• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EFISIENSI USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) BATIK DI DESA KAUMAN KOTA PEKALONGAN DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS EFISIENSI USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) BATIK DI DESA KAUMAN KOTA PEKALONGAN DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EFISIENSI USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM)

BATIK DI DESA KAUMAN KOTA PEKALONGAN

DENGAN METODE

DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

OLEH:

QOMARUDIN

NIM. F0107011

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

ABSTRAK

ANALISIS EFISIENSI USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) BATIK DI DESA KAUMAN KOTA PEKALONGAN DENGAN METODE DATA

ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

Qomarudin F0107011

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efisiensi teknis, efisiensi revenue, efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomis usaha kecil dan menengah (UKM) batik di Desa Kauman Kota Pekalongan. Kedua, untuk mengetahui variabel-variabel apakah yang menjadi sumber inefisiensi pada masing-masing pengusaha batik di Desa Kauman Kota Pekalongan dan bagaimana mencari solusi untuk mencapai efisiensi pada pengusaha yang belum efisien. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Envelopment Analysis (DEA), yaitu metode non parametrik yang berbasis pada programasi linier. DEA mengukur rasio efisiensi relatif Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) sebagai rasio output tertimbang dengan input tertimbang. Pada dasarnya prinsip kerja model DEA adalah membandingkan data input dan output dari suatu organisasi data (decision making unit/DMU) dengan data input dan output lainnya pada DMU yang sejenis. Perbandingan ini dilakukan untuk mendapatkan suatu nilai efisiensi.

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa dari 35 responden menunjukkan sebanyak 12 UKM sudah efisien secara teknis sedangkan 23 UKM lainnya belum efisien . secara efisiensi revenue sebanyak 17 UKM sudah efisen dan 18 UKM belum efisien. Menurut efisiensi alokatif tidak ada yang mencapai efisiensi dan menurut efisiensi ekonomis sebanyak 12 UKM telah mencapai efisiensi dan 23 UKM lainnya belum efisien. Adapun penyebab inefisiensi adalah variabel bahan baku. Untuk menjadikan UKM yang belum efisien menjadi efisien dapat dilakukan dengan menyesuaikan nilai aktual variabel input UKM yang belum efisien sesuai dengan nilai target yang direkomendasikan DEA.

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa tingkat efisiensi UKM di Desa Kauman masih rendah. Saran yang diajukan untuk UKM yang belum efisien adalah para pengusaha diharapkan dapat memanfaatkan input yang dimiliki sehingga dapat tercapai efisiensi.

(3)

commit to user

iii

ABSTRACT

Efficiency Analysis of Small and Medium Enterprises (SMEs) Batik In The Kauman Village Pekalongan City With Method Data Envelopment Analysis (DEA)

QOMARUDIN F0107011

This study aims to measure the technical efficiency, revenue efficiency, allocative efficiency and economic efficiency of small and medium enterprises (SMEs) in the Village Kauman batik Pekalongan. Second, to determine whether these variables are a source of inefficiency in each of batik in Pekalongan Kauman Village and how to find solutions to achieve efficiencies on the employers who have not been efficient. The method of analysis used in this study is Data Envelopment Analysis (DEA), which is non-parametric method based on linear programasi. DEA measures the relative efficiency ratio of Economic Activity Unit (UKE) as the ratio of weighted outputs to weighted inputs. Basically, the working principle of the DEA model is to compare the data input and output of an organization's data (decision making unit / DMU) with other data input and output similar to the DMU. This comparison is performed to obtain an efficiency value.

Based on the analysis results can be concluded that of 35 respondents indicated a total of 12 SMEs are technically efficient, while 23 other SMEs have not been efficient. the efficiency of revenue as much as 17 SMEs have efisen and 18 SMEs have not been efficient. According to the allocative efficiency of nothing to achieve efficiency and economical efficiency by as much as 12 SMEs have achieved an efficiency of SMEs and 23 others have not been efficient. The cause of inefficiency is a variable raw material. To make efficient SMEs that have not become efficient can be done by adjusting the actual value of the input variables of SMEs that have not been efficient in accordance with the

recommended target value of the DEA.

From the results of the study concluded that the level of efficiency of SMEs in the village Kauman still low. Suggestions put forward for SMEs that have not been efficient entrepreneurs are expected to make use of owned inputs so as to achieve efficiency.

(4)

commit to user

(5)

commit to user

(6)

commit to user

vi

MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan(QS. Al-Insyiroh 6)

Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi kemanfaatan untuk

orang lain (hadist)

Hakikat ilmu bukan apa yang dihafalkan, akan tetapi yang dipahami dan

ditempatkan dalam hati

(Muhammad Syakir dalam “Washoya Al-Abaa’ lil Ibna’)

Man jadda wajada

Man shobaro zhafiro

Man saroo ‘ala darbi washola

(7)

commit to user

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan menyebut nama Allah SWT

kupersembahkan karya ini untuk:

Ø Ibu dan Bapakku tercinta yang tiada

henti memberikan segala yang terbaik

untuk

putra-putrinya

Ø Kakak dan adikku tersayang

Ø Almamaterku UNS

Ø Temen-temen seperjuanganku dimana

(8)

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penuis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan banyak rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “ANALISIS EFISIENSI USAHA KECIL DAN MENENGAH

(UKM) BATIK DI DESA KAUMAN KOTA PEKALONGAN DENGAN METODE

DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)” untuk melengkapi tugas-tugas dan

memenuhi syarat-syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa

adanaya dorongan, bimbingan, petunjuk serta bantuan dari berbagai pihak skripsi ini

tidak dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Drs. Wisnu Untoro,MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

2. Drs. Supriyono selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas

Maret Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dr. Yunastiti Purwaningsih, MP selaku dosen pembimbing akademik.

4. Drs. Sutomo, MS yang telah banyak memberikan motivasi dan semangat selama

untuk terus maju dan pantang menyerah dalam menggapai cita-cita.

5. Dr. AM. Soesilo, MS selaku dosen pembimbing dalam proses penyusunan skripsi

sehingga dapat berjalan dengan baik.

6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Ustadz Nur Khotib yang sabar dalam mendidik dan melatih jiwaku menuju

pribadi yang sholeh.

8. Temen-temen mahasiswa STAN dan Universitas Tokyo yang memotivasiku

untuk dapat terus berpacu dengan kalian.

9. Temen-temen EP 07. Tetap semangat dan sampai berjumpa kembali di puncak

kesuksesan.

(9)

commit to user

ix

11. Temen-temen UKM Tae Kwon Do, PD, BPPI, KEI dan BEM FE. Terima kasih

atas persahabatan selama ini.

12. Santriwan-santriwati Majelis Ta’lim Raudhatut Thalibin. Semoga ukhuwah ini

tetap terjaga tak lekang oleh waktu.

13. Mas Ajie Najmuddin yang menuntunku menemukan jalan islam yang

sesungguhnya.

14.My Little Angel, kaulah sumber inspirasi dan penyemangat jiwaku.

15.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan secara keseluruhan yang telah

membantu kelancaran penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,

untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga skripsi ini

bermanfaat bagi semua pihak.

Surakarta, Juli 2011

Penulis

(10)

commit to user

(11)

commit to user

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Wilayah ... 71

1. Letak Geografis Administratif ... 71

(12)

commit to user

xii

3. Keadaan Ekonomi... 55

a. Produk Domestik Bruto (PDRB)... 74

b. Inflasi... 79

4. Kondisi Usaha Batik Pekalongan... 80

5. Gambaran Umum Daerah dan Objek Penelitian... 82

B. Analisis Deskriptif ... 83

C. Analisis Data Dengan Metode DEA... 87

D. Sumber inefisiensi dan Pemecahannya... 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Karakteristik Usaha dan Perbedaan Ukuran Usaha UMKM ... 21

Tabel 4.1 Banyaknya Penduduk Kota Pekalongan Menurut Jenis Kelamin

Tahun 2009... 73

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Dewasa & Anak-anak Kota Pekalongan Tahun

2009... 74

Tabel 4.3 PDRB Menurut Lapangan Usaha di Kota Pekalongan Atas Dasar

Harga Berlaku (Th 2000=100) Tahun 2007-2009... 76

Tabel 4.4 Indeks Perkembangan PDRB Menurut Lapangan Usaha

di Kota Pekalongan Atas Dasar Harga Berlaku... 78

Tabel 4.5 Persentase Perubahan IHK (Inflasi) di Kota Pekalongan

Tahun 2009... 80

Tabel 4.6 Banyaknya Tenaga Kerja yang Digunakan dalam Proses

Produkdi Selama Satu Bulan (orang)... 85

Tabel 4.7 Banyaknya Malam yang Digunakan dalam Proses Produksi

Selama Satu Bulan (Kg) ... 85

Tabel 4.8 Banyaknya Kain yang Digunakan dalam Proses Produksi

Selama Satu Bulan (Yard) ... 86

Tabel 4.9 Banyaknya Jumlah Produksi yang Digunakan dalam Proses Produksi

Selama Satu Bulan (Buah) ... 87

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

2.1 Kurva Total Product, Marjinal Product, AverageProduct ... 30

2.2 Kurva Isoquant ... 36

2.3 Fungsi Produksi Input Tunggal ... 42

2.4 Efisiensi Teknik dan Alokatif ... 45

(15)

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Hasil Olah Data Efisiensi Teknis ... Lampiran 1

Hasil Olah Data Efisiensi Revenue ... Lampiran 2

Efisiensi Alokatif ... Lampiran 3

Hasil Olah Data Efisiensi Teknis, Revenue, Alokatif dan

Ekonomis ... Lampiran 4

Data Responden ... Lampiran 5

Kuesioner ... Lampiran 6

(16)

commit to user

xvi

(17)

commit to user

ii

ABSTRAK

ANALISIS EFISIENSI USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) BATIK DI DESA KAUMAN KOTA PEKALONGAN

DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

Qomarudin F0107011

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efisiensi teknis, efisiensi revenue, efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomis usaha kecil dan menengah (UKM) batik di Desa Kauman Kota Pekalongan. Kedua, untuk mengetahui variabel-variabel apakah yang menjadi sumber inefisiensi pada masing-masing pengusaha batik di Desa Kauman Kota Pekalongan dan bagaimana mencari solusi untuk mencapai efisiensi pada pengusaha yang belum efisien. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Envelopment Analysis (DEA), yaitu metode non parametrik yang berbasis pada programasi linier. DEA mengukur rasio efisiensi relatif Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) sebagai rasio output tertimbang dengan input tertimbang. Pada dasarnya prinsip kerja model DEA adalah membandingkan data input dan output dari suatu organisasi data (decision making unit/DMU) dengan data input dan output lainnya pada DMU yang sejenis. Perbandingan ini dilakukan untuk mendapatkan suatu nilai efisiensi.

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa dari 35 responden menunjukkan sebanyak 12 UKM sudah efisien secara teknis sedangkan 23 UKM lainnya belum efisien . secara efisiensi revenue sebanyak 17 UKM sudah efisen dan 18 UKM belum efisien. Menurut efisiensi alokatif tidak ada yang mencapai efisiensi dan menurut efisiensi ekonomis sebanyak 12 UKM telah mencapai efisiensi dan 23 UKM lainnya belum efisien. Adapun penyebab inefisiensi adalah variabel bahan baku. Untuk menjadikan UKM yang belum efisien menjadi efisien dapat dilakukan dengan menyesuaikan nilai aktual variabel input UKM yang belum efisien sesuai dengan nilai target yang direkomendasikan DEA.

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa tingkat efisiensi UKM di Desa Kauman masih rendah. Saran yang diajukan untuk UKM yang belum efisien adalah para pengusaha diharapkan dapat memanfaatkan input yang dimiliki sehingga dapat tercapai efisiensi.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Adanya krisis moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997

menyebabkan perekonomian Indonesia mengalami kegoncangan dan

memberikan dampak yang sangat luas serta mempengaruhi hampir seluruh

sendi-sendi perekonomian nasional. Hal ini membuktikan bahwa

pembangunan ekonomi Indonesia selama ini ternyata tidak ditopang dengan

penataan struktur ekonomi yang baik.

Menurut Achwan dalam Efi Eka Wanty (2006:1) menyebutkan bahwa

pertumbuhan ekonomi menunjukkan kontraksi yang dalam sebesar 13,7 %

dengan pertumbuhan negatif pada semua sektor ekonomi, sementara laju

kenaikan harga-harga melonjak tinggi, mencapai 77,6 %. Pada sisi lain, angka

pengangguran dan jumlah penduduk miskin meningkat tajam sebagai akibat

dari semakin banyaknya perusahaan yang mengurangi bahkan menghentikan

produksinya.

Selain itu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) 2004 – 2009, menyebutkan bahwa sasaran Pembangunan Nasional

adalah “Terlaksananya pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan

ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah dan koperasi dengan

(19)

Udjijanto dalam Ahmad Purnomo (2002:4) menyebutkan bahwa dalam

penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM, pada tahun

2000 share UKM dalam perolehan PDB Indonesia sebesar 63,5%. Hal lain

yang menarik perhatian bahwa dalam suasana minimnya lapangan kerja,

UKM Indonesia menyerap sekitar 73,6 juta pekerja. Di samping itu, muatan

lokal produk UKM cukup tinggi, sehingga keuntungan nasional dari

produk-produk UKM juga tinggi.

Menurut Tambunan dalam Agus Setiawan (2010:1) menyebutkan

bahwa pengembangan usaha kecil sangat penting dilakukan di Indonesia

mengingat usaha kecil memiliki fungsi sosial ekonomi. Proporsi usaha skala

kecil sebesar 99% dari seluruh unit usaha dan mempunyai daya serap tenaga

kerja sangat besar.

Dengan berbagai upaya dan program pemerintah yang tercantum

dalam propenas (program pokok pembangunan nasional) tahun 2000–2004,

khususnya dalam pembinaan UKM yang disinergiskan dengan potensi dan

peran yang strategis, maka UKM akan menjadi kekuatan untuk

menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus dapat menjadi

tumpuan dalam meningkatkan kesejahteraannya. Setidaknya selama ini UKM

telah mampu memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja

terbesar secara nasional dan meningkatkan ekspor, serta dalam pembentukan

PDB nasional. Di sisi lain, struktur ekonomi Indonesia yang dalam

kenyataannya didominasi oleh ekonomi rakyat, merupakan kekuatan ekonomi

(20)

untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing nasional, yang selama ini

terabaikan. Peran ini telah dijalankan UKM, setidaknya pada masa krisis

ekonomi 2000-2008 menjadi katup pengaman perekonomian nasional, serta

sebagai dinamisator pertumbuhan ekonomi pasca krisis.

Gerak sektor UKM sangat penting untuk menciptakan pertumbuhan

dan lapangan pekerjaan. UKM cukup fleksibel dan dapat dengan mudah

beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar. UKM dapat

menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan sektor usaha yang

lainnya, dan juga cukup terdiversifikasi serta memberikan kontribusi penting

dalam ekspor dan perdagangan.

Provinsi Jawa Tengah memiliki sumber alam yang beraneka ragam

dan jumlah penduduk mencapai 30 juta jiwa, dengan kondisi demikian iklim

usaha di wilayah Jawa Tengah khususnya UKM memiliki potensi yang besar

untuk dapat berkembang. Usaha UKM di wilayah Jawa Tengah tersebar pada

banyak sektor usaha, antara lain pertanian, industri, perdagangan,

pertambangan dan sebagainya. Salah satu sektor usaha unggulan Jawa Tengah

adalah sektor usaha tekstil dan garment, khususnya batik yang sebagian besar

dikelola oleh usaha UKM.

Batik adalah karya seni budaya bangsa Indonesia yang dikagumi dunia

dan patut dilestarikan keberadaannya serta dibudidayakan secara maksimal,

dan batik merupakan industri kerajinan yang merupakan usaha turun-temurun

dari generasi ke generasi, namun belum sepenuhnya ditangani secara

(21)

Diantara daerah penghasil batik, Kota Pekalongan adalah salah

satunya. Kota Pekalongan adalah sebuah kota di pesisir pantai utara (pantura)

pulau jawa yang mempunyai rentang kehidupan sebagaimana masyarakat

pesisir yang kental dengan kehidupan niaga. Salah satu mata pencaharian

penduduk bukan hanya pada sektor perikanan namun juga kerajinan.

Kota Pekalongan merupakan salah satu kota perdagangan dan bahari

yang terletak di daerah pantura ini menjadi ikon kota batik di Jawa Tengah.

Adanya label kota batik ini bukan sebatas ikon belaka. Tetapi lebih dari itu.

Hal ini dikarenakan kota Pekalongan menjadi kota penghasil batik yang

terkenal di Jawa Tengah.

Pasang surut perkembangan batik Pekalongan memperlihatkan

Pekalongan layak menjadi ikon bagi perkembangan batik di nusantara. Ikon

bagi karya seni yang tak pernah menyerah dengan perkembangan zaman dan

selalu dinamis. Kini batik sudah menjadi nafas kehidupan sehari-hari warga

Pekalongan dan merupakan salah satu produk unggulan. Hal itu disebabkan

banyaknya industri yang menghasilkan produk batik. Karena terkenal dengan

produk batiknya, Pekalongan dikenal sebagai Kota Batik. Julukan itu datang

dari suatu tradisi yang cukup lama berakar di Pekalongan. Selama periode

yang panjang itulah, aneka sifat, ragam kegunaan, jenis rancangan, serta mutu

batik ditentukan oleh iklim dan keberadaan serat-serat setempat, faktor

sejarah, perdagangan dan kesiapan masyarakatnya dalam menerima paham

(22)

Gerak roda perekonomian di Kota Pekalongan, sangat dipengaruhi

industri batik, sehingga batik mempunyai peranan yang sangat penting di

dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan menggiatkan kembali sektor riil

usaha kecil menengah masyarakat (UKM) yang mempunyai daya lentur dalam

menghadapi berbagai guncangan badai krisis ekonomi. Oleh karenanya, para

pelaku usaha terus didorong serta diberi kemudahan untuk meningkatkan

produksinya. Dan yang tidak kalah pentingnya Pemkot Pekalongan

memfasilitasi mencarikan lokasi pemasaran bagi industri batik di Jakarta

dengan menggandeng berbagai jaringan instansi maupun lembaga yang terkait

sebagai penunjang. Diantaranya dengan Kementerian Koperasi dan UKM,

Kementrian Perdagangan, Pariwisata dan Kadin serta berbagai lembaga

lainnya.

Menjadi kota perdagangan batik tentu saja hal ini tak bisa dilepaskan

dari adanya peran serta keberadaan para pengusaha batik. Berbagai pengusaha

batik turut mewarnai adanya industri batik di kota ini. Desa Kauman

merupakan kampung wisata batik di kota Pekalongan. Kauman menjadi

kampung batik dikarenakan ditempat ini menjadi sentra pengusaha batik di

Kota Pekalongan. Selain letaknya yang strategis, sebagian besar masyarakat di

Desa Kauman bermata pencaharian yang berkaitan dengan usaha batik. Baik

itu sebagai pengusaha ataupun buruh.

Desa Kauman merupakan sebuah upaya masyarakat lokal dalam

(23)

sebagai kekuatan ekonomi masyarakat Desa Kauman khususnya dan kota

Pekalongan pada umumnya.

Sebuah Desa dimana dapat dengan mudah melakukan belanja batik

langsung ke pengrajin dan melihat proses produksi. Hal lain yang menarik

adalah adanya tempat pembelajaran batik yang disediakan untuk pengunjung

atau wisatawan yang ingin belajar batik dan merasakan hidup di lingkungan

pengrajin batik sehingga bisa merasakan batik tidak hanya sebagai fashion,

tapi batik sebagai proses budaya dan sosial.

Berbagai macam usaha batik di Desa Kauman hampir tersebar rata

mulai dari yang berskala kecil hingga yang berskala besar. Berawal dari hal

tersebut diatas perlu diadakan penelitian di Desa Kauman Kota Pekalongan

mengenai usaha kecil dan menengah (UKM) batik. Dari hal inilah kemudian

menjadi daya tarik tersendiri untuk menjadikan sebagai bahan penelitian yang

perlu dikaji lebih dalam lagi.

Menindaklanjuti tujuan untuk ikut membantu pengusaha dalam usaha

meningkatkan produksi batik, perlu adanya penelitian tentang efisiensi

produksi batik dan Desa Kauman sebagai daerah penelitiannya. Sebagian

besar pengusaha batik di Desa Kauman masih tergolong industri rumah

tangga. Artinya usaha ini proses produksinya berada di rumah pengusaha

tersebut. Skala usaha ini pun masih skala kecil dan menengah.

Dalam pengelolaan manajemen pengusaha batik masih bersifat

(24)

yang mereka kuasai disertai mengandalkan ilmu warisan dari para leluhurnya

yang merupakan penghasil batik. Dari hal inilah tingkat efisiensi antara

pengusaha satu dengan yang lainnya belum dapat diketahui. Adanya pola pikir

yang masih sederhana dan usaha yang relatif kecil menjadi salah satu

penyebab hal tersebut.

Penelitian yang berhubungan dengan usaha kecil dan menengah

sebenarnya telah banyak dilakukan, baik pada tenaga kerja maupun

keuntungan. Oleh karena itu penelitian ini berusaha untuk meneliti tentang

efisiensi teknis, efisiensi revenue, efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomis

usaha kecil dan menengah (UKM) batik, sehingga diketahui keberhasilan

sistem produksi yang lebih cocok pada usaha kecil dan menengah (UKM)

batik, yang tentunya bermanfaat dan dapat menjadi masukan tersendiri bagi

peningkatan produksi batik dan selanjutnya dapat meningkatkan taraf hidup

pengusaha batik.

Berdasarkan uraian diatas penelitian ini mengambil judul “analisis

efisiensi usaha kecil dan menengah (UKM) batik di Desa Kauman Kota

(25)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan

masalah-masalah:

1. Bagaimana tingkat efisiensi teknis, efisiensi revenue, efisiensi alokatif dan

efisiensi ekonomis pada masing-masing usaha kecil dan menengah (UKM)

batik di Desa Kauman ?

2. Variabel apakah yang menjadi sumber-sumber inefisiensi pada

masing-masing pengrajin dalam usaha kecil dan menengah (UKM) batik di Desa

Kauman ?

3. Bagaimanakah langkah-langkah untuk mencapai efisiensi pada usaha kecil

dan menengah (UKM) batik yang belum efisien?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui tingkat efisiensi teknis, revenue, alokatif dan ekonomis pada

masing-masing usaha kecil dan menengah (UKM) batik di Desa Kauman

Kota Pekalongan.

2. Mengetahui variabel apakah yang menjadi sumber-sumber inefisiensi pada

masing-masing pengrajin dalam usaha kecil dan menengah (UKM) batik di

Desa Kauman Kota Pekalongan.

3. Mengetahui langkah-langkah untuk mencapai efisiensi pada usaha kecil

(26)

D. Manfaat Penelitian

a. Bagi pengusaha

Diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran dalam meningkatkan

keberhasilan usaha melalui peningkatan pendapatan yang diperoleh.

Selain itu, dapat pula sebagai masukan dalam upaya peningkatan kualitas

dan kuantitas hasil produksi serta bahan pertimbangan dalam

mendapatkan efisiensi usaha.

b. Bagi pemerintah

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya

peningkatan pendapatan pengusaha batik Desa Kauman Kota

Pekalongan. Sehingga nantinya dapat menjadi salah satu pemasukan bagi

daerah Kota Pekalongan

c. Bagi akademis

Hasil ini dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya sehingga

hasilnya dapat lebih bagus dari penelitian yang ada sekarang.

d. Bagi peneliti

merupakan penerapan dan evaluasi terhadap teori yang diperoleh selama

ini dalam bangku kuliah pada kondisi yang nyata, khususnya masalah

ekonomi mikro dan sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana ekonomi

jurusan Ekonomi Pembangunan pada Universitas Sebelas Maret

(27)

BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Konsep dan Pengertian Usaha Kecil Menengah

1. Definisi UKM

Menurut UU RI No 20 Tahun 2008 Usaha Kecil adalah usaha ekonomi

produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau

badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung

maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang

memenuhi kriteria Usaha Kecil.

Adapun kriteria usaha kecil menurut UU RI No 20 Tahun 2008 adalah

sebagai berikut:

1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga

ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00

(dua milyar lima ratus juta rupiah).

Sedangkan World Bank tahun 2008 memberikan kriteria untuk usaha

kecil sebagai berikut:

(28)

2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta

3. Jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta

Menurut UU RI No 20 Tahun 2008 usaha menengah adalah usaha

ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang

perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau

cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung

maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah

kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan.

Menurut UU No 20 Tahun 2008 Kriteria usaha menengah adalah

sebagai berikut:

1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh

milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua

milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak

Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

Sedangkan World Bank tahun 2008 memberikan kriteria untuk usaha

menengah sebagai berikut:

1. Jumlah karyawan maksimal 300 orang

2. Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta

(29)

UKM di negara berkembang, seperti di Indonesia, sering dikaitkan

dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam negeri seperti tingginya

tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan distribusi

pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan

dan perdesaan, serta masalah urbanisasi. Perkembangan UKM diharapkan

dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya

penanggulangan masalah-masalah tersebut diatas.

Menurut Arif Rahmana (2008) menjelaskan empat hal penyebab

bertahannya UKM di Indonesia dapat terus bertahan di tengah krisis ekonomi

adalah sebagai berikut:

(1) Sebagian UKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods),

khususnya yang tidak tahan lama,

(2) Mayoritas UKM lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam

aspek pendanaan usaha,

(3) Pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk yang ketat, dalam

arti hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja, dan

(4) Terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya pemutusan

hubungan kerja di sektor formal.

Kemudian Arif Rahmana (2008) menjelaskan bahwa UKM di

Indonesia mempunyai peranan yang penting dalam menopang

pereakonomian. UKM merupakan penggerak utama dalam perekonomian

Indonesia. Berkaitan dengan hal ini, ada tiga fungsi utama dalam UKM dalam

(30)

lapangan kerja bagi jutaan orang yang tidak tertampung di sektor formal,

Sektor UKM mempunyai kontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik

Bruto (PDB), dan Sektor UKM sebagai sumber penghasil devisa negara

melalui ekspor berbagai jenis produk yang dihasilkan sektor ini.

Kinerja UKM di Indonesia dapat ditinjau dari beberapa asek, yaitu (1)

nilai tambah, (2) unit usaha, tenaga kerja dan produktivitas, (3) nilai ekspor.

Ketiga aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut

1. Nilai Tambah

Nilai PDB UKM atas dasar harga berlaku mencapai Rp 1.778,7 triliun

meningkat sebesar Rp 287,7 triliun dari tahun 2005 yang nilainya sebesar

1.491,2 triliun. UKM memberikan kontribusi 53,3 persen dari total PDB

Indonesia. Bilai dirinci menurut skala usaha, pada tahun 2006 kontribusi

Usaha Kecil sebesar 37,7 persen, Usaha Menengah sebesar 15,6 persen, dan

Usaha Besar sebesar 46,7 persen. Kinerja perekonomian Indonesia yang

diciptakan oleh UKM tahun 2006 bila dibandingkan tahun sebelumnya

digambarkan dalam angka Produk Domestik Bruto (PDB) UKM

pertumbuhannya mencapai 5,4 persen.

2. Unit Usaha dan Tenaga Kerja

Pada tahun 2006 jumlah populasi UKM mencapai 48,9 juta unit usaha atau

99,98 persen terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga

(31)

3. Ekspor UKM

Hasil produksi UKM yang diekspor ke luar negeri mengalami peningkatan

dari Rp 110,3 triliun pada tahun 2005 menjadi 122,2 triliun pada tahun 2006.

Namun demikian peranannya terhadap total ekspor non migas nasional

sedikit menurun dari 20,3 persen pada tahun 2005 menjadi 20,1 persen pada

tahun 2006.

Menurut Tambunan (2002) UKM di Indonesia menghadapi dua

masalah utama dalam aspek finansial yaitu mobilisasi modal awal dan akses

modal kerja jangka panjang untuk pertumbuhan output jangka panjang.

Memang dalam kenyataan UKM kesulitan modal dalam kegiatan

ekonomi, masalah usaha kecil menengah orang sering mengidentifikasi

sebagai usaha yang memiliki modal kecil dan sangat rapuh dalam kegiatan

perekonomian, tetapi tidak demikian di Indonesia. Usaha kecil Menengah

telah membuktikan dalam mempertahankan kegiatannya meski dalam

kondisi krisis ekonomi di tahun 1997.

Tuntutan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi di

tingkat rumah tangga menjadi motivasi utama. Keterlibatan seseorang dalam

melakukan kegiatan UKM, baik sebagai pekerja atau pengusaha/ pemilik

dan biasanya mereka terbentuk karena keterpaksaan atau memang ingin

(32)

Pertama kegiatan UKM ditingkat Industri rumah tangga (IRT)

terbentuk karena kekuatan untuk mempertahankan hidup yaitu memenuhi

kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan atau dalam

mengembangkan kegiatan usahanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, hal ini

sangat kental dengan jiwa wirausaha.

UKM dalam usahanya selalu diperkuat dengan potensi pasar yang

sudah tersedia, keberadaan bahan baku yang mudah didapat serta ketersediaan

tenaga kerja yang murah termasuk merekrut pekerja-pekerja yang masih

dalam hubungan keluarga.

Dengan demikian, perkembangan usaha ini tidak lepas dari sosialitas

lingkungan yang saling melengkapi, termasuk dalam hal ini dapat

dimanfaatkan juga keberadaan UKM untuk menampung tenaga kerja tidak

terdidik, membentuk paguyuban.

Kepentingan sosial didasari atas ras kebersamaan dalam usaha untuk

saling memenuhi kebutuhaan serta keinginan untuk mempertahankan kegiatan

usahanya. Dalam hal membentuk paguyuban berfungsi untuk mempermudah

mendapatkan modal dengan kredit lunak dan meminimalkan persaingan

misalnya kebijakan paguyuban dalam menentukan harga dan menghadapi

kondisi ekonomi ke depan.

UKM juga tidak lepas dari keinginan untuk membentuk modal usaha

(33)

menengah tidak lepas dari kepentingan untuk memaksimalkan laba.

Kepentingan pribadi adalah kebijakan pengusaha dalam mengelola usahanya,

bagaimana memaksimalkan laba, memanfaatkan kondisi ekonomi dengan

tidak merusak komitmen paguyuban

2. Karakteristik Sosial dan Ekonomi Usaha Kecil Menengah

Menurut Savio (2003) pandangan bisnis tidak hanya demi keuntungan

bagi pemiliknya tetapi juga demi pemenuhan nilai-nilai dalam masyarakat.

Meskipun ada pandangan tanggung jawab sosial akan mengurangi pencapaian

tujuan bisnis.

Tujuan utama usaha karena keinginan untuk meperoleh laba, tetapi

tidak dipungkiri dalam mencapai kegiatan tersebut berdampak pada sektor

sosial seperti pembuatan asset jalan, pembukaan lapangan pekerjaan dan

lainnya. Meskipun sebenarnya sosial tersebut merupakan akibat adanya suatu

usaha, tetapi dampak tersebut bermanfaat bagi kehidupan lingkungan

masyarakat.

Perkembangan dunia bisnis yang mengarah pada era pembangunan

yang berkelanjutan telah menciptakan tanggung jawab sosial pengusaha

terhadap sosial ke masyarakat, salah satu wujud peranan tersebut adalah

masuknya unsur masyarakat sebagai pengontrol suatu usaha agar tetap pada

jalur sosial masyarakat dan tetap menjaga manfaat bagi lingkungan mayarakat

(34)

Savio (2003) stakeholder yaitu pihak-pihak yang memainkan pengaruh

atas sebuah bisnis dan pihak-pihak yang terkena pengaruh dari sebuah bisnis.

Stakeholder mencerminkan keragaman kelompok kepentingan dalam

masyarakat tempat perusahaan beroperasi dengan cara yang secara sosial

lingkungan dapat dipertanggungjawabkan.

Seperti yang sudah dijelaskan diatas UKM dalam usahanya tidak lepas

dari 2 motif yaitu:

a. Motif sosial yaitu etika kegiatan UKM yang pengembangan nya karena

didukung oleh potensi-potensi lingkungan atas rasa kebersamaan,

senasib dan sepenanggungan, UKM saling melengkapi satu dengan yang

lain.

1) Dalam motif ini penciptaan pemerataan pendapatan, penciptaan

kesempatan kerja dan pengentasan kemiskinan menjadi ciri sosial.

2) Termasuk perekrutan tenaga kerja tidak terdidik, tenaga kerja

dengan keterikatan sebagai saudara dan tetangga.

b. Motif ekonomi yaitu usaha ini tidak lepas dari keingginan untuk

membentuk modal dan keinginan untuk mengembangkan usaha. Dalam

kegiatan inipun tidak lepas dari sosial ekonomi seperti :

1) Kemitraan yang tidak lepas dari pola kemitraan yang didasarkan atas

(35)

2) Termasuk bantuan pemerintah, yaitu fasilitas yang didapat dari

pemerintah seperti pinjaman lunak, penyediaan bahan baku

pembentukan koperasi dan penyuluhan.

3) Operasional yang dijalankan oleh paguyuban-paguyuban juga

mencerminkan kegiatan perekonomian sosial yang didasarkan atas

usaha bersama.

Tanggung jawab sosial dan tanggung jawab ekonomi dalam Usaha

Kecil Menengah (UKM) dalam kegiatan usaha nya sangat beda tipis. Hal ini

karena adanya karakteristik dasar dari usaha itu sendiri.

3. Karakteristik Umum Usaha Kecil Menengah

Didasarkan atas pengertian usaha secara umum, dapat disimpulkan

(36)

Tabel 2.1

Karakteristik Usaha dan Perbedaan Ukuran Usaha UMKM

No Keterangan Usaha Mikro Kecil Kecil-Menengah Menengah

1 Jumlah Tenaga 5 Sumber Kredit Sumber informal

dengan tingkat

Tidak terdaftar Terdaftar Terdaftar memenuhi peraturan pemerintah

(37)

Dari ciri-ciri tabel 2.1 dapat dijelaskan, untuk jumlah tenaga kerja

dengan karakter usaha mikro berjumlah antara 1-4 orang, sedangkan usaha

kecil 5 sampai 9 orang, usaha kecil menengah 10 sampai 29 orang, usaha

menengah 30 sampai 49 orang.

Demikian juga untuk tempat usaha, untuk usaha mikro bertempat

dirumah, sedangkan usaha kecil disebelah dekat rumah, usaha kecil menengah

terpisah dari rumah, usaha menengah lokasi usaha terpisah dengan gedung

yang lebih baik.

Proses produksi untuk usaha mikro sederhana, untuk usaha kecil

proses produksi sedikit maju banyak tahapan, usaha kecil menengah lebih

maju dengan beberapa tahapan berbeda, usaha menengah proses produksi

rumit kemungkinan lebih banyak modal insentif.

Sistem akuntansi usaha mikro perputaran uang tunai, usaha kecil

sudah menggunakan sistem dasar akuntansi, usaha kecil menengah juga

menggunakan sistem dasar akuntansi, usaha menengah sistem akuntansi

keuangan terjaga,terencana laporan manajemen terbukti.

Sumber kredit untuk usaha mikro memiliki sumber informal dengan

tingkat bunga tinggi, tidak ada saluran kredit formal. Sumber kredit untuk

usaha kecil merupakan sumber informal dan membutuhkan modal kerja untuk

(38)

informal dan formal tapi sulit didapat. Sumber kredit usaha menengah

memiliki beberapa kesempatan kredit formal

Karakteristik pasar usaha mikro merupakan pasar setempat, untuk

usaha kecil pasar setempat dengan beberapa perluasan, dan usaha kecil

menengah pasar setempat dengan persaingan jelas, kebutuhan bahan baku dan

persediaan besar, ada keterkaitan hulu hilir terhadap perekonomian

masyarakat, untuk usaha menengah pasar wilayah nasional bila perlu

diekspor.

Kekuatan hukum usaha mikro tidak berbadan hukum, beroperasi

dengan ekonomi informal, usaha kecil tidak terdaftar dalam kekuatan hukum,

untuk usaha kecil menengah terdaftar dan memenuhi peraturan pemerintah.

B. Teori Produksi

1. Pengertian Teori Produksi

Pengertian Teori Produksi yaitu suatu teori yang mempelajari cara

seorang pengusaha dalam mengkombinasikan berbagai macam input pada

tingkat teknologi tertentu untuk menghasilkan sejumlah output tertentu

seefisien mungkin. Jadi sasaran teori produksi adalah untuk menentukan

tingkat produksi yang efisien dengan sumber daya yang ada (Ari Sudarman,

1986:51).

Produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumber daya)

(39)

(2003:77) produksi merupakan hasil akhir dari proses aktivitas ekonomi

dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini

dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengombinasikan berbagai

input atau masukan untuk menghasilkan output.

Ari Sudarman (1997:119), mendefinisikan produksi sebagai

penciptaan guna. Guna berarti kemampuan barang dan jasa untuk memenuhi

kebutuhan manusia. Proses perubahan bentuk faktor-faktor produksi disebut

dengan proses produksi. Produksi tidak hanya mencakup pembuatan

barang-barang yang dapat dilihat tetapi termasuk juga didalamnya produksi jasa.

Seorang produsen dalam teori mikroekonomi merupakan wujud

ekonomis dari kombinasi berbagai faktor produksi untuk tujuan

mentransformasikannya menjadi output. Diasumsikan bahwa produsen juga

merupakan pemasok produk kepada konsumen, tampaknya logis untuk istilah

dia sebagai perusahaan. Perusahaan menggabungkan faktor-faktor produksi

untuk menghasilkan satu atau lebih produk dan kemudian menawarkan

produk itu untuk dijual ke konsumen. Ada dua teori penting dalam proses ini

(Coelli dkk, 2005:278):

a. Teori produksi

Teori produksi merupakan hubungan fisik antara input dan output.

(40)

Teori biaya merupakan hubungan antara tingkat output dan tingkat biaya

(pengeluaran yang timbul dari input yang berbeda yang digunakan dalam

memproduksi suatu output).

Sasaran dari teori produksi adalah untuk menentukan tingkat produksi

yang optimal dengan sumber daya yang ada. Gunawan dan Lanang A. Iswara

(1987:6) mengatakan bahwa produksi mencakup setiap pekerjaan yang

menciptakan atau menambah nilai dan guna suatu barang atau jasa. Agar

produksi dapat dijalankan untuk menciptakan hasil, maka diperlukan beberapa

faktor produksi (input). Faktor-faktor input perlu diproses bersama-sama

untuk menghasilkan output dalam suatu proses produksi (metode produksi).

Lebih lanjut Lipsey (1995:426) mengatakan bahwa teori produksi

meliputi: 1) Jangka pendek dimana apabila seorang produsen menggunakan

faktor produksi maka ada yang bersifat tetap dan variabel, 2) Jangka panjang

apabila semua input yang dipergunakan bersifat tetap dan belum ada

perubahan teknologi, 3) jangka sangat panjang dimana semua input yang

dipergunakan berubah disertai dengan adanya perubahan teknologi. Dalam

hal ini periode waktu tersebut tidak dapat diukur dalam bentuk kalender atau

(41)

Teori produksi jangka pendek secara matematis dapat ditulis sebagai

berikut :

Qx = f (L, K0) (2.1)

Q = output suatu barang yang dihasilkan selama suatu periode tertentu .

K = kapital (input tetap)

L = tenaga kerja (input variabel)

Persamaan produksi diatas adalah merupakan persamaan produksi

dengan satu input variabel dan satu input tetap. Dalam teori produksi dengan

satu input variabel terdapat 3 (tiga) anggapan yang harus dipenuhi yaitu dalam

proses produksi hanya ada 1 (satu) input variabel dan hanya ada 1 (satu) input

tetap serta input-input tersebut dapat dikombinasikan dalam berbagai macam

proposi untuk menghasilkan sejumlah output tertentu.

2. Fungsi Produksi

Fungsi produksi menurut Boediono (1992:64), adalah suatu fungsi

atau persamaan yang menunjukkan hubungan teknis antara tingkat output dan

tingkat kombinasi dari penggunaan input-input. Salvatore (1996:97)

menyatakan bahwa fungsi produksi untuk setiap komoditi adalah suatu

persamaan, tabel atau grafik yang menunjukkan jumlah (maksimum) komoditi

yang dapat diproduksi per unit waktu untuk setiap kombinasi input alternatif

(42)

Menurut Lipsey (1995:129) menyatakan bahwa fungsi produksi adalah

hubungan antara input yang dipergunakan dalam proses produksi dengan

kuantitas yang dihasilkan. Lebih lanjut Sadono Sukirno (2003; 194)

menyatakan bahwa fungsi produksi adalah kaitan di antara faktor-faktor

produksi dan tingkat produksi yang diciptakan. Faktor-faktor produksi dikenal

dengan istilah input dan hasil produksi disebut output.

Hubungan antara input dan output dari faktor produksi dapat

ditunjukkan secara matematis sebagai berikut:

Q = f (X1,X2,X3,...,Xn) (2.2)

Q = Tingkat produksi (output)

X1,X2,...Xn = Berbagai input yang digunakan

Jadi jelas besar-kecilnya hasil produksi akan tergantung pada besar

kecilnya pemakaian berbagai input yang digunakan. Pada intinya, fungsi

produksi menjelaskan hubungan antara input dengan output, hal ini

digambarkan pada tingkat mana sumber-sumber produksi ditransformasikan

menjadi hasil produksi. Suatu asumsi dasar mengenai sifat dan fungsi

produksi yaitu suatu fungsi produksi dimana semua produsen tunduk pada

hukum yang disebut “Hukum Hasil Yang Semakin Berkurang” atau disebut

dengan the law of diminishing return. Hukum ini mengatakan bahwa apabila

faktor produksi yang bersifat variabel ditambah secara terus menerus maka

(43)

setelah mencapai tingkat produksi output sejumlah tertentu maka produksi

tambahan justru akan semakin berkurang dan pada akhirnya justru akan

mencapai nilai negatif (Sadono Sukirno, 2003:193).

Faktor produksi dalam suatu proses produksi dapat diklasifikasikan

menjadi dua macam, yaitu faktor produksi tetap dan faktor produksi variabel.

Faktor produksi tetap adalah jumlah faktor produksi yang digunakan dalam

proses produksi dimana faktor tersebut tidak dapat diubah secara cepat bila

keadaan pasar menghendaki perubahan output. Faktor produksi dalam

kenyataanya tidak ada yang sifatnya tetap secara mutlak. Pada umumnya

untuk menyederhanakan analisis beberapa faktor produksi dianggap tetap

misalnya tanah, gedung dan mesin. Faktor produksi tersebut tidak dapat

ditambah atau dikurangi jumlahnya dalam waktu yang relatif singkat. Faktor

produksi variabel adalah faktor produksi yang jumlahnya dapat diubah-ubah

dalam waktu yang relatif singkat sesuai dengan jumlah output yang

dihasilkan.(Ari Sudarman, 1989:121)

3. Produksi Dengan Satu Input Variabel

Ari Sudarman (1989:137) menyatakan produksi total menunjukkan

tingkat produksi yang dihasilkan pada tingkat penggunaan input variabel dan

input lain dianggap tetap. Produksi rata-rata menunjukkan perbandingan

output dan faktor produksi (output-input ratio) untuk setiap tingkat output dan

(44)

x Q atau x PT PRx = x

(2.3)

Dimana: PRx = produksi rata-rata input x

PTx = produksi total input x

x = jumlah input x yang digunakan

Produksi marginal menunjukkan tambahan atau kenaikan output dari

produksi total yaitu dPT yang disebabkan adanya penambahan 1 input

variabel sedang input yang lainnya tetap. Bentuk rumusnya sebagai berikut:

(2.4) δx

(45)

Hubungan antara total produksi, produksi rata-rata dan produksi

marginal dapat dilihat dalam gambar berikut:

Gambar 2.1 Kurva Total Product, Marginal Product, Average Product

Sumber: Ari Sudarman, 1989: 137

Gambar 2.1 dapat menjelaskan bahwa tingkat permulaan penggunaan

faktor produksi total akan bertambah secara berlahan-lahan dengan

ditambahnya penggunaan faktor produksi tersebut. Pertambahan ini semakin

lama semakin cepat dan mencapai nilai maksimum pada titik 1. Karena

(46)

maka pada saat mencapai titik 1 tersebut, produksi marginalnya juga mencapai

maksimum, pada titik 4.

Titik 1 menunjukkan produksi total terus naik, akan tetapi kenaikan

produksinya dengan tingkat produksi yang semakin menurun, terlihat pada

kemiringan garis singgung terhadap kurva produksi total yang semakin kecil.

Nilai kemiringan garis ini mencapai maksimum pada titik 2, yaitu pada waktu

garis tersebut menyinggung kurva produksi total, karena nilai kemiringan

garis lurus yang ditarik dari titik asal ke suatu titik pada kurva produksi total

menunjukkan produksi rata-rata di titik tersebut, ini berarti di titik 2 produksi

rata-ratanya mencapai nilai maksimum atau pada gambar bawah berada pada

titik 5, dan pada saat produksi rata-rata akan sama dengan produksi

marginalnya, pada gambar terlihat dengan berpotongannya kurva produksi

rata-rata dengan kurva produksi marginalnya.

Titik 2 menunjukkan bila jumlah faktor produksi yang digunakan

ditambah, maka produksinya naik dengan tingkat kenaikan yang semakin

menurun sampai di titik 3. Pada titik 3, produksi total mencapai maksimum.

Lewat titik 3 produksi total terus berkurang hingga mencapai titik 0 kembali.

Dan lewat titik 3 ini pula produksi marginalnya menjadi negatif.

Hubungan antara produksi marginal dengan produksi total, yaitu pada

saat produksi total mengalami perubahan peningkatan produksi dari yang

(47)

maksimum. Kemudian pada saat kurva produksi total mencapai titik

maksimum maka kurva produksi marginalnya memotong sumbu horizontal,

artinya produksi marginalnya sama dengan 0.

Suparmoko (1990:61) menjelaskan bahwa hubungan antara produksi

rata-rata dengan produksi marginal adalah pada saat produksi rata-rata

meningkat, produksi marginalnya lebih tinggi dari pada produksi rata-ratanya,

dan pada saat produksi rata-ratanya menurun produksi marginalnya sama

dengan produksi marginalnya.

Ari Sudarman (1989:138) menjelaskan hubungan dari ketiga kurva

pada gambar 2.1 yaitu:

a. Penggunaan input variabel (X) sampai pada tingkat tertentu dimana

produksi total cekung keatas (0 sampai 1), maka produksi marginal naik

demikian pula dengan produksi rata-rata.

b. Pada tingkat penggunaan input (X) yang menghasilkan produksi total yang

menarik dan cembung keatas (yaitu antara 1 dan 3) produksi marginal

menurun.

c. Pada tingkat penggunaan input (X) yang menghasilkan produksi total yang

menurun maka produksi marginal negatif.

d. Pada tingkat penggunaan input (X) dimana garis singgung pada produksi

(48)

Gambar 2.1 juga dapat menjelaskan suatu range proses produksi yang

dapat dibagi menjadi tiga tahap:

a. Tahap dimana produksi total naik dan produksi rata-ratanya juga naik.

Pada tahap ini elastisitas produksi lebih besar (EP>1) yang berarti

tambahan penggunaan faktor produksi variabel akan menambah jumlah

produksi dengan proporsi yang lebih besar. Disini produsen masih dapat

menambah jumlah produksinya untuk mendapatkan keuntungan dengan

cara menambahkan sejumlah input.

b. Tahap yang menggambarkan keadaan bahwa tambahan sejumlah input

tidak diimbangi secara proporsional oleh output yang diperoleh. Elastisitas

produksi antara 0 dan 1 (0<Ep<1). Elastisitas produksi sama dengan 1

pada saat produksi rata-rata sama dengan produksi marginalnya sama

dengan 0 maka elastisitas produksinya sama dengan 0.

c. Tahap meliputi daerah dimana produksi marginal dari faktor produksi

variabel adalah negatif, yang berarti tambahan faktor produksi variabel

akan menghasilkan faktor produksi yang lebih sedikit. Elastisitas pada

tahap ini lebih kecil dari 0 (Ep<0). Pada kondisi ini maka setiap upaya

untuk menambah sejumlah input akan merugikan bagi produsen.

Menurut tiga tahap, tahap I dan tahap III merupakan tahap yang tidak

rasional. Hal ini disebabkan pada tahap I akan lebih menguntungkan bila

produsen menambah penggunaan faktor produksi variabel, karena

(49)

proporsi yang lebih besar. Pada tahap III penambahan faktor produksi variabel

akan menghasilkan produksi dengan proporsi yang lebih sedikit. Tahap II

merupakan tahap yang rasional, karena penambahan faktor produksi akan

menghasilkan proporsi yang sama.

4. Produksi Dengan Dua Input Variabel

Analisis berikut ini dimisalkan terdapat dua jenis faktor produksi yang

dapat diubah jumlahnya. Kita misalkan yang dapat diubah adalah tenaga kerja

dan modal. Fungsi produksi jangka panjang, input-input yang digunakan dapat

diubah jumlahnya dan dalam proses produksinya input yang digunakan dapat

ditambah seluruh jumlahnya atau tidak. Konsep fungsi produksi jangka

panjang yang hanya menggunakan dua macam input biasanya digambarkan

dengan menggunakan isoquant atau isoproduct.

Kurva isoquant adalah kurva yang menunjukkan berbagai

kemungkinan kombinasi teknis antara dua input (variabel) yang terbuka bagi

produsen untuk menghasilkan suatu tingkat output tertentu.(Boediono,

1989:73)

Isoquant mempunyai sifat cembung kearah origin, menurun dari kiri

kekanan bawah, output makin tinggi bagi kurva yang terletak lebih ke kanan

atas. Kegunaan dari isoquant adalah untuk menentukan least cost combination

(LCC) yaitu kombinasi penggunaan input-input untuk menghasilkan suatu

tingkat output tertentu dengan ongkos total yang minimal. Untuk menetukan

(50)

a. Isoquant untuk tingkat output yang dikehendaki

Subtitution (MPRS), yaitu berapa input X harus ditambah agar tingkat output 1

tetap pada tingkat tertentu (Q), bila penggunaan input X dikurangi dengan 1 2

unit. Jika dihubungkan dengan kurva isoquant, MRTS tidak lain adalah slope

isoquant. Syarat LCC bisa dinyatakan sebagai berikut:

1 2 P P

= MRTS (2.6)

Nicholson (1991:203) menjelaskan sebuah isoquant menunjukkan

kombinasi K dan T yang bisa digunakan untuk memproduksi sejumlah output

yang sama besarnya (misalnya sebanyak ). Secara matematis sebuah

isoquant mencatat kombinasi K dan T yang memenuhi persyaratan.

f(K,T)=Qo ...(2.7)

Kombinasi faktor produksi K dan T bisa digambarkan banyak kurva

(51)

Makin tinggi kurva isoquant tersebut, makin banyak output yang dihasilkan.

Kurva isoquant dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kurva Isoquant

Sumber: Nicholson, 1991:204

5. Faktor Produksi

Menurut Sadono Sukirno (2003:192) mengatakan bahwa faktor

produksi sering disebut dengan korbanan produksi untuk menghasilkan

produksi. Faktor- faktor produksi dikenal dengan istilah input dan jumlah

produksi disebut dengan output. Faktor produksi atau input merupakan hal

yang mutlak untuk menghasilkan produksi. Dalam proses produksi ini seorang

pengusaha dituntut untuk mampu mengkombinasikan beberapa faktor

produksi sehingga dapat menghasilkan produksi yang optimal.

Lebih lanjut dikatakan bahwa untuk mempermudah analisis maka

(52)

produksi terhadap kuantitas produksi dapat diketahui secara jelas. Ini berarti

kuantitas produksi dipengaruhi oleh banyaknya tenaga kerja yang

dipergunakan. Faktor produksi yang dianggap konstan disebut faktor produksi

tetap, dan banyaknya faktor produksi ini tidak dipengaruhi oleh banyaknya

hasil produksi. Faktor produksi yang dapat berubah kuantitasnya selama

proses produksi atau banyaknya faktor produksi yang digunakantergantung

pada hasil produksi yang disebut faktor produksi variabel. Periode produksi

jangka pendek apabila di dalam proses produksi yang bersifat variabel dan

yang bersifat tetap. Proses produksi dikatakan jangka panjang apabila semua

faktor produksi bersifat variabel.

a. Tenaga Kerja

Faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor yang penting dan perlu

diperhitungkan dalam proses produksi, baik dalam kuantitas dan kualitas.

Jumlah tenaga kerja yang diperlukan harus disesuaikan dengan kebutuhan

sampai tingkat tertentu hingga dicapai hasil yang optimal. Menurut

Undang-Undang RI No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, tenaga kerja adalah

setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang

dan /atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk

masyarakat. Tenaga kerja adalah penduduk yang berumur 10 tahun atau lebih

yang sudah atau sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lainnya

seperti sekolah dan mengurus rumah tangga (Simanjuntak Payaman J, 1985:

(53)

dan bukan angkatan kerja. Yang masuk angkatan kerja adalah penduduk usia

kerja (10 tahun atau lebih) yang bekerja atau punya pekerjaan sementara tidak

bekerja dan yang mencari pekerjaan. Yang termasuk bukan angkatan kerja

adalah penduduk (10 tahun atau lebih) yang kegiatannya tidak bekerja

maupun mencari pekerjaan atau penduduk usia kerja dengan kegiatan sekolah,

mengurus rumah tangga maupun lainnya (pensiunan, cacat jasmani).

b. Bahan Baku

Menurut Sukanto Rekso Hadiprojo dan Indriyo Gito Sudarmo

(1998:199) mengatakan bahwa bahan baku merupakan salah satu faktor

produksi yang sangat penting. Kekurangan bahan dasar yang tersedia dapat

terhentinya proses produksi karena habisnya bahan baku untuk diproses.

Tersedianya bahan dasar yang cukup merupakan faktor penting guna

menjamin kelancaran proses produksi. Oleh karena itu perlu diadakan

perencanaan dan pengaturan terhadap bahan dasar ini baik mengenai kuantitas

maupun kualitasnya. Dalam hal ini, cara penyediaan bahan baku ada 2

alternatif, yaitu

1. Dibeli sekaligus jumlah seluruh kebutuhan tersebut kemudian disimpan di

gudang, setiap kali dibutuhkan oleh proses produksi dapat

2. Berusaha memenuhi kebutuhan bahan dasar tersebut dengan membeli

berkali-kali dalam jumlah yang kecil dalam setiap kali pembelian.

Menurut Agus Ahyari (1989:150) beberapa kelemahan apabila

(54)

1. Harga beli dari bahan baku tersebut menjadi lebih tinggi apabila

dibandingkan dengan pembelian normal dari perusahaan yang

bersangkutan.

2. Apabila kehabisan bahan baku akan mengganggu kelancaran proses

produksi.

3. Frekuensi pembelian bahan baku semakin besar mengakibatkan ongkos

semakin besar.

Lebih lanjut Agus Ahyari mengatakan bahwa beberapa kerugian yang

akan ditanggung oleh perusahaan berkaitan dengan persediaan bahan baku

yang terlalu besar, antara lain:

1. Biaya penyimpanan atau pergudangan yang akan menjadi tanggungan

perusahaan yang bersangkutan akan menjadi semakin besar.

2. Penyelenggaraan persediaan bahan baku yang terlalu besar akan berarti

perusahaan tersebut mempersiapkan dana yang cukup besar.

3. Tingginya biaya persediaan bahan baku, mengakibatkan berkurangnya dana

untuk pembiayaan dan investasi pada bidang lain.

4. Penyimpanan yang terlalu lama dapat menimbulkan kerusakan bahan

tersebut.

5. Apabila bahan dasar tersebut terjadi penurunan harga, maka perusahaan

mengalami kerugian.

c. Lilin Batik

Di samping mori (kain) sebagai bahan baku, pembuatan wastra batik

(55)

perintang dalam proses pembatikan, malam “lilin batik” digunakan untuk

menutup hiasan sehingga membebaskannya dari bahan pewarna ketika

dilakukan proses pencelupan. Lilin batik merupakan campuran beberapa

macam bahan, antara lain paraffin, kote ‘lilin lebah”, gondorukem (getah

pohon pinus), damar “mata kucing”, lilin gladhagan “lilin bekas”, Kendal

(lemak dari tumbuhan) dan minyak kelapa atau lemak hewan. Semua bahan

ramuan tersebut dapat diperoleh di dalam negeri.

Ada tiga jenis lilin batik, yakni lilin klowong untuk nglowong dan

ngisen-iseni; lilin tembokan untuk nembok dan lilin biron untuk mbironi.

Masing-masing lilin batik digunakan sesuai dengan tahap pembatikan, yakni

nglowong dan ngisen-iseni, nembok dan mbironi. Sesuai cara penempelannya,

untuk batik tulis digunakan alat yang disebut canthing tulis, sedangkan untuk

batik cap digunakan canthing cap. Canting tulis diperkirakan diciptakan di

lingkungan kraton Mataram pada abad ke-17. Adapun canting cap logam,

kayu mulai dipergunakan kira-kira pada pertengahan abad ke-19.

d. Obat Pewarna

Proses pembuatan batik menggunakan obat pewarna, baik zat warna

nabati maupun zat warna buatan. Zat warna nabati berasal dari daun, kulit

kayu, pokok kayu, akar pohon atau umbi. Contoh pewarna nabati misalnya

daun nila untuk warna biru atau kebiru-hitam, akar pohon mengkudu untuk

warna merah, kayu tegeran atau kunyit untuk warna kuning, kulit kayu tingi

untuk merah-cokelat, dan kayu soga untuk warna cokelat. Semua obat

(56)

sampai saat ini didatangkan dari luar negeri, antara lain Jerman (HOECHST),

Inggris (ICI), Swiss (CIBA) Perancis (FRANCOLOR), Amerika (DU PONT)

dan Italia (ACNA)

6. Efisiensi

Menurut kamus bahasa Indonesia efisiensi memiliki arti sebagai

ketepatan cara (usaha kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak

membuang waktu dan biaya) dan kemampuan menjalankan tugas dengan baik

dan tepat. Dalam istilah umum efisiensi sering diartikan sebagai: dengan biaya

sekecil-kecilnya diharapkan dapat menghasilkan sesuatu yang

sebesar-besarnya. Tingkat efisiensi diukur dengan indikator yang dihitung dari rasio

antara nilai tambah (value added) dengan nilai output. Ini berarti semakin

tinggi nilai ratio tersebut semakin tinggi tingkat efisiensinya, karena semakin

rendah biaya output yang diperlukan untuk menghasilkan suatu unit output.

Cooelli (2005:14) menjelaskan fungsi produks input tunggal yang

menggambarkan efisiensi dengan satu macam input dalam produksi

(57)

Gambar 2.3 Fungsi Produksi Input Tunggal

.

Tungga;c,;c

Sumber : Coelli (2005:14).

Dapat diringkas, bahwa fungsi produksi yang dilukiskan dalam

Gambar 2.3 menunjukkan pada titik tertentu, apabila unit-unit tambahan

input variabel ditambahkan dalam input tetap, maka produk marginal akan

menurun.

Secara umum ada dua komponen pengukur efisiensi:

1. Efisiensi teknis / technical efficiency

Efisiensi ini mencoba mengukur tingkat penggunaan dari sarana ekonomi/

(58)

2. Efisiensi alokatif / allocative efficiency

Efisiensi ini mencoba mengukur sampai sejauh mana kombinasi optimal

dari ragam input yang digunakan dalam proses produksi pada tingkat

harga relatif.

Ada dua macam efisiensi yang dapat diukur:

1. Efisiensi absolute merupakan efisiensi yang diperoleh DMU (Decision

Making Unit) apapun jika hanya dan hanya inputnya dan outputnya dapat

diperbaiki tanpa merusak atau membandingkan dengan input dan

outputnya.

2. Efisiensi relative merupakan efisiensi suatu DMU (Decision making Unit)

yang diharapkan dapat mencapai 100 % dengan dasar fakta-fakta

dibandingkan dengan DMU lainnya. Untuk mencapai efisiensi perlu

diketahui faktor yang menimbulkan inefisiensi dan langkah yang diambil

untuk mengatasinya. Ada 3 macam inefisiensi yang prakteknya saling

terkait namun secara konsepsional bisa dibedakan satu sama lainnya:

Ø Inefisiensi pada masyarakat itu sendiri

Ø Inefisiensi yang timbul karena alokasi yang salah dan sumber

daya yang tersedia

Ø Inefisiensi yang melekat pada masing-masing pelaku ekonomi

Mubyarto (1989) menjelaskan efisiensi produksi yaitu banyaknya hasil

(59)

Apabila rasio ouput besar maka efisiensi dikatakan semakin tinggi. Efisiensi

adalah penggunaan input terbaik dalam memproduksi output (Shone dalam

Susantun, 2000). Farel (1957) mengklasifikasikan efisiensi menjadi tiga

bagian yaitu: efisiensi teknik, efisiensi alokatif (harga), dan efisiensi ekonomi.

Farel (1957) dalam Guntur Riyanto (2009:21) mengajukan bahwa efisiensi

sebuah firma terdiri dari dua komponen efisiensi teknis, yang mencerminkan

kemampuan sebuah firma untuk memperoleh output maksimal dari rangkaian

input tertentu, dan efisiensi alokatif, yang mencerminkan kemampuan sebuah

firma untuk menggunakan input dalam proporsi optimal, mengingat adanya

harga respektif dan teknologi produksi. Dua ukuran tersebut selanjutnya

digabungkan untuk memberikan sebuah ukuran total efisiensi ekonomi.

Harga faktor produksi relatif diperlukan untuk mengetahui efisiensi

harga. Garis harga faktor produksi F1 dan F2 ditunjukkan oleh garis AA’ yang

menyinggung kurva SS’ pada Q’ dan memotong garis OP pada titik R. Garis

AA’ adalah garis harga yang menunjukkan tempat kedudukan kombinasi

penggunaan input untuk memperoleh satu unit output dengan biaya yang

paling rendah yang ditunjukkan titik singgung Q’ pada kurva SS’. Efisiensi

harga bagi perusahaan yang bergerak pada titik OR/OQ. Efisiensi ekonomi

(60)

Gambar 2.4 Efisiensi Teknik dan Alokatif.

Sumber : Coelli, 2005:52

Richmont (1974), Aigner et al. (1977), Battese and Corra (1977) dan

Collie (1995) dalam Zen et. al. (2002), fungsi produksi frontier mewakili

penggunaan teknologi secara luas oleh perusahaan dalam suatu industri.

Model fungsi ini dipergunakan untuk mengukur efisiensi teknis perusahaan,

yang dapat dinyatakan sebagai berikut:

Y= f (Xi, β) exp εi (2.8)

β adalah parameter yang akan ditaksir, Xi adalah input, dan εi = v i+ ui.

Kesalahan dianggap negatif dan naik karena pemotongan distribusi normal

dengan rata-rata nol dan varians positif . Hal itu menggambarkan efisiensi

teknis produksi sebuah perusahaan. Dengan kata lain error vi diasumsikan

(61)

yang menggambarkan kesalahan pengukuran yang berkaitan dengan faktor di

luar kendali yang berhubungan dengan produksi.

Nicholson (1995) mengatakan bahwa efisiensi harga tercapai apabila

perbandingan antara nilai produktivitas marginal masing-masing input

(NPMXi) dengan harga inputnya ( ) atau sama dengan 1. Kondisi ini

menghendaki NP sama dengan harga faktor produksi X atau dapat ditulis

sebagai berikut:

(2.9)

Px = harga faktor produksi X

Soekartawi (1990) berpendapat bahwa dalam kenyataannya NPMx

tidak selalu sama dengan Px, yang sering terjadi adalah sebagai berikut:

ü (NPMx / Px) > 1 artinya penggunaan input X belum efisien, untuk

mencapai efisiensi maka input X perlu ditambah.

ü (NPMx / Px) < 1 artinya penggunaan input X tidak efisien, untuk menjadi

efisien maka penggunaan input X perlu dikurangi.

Susantun (2000) menyatakan efisiensi ekonomi merupakan

merupakan produk dari efisiensi teknik dan efisiensi harga. Efisiensi

ekonomis dapat dicapai jika kedua efisiensi tersebut tercapai sehingga

dapat dituliskan sebagai berikut:

Gambar

GAMBAR
Gambar Objek Penelitian .............................................................
Tabel 2.1
Gambar  2.1 Kurva Total Product, Marginal Product, Average Product
+7

Referensi

Dokumen terkait

FKIP Universitas Mulawarman (UNMUL) sebagai salah satu institusi perguruan tinggi yang menghasilkan calon-calon guru di Kalimantan Timur harus menempatkan diri pada

Identitas masyarakat Minahasa harus ditekankan bukan semata-mata menonjolkan budaya yang lebih dominan, melainkan kepercayaan atau agama Kristen mereka saat ini juga

Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan

Industri perkebunan memiliki karakteristik khusus yang membedakan dengan sektor industri lain karena adanya aktivitas pengelolaan dan transformasi biologis atas tanaman

Penelitian dilalukan oleh Isma Trisna Santi dalam penelitian yang berjudul “ PEMBUATAN FILM ANIMASI ANDE-ANDE LUMUT MENGGUNAKAN ANIMASI 2 DIMENSI PADA TAMAN KANAK-KANAK (TK)

Kekuatan batas pada penampang komposit tergantung dari kekuatan leleb dan sifat balok baja, kekuatan plat beton dan kapasitas interaksi penyambung geser yang

a) Apapun yang dikemukakan oleh para ahli tentang psikologi pendidikan, dapat disimpulkan bahwa psikologi pendidikan adalah cabang dari psikologi yang dalam penguraian

Borang soal selidik yang digunakan di dalam kajian ini mengandungi 4 bahagian yang terdiri daripada 75 item iaitu Bahagian A mengandungi maklumat responden, Bahagian