• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kyai sebagai Pemimpin Pendidikan Pesantren dan Politi (Tinjauan Filosofis) Nur Syahid IAI Al-Khoziny Sidoarjo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Kyai sebagai Pemimpin Pendidikan Pesantren dan Politi (Tinjauan Filosofis) Nur Syahid IAI Al-Khoziny Sidoarjo"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 | Qudwatunâ : Jurnal Pendidikan Islam Volume 4 Nomor 1 Maret 2021

e-ISSN 2620-5114

Kyai sebagai Pemimpin Pendidikan Pesantren dan Politi (Tinjauan Filosofis)

Nur Syahid

IAI Al-Khoziny Sidoarjo nursyahid2015@gmail.com

Abstrak

Keterlibatan kyai dalam politik praktis menyebabkan kyai menempati posisi elit politik dalam struktur politik, sehingga beberapa di antara mereka ada yang menjadi elit pemerintahan baik pada tingkat lokal maupun peringkat nasional.

Beberapa di antara mereka ada yang menjadi menteri, duta besar, dan lain- lainnya. Para pemimpin pesantren yang sering dikonotasikan dengan kyai atau ulama dari dulu hingga sekarang mempunyai kekuatan politik yang dominan dan menempati posisi struktur religi politik dari struktur sosial masyarakat.

Dalam hal ini agama mengintegrasikan dalam melegitimasikan sistem sosial politik. Struktur religi politik dalam Islam sebenarnya merupakan refleksi identif dan sosiologis dari alam pikiran Islam. Islam tidak membedakan antara kehidupan akhirat (agama) dengan kehidupan dunia. Dalam pengertian yang lebih kongkrit dapat dikatakan bahwa Islam melingkupi semua aspek kehidupan yang harus dijalani dalam kesadaran tanggung jawab kepada Allah dan sesama manusia. Dengan demikian tidak ada pembedaan antara tugas- tugas terhadap Sang Khaliq dan tugas-tugas terhadap negara. Untuk itu kyai sebagai pemimpin pendidikan madrasahnya memasukkan kiprah berpolitiknya, sebagai lahan perjuangan idealismenya, walau tak kurang kyai yang tetap bertahan pada independennya sebagai pengayom semua kalangan dan golongan. Semua berpulang pada nilai-nilai filosofis yang dikembangkan dan dianutnya.

Kata Kunci: Kyai, Pendidikan Pesantren, Politik, Tinjauan Filosofis Abstract

The involvement of the kyai in politics has practically caused the kyai to occupy the position of the political elite in the political structure, so that some of them become government elites both at the local level and at the national level. Some of them have become ministers, ambassadors, and others. The leaders of the pesantren who are often connoted to kyai or ulama from the past until now have the dominant political power and occupy the position of the political religious structure of the social structure of society. In this case, religion integrates in legitimizing the socio-political system. The structure of political religion in Islam is actually an identif and sociological reflection of

(2)

2 | Qudwatunâ : Jurnal Pendidikan Islam Volume 4 Nomor 1 Maret 2021

e-ISSN 2620-5114

the realm of Islamic thought. Islam does not distinguish between the afterlife (religion) and the life of the world. In a more concrete sense, it can be said that Islam encompasses all aspects of life that must be lived in the awareness of responsibility to God and fellow humans. Thus there is no distinction between duties towards the Khaliq and duties towards the state. For this reason, the kyai as the leader of their madrasa education include their political activities as the ground for their idealism struggle, although there are no less clerics who remain independent as protectors of all groups and groups. All passed away on the philosophical values that were developed and embraced.

Keywords: Kyai, Islamic Boarding School Education, Politics, Philosophical Overview

Pendahuluan

Kyai merupakan pemilik atau penentu utama dalam tradisi pesantren dimana kyai pesantren memimpin banyak ustad dan santri dalam kependidikannya baik pendidikan formal maupun non formalnya misalnya madrasah diniyyah, bahkan seringkali pertumbuhan dan perkembangan pesantren sangat ditentukan oleh kemampuan dan kualitas pribadi kyai sendiri. Menurut asal usul perkataan kyai dalam bahasa Jawa dipahami untuk tiga jenis yang saling berbeda. Pertama, sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat. Umpamanya “kyai Garuda Kencana”

dipakai untuk sebutan kepada emas yang ada di Keraton Yogyakarta. Kedua gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya. Ketiga gelar yang diberikan oleh masyarakat pada ahli agama Islam yang menjadi pemimpin pesantren dan mengajarkan kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya.

Selain itu juga disebut orang yang alim (orang yang dalam ilmu pengetahuan agama Islamnya). Akan tetapi yang perlu diketahui bahwa orang yang ahli dalam ilmu pengetahuan Islam disebut juga ulama. Di Jawa Barat mereka disebut dengan ajengan, sedangkan di Jawa tengah dan timur ulama yang memimpin pesantren disebut kyai. Namun sekarang, banyak juga ulama yang cukup berpengaruh di masyarakat juga mendapatkan gelar “kyai”

sekalipun mereka tidak memiliki pesantren. 1

Sementara Karel A Steenbrink menyebutkan kyai adalah guru agama Islam yang memimpin salah satu pondok pesantren di wilayah tertentu dan dalam lingkup yang utuh dan bebas tidak tergantung pada siapapun.

Senada dengan itu apa yang dipaparkan oleh KH. Saifuddin Zuhri “bahwa

1 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren,(Jakarta : LP3S,1982), hal. 55.

(3)

3 | Qudwatunâ : Jurnal Pendidikan Islam Volume 4 Nomor 1 Maret 2021

e-ISSN 2620-5114

yang dimaksud dengan kyai adalah seorang yang mempunyai keahlian dalam agama Islam, yang dimuliakan orang dan berpengaruh dalam masyarakat”.2 Kebanyakan kyai di Jawa beranggapan bahwa suatu pesantren dapat diibaratkan suatu kerajaan kecil di mana kyai merupakan sumber mutlak dari kekuasaan dan kewenangan. Dari kehidupan dan lingkungan pesantren tidak seorang pun santri atau orang lain yang dapat melawan kekuasaan kyai (dalam lingkungan pesantren) kecuali kyai yang dianggap lebih besar pengaruhnya atau lebih berkharisma.

Para kyai dengan kelebihan dalam pengetahuan agama Islam seringkali dianggap seorang yang senantiasa dapat memahami keagungan Tuhan dan rahasia alam. Sehingga dengan demikian mereka dianggap memiliki kedudukan yang tak terjangkau terutama oleh kebanyakan orang awam.3 Dalam beberapa hal, mereka menunjukkan kekhususannyaa dalam bentuk-bentuk pakaian yang merupakan simbol kealiman yaitu kopiyah dan surban.4 senada dengan itu, kata Asy Sya’by (ahli tafsir terkenal pada masa sahabat) bahwa kyai memiliki ilmu pengetahuan yang tidak dapat dijangkau oleh orang awam.

لأاو ءآيبنلأا هيلع ردقـت لا ملعـب صتـخا ىلاعـت اللهو هيلع اوردقت لا ملعب اوصتخا ءآيبن

ءآملعلاو ءآملعلا

ةماعلا لوقع هيلع اوردقت لا ملعب اوصتخا

“Allah telah memiliki kekhususan pengetahuan yang tidak dapat dijangkau oleh akal para Nabi, dan para Nabi mempunyai pengetahuan khusus yang tidak dapat dijangkau oleh para ulama, dan para ulama mempunyai pengetahuan khusus yang tidak dapat dijangkau oleh akal orang-orang awam”.5

Yang barangkali masih perlu dipelajari oleh para kyai itu adalah bagaimana Mua’asyarah, bergaul dengan para politikus Indonesia yang kelihatannya sampai detik ini baru mampu melakukan trik-trik “ke dalam”

dan masih berpikir dalam kerangka permukaan untuk kelompok sendiri.6 Rasulullah Saw besabda,

إ غلاـب اـــيندلا نإف اـعـيمج امهنم بيصــي ىتح هاــيندل هترخآ لاو هـترخلأ هاــيند كرـت نم مكريخب سيل ىل

}سنأ نع ركاسع نبا هاور{ سانلا ىلع لاك اونوكت لاو ةرخلآا

2 Karel A Steenbrink, Pesantren, Madrasah Dan Sekolah, (Jakarta : LP3S ,1986), hal. 107.

3 Wan Mohd Wan, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas, terj.

Hamid Fahmy Zarkasyi, (Bandung: Mizan, 1998), hal. 66.

4 Zamakhsyari Dofier, Tradisi Pesantren..., hal.56

5 Muhammad Nawawi al Jawi, Mirah Labid, Tafsir Nawawi (Bairut Darut Fikr. Tt), hal. 3.

6 Jawa Pos, Senin 23 Mei Tahun 2005. Kyai Dan Politik. A Mustafa Bisri.

(4)

4 | Qudwatunâ : Jurnal Pendidikan Islam Volume 4 Nomor 1 Maret 2021

e-ISSN 2620-5114

“Tiada kebaikan bagi orang yang meninggalkan urusan dunia (hanya mementingkan urusan akhirat) juga tiada kebaikan bagi orang-orang yang sibuk mencari soal keduniaan hingga tidak sempat melakukan urusan akhirat. Sesungguhnya yang lebih baik (bagus) ialah rajin beribadah dan rajin bekerja. Sebab urusan dunia menjadi perantaraan menuju ke akhirat dan jangan sampai hidup kamu menjadi tanggungan orang lain” (Ibnu Asakir dari Anas).7

Kyai yang murni – itu pertama-tama mestilah mempunyi komitmen ri’aayatul ummah, mengayomi dan berkhidmah kepada umat. Di sinilah kita harus cermat dan tidak boleh menggeneralisasi. Bahwa ada atau mungkin banyak kyai yang memang mempunyai kecenderungan berpolitik praktis itu sudah jelas. Namun, pasti banyak pula kyai yang merasa harus terlibat dalam urusan politik, bukan karena kecendrungan berpolitik8, namun semata-mata karena ingin mbelani umatnya yang berada dalam wadah politik.

Yang barangkali masih perlu diperlajari oleh para kyai itu adalah bagaimana mu’asyarah, bergaul dengan para politisi Indonesia yang kelihatannya sampai detik ini baru mampu melakukan perpokilan atau intrik- intrik “ke dalam” dan masih berfikir dalam kerangka cupet untuk kelompok sendiri.9

Sedangkan pesantren adalah sebuah asrama Pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal dengan kyai. Asrama untuk para siswa tersebut berada dalam lingkungan komplek di mana kyai bertempat tinggal dan juga menyediakan sebuah masjid untuk tempat beribadah, ruang belajar dan kegiatan-kegiatan yang lain.10

Pondok pesantren yang mana kyai sebagai pemimpinnya adalah salah satu lembaga yang tumbuh di dalam masyarakat untuk melayani kebutuhan dari masyarakat, ketika masyarakat haus akan ilmu pengetahuan dan kyai dapat melayani akan kebutuhan pendidikan mereka.11 ketika lembaga-lembaga pendidikan modern belum mampu menembus ke dalam pelosok-pelosok desa, karena keberadaan pesantren dapat dikatakan sebagai indikator adanya potensi untuk mengikuti dan menyesuaikan diri dengan

7 Jalaluddin Abdurrohman Bin Abi Bakar Assuyuti, 911 H, al-Jami’ al-Shoghir. Juz 2.

(Surabaya : Serikat Annur Asyia, tt), hal. 135.

8 Budi Hardiman, Seni Memahami; Hermeneutik dari Schleiermacher sampai Derrida, (Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius, 2015), hal. 79.

9 Mustofa Bisri, Kyai Dan Politik ,(Jawa Pos Senin 23 Mei tahun 2005).

10 Zamakhshari Dhofier, Tradisi Pesantren ... , hal. 44.

11 Poespoprodjo, Filsafat Moral, (Bandung: Pustaka Grafika, 1999), hal. 46.

(5)

5 | Qudwatunâ : Jurnal Pendidikan Islam Volume 4 Nomor 1 Maret 2021

e-ISSN 2620-5114

perubahan-perubahan yang terjadi, atau paling tidak dapat diduga adanya ketahanan tertentu.

ةفآك اورفنيل نونمؤلما ناك امو

ط

اورذنيلو نيدلا يف اوهقفتيل ةفئآط مهنم ةقرف لك نم رفن لاولف

.نورذحي مهلعل مهيلإ آوعجر اذإ مهموق

“Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang) mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. At taubah.122).12

Anggapan bahwa pesantren adalah dunia terbelakang sebagaimana yang dikutip oleh Aqib Suminto, berasal dari pernyataan ilmuwan Belanda Brumud misalnya, mengatakan, bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang hanya mendesain kepercayaan bodoh dan asusila.

Begitu juga Snouck Hurgronje pernah mengatakan, bahwa dilihat dari sudut didaktis metodis, pesantren tidak banyak berarti kalau dibandingkan dengan pendidikan Barat, dikatakannya, bahwa para santri membuang waktu dengan menelusuri ilmu moral dan kadang-kadang mengarah pada intoleransi, baru dua belas tahun kemudian ia mengakui, bahwa pesantren tinggi kemampuan mendidik murid ke pengertian yang lebih jelas.13

Di dunia pesantren muncul konflik kepentingan yang menyolok antara kyai dan pesantren, di satu pihak banyak aktivis muda yang kecewa dengan sikap para kyai yang hanya berusaha keras mempertahankan dan memperkuat posisi kepemimpinannya untuk kekuatan ekonominya sendiri.

Dalam beberapa proyek yang berbasis di pesantren barangkali ada kontradiksi interen antara sifat hirarkis dunia pesantren dan tujuan melayani masyarakat bawah. Banyak aktifis muda menjadi spektis atau bahkan sinis terhadap motif-motif kyai untuk mendapatkan proyek tersebut14. Di pihak lain, beberapa kyai merasa bahwa para aktifis ini sama sekali melupakan kepentingan pesantren sebagai pusat pendidikan dan kegiatan keagamaan.

Pesantren sebagai salah satu lembaga yang menyelenggarakan pendidikan formal dan non formal mempunyai peranan penting dalam mendewasakan santri dan menjadikannya sebagai anggota masyarakat yang bermutu. Maka

12 Depag RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, (Surabaya : Surya Cipta Aksara. 1993), hal. 301- 302 .

13 H. Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda (Jakarta: LP3S, 1985), hal. 50

14 K.G. Saiyidain, Percikan Filsafat Iqbal mengenai Pendidikan, terj. M.I Soelaeman, (Bandung: CV. Diponegoro, 1981), hal. 30.

(6)

6 | Qudwatunâ : Jurnal Pendidikan Islam Volume 4 Nomor 1 Maret 2021

e-ISSN 2620-5114

untuk mencapai tujuan pesantren dalam menyelenggarakan kegiatannya melalui kegiatan belajar mengajar yang efektif.

Menurut Lengeveld, tujuan pendidikan adalah membentuk manusia dewasa baik jasmani maupun rohani. Istilah dewasa menurut masing-masing negara mempunyai pengertian yang berbeda-beda.15 Kesuksesan kegiatan mengajar di pesantren/lembaga sebenarnya tidak terlepas dari kedisiplinan kyai dalam mengajar, seorang kyai dapat dikatakan disiplin dalam mengajar apabila telah terbiasa melakukan kegiatan mengajar tepat waktu dan menurut aturan yang ada. Jadi, suatu kedisiplinan sangatlah perlu di dalam segala aktifitas terlebih lagi dalam pendidikan. Sebab, kedisplinan merupakan alat keberhasilan dalam proses belajar mengajar.

Sosok kyai artinya orang yang sangat mengerti dan orang yang banyak ilmunya, demikian menurut lughowi, sedangkan menurut istilah yang berkembang dalam umat Islam, ulama diartikan sebagai seorang yang ahli dalam ilmu agama Islam dan mempunyai intensitas kepribadian yang tinggi dan mulia serta berakhlakul karimah, dan ia sangat berpengaruh di tengah- tengah masyarakat. Dilihat dari segi keahlian dalam penguasaan cabang- cabang ilmu Islam, sebutan ulama itu digabungkan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi keahliannya.

Kyai dalam masyarakat Jawa adalah orang yang dianggap menguasai ilmu agama Islam dan biasanya mengelola serta mengasuh pondok pesantren. Di antara kyai tersebut ada yang menjadi pemimpin tarekat yang banyak berperan dalam penyebaran Islam di Jawa. Sebutan kyai diberikan kepada orang-orang yang menguasai ilmu agama, mempunyai kewibawaan yang muncul dari pribadinya, serta sangat berpengaruh baik dalam lingkup regional maupun nasional. 16

Menurut asal usulnya, perkataan kyai dalam bahasa Jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda : satu sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat, umpamanya “kyai Garuda Kencana” dipakai untuk sebutan kepada emas yang ada di keraton Yogyakarta. Kedua gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.

Ketiga gelar yang diberikan oleh masyarakat pada ahli agama Islam yang menjadi pemimpin pesantren dan mengajarkan kitab-kitab Islam klasik ke pada para santrinya.17

15 Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Mengajar (Jakarta : Bumi Aksara, 1994), hal. 12.

16 Ensiklopedi Islam, Jilid 3, (Jakarta : Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2000), hal. 10.

17 Zamakhshari Dofier, Tradisi Pesantren ..., hal. 55-56.

(7)

7 | Qudwatunâ : Jurnal Pendidikan Islam Volume 4 Nomor 1 Maret 2021

e-ISSN 2620-5114

Kyai adalah seorang yang mempunyai keahlian dalam pengetahuan agama Islam, yang dimuliakan orang dan berpengaruh dalam masyarakat sekitarnya.18 Jadi kyai adalah seorang yang mempunyai suatu kelebihan ilmu pengetahuan agama Islam yang ada dalam al-Qur’an dan hadist Nabi Muhammad Saw juga memahami kehidupan alam semesta, dan mereka itu mengajarkan serta mengamalkannya kepada para santri-santrinya yang menuntut ilmu di pondok pesantren yang ia pimpin.

Politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (suatu negara) yang mencangkup proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu.19 Menurut Deliar Noer, politik adalah segala aktifitas atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan dan untuk mempengaruhi dengan jalan mengubah atau mempertahankan suatu macam bentuk susunan masyarakat.20 Politik dalam arti kepentingan umum adalah medan di mana bergerak keseluruhan individu atau kelompok individu yang masing-masing mempunyai kepentingan sendiri, idenya sendiri.21 Politik dalam arti kebijaksanaan adalah penggunaan pertimbangan tertentu yang dianggap lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, jadi ini memberikan suatu pengertian bahwa tindakan dari suatu individu mengenai satu masalah atau keseluruhan masalah dari masyarakat atau negara.22

Ali Maschan Moesa, mengutip pendapat dari Ramlan Surbakti menulis bahwa sekurang-kurangnya ada 5 (lima) pandangan mengenai politik, yaitu : “Pertama, politik adalah usaha-usaha yang ditampung warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama atau kepentingan umum, kedua, politik adalah segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Ketiga, politik adalah segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Keempat, politik adalah sebagai kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum. Kelima, politik adalah sebagai konflik dalam rangka mencari dan mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting”.23

18 Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah dan Sekolah ..., hal. 107.

19 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik,(Jakarta: Gramedia,1981), hal. 8.

20 Daliar Noer, Pengantar ke Pemikiran Politik (Jakarta : Rajawali, 1983), hal. 6.

21 Frederick Copleston, SJ, A History of Philosophy; Modern Philosophy from the French Enlightenment to Kant, vol. VI, (New York: Image Book, 1994), hal. 17.

22 Lemhanas, Kewiraan Untuk Mahasiswa, (Jakarta : Gremedia Pustaka Utama,1984), hal.

128

23 Ali Maschan Moesa, Kyai Dan Politik, (Surabaya : LEPKIS, 1999), hal. 32-34.

(8)

8 | Qudwatunâ : Jurnal Pendidikan Islam Volume 4 Nomor 1 Maret 2021

e-ISSN 2620-5114

Sejarah Perpolitikan Kyai Pesantren.

Kyai adalah muslim terpelajar yang selalu membaktikan hidupnya untuk Tuhan serta memperdalam dan menyebarluaskan ajaran-ajaran-Nya kepada masyarakat. Mereka merupakan penerus tugas para Rasul dalam hal menyampaikan ajaran agama yakni mengajarkan agama Islam.24 Sebagaimana yang tertera secara jelas dalam hadist Nabi yang diriwayatkan Abu Daud :

مــلــعـــلا نإ ءآـــيــبــنلأا ةـــــــثرو ءآــ

“Sesungguhnya ulama itu pewaris para Nabi (HR. Abu Daud) (Sunan Abu Daud, Juz 2.h. 180)

Para kyai dengan kelebihan pengetahuan agama Islam, sering kali dilihat sebagai seorang yang senantiasa dapat memahami keagungan Tuhan dan rahasia alam. Sehingga dengan demikian mereka dianggap memiliki kedudukan yang tak terjangkau, terutama oleh kebanyakan masyarakat awam. Dalam beberapa hal, mereka menunjukkan kekhususannya dalam bentuk-bentuk pakaian yang merupakan simbol keimanan yaitu kopyah dan surban.25 Bahkan di kalangan masyarakat Islam tradisional Jawa, kyai merupakan tokoh agama yang penuh kharismatik bahkan bisa dibandingkan dengan ajengan di masyarakat Jawa Barat dan Syekh di masyarakat Minangkabau Sumatra Barat. 26

Sedangkan pondok pesantren sebagai suatu tipologi institusi pendidikan telah berusia ratusan tahun, muncul jauh sebelum kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tradisisinya pun memiliki sejarah yang sangat panjang oleh karena itu situasi dan peranan lembaga-lembaga pesantren dewasa ini harus dilihat dalam hubungan dengan perkembangan Islam dalam jangka panjang. Baik di Indonesia maupun di negara-negara Islam umumnya dan perkembangan ini masih terus berlangsung.27 Para kyai telah dianggap sebagai salah satu kelompok pemimpin yang menonjol dalam

memenuhi kebutuhan akan kepemimpinan moral bagi bangsa Indonesia.28 Sejarah mencatat, bahwa pesantren adalah benteng pertahanan terakhir bagi

Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun umat Islam di negara ini, berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia ini tidak lepas dari jasa para

24 Ibid, hal. 59-60.

25 Zamakhzhari Dhofier, Tradisi…, hal. 56

26 Ali Maskan Moesa, Kyai…,hal. 60

27 Said Agiel Siradj, Islam Kebangsaan,(Jakarta : Pustaka Ciganjur,1999), hal. 94.

28 Zamakhshari Dhofier, Tradisi Pesantrem …, hal. 171.

(9)

9 | Qudwatunâ : Jurnal Pendidikan Islam Volume 4 Nomor 1 Maret 2021

e-ISSN 2620-5114

ulama alumnus pesantren, begitu pula dengan lenyapnya komunis serta gerakan pengacau Republik Indonesia, bagi umat Islam melalui pesantrenlah mereka berharap komunitas estafet dakwah Islam berlanjut29, hilangnya pesantren berarti akan lenyap pula para kyai serta orang-orang yang Sholeh, kalau sudah demikian tinggal menunggu sirnanya agama tersebut. Sungguh pun saat ini telah menjamur institusi pendidikan formal yang berlabel Islam, out put lembaga tersebut nyata-nyata tak mampu menelorkan para kyai yang menjadi pewaris para Nabi.30

Kyai Berpolitik dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam

Kyai yang merupakan ulama artinya orang yang sangat mengerti dan orang yang banyak ilmunya, demikian menurut lughowi. Sedangkan menurut istilah yang berkembang dalam umat Islam, ulama diartikan sebagai seorang yang ahli dalam ilmu agama Islam dan ia mampunyai intensitas kepribadian yang tinggi dan mulia serta berakhlakul karimah, dan ia sangat berpengaruh di tengah-tengah masyarakat, dilihat dari segi keahlian dalam penguasaan cabang-cabang ilmu Islam sebutan ulama itu digabungkan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi keahliannya, seperti ulama fiqih, ulama tafsir, ulama hadits, ulama tasawwuf, dan lain-lainnya.31

Sedangkan yang dimaksud dengan pengertian kyai secara lughowi.

Berarti seseorang yang dipandang alim (pandai) dalam bidang agama Islam.

Kyai merupakan gelar yang diberikan masyarakat kepada seseorang ahli agama Islam, yang menjadi pengasuh (pimpinan) pesantren dan mengajarkan kitab-kitab klasik kepada santrinya. Kyai dalam masyarakat Jawa adalah orang yang dianggap mengusai ilmu agama Islam dan biasanya mengelola serta mengasuh pondok pesantren. Di antara kyai tersebut ada yang menjadi pimpinan tarikat yang banyak berperan dalam penyebaran Islam di Jawa.

Sebutan kyai diberikan kepada orang-orang yang menguasai ilmu agama, mempunyai kewibawaan yang muncul dari pribadinya, serta sangat berpengaruh baik dalam lingkup regional maupun nasional.32

Dalam wacana tradisional seringkali ada pembaharuan antara konotasi kyai dan ulama, padahal ulama itu sangat tinggi kualifikasinya33,

29 Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas, hal. 163.

30 Agiel Siradj, Islam…,hal. 151.

31 Ensiklopedia Islam Di Indonesia, jilid 3, hal. 250.

32 Zamakhshari Dhofier, Tradisi Pesantren ... , hal. 55-56.

33 Franz Magnis-Suseno, Menjadi Manusia Aristoteles, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2015), hal. 11.

(10)

10 | Qudwatunâ : Jurnal Pendidikan Islam Volume 4 Nomor 1 Maret 2021

e-ISSN 2620-5114

karena selain dituntut mempunyai keahlian dalam bidang ilmu agama, mereka dituntut juga berbudi luhur.

نكتلو ركنلما نع نوهنيو فورعلماب نورمأيو ريخلا ىلإ نوعدي ةمأ مكنم

ىلق

نوحلفلما مه كئلوأو

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imron.104)34

Yang terjadi dalam konsteks di Jawa sebenarnya sebutan ulama itu sama dengan kyai, hanya saja menurut mereka, ulama merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, yang merupakan jamak dari kata ‘alim yang menunjukkan arti mengerti dalam bidang agama.

Pada umumnya dapat dikatakan, bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (suatu negara) yang mencakup proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu.35 Sedangkan perkataan politik sendiri berasal dari kata Yunani “Polistaia”. Polis berarti kesatuan masyarakat yang mengurus diri sendiri atau berdiri sendiri (negara), sedangkan kata Taia adalah urusan,36 dan menurut bahasa Arabnya adalah

“Siyasah”, atau dalam bahasa Inggrisnya adalah “politics” yang berarti

“Cerdik” atau bijaksana.37

Menurut Deliar Noer, politik adalah segala aktifitas atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan dan untuk mempengaruhi dengan jalan mengubah atau mempertahankan suatu macam bentuk susunan masyarakat.38

رع انإ يبأف لابجلاو ضرلأاو تاومسلا ىلع ةناملأا انض ناسنلإا اهلمحو اهنم نقفشأو اهنلمحي نأ ن

ىلق

.لاوهج امولاظ ناك هنإ

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat (tugas-tugas keagamaan) kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan menghianatinya dan di pikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al Ahzab.72).39

Sedangkan untuk mengetahui lebih luas lagi mengenai definisi politik itu tidak lepas dari cara penggunaan politik itu sendiri, yaitu : dalam arti kepentingan umum, politik dalam arti ini adalah segala usaha untuk

34 Depag RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya..., hal. 93.

35 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar ..., hal. 8.

36 Lemhanas, Kewiraan Untuk Mahasiswa,(Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,1984), hal.

128

37 Inu Kencana Syafi’i, Ilmu Politik,(Jakarta : Rineka Cipta,1997), hal. 18.

38 Deliar Noer, Pengantar Pemikiran Politik ... , hal. 6.

39 Depag RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya ..., hal. 680.

(11)

11 | Qudwatunâ : Jurnal Pendidikan Islam Volume 4 Nomor 1 Maret 2021

e-ISSN 2620-5114

kepentingan umum, baik yang berada di bawah kekuasaan negara di pusat maupun di daerah, jadi dalam pengertian ini politik adalah medan di mana bergerak keseluruhan individu atau kelompok individu yang masing-masing mempunyai kepentingan sendiri, idenya sendiri.

Dalam arti kebijaksanaan. Politik dalam arti ini adalah penggunaan pertimbangan tertentu yang dianggap lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita atau keinginan yang kita kehendaki. Jadi politik dalam arti ini adalah tindakan dari satu individu atau satu kelompok individu mengenai satu masalah atau keseluruhan masalah dari masyarakat atau negara.40 Dari beberapa definisi pengertian politik yang berdeda-beda yang telah diberikan oleh beberapa ahli di atas. Di antaranya menurut Miriam Budiardjo. Ini terjadi disebabkan setiap sejarahwan atau ahli politik meneropong hanya pada aspek atau unsur dari politik itu, dan unsur lain.

Berdasarkan pengertian yang diutarakan di atas, baik itu untuk kepentingan umum maupun sebagai kebijaksanaan, maka kalau kita pahami, pengertian tersebut menuju pada politik nasional. Dan pengertian dari politik nasional adalah azaz haluan usaha serta kebijaksanaan41 tindakan dari negara tentang pembinaan (perencanaan, pengembangaan, dan pengendalian) serta penggunaan secara totalitas dari potensi nasional, baik yang potensial maupun yang efektif.

40 Lemhanas, Kewiraan…,hal.128.

41 Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bingang, 1979), hal. 36-37.

(12)

12 | Qudwatunâ : Jurnal Pendidikan Islam Volume 4 Nomor 1 Maret 2021

e-ISSN 2620-5114

Kesimpulan

Indonesia adalah salah satu tempat kosentrasi umat Islam yang terbesar di dunia yang memiliki potensi bagi penentu arah perkembangan Islam di dunia. Di samping itu kyai-kyai di Jawa juga merupakan sektor kepemimpinan Islam yang dianggap paling dominan dan selama berabad- abad telah memainkan peranan yang menentukan dalam proses perkembangan sosial kultural keagamaan dan politik. Dalam periode sekarang. Para kyai telah menunjukkan vitalitasnya dalam kepemimpinan Islam, ditengah-tengah masyarakat yang dilanda krisis, baik krisis ekonomi maupun krisis kerpercayaan pada pemerintahan dan lebih-lebih krisis moral dimana kyai merupakan pemimpin dalam kependidikan madrasahnya.

Penanaman nilai-nilai moral di pesantren sampai saat ini terbukti mampu mempertahankan anak bangsa dari erosi akhlaq dan deklamasi moral.

Pembentukan jati diri manusia yang berakhlaqul karimah hingga terwujudnya Insan Paripurna merupakan salah satu misi lembaga pesantren pada pendidikan madrasahnya. Independensi pesantren membuktikan kokohnya lembaga tersebut dalam memikul beban untuk meneruskan perjuangan para Rasul. Sikap ini pula yang menyelamatkan umat manusia dari rezim penguasa. Peta ini selalu bergeser ketika kyai terlibat dalam politik yang selalu harus membawa misi politik yang dianutnya yang secara filosofis pendidikan membawa arah kebijakan yang dianggap benar.

(13)

13 | Qudwatunâ : Jurnal Pendidikan Islam Volume 4 Nomor 1 Maret 2021

e-ISSN 2620-5114

PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 1986. Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam. Bandung Armico

Al-Jawi, Muhammad Nawawi. Marahiy Labid. tt. Tafsir Nawawi. Bairut : Darut Fikr,

Al-Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman. tt. Al-Jamius Soghir. 911 H. Juz. 2.

Surabaya, Serikat Annur Asiya.

Al-Syaibany, Omar Mohammad Al-Toumy. 1979. Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Amiruddin, Muhammad Hasbi. 2000. Konsep Negara Islam Menurut Fazlurahman. Yogyakarta : UII Press.

Arikunto, Suharsimi. 1992. Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi.

Jakarta: Rineka Cipta.

---. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Pratek. Yogyakarta : Rineka Cipta.

Badan Pusat Statistik Dan Beppekab Jawa. 2002. Kabupaten Jawa Dalam Angka 2002

Budiarjo, Miriam. 1981. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gemedia.

Copleston, Frederick, SJ. 1994. A History of Philosophy; Modern Philosophy from the French Enlightenment to Kant, vol. VI. New York: Image Book.

Departemen Agama. RI. 1993. Al-Qur’an Dan Terjamahnya. Surabaya : Surya Cipta Aksara

Dhofier, Zamaksyari. 1982. Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta : LP3ES

Faisal, Sanapiah. tt. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali Press.

Furchan, Arif. 1982. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.

Hadi, Sutrisno. 1993. Metodologi Reseach. Yogyakarta : Andi Offest.

Hardiman, Budi. 2015. Seni Memahami; Hermeneutik dari Schleiermacher sampai Derrida. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius.

Imron, Ali. 1995. Pembinaan Guru Di Indonesia. Jakarta : Pustaka Jaya Indrakusuma, Amier Dien. 1973. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya

Usaha Nasional.

Jawa Pos. 2005. 26 Mei. Mustafa Bisri. A. Beri Mauizah Khazanah.

Surabaya

---. 2005. 28. Mei. Mustafa Bisri. A. Kyai Dan Politik. Surabaya

(14)

14 | Qudwatunâ : Jurnal Pendidikan Islam Volume 4 Nomor 1 Maret 2021

e-ISSN 2620-5114

K.G. Saiyidain. 1981. Percikan Filsafat Iqbal mengenai Pendidikan, terj. M.I Soelaeman. Bandung: Diponegoro.

Koiruddin. 2005. Politik Kyai Polemik Keterlibatan Kyai Dalam Politik.

Praktis. Malang : Averroes Press.

Lemhanas. 1984. Kewiraan Untuk Mahasiswa. Jakarta : Gremedia Pustaka Utama.

Maarif, A. Syafi’i. 1998. Islam Dan Politik Di Indonesia. Yogyakarta : IAIN Sunan Kali Jaga

Moesa, Ali Maschan. 1999. Kyai Dan Politik, Surabaya Lepkis.

Noer, Deliar. 1983. Pengantar Kepemikiran Politik. Jakarta : Rajawali Poespoprodjo. 1999. Filsafat Moral. Bandung: Pustaka Grafika.

Ramayulis. 1994. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam Mulia

S. Nasution. 1993. Didaktik. Asas-Asas Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

Siradj, Said Agiel. 1999. Islam Kebangsaan. Jakarta : Pustaka Cigancur.

Steenbrink, Karrel A. 1986. Pesantren, Madrasah Dan Sekolahan. Jakarta : LP3S

Subari. 1994. Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Mengajar. Jakarta : Aksara.

Sudjiono, Anas. 2001. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta : Grafindo Persada.

Suhertian, Piet. 1994. Dimensi Administrasi Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.

Suminto, Agib. 1985. Politik Islam Hindia Belanda. Jakarta : LP3ES Syafi’i, Inu Kencana. 1997. Ilmu Politik. Jakarta : Rineka Cipta.

Usman Moh. Uzer dan Lilis Setiawati. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Wan Mohd Wan. 1998. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M.

Naquib Al-Attas, terj. Hamid Fahmi Zarkasy. Bandung: Mizan.

Wijaya, Cece. 1991. Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Zarkasyi, Fahmy. 1998. Ensklopedi Islam . Jakarta Ikhtiar Baru Van Hoeve.

Referensi

Dokumen terkait

Dari Gambar 4.5 terlihat bahwa faktor yang mempengaruhi penentuan klasifikasi Autis yaitu umur dan gejala-gejala yang ditemukan selama pengamatan., Setelah menentukan gejala-

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan pada lembaga dalam membangun sikap toleransi dalam upaya peningkatan kesadaran multikultural dan pembentukan karakter

Hasil analisis pada penelitian ini didapatkan hasil yaitu 8 kelas interval kisaran panjang total yaitu 57-224 cm dengan kisaran panjang paling banyak didapatkan adalah

Roh Kudus selalu menguatkan Firman Allah, jika pemberita Firman Tuhan tanpa disertai Roh Kudus maka akan kering, untuk itu pemberita Firman Tuhan harus

Wahyu (1992) menyatakan bahwa lemak karkas dapat meningkat seperti dalam keadaan kondisi akhir broiler untuk dipasarkan, dengan jalan mengurangi kadar protein dari ransum, sedikit

Pada kegiatan pengeluaran dan pemakaian barang, sebelum menggunakan sistem informasi ii prosedurnya dari seluruh kota pelayanan masih dilakukan dengan bantuan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa telah dihasilkan alat peraga pembelajaran matamatika pada materi matriks yang

attitude, experiential satisfaction serta repurchase intention para konsumennya selama ini, hal ini karena dalam penelitian ini ditemukan bahwa experiential attitude,