalam pelaksanaan praktik utang piutang dengan jaminan pohon mangga di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung. Kedua tinjauan Fikih Muamalah terhadap praktik utang piutang dengan jaminan pohon mangga di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung di katakan tidah sah, karena terdapat 2 unsur yang tidak boleh digunakan dalam Fikih Muamalah dalam pelaksanaan praktik utang piutang ini, yaitu ada unsur riba (tambahan pembayaran utang), serta unsur mubazir karena sistem dan jumlah penebangan pohon mangga yang ditebang tidak ditentukan diawal akad, untuk penyelesaian wanprestasi dalam praktik utang piutang dengan jaminan pohon mangga yang ada di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung menurut Fikih Muamalah di katakan tidak sah, karana terjadi kegagalan pada saat pengembalian utang yang di pinjam. Hal itu tidak diperbolehkan dalam Islam, karena dapat merusak kesejahteraan hidup manusia dan hal tersebut di benci Allah SWT.

(6)

ii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI

ABSTRAK ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 14

C. Rumusan Masalah... 14

D. Tujuan Penelitian ... 14

E. Manfaat dan Luaran Penelitian ... 14

F. Definisi Operasional ... 15

BAB II KAJIAN TEORI ... 17

A. Akad... 17

1. Pengertian Akad ... 17

2. Dasar Hukum Akad ... 18

3. Rukun dan Syarat Akad Menurut Fikih Muamalah ... 19

4. Syarat- Syarat Keabsahan Akad Menurut Fikih Muamalah ... 23

5. Unsur-unsur akad ... 24

6. Bentuk-bentuk Akad dalam Fikih Muamalah ... 25

7. Akad- akad yang terlarang ... 31

8. Berakhirnya Akad ... 32

B. Al-Qardh (Utang Piutang) ... 33

1. Pengertian Al-Qardh ... 33

2. Dasar Hukum Al-Qardh ... 34

3. Rukun dan Syarat Al-Qardh ... 38

4. Pelunasan Al-Qardh ... 40

5. Hukum yang berkaitan dengan Al-Qardh ... 42

(7)

iii

C. Riba ... 45

1. Pengertian Riba ... 45

2. Pandangan Para Pakar Mengenai Riba ... 46

3. Larangan Riba ... 47

4. Dampak Riba Bagi diri Sendiri dan Masyarakat ... 48

5. Dampak Riba pada Ekonomi ... 48

D. Wanprestasi ... 49

1. Pengertian Wanprestasi ... 49

2. Dasar Hukum Wanprestasi ... 49

3. Bentuk-Bentuk Wanprestasi ... 50

4. Tata Cara Penyelesaian Wanprestasi Menurut Fikih Muamalah . 50 E. Penelitian yang Relevan ... 52

BAB III METODE PENELITIAN ... 55

A. Jenis Penelitian ... 55

B. Latar dan Waktu Penelitian ... 55

C. Instrumen Penelitian ... 56

D. Sumber Data ... 57

E. Teknik Pengumpulan Data ... 57

F. Teknis Analisis Data ... 58

G. Teknik Penjamin Keabsahan Data ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 60

A. Gambaran Umum Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung ... 60

1. Sejarah Singkat Nagari Koto Tuo Palangki ... 60

2. Kondisi Demografi ... 63

3. Luas Wilayah ... 63

4. Jarak Nagari ... 64

5. Sosial dan Budaya ... 65

6. Potensi Nagari Koto Tuo Palangki ... 65

7. Ekonomi ... 65

(8)

iv

B. Praktik Utang Piuatng Dengan Jaminan Pohon Mangga di Nagari Koto

Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung. ... 66

C. Tinjauan Fikih Muamalah Terhadap Praktik Utang Piutang dengan Jaminan Pohon Mangga di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung. ... 72

BAB V PENUTUP ... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79 DAFTAR KEPUSTAKAAN

(9)

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Data Nama Orang Yang Melakukan Praktik Utang Piutang Dengan Jaminan Pohon Mangga( 2017-2020) ... 11 Tabel 3. 1 Waktu Penelitian ... 55 Tabel 4. 1 Daerah Nan Ampek Koto ... 60 Tabel 4. 2 Nama-Nama Orang Yang Tidak Lancar Membayar Utang Sampai

Pohon Mangganya Habis Di tebang. ... 68

(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya segala bentuk Muamalah adalah mubah atau dibolehkan, kecuali yang ditentukan, oleh Al-Qur’an dan sunnah. Muamalah dilakukan atas dasar sukarela tanpa mengandung unsur keterpaksaan dilakukan atas dasar pertimbangan yang mendatangkan manfaat, disamping itu juga untuk menghindari segala bentuk kemudharatan, dalam kehidupan bermasyarakat (Basyir, 2000 : 15). Termasuk kedalam muamalah adalah utang piutang.

Utang piutang adalah memberikan sesuatu kepada seseorang dengan sebuah perjanjian yang di lakukan oleh kedua belah pihak. Utang piutang merupakan bentuk muamalah bercorak ta‟awun (pertolongan) kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bahkan didalam Al-Qur’an disebutkan kegunaan utang piutang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan untuk menolong atau meringankan beban orang lain. Sebagaimana yang di jelaskan istilah mengutangkan kepada Allah SWT dengan utang yang baik ( Ghufron, 2000 : 171).

Konsep utang piutang yang ada dalam Islam pada dasarnya adalah untuk memberikan kemudahan bagi orang yang sedang kesusahan dan ada yang membutuhkan. Utang piutang merupakan transaksi yang sering dilakukan oleh manusia. Karena manusia mengalami pasang surut dalam kehidupannya. Menolong seseorang karena kesulitan hendaknya diperhatikan, bahwa memberi pertolongan itu tidak mencari keuntungan yang besar, hanya sekedar mengurangi atau menghilangkan beban atas kebutuhan yang sedang seseorang butuhkan, janganlah mencari keuntungan yang bathil dalam setiap perniagaan ( Ya’ kub, 1995 : 242).

Transaksi utang piutang ini mempunyai arti dalam kehidupan, yaitu saling memberi pertolongan dan mempunyai nilai kebaikan yang mendatangkan pahala dari Allah SWT. Rasulullah SAW juga menyuruh

(11)

orang-orang yang mampu untuk memberikan pertolongan kepada orang yang mendapat kesulitan. Dimana hukum Islam dalam melakukan transaksi utang piutang tidak boleh ada unsur riba atau tambahan pembayaran ( Bunga) serta unsur mubazir.

Dalam melakukan transaksi utang piutang ada rukun dan syarat yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut :

1. Orang yang berakad („Aqid)

Menurut ulama Fikih setiap subjek akad harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut :

a. Berakal

b. Atas kehendak sendiri c. Balig

d. Tidak dibawah perwalian ( Amir, 2003: 224) 2. Objek utang piutang

Barang yang diutangkan, disyaratkan harus benda yang dapat diukur diketahui jumlahnya atau nilainya. Agar pada waktu pembayaran tidak menyulitkan, sebab dalam pengembaliannya nilai barang yang akan dibayarkan sama dengan nilai barang yang diterima (Khairuman, 1994 : 137).

3. Sighat

Kalimat akad dapat di lihat dari contoh berikut : yang memberi piutang berkata “aku utangkan ini kepada engkau”. Kemudian dijawab oleh orang yang berhutang “aku mengaku berutang kepada engkau” dan aku berjanji akan membayarnya pada hari itu atau bulan itu. Namun dalam kehidupan sehari-hari orang sering menggunakan kalimat, seperti di atas untuk tranksaksi pinjam meminjam dan orang juga sering menyamakan antara utang dengan peminjam. Akad tamlik (kepemilikan), maka tidaklah sempurna utang piutang kecuali orang yang boleh melakukan tindakan hukum dan tidaklah ada hak milik, kecuali dengan ijab qabul seperti jual beli dan hibah (Sayyid Sabiq, 2009 : 145).

(12)

3

Sedangkan rukun dan syarat utang piutang secara umum sebagai berukut :

a. Adanya surat perjanjian tertulis diantara kedua belah pihak.

b. Adanya saksi antara kedua belah pihak yang dapat di percaya (amanah).

c. Tidak ada riba (tambahan)

d. Harta yang dipinjam harus dikembalikan sesuai barang yang dipinjam kalau berupa barang harus berupa barang, dan kalau berupa uang harus dikembalikannya dengan uang

Seseorang yang melakukan utang piutang haruslah mengetahui ketentuan tentang utang piutang.

4. Penulisan utang sebagai berikut : a. Tasamuh dalam membayar utang b. Tasamuh dalam meminta utang c. Segera membayar meminta utang

d. Membaguskan pembayaran utang (Amir, 2003 : 232).

Menurut ulama Hanafiyah, sebagaimana yang dikutip oleh Fathurrahman Djamil, syarat sahnya akad, apabila terhindar dari lima hal, yaitu :

a. Al-jahalah ( ketidak jelaskan tentang harga, jenis dan spesikasinya, waktu pembayaran, atau lamanya opsi, dan penanggung atau penanggung jawab.

b. Al-ikarah (keterpaksaan).

c. Attauqit (ada unsur kemudharatan).

d. Al-gharar ( ada unsur kemudharatan).

e. Al-syartu al fasid (syarat-syarat rusak, seperti pemberian syarat terhadap pembelian untuk kembali barang yang dibelinya tersebut kepada penjual dengan harga yang lebih murah (Mardani, 2013 : 53- 54). Adapun ayat yang mengkaji tentang utang piutang, yaitu firman Allah SWT dalam Al-Qur’an dalam surah Al- Baqarah ayat : 282

(13)











































 







































































































































































































 



 











“Hai orang yang beriman, apabila kamu bermua‟mallah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya Dan

(14)

5

hendaklah kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu untuk mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari pada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksiankanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dan dua orang perempuan dan saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika orang lupa maka seorang mengingatkannya. Jangan saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupuan besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguaan. (Tulislah mu‟amalahmu itu), kecuali jika mu‟malah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan dianntara kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksianlah apabila kamu berjual beli dan janganlah penulis dan saksi saling menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnyahal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwaklah kepada Allah ; Allah memengajarkanmu dan Allah maha mengetahui segala sesuatu. (Sayyid Sabiq, 2009 : 145).

Maksud ayat di atas adalah seseorang yang melakukan transaksi utang piutang haruslah mengetahui, ketentuan tentang utang piutang terlebih dahulu, baik itu praktik utang piutang yang di lakukan secara langsung maupun melalui perwakilan (bagi orang yang bisu dan tidak bisa melihat) (Amir, 2003 : 232).

Berdasarkan penelitian awal penulis, ada sebuah praktik utang piutang uang menarik terjadi di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijinjung, yaitu praktik utang dengan jaminan pohon mangga. Mayoritas mata pencariannya masyarakat Koto Tuo Palangki adalah petani mangga. Jumlah petani mangga di Nagari Koto Tuo Palangki ini, yaitu 400 orang. Banayak petani mangga yang melakukan praktik utang piutang dengan jaminan pohon mangga ini berjumlah 20 orang dan 1 orang si pemberi utang (Kreditur) . Nama orang yang berutang (Kreditur) 20 tersebut yaitu : SI, NR, NU, JL, RM, ET, NM, UT,

(15)

RI, FG, BR, BP, BO, PK, PA, SU, AP, AN, BR, PM, dan 1 orang si pemberi utang (Debitur) tersebut yaitu : PS.

Utang piutang di latar belakangi, oleh desakan ekonomi dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Utang piutang yang penulis teliti ini yang mana mereka melakukannya dengan kebiasaan dan atas dasar kemauan sendiri. Praktik utang piutang yang dilakukan oleh masyarakat di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung ini, yaitu untuk memenuhi kebutuhan, baik itu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maupun kebutuhan hidup keluarga dan berutang merupakan salah satu jalan yang ditempuh oleh masyarakat di Nagari Koto Tuo Palangki (Wawancara peneliti dengan NU, 6 Oktober 2020).

Dimana akad yang digunakan dalam pelaksanaan praktik utang piutang dengan jaminan pohon mangga yang ada di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung adalah al-qardh atau sering disebut dengan akad utang piutang.

Syarat yang harus dipenuhi orang yang berutang (Kreditur) terlebih dahulu yaitu :

a. Surat tanah dari ladang pohon mangga sebagai bukti bahwa pohon mangga yang dijadiakan jaminan tumbuh dilahan orang yang berutang (Kreditur).

b. Foto copi KTP dari orang yang berutang (Kreditur).

c. Foto copi Buku Nikah dari oang yang berutang (Kreditur).

d. Foto copi Kartu Keluarga orang yang berutang (Kreditur).

Tidak sampai disitu saja, setelah orang yang berutang memenuhi 4 syarat yang diajukan oleh orang si pemberi utang (Debitur). Selanjutnya si pemberi utang (Debiur) bertanya terlebih dahulu kepada orang yang berutang (Kreditur) berapa banyak jumlah uang yang akan dipinjam oleh orang yang berutang (Kreditur). Setelah mengetahui jumlah uang yang akan di pinjam oleh orang yang berutang (Kreditur), disitulah si pemberi utang (Debitur) menentukan jumlah pohon mangga yang akan dijadikan

(16)

7

jaminan, namun sebelum itu si pemberi utang (Debitur) juga memberikan syarat tertentu untuk pohon mangga yang akan dijadikan jaminan.

Syarat pohon mangga yang akan dijadikan jaminan sebagai berikut :

a. Ukuran pohon mangga yang akan dijadikan jaminan harus 1,6 m, yang menentukan si pemberi utang (Debitur).

b. Usia pohon mangga yang dijadikan jaminan 1-2 tahun yang menentukan juga si pemberi utang (Debitur)

c. Lingkar batang pohon mangganya 20-30 cm yang menentukan juga si pemberi utang (Debitur).

d. Pohon mangga yang di jadikan jaminan sudah tumbuh subur ditanah bukan dalam polibet yang menentukan juga si pemberi utang (Debitur).

e. Untuk jenis pohon mangga yang akan di jadikan jaminan si pemberi utang memberikan hak kepada orang yang berutang (Kreditur).

Setelah semua syarat-syarat yang diajukan telah terpenuhi oleh orang yang berutang (Kreditur), barulah pelaksanaan praktik utang piutang dengan jaminan pohon mangga ini dilaksanakan oleh kedua belah pihak dimana si pemberi utang (Debitur), telah menyiapkan surat perjanjian yang akan ditanda tangani oleh kedua belah pihak. Isi dari surat perjanjian ini si pemberi utang (Debitur) yang menentukan dan orang yang berutang (Kreditur) tidak boleh protes terhadap isi dari surat perjanjian yang di buat si pemberi utang (Debitur).

Proses pelaksanaan praktik utang piutang dengan jaminan pohon mangga yang ada di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung adalah disaat orang yang berutang (Kreditur) menyampaikan maksud ingin meminjam uang kepada si pemberi utang ( Debitur ), percakapan antara SI orang yang berutang (Kreditur) dengan PS si pemberi utang (Debitur).

SI : Assalamu‟alaikum PS PS : Waalaikumsallam SI

(17)

SI : Maksud kedatangan saya kemari, mau meminjam uang kepada PS.

PS : Barapa banyak jumlah uang yang SI pinjmam.

SI : Rp. 50. 000.000 PS untuk biaya operasi usus buntu anak saya

PS : SI tahukan syarat utama yang harus dipenuhi sebelum SI meminjam uang saama saya, karena SI sudah pernah minjam uang sama saya.

SI : Saya tahu PS, karena uang yang saya pinjam, akan menjadi penentu dari jumlah pohon mangga yang akan saya jaminkan..

PS : Itu benar sekali SI , dimana syarat dari pohon mangga yang menjadi jaminan saya yang menentukan, ukurannya 1,6 m, usia pohon mangganya kisaran 1-2 tahun, lingkar batang pohon mangganya 20-30 cm serta jarak dari penanaman pohon mangganya 10m x 10m, sedangkan untuk jenis pohon mangganya baru SI yang menentukan”.

SI : Baiklah saya setuju dengan syarat yang PS ajukan.

Untuk tata cara pelunasan utang dalam praktik utang piutang dengan jaminan pohon mangga ini, yaitu dengan angsuran perbulan, serta membayar tambahan dari utang tessebut sebesar 0,75%,. Jika orang yang berutang tidak lancara membayar angsuran utang secara perbulan, maka si pemberi utang (Debitur) akan menebang pohon mangga yang di jadikan jaminan dengan jumlah terserah si pemberi utang (Debitur) mau itu 1 batang pohon mangga atau lebih dari 1 batang pohon mangga. Bahkan semuanya batang pohon mangga tersebut bisa ditebang si pemberi utang (Debitur), karena orang yang berhak atas semua keputusan. Tidak sampai disitu saja, setelah pohon mangga ditebang orang yang berutang (Kreditur) juga harus tetap membyar bunga dari utang tersebut sebesar 0, 75%.

(18)

9

Selanjutnya, apabila orang yang berutang (Kreditur) lancar dalam membayar utang setiap bulanya, maka pohon mangga yang dijadikan jaminan akan aman, namun bunga dari utang tersebut juga harus tetap dibayar sebesar 0,75%.

Setelah pohon mangga tersebut ditebang, maka orang yang berhak atas kayu dari pohon mangga adalah si pemberi utang (Debitur). Mau si pemberi utang (Debitur) menjual kayu tersebut atau diapakan itu terserah dari si pemberi utang (Debitur). Selanjutnya, apabila pohon mangga yang dijadikan jaminan tersebut berbuah pada saat pohon mangga tersebut menjadi jaminan dan utangnya juga belum lunas, maka yang berhak atas buahnya tersebut adalah si pemberi utang (Debitur).

Selanjutnya, apabila pohon mangga yang dijadikan jaminan habis ditebang dan utang belum juga lunas, maka si pemberi utang (Debitur) meminta kembali kepada orang yang berutang (Kreditur) pohon mangga yang baru untuk dijadikan jaminan lagi. Dan jika orang yang berutang (Kreditur) tidak mampu memberikan pohon mangga yang baru untuk dijadikan jaminan, maka tanah lahan pohon mangga tersebut diambil oleh si pemberi utang (Debitur).

Disamping itu ada salah satu dari orang yang berutang (Kreditur) melakukan protes, yaitu JL lantaran si pemberi utang melakukan ingkar janji (Wanprestasi) menjual pohon mangga yang dijadikan jaminan secara diam-diam kepada orang lain. Dan JL menanyakan, hal tersebut kepada PS tentang kebenaran dari informasi tersebut. PS mengatakan dengan jujur pada saat itu, bahwa PS menjual pohon mangga yang dijadikan jaminan oleh JL kepada orang lain. Alasan PS menjual pohon mangga yang dijadikan jaminan oleh JL, karena JL sering tidak lancar membayar utang bulannya, dan PS merasa dirugikan begitupun JL juga merasa dirugikan karena PS meenjual pohon mangga yang dijadikan jaminan kepada orang lain secara diam-diam (Wawancara pribadi melalui via telpon, tanggal 1 Oktober 2020).

(19)

Padahal, dalam Islam utang itu memberikan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan baik berupa uang maupun benda dalam jumlah tertentu dengan perjanjian yang telah disepakati bersama, dimana orang yang diberi uang tersebut harus mengembalikan uang atau benda yang dihutangnya dengan jumlah yang sama tidak kurang atau lebih pada waktu yang ditentukan.Praktik utang piutang dengan jaminan pohon mangga yang ada di Nagari Koto Tuo Palangki ini berlaku sejak tahun 2017 -2020.

(20)

11

Tabel 1. 1

Data Nama Orang Yang Melakukan Praktik Utang Piutang Dengan Jaminan Pohon Mangga( 2017-2020)

N o

Nama orang beruta ng

Bulan dan tahun

Jumlah utang dan persenta senya

Permasa lahan

Jenis Pohon mangg a dan jumlah pohon mangg a yang dijadik an jamina n

Ukura n, usian dan lingkar batang pohon mangg a

Pembayara n utang perbulan, persentase utang

1

SI Oktob

er/

2017

Rp 50.000.0 00,

Angsura n utang tidak lancar perbulan nya seharusn ya jangka waktuny a

pembaya ran utang 100 bulan menjadi 200 bulan

Mangg a golek (400) batang

Uk : 1,6 m Us : 1 tahun Lb : 30 cm

Pu :

Rp. 2.000.

000, perbulan Pb : 0, 75 % Perbulan

2 NR Dese mber / 2018

Rp 30.000.0 00,

Angsura n utang perbulan tidak lancar yang

Mangg a madu (200) batang

Uk : 1,6 m Us : 1 tahun Lb : 20 cm

Pu : Rp

1.000.000, Perbulan Pb : 0,75%

Peebulan

(21)

seharusn ya jangka waktu pebayara n utang 30 bulan menjadi 60 bulan 3 NU Dese

mber / 2019

Rp 10.

000.000,

Angsura n utang perbulan tidak lancar yang seharusn ya jangka waktu pembaya ran utang nya 5 bulan menjadi 50 bulan

Mangg a golek (90) batang

Uk : I,6 m Us : 2 tahun Lb : 30 cm

Pu : Rp

5.00. 000, Perbulan Pb : 0, 75 Perbulan

4 JL Dese

mber / 2019

Rp 20.

000.000,

Angsura n utang perbulan tidak lancar yang seharusn ya jangka waktu pembaya ran utangnya 10 bulan menjadi 50 bulan

Mangg a apel (150) batang

Uk : 1,6 m Us : 1 tahun Lb : 20 cm

Pu : Rp 5.00.000, Perbulan Pb : 0, 75%

Perbulan

5 RM Januar i /

Rp 5.000.00

Angsura n utang

Mangg a

Uk : 1,6 m

Pu:

Rp

(22)

13

2020 0, perbulan tidak lancar yang waktu pembaya ran utagnya 5 bulan menjadi 10 bulan

harum manis (100) batang

Us : 1 tahun Lb : 20 cm

1.000.000, Perbulan Pb : 0, 75%

Perbulan

6 ET Febru ari / 2020

Rp.

8. 000.

000

Angsura n utang perbulan tidak lancar yang jangka waktu pembaya ran utangnya 8 bulan menjadi 16 bulan

Mangg a golek dan mangga harum manis (95) Batang

Uk : 1,6 m Us : 1 tahun Lb : 20 cm

Pu : Rp

1. 000.000, Perbulan Pb : 0, 75 % Perbulan

(Wawancara penulis dengan PS selaku si pemberi utang dengan jaminan pohon mangga, 6 Oktober 2020 )

Berdasarkan dari data tabel di atas yang penulis dapatkan dilapangan, yaitu dalam pelaksanaan praktik utang piutang dengan jaminan pohon mangga, dimana tidak adanya kesepakatan / perjanjian di awal peminjaman uang, tentang berapa banyak pohon mangga yang akan ditebang kalau orang yang berutang (Kreditur) tidak lancar membayar utang setiap bulannya serta bagaimana sistem penebangan dari pohon mangga yang di jadikan jaminan dari utang juga tidak ada kesepakatan / perjanjian diawalnya.

Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan di atas, maka penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut dan menuangkannya kedalam sebuah karya ilmiah yang berjudul “ Praktik Utang Piutang di Nagari Koto Tuo

(23)

Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung Menurut Fikih Muamalah”

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan di atas, maka fokus masalah yang penulis teliti adalah praktik utang piutang dengan jaminan pohon mangga di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung menurut Fikih Muamalah.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian yang dikemukakan diatas, maka penulis mengemukakan rumusan masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana praktik utang piutang dengan jaminan pohon mangga di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung?

2. Bagaimana tinjauan fikih muamalah terhadap praktik utang piutang dengan jaminan pohon mangga di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung ?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk menjelaskan dan menganalisis praktik utang piutang dengan jamianan pohon mangga di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung.

2. Untuk menjelaskan dan menganalisis tinjauan Fikih Muamalah terhadap praktik utang piutang dengan jaminan pohon mangga di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung.

E. Manfaat dan Luaran Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu secara teoritis dan secara praktis.

(24)

15

1. Kegunaan secara teoritis

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan keilmuan bagi masyarakat tentang praktik utamg piutang, khususnya praktik utang piutang yang ada di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung.

2. Kegunaan secara praktis

Melalui penelitian ini, semoga dapat menjadi motivasi bagi peneliti sendiri khususnya dan bagi pihak yang berkepentingan pada umumnya baik antara pihak yang berutang dan pihak yang memberi utang . Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu landasan berpijak untuk mengadakan perbaikan-perbaikan terhadap pelaksanaan praktik utang piutang di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung.

Dari hasil penelitian ini nantinya, saya sebagai penulis beraharap semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat terhadap pelaksanaan praktik utang piutang dengan jaminan pohon mangga, baik itu dari pihak terkait dalam proses praktik utang piutang dimasyarakat, maupun untuk Nagari Koto Tuo Palangki itu sendiri.

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pemahaman judul skripsi ini, kiranya penulis paparkan bebarapa istilah-istilah terlebih dahulu, yaitu sebagai berikut :

Praktik menurut KBBI adalah pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam teori. Sedangkan praktik menurut hukum Islam adalah latihan, pelaksanaan, sesuatu menurut teori, kebiasaan, kenyataan dan terapan.

(Dermawan, 2011,: 836). Yang penulis maksud praktik di sini adalah Praktik utang piutang dengan jaminan pohon mangga di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung.

Utang Piutang adalah memberikan sesuata kepada seseorang dengan perjanjian dia akan membayar dengan barang yang sama ( Arianti, 2014 :

(25)

22). Dan utang piutang yang penulis maksud adalah praktik utang piutang uang dengan jaminan pohon mangga yang ada di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamtatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung.

Nagari Koto Tuo Palangki berada didalam wilayah kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung, terletak pada posisi yang sangat strategis karena dibelah dan di lalui oleh Jalan Lintas Sumatera yang membentang dari arah barat ke arah timur sepanjang lebih kurang 6 Km.

Adapun batas wilayah Nagari Koto Tuo Palangki adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara Nagari Muaro Kec. Sijunjung b. Selatan Nagari Koto Baru Kec. IV Nagari

c. Sebelah Timur Nagari Kandang Baru Kec. Sijunjung

d. Sebelah Barat Nagari Muaro Bodi Kec. IV Nagari ( Profil Nagari Koto Tuo).

Fikih Muamalah adalah hukum-hukum yang berkaitan dengan tindakan manusia dalam persoalan keduniaan, misalnya dalam persoalan jual beli, utang-piutang, kerja sama, dagang, perserikatan, kerja sama dalam penggarapan tanah dan sewa menyewa (Zuhaili, 2011 : 12 ). Sedangkan menurut penulis, maksud Fikih Muamalah adalah hukum-hukum dan aturan- aturan yang berkaitan dengan praktik utang piutang yang terdapat dalam Al- Qur’an,sunnah dan pendapat para ulama.

Berdasarkan definisi operasional, maka maksud keseluruhan judul penulis setelah dioperasionalkan yaitu pelaksanaan praktik utang piutang yang mana objeknya uang, disamping itu orang yang berutang harus menjaminkan pohon mangga sebagai jaminan dari utang orang yang berutang (Kreditur) yang di lakukan oleh masyarakat di Nagari Koto Tuo Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung Menurut Fikih Muamalah.

(26)

17 BAB II KAJIAN TEORI

A. Akad

1. Pengertian Akad

Pengartian Akad menurut bahasa atau etimologi berarti mengikat (ﻄﺑﺮﻠﺍ), sambungan ( ﺓﺪﻗﻋ) dan janji (ﺪﻬﻌﻠﺍ) (Hendi, 2008 : 46).

Wahbah Zuhaili juga mendefenisikan bahwa akad menurut bahasa atau etimologi adalah suatu ikatan ( atau penguat dan ikatan) antara ujun satu dengan ujung yang lain, baik ikatan nyata maupun maknawi, dari satu segi maupun segi yang lain sebagainya.

Muhammad Abu Zahrah juga mengemukakan pengertian akad menurut bahasa atau etimologi adalah suatu cara untuk menggabungkan dua ujung sesuatu dan mengikatnya, lawannya adalah “al-hillu“

(melepaskan), juga diartikan mengokohkan sesuatu dan memperkuatkannya.

Pengertian akad secara bahasa atau etimologi menurut Fikih akad adalah pertalian ijab (pernyataan melakukan ikat) dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada objek perikatan. Maksud dari kalimat, yang sesuai dengan kehendak syariat adalah bahwa seluruh perikatan (akad) yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dikatakan tidak sah apabila tidak sejalan dengan kehendak syara’, misalnya kesepakatan untuk melakukan transaksi riba, menipu orang lain atau merampok kekayaan orang lain. Sedangkan, yang dimaksud dengan kalimat berpengaruh pada objek perikatan dalam defenisi di atas adalah terjadinya perpindahan kepemilikan atau manfaat dari satu pihak (yang melakukan ijab) kepada pihak lain (yang menyatakan qabul) (Elimartati, 2010 : 13).

Jadi, dapat disimpulkan pengertian akad menurut bahasa atau etimologi adalah suatu kesepakatan yang dibuat oleh dua belah pihak yang mana pada akhirnya menimbulkan akibat hukum, baik itu merupakan

(27)

suatu kewajiban dari salah atau pihak maupun memindahkan bahkan mengalihkan.

Pengertian akad menurut istilah / terminologi akad adalah perikatan ijab dan qabul yang dibenarkan syara‟yang menetapkan keridhaan kedua belah pihak (Hendi , 2008 : 46).

Pengertian akad menurut istilah atau terminologi menurut Syamsul Anwar dalam bukunya Hukum Perjanjian Syariah menyatakan bahwa akad merupakan tindakan hukum dua pihak karena akad adalah pertemuan ijab yang mempresentasikan kehendak dari satu pihak dan qabul yang menyatakan kehendak pihak lain (Anwar, 2007 : 69).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian akad menurut istilah atau terminologi adalah suatu kesepakatan yang dibuat oleh dua belah pihak melalui perkataan atau disebut ijab qabul untuk memidahkan suatu kepemilikan dari objek akad.

Ekonomi Syariah pasal 20 (1) mendefinisikan bahwa akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara kedua belah pihak atau lebih untuk melakukan dan tidak melakukan perbuatan hukum tertentu ( PPHIMM, 2009 : 15 )

2. Dasar Hukum Akad a. QS, Al-Maidah : 1

















































“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan Hukum-Hukum menurut yang dikehendaki-Nya”.

Adapun yang dimaksud dengan “penuhilah akad-akad itu”

adalah bahwa setiap mukmin berkewajiban menunaikan apa yang telah dia janjikan atau akadkan, baik berupa perkataan maupun perbuatan,

(28)

19

selagi tidak bersifat menghalalkan barang haram atau mengharamkan barang halal (Suhendi, 2008: 45).

b. Hadist Rasulullah

َعَياَثَت اَذِإ :َهاَق ََُّّٔأ ٌََّيَس َٗ ِْٔيَيَع الله ىَّيَص الله ِه ُْ٘سَز َِْع َسََُع ِِْتا َِِع ُسِّيَخُي َْٗأ اًعْيََِج اَّاَمَٗ اَقَّسَفَتَي ٌَْى اٍَ ِزاَيِخْىاِت اٍََُِْْٖ ٍدِحاَٗ ُّوُنَف َُِلاُجَّسى ا َعْيَثْىا َةَجَٗ ْدَقَف َلِىَذ ىَيَع اَعَياَثَتَف َسَخلْا إََُُدَحَأ َسَّيَخ ُِْإَف َسَخ ْلْا إََُُدَحَأ

َٗ اَعَياَثَت َُْأ َدْعَت اَقَّسَفَت ُِْإَٗ

.َعْيَثْىا َةَجَٗ ْدَقَف َعْيَثْىا اٍََُِْْٖ ٌدِحاَٗ ْكُسْتَي ٌَْى –

يزاخثىا ٓاٗز

ٌيسٍٗ

“Dari Ibnu Umar ra. dari Rasulullah saw, bahwa beliau bersabda,

“Apabila ada dua orang melakukan transaksi jual beli, maka masing- masing dari mereka (mempunyai) hak khiyar, selama mereka belum berpisah dan mereka masih berkumpul atau salah satu pihak memberikan hak khiyarnya kepada pihak yang lain. Namun jika salah satu pihak memberikan hak khiyar kepada yang lain lalu terjadi jual beli, maka jadilah jual beli itu, dan jika mereka telah berpisah sesudah terjadi jual beli itu, sedang salah seorang di antara mereka tidak (meninggalkan) jual belinya, maka jual beli telah terjadi (juga).” (HR.

Al.Bukhari dan Muslim)

3. Rukun dan Syarat Akad Menurut Fikih Muamalah

Untuk sahnya suatu akad atau perjanjian dalam ajaran Islam, harus memenuhi rukun dan syarat dari akad tersebut. Rukun adalah unsur yang mutlak harus dipenuhi dalam sesuatu peristiwa atau tindakan. Sedangkan syarat adalah unsur yang harus ada untuk sesuatu hal, peristiwa, dan tindakan tersebut (Anshori, 2006 : 21).

Berikut rukun dan syarat dari akad : a. Rukun akad

Rukun akad yang terpenting adalah ijab dan qabul. Menurut ahli-ahli Hukum Islam kontemporer, rukun yang membentuk akad itu ada empat, yaitu :

1) Para pihak yang membuat akad („aqid).

2) Pernyataan kehendak para pihak (shigatul-„aqd).

3) Benda yang diakadkan atau objek akad (ma‟qud „alaih).

4) atau maksud dari mengadakan akad (maudhu‟al-„aqd) (Sahrani, 2011 : 43)

(29)

Ulama hanafi berpendapat, bahwa rukun akad itu hanya satu yaitu sighah al-aqad, sedangkan pihak-pihak, yang berakad dan objek akad, tidak termasuk rukun akad, tetapi syarat akad. Singhat al-aqad merupakan rukun akad terpenting, karena melalui akad inilah dapat diketahui maksud setiap pihak, yang melakukan akad (transaksi).

Sighat al-aqad dinyatakan melaui ijab dan qabul dengan suatu ketentuan :

1) Tujuan akad itu harus jelas dan dapat dipahami.

2) Antara ijab dan kabul harus dapat disesuaikan.

3) Pernyataan ijab dan qabul itu harus sesuai dengan kehendak masing- masing, dan tidak adanya keraguan atau mengekeragui (Hasan, 20014 : 104)

Pendapat lain mengemukakan secara garis besar terdapat 2 rukun yang mesti wajib dipenuhi oleh setiap orang bertakad diantaranya sebagai berikut :

1) Aqid adalah orang yang berakad, terkadang masing masing pihak terdiri dari satu orang, terkadang terdiri dari beberapa orang. (Hendi, 2002 : 47).

2) Manusia sebagai subjek hukum perikatan adalah yang sudah dapat dibebani secara hukum yang disebut dengan Mukhalaf. Mukhalaf adalah orang yang telah mampu bertindak secara hukum, baik yang berhubungan dengan tuhan maupun di kehidupan sosial.

Dari segi kecakapan manusia untuk melakukan akad, rukun akad terbagi atas tiga bentuk diantaranya yaitu :

1) Manusia yang tidak dapat melakukan akad apapun seperti manusia yang cacat dalam jiwanya, cacat mental, anak kecil yang belum mumayis.

2) Manusia dapat melakukan akad tertentu seperti anak yang sudah mumayis tetapi belum mencapai Baligh.

3) Manusia yang dapat melakukan seluruh akad, yaitunya manusia yang telah memenuhi syarat-syarat Mukhalaf (Hendi, 2008 : 48-49).

(30)

21

Menurut para ahli hukum Islam bahwa rukun adalah unsur yang membentuk substansi tertentu. Sedangkan bagi Mazhab Hanafi yang dimaksud rukun akad adalah unsur-unsur pokok yang membentuk akad.

Akad sendiri adalah pertemuan kehendak para pihak dan kehendak itu diungkapkan melalui pernyataan kehendak masing-masing pihak berupa ijab dan qabul. Adapun para pihak dan objek akad adalah suatu unsur luar, tidak merupakan esensi akad dan karena itu bukan rukun akad.

Namun mazhab ini mengakui bahwa unsur para pihak dan objek itu harus ada terbentuknya akad. Rukun hanyalah substansi internal yang membentuk akad, yaitu jab dan qabul saja (Anwar, 2007 : 97-105).

b. Syarat akad

Secara khusus, syarat-syarat suatu akad antara lain :

1) Pihak–pihak yang berakad harus mempunyai kecakapan melakukan tindakan Hukum.

2) Bahwa pihak yang berakad itu sudah dewasa dan sehat akalnya.

Sedangkan, jika perjanjian dibuat oleh orang yang tidak mempunyai kecakapan, maka ia harus diwakili oleh walinya. Dan untuk menjadi wali harus memenuhi persyaratan dalam hal kecakapan untuk menjalankan tugas secara sempurna, persamaan pandangan (agama) antara wali dan yang diwakilinya, adil, amanah, dan mampu menjaga kepentingan orang yang berada dalam perwaliannya (Anshori, 2006 : 22).

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh ma‟qud „alaih adalah :

1) Benda yang diakadkan atau yang menjadi objek transaksi harus ada ketika akad atau kontrak sedang dilakukan.

2) Objek transaksi harus berupa harta yang diperbolehkan syara‟untuk ditransaksikan (mal mutaqawwim) dan milik penuh orang yang melakukan akad.

3) Objek transaksi dapat diserah terimakan saat terjadinya akad, atau dapat diserahkan dikemudian hari.

4) Objek transaksi harus jelas.

(31)

5) Objek transaksi harus suci, tidak terkena najis dan bukan barang najis.

Syarat dan tujuan dari suatu akad menurut ulama Fikih harus sesuai dengan syara‟, apabila tujuan dari mengadakan akad tersebut bertentangan dengan syara‟ maka dapat menimbulkan ketidakabsahan dari perjanjian yang dibuat. Syarat dari ijab dan qabul, menurut ulama Fikih, yaitu :

1) Kejelasan maksud antara kedua belah pihak.

2) Antara ijab dan qabul harus berkesesuaian.

3) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majlis akad dan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, tidak menunjukan penolakan dan pembatalan dari keduanya.

4) Dalam ijab dan qabul harus menggambarkan kesungguhan dan kemauan dari pihak-pihak yang bersangkutan, tidak terpaksa, dan tidak karena diancam atau ditakut-takuti oleh orang lain karena dalam tijarah (jual beli) harus saling merelakan (Djuwaili, 2010 : 51).

Salah satu cara yang ditempuh dalam mengadakan akad ialah mengucapkan dengan lidah atau secara lisan. Selain itu, para ulama Fikih menerangkan, bahwa disamping cara lisan ada beberapa cara yang ditempuh dalam akad diantaranya yaitu :

1) Dengan cara tulisan (kitabah), misalnya dua „aqid berjauhan tempatnya, maka ijab qabul boleh dengan

2) kitabah atau secara tulisan. Atas dasar inilah para ulama membuat kaidah: “Tulisan itu sama dengan ucapan”.

3) Dengan isyarat bagi orang-orang tertentu akad tidak dapat dilaksanakan dengan ucapan atau tulisan. Misalnya, seseorang yang bisu tidak dapat mengadakan ijab qabul dengan bahasa, orang yang tidak pandai tulis baca tidak mampu mengadakan ijab qabul dengan tulisan. Maka orang yang bisu dan tidak pandai tulis baca tidak dapat melakukan ijab kabul dengan ucapan dan tulisan. Dengan demikian,

(32)

23

qabul atau akad dilakukan dengan isyarat. Maka dibuatkan kaidah sebagai berikut: “Isyarat bagi orang bisu sama dengan ucapan lidah”(Shiddieqy, 1997 : 30).

Syarat terbentuknya akad (syuruth al-in‟iqad). Ada delapan macam syarat dalam terbentuknya akad (syuruth al-in‟iqad), yaitu : 1) Tamyiz (berakal);

2) Berbilang pihak (at-ta‟adud);

3) Persesuaian ijab dan qabul (kesepakatan);

4) Kesatuan majlis akad;

5) Objek akad dapat diserahkan

6) Objek akad tertentu atau dapat ditentukan

7) Objek akad dapat ditransaksikan (berupa benda bernilai dan dimiliki mutaqawwin dan mamluk);

8) akad tidak bertentangan dengan syara‟. (Anwar, 2007 : 98)

Kedelapan syarat akad tersebut dinamakan pokok (al-ashl).

Apabila pokok ini tidak terpenuhi, bahwa tidak terjadi akad, dalam pengertian bahwa akad tidak memiliki wujud yuridis syar‟i apapun.

Akad semacam ini disebut akad bathil. Ahli-ahli Hukum Hanafi mendefenisikan akad batil sebagai akad yang menurut syara‟ yang tidak syah pokoknya, yaitu tidak terpenuhi rukun dan syarat terbentuknya.

4. Syarat- Syarat Keabsahan Akad Menurut Fikih Muamalah

Syarat-syarat keabsahan suatu akad, yaitu, apabila terbebas dari empat faktor, yakni :

a. Penyerahan yang menimbulkan kerugian.

b. Mengandung unsur gharar.

c. Syarat-syarat fasid.

d. Riba (Anwar,2007 : 100-101)

Syarat berlakunya akibat hukum (syuruthan-nafadz) sebagai berikut :

(33)

a. Apabila telah memenuhi rukun dan syarat keabsahan dan rukun terbentuknya, maka suatu akad dinyatakan sah. Meskipun sudah sah ada kemungkinan bahwa akibat hukum tersebut belum dapat dilaksanakan. Akad yang belum dapat dilaksanakan akibat hukumnya itu disebut akad maukuf (terhenti atau tergantung).

b. Untuk dapat dilaksanakan akibat hukumnya, akad yang sudah sah itu harus memenuhi dua syarat berlakunya akibat hukum, yaitu adanya kewenangan sempurna terhadap objek akad, dan adanya kewenangan atas tindakan hukum yang dilakukan.

c. Kewenangan sempurna atas objek akad terpenuhi dengan para pihak mempunyai kepemilikan atas objek bersangkutan atau mendapat kuasa dari pemilik dan pada objek tersebut tidak tersangkut hak orang lain, seperti objek yang sedang digadaikan atau disewakan.

d. Kewenangan atas tindakan hukum terpenuhi dengan para pihak apabila telah mencapai tingkat kecakapan bertindak hukum yang dilakukanya (Anwar, 2007 : 102).

5. Unsur-unsur akad

Dapat kita lihat dari defenisi akad yang dijelaskan sebelumnya.

Akad merupakan kesepakatan ijab dan qabul yang dibenarkan oleh syara’

yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya. Dari defenisi itu, maka dapat ditarik unsur-unsur dari sebuah akad yaitu :

a. Ijab

Suatu kehendak oleh satu pihak untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Qabul adalah pernyataan menerima atau menyetujui kehendak ijab tersebut oleh pihak lainnya. Ijab dan qabul harus ada dalam setiap melaksanakan perikatan.

b. Dibenarkan oleh Syara‟

Akad yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan syara’

atau hal-hal yang lazim diatur oleh Allah SWT dan Al-quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW dalam hadistnya. Pelaksanaan akad, tujuan akad maupun objek akad tidak boleh bertentangan dengan syariat

(34)

25

Islam. Jika terjadi suatu pertentangan, maka akan mengakibatkan akad yang dilangsungkan tidak sah.

c. Mempunyai akibat hukum terhadap objeknya. Akad adalah salah satu bentuk dari tindakan hukum. Adanya akad akan menimbukan akibat hukum terhadap objek hukum yang diperjanjikan oleh para pihak dan juga memberikan konsekuensi hak dan kewajiban yang mengikat pihak (Sari, 2005 : 48).

6. Bentuk-bentuk Akad dalam Fikih Muamalah

Dalam pembahasan hukum Islam, akad atau kontrak yang dapat digunakan untuk sangat beragam, sesuai dengan karakteristik dan spesifikasi kebutuhan yang ada, akad dalam kegiatan ekonomi Islam (muamalah), menempati posisi yang sangat utama, karena akad tersebut adalah suatu perikatan yang ditetapkan dengan ijab-qābul berdasarkan ketentuan syara‟ yang berdampak pada objeknya, dan akad tersebut yang membatasi hubungan antara kedua belah pihak yang melakukan kegiatan ekonomi Islam (muamalah) tersebut. (Nasrun, 2008 : 145)

Akad adalah hubungan atau keterkaitan antara ijab dan qābul yang dibenarkan oleh syara‟ dan memiliki implikasi hukum tertentu. Ijab dan qābul merupakan ucapan atau tindakan yang mencerminkan kerelaan dan keridhaan kedua belah pihak untuk melakukan kontrak atau kesepakatan.

Ijab adalah ungkapan yang pertama kali dilontarkan oleh salah satu dari pihak yang akan melakukan akad, dimana ia menunjukkan maksud atau kehendak dengan penuh kerelaan. Sedangkan qābul adalah ungkapan yang menunjukkan penerimaan dari orang yang akan memiliki barang ( Anshori, 2006 : 126).

Akad bernama (al-uqud al- musamma) adalah akad yang telah ditentukan tujuan dan namanya pembuat hukum dan juga telah ditentukan, oleh ketentuam khusus yang berlaku terhadap akad itu sendiri dan tidak berlaku pada akad lain. Adapun tujuan dari akad bernama ini sebagai berikut :

(35)

a. Pemindahan hak mulik dengan imbalan maupun tanpan imbalan.

b. Melakukan pekerjaan.

c. Melakukan persekutuan.

d. Melakukan pendelegasian.

e. Melakukan peminjaman.

Berikut ini beberapa bentuk akad bernama menurut ketentuan hukum Islam :

a. Jual Beli ( al-bai)

Perkataan jual beli terdiri dari dua suku kata yaitu jual dan beli yang arti antara kedua kata itu saling bertolak belakang. Kata jual menunjukan adanya kegiatan menjual, sedangkan membeli merupakan adanya kegiatan membeli (Suhrawadi, 2004 : 128).

Jual beli menurut bahasa, artinya menukar kepemilikan barang dengan brang atau saling tukar menukar. (Abdullah, 2011 : 65). Jual beli juga dapat diartikan dengan memindahkan hak milik terhadap benda dengan akad saling mengganti, dikatakan : “Ba‟a asy-syaia jika dia mengeluarkan dari hak miliknya, dan ba‟ahu “. Jika dia membelinya dan memasukkannnya ke dalam hak miliknya ( Aziz,2017 : 23).

Sedangkan menurut istilah syara‟ terdapat beberapa definisi yang di-kemukakan oleh ulama mazhab, yaitu :

1) Hanafiyah, sebagaimana dikemukakan oleh Ali Fikri, menyatakan bahwa jual beli memiliki dua arti :

a) Arti Khusus, yaitu

ُحَنَدَاثُمََْأ,َامٌِ ْحَوََ )ِحَّضِفْناََ َةٌََّشنَا( ِهَْٔذقَّىنِات ِهَْٕعْنا ُعَْٕت ٌَََُُ

حَعْهِّسنا

ص ُُْص ْخَم ًِ ْجََ َّهَع ِيُِ ْحَوََْأِذْقَّىنِات

“ Jual beli adalah menukar benda dengan dua mata uang (emas dan perak) dan semacamnya, atau tukar-menukar barang dengan uang semacamnya menurut cara yang khusus”.

(36)

27

b) Arti Umum, yaitu

ُلًامْنًاف,ٍصُُْص ْخَم ًٍ ْجًَ ًّهًع ٍلَامْنٍات ٍلَامْنا ُحَنَدَاثُم ٌَََُُ

ْقَو ََْأ ًاتاَس َنَاكَام ُمَمْشَٔ

اًذ

“ Jual beli adalah tukar menukar harta dengan harta menurut cara yang khusus, harta mencakup zat (barang) atau uang “.

c) Malikiyah, seperti halnya Hanafiah, menyatakan bahwa jual beli mempunyai dua arti, yaitu umum dan arti khusus. Pengertian jual beli yang umum adalah sebagai berikut:

ٍجَّشَن ِحَعْتُم َلاََ َعِفَاىَم َزَْٕغ ّهَعٍحَضَََاعُم ُذْقَع ٍََُُف

“ Jual beli adalah akad mu‟awadhah (timbal balik) atas selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan”

Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa jual beli adalah akad mu‟awadhah, yaitu : akad yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu penjual dan pembeli, yang objeknya bukan manfaat, yakni benda, dan bukan untuk kenikmatan seksual.

Sedangkan jual beli dalam arti khusus adalah sebagai berikut:

ِحَسََٔاكُمَُْس ِجَّشَن ِحَعْتُمَلاََ ِعِفَاىَمِزَْٕغ َّهَعٍحَضَََاعُم ُذْقَع ٍََُُف ًِِْٕف ِهَْٕعْنا ُزَْٕغ َّهََّٕعُم ,ٍحَّضِفَلاََ ٍةٌََسُزَْٕغ ًَِْٕضَُِع ُذَحَأ

“ Jual beli adalah akad mu‟awadhah (timbal balik) atau selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan, bersifat mengalahkan salah satu imbalannya bukan emas dan bukan perak, objeknya jelas dan bukan utan “. .

d) Syafi’iyah memberikan definisi jual beli sebagai berikut :

ِْٓتَلأا ًِِط ْزَشِت ٍلَامِت ٍلَام َحَهَتَاقُم ُهَّمَضَتَٔ َذْقَع :َاعْزَشََ

ٍجَذَّتَؤُم ٍحَعَفْىَمََْأ ِهَْٕع ِاكْهِمِجَدَافِتْسِلا

(37)

“ Jual beli menurut syara‟ adalah suatu akad yang mengandung tukar-menukar harta dengan harta dengan syarat yang akan diuraikan nanti untuk memperoleh kepemilikan atas benda atau manfaat untuk waktu selamanya” .

e) Hanabilah memberikan definisi jual beli sebagai berikut:

ُحَنَدَاثُم ََْأ ,ٍلَامِت ٍلَام وُحَنَدَاثُم ِعْزَّشنا ِٓف ِعَْٕثْنا َهْعَم ٍحَعَفْىَم ٍضْزَقَّْأ َاتِرُزَْٕغ ِذِْٕتْأَّتنا َّهَع ٍحَحَاثُم ٍحَعَفْىَمِت ٍحَحَاثُم

“Pengertian jual beli menurut syara‟ adalah tukar menukar harta dengan harta, atau tukar-menukar manfaat yang mubah dengan manfaat yang mubah untuk waktu selamanya, bukan riba dan bukan utang”.

Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ulama mazhab tersebut dapat diambil inti sari bahwa :

a. Jual beli adalah akad mu‟awadhah, yakni akad yang dilakukan oleh dua pihak, dimana pihak pertama menyerahkan barang dan pihak kedua menyerahkan imbalan, baik berupa uang maupun barang.

b. Syafi’iyah dan Hanabilah mengemukakan objek bahwa jual beli bukan hanya barang (benda), tetapi juga manfaat, dengan syarat tukar-menukar berlaku selamanya, bukan untuk sementara. Dengan demikian, ijarah (sewa-menyewa) tidak termasuk jual beli karena manfaat digunakan untuk sementara, yaitu selama waktu yang ditetapkan dalam perjanjian.

Demikian pula i‟arah yang dilakukan timbal-balik (saling pinjam), tidak termasuk jual beli, karena pemanfaatannya berlaku sementara waktu.

2) Pinjam mengganti (al-qardh)

Al- qardh adalah pemberian kepada orang harta, kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali dengan kata lain meminjamkan uang tanpa me,inta imbalan. Oleh, sebab itu dapat kita pahami bahwa al-qarh merupakan pemberian ( mengutangkan harta kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan, untuk dikembalikan

(38)

29

dengan pengganti yang sama dan dapat ditagih atau diminta kembali kapan saja si pemberi utang, akad al-qardh ini diperoleh untuk memperoleh dengan tujuan meringankan beban orang lain (Antonio, 2001:131)

a) Sewa menyewah (Ijarah)

Al-ijarah merupakan salah satu bentuk Muamalah dalam memenuhi kebutuhan manusia, seperti sewa-menyewa jasa, kontrak atau jual beli jasa. Dalam hal ini al-ijarah dapat diartikan sebagai akad pemindahan hak guna atas sebagai akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa , tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang tersebut ( syafi’i, 2000 : 117).

b) Persekutuan (Syirkah)

Persekutaun yang dimaksud dengan percampuran disini adalah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin dibedakan. Demikan dinyatakan oleh Taqiyudin. Secara etimologi, asy-syirkah berarti percampuran, yaitu percampuran antara sesuatu dengan yang lainnya, sehingga sulit dibedakan ( Suhendi, 2002 : 125 ). Sedangkan secara bahasa syirkah berarti Al-Ikhtilath artinya campur atau percampuran c) Penitipan ( Wadiah)

Al-wadiah merupkan titipan atau simpanan dari satu pihak ke pihak lain, baik itu perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan, kapan saja orang yang menitip meminta kembali. Dalam hukum Islam ulama sepakat menggunakan akad ini dalam rangka tolong menolong dengan sesama manusia, yang disyariatkan dan dianjurkan dalam hukum Islam (Dahlan, 1996 : 189).

d) Bagi Hasil (Mudharabah)

Mudharabah merupakan akad kerja sama yang dilakukan kedua belah pihak dalam melakukan sebuah usaha, dimana pihak

(39)

pertama sebagai pemilik dana, sedangkan pihak kedua sebagai pengelolah usaha. Keuntungan usaha yang didapat dari akad mudharabah dibagai menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak dan biasanya dituangkan dalam bentuk persentase.

Jika usaha yang dijalanikan mengalami kerugian, maka yang menanggung kerugian itu adalah pemilik dana, kerena kerugian tersebut bukan dari kesalahan pengelolah usaha. (Djuwani, 2010 : 224)

e) Pemberian Kuasa ( Al-Wakalah)

Al-wakalah bearti mewakilkan atau menyerahkan suatau pekerjaan atau urusan kepada orang lain, agar dapat bertindak atas nama orang yang mewakilkan dalam masalah dan waktu tertentu.

Jadi, yang dimaksud dengan wakalah disini adalah penyerahan, penyelegasiaan, dan pemberian hak mandat dari satu pihak kepihak lain. Mandat ini dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak (Al-aziz, 2005 : 183).

f) Penanggungan ( Al-Kafalah)

Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban kedua belah pihak atau yang ditanggmg kedua belah pihak.

Dalam pengertian lain al-kafalah bearti mengalihkan tanggung jawab, kepada seseorang yang dijaminkan, dengan bertanggung jawab kepada orang lain sebagai penjamin, oleh sebab itu kafalah merupakan akad yang mengandung kesanggupan seseorang untuk mengganti atau menanggung kewajiban utang orang lain, apabila orang tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannya (Syafi’I, 2000 : 354).

g) Pemindahan utang ( al-Hiwalah)

Al- Hiwalah adalah pemindahan utang dari tanggunggan orang (al-mahil) kepada tanggumgan orang yang dipidanahi utang (muhal‟alaihi), dengan kata lain pengalihan utang dari orang yang

(40)

31

berutang kepada orang lain wajib menanggung utang tersebut (Muslich, 2010 : 448).

h) Gadai (ar-rahn)

Ar-rahn merupakan menahan sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali sejumlah harta yang dimaksud sesudah yang ditebus. M, Syafi’I Antonio mengemukakan bahwa ar-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterima, Dengan demikian, pihak penahan memperoleh jaminan untuk mengambil kemabli seluruh aatu sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa ar-rahn adalah semacam jaminan atau gadai ( Antonio, 2008 : 85).

Jadi, dapat disimpulkan dari kesepuluh akad tersebut, bahwa teori yang dipakai dalam pelaksanaan dalam praktik utang piutang dengan adanya jaminan dengan jaminan pohon mangga ini adalah teori pinjam mengganti (al-qardh).

7. Akad- akad yang terlarang

Adapun akad-akad yang terlarang dalam Islam yaitu : a. Maisir

Menurut istilah maisir berarti memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja keras. Maisir sering dikenal dengan perjudian karena dalam praktik perjudian seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah. Maisir sangat dilarang agama, karena agama menyuruh kita untuk bekerja keras dalam memperoleh keuntungan.

Dalam surat Al-maidah ayat 90

ُباَصَّْ ْلْاَٗ ُسِسْيََْىاَٗ ُسََْخْىا اَََِّّإ اٍَُْ٘آ َِيِرَّىا اَُّٖيَأ اَي ًُ َلَْشَ ْلْاَٗ

ِوَََع ٍِِْ ٌسْجِز َُُ٘حِيْفُت ٌُْنَّيَعَى ُُٓ٘ثَِْتْجاَف ُِاَطْيَّشىا

“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panahadalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan- perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan “.

(41)

b. Gharar

Gharar artinya keraguan, tipuan atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan pihak lain. Gharar menurut ulama Fikih adalah : 1) Imam Al-qarafi, gharar adalah suatu akad yang tidak diketahui

dengan tegas, apakah efek akad terlaksana atau tidak, seperti melakukan jual beli ikan yang masih dalam air atau dalam tambak.

2) Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, gharar adalah suatu objek akad yang tidak mampu diserahkan, baik objek itu ada maupun tidak, seperti menjual sapi yang lepas (Hasan, 2003 : 147).

c. Riba

Secara etimologi riba berarti bertambah, berkembang dan berlebihan. Sedangkan secara istilah adalah :

1) Al-Mali, riba adalah akad yang terjadi atas pertukaran barang tertentu yang diketahui perimbangannya menurut ukuran syara‟, ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua pihak atau salah satu keduanya.

2) orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam Abdurrahman Al-jaiziri, riba adalah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut aturan syara’ atau terlambat salah satunya.

3) Syaikh Muhammad Abduh, riba adalah penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh hartanya (uangnya), karena pengunduran janji dari waktu kewaktu yang telah ditentukan. Dari beberapa definisi di atas, secara umum riba adalah suatu penambahan yang diminta oleh debitur kepada kreditur, karena kreditur tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang telah ditentukan. (Suhendi, 2008 : 57) 8. Berakhirnya Akad

Akad dapat berakhir apabila terjadi hal sebagai berikut :

a. Berakhirnya masa berlaku akad itu, apabila akad itu mempunyai tenggang waktu.

Gambar

Tabel 3. 1   Waktu Penelitian  No  Kegiatan  Tahun 2020  Bulan Penrlitian  Fb  Mr  Ap  Me  Jn  Jl  Ag  Sp  Ok  Nv  Ds  Jn  Fb  1

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa masalah yang disoroti dalam penelitian ini adalah kondisi psikologis ibu yang berupaya memahami pengalaman seorang

Pelaksanaan utang-piutang emas menurut pandangan hukum Islam di Kanagarian Sungai Pua, dapat disimpulkan bahwa pembayaran utang-piutang yang dipraktekkan oleh orang

Untuk komposisi penduduk menurut nagarinya di Kecamatan V Koto Kampung Dalam, maka nagari Campago merupakan nagari yang memiliki jumlah penduduk yang lebih banyak dari pada

Early stage trochospiral, via triserial and biserial reduced to uniserial; test cylindrical, aperture terminal (arcuate) slit bordered by a lip

Berdasarkan data hasil penelitian, maka dapat didiskripsikan hubungan antara pengetahuan ibu balita usia 7-36 bulan tentang ASI Eksklusif dengan kegagalan ibu dalam

Bagi mahasiswa yang akan melaksanakan magang kerja diwajibkan mendaftarkan diri ke panitia magang kerja di masing-masing jurusan dengan melengkapi proposal magang kerja yang telah

KESIMPULAN Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota berkewajiban dan mempunyai kewenangan untuk menciptakan ketenteraman dan ketertiban serta kesejahteraan masyarakat

Dalam berkomunikasi di Internet/antar jaringan komputer dibutuhkan gateway / router sebagai jembatan yang menghubungkan simpul-simpul antar jaringan sehingga paket data bisa