KAJIAN POTENSI DAN PERUMUSAN STRATEGI
PENGEMBANGAN TUMBUHAN OBAT BERBASIS
BIOREGONAL DI KABUPATEN TAPIN
JUMALI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
JUMALI. Kajian Potensi dan Perumusan Strategi Pengembangan Tumbuhan Obat Berbasis Bioregional di Kabupaten Tapin. Dibawah bimbingan SISWOYO dan ERVIZAL A.M. ZUHUD.
Kabupaten Tapin memiliki kawasan hutan yang luas dan berbagai etnis yang memiliki kekayaan pengetahuan tradisional dalam penggunaan obat yang cukup tinggi, namun potensi tumbuhan obat di wilayah tersebut sampai saat ini belum diketahui. Di sisi lain, di wilayah tersebut sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani; lahan hutan, perkebunan, dan pertanian sangat luas; dan lahan-lahan yang belum diusahakan masih luas, sehingga kemungkinan sangat potensial untuk pengembangan tumbuhan obat. Dalam rangka menunjang keberhasilan pengembangan tumbuhan obat berbasis bioregional di wilayah tersebut, maka penelitian ini perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan potensi tumbuhan obat di Kabupaten Tapin dan kelayakan pengembangan tumbuhan obat berbasis bioregional setiap kecamatan di Kabupaten Tapin.
Metode penelit ian secara garis besar terdiri dari 4 (empat) kegiatan utama, yaitu pengumpulan data (data sekunder dan primer), identifikasi jenis -jenis tumbuhan obat, pengolahan dan analisis data.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah jenis tumbuhan obat yang terdapat di Kabupaten Temanggung sebanyak 212 jenis dari 69 famili dan dapat dikelompokkan kedalam 32 kelompok penyakit/penggunaan, 7 habitus, dan 50 macam bagian tumbuhan obat yang digunakan. Jenis-jenis tumbuhan obat unggulan yang dapat dikembangkan di Kabupaten Tapin berkisar antara 20-29 jenis, dimana tertinggi di Kecamatan Piani sebanyak 29 jenis dan terendah di 9 kecamatan lainnya masing-masing sebanyak 20 jenis. Jenis-jenis tumbuhan obat unggulan Kabupaten Tapin, antara lain : Alpinia galanga (L.) Swartz.,
Cinnamomum burmanii (Nees.) Bl., Cinnamomum sintoc Bl., Curcuma domestica
Val., Curcuma xanthorrhiza Roxb., Eurycoma longifolia Jack., Ficus deltoidea
Jack., Kaempferia galanga L., Parkia roxburghii G. Don., dan Zingiber officinale
Roxb.
Penulis dilahirkan di Ngawi pada tanggal 6 Oktober 1967
sebagai anak kelima dari tujuh bersaudara dari Ayah Ahmad
Thohari (alm) dan Ibu Suminah dan telah menikah dengan
Mardiana Puspawati, S.Pt serta telah dikaruniai 2 orang anak,
Faqihuddin Ali Akbar dan Ahmad Sholahuddin Ramadhan.
Penulis menamatkan Sekolah Dasar pada tahun 1980 di SD Negeri
Banyubiru II Kabupaten Ngawi. Tiga tahun kemudian menyelesaikan Sekolah
Menengah Pertama Negeri I Walikukun, Kabupaten Ngawi. Sekolah Menengah
Teknolo gi Pertanian (SMT Pertanian) Negeri Sragen diselesaikan tahun 1986 di
Sragen Jawa Tengah. Pada tahun 1994 penulis menyelesaikan kuliah di Diploma
III/Akta III Program Studi Pendididikan Guru Kejuruan Pertanian (PGKP) Fateta
IPB Bogor dan IKIP Jakarta. Tahun 2000 penulis menyelesaikan kuliah tingkat
Sarjana (S-1) pada Fakultas Pertanian Jurusan Produksi Ternak Universitas Islam
Kalimantan (Uniska) Banjarmasin. Sejak bulan September 2004, penulis
melanjutkan pendidikan Magister Profesi pada Sub Program Studi Konservasi
Biodiversitas, Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Sejak tahun 1986 sampai 1994 penulis bekerja sebagai Staf Tata Usaha di
SMT Pertanian Negeri Rantau dan sejak tahun 1996 sampai sekarang penulis
ÉOŠÏm§•9$#
Bismillaahirrohmaanirrohiim
ö@è%
bÎ)
tb%x.
öNä.ät!$t/#uä
öNà2ät!$oYö/r&ur
öNä3çRºuq÷zÎ)ur
ö/ä3ã_ºurø—r&ur
óOä3è?uŽ•Ï±tãur
îAºuqøBr&ur
$ydqßJçGøùuŽtIø%$#
×ot•»pgÏBur
tböqt±øƒrB
$ydyŠ$|¡x.
ß`Å3»|¡tBur
!$ygtRöq|Êö•s?
¡=ymr&
Nà6ø‹s9Î)
šÆÏiB
«!$#
¾Ï&Î!qß™u‘ur
7Š$ygÅ_ur
’Îû
¾Ï&Î#‹Î7y™
(#qÝÁ-/uŽtIsù
4Ó®Lym
š†ÎAù'tƒ
ª!$#
¾ÍnÍ•öDr'Î/
3
ª!$#ur
Ÿw
“ωöku‰
tPöqs)ø9$#
šúüÉ)Å¡»xÿø9$#
ÇËÍÈ
Katakanlah, “Jika Bapak bapak, anak-anak,
saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,
perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai,
adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan
Rasul-Nya dan (dari) berjihad di Jalan-Nya,
maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusan-Nya “. Dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang fasik. (QS.
At-taubah:24).
Ada tujuh golongan yang Allah akan
menaunginya pada saat tidak ada naungan kecuali
naungan-Nya .... Orang yang mengingat Allah
ketika sendirian sehingga bercucuran
air
matanya (HR. Mutafaq’alaih).
BIOREGIONAL DI KABUPATEN TAPIN
Nama : Jumali
NRP : E. 051040375
Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Sub Program Studi : Konservasi Biodiversitas
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Ir. Siswoyo, M.Si Ketua
Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia -Nya,
penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Kajian Potensi dan
Perumusan Strategi Pengembangan Tumbuhan Obat Berbasis Bioregonal di
Kabupaten Tapin ”. Penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan
yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Sub Program
Studi Konservasi Biodiversitas, Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan ,
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar -besarnya
kepada kepada, Bapak Ir. Siswoyo, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan
Bapak Ir.Ervizal. A.M. Zuhud, MS selaku Anggota komisi pembimbing yang
telah banyak memberikan saran dan bimbingannya sehingga penelitian ini dapat
diselesaikan dengan baik. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak
Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc selaku penguji di luar komisi pembimbing yang telah
menguji dan memberikan masukan guna perbaikan tesis ini.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan kepada
Pemerintah Kabupaten Tapin dan masyarakat lokal di Desa (Balawain Hulu,
Balawaian Hilir, Budi Mulia, Puncak harapan, Hiyung dan Pandahan) yang telah
berbagi ilmu dan membantu penulis selama penelitian berlangsung dan berbagai
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis.
Akhirnya ucapan terima kasih dan penghargaan tak terhingga penulis
sampaikan kepada orang tua, Istri dan keluarga tercinta serta rekan-rekan
mahasiswa Sub Program Studi Konservasi Biodiversitas yang telah mendukung
dan mengiringi penulis dengan do’anya. Penulis berharap semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang mungkin memerlukannya. Saran dan kritik
yang membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan tesis ini.
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara megadiversity yang memiliki
keanekaragaman hayati berupa tumbuhan obat yang sangat tinggi. Salah satu
lokasi tempat penyebaran jenis-jenis tumbuhan obat tersebut adalah di Kabupaten
Tapin.
Kabupaten Tapin termasuk salah satu kabupaten yang terletak di wilayah
Kalimantan Selatan, dengan luas wilayah seluas 217.495 ha. Menurut Badan
Pusat Statistik Kabupaten Tapin dan Bappeda Kabupaten Tapin Tahun 2003, di
Kabupaten Tapin terdapat kawasan hutan seluas 23.061 ha, dengan rincian : hutan
negara seluas 10.406 ha dan hutan rakyat seluas 12.655 ha. Disamping itu di
Kabupaten Tapin juga terdapat berbagai etnis yang memiliki kekayaan
pengetahuan tradisional dalam penggunaan obat yang cukup tinggi. Suku/etnis
yang menghuni di wilayah Kabupaten Tapin, antara lain: Banjar, Jawa, Dayak,
Madura dan Sunda. Berdasarkan informasi tersebut menunjukkan bahwa di
wilayah Kabupaten Tapin kemungkinan besar dapat ditemukan keanekaragaman
jenis tumbuhan obat yang tinggi, namun potensi tumbuhan obat di wilayah
tersebut sampai saat ini belum d iketahui.
Di sisi lain, luas wilayah hutan di Kabupaten Tapin semakin lama semakin
berkurang sebagai akibat adanya konversi hutan menjadi areal penggunaan lain,
sehingga produksi hasil hutan berupa kayu menurun dan keanekaragaman jenis
tumbuhan obatpun yang terdapat di areal tersebut juga ikut menurun.
Pengetahuan tradisional masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan obat di
Kabupaten Tapin semakin lama juga semakin menurun sebagai akib at masuknya
budaya modern yang mengakibatkan banyak masyarakat yang beralih ke
pengobatan moderen. Apabila hal tersebut terus dibiarkan dikhawatirkan akan
meningkatkan jumlah pengangguran terutama yang bekerja di bidang industri
perkayuan, kelangkaan dan bahkan kepunahan dari jenis -jenis tumbuhan obat,
serta punahnya pengetahuan tradisional masyarakat di Kabupaten Tapin dalam
pemanfaatan tumbuhan obat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi hal tersebut adalah dengan cara mengembangkan tumbuhan obat
Disamping itu, lapangan pekerjaan bagi masyarakat di Kabupaten Tapin
masih terbatas dan pendapatan asli daerahnyapun masih tergolong rendah .
Sebagai gambaran, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Kabupaten Tapin tahun
2003 sebesar Rp. 344.569.839, PDRB tahun 2003 sebesar Rp. 834.463.016, dan
pendapatan regional perkapita sebesar Rp. 5.714.091. Jika hal tersebut dilakukan
terus dibiarkan, maka jumlah pengangguran dan jumlah masyarakat yang
tergolong miskin akan meningkat. Pengembangan tumbuhan obat di Kabupaten
Tapin merupakan salah satu upaya yang dapat diterapkan guna menciptakan
lapangan pekerjaan dan mengatasi adanya kemiskinan.
Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin tahun 2004, sepuluh jenis
penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat di Kabupaten Tapin dari tahun
2001-2003 adalah penyakit ISPA (18.361 orang), penyakit pada sistem jaringan
otot dan lainnya (5.954 orang), darah tinggi (3.943 orang), kulit alergi (3.281
orang), diare (2.497 orang), kulit infeksi (2.223 orang), penyakit lain pada saluran
pernafasan bagian bawah (2.094 orang), gangguan gigi (2.094 orang), asma (2.011
orang) dan penyakit lainnya (13.346 orang); dengan jumlah total penderita selama
tiga tahun rata-rata sebanyak 55.805 orang. Informasi ini menunjukkan bahwa
permintaan tumbuhan obat di Kabupaten Tapin di masa mendatang akan
meningkat, sehingga pengembangan tumbuhan obat di lokasi tersebut sangat
diperlukan. Hal ini juga didukung oleh adanya jumlah penduduk yang terus
meningkat, makin mahalnya harga obat moderen, tersedianya sarana-prasarana
kesehatan dan tenaga medis, serta adanya berbagai etnis yang sudah terbiasa
memanfaatkan tumbuhan sebagai obat. Selain itu, di Kabupaten Tapin,
Dengan adanya masyarakat di Kabupaten Tapin yang sebagian besar
bermatapencaharian sebagai petani (60,85%); lahan hutan, perkebunan, dan
pertanian yang sangat luas; dan masih luasnya tanah sawah dan tanah kering yang
belum diusahakan di wilayah tersebut diharapkan akan lebih mampu mendukung
keberhas ilan pengembangan tumbuhan obat berbasis bioregional di Kabupaten
Tapin.
Perumusan Masalah
Terancamnya kelestarian tumbuhan obat di Kabupaten Tapin disebabkan
jenis-jenis tumbuhan obat yang dibudidayakan, dan masih kurangnya pemahaman
masyarakat terhadap pentingnya kelestarian tumbuhan obat. Adanya konversi
hutan menjadi areal penggunaan lain akan mengakibatkan produksi kayu hutan
menurun dan banyak industri perkayuan yang tidak dapat beroperasi. Sebagai
akibatnya jumlah pengangguran dan penduduk miskin meningkat.
Disamping itu, terkikisnya pengetahuan tradisional masyarakat di
Kabupaten Tapin dalam memanfaatkan tumbuhan sebagai obat disebabkan oleh
masuknya budaya modern yang mengakibatkan banyak masyarakat yang beralih
ke pengobatan moderen dan masih kurangnya pewarisan pengetahuan tersebut ke
generasi selanjutnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah tersebut adalah dengan cara mengembangkan tumbuhan obat berbasis
bioregional di Kabupaten Tapin, namun informasi tentang potensi tumbuhan obat
di Kabupaten Tapin sampai saat ini belum tersedia.
Di sisi lain, kecenderungan permintaan tumbuhan obat di Kabupaten Tapin
akan meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, makin mahalnya
harga obat moderen, banyaknya masyarakat yang menderita penyakit, dan adanya
kebiasaan berbagai etnis dalam memanfaatkan tumbuhan sebagai obat.
Selain itu, kondisi Kabupaten Tapin di masa yang akan datang luas tanah
sawah dan tanah kering yang belum diusahakan harus dimanfaatkan secara
optimal; sumberdaya manusia (masyarakat yang sebagian besar
bermatapencaharian sebagai petani, tenaga medis dan lainnya) harus dilibatkan
secara aktif; nilai produktivitas lahan hutan, perkeb unan, dan pertanian yang
sangat luas dapat ditingkatkan; serta pemanfaatan sarana-prasarana kesehatan,
apotik dan toko obat/jamu harus lebih optimal.
Keberhasilan dalam pengembangan tumbuhan obat berbasis bioregional di
setiap kecamatan secara garis besar d ipengaruhi oleh 4 (empat) faktor, yaitu (1)
ketersediaan jenis -jenis tumbuhan obat potensial/unggulan yang dapat
dikembangkan di setiap kecamatan, (2) kesesuaian kondisi ekologis setiap
kecamatan dengan jenis-jenis tumbuhan obat unggulan, (3) dukungan kebijakan
dan peraturan perundangan, serta (4) dukungan kelembagaan dan kemitraan .
Ketersediaan informasi tentang jenis -jenis tumbuhan obat yang dapat
keanekaragaman jenis tumbuhan obat, ketersediaan informasi tentang teknik
pengembangan tumbuhan obat (budidaya, pasca panen, dan pengolahan), aspek
ekonomis (pemasaran simplisia), pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat
(etnobotani), dan jenis -jenis penyakit yang banyak diderita oleh mas yarakat.
Kesesuaian kondisi ekologis setiap kecamatan dengan jenis -jenis tumbuhan obat
yang akan dikembangkan dapat dilakukan dengan cara mengkaji kesesuaian
ketinggian tempat setiap kecamatan dengan jenis -jenis tumbuhan obat yang akan
dikembangkan. Dukungan kebijakan dan peraturan perundang-undangan dapat
dilakukan dengan cara mengkaji terhadap kebijakan dan peraturan
perundang-undangan yang sudah ada dan persepsi seluruh instansi-instansi terkait. Dukungan
kelembagaan dan kemitraan dapat dilakukan dengan cara mengkaji tugas dan
peran masing-masing instansi terkait, serta adanya kemungkinan terbentuknya
kemitraan antara petani dengan industri obat tradisional.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan :
1. Potensi tumbuhan obat di Kabupaten Tapin,
2. Kelayakan pengembangan tumbuhan obat berbasis bioregional setiap
kecamatan di Kabupaten Tapin.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam
pengembangan tumbuhan obat di Kabupaten Tapin, baik pemerintah maupun
pihak-pihak terkait lainnya.
Kerangka Pemikiran
Keberhasilan dalam pengembangan tumbuhan obat berbasis bioregional
pada setiap kecamatan di Kabupaten Tapin dapat dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu (1) memilih jenis -jenis tumbuhan obat yang potensial, baik secara ekologis,
teknis, ekonomis, relevan dengan jenis -jenis penyakit yang banyak diderita oleh
masyarakat, dan sudah biasa digunakan oleh masyarakat setempat; (2) memilih
masing-masing kecamatan, (4) adanya dukungan kebijakan dan peraturan
perundang-undangan, dan (6) adanya dukungan kelembagaan dan kemitraan.
Untuk melihat sejauh mana cara-cara tersebut di atas dapat mempengaruhi
keberhasilan dalam pengembangan tumbuhan obat berbasis bioregional pada
setiap kecamatan d i Kabupaten Tapin , maka perlu dilakukan kajian dan analisis
terhadap : (1) ketersediaan jenis -jenis tumbuhan obat potensial/unggulan yang
dapat dikembangkan di setiap kecamatan, (2) kesesuaian kondisi ekolo gis setiap
kecamatan dengan jenis -jenis tumbuhan obat potensial/unggulan , (3) adanya
dukungan kebijakan dan peraturan perundangan, serta (4) adanya kelembagaan
dan kemitraan .
Secara skematis kerangka pemikiran kajian potensi dan perumusan strategi
pengembangan tumbuhan obat berbasis bioregional di Kabupaten Tapin disajikan
pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian kajian potensi dan perumusan strategi pengembangan tumbuhan obat berbasis bioregional di Kabupaten Tapin
Kajian potensi tumbuhan obat Kajian kondisi wilayah setiap kecamatan
Kajian kelembagaan dan kemitraan PENGEMBANGAN TUMBUHAN OBAT
BERBASIS BIOREGIONAL DI KABUPATEN TAPIN
KONDISI PENGEMBANGAN TUMBUHAN OBAT DI
KABUPATEN T APIN DI MASA DATANG
• Potensi tumbuhan obat di Kabupaten T apin diketahui
• Tumbuhan obat potensial di setiap kecamatan dibudidayakan oleh masyarakat
• Potensi tumbuhan obat digunakan sebagai media pem belajaran di sekolah
• Terjaminnya kelestarian tumbuhan obat
• Terciptanya lapangan kerja baru
• PDRB dan PAD meningkat KONDISI PENGEMBANGAN TUMBUHAN OBAT DI
KABUPATEN TTAPIN SAAT INI
Potensi :
• Luas lahan hutan, perkebunan dan pertanian sangat luas (223.066 ha atau 82,60%)
• Terdapat minimal 5 etnis/suku (Banjar, Jawa, Dayak, Madura dan Sunda)
• Lahan sawah dan lahan kering yang belum diusahakan cukup luas (28,20% dari total wilayah)
• Sebagian besar penduduk bermatapencaharian sebagai petani (60,85%).
• Masyarakat yang menderita penyakit cukup banyak
• Sarana-prasarana kesehatan dan tenaga medis tersedia
Permasalahan :
• Konversi lahan hutan menjadi areal penggunaan lainnya meningkat .
• Produksi kayu hutan menurun
• Pengetahuan tradisional pemanfaatan tumbuhan obat masyarakat terkikis
• Potensi jenis tumbuhan obat belum diketahui
• Pengembangan tumbuhan obat belum dilakukan
• Lapangan kerja terbatas
ANCAMAN
• Kelestarian tumbuhan obat terancam
• Pengangguran meningkat
• Kemiskinan meningkat
Kajian kebijakan dan peraturan
perundangan
KELAYAKAN PENGEMBANGAN TUMBUHAN BERBASIS BOREGIONAL DI KABUPATEN TAPIN
• Ketersediaan jenis-jenis tumbuhan obat potensial/unggulan di setiap kecamatan
• Kesesuaian kondisi ekologis setiap kecamatan dengan jenis-jenis tumbuhan obat potensial/unggulan
• Adanya dukungan kebijakan dan peraturan perundangan
• Adanya k elembagaan dan kemitraan
Keanekaragaman Jenis tumbuhan obat Peraturan perundangan Ketinggian tempat Kemitraan Kelembagaan Pemasaran Teknik pengembangan Kebijakan
Potensi Tumbuhan Obat
Organisasi kesehatan Persatuan Bangsa-Bangsa telah mengumpulkan daftar
kurang lebih 21.000 spesies tumbuhan yang digunakan di seluruh dunia dalam
pengobatan. Diperkirakan 2.000-3.000 spesies digunakan untuk pengobatan di
Asia Tenggara. Jumlah tumbuhan obat di Indonesia diperkirakan 1.000 spesies
(Soepadmo, 1991).
Tumbuhan obat telah digunakan oleh masyarakat Indonesia sejak ratusan
tahun yang lalu. Pengalaman nenek moyang kita dalam meramu tumbuhan untuk
pengobatan tradisional telah diwariskan dari generasi ke generasi. Penggunaan
tumbuhan secara tradisional untuk pengobatan di Indonesia kembali ke zaman
prasejarah. Seni dan pengetahuan penggunaaan tumbuhan sebagai obat
diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi. Beberapa tumbuhan yang
masih digunakan dalam pengobatan tradisional dapat ditemukan pada
dinding-dinding candi di Jawa seperti : Borobudur, Prambanan, Penataran, dan Sukuh.
Tumbuhan tersebut antara lain: Aegle marmelos (L.) Correa., Antidesma bunius
(L.) Sprengel, Borassus flabellifer L., Calophyllum inophyllum L., Datura metel
L., dan Syzygium cumini (L.) Skeels. (De Padua, Bunyapraphatsara dan Lemmens,
1999).
Indonesia memiliki pula keanekaragaman budaya yang ditunjukkan oleh
keanekaragaman suku bangsa yang mendiaminya. Diperkirakan kawasan
Indonesia dihuni oleh sekitar 350 suku bangsa asli yang hidup di dalam dan
sekitar hutan. Setiap suku bangsa tersebut memiliki sistem pengetahuan yang
khas dalam mengelola keanekaragaman hayati dan dan lin gkungan di sekitarnya
(Tim Ekspedisi Biota Medika, 1998).
Potensi Pasar Tumbuhan Obat
Tumbuhan obat memiliki nilai ekonomi yang tinggi, namun diperkirakan
masih banyak bahan obat-obatan ini dihasilkan dari populasi tumbuhan liar
(Lange dan Schippman, 1997). Peluang bisnis tumbuhan yang berkhasiat obat
oleh pasar dunia. Hal ini menyebabkan kecenderungan permintaan produk herbal
yang berasal dari tumbuhan meningkat dengan cepat (Dwiyanto, 2000)
Di seluruh dunia sejak awal peradaban, manusia memakai tumbuhan sebagai
obat. Nenek moyang orang Mesir menggunakan pohon Sycamore, (minyak dari
pohon) Cedar dan minyak dari Camomile. Orang Mesopotamia menggunakan
minyak castor/minyak jarak, mirh, secar, terpentine, henbane, asafetida, mint,
poppy, fig dan mandrake. Tabib Indian telah mengetahui hampir seribu tumbuhan
obat termasuk obat penenang Raulwolfia. Cina juga mempunyai tumbuhan obat
Chaulmoogra digunakan leprosia jauh sebelum dikenal oleh orang di Eropa.
Tumbuhan obat “Ma Huang” (Ephedra vulgaris) mengandung alkaloid ephedrin
yang mana banyak berpengaruh terhadap kemajuan pengobatan di Barat terutama
bagi penyakit asma dan sejenisnya (Holdsworth, 1977).
Pengembangan Tumbuhan Obat
Menurut Zuhud, Ekarelawan dan Riswan (1994), tumbuhan obat adalah
seluruh spesies tumbuhan yang diketahui mempunyai khasiat obat, yang
dikelompokkan menjadi: (1) tumbuhan obat tradisional (spesies tumbuhan yang
diketahui atau dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan
sebagai bahan baku obat tradisional), (2) tumbuhan obat modern (spesies
tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa/bahan
bioaktif dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis), dan (3)
tumbuhan obat potensial (spesies, tumbuhan yang diduga mengandung
senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan secara
ilmiah atau penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri).
Definisi tumbuhan obat menurut Deperte men Kesehatan RI sebagaimana
yang tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.
149/SK/Menkes/IV/1978 adalah sebagai berikut:
a. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional
atau jamu.
b. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pemula bahan
baku obat (prokursor).
c. Tanaman atau bagian tanaman yang diekstraksi dan ekstrak tanaman tersebut
Menurut Siswoyo dan Zuhud (2002), pengelolaan bioregional adalah suatu
bentuk pengelolaan ruang (berikut semua isinya) yang lebih integratif. Bioregion
merupakan unit perencanaan ruang dalam pengelolaan sumberdaya alam, yang
tidak ditentukan oleh batasan politik dan administratif, tetapi dibatasi oleh batasan
geografik, komunitas manusia serta sistem ekologi. Dalam suatu cakupan
bioregion, terdapat mozaik lahan dengan fungsi konservasi maupun budidaya
yang terikat satu sama lain secara ekologis.
Secara ideal pengelolaan bioregional menyandarkan dirinya pada tiga
komponen, yaitu :
1. Komponen ekologi terdiri atas kawasan-kawasan ekosistem alam yang saling
berhubungan satu sama lain melalui koridor, baik habitat alami maupun semi
alami,
2. Komponen ekonomi, yang mendukung usaha pendayagunaan keanekaragaman
hayati secara berkelanjutan dalam matriks kawasan budidaya dengan
pengembangan budidaya jenis -jenis unggulan setempat,
3. Komponen sosial budaya, yang dapat memfasilitasi partisipasi masyarakat
lokal dalam perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan
sumberdaya alam serta memberikan peluang bagi pemenuhan kebutuhan
sosial budaya secara lintas generasi.
Orang Bukit (Dayak Meratus) adalah salah satu masyarakat bersahaja yang
mendiami wilayah bergunung -gunung dan berhutan di sepanjang kawasan
Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan (Radam, 2001). Orang Bukit
merupakan salah satu Sub-Suku Dayak Ngaju yang berdiam di pedalaman
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah bagian selatan. Menurut pembagian
CH.F.H. Duman, Sub Dayak Ngaju terbagi lagi atas 53 sub kelompok yang lebih
kecil yang biasanya dinamakan suku diantaranya Suku Dayak Bukit (Melalatoa,
1995).
Berdasarkan hasil penelitian Radam (2001), tempat tinggal orang Bukit
tersebar di beberapa kabupaten, yaitu Kabupaten Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai
Tengah, Hulu Sungai Selatan, Tapin, Banjar dan Tanah laut.
Menurut Zuhud, Siswoyo, Sandra, dan Adhiyanto (2003), keberhasilan
Kabupaten/Kotamadya sangat ditentukan oleh adanya dukungan dari berbagai
pihak, antara lain: petani dan pengumpul tumbuhan obat, masyarakat pengguna
obat-obat tradisional yang akan dikembangkan, pengusaha, dan instansi-instansi
pemerintah kabupaten/kotamadya yang terkait dalam pengembangan tumbuhan
obat.
Pengetahuan Pengobatan Tradisional
Pada umumnya terdapat banyak pengetahuan dari penduduk lokal yang
berkaitan dengan tumbuhan di sekitarnya sebagai obat-obatan. Pengetahuan ini
akan dicatat dan contoh-contoh tumbuhannya akan diambil untuk analisis bioaktif
kimia (Shea, Martindale, Puradyatmika, dan Mandessy, 1997).
Etnobotani adalah ilmu yang mempelajari hubungan langsung manusia
dengan tumbuhan dalam kegiatan pemanfaatan secara tradisional, yang
didalamnya terdapat etnofarmakologi yang khusus mempelajari tumbuhan obat
(Soekarman dan Riswan, 1992). Menurut Martin (1995), etnobotani diberi
batasan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi masyarakat lokal dengan
tumbuhan di sekitarnya.
Pada kawasan pedesaaan, dukun menggunakan tanaman obat masih
mempunyai peranan yang penting dalam menjaga kesehatan. Tanaman obat
tersebut disebut dengan jamu. Jamu adalah campuran dari berbagai herba yang
hingga saat ini masih dipergunakan secara umum di Jawa. Ramuannya diseduh
dalam air panas. Alternatif lainnya adalah ramuan tersebut dikeringkan dan
kemudian dimasak ketika diperlukan. Jamu bias anya disediakan dalam bentuk
bubuk yang dapat dibuat melalui proses pemanasan yang tinggi. Pada umumnya
jamu mempunyai sejarah penggunaan tradisional dan beberapa diantaranya telah
diuji secara empirik dan menunjukkan hasil yang efektif (De Padua,
Bunyapraphatsara dan Lemmens, 1999).
Di Indonesia juga terdapat banyak jenis obat tradisional. Keberadaan
obat-obatan ini selalu terkait (dengan derajat keterkaitan yang beragam) dengan jenis
kelompok etnis yang ada dan proses sejarah yang membentuk negara kepulauan
ini. Obat tradisional yang tertua, paling banyak tersebar dan salah satu yang sudah
dari Jawa dan diperkirakan mulai dikenal pada zaman didirikannya Candi
Borobudur sekitar abad 8 dan 9 (Jansen, 1993 dalam PT. Hatfindo, 2002).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan
Selatan, masyarakat Pegunungan Meratus saat ini masih belum mendapat
pelayanan kesehatan secara baik. Apalagi dalam masyarakat Dayak Meratus tidak
ada dukun yang khusus melakukan pengobatan. Kondisi ini menyebabkan
rata-rata masyarakat laki-laki, perempuan, remaja, maupun anak-anak paham dengan
pengobatan tradisional dengan menggunakan bahan langsung dari alam. Selama
ini biasanya masyarakat mengambil tumbuhan obat hanya pada saat
membutuhkan saja, masyarakat belum melakukan budidaya dengan melakukan
penanaman. Hanya jenis -jenis tertentu yang mempunyai fungsi sekunder seagai
tumbuhan obat seperti pepaya, langsat, pinang, cabe, laos dan kelapa hijau yang
sudah ditanam (Kartikawati, 2004).
Prospek Pengembangan Tumbuhan Obat
Menurut Zuhud, Siswoyo, Himkat, Sandra, Soakmadi, dan Adhiyanto
(2004), selama ini pengembangan sumberdaya alam hayati berupa hasil non kayu
belum dilakukan sec ara optimal, karena masih bertumpu pada produk primer
berupa kayu. Disamping itu pemanfaatan sumberdaya alam hayati berupa hasil
non kayu belum mendapat perhatian secara serius, sehingga peranannya belum
tampak dalam meningkatkan roda perekonomian daerah maupun nasional.
Padahal secara tradisional sudah sejak lama banyak komoditas non kayu yang
diperjualbelikan dan menempati posisi penting dalam komoditas ekspor nasional.
Indonesia belum mempunyai data yang akurat mengenai nilai pasar
tumbuhan obat Indonesia dan hasil olahannya. Namun kecenderungan terus
meningkatnya penggunaan sediaan herbal di dalam negeri, maka dapat diyakini
bahwa nilai pasar tumbuhan obat dan hasil olahannya cukup besar. Sekiranya
setiap orang Indonesia rata-rata membelanjakan uangnya sebesar Rp. 200.000,-
untuk keperluan obat setiap tahun, maka nilai pasar obat di Indonesia per tahun
mencapai Rp. 44 triliun. Keyakinan ini ditunjang dengan data industri obat
tradisional yang ada di Indonesia dan jangkauan pemasaran hasil produksinya.
(IKOT) dan 98 Industri Obat Tradisional (IOT), terutama banyak tersebar di Jawa
dan sebagian kecil tersebar di berbagai propinsi di luar Jawa (Zuhud et al., 2003).
Didalam mengembangkan budidaya tumbuhan obat dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu (1) pengembangan pada lahan negara dan (2) pengembangan pada
lahan milik masyarakat. Pengembangan pada lahan negara adalah pengembangan
tumbuhan obat yang dilakukan pada lahan-lahan milik negara, untuk
pengembangan budidaya tumbuhan obat pada lahan milik masyarakat dapat
dilakukan pada lahan kebun, pekarangan, tegalan, sawah dan lain -lain. Ada 5
(lima) kegiatan utama yang harus dilakukan di dalam usaha pengembangan
tumbuhan obat, yaitu (peembentukan kemitraan), (2) bimbingan, pendampingan
dan pembinaan kepada masyarakat petani tumbuhan obat, (3) teknik budidaya
tumbuhan obat, (4) pemanenan dan penanganan pasca panen tumbuhan obat, dan
(5) pemasaran hasil (Direktorat Aneka Usaha Kehutanan dan Fakultas Kehutanan
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Tapin, Propinsi Kalimantan Selatan
selama selama 6 (enam) bulan, yaitu pada Bulan Juli – Desember 2005. Adapun
identifikasi jenis dan spesimen tumbuhan obat dilakukan di Laboratorium
Konservasi Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.
Bahan dan alat
Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, antara lain : dokumen
Kabupaten Tapin dalam Angka 2003 dan dokumen atau laporan hasil
survey/penelitian tumbuhan secara umum maupun tumbuhan obat yang telah
dilakukan oleh instansi terkait di Kabupaten Tapin; sedangkan alat-alat yang
digunakan, antara lain : kamera digital, tally sheet, kuesioner, alat tulis -menulis,
serta komputer dan perlengkapannya.
Metode Penelitian
Pengumpulan Data
Data Sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini, meliputi : kondisi
umum lokasi setiap kecamatan, jenis-jenis tumbuhan obat yang telah ditemukan,
jenis-jenis penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat, dan data etnobotani
tumbuhan obat yang tersedia di Kabupaten Tapin.
Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi literatur, yaitu
mengumpulkan data dan informasi dari berbagai laporan atau dokumen yang
terdapat di instansi terkait. Jenis data dan informasi yang dikumpulkan dan
metode pengumpulan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini disajikan
pada Tabel 1, sedangkan instansi yang dihubungi guna pengumpulan data
Tabel 1 Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian kajian potensi dan perumusan strategi pengembangan tumbuhan obat berbasis bioregional di Kabupaten Tapin
No. Jenis Data Sekunder
Data dan Informasi yang Dikumpulkan Metode Pengambilan Data
1. Kondisi Umum Lokasi Kabupaten Tapin
1. Letak geografis setiap Kecamatan 2. Luas wilayah setiap kecamatan 3. Batas wilayah Kab. Tapin
4. Topografi dan konfigurasi lapangan setiap kecamatan
5. Geologi dan tanah setiap kecamatan 6. Iklim setiap kecamatan
7. Keadaan penduduk setiap kecamatan 8. Pola penggunaan lahan s etiap kecamatan
9. Kondisi sosial ekonomi masyarakat setiap kecamatan
1. Studi Literatur 2. Kunjungan ke
kantor berbagai instansi terkait
2. Jenis-jenis tumbuhan obat yang telah ditemukan di Kabupaten Tapin
1. Jenis-jenis tumbuhan obat di areal HPH, hutan Adat, dan hutan lindung.
2. Jenis-jenis tumbuhan obat di areal HTI dan perkebunan.
3. Jenis-jenis tumbuhan obat di ladang, kebun, dan pekarangan.
1. Studi Literatur 2. Kunjungan ke
kantor berbagai instansi terkait
3. Jenis-jenis penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat di Kabupaten Tapin
1. Jenis-jenis penyakit yang diderita oleh orang dewasa 2. Jenis-jenis penyakit yang diderita oleh anak-anak 3. Jenis-jenis penyakit yang diderita oleh balita
1. Studi Literatur 2. Kunjungan ke
kantor berbagai instansi terkait 4. Data etnobotani
tumbuhan obat yang ada di Kabupaten Tapin
1. Jenis-jenis penyakit yang dapat diobati 2. Jenis-jenis tumbuhan yang digunakan 3. Habitus
4. Habitat 5. Status
6. Bagian tumbuhan yang digunakan 7. Takaran bahan dan ramuan 8. Cara pemakaian 9. Cara pengolahan 10. Lama pengobatan
1. Studi Literatur 2. Kunjungan ke
kantor berbagai instansi terkait
Tabel 2 Daftar instansi yang dihubungi guna pengumpulan data sekunder dalam penelitian kajian potensi dan perumusan strategi pengembangan tumbuhan obat berbasis bioregional di Kabupaten Tapin
No. Nama Instansi
1. Balai Pusat Statistik (BPS) kabupaten
2. BAPPEDA
3. Dinas Kehutanan dan Perkebunan
4. Dinas Kesehatan
5. Dinas Pertanian Tanaman Pangan
6. Hak Pengusahaan Hutan (HPH)
7. Hutan Tanaman Industri (HTI)
9. Kantor Kecamatan
10. Lembaga-lembaga kajian/penelitian
11. Pemda
12. PTPN
13. Puskesmas 14. Rumah Sakit
15. Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam 16. Badan Meteorologi dan Geofisika Banjarbaru
Data Primer
Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini, meliputi : data
etnobotani tumbuhan obat pada berbagai etnis Sub Suku Dayak, pamasaran
simplisia, dan persepsi stakeholder terhadap pengembangan tumbuhan obat di
Kabupaten Tapin.
Data Etnobotani Tumbuhan Obat
Pengumpulan data etnobotani pada berbagai Sub Suku Dayak di Kabupaten
Tapin dilaksanakan di 6 (enam) desa, yaitu (1) 2 (dua) desa berada di Kecamatan
Piani (mewakili daerah pegunungan dengan ketinggian tempat di atas 400 m dpl)
yakni Desa Balawaian Hulu dan Balawaian Hilir, (2) 2 (dua) des a berada di
Kecamatan Lokpaikat (mewakili dataran rendah dengan ketinggian 200 -400 m
dpl) yakni Desa Budi Mulia dan Puncak Harapan, dan (3) 2 (dua) desa berada di
Kecamatan Tapin tengah (mewakili daerah rawa dengan ketinggian 0-200 m dpl),
yakni Desa Hiyung dan Pandahan. Pemilihan desa dilakukan secara stratified
random sampling berdasarkan desa yang memiliki hutan alam, tingkat ketinggian
dari permukaan laut dan etnis/suku yang mendiami desa.
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pemanfaatan tumbuhan
obat oleh masyarakat adalah wawancara open -ended dan semi terstruktur
(Purwanto,2003). Penarikan sampel dilakukan secara sengaja (non probability)
berdasarkan purposive sampling yaitu sampel diambil secara sengaja berdasarkan
tujuan penelitian dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan alokasi sampel
yang berimbang, dan menetapkan beberapa informan kunci yang diambil
berdasarkan status dan perannya dalam masyarakat. Jumlah responden sebanyak
32 orang penduduk untuk tiap desa, seperti tersaji pada Tabel 3.
Data etnobotani tumbuhan obat yang dikumpulkan, meliputi :
1. Karakteristik responden
2. Pengobatan yang dilakukan oleh tabib/dukun bayi dan penderita/pengguna :
a. Jenis -jenis penyakit yang dapat diobati
b. Jenis -jenis tumbuhan yang digunakan.
c. Habitus
d. Habitat
f. Bagian tumbuhan yang digunakan
g. Takaran bahan dan ramuan
h. Cara pemakiaan
i. Cara pengolahan
j. Lama pengobatan
k. Jenis -jenis tumb. obat yang sulit diperoleh
Tabel 3 Jenis dan jumlah responden untuk pengumpulan data etnobotani tumbuhan obat di Kabupat en Tapin
No. Jenis Responden Jumlah
Responden/Desa (orang/desa)
Jumlah Desa (desa)
Total Responden
(orang)
1. Tokoh masyarakat 2 6 12
2. Tabib/dukun bayi 2 6 12
3. Masyarakat pemakai :
a. Laki-laki dewasa 5 6 30
b. Perempuan dewasa 5 6 30
4. Penderita/pengguna :
a. Dewasa/remaja 5 6 30
b. Anak-anak 5 6 30
c. Balita 5 6 30
Jumlah 29 6 174
Bersamaan dengan pengumpulan data etnobotani tumbuhan obat dilakukan
juga pengambilan foto/gambar jenis-jenis tumbuhan obat yang ditemukan.
Foto/gambar jenis-jenis tumbuhan tersebut selanjutnya diidentifikasi di
Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan
dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB untuk mendapatkan nama ilmiahnya.
Data Pemasaran Simplisia Tumbuhan Obat
Pengumpulan data pemasaran tumbuhan obat dilakukan di 4 (empat) pasar,
yaitu (1) Pasar Binuang, (2) Pasar Rantau, (3) Pasar Banjarmasin (pengecer
besar), dan (4) Pasar Banjarmasin (grosir).
Pengumpulan data dilakukan dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu
wawancara langsung dengan pedagang dan pembelian simplisia yang dijual. Data
yang dikumpulkan, meliputi :
1. Rantai pemasaran simplisia
2. Jenis -jenis simplisia TO yang diperjualbelikan di pasar dan toko atau
warung jamu
4. Harga beli simplisia
5. Asal simplisia jenis-jenis TO
6. Jenis -jenis simplisia yang paling laku dijual
7. Jenis -jenis simplisia yang susah diperoleh
Data Persepsi seluruh Stakeholders
Pengumpulan data persepsi seluruh stakeholders terhadap rencana
pengembangan tumbuhan obat di Kabupaten Tapin dilakukan melalui wawancara
langsung dengan berbagai pihak/instansi terkait, seperti tersaji pada Tabel 4.
Data yang dikumpulkan, meliputi :
1. Persepsi semua stakeholders :
2. Permasalahan yang dihadapi
3. Harapan dari semua stakeholders.
Identifikasi Jenis Tumbuhan Obat
Identifikasi jenis tumbuhan obat dilakukan melalui cek silang dengan
berbagai buku/literatur tentang tumbuhan obat yang ada. Data yang dikumpulkan,
meliputi : nama lokal, nama botani, nama famili, habitus, khasiat atau manfaat,
bagian yang digunakan.
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan Data
Data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan kemudian diolah, baik
secara manual maupun dengan komputerisasi. Tahapan kegiatan dalam
pengolahan data, meliputi :
1. Penyuntingan data, yaitu bertujuan meneliti kembali catatan untuk mengetahui
apakah catatan tersebut sudah cukup baik untuk keperluan proses berikutnya
dalam arti penyuntingan dilakukan terhadap data-data yang telah diperoleh.
2. Pengkodean data, yaitu mengadakan klasifikasi terhadap data-data yang
diperoleh menurut macamnya dengan memberi kode tertentu pada catatan atau
mempertegas jawaban terhadap informasi tertentu.
3. Perhitungan frekuensi, yaitu tabulasi atau penyusunan data ke dalam
tabel-tabel, yaitu data dik elompokkan kedalam kategori-kategori, yang setiap
Kemudian membuat tabel frekuensi yang memuat jumlah frekuensi dan
persentase untuk setiap kategori.
Tabel 4 Daftar nama instansi yang dijadikan sebagai responden dalam
pengumpulan data persepsi stakeholders terhadap rencana
pengembangan tumbuhan obat berbasis bioregional di Kabupaten Tapin
No. Nama Instansi Jumlah
(orang)
1. Balai Pusat Statistik (BPS) kabupaten 1 2. Dinas Penaman Modal, Tenaga Kerja dan Lingkungan 1
3. BAPPEDA 1
4. Dinas Kehutanan dan Perkebunan 1
5. Dinas Kesehatan 1
6. Dinas Perindustrian dan Perdagangan 1 7. Dinas Pertanian Tanaman Pangan 1 9. Dinas POM (Pengawasan Obat dan Makanan) 1 10. Dinas Pendidik an Nasional 1 11. Hak Pengusahaan Hutan (HPH) 1 12. Hutan Tanaman Industri (HTI) 1 13. Industri Obat Tradisional 1
14. Kantor Kecamatan 1
15. Komisi terkait di DPRD (Komisi B) 1 16. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) 1 17. Lembaga- lembaga kajian/penelitian 1
18. Pemda 1
19. PTPN 1
20. Puskesmas 1
21. Rumah Sakit 1
22. Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam 1 23. Badan Meteorologi dan Geofisika Banjarbaru 1 24. Lembaga Swadaya Masyarakat 1
25. Pengusaha Tumbuhan Obat 2
26. Penjual simplisia 5
27. Kepala SMP 3
28. Kepala SMK 1
29. Kepala SMA 1
30. Pengawas SMP 3
31. Pengawas SMK 1
32. Pengawas SMA 1
33. SMP (siswa kelas I, II dan III) 15 34. SMK (siswa kelas I, II dan III) 15 35. SMA (siswa kelas I, II danm III) 15
36. Guru SMP, SMA dan SMK 15
Jumlah 105
Pengklasifikasian data dilakukan terhadap kelompok penyakit/penggunaan
tumbuhan obat dengan cara melakukan penyaringan (screening) terhadap khasiat
masing-masing jenis tumbuhan obat berdasarkan kelompok
Tabel 5 Klasifikasi kelompok penyakit/penggunaan dan macam penyakit/ penggunaannya
No. Kelompok
Penyakit/ Penggunaan
Macam Penyakit/penggunaan
1. Gangguan Peredaran Darah
Darah kotor, kanker darah, kurang darah, pembersih darah, penasak, dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan darah
2. Keluarga Berencana (KB)
Keluarga berencana (KB), membatasi kelahiran, menjarangi kehamilan, pencegah kehamilan, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan KB
3. Penawar Racun Digigit lipan, digigit serangga, keracunan jengkol, keracunan makanan, penawar racun, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan keracunan
4. Pengobatan Luka Luka, luka bakar, luka baru, luka memar, luka bernanah, infeksi luka, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan luka
5. Penyakit Diabetes Kencing manis (diabetes), menurunkan kadar gula darah, sakit gula, dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan penyakit diabetes
6. Penyakit Gangguan urat syaraf
Lemah urat syaraf, susah tidur (insomnia), dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan gangguan urat syaraf
7. Penyakit Gigi Gigi rusak, penguat gigi, sakit gigi, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan gigi
8. Penyakit Ginjal Ginjal, sakit ginjal, gagal ginjal, batu ginjal, kencing batu, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan ginjal
9. Penyakit Empedu Empedu berlebih, batu pada empedu, sakit empedu
10. Penyakit Limpa Sakit limpa, radang limpa dan pembengkakan pada limpa/limpa membesar
11. Penyakit Jantung Sakit jantung, stroke, jantung berdebar-debar, tekanan darah tinggi (hipertensi), tekanan darah tinggi, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan jantung. 12. Penyakit
kanker/tumor
Kanker rahim, kanker payudara, tumor rahim, tumor payudara, dan penggunaan lainnya yang berhubungan denga n tumor dan kanker.
13. Penyakit Kelamin Beser mani (spermatorea), gatal di sekitar alat kelamin, impoten, infeksi kelamin, kencing nanah, lemah syahwat (psikoneurosis), rajasinga/sifilis, sakit kelamin, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan kelamin.
14. Penyakit Khusus Wanita
Keputihan, terlambat haid, haid terlalu banyak, tidak datang haid, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan penyakit khusus wanita.
15. Penyakit Kulit Koreng, bisul, panu, kadas, kurap, eksim, cacar, campak, borok, gatal, bengkak, luka bernanah, kudis, kutu air, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan kulit. 16. Penyakit Kuning Liver, sakit kuning, heoatitis, penyakit hati, hati bengkak, dan penggunaan lainnya
yang berhubungan dengan penyakit kuning.
17. Penyakit Malaria Malaria, demam malaria, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan penyakit malaria.
18. Penyakit Mata Radang mata, sakit mata, trakoma, rabun senja, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan penyakit mata.
19. Penyakit Mulut Gusi bengkak, gusi berdarah, mulut bau dan mengelupas, sariawan, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan penyakit mulut
20. Penyakit Otot dan Persendian
Asam urat, bengkak kelenjar, kejang perut, kejang-kejang, keseleo, nyeri otot, rematik, sakit otot, sakit persendian, sakit pinggang, terkilir, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan otot dan persendian.
21. Penyakit Telinga Congek, radang anak telinga, radang telinga, radang telinga tengah (otitis media), sakit telinga, telinga berair, telinga berdenging, telinga merasa gatal, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan telinga.
22. Patah Tulang Tulang patah, tulang retak, sakit pada tulang
23. Penyakit Tulang Patah tulang, sakit tulang, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan tulan g. 24. Penyakit Saluran
Pembuangan
Ambeien, gangguan prostat, kencing darah, keringat malam, peluruh kencing, peluruh keringat, sakit saluran kemih, sembelit, susah kencing, wasir, wasir berdarah, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan penyakit saluran pembuangan.
25. Penyakit Saluran Pencernaan
Maag, kembung, masuk angin, sakit perut, cacingan, mules, murus, peluruh kentut, karminatif, muntah, diare, mencret, disentri, sakit usus, kolera, muntaber, berak darah, berak lendir, usus buntu, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan saluran pencernaan.
26. Penyakit Saluran Pernafasan (THT)
Asma, batuk, flu, influensa, pilek, pilek, sesak nafas, Sakit tenggorokan, TBC, TBC paru, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan saluran pernafasan/THT.
27. Perawatan Kehamilan dan Persalinan
Keguguran, perawatan sebelum/sesudah melahirkan/persalinan, uterine tonic, penyubur kandungan, susu bengkak, ASI, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan kehamilan dan melahirkan
28. Perawatan Organ Tubuh Wanita
Kegemukan, memperbesar payudara, mengencangkan vagina, pelangsing, peluruh lemak, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan perawatan organ tubuh wanita.
29. Perawatan Rambut, Muka, Kulit
Lanjutan Tabel 5.
No. Kelompok
Penyakit/ Penggunaan
Macam Penyakit/penggunaan
30. Sakit Kepala dan Demam
Sakit kepala, pusing, pening, demam, demam pada anak-anak, demam pada orang dewasa, demam menggigil, penurun panas, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan sakit kepala dan demam.
31. Tonikum Obat kuat, tonik, tonikum, penambah nafsu makan, kurang nafsu makan, meningkatkan enzim pencernaan, patah selera, astringen/pengelat, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan tonikum.
32. Lain -lain Limpa bengkak, beri-beri, sakit kuku, sakit sabun, obat tidur, obat gosok, penenang, dan penggunaan lainnya yang tidak tercantum di atas.
Analisis Data
Analisis data diarahkan untuk melihat sejauh mana kelayakan seluruh aspek
berkaitan dengan pengembangan tumbuhan obat berbasis bioregional di
Kabupaten Tapin. Aspek -aspek yang dianalisis, meliputi : (1) ketersediaan
jenis-jenis tumbuhan obat potensial/unggulan yang dapat dikembangkan di setiap
kecamatan, (2) kesesuaian kondisi ekologis (ketinggian tempat) setiap kecamatan
dengan jenis-jenis tumbuhan obat unggulan, (3) dukungan kebijakan dan
peraturan perundangan, serta (4) dukungan kelembagaan dan kemitraan, seperti
tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6 Analisis deskriptif kualitatif kelayakan pengembangan tumbuhan obat berbasis bioregional pada setiap kecamatan di Kabupaten Tapin
Kelayakan No. Aspek
Layak Tidak Layak
1 Ketersediaan jenis - jenis tumbuhan obat unggulan/ potensial yang akan dikembangkan di setiap kecamatan
Jenis- jenis tumbuhan obat unggulan yang akan dikembangkan di setiap kecamatan tersedia
Tidak tersedia jenis- jenis tumbuhan obat unggulan yang akan
dikembangkan di setiap kecamatan
2. Kesesuaian kondisi ekologis (ketinggian tempat) setiap kecamatan dengan jenis- jenis tumbuhan obat unggulan
Kondisi ekologis (ketinggian tempat) setiap kecamatan masuk dalam interval ketinggian tempat habitat jenis-jenis tumbuhan obat unggulan
Kondisi ekologis (ketinggian tempat) setiap kecamatan tidak masuk dalam interval ketinggian tempat habitat jenis- jenis tumbuhan obat unggulan
3. Dukungan kebijakan dan peraturan perundangan
• Kebijakan sudah ada
dan memadai
• Peraturan perundangan
sudah ada dan memadai
• Kebijakan belum ada atau sudah ada, namun belum memadai
• Peraturan perundangan belum ada atau sudah ada, namun belum memadai
4. Dukungan kelembagaan
dan kemitraan
• Sistem kelembagaan
sudah ada dan memadai
• Kemitraan sudah
terbentuk dan memadai
• Sistem kelembagaan belum
ada atau sudah ada, namun belum memadai
Ketersediaan Jenis-jenis Tumbuhan Obat Potensial/Unggulan yang dapat Dikembangkan di Setiap Kecamatan
Kriteria yang digunakan untuk menentukan jenis -jenis tumbuhan obat
potensial/unggulan di setiap kecamatan, meliputi : (1) jenis -jenis tumbuhan obat
tersebut ditemukan di Kabupaten Tapin; (2) teknik pengembangannya sudah
diketahui, mulai dari teknik budidaya sampai pengolahannya; (3) memiliki nilai
ekonomis tinggi, yaitu dapat dipasarkan secara lokal maupun ekspor dan
dibutuhkan oleh industri-industri obat tradisional; dan (4) jenis -jenis tumbuhan
obat tersebut berguna untuk mengobati penyakit-penyakit yang banyak diderita
oleh masyarakat di Kabupaten Tapin.
Pendeskripsian jenis-jenis tumbuhan obat unggulan yang telah ditentukan
dimaksudkan sebagai bahan acuan dalam pengembangan tumbuhan obat berbasis
bioregional di setiap kecamatan. Informasi-informasi yang dituangkan didalam
deskripsi dari jenis -jenis tumbuhan obat tersebut, meliputi : nama famili, sinonim,
nama daerah, nama simplisia, botani, ekologi, distribusi, budidaya, sifat
organoleptik dan efek farmakologis/manfaat empirik, kandungan kimia dan
kegunaan.
Kesesuaian Kondisi Ekologis setiap Kecamatan dengan Jenis-jenis Tumbuhan Obat Unggulan
Kondisi ekologis (ketinggian tempat) suatu kecamatan d ikatakan sesuai, jika
ketinggian tempat kecamatan tersebut berada sesuai termasuk dalam interval
ketinggian tempat yang diharapkan oleh jenis-jenis tumbuhan obat unggulan yang
bersangkutan. Untuk mengetahui kesesuaian kondisi ekolo gis setiap kecamatan
dengan jenis -jenis tumbuhan obat unggulan dilakukan dengan cara mencocokkan
data ketinggian tempat setiap kecamatan dengan kondisi ketinggian tempat
dimana jens-jenis tumbuhan obat unggulan tersebut dapat tumbuh dengan baik.
Dukungan Kebijakan dan Peraturan Perundangan
Dukungan kebijakan dan peraturan perundangan yang memadai sangat
diperlukan dalam pengembangan tumbuhan obat berbasis bioregional di setiap
kecamatan di Kabupaten tapin. Untuk mengetahui sejauh mana kebijakan dan
analisis terhadap kebijakan dan peraturan perundangan yang sudah ada dengan
yang seharusnya ada guna mendukung pengembangan tumb uhan obat tersebut.
Dukungan Kelembagaan dan Kemitraan
Keberhasilan dalam pengembangan tumbuhan obat pada setiap kecamatan
di Kabupaten Tapin sangat diperlukan adanya kelembagaan yang kuat dan
kemitraan antara pelaku di kecamatan dengan instansi terkait yang memadai.
Untuk mengetahui sejauh mana kelembagaan dan kemitraan tersebut memadai
atau tidak, maka perlu dilakukan analisis terhadap kelembagaan dan kemitraan
yang sudah ada dengan yang seharusnya ada guna mendukung pengembangan
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Letak dan Luas
Letak
Secara geografis, Kabupaten Tapin terletak antara 1o46’13” sampai
1o30’33” Lintang Selatan dan 20o32’43” sampai 30o00’43” Bujur Timur. Secara
administratif Kabupaten Tapin dengan ibukotanya Rantau, memiliki batas -batas
(Gambar 2):
• Sebelah utara dengan Kabupaten Hulu Sungai Selatan,
• Sebelah selatan dengan Kabupaten Banjar,
• Sebelah barat dengan Kabupaten Barito Selatan,
[image:31.612.177.466.363.641.2]• Sebelah timur dengan Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Luas
Luas wilayah Kabupaten Tapin 2.700,82 km2 (217.495 ha). Secara
administratif luas wilayah Kabupaten Tapin meliputi 10 kecamatan, dimana
daerah yang paling luas adalah Kecamatan Candi Laras Utara dengan luas 730,48
km2 atau sebesar 27,05%, sedangkan daerah yang paling sempit adalah
Kecamatan Tapin Utara dengan luas 71,49 km2 atau sebesar 2,65% dari luas
Kabupaten Tapin.
Ketinggian Tempat
Apabila dilihat dari letak ketinggian dari permukaan laut diketahui bahwa
sebagian besar wilayah Kabupaten Tapin berada pada ketinggian tempat 0-7 m
diatas permukaan laut, yaitu sebesar 67,34%; luas daerah dengan ketinggian
tempat lebih dari 500 meter dpl hanya sekitar 1,21%, yaitu di Kecamatan Piani.
Jika dilihat dari kelas kemiringannnya diketahui bahwa kebanyakan daerah di
Kabupaten Tapin merupakan daerah yang landai dengan kemiringan 0-2%, yang
meliputi 82,93% dari luas Kabupaten Tapin; sedangkan pada kelas kemiringan
antara 2,1-8% hanya meliputi 0,62% dari luas daerah Kabupaten Tapin. Informasi
luas wilayah setiap kecamatan di Kabupaten Tapin berdasarkan kelas ketinggian
tempat dari permukaan laut tahun 2003 tersaji pada Tabel 7.
Tabel 7 Luas wilayah setiap kecamatan di Kabupaten Tapin berdasarkan kelas ketinggian tempat dari permukaan laut tahun 2003
Jenis Tanah/Luas (Ha) No. Kecamatan
0-7 7-25 25-100 100-150 150-500 500-1.907 Jumlah
1. Binuang 8.258 5.791 1.534 5.093 2.123 - 22.799 2. Tapin Selatan 6.566 13.712 1.477 869 - - 22.624 3. Tapin Tengah 29.552 1.404 - - - - 30.958 4. Bungur - 3.747 4.182 1.197 - - 9.126 5. Piani - - 3.640 7.260 6.488 2.621 20.009 6. Lokpaikat 1.854 3.495 3.719 321 - - 9.389 7. Tapin Utara 867 2.143 724 - - - 3.234 8. Bakarangan 6.257 - - - 6.257 9. Candi Laras
Selatan
24.961 - - - 24.961
10. Candi Laras Utara 68.140 - - - 68.140
Jumlah 146.455 30.292 14.776 14.740 8.611 2.621 217.495
Persentase (%) 67,34 11,93 6,79 6,78 3,96 1,21 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapin dan Bappeda Kabupaten Tapin Tahun 2003.
Tanah
Jenis tanah di Kabupaten Tapin terdiri dari tanah aluvial, organosol,
podsolik merah kuning, serta kompleks podsolik merah kuning, litosol dan
Tabel 8 Luas wilayah setiap jenis tanah menurut kecamatan di Kabupaten Tapin tahun 2003
Jenis Tanah/Luas (Ha) No. Kecamatan
Aluvial Organosol glay humus Podsolik merah kuning Kompleks podsolik merah kuning, litosol dan
latosol
Jumlah
1. Binuang 2.443 18.026 2.30 0 22.799
2. Tapin Selatan 1.00 4 11.905 10.525 0 22.624
3. Tapin Tengah 205 30.751 0 0 30.956
4. Bungur 954 954 8.172 0 9.126
5. Piani 0 0 14.421 5.588 20.009
6. Lokpaikat 4.442 947 4.000 0 9.389
7. Tapin Utara 2.844 195 195 0 3.234
8. Bakarangan 507 5.750 0 0 6.257
9. Candi Laras Selatan 0 68.140 0 0 68.140
10. Candi Laras Utara 0 24.961 0 0 24.961
Jumlah 12.399 159.865 39.643 5.588 217.495 Persentase (%) 5,70 73,50 18,23 2,57 100,00 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapin dan Bappeda Kabupaten Tapin Tahun 2003.
Iklim
Menurut klasifikasi dari Schmidt dan Ferguson Kabupaten Tapin dalam 5
tahun terakhir (tahun 2001-2004) termasuk daerah type iklim D (sedang) dengan
nilai Q = 0,92. Data jumlah curah hujan dan hari hujan tersaji dalam Tabel 9.
Tabel 9 Jumlah curah hujan dan hari hujan di Kabupaten Tapin tahun 2001-2004
Tahun 2001 Tahun 2002 Tahun 2003 Tahun 2004
No. Bulan
Curah Hujan (mm) Hari Hujan (hari) Curah Hujan (mm) Hari Hujan (hari) Curah Hujan (mm) Hari Hujan (hari) Curah Hujan (mm) Hari Hujan (hari)
1. Januari 326 15 249 16 271 13 341 14 2. Pebruari 190 11 209 11 246 10 186 9 3. Maret 281 9 340 14 156 8 387 15 4. April 187 8 233 8 159 7 0 0 5. Mei 89 5 0 0 54 5 81 8 6. Juni 88 5 138 5 62 5 25 3 7. Juli 98 4 0 0 43 4 160 11 8. Agustus 22 2 12 1 29 13 0 0 9. September 89 6 0 0 35 3 13 2 10. Oktober 254 11 224 9 97 7 44 4 11. Nopember 272 14 242 14 208 12 220 13 12. Desember 424 13 322 13 460 16 320 16
Jumlah 2.320 103 1.969 91 1.820 103 1.777 97
Jumlah bulan kering 5 4 6 6
Jumlah bulan basah 5 7 4 4
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Banjarbaru, Kalimantan Selatan tahun 2005. Keterangan : 0 = curah hujan kurang dari 0,5 mm
Kabupaten Tapin dipengaruhi dua musim, yaitu: musim hujan terjadi antara
bulan November sampai dengan bulan April dengan suhu rata-rata 27oC. Musim
panas terjadi antara bulan April sampai dengan bulan November dengan suhu
rata-rata 35oC. Kelembaban udara minimum berkisar antara 38% terjadi pada
dalam bulan Mei sampai September, sementara kelembaban udara maksimum
berkisar antara 86% yang terjadi pada bulan Agustus dan pada bulan September.
Kecepatan angin rata-rata 1,20-77,40 knot dan lama penyinaran rata-rata
1,25-58%.
Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat
Kependudukan
Jumlah Penduduk
Pada tahun 2003 jumlah penduduk Kabupaten Tapin mencapai 147.089
jiwa, dengan rincian laki-laki (72.879 jiwa) dan perempuan (74.210 jiwa). Jika
dilihat dari sebaran penduduk Kabupaten Tapin, terbanyak terdapat di Kecamatan
Binuang (sekitar 20,49%), kemudian disusul oleh Kecamatan Tapin Selatan
dengan jumlah penduduk mencapai 15,76% dan Kecamatan Tapin Utara sebesar
13,12%; sedangkan penduduk terendah berada di Kecamatan Piani sebesar 3,13%
atau 4.609 jiwa, seperti tersaji pada Tabel 10.
Tabel 10 Jumlah penduduk dan kepala keluarga di Kabupaten Tapin tahun 2003
Rata-rata Per Km2
No. Kecamatan Luas (Km2)
Jumlah Kepala Keluarga
(KK)
Jumlah Penduduk
(jiwa)
Penduduk (jiwa)
KK (KK)
1. Binuang 342, 08 7.954 30.138 88 23
2. Tapin Selatan 366,00 6.388 21.179 63 17
3. Tapin Tengah 342,55 4.945 17.978 52 14
4. Bungur 149,98 2.523 8.974 60 17
5. Piani 131,24 1.258 4.609 35 10
6. Lokpaikat 117,48 2.012 7.275 62 17
7. Tapin Utara 71,49 5.375 19.304 270 75
8. Bakarangan 122,54 2.072 8.338 68 17
9. Candi Laras Selatan 327,85 3.068 11.828 36 9
10. Candi Laras Utara 730,48 3.983 15.466 21 6
Jumlah 2.700,48 39.578 147.089 54 15
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapin Tahun 2003.
Tenaga Kerja
Masalah ketenagakerjaan merupakan masalah yang sangat komplek di
Indonesia. Semenjak krisis jumlah pengangguran di Indoensia selalu mengalami
peningkatan, begitu pula kondisinya dengan Kabupaten Tapin.
Pada tahun 2003, jumlah pekerja yang terdaftar di Kabupaten Tapin
sebanyak 1.164 orang, dengan rincian 364 orang berpendidikan SD, 260 orang
berpendidikan SMP, 2007 orang berpendidikan SLTA, 122 orang sarjana Muda
Tabel 11 Jumlah pencari kerja di Kabupaten Tapin berdasarkan tingkat pendidikannya tahun 2003
Tingkat Pendidikan (orang) No. Kecamatan
SD SMP SLTA Sarjana Muda
Sarjana (S-1) Jumlah
1. Binuang 29 45 - 62 143 279 2. Tapin Selatan 92 15 18 12 19 156 3. Tapin Tengah 88 23 55 25 27 218
4. Bungur 24 21 6 5 19 75
5. Piani 16 14 4 1 1 36
6. Lokpaikat 20 10 1 - 3 34
7. Tapin Utara 60 51 76 5 23 215 8. Bakarangan 17 18 26 5 7 73 9. Candi Laras Selatan 2 8 12 4 10 36 10. Candi Laras Utara 16 6 9 3 8 42
Jumlah 364 211 207 122 260 1.164
Sumber : Dinas Penanaman Modal Tenaga Kerja dan Lingkungan Hidup KabupatenTapin Tahun 2003.
Jenis Lapangan Usaha Utama
Berdasarkan lapangan usaha utamanya, jumlah penduduk 15 tahun keatas
tertinggi terdapat pada lapangan usaha utama di bidang pertanian, yaitu sebanyak
62.087 orang atau sebesar 60,85%; sedangkan terendah memiliki lapangan usaha
utama di bidang keuangan, yaitu sebanyak 92 orang atau sebesar 0,09%, seperti
disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 Jumlah penduduk 15 tahun keatas menurut lapangan usaha utama di Kabupaten Tapin tahun 2003
No. Jenis Lapangan Usaha Utama Jumlah
(orang)
Prosentase (%)
1. Pertanian 62.087 60,85
2. Pertambangan dan penggalian 3.051 2,99
3. Industri 3.224 3,16
4. Listrik, gas dan air 173 0,17
5. Konstruksi 2.184 2,14
6. Angkutan dan komunikasi 2.796 2,74
7. Keuangan 92 0,09
8. Jasa 9.938 9,74
9. Perdagangan 13.172 12,91
10. Lainnya 5.316 5,21
Jumlah 100.033 100,00
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin Tahun 2004.
Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu indikator berhasil tidaknya pembangunan
suatu bangsa. Penduduk dengan pendidikan yang maju akan memberikan
[image:35.612.134.509.111.272.2]pendidikan bagi suatu bangsa, maka diperlukan sarana dan prasarana yang
menunjang dalam proses pendidikan.
Pada tahun 2003, jumlah sekolah di Kabupaten Tapin sebanyak 311 unit,
dengan jumlah murid sebanyak 29.394 orang dan jumlah guru 2.353 orang, seperti
tersaji pada Tabel 13.
Tabel 13 Jumlah sekolah, siswa dan guru di Kabupaten Tapin tahun 2003
No. Kecamatan Jumlah sekolah
(unit)
Jumlah murid (orang)
Jumlah guru (orang)
1. TK negeri 1 90 2
2. TK swasta 74 2.287 179
3. SD negeri 179 18.642 1.400
4. MI negeri 7 899 45
5. MI swasta 6 561 21
6. SLTP negeri 18 2.114 264
7. SLTP swasta 2 81 16
8. MTs negeri 6 1.598 62
9. MTs swasta 7 836 120
10. SMA negeri 4 1.027 96
11. SMA swasta 1 58 9
12. SMK negeri 2 346 51
13. MA negeri 3 647 67
14. MA swasta 1 208 21
Jumlah 311 29.394 2.353
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapin Tahun 2003.
Kesehatan
Sarana dan Prasarana Kesehatan
Pada tahun 2003, banyaknya sarana kesehatan di Kabupaten Tapin sebanyak
58 unit, dengan rincian : rumah sakit (1 unit), puskesmas (11 unit), dan puskesmas
pembantu (48 unit). Selain itu, sarana kesehatan yang terdapat di Kabupaten
Tapin ditunjang oleh beberapa tenaga medis , yaitu dokter umum (11 orang),
dokter gigi (2 orang), perawat (57 orang), bidan (62 orang), dan dukun bayi (179
orang). Jumlah total apotik yang terdapat di Kabupaten Tapin sebanyak 11 unit
dan toko obat atau jamu sebanyak 20 unit, dimana jumlah apotik dan toko
obat/jamu terbanyak terdapat di Kecamatan Tapin Utara (kota Rantau ), seperti
tersaji pada Tabel 14.
Jenis-jenis Penyakit yang banyak Diderita Masyarakat
Pada tahun 2003, jumlah pasien yang berobat dan rawat inap di RSU Datu
[image:36.612.137.508.202.390.2]dibandingkan dengan tahun 2002. Dari jumlah tersebut, kebanyakan dari pasien
menderita gastro ent atau dehidrasi (34,66%), kemudian disusul menderita
Gastritis (15,34 %). Pola penyakit rawat jalan di RSUD Datu Sanggul Rantau
tahun 2004 diperoleh data sebagai berikut: diare (87 orang), TB paru (64 orang),
diabetes melitius (64 orang), hipertensi esensial (83 orang), konjinguitas (50
orang), ISPA (615 orang), asma (85 orang), stomakitis (56 orang), gastritis (248
orang), penyakit kulit dan sub kutan lainnya (154 orang), artritis reomastoid (97
orang) dan dispepsia (53 orang). Jenis penyakit yang berkembang pada sejumlah
Puskesmas di Kabupaten Tapin mulai tahun 2001 sampai 2003 disajikan pada
Tabel 15.
Tabel 14 Jumlah apotik dan toko obat/jamu yang terdaat di Kabupaten Tapin tahun 2003
Jumlah No. Kecamatan
Apotik (unit)
Toko obat/jamu (unit)
Total (unit)
1. Binuang 1 6 7
2. Tapin Selatan 1 1 2
3. Tapin Tengah 1 1 2
4. Bungur 1 0 1
5. Piani 1 1 2
6. Lokpaikat 1 0 1
7. Tapin Utara 2 8 10
8. Bakarangan 1 0 1
9. Candi Laras Selatan 1 1 2
10. Candi Laras Utara 1 1 2
Jumlah 11 20 31
Sumber : Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Tapin Tahun 2003.
Tabel 15 Jumlah penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat di Kabupaten Tapin tahun 2001-2003
Jumlah pada tahun
No. Nama
2001 (orang)
2002 (orang)
2003 (orang)
Total Rata-rata
1. ISPA 20.030 10367 24.687 55.084 18.361 2. Penyakit lainnya 10.628 9.992 19.419 40.039 13.346 3. Penyakit pada sistem
jaringan otot dan lainnya
4.476 4.274 9.113 17.863 5.954
4. Darah tinggi 3.410 3.047 5.373 11.830 3.943 5. Kulit alergi 3.108 2.310 4.425 9.843 3.281 6. Diare 2.796 1.405 3.291 7.492 2.497 7. Kulit infeksi 2.737 1.284 2.649 6.670 2.223 8. Penyakit lain pada saluran
pernafasan bagian bawah
2.438 1.195 2.649 6.282 2.094
9. Gangguan gigi 2.433 1.202 2.646 6.281 2.094 10. Asma 2.273 1.175 2.584 6.032 2.011
Jumlah 54.329 36.251 76.836 167.416 55.805
[image:37.612.136.508.313.452.2] [image:37.612.138.507.510.688.2]Penggunaan Lahan
Jenis penggunaan lahan di Kabupaten Tapin tahun 2004 dapat
dikelompokkan kedalam 2 (dua) macam, yaitu lahan sawah seluas 99.480 ha atau
sebesar 34,98% dan lahan kering seluas 175.589 ha atau 65,02%, seperti tersaji
pada Tabel 16.
Tabel 16 Jenis penggunaan lahan di Kabupaten Tapin Tahun 2004
No. Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Prosentase (%)
A. Lahan sawah
1. Irigasi teknis 4.947 1,83 2. Irigasi 1/2 teknis 0 0,00 3. Irigasi sederhana PU 1.550 0,57 4. Irigasi non PU 3.121 1,16
5. Tadah hujan 17.701 6,55
6. Pasang surut 15.673 5,80
7. Lebak, polder dll 22.815 8,45 8. Sawah sementara 28.673 10,62
Jumlah 94.480 34,98
B. Lahan Kering
1. Pekarangan 10.318 3,82
2. Tegal/kebun 10.584 3,92
3. Ladang/huma 6.932 2,57
4. Pengembalaan/rumput 365 0,14
5. Rawa-rawa 33.415 12,37
6. Tambak 0 0,00
7. Kolam/tebat/empang 65 0,02
8. Hutan rakyat 12.655 4,69
9. Hutan negara 10.406 3,85
10. Perkebunan 35.802 13,26
11. Lain- lain 31.513 11,67
12. Belum diusahakan 23.534 8,71
Jumlah B 175.589 65,02
Jumlah A+B 270.069 100,00
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan tahun 2004.
Pertanian
Tanaman dan Bahan Makanan
Pada tahun 2003, produksi padi dan palawija di kabupaten Tapin didominasi
oleh padi sawah dan ladang, dengan produksi sebesar (262.547 ton). Kemudian
diikuti oleh tanaman kacang tanah dengan produksi (5.054 ton) untuk produksi
paling kecil yakni ubi jalar yakni (7 ton), hal ini mengingat luas tanam yang
diusahakan juga kecil yaitu (8 Ha).
Banyaknya produksi dan panen sayuran -sayuran dan buah-buahan untuk
komoditas sayur-sayuran yang terbanyak di Kabupaten Tapin adalah sayur kacang
[image:38.612.142.506.200.490.2]mangga kemudian secara berturut-turut diikuti oleh pisang, jeruk dan rambutan.
Data