i
EVALUASI PENGOBATAN PADA PASIEN
TOKSOPLASMOSIS DI RS X SERTA RS Y
PERIODE JUNI 2009-MEI 2015
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
MUH. FATONI
K 100090046
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
ii
EVALUASI PENGOBATAN PADA PASIEN
TOKSOPLASMOSIS DI RS X SERTA RS Y
PERIODE JUNI 2009-MEI 2015
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai
derajat Sarjana Farmasi (S.Farm) pada Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
di Surakarta
Oleh :
MUH. FATONI
K 100090046
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
iii
PENGESAHAN NASKAH PUBLIKASI
Berjudul :
EVALUASI PENGOBATAN PADA PASIEN
TOKSOPLASMOSIS DI RS X SERTA RS Y
PERIODE JUNI 2009-MEI 2015
Oleh :
MUH. FATONI
K 100090046
Dipertahankan dihadapan Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Padatanggal : 22 September 2015
Mengetahui,
Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Dekan,
Azis Saifudin, Ph.D., Apt.
Penguji :
1.
Dra. Nurul Mutmainah, M.Si., Apt
1. ___________
2.
Zakky Cholisoh, Ph.D., Apt
2.__________
3.
Dr. dr. EM. Sutrisna, M.Kes
3. ___________
1 EVALUASI PENGOBATAN PADA PASIEN TOKSOPLASMOSIS
DI RS X SERTA RS Y PERIODE JUNI 2009-MEI 2015
DRUG USE EVALUATION OF PATIENTS WERE TREATED FOR TOXOPLASMOSIS AT X AND Y HOSPITAL
OVER JUNE 2009- MAY 2015 PERIOD
Muh. Fatoni, EM Sutrisna, dan Tanti Azizah Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A Yani Tromol Pos I, Pabelan Kartasura Surakarta 57102
ABSTRAK
Toksoplasmosis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Infeksi Toxoplasmas gondii dapat menyebabkan terjadinya infertilitas, abortus, dan kecacatan fisik maupun mental. Terapi farmakologi dalam penanganan penyakit ini sangatlah diperlukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran terapi serta untuk mengetahui tingkat ketepatan pengobatan toksoplasmosis pada pasien terinfeksi toksoplasma di instalasi rawat inap RS X serta RS Y periode Juni 2009-Mei 2015. Penelitian dilakukan secara non eksperimental dengan metode deskriptif. Data bersumber dari data rekam medis yang ditelusuri secara retrospektif. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dengan kriteria inklusi: pasien terdiagnosis akhir menderita toksoplasmosis dan mendapatkan terapi obat-obatan antitoksoplasmosis. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif dengan menilai tepat atau tidak tepatnya terapi. Hasilnya didapatkan Hasilnya didapatkan pirimetamin adalah regimen utama dalam pengobatan toksoplasmosis dan dikombinasikan dengan antibiotik lain seperti sulfadiazin (25%), clindamycin (25%), spiramycin (16.67%), sulfadoxin (8,33%), cotrimoxazol (12,5%), dan trisulfapirimidin (8,33%). Hasil analisis ketepatan penggunaan obat toksoplasmosis diperoleh 100% tepat indikasi, 75% tepat pasien, 100% tepat obat dan 83,33% tepat dosis. Dari 24 rekam medis yang masuk dalam kriteria inklusi, berdasarkan analisis diperoleh 15 pasien (62,50%) mendapatkan terapi obat antitoksoplasmosis secara rasional.
Kata kunci: Toksoplasmosis, obat antitoksoplasmosis, terapi rasional
ABSTRACT
Toxoplasmosis is a disease caused by the protozoan Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii infection can lead to infertility, abortion, and physical or mental disability. Pharmacological therapy in the treatment of this disease is needed. The aim of this study is to obtain an overview of therapy and to determine the level of the toxoplasmosis treatment accuracy in patients infected with Toxoplasma inpatient in X and Y hospital in period of June 2009-May 2015. The study is conducted in a non-experimental descriptive method. Data derived from medical records were traced retrospectively. The sampling technique is done by purposive sampling with inclusion criteria: patients suffering from toxoplasmosis diagnosed and got drug therapy anti-toxoplasmosis. The data analysis is conducted using qualitative descriptive to assess the theraphy is exactly right or not. The results obtained pyrimethamine is the main regimen in the treatment of toxoplasmosis and combined with other antibiotics such as sulfadiazine (25%), clindamycin (25%), Spiramycin (16.67%), Sulfadoxin (8.33%), cotrimoxazol (12.5%) and trisulfapirimidin (8.33%). The results analysis of drug use toxoplasmosis accuracy acquired 100% precise indication, 75% right patients, 100% right drug and the right dose of 83.33%. From the 24 medical records based on the analysis obtained 15 patients (62.50%) received drug therapy antitoxoplasmosis rationally.
2 PENDAHULUAN
Toksoplasmosis adalah penyakit zoonis yang disebabkan oleh protozoa
Toxoplasma gondii. Parasit tersebut mampu menginfeksi hampir semua jenis sel
berinti (nucleated cell) termasuk leukosit pada manusia dan berbagai jenis
mamalia darat maupun air, bangsa burung bahkan serangga (Subekti dan
Arrasyid, 2005).
Pada kehidupan manusia, ada dua populasi yang kemungkinan beresiko
tinggi terinfeksi parasit Toxoplasma gondii, yaitu wanita hamil dan individu yang
mengalami defisiensi sistem imun (Yowani dkk, 2007). Toksoplasmosis mungkin
bukanlah penyakit yang fatal, tetapi apabila tidak ditanggulangi dengan baik maka
akan menimbulkan masalah mulai infertilitas, abortus, kecacatan fisik maupun
mental. Dengan meningkatnya kasus HIV-AIDS, kanker maupun kasus gizi buruk
maka toksoplasmosis harus diwaspadai, karena terbukti toksoplasmosis dapat
menimbulkan kelainan yang nyata pada penderita dengan status imun yang rendah
(Palgunadi, 2011). Pada penderita imunosupresi, Toxoplasma gondii dapat
menjadi penyebab utama infeksi sistem saraf pusat dan encephalitis yang
diakibatkan oleh terapi maupun proses penyakitnya (Sanjaya, 2007).
Salah satu obat yang menjadi pilihan utama dalam terapi toksoplasmosis
adalah pirimetamin yang diketahui memiliki efek antitoksoplasmosis. Namun,
pada dosis dan jangka pemakaian tertentu pirimetamin dapat menimbulkan
kejang, leukositopenia dan teratogenik sehingga perlu pemantauan dalam
penggunaanya terutama pada wanita hamil dan pasien dengan imunodefisiensi
(Subekti dkk, 2005).
METODE Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini berupa data rekam medik
pasien yang terdiagnosis toksoplasmosis serta data uji laboratorium.
Alat
Alat yang digunakan berupa lembar pengumpul data penelitian dan buku
3 Jalannya Penelitian
Pengajuan proposal penelitian: Proposal penelitian yang telah disetujui oleh
pembimbing penelitian diajukan kepada pihak fakultas farmasi.
Persiapan administrasi: Persiapan administrasi disini adalah perizinan penelitian
yang telah disetujui oleh pihak fakultas farmasi dengan pihak rumah sakit tempat
dilakukannya penelitian.
Pengumpulan data: Pengumpulan data melalui rekam medik pasien yang
terdiagnosis toksoplasmosis meliputi data pasien, diagnosis, terapi yang diberikan
serta data uji laboratorium (SGOT, SGPT, ureum, dan serum kreatinin).
Analisis Hasil: Dilakukan analisis menggunakan metode analisis deskriptif, secara
kualitatif dengan menilai kualitas tepat atau tidak tepatnya terapi toksoplasmosis
mengacu pada pedoman terapi toksoplasmosis merujuk mengacu pada pedoman
penatalaksanaan toksoplasmosis yaitu Principles and Practice of Infectious
Diseases 7th edition 2010.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Pasien
Dari hasil rekam medis pasien toksoplasmosis selama tahun 2009 hingga
2015 di RS X dan RS Y yang telah ditelusuri, didapatkan 24 data rekam medis.
Berikut ini Tabel 1 menunjukkan demografi pasien yang terdiagnosis
toksoplasmosis.
Tabel 1. Demografi Pasien Toksoplasmosis Tahun Juni 2009-Mei 2015 di RS X dan RS Y
No Umur (tahun)
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%) Laki-laki Perempuan
jumlah Persentase (%)
Jumlah Persentase (%)
1 0 – 10 2 8,33 3 12,50 5 20,83
2 11-20 0 0 1 4,17 1 4,17
3 21-30 5 20,83 0 0 5 20,83
4 31-40 5 20,83 4 16,67 9 37,50
5 41-50 2 8,33 1 4,17 3 12,50
6 51-60 0 0 1 4,17 1 4,17
Jumlah 14 58,32 10 41,68 24 100 Penyakit toksoplasmosis tidak hanya menyerang pada wanita, melainkan
4 didapatkan bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan prevalensi
toksoplasmosis (Wiyarno, 2013).
Jones dkk., (2005) menyatakan bahwa usia merupakan faktor resiko yang
penting dalam epidemiologi toksoplasmosis. Penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa semakin banyak umur, semakin besar pula angka prevalensi
toksoplasmosis. Angka prevalensi toksopalsmosis terbesar pada usia subur yaitu
25-40 tahun (Wiyarno, 2013).
Deskripsi Pasien Toksoplasmosis Berdasarkan Lama Rawat Inap serta Keadaan
Pasien Saat Keluar dari Unit Rawat Inap
Berdasarkan catatan rekam medis yang tersedia, didapatkan informasi
lamanya pasien dirawat di unit rawat inap, serta keadaan keluarnya pasien dari
unit rawat inap dihitung berdasarkan sejak dimulainya rawat inap sampai
meninggalkan unit rawat inap.
Tabel 2. Demografi Pasien Toksoplasmosis Berdasarkan Lamanya Rawat Inap di RS X dan RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015
No. Lama Rawat Inap (hari) Jumlah Persentase (%) n=24
1 0-7 9 37,50
2 8-14 6 25,0
3 15-21 6 25,0
4 22-28 3 12,50
5 29-35 0 0
Jumlah 24 100
Keadaan pasien saat keluar dari unit rawat inap dapat dilihat pada tabel 5
Tabel 3. Demografi Pasien Toksoplasmosis Berdasarkan Keadaan Keluar dari Unit Rawat Inap RS X dan RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015
No. Kondisi Jumlah Persentase (%) n=24
1 Sembuh 0 0
2 Dalam perbaikan 12 50,0
3 Belum sembuh 1 4,17
4 Meninggal 7 29,17
5 Tanpa keterangan 4 16,67
Jumlah 24 100,01
Pada pasien dengan imunokompeten menunjukkan hasil yang positif dan
tidak terpengaruh lama tidaknya proses terapi. Pada pasien imunodefisiensi juga
menunjukkan hasil yang baik apabila cepat mendapatkan terapi, akan tetapi sering
terjadi kekambuhan. Infeksi toksoplasmosis pada ibu hamil apabila menginfeksi
secara kongenital kepada janin, semakin muda usia kehamilan akan semakin berat
5 penanganan lebih awal. Infeksi kongenital jarang terjadi pada usia kehamilan
trimester terakhir (Laksemi, 2013).
Deskripsi Pengobatan Toksoplasmosis
Berdasarkan hasil pengumpulan data, tidak didapatkan pengobatan
tunggal pada kasus toksoplasmosis. Terapi kombinasi dilakukan pada keseluruhan
pasien yang terdiagnosis toksoplasmosis. Pemakaian obat kombinasi untuk
toksoplasmosis paling banyak ialah kombinasi antara pirimetamin dengan
clindamycin sebanyak 25 %, serta kombinasi antara pirimetamin dengan
sulfadiazin yang juga sebanyak 25 %.
Tabel 4. Distribusi Penggunaan Obat Toksoplasmosis di RS X dan RS Y Kombinasi Obat Frekuensi Persentase
Pirimetamin + Sulfadiazin 6 25%
Pirimetamin + Clindamycin 6 25%
Pirimetamin + Spiramycin 4 16,67%
Pirimetamin + Cotrimoxazol 3 12,5%
Pirimetamin + Sulfadoxin 2 8,33%
Pirimetamin + Trisulfapirimidin 2 8,33%
Pirimetamin + Cotrimoxazol + Cindamycin 1 4,17%
Jumlah 24 100%
Pirimetamin dikombinasikan dengan sulfadiazin terbukti tetap sebagai
pengobatan dasar untuk infeksi toksoplasmosis pada manusia. Sulfadiazin
memiliki efek sinergis untuk meningkatkan aktivitas pirimetamin 6-8 kali lipat
terhadap takizoit. Selain itu, kombinasi antara pirimetamin dengan clindamycin
juga terbukti efektif pada pasien imunodefisiensi dengan toksoplasma encephalitis
(Montoya dkk, 2007).
Analisis Kerasionalan Obat Antitoksoplasma
Pemberian obat antitoksoplasmosis yang tepat merupakan hal yang
sangat penting, mengingat efek dari penyakit toksoplasmosis bisa beresiko pada
cacat maupun kematian. Maka terapi toksoplasmosis harus dilakukan secara
rasional baik secara farmakologi maupun non farmakologi. Ketepatan terapi
dipengaruhi oleh proses diagnosis, pemilihan terapi, pemberian terapi, serta
evaluasi terapi. Evaluasi penggunaan obat adalah suatu proses jaminan mutu yang
terstruktur serta dilakukan secara terus menerus untuk menjamin agar obat-obat
6 Pasien bisa dikatakan telah mencapai terapi yang rasional apabila
memenuhi unsur ketepatan tersebut. Jika terdapat salah satu yang tidak tepat
diantaranya, maka pasien tidak dapat memenuhi evaluasi ketepatan. Sehingga
pasien dapat dikatakan tidak mendapatkan pengobatan toksoplasmosis secara
rasional (Safitri, 2011).
Tepat Indikasi
Tepat indikasi adalah ketepatan penggunaan obat antitoksoplasmosis
berdasarkan pada diagnosis yang ditegakkan, sesuai dengan diagnosis yang
tercantum pada rekam medis pasien. Penegakan diagnosis toksoplasmosis dapat
dilakukan dengan uji serologis antibodi spesifik yaitu Imunoglobulin G (IgG) dan
Imunoglobulin M (IgM).
Tabel 5. Data Ketepatan Indikasi pada Pasien Toksoplasmosis di RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015
Hasil Jumlah Kasus
Obat yang Diberikan Keterangan Tepat
Indikasi
6 Pirimetamin+Sulfadiazin Pasien mendapatkan pengobatan sesuai indikasi infeksi
Toxoplasma gondii 6 Pirimetamin+Clindamycin
4 Pirimetamin+Spiramycin 3 Pirimetamin+Cotrimoxazol 2 Pirimetamin+Sulfadoxin 2 Pirimetamin+Trisulfapirimidin
1 Pirimetamin+Cotrimoxazol+Clindamycin Total Kasus 24
Pada hasil analisis didapatkan data pemberian obat toksoplasmosis tepat
indikasi sebesar 100%. Dapat dikatakan bahwa keseluruhan pasien telah
mendapatkan terapi sesuai dengan diagnosis yang ditegakkan. Penggunaan obat
pirimetamin adalah terapi primer untuk pasien yang terinfeksi toksoplasmosis.
Dalam literatur yang ada, penggunaan pirimetamin terbukti efektif sebagai
regimen antitoksoplasmosis. Pirimetamin dikombinasikan dengan antibiotik
golongan sulfonamid, umumnya digunakan sulfadiazin. Pada kasus tertentu
sulfadiazin dapat diganti dengan clindamycin (Montoya dkk, 2010).
Tepat Pasien
Tepat pasien menjadi salah satu aspek penting dalam penilaian
rasionalitas terapi, dimana pemberian obat antitoksoplasmosis harus sesuai dengan
kondisi masing-masing pasien. Dari hasil analisis diperolah nilai 75% untuk
7 Tabel 6. Data Kasus Tepat Pasien di RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015
No. Kasus
Obat yang Diberikan
8 Tabel 7. Data Kasus Tidak Tepat Pasien di RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015
No. Kasus Obat yang Diberikan Kondisi Pasien
1 Pirimetamin Gangguan fungsi hati dengan nilai SGOT: 53 U/l dan SGPT: 240 U/l
Sulfadiazin
5 Pirimetamin Hamil trimester 1 Clindamycin
6 Pirimetamin Gangguan fungsi hati dengan nilai SGOT: 43 U/l dan SGPT: 38 U/l
Spiramycin
7 Pirimetamin Bayi umur 2 bulan 21 hari dengan gangguan fungsi hati, dengan nilai SGOT: 72 U/l dan SGPT: 119 U/l
Sulfadoxin
13 Pirimetamin Gangguan fungsi hati dengan nilai SGOT: 57 U/l dan SGPT: 80 U/l
Clindamycin
Contoh kasus nomor 5 menunjukkan ketidaktepatan karena pasien yang
sedang hamil trimester pertama tidak tepat jika diberikan terapi dengan
clindamycin. Penelitian mengenai kemungkinan peningkatan resiko teratogenik
pada ibu hamil yang sedang dalam terapi clindamycin masih terbatas, meskipun
demikian resiko tersebut tidak dapat dikesampingkan. Resiko pada janin dari
wanita yang diobati dengan clindamycin mungkin saja terjadi (Nahum, 2006).
Tepat Obat
Ketepatan obat adalah kesesuaian pemilihan suatu obat diantara beberapa
jenis obat yang mempunyai indikasi untuk penyakit toksoplasmosis yang telah
ditetapkan pada literatur standar.
Dari hasil deskriptif tersebut, didapatkan seluruh pasien (100%)
diberikan obat antitoksoplasmosis sesuai algoritma pemilihan obat
toksoplasmosis.
Tabel 8. Data Kasus Tepat Obat pada Pasien Toksoplasmosisdi RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015
No. Obat yang Diberikan Jumlah Kasus
Referensi 1 Pirimetamin+Sulfadiazin 6 Montoya dkk (2010) 2 Pirimetamin+Clindamycin 6 Montoya dkk (2010) 3 Pirimetamin+Spiramycin 4 Montoya dkk (2010) 4 Pirimetamin+Cotrimoxazol 3 Montoya dkk (2010) 5 Pirimetamin+Sulfadoxin 2 Corvaisier dkk (2004) 6 Pirimetamin+Trisulfapirimidin 2 Harrel & Carvounis (2014) 7 Pirimetamin+Cotrimoxazol+Clindamycin 1 Schweitzer dkk (200)
9 Tepat Dosis
Dosis merupakan aspek yang perlu diperhatikan dalam penilaian
ketepatan. Besaran dosis yang diberikan, frekuensi pemberian serta durasi
pengobatan kepada pasien harus sesuai dengan yang telah ditetapkan pada
Principles and Practice of Infectious Diseases. Dari hasil penilaian ketepatan
dosis, terdapat jumlah pemberian antitoksoplasmosis yang tepat dosis sebanyak
37,50%.
Tabel 9. Data Kasus Tepat Dosis pada Pasien Toksoplasmosis di RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015
No. Kasus
Obat Dosis Frek. Durasi Dosis Standar Referensi
3 Pirimetamin 25 mg 12 jam 7 hari 50-75mg/hari Hiswani
(2001) Trisulfapirimidin 500 mg 6 jam 7 hari 2-6 g/hari
4 Pirimetamin 25 mg 12 jam 6 hari 50-75 mg/hari Corvaisier
dkk (2004)
Sulfadoxin 500 mg 12 jam 6 hari 1-1,5 g/hari
7 Pirimetamin 1,5 mg 12 jam 14 hari 1 mg/kg/hari Corvaisier
dkk (2004)
Sulfadoxin 45 mg 12 jam 14 hari 25 mg/kg/hari
10 Pirimetamin 25 mg 12 jam 20 hari 50-75 mg/hari Montoya
dkk (2010)
Cotrimoxazol 960 mg 12 jam 20 hari 960 mg/12 jam
Dapsone 50 mg 24 jam 20 hari 50 mg/hari
12 Pirimetamin 25 mg 8 jam 15 hari 50-75 mg/hari Schweitzer
(2000)
Cotrimoxazol 960 mg 12 jam 15 hari 960 mg/12 jam
16 Pirimetamin 2 mg 12 jam 16 hari 1 mg/kg/hari Buck (2008)
Clindamycin 20 mg 8 jam 16 hari 15 mg/kg/hari
17 Pirimetamin 25 mg 12 jam 7 hari 50-75 mg/hari Hiswani
(2001) Trisulfapirimidin 500 mg 6 jam 7 hari 2-6 g/hari
20 Pirimetamin 25 mg 8 jam 8 hari 50-75 mg/hari Schweitzer
(2000)
Cotrimoxazol 960 mg 12 jam 8 hari 960 mg/12 jam
23 Pirimetamin 1,5 mg 12 jam 13 hari 1 mg/kg/hari Serranti dkk
(2011)
Sulfadiazin 150 mg 12 jam 13 hari 50 mg/kg/12jam
Pirimetamin terabsorbsi secara lambat, dimana waktu paro pirimetamin 4
hari dan konsentrasi plasma efektif supresif dapat berakhir 14 hari. Pada dosis
yang lebih besar dapat menyebabkan atrofik glositis, nyeri abdominal dan muntah,
anemia megaloblastik, leukopenia, trombositopenia dan pansitopenia, sakit kepala
dan pusing. Overdosis akut pirimetamin menyebabkan gangguan saluran cerna
dan stimulasi susunan saraf pusat dengan efek muntah, eksitabilitas dan konvulsi
yang diikuti dengan takhikardia, depresi respirasi, kolaps sirkulasi dan kematian
10 Tabel 10. Data Kasus Tidak Tepat Dosis pada Pasien Toksoplasmosis di RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015
No. Kasus
Obat Dosis Pemberian
Frek. Dosis Standar Referensi
1 Pirimetamin 25 mg 6 jam 50-75 mg/hari Principles and
Analisis evaluasi kerasionalan dilakukan dengan memperhatikan hasil
evaluasi ketepatan indikasi, ketepatan dosis, ketepatan obat, serta ketepatan
pasien. Keempat aspek ketepatan ini harus menunjukkan nilai tepat hingga hasil
akhir evaluasi dinyatakan tepat seluruhnya. Sehingga dapat dinyatakan rasional
dalam terapi farmakologi pasien yang terinfeksi toksoplasmosis apabila
memenuhi keempat analisis ketepatan.
Tabel 13. Data Hasil Penilaian Kerasionalan Terapi Toksoplasmosis di RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015
No. No. Kasus Frek Tepat
Dari hasil analisis kerasionalan terapi toksoplasmosis dapat disimpulkan
bahwa pemberian obat toksoplasmosis dilihat dari keseluruhan kerasionalan pada
11 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Gambaran terapi yang digunakan di RS X serta RS Y menunjukkan bahwa
pirimetamin adalah regimen utama dalam pengobatan toksoplasmosis dan
dikombinasikan dengan antibiotik lain seperti sulfadiazin (25%), clindamycin
(25%), spiramycin (16.67%), sulfadoxin (8,33%), cotrimoxazol (12,5%), dan
trisulfapirimidin (8,33%).
2. Pemakaian obat kombinasi pada terapi toksoplasmosis paling banyak adalah
pirimetamin-sulfadiazin (25%) dan pirimetamin-clindamycin (25%).
3. Berdasarkan jumlah pasien rawat inap penderita toksoplasmosis dapat dilihat
aspek ketepatan sebagai berikut:
a. Ketepatan indikasi didapatkan 100% pasien mendapatkan terapi
toksoplasmosis yang sesuai dengan indikasi
b. Ketepatan dosis didapatkan 83,33% pasien mendapatkan dosis yang tepat
c. Ketepatan pasien, didapatkan 75% pasien mendapatkan terapi yang sudah
sesuai dengan kondisi masing-masing pasien
d. Ketepatan obat didapatkan 100% pasien toksoplasmosis mendapatkan obat
yang tepat.
4. Dari jumlah total sampel 24 pasien, yang memenuhi keempat aspek ketepatan
sejumlah 15 pasien (62,5%). Maka dapat disimpulkan terdapat 15 pasien rawat
inap di RS X dan RS Y yang mendapatkan terapi toksoplasmosis yang
rasional.
Saran
1. Perlu diadakannya penelitian serupa pada rumah sakit yang berbeda untuk
mengetahui gambaran pemberian terapi toksoplasmosis pada penderita
toksoplasmosis.
2. Perlu adanya monitoring dan evaluasi terapi toksoplasmosis secara sistematis
12 DAFTAR PUSTAKA
Chahaya, Indra., 2003, Epidemiologi Toxoplasma gondii, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
Ernawati, 2008, Toxoplasmosis, Terapi dan Pencegahannya, Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya
Gandahusada. S., 2003, Invasi T. gondii ke dalam sel hospes serta deferensiasinya
dari takizoit ke bradizoit, Majalah Kedokteran Indonesia, 49(6), 209-212.
Hiswani, 2005, Toxoplasmosis Penyakit Zoonosis yang Perlu di Waspadai oleh
Ibu Hamil, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan
Montoya J.G., Boothroyd J. C., & Kovacs J. A., 2010, Toxoplasma Gondii. In:
Mandell G. L., John E. Bennett & Raphael D. seventh ed., Principles and
Practice of Infectious Diseases, Philadelphia
Montoya J. G. & Remington J. S., 2008, Management of Toxoplasma gondii
Infection during Pregnancy, Infectious Diseases of America, California.
Palgunadi. B. U., 2011, Toxoplasmosis dan Kemungkinan Pengaruhnya Terhadap
Perubahan Perilaku, Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma,
Surabaya.
Sanjaya. A., 2007, Studi Uji Komparasi Hasil Pemeriksaan Metode Elisa dan
Aglutinasi Latex dalam Pemeriksaan Antibodi Ig G Toxoplasma gondii Pada
Wanita Hamil di Puskesmas Pegirian Surabaya, Universitas Airlangga,
Surabaya.
Sasmita, 2006, Toxoplasmosis Penyebab Keguguran dan Kelainan Bayi,
Universitas Airlangga, Surabaya.
Subekti. D. T. & Arrasyid. N. K., 2006, Imunopatogenesis Toxoplasma gondii
Berdasarkan Perbedaan Galur, Wartazoa vol. 16 no. 3 (hal. 128-145)
Yowani. S., Kumolosari. E., & Marlia. S. W., 2007, Karakterisasi Toxoplasma
gondii Isolat Indonesia, Jurnal Kimia, FMIPA Institut Teknologi Bandung,