INTISARI
Setiap produk kosmetik dan non kosmetik harus melewati uji keamanan terlebih dahulu sebelum dipasarkan. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan produk. Penggunaan hewan untuk uji keamanan dan efikasi merupakan isu yang banyak diperbincangkan di Eropa, pengujian harus memenuhi beberapa standar ilmiah dan memperhatikan pada prinsip tiga R (three Rs) yaitu reduksi (reduction), perbaikan (refinement), dan penggantian (replacement). Penelitian mengenai Uji In Vivo dan Validasi Protokol Slug Irritation Test pada Sediaan Cooling Gel Ekstrak Daun Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit) dengan Metode Classification And Regression Tree (CART) bertujuan untuk mengetahui validitas protokol slug irritation test pada sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina dengan metode classification and regression tree (CART).
Jenis penelitian bersifat eksperimental kuasi dan eksploratif. Uji in vivo slug irritation test bersifat eksperimental kuasi dan validasi protokol slug irritation test yang menggunakan model prediksi yang dikembangkan menggunakan metode statistika classification and regression tree bersifat eksploratif. Untuk prediksi sifat iritatif digunakan metode kelas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prediksi sifat iritatif bahan dengan slug irritation test menggunakan metode classification and regression tree dikatakan valid karena telah memenuhi syarat sensitifitas dan spesifisitas > 60%. Nilai sensitifitas yang didapatkan 85% dan spesifisitas yang didapat yaitu 100%. Parameter yang digunakan untuk memprediksi sifat iritatif senyawa uji adalah kadar Alkaline Phospatase (ALP) dan persen mukus yang dihasilkan. Nilai cut-off untuk tiap parameter adalah 8,25 dan 12%. Menggunakan classification and regression tree dari data validasi protokol dapat disimpulkan bahwa sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina bersifat non-iritan.
ABSTRACT
Every product has to undergo the safety assessment at the first place before the marketing process to guarantee the products’ safety. The use of animals for safety and efficacy assessment is the issue being discussed in the Europe. The assessment has to fulfill several scientific standards and pays attention to three Rs – reduction, refinement, and replacement. Thus, the purpose of this research is to discover the protocol validity of slug irritation test on Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit) extract cooling gel using classification and regression tree (CART) method.
In this study, the in vivo test was a quasi-experimental design and the slug irritation test protocol validation which used the prediction model developed by statistic method of classification and regression test, was an explorative design. As for the prediction of irritation character, the class method was used.
UJI IN VIVO DAN VALIDASI PROTOKOL SLUG IRRITATION TEST
PADA SEDIAAN COOLINGGEL EKSTRAK DAUN PETAI CINA (Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit) DENGAN METODE
CLASSIFICATION AND REGRESSION TREE (CART)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Yoanna Kristia Nugraheni NIM: 118114041
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
UJI IN VIVO DAN VALIDASI PROTOKOL SLUG IRRITATION TEST
PADA SEDIAAN COOLINGGEL EKSTRAK DAUN PETAI CINA (Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit) DENGAN METODE
CLASSIFICATION AND REGRESSION TREE (CART)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Yoanna Kristia Nugraheni NIM: 118114041
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Pu s h y o u r s e l f a g a i n a n d a g a i n. Do n ’t g i v e a n i n c h u n t i l t h e f i n a l b u z z e r
s o u n d s
–La r r y Bi r d -
Ev e r y t h i n g t h a t d r o w n s me ma k e s me
w a n n a f l y
-Co u n t i n g St a r -
Karya ini kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus yang luar biasa baikNya
Papa dan Mama yang mendukung, selalu mengingatkan, dan tak henti-hentinya berdoa
Adek perempuan kesayangan satu-satunya yang tidak pernah lelah menyemangati
Sahabat-sahabatku yang wow
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Uji In Vivo dan Validasi Protokol Slug Irritation Test pada Sediaan
Cooling Gel Ekstrak Daun Petai Cina (Leucaena Leucocephala (Lmk) De Wit) dengan Metode Classification And Regression Tree (CART)”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi ini merupakan
bagian dari penelitian “Validasi Protokol Uji Iritasi Kulit Sediaan Bahan Alam
Berdasar Prinsip 3R (Reduce, Refinement & Replacement)”.
Dalam pelaksanaan penelitian, penyusunan skripsi hingga penyelesaian skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan dukungan dari banyak pihak, skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang diberikan kepada penulis selama menyusun penelitian ini.
2. Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing dan Kepala Program Studi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, atas masukan, bimbingan, kritik, saran, dan bahan penelitian yang diberikan kepada penulis.
vii
4. Dr. Nunung Yuniarti, M.Si., Apt., selaku dosen penguji, atas saran serta dukungan yang membangun.
5. Agustina Setiawati, M.Sc., Apt., selaku kepala laboratorium, atas ijin penggunaan laboratorium selama proses skripsi.
6. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membagikan ilmu serta pengalaman selama perkuliahan.
7. Pak Musrifin, Pak Wagiran, Mas Agung, seluruh laboran dan staf kebersihan atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 8. Papa Krisno Yuono Gregorius dan Mama Th. Endang Dwi, Christiana
Deasy Rosalina atas doa, dukungan, dan semangat kepada penulis selama proses penelitian hingga penyusunan naskah skripsi.
9. Dara Prabandari Sumardi atas semangat, dukungan, dan saran yang diberikan kepada penulis.
10. Dea dan Cik Ailing, anak-anak siput yang telah sabar menghadapi kerempongan dan perdebatan yang dilewati selama 1 tahun bersama peneliti.
11. Teman-teman seperjuangan lantai 3 dan lantai 1, Mpit, Lukas, Ervan, Putu, Ardha, Sheilla, Ahen, Lauren, Denyo, Vivo, Gemah, teman-teman FST A 2011, FSM A 2011 dan seluruh angkatan 2011 atas kebersamaan dan keceriaan selama ini.
viii
13. Ines, Mbak Rini, Mbak Tyas, Verlita, teman-teman Kos Caritas yang selalu memberikan semangat tanpa henti lewat hiburan dan wisata kulinernya.
14. Avik, teman SMA yang jauh-jauh di Salatiga telah meluangkan waktunya untuk membantu kelancaran penulisan naskah.
15. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dan tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta,
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v
PRAKATA ...…... vi
PERYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
DAFTAR SINGKATAN KATA ... xvii
xi
1. Slug mucosal irritation ... 17
2. Laeviculais alte FéR ... 18
G.Validasi Alternatif Test ... 19
H.Classification and Regression Tree ... 20
I. Keterangan Empiris ... 21
BAB III METODE PENELITIAN ... 22
xii
B.Variabel Penelitian ... 22 1. Variabel bebas ... 22 2. Variabel tergantung ...
22 3. Variabel pengacau terkendali ...
22 4. Variabel pengacau tak terkendali ...
23 C.Definisi Operasional ...
23 D.Alat dan Bahan Penelitian ...
24 E. Tata Cara Penelitian ...
25 1. Pembuatan ekstrak daun petai cina ...
25 2. Pembuatan sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina ...
26 3. Uji sifat fisis sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina ...
27 4. Pembuatan bahan uji iritasi ...
28 5. Uji iritasi menggunakan slug irritation test ...
29 F. Analisis Hasil ...
31 1. Validasi protokol slug irritation test ...
31 2. Prediksi sifat iritatif sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina ... 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
A.Ekstraksi Daun Petai Cina ... 34
xiii
C.Pembuatan Bahan Uji Iritasi ... 38
D.Slug Irritation Test ... 41
E.Validasi Slug Irritation Test Menggunakan CART ... 45
F. Prediksi Sifat Iritatif Cooling Gel Ekstrak Daun Petai Cina ... 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51
A.Kesimpulan ... 51
B.Saran ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 52
LAMPIRAN ... 55
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen ALP ... 24
Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen LDH ... 25
Tabel III. Komposisi dan konsentrasi reagen albumin ... 25
Tabel IV. Formula acuan ... 26
Tabel V. Formula bahan uji ... 28
Tabel VI. Confusion matrix ... 32
Tabel VII. Data uji sifat fisik ... 36
Tabel VIII. Hasil uji pendahuluan pada bahan uji ... 41
Tabel IX. Data slug irritation test ... 43
Tabel X. Classification and Regression Tree ... 46
Tabel XI. Confusion matrix prediksi CART ... 48
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur kulit manusia ... 6
Gambar 2. Petai cina (Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit) ... 10
Gambar 3. Struktur CMC-Na ... 11
Gambar 4. Struktur propilen glikol ... 12
Gambar 5. Struktur gliserin ... 13
Gambar 6. Struktur asam laktat ... 14
Gambar 7. Struktur asam salisilat ... 15
Gambar 8. Struktur arbutin ... 15
Gambar 9. Struktur sodium lauril sulfat ... 16
Gambar 10. Laevicaulis alte FéR ... 19
Gambar 11. Classification and Regression Tree ... 46
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Determinasi petai cina ... 56
Lampiran 2. Data hasil pengukuran uji sifat fisik sediaan gel ... 57
Lampiran 3. Foto cooling gel ekstrak daun petai cina ... 57
Lampiran 4. Determinasi siput ... 58
Lampiran 5. Foto slug irritation test ... 58
Lampiran 6. Data slug irritation test ... 60
Lampiran 7. Hasil analisis data menggunakan metode classification and regression tree dengan program RStudio ... 62
Lampiran 8. Data penentuan spesifisitas dan sensitivitas ... 66
xvii
DAFTAR SINGKATAN KATA
SMI Slug Mucosal Irritation
CART Classification And Regression Tree ALP Alkaline Phosphatase
LDH Lactate Dehydrogenase PBS Phosphat Buffer Saline SLS Sodium Lauril Sulfat AHA Alpha-Hydroxyacid
MCC Matthew’s Correlation Coefficient SEM Standard Error Of The Mean TP True Positive
xviii
INTISARI
Setiap produk kosmetik dan non kosmetik harus melewati uji keamanan terlebih dahulu sebelum dipasarkan. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan produk. Penggunaan hewan untuk uji keamanan dan efikasi merupakan isu yang banyak diperbincangkan di Eropa, pengujian harus memenuhi beberapa standar ilmiah dan memperhatikan pada prinsip tiga R (three Rs) yaitu reduksi (reduction), perbaikan (refinement), dan penggantian (replacement). Penelitian mengenai Uji In Vivo dan Validasi Protokol Slug Irritation Test pada Sediaan Cooling Gel Ekstrak Daun Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit) dengan Metode Classification And Regression Tree (CART) bertujuan untuk mengetahui validitas protokol slug irritation test pada sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina dengan metode classification and regression tree (CART).
Jenis penelitian bersifat eksperimental kuasi dan eksploratif. Uji in vivo slug irritation test bersifat eksperimental kuasi dan validasi protokol slug irritation test yang menggunakan model prediksi yang dikembangkan menggunakan metode statistika classification and regression tree bersifat eksploratif. Untuk prediksi sifat iritatif digunakan metode kelas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prediksi sifat iritatif bahan dengan slug irritation test menggunakan metode classification and regression tree dikatakan valid karena telah memenuhi syarat sensitifitas dan spesifisitas > 60%. Nilai sensitifitas yang didapatkan 85% dan spesifisitas yang didapat yaitu 100%. Parameter yang digunakan untuk memprediksi sifat iritatif senyawa uji adalah kadar Alkaline Phospatase (ALP) dan persen mukus yang dihasilkan. Nilai cut-off untuk tiap parameter adalah 8,25 dan 12%. Menggunakan classification and regression tree dari data validasi protokol dapat disimpulkan bahwa sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina bersifat non-iritan.
xix
ABSTRACT
Every product has to undergo the safety assessment at the first place
before the marketing process to guarantee the products’ safety. The use of animals for safety and efficacy assessment is the issue being discussed in the Europe. The assessment has to fulfill several scientific standards and pays attention to three Rs
– reduction, refinement, and replacement. Thus, the purpose of this research is to discover the protocol validity of slug irritation test on Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit) extract cooling gel using classification and regression tree (CART) method.
In this study, the in vivo test was a quasi-experimental design and the slug irritation test protocol validation which used the prediction model developed by statistic method of classification and regression test, was an explorative design. As for the prediction of irritation character, the class method was used.
1
BAB I
PENGANTAR
A.Latar belakang
Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh, dan bersambung dengan selaput lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang masuk. Kulit setiap kali tidak henti-hentinya menerima berbagai rangsangan mekanik dari luar tubuh, itulah sebabnya tidak mengherankan bila setiap hari jutaan sel rusak dan harus diperbaharui (Irianto, 2012).Iritasi adalah suatu kondisi pada kulit yang muncul akibat kontak berkepanjangan dengan zat kimia tertentu. Gejala umum terjadinya iritasi adalah panas. Hal ini disebabkan karena dilatasi pembuluh darah pada daerah yang terpapar yang ditandai dengan timbulnya kemerahan pada daerah kulit tersebut (eritema). Selain itu dapat juga menyebabkan terjadinya udema, yang dapat diamati dengan terjadinya perbesaran plasma yang membeku pada daerah yang terluka, dan dipercepat dengan adanya jaringan fibrosa yang menutupi daerah tersebut (WHO, 2005).
Identifikasi bahaya dicapai dengan tes toksikologikal secara konvensional yaitu secara in vivo dan in vitro. Uji toksisitas menjadi poin akhir dan menjadi perhatian utama dalam pembuatan suatu produk. Oleh karena itu, perlu diperhatikan toksisitas akut, tingkat iritasi terhadap kulit, mata, dan membran mukosa, sensitisasi dan fotosensitisasi, toksisitas subkronik, mutagenisitas, toksisitas jangka panjang dan karsinogenisitas (Leyden et al., 2002).
Penggunaan hewan untuk uji keamanan dan efikasi merupakan isu yang banyak diperbincangkan di Eropa. Jika data yang dibutuhkan hanya bisa dipenuhi melalui uji menggunakan hewan, maka pengujian harus memenuhi beberapa standar ilmiah dan memperhatikan pada prinsip tiga R (three Rs) yaitu reduksi (reduction), perbaikan (refinement), dan penggantian (replacement). Reduksi berarti mengurangi jumlah hewan yang digunakan sebagai subjek uji tetapi jumlah hewan minimum sebagai standar pengujian tetap terpenuhi. Perbaikan berarti prosedur yang akan dipakai seharusnya mengurangi tingkat stress, ketidaknyamanan, atau interferensi dengan fungsi fisiologi hewan dibandingkan metode sebelumnya. Penggantian berarti mengganti uji hewan dengan metode alternatif tanpa menggunakan hewan. Penggantian ini memberi kesempatan untuk mengkaji kembali kebutuhan pengujian menggunakan hewan sebelum penelitian dimulai (Leyden et al., 2002).
menggunakan slug (Arion lusitancius) yang mempunyai permukaan mukosa yang tinggi. Keuntungan dari uji menggunakan SMI dapat memprediksi ketidaknyamanan klinik seperti gatal dan sensasi terbakar yang tidak dapat diprediksi dalam studi in vitro maupun studi laboratorium menggunakan hewan mamalia (Adriaens cit., Dhondt, 2005). Uji SMI dapat memprediksi toleransi lokal dari sediaan solid, semi-solid maupun liquid. Potensi iritasi dapat diprediksi berdasarkan jumlah total dari mukus yang diproduksi (Adriaens, 2006).
Sanjaya (2013) telah memformulasikan ekstrak daun petai cina menjadi sediaan cooling gel. Namun, belum dilakukan uji iritasi terhadap sediaan yang dibuat tersebut. Maka perlu dilakukan validasi protokol slug irritation test pada sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina sehingga dapat menjadi salah satu alternatif untuk uji iritasi tanpa menggunakan hewan vertebrata.
1. Permasalahan
a. Apakah protokol slug irritation test pada sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina dengan metode classification and regression trees (CART) dapat menunjukkan hasil yang valid?
b. Apakah sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina bersifat iritatif atau non iritatif sebagai sediaan topikal?
2. Keaslian penelitian
Penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian adalah :
1. “The Slug Mucosal Irritation assay: an alternative assay for local tolerance testing” yang dilakukan oleh Els Adrians pada tahun 2006. Pada penelitian ini dilakukan uji iritasi mata, sediaan buccal, dan sediaan vaginal.
2. “Optimasi Humektan Propilen glikol dan Gelling agent CMC-Na dalam sediaan Cooling Gel Ekstrak Daun Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit.): Aplikasi Desain Faktorial” yang dilakukan oleh Otniel Sanjaya pada tahun 2011. Dalam penelitian ini dilakukan optimasi pada pembuatan sediaan cooling gel dengan bahan ekstrak daun petai cina.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan menambah informasi dalam bidang kefarmasian, mengenai slug irritation test pada jenis sediaan topikal cooling gel.
b. Manfaat praktis
B.Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui validitas protokol slug irritation test pada sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina dengan metode classification and regression tree (CART).
2. Tujuan khusus
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A.Kulit
Kulit merupakan organ tubuh yang memiliki luas paling besar, yaitu kira-kira 1,9 m2 pada orang dewasa dan mempunyai berat sekitar 15% dari berat badan. Ketebalan kulit sangat bervariasi di berbagai bagian tubuh, yang paling tipis ketebalannya kira 0,4 mm terdapat di sekitar mata dan paling tebal kira-kira 1,6 mm pada telapak tangan (Irianto, 2012).
Kulit adalah membran jaringan yang terdiri dari lapisan jaringan epitelial dan penghubung. Jaringan epitelial pada lapisan luar kulit adalah epidermis, dan jaringan penghubung yang menjadi lapisan dalamnya adalah dermis. Membran bawah adalah pengikat dermis yang memisahkan kedua lapisan ini. Epidermis dan dermis berada pada lapisan pendukung berupa jaringan penghubung dan sel-sel lemak yang disebut hipodermis(Balaban and Bobick, 1998).
Lapisan paling luar dari kulit adalah epidermis yang terdiri dari lapisan epitel gepeng beserta jaringannya. Unsur utama epidermis adalah sel-sel tanduk (keratinosit), selain itu terdapat juga sel melanosit, sel Langerhans, dan sel-sel Merckel. Epidermis terdiri dari beberapa lapis sel-sel yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum germinativum (Irianto, 2012).
Dermis bersifat ulet, lentur serta elastis yang berguna untuk melindungi bagian-bagian yang lebih dalam. Dermis terdiri dari serat-serat kolagen, serabut elastis dan serabut-serabut retikulin. Susunan serabut-serabut ini berbeda di bagian atas dan bawah sehingga pada lapisan dermis ini dibedakan atas lapis papilar dan lapis retikular (Irianto, 2012).
Hipodermis atau lapis subkutis merupakan anyaman jaringan ikat jarang serta mengandung banyak sel-sel lemak (pannicuculus adiposus). Dalam lapis hipodermis terdapat anyaman pembuluh arteri, pembuluh vena, anyaman syaraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit (Irianto, 2012).
Kulit merupakan suatu organ yang penting bagi pertahanan tubuh. Keratinosit mempersiapkan antigen eksternal untuk dipresentasikan pada limfosit T, yang kemudian akan meningkatkan respon imun (Graham-Brown and Burns, 1999).
B.Iritasi Kulit
waktu, kulit akan mengering terasa nyeri, mengalami perdarahan, dan pecah-pecah. Gejala umum yang dapat terjadi jika terjadi iritasi seperti panas, disebabkan karena dilatasi pembuluh darah pada daerah yang terpapar ditandai dengan timbulnya kemerahan pada daerah kulit tersebut (eritema). Selain itu dapat juga menyebabkan terjadinya udema, yang ditandai dengan terjadinya perbesaran plasma yang membeku pada daerah yang terpapar, dan dipercepat dengan adanya jaringan fibrosa yang menutupi daerah tersebut.
Secara umum, bahan kimia mempunyai dua mekanisme untuk memodulasi terjadinya iritasi. Pertama dengan cara merusak fungsi pertahanan dari stratum korneum dan yang kedua dengan efek langsung bahan iritan pada sel kulit. Kedua mekanisme dapat terjadi secara tunggal maupun kombinasi (Welss, Basketter, and Schroder, 2004).
Bahan iritan yang masuk ke dalam stratum korneum akan menyebabkan delipidasi dan denaturasi protein. Delipidasi merupakan proses terganggunya keseimbangan lipid yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan ikatan lipid sehingga stratum korneum akan kehilangan fungsi pertahanannya. Proses delipidasi ini dipicu oleh surfaktan dan bergantung pada critical micelle concentration dari komponen surfaktan. Proses kehilangan air pada membran transepidermal ini akan meningkatkan penetrasi dari bahan iritan semakin dalam ke bagian epidermal tempat keratinosit (Welss, Basketter, and Schroder, 2004).
meningkatkan sedikit aliran darah, menarik sel darah putih ke lokasi dan menghancurkan sel secara langsung dan semuanya menghasilkan inflamasi lokal pada kulit (Benson and Watkinson, 2012).
C.Gel
Menurut Dirjen POM (1995), gel merupakan suatu sistem suspensi semisolid yang terdiri dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan terpenetrasi pada suatu cairan. Gel merupakan sediaan semisolid yang transparan atau keruh dengan perbandingan pelarut yang lebih tinggi dari gelling agent. Ketika gelling agent didispersikan pada pelarut yang sesuai, maka akan terbentuk matriks tiga dimensi (Osborne and Amann, 1990).
Gel dapat diklasifikasikan menjadi hidrogel dan organogel. Hidrogel meliputi komponen koloid yang larut dalam air dan juga organik hidrogel seperti gum alam dan sintesis dan juga hidrogel inorganik. Organogel meliputi hidrokarbon, lemak hewan atau nabati, dan organogel hidrofilik (Allen, 1999).
Hidrogel komposisi utamanya tersusun dari 85-90% air atau campuran aqueous-alcoholi, humektan, dan gelling agent yang akan memberikan efek mendinginkan (Buchman and Stephan, 2001).
D.Tanaman Petai Cina
Di daerah Jawa, petai cina memiliki nama lain lamtoro. Klasifikasi tanaman petai cina adalah seperti berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil) Sub kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae (suku polong-polongan) Genus : Leucaena Benth. (leadtree)
Spesies : Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit (white leadtree)
(United States Departement of Agriculture, 2013). Menurut Chew et al., (2011), daun petai cina mengandung flavonoid, tanin, dan saponin. Kandungan yang berfungsi sebagai antiinflamasi dalam sediaan cooling gel adalah flavonoid (Garcia-Lafuente et al., 2002).
Menurut Garcia-Lafuente et al., (2009), salah satu fungsi dari flavonoid adalah dapat digunakan sebagai agen antiinflamasi. Flavonoid dapat bersifat antioksidatif dan menangkap radikal, mengatur aktivitas selular yang berhubungan dengan inflamasi, memodulasi aktivitas dari enzim yang memetabolisme asam arakidonat (seperti fosfolipase A2, siklooksigenase, lipooksigenase, dan nitrit oksida sintase) serta memodulasi ekspresi gen proinflamasi.
E.Bahan Uji Iritasi
1. CMC-Na
Carboxymethylcellulose Sodium (CMC-Na) berbentuk serbuk granul putih, tidak berbau, tidak berasa, dan bersifat higroskopis. Struktur CMC-Na dapat dilihat pada gambar 3 (Rowe et al., 2009).
Gambar 3. Struktur CMC-Na (Rowe et al., 2009)
pengobatan luka, dermatological patches sebagai pelindung mukosa, menyerap cairan yang keluar dari luka, menyerap keringat (Rowe et al., 2009).
2. Propilen glikol
Propilen glikol (gambar 4) berbentuk cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau. Propilen glikol dapat berfungsi sebagai pengawet, desinfektan, humektan, plasticizer, pelarut, stabilizing agent dan kosolven water-miscible. Pada formulasi sediaan topikal, propilen glikol digunakan sebagai humektan dengan konsentrasi ±15% (Rowe et al., 2009). Data klinis menunjukkan reaksi iritasi kulit dan sensitisasi propilen glikol pada subjek dengan kondisi normal dengan konsentrasi sebesar 10% dan untuk pasien dermatitis pada konsentrasi 2% (Rowe et al., 2009).
Gambar 4. Struktur Propilen glikol (Rowe et al., 2009)
3. Gliserin
Gliserin merupakan cairan higroskopis yang tidak berwarna, tidak berbau, rasa manis. Struktur gliserin dapat dilihat pada gambar 5. Gliserin dapat digunakan dalam formulasi seperti oral, optalmik, topikal maupun parenteral. Fungsi gliserin dapat digunakan sebagai humektan dan emolient dalam sediaan topikal (Rowe et al., 2009).
(Smolinske, 1992). Gliserin dalam range 20-25% digunakan untuk moisturizer pada kulit kering. Gliserin sampai dengan konsentrasi 25% aman digunakan dan dalam batas toleransi kulit (Paye, 2006).
Gliserin bersifat sebagai penetration enhancer dan juga sebagai humektan yang kuat karena mempunyai kemampuan menyerap air yang hampir sama dengan natural moisturizing factor (NMF) yang merupakan pengikat alami dalam kulit. Humektan dapat membantu menjerat air dari udara yang kemudian dapat berpenetrasi ke dalam kulit bila kelembaban relatif rendah. Tetapi humektan dapat juga menarik air dari bagian epidermis dan dermis yang dapat menyebabkan kulit menjadi kering (Leyden et al., 2002).
Gambar 5. Struktur Gliserin (Rowe et al., 2009)
4. Asam laktat
Asam laktat (gambar 6) merupakan golongan Alpha-hydroxyacids (AHAs) yang paling penting ikut terlibat dalam metabolisme energi tingkat seluler. Asam laktat merupakan salah satu penyusun utama dari faktor kelembaban natural pada stratum korneum. Alpha-hydroxyacids (AHAs) mempunyai beberapa aksi yang berbeda pada kulit bergantung pada pH dan konsentrasi yang digunakan. Asam laktat merupakan asam lemah dengan pKa 3,86 (Leyden et al., 2002).
digunakan pada kosmetik untuk perawatan kulit kering sekitar 5% dan mempunyai pH bervarisi antara 4-5 dan di atas 5. Perubahan pH akan menimbulkan perbedaan yang relatif besar pada availabilitas bentuk asam dan garam, sementara konsentrasi tidak berpengaruh banyak. Bentuk garam dari AHA efektif digunakan sebagai humektan moisturizer sedangkan bentuk asam dapat merangsang sensor iritasi (rasa terbakar, sakit, atau tertusuk) pada beberapa orang, tetapi pada konsentrasi yang tidak terlalu mengiritasi di mana tidak menstimulasi reaksi inflamasi. Efek iritasi bergantung pada pH dan berkurang dengan kenaikan pH. Potensi iritasi primer meningkat dengan cepat di bawah nilai pKa (pH 3,86) (Leyden et al., 2002).
Gambar 6. Struktur Asam Laktat (Rowe et al., 2009)
5. Asam salisilat
1,5% atau kurang pada krim kosmetik kulit. Untuk pemakaian sehari-hari dengan konsentrasi 2-3% asam salisilat tergolong aman dan jarang mengiritasi (Leyden et al., 2002).
Gambar 7. Struktur Asam Salisilat (Scientific Committee on Cosmetic Products and Non-Food Products, 2002)
6. Arbutin
Arbutin (4-hydroxyphenyl-β-D-glucopyranoside, hydroquinone-β-glucopyranoside) merupakan derivat dari hidrokuinon. Mempunyai rumus empiris C12H16O7, struktur arbutin dapat dilihat pada gambar 8. Berbentuk serbuk berwarna putih sampai keabuan. Mempunyai kelarutan ≥ 10 g/100 g dalam air dan propilen glikol atau ≥ 10 g/100 g dalam etanol dan gliserin (Scientific Committee on Consumer Safety, 2015).
Gambar 8. Struktur Arbutin (Scientific Committee On Consumer Safety, 2015)
di dalam krim kosmetik wajah atau lotion wajah pada konsentrasi 7%, 10% larutan β-Arbutin dapat menimbulkan sedikit potensi iritasi primer (Scientific Committee On Consumer Safety, 2015).
7. Sodium lauril sulfat
Sodium lauril sulfat (gambar 9) berbentuk kristal berwarna putih sampai kuning pucat, merupakan surfaktan anionik yang digunakan dalam berbagai formulasi sediaan nonparenteral. Digunakan sebagai detergen dan wetting agent yang efektif dalam kondisi basa maupun asam (Rowe et al., 2009).
Gambar 9. Struktur sodium lauril sulfat (Rowe et al., 2009)
Sodium lauril sulfat banyak digunakan dalam kosmetik dan formulasi sediaan oral maupun topikal. Memiliki efek toksik akut meliputi iritasi kulit, mata, membran mukosa, saluran pernapasan bagian atas, dan lambung (Rowe et al., 2009).
Untuk kontak jangka panjang pada kulit konsentrasi sodium lauril sulfat seharusnya tidak lebih dari 1% (Robinson et al., 2010).
F. Slug Irritation Assay
1. Slug mucosal irritation
Slug Mucosal Irritation (SMI) dikembangkan di University of Ghent. SMI dapat digunakan sebagai skrining awal pada tahap riset dan pengembangan formulasi sediaan baru untuk mengevaluasi toleransi lokal tanpa menggunakan hewan mamalia. Uji SMI telah divalidasi sebelumnya untuk skrining potensi iritan dari bahan-bahan kimia. Uji SMI juga direkomendasikan sebagai salah satu uji alternatif untuk menggantikan Uji Draize (Adriaens, 2006).
Produksi mukus pada siput adalah mekanisme perlindungan terhadap bahan-bahan berbahaya. Mekanisme ini dapat dimanfaatkan untuk mengetahui potensi iritasi dari bahan iritan (Adriaens cit., Dhondt, 2005).
Populasi siput yang digunakan pada pengujian akan mempengaruhi titik akhir dari slug mucosal irritation, sehingga penting untuk mengevaluasi efek penggunaan slug mucosal irritation pada spesies tertentu (Dhondt et al., 2006).
2. Laeviculais alte FéR
Habitat di permukaan tanah lembab dengan tumpukan dedaunan kering, sering dijumpai di bawah batang pohon atau kayu yang telah lapuk, dataran
Ordo : Systellommatophora Famili : Veronicellidae Genus : Laevicaulis
Spesies : Laevicaulis alte Férussac, 1822
ventral di tubuh bagian posterior. Penis pada individu jantan pipih panjang dan terletak di bagian dalam tubuh sisi anterior dekat mulut (Ramakrishna, Jayashankar, Alexander, Thanuja, and Deepak, 2014).
Gambar 10. Laevicaulis alte FéR
G.Validasi Alternatif Tes
Validasi dari sebuah metode alternatif dapat didefinisikan sebagai proses di mana reliabilitas dan relevansi dari sebuah metode alternatif terjamin untuk tujuan penelitian tersebut (Balls, 1990). Sebuah metode untuk penggantian dari uji menggunakan hewan meliputi uji sistem dan model prediksi (Archer, 1997). Model prediksi dikembangkan dengan pengalaman dan metode statistika. Klasifikasi model prediksi dilakukan dengan membuat prediksi pada skala kategori, sedangkan model matematik dilakukan dengan membuat prediksi pada skala yang berulang (Balls, 1990).
dibagi dengan jumlah total bahan iritan yang diuji. Spesifisitas (evaluasi jumlah positif palsu) adalah jumlah total bahan non-iritan yang diklasifikasikan secara benar dengan uji alternatif, dibagi dengan jumlah total bahan non-iritan yang diuji. Sebuah metode dikatakan valid jika memiliki nilai sensitifitas dan spesifisitas > 60%.
H.Classification and Regression Tree (CART)
batasan minimum n, semua pengamatan dalam tiap simpul anak identik, dan adanya batasan jumlah level/kedalaman pohon maksimal (Hartati, 2012).
I. Keterangan Empiris
22
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian berjudul “Uji In Vivo dan Validasi Protokol Slug Irritation Test pada Sediaan Cooling Gel Ekstrak Daun Petai Cina (Leucaena Leucocephala (Lmk) De Wit) dengan Metode Classification And Regression Tree (CART)” adalah eksperimental kuasi (quasi-experimental) dan eksploratif. Uji in vivo slug irritation test bersifat eksperimental kuasi dan validasi protokol slug irritation test yang menggunakan model prediksi yang dikembangkan menggunakan metode statistika classification and regression tree (CART) bersifat eksploratif.
B.Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah bahan uji iritasi dengan formula yang berbeda.
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat iritatif yang ditinjau dari produksi mukus, albumin, LDH, dan ALP.
3. Variabel pengacau terkendali
4. Variabel pengacau tak terkendali
Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah umur siput dan kondisi patologis hewan uji.
C.Definisi Operasional
1. Iritasi adalah keadaan di mana siput mengeluarkan jumlah mukus yang lebih banyak dari normal.
2. Mukus adalah lendir yang dikeluarkan oleh siput dan berada di luar tubuh siput.
3. Siput atau slug adalah siput telanjang dari spesies Laevicaulis alte (FéR), memiliki mantel berwarna hitam, dan memiliki berat 3-4 g.
4. Cooling gel ekstrak daun petai cina adalah sediaan semipadat yang dibuat dari ekstrak daun petai cina dengan menggunakan gelling agent CMC-Na dan humektan propilen glikol dengan formula yang telah ditentukan pada penelitian ini.
5. Simplisia daun petai cina adalah daun petai cina yang telah dikeringkan selama beberapa hari dan kemudian dihaluskan menjadi serbuk.
D.Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah glassware (Pyrex-Germany), blender (Philips® tipe HR 2815/A), timbangan analitik Mettler Toledo®, alat maserasi (Innova 2100 platform shaker), Vacum Rotary Evaporator (Rotavapor R-3 Buchi®), waterbath, mixer, indikator pH universal, viskometer (Rion VT-04), tabung microtube, Spektrofotometer UV-VIS (Shimadzu® tipe UV mini-1240), micropipet.
2. Bahan penelitian
Bahan uji yang digunakan adalah daun petai cina yang diperoleh dari Ungaran, etanol 96% (teknis), akuades, CMC-Na, propilen glikol, metil paraben, gliserin, arbutin, asam laktat, asam salisilat, sodium lauril sulfat, natrium klorida, PBS.
3. Reagen
a. Reagen ALP
Reagen ALP yang digunakan adalah reagen ALP ReiGed Diagnostics. Komposisi dan konsentrasi dari reagen ALP dapat dilihat pada Tabel I.
Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen ALP
Komposisi Konsentrasi (mM)
Reagen 1 Diethanolamine 1,0
Magnesium chloride 0,5
Reagen 2 p- Nitrophenylphosphatase
b. Reagen LDH
Reagen LDH yang digunakan adalah reagen LDH DiaSys. Komposisi dan konsentrasi dari reagen LDH dapat dilihat pada Tabel II.
Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen LDH
Komposisi pH Konsentrasi (mmol/ L)
Reagen 1 Phosphate buffer 7,5 64
Pyruvate 0,80
Reagen 2 Good’s buffer 9,6
NADH 1,0
c. Reagen albumin
Reagen albumin yang digunakan adalah reagen albumin ReiGed Diagnostics. Komposisi dan konsentrasi dari reagen albumin dapat dilihat pada Tabel III.
Tabel III. Komposisi dan konsentrasi reagen albumin
Komposisi Konsentrasi (mM) dari daerah Ungaran, Jawa Tengah.
E.Tata Cara Penelitian
1. Pembuatan ekstrak daun petai cina
a. Pembuatan serbuk daun petai cina
dicuci dikering-anginkan selama 3 hari, dikeringkan sampai benar-benar kering, ditandai dengan hancur bila diremas. Daun yang sudah kering kemudian dihaluskan hingga menjadi serbuk dengan alat penghalus.
b. Pembuatan ekstrak cair daun petai cina
Sebanyak 25 g serbuk daun petai cina diekstrak dengan 500 mL campuran etanol 96% : akuades (1:1) terus menerus selama 3 hari pada suhu ruangan. Ekstrak disaring dengan bantuan pompa vakum dan filtratnya diekstrak lagi menggunakan 500 mL etanol 96% selama 1 hari pada suhu ruangan dan disaring. Kedua ekstrak tersebut dicampur dan dievaporasi hingga menjadi ekstrak cair.
2. Pembuatan sediaan coolinggel ekstrak daun petai cina
a. Formula gel
Formula yang digunakan dalam percobaan ini mengacu pada formula Optimasi Humektan Propilen glikol dan Gelling agent CMC-Na (Sanjaya, 2013).
Tabel IV. Formula acuan (Sanjaya, 2013)
b. Pembuatan gel
CMC-Na dikembangkan dalam 100 mL akuades dengan cara menaburkan CMC-Na di atas akuades, pengembangan dilakukan selama 24 jam, suspensi ini disebut campuran 1. Metil paraben dilarutkan menggunakan propilen glikol, disebut campuran 2. Campuran 1 dicampur dengan campuran 2 dan ditambahan dengan ekstrak daun petai cina, lalu dilakukan proses mixing menggunakan mixer, proses mixing ini dilakukan selama 5 menit dengan kecepatan mixer skala 2.
3. Uji sifat fisis sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina
a. Uji daya sebar
Uji daya sebar dilakukan 48 jam setelah pembuatan dengan cara gel ditimbang seberat 1 g dan diletakkan di tengah kaca bulat berskala, kemudian ditutup dengn kaca bulat lain, di atas gel diberi beban dengan berat total 125 g kemudian didiamkan selama 1 menit dan diukur penyebarannya.
b. Uji pH
Uji pH dilakukan beberapa saat setelah pembuatan gel dengan menggunakan indikator pH universal.
c. Uji viskositas
4. Pembuatan bahan uji iritasi
a. Formula bahan uji
Tabel V. Formula bahan uji
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8
Kontrol non iritan non iritan iritan non iritan iritan non iritan bahan
uji non iritan Keterangan: F1 = CMC-Na; F2 = Propilen glikol; F3 = Gliserin; F4 = Asam salisilat; F5 = SLS;
F6 = Asam Laktat, F7 = Cooling gel ekstrak daun petai cina; F8 = Arbutin
b. Pembuatan bahan uji CMC-Na
CMC-Na sebanyak 4 g dikembangkan dalam 100 mL akuades. Konsentrasi CMC-Na disesuaikan dengan konsentrasi CMC-Na sebagai gelling agent pada sediaan.
c. Pembuatan bahan uji propilen glikol
Sebanyak 8 g propilen glikol dilarutkan dengan sedikit air kemudian ad sampai tanda batas dalam labu ukur 100 mL.
d. Pembuatan bahan uji asam salisilat, asam laktat, sodium lauril sulfat, dan arbutin
menggunakan propilen glikol, disebut campuran 2. Campuran 1 dicampur dengan campuran 2 dan ditambahan dengan bahan uji yang telah dilarutkan dalam akuades, lalu dilakukan proses mixing menggunakan mixer. Proses mixing ini dilakukan selama 5 menit dengan kecepatan mixer skala 2.
5. Uji iritasi menggunakan slug irritation test
a. Pengumpulan dan determinasi siput
Siput diperoleh dari wilayah Perumda, Ungaran-Kabupaten Semarang. Determinasi dilakukan dengan mencocokan karakteristik siput dengan literatur. Untuk klasifikasi spesies siput, dilakukan pembedahan untuk mengetahui bentuk alat kelamin siput sebagai pembeda yang khas. Siput yang digunakan untuk prosedur uji adalah siput dari spesies Laevicaulis alte (FéR) yang memiliki berat antara 3-4 g.
b. Slug irritation test
c. Pengukuran kadar albumin
Sebanyak 8 μL PBS hasil uji diambil dan ditambahkan dengan 800 μL reagen albumin (Tabel III), ditambahkan 3200 μL akuades, dan absorbansi senyawa dibaca pada panjang gelombang 630 nm.
d. Pengukuran LDH
Dalam labu ukur 5 mL dimasukkan 20 μL PBS hasil uji, ditambahkan dengan 800 μL reagen 1 LDH (Tabel II) dan 200 μL reagen 2 LDH (Tabel II), ad sampai tanda batas 5 mL menggunakan NaCl 0,9%, didiamkan selama 1 menit, kemudian diukur absorbansinya. Pengukuran absorbansi dilakukan kembali pada waktu 2, 3, dan 4 menit, absorbansi senyawa dibaca pada panjang gelombang 340 nm.
e. Pengukuran ALP
F. Analisis Hasil
1. Validasi protokol slug irritation test
a. Perhitungan persen mukus
% mukus =bobot mukus yang dikeluarkan
bobot siput x 100%
b. Perhitungan ALP
ALP [U/L] = Δabsorbansi/menit x faktor koresponding (3300) c. Perhitungan albumin
Albumin g dL =Absorbansi sampel
absorbansi standarx konsentrasi standar ( g
dL)
d. Perhitungan aktivitas LDH
Aktivitas LDH [U/L] = Δabsorbansi/menit x faktor koresponding (10.080)
e. Penentuan nilai cut off
Dicari nilai cut off dari faktor yang digunakan untuk prediksi respon iritasi berdasarkan variabel persen mukus, kadar ALP, kadar albumin, dan kadar LDH menggunakan classification and regression tree pada program RStudio. Dibuat plot CART untuk prediksi.
f. Penentuan jumlah data true positive, false positive, true negative, false negative
dikatakan non-iritan dan pada prediksi CART bahan dikatakan iritan. Data dikatakan negatif palsu (false negative) jika pada literatur bahan dikatakan iritan dan prediksi CART bahan dikatakan non-iritan. Pembuatan confusion matrix dapat dilihat pada Tabel VI.
Tabel VI. Confusion Matrix
ur Iritan true positive false negative
Non-iritan false positive true negative
g. Perhitungan nilai spesifisitas, sensitifitas, tkritis dan MCC 1) Perhitungan spesifisitas
3) Perhitungan MCC (Matthew’s correlation coefficient)
MCC = TP x TN −(FP x FN)
TP + FP TP + FN TN + FP (TN + FN)
Keterangan: TP = True Positive; TN = True Negative; FP = False Positive; FN = False Negative
4) Perhitungan rkritis df = n - 2
rkritis = (ttabel2) (df + (ttabel2))
Keterangan: ttabel = 1,995 (dilihat dari tabel distribusi t); df (degree of freedom); n =
2. Prediksi sifat iritatif cooling gel ekstrak daun petai cina
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Ekstraksi Daun Petai Cina
Penelitian ini menggunakan tumbuhan petai cina yang diambil dari wilayah Perumda, Ungaran. Daun diambil dari satu pohon saja untuk meminimalkan faktor pengacau yang mungkin bisa mengganggu penelitian. Daun petai cina yang digunakan telah melalui proses determinasi (lampiran 1). Dipilih tumbuhan petai cina dengan tinggi 5-6 m yang memiliki banyak daun pada satu pohon. Daun petai cina diambil pada bulan September 2014 dan dalam keadaan berbuah. Tumbuhan petai cina memiliki daun yang kecil dan berwarna hijau. Daun yang telah diambil, dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran kemudian daun petai cina diangin-anginkan hingga tidak basah lagi. Setelah dikeringkan daun dipetik dari batangnya menjadi satuan kecil.
Pada penelitian dilakukan 3 kali ekstraksi. Untuk masing-masing proses ekstraksi, sebanyak 25 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 1000 mL dan ditambahkan 250 mL etanol 96% serta 250 mL akuades dan dimaserasi selama 3 hari. Setelah 3 hari, campuran tersebut disaring menggunakan kertas saring dengan bantuan pompa vakum. Filtrat diremaserasi menggunakan 500 mL etanol 96% selama 24 jam. Setelah 24 jam remaserasi, campuran disaring kembali dengan bantuan pompa vakum. Hasil maserasi dan remasererasi dicampur menjadi satu dan dilakukan evaporasi. Evaporasi menggunakan rotari evaporator selama 2 jam dan dilanjutkan menggunakan waterbath selama 5 jam hingga penyusutan bobot ekstrak tidak lebih dari 10%.
Tanin dan saponin merupakan senyawa yang larut dalam air dan pelarut organik seperti alkohol. Sedangkan flavonoid tidak larut dalam air, tetapi larut dalam sebagian pelarut organik. Oleh karena itulah penggunaan pelarut etanol 96% : akuades digunakan saat proses ekstraksi.
B.Pembuatan dan Uji Sifat Fisis Cooling Gel Ekstrak Daun Petai Cina
Pada pembuatan cooling gel ekstrak daun petai cina ini digunakan CMC-Na sebagai gelling agent, propilen glikol sebagai humektan, akuades sebagai pelarut, dan ekstrak petai cina sebagai zat aktif.
(level rendah) dan 20 g (level tinggi), sehingga tidak dilakukan lagi optimasi jumlah humektan maupun gelling agent dalam penelitian ini.
Uji sifat fisis sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina dilakukan untuk mengetahui sediaan gel yang dihasilkan telah memiliki sifat fisis yang baik yaitu dapat diterima oleh masyarakat (acceptable). Sifat fisis yang diamati daam penelitian adalah daya sebar, viskositas, dan pH. Uji sifat fisis sediaan, khususnya daya sebar dan viskositas dilakukan 48 jam setelah pembuatan gel. Waktu 48 jam dianggap sudah tidak ada lagi pengaruh gaya atau energi yang diberikan dalam proses pembuatan sediaan yang dapat mempengaruhi hasil pengujian. Hasil uji sifat fisis sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina dapat dilihat pada Tabel VII.
Tabel VII. Data uji sifat fisik
Formula pH Daya Sebar (cm) ± SEM Viskositas (d.Pas) ± SEM
1 6 6,742±0,361 80±0
2 6 6,492±0,060 140±37,859
3 6 5,525±0,104 275±14,434
4 6 5,175±0,278 333,33±16,667
Keterangan: Formula 1 = formula cooling gel dengan level gelling agent dan humektan rendah; Formula 2 = formula cooling gel dengan level gelling agent rendah dan humektan tinggi; Formula 3 = formula cooling gel dengan level gelling agent tinggi dan humektan rendah; Formula 4 = formula cooling gel dengan level gelling agent dan humektan tinggi
dibuat sesuai dengan syarat pH untuk sediaan topikal sehingga diharapkan tidak mengiritasi kulit.
Pengujian daya sebar bertujuan untuk mengetahui kemampuan sediaan semisolid untuk menyebar dengan cara melihat diameter penyebaran sediaan semisolid pada tempat aplikasi. Daya sebar merupakan kemampuan suatu sediaan semisolid untuk menyebar di area yang akan diaplikasikan. Daya sebar berbanding terbalik dengan viskositas, semakin kecil viskositas suatu sediaan semisolid maka kemampuan menyebarnya pada permukaan kulit akan semakin besar, begitu juga sebaliknya. Menurut Garg et al. (2002) daya sebar yang optimum untuk sediaan yang bersifat semisolid berada pada kisaran 3-6 cm.
Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan gel. Viskositas berbanding terbalik dengan kemampuan alir di mana semakin besar viskositas maka kemampuan untuk mengalir akan semakin kecil, begitu pula sebaliknya. Viskositas sediaan semisolid menurut Garg et al. (2002) adalah 200-300 d.Pa.s.
hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan teori yang seharusnya semakin besar konsentrasi propilen glikol yang ditambahkan akan menyebabkan penurunan viskositas karena propilen glikol mempunyai banyak gugus hidroksi yang akan menarik air melalui pembentukan ikatan hidrogen.
C.Pembuatan Bahan Uji Iritasi
Bahan uji iritasi digunakan sebagai pembanding dalam uji iritasi, bahan uji merupakan bahan-bahan yang digunakan pada kosmetik. Berdasarkan hasil uji sifat fisis sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina yang telah diformulasikan, dipilih formula 3 untuk pengujian iritasi. Formula 3 dipilih karena hanya formula 3 yang memenuhi persyaratan uji sifat fisis sediaan semisolid gel. Untuk mengetahui potensi iritasi dari sediaan cooling gel, dilakukan pula uji iritasi pada komponen penyusun gel yaitu gelling agent dan humektannya agar dapat diketahui pengaruh penggunaan gelling agent dan humektan yang dipilih terhadap potensi iritasi dari sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina.
kulit. Penggunaan propilen glikol dalam sediaan semisolid dibatasi dengan konsentrasi ±15% sehingga konsentrasi propilen glikol yang dipilih sesuai dengan konsentrasi propilen glikol yang digunakan dalam formulasi sediaan untuk mengetahui potensi iritasinya dalam sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina. Propilen glikol diencerkan menggunakan akuades sebagai bahan uji non-iritan.
Gliserin digunakan sebagai salah satu bahan uji karena gliserin dapat digunakan sebagai humektan pada sediaan gel. Gliserin dalam range 20-25% digunakan untuk moisturizer pada kulit kering. Gliserin sampai dengan konsentrasi 25% aman digunakan dan dalam batas toleransi kulit (Paye, 2006). Gliserin dengan konsentrasi 100% digunakan sebagai kontrol iritan pada slug irritation test.
Penggunaan asam salisilat dibatasi dengan konsentrasi 1,5% untuk sediaan kosmetik dan untuk pemakaian sehari-hari dengan konsentrasi 2-3% asam salisilat tergolong aman dan jarang mengiritasi (Leyden et al., 2002). Pada uji pendahuluan, dilakukan uji pada siput menggunakan asam salisilat dengan konsentrasi 2%, 1%, dan 0,5%. Namun, hasil pengujian menunjukkan bahwa dengan konsentrasi 2% dan 1% siput mati sebelum 60 menit batas waktu pemaparan selesai sedangkan untuk konsentrasi 0,5% siput tetap hidup. Asam salisilat untuk uji iritasi dibuat dengan konsentrasi 0,5% karena mampu mengiritasi siput tetapi tidak membuat siput mati. Asam salisilat dibuat dengan konsentrasi 0,5% dalam gel, digunakan sebagai bahan uji non-iritan.
uji pendahulan, dilakukan uji pada siput menggunakan asam laktat dengan konsentrasi 2,5%, 1%, dan 0,5%. Namun, hasil pengujian menunjukkan bahwa dengan konsentrasi 2,5% dan 1% siput mati sebelum 60 menit batas waktu pemaparan selesai sedangkan untuk konsentrasi 0,5% siput tetap hidup. Asam laktat untuk uji iritasi dibuat dengan konsentrasi 0,5% karena mampu mengiritasi siput tetapi tidak membuat siput mati. Asam laktat dibuat dengan konsentrasi 0,5% dalam gel, digunakan sebagai bahan uji non-iritan.
Menurut U.S Cosmetic Ingredient Reviewer (CIR) konsentrasi AHA di atas 10% dengan pH di bawah 3,5 aman digunakan, konsentrasi asam laktat yang digunakan pada kosmetik untuk perawatan kulit kering sekitar 5% (Leyden et al., 2002).
Arbutin merupakan turunan hidrokuinon yang sering digunakan sebagai
agen pencerah kulit. β-arbutin digunakan sebagai agen pencerah kulit didalam krim kosmetik wajah atau lotion wajah pada konsentrasi 7%, 10% larutan β -Arbutin dapat menimbulkan sedikit potensi iritasi primer (Scientific Committee on Consumer Safety, 2015). Pada uji pendahulan, dilakukan uji pada siput menggunakan arbutin dengan konsentrasi 5%. Didapatkan hasil bahwa siput tidak mati dan tetap memproduksi mukus. Arbutin dibuat dengan konsentrasi 5% dalam gel, digunakan sebagai bahan uji non iritan. Hasil uji pendahuluan untuk masing-masing bahan dapat dilihat pada Tabel VIII.
Tabel VIII. Hasil uji pendahuluan pada bahan uji
Kontrol Bahan
Siput yang digunakan adalah siput telanjang (rerespo) yang diperoleh dari daerah Ungaran, Jawa Tengah. Dilakukan determinasi pada siput untuk mengetahui spesies siput yang digunakan. Siput yang digunakan pada penelitian adalah siput dari spesies Laevicaulis alte FéR (Lampiran 4). Jenis siput yang digunakan untuk pengujian iritasi akan mempengaruhi hasil akhir dari uji iritasi. Dhondt et al., (2006) menemukan bahwa “however, because this study demonstrates that the use of other slug species can influence the test end points and eye irritation classification, it is important to evaluate the effects of the selected species”.
Masing-masing siput dan cawan petri ditimbang. Bahan uji dimasukkan ke dalam cawan petri, siput diletakkan di atas 1 g bahan uji dalam periode waktu 60 menit dan diukur jumlah lendir diproduksi. Mukus yang dihasilkan digunakan sebagai parameter sifat iritatif bahan. Menurut Cock et al., (2011), dalam keadaan normal siput telanjang memproduksi mukus dalam jumlah terbatas untuk menghindari dehidrasi. Ketika siput dipaparkan dengan komponen iritan, siput akan mensekresi mukus sebagai mekanisme untuk perlindungan dinding tubuh siput. Semakin tinggi jumlah mukus yang diproduksi, semakin iritan bahan untuk tubuh siput. Warna dari mukus yang diproduksi juga dapat mengindikasikan tingkat iritasi. Normalnya mukus yang diproduksi oleh siput tidak berwarna tetapi kontak dengan bahan iritan menyebabkan sekresi mukus yang berwarna sedikit kuning.
didiamkan selama 60 menit. Setelah 60 menit kontak dengan bahan uji, siput akan melepaskan ALP, LDH, dan albumin. Menurut McComb, Bowers, and Posen (1979), secara umum alkaline phosphatase (ALP) terdapat pada 3 daerah pada tubuh moluska yaitu saluran pencernaan, organ excretory, dan pada bagian mantel. Aktivitas ALP akan meningkat jika terjadi kerusakan sel maupun infeksi pada snails dan slugs. Lactate dehydrogenase (LDH) merupakan enzim sitolik dan akan dilepaskan pertama kali saat terjadi kerusakan jaringan.
Setelah 60 menit, cairan Phosphat Buffer Saline (PBS) yang telah kontak dengan tubuh siput ditampung dalam tabung microtube. PBS digunakan sebagai pelarut dari biomarker kerusakan jaringan yang dilepaskan oleh siput.
Hasil slug irritation test yang didapatkan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel IX.
Tabel IX. Data slug irritation test
Tabel IX (lanjutan)
Bahan Uji Pengukuran Persen mukus
(%)
Penentuan nilai ALP, LDH, dan albumin menggunakan sampel PBS yang direaksikan dengan reagen yang terdapat pada masing-masing kit ALP, LDH, dan albumin, pengukuran dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. ALP bertindak sebagai katalis pada hidrolisis p-nitrofenilfosfat menjadi p-nitrofenol dan fosfat, p-nitofenol mempunyai absorbansi pada panjang gelombang 405 nm. Jumlah p-nitrofenol yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi katalitik dari ALP yang ada pada sampel. Semakin tinggi kadar ALP pada sampel maka semakin banyak p-nitrofenol yang terbentuk.
p-nitrofenilfosfat + H2O fosfat + p-nitrofenol (1)
LDH merupakan suatu enzim yang mengandung 5 isoenzim yang berbeda yang mengkatalisis perubahan piruvat menjadi l-laktat. Jumlah laktat yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi katalitik dari LDH yang ada pada sampel. Prinsip pengukurannya semakin banyak jumlah LDH dalam sampel maka semakin tinggi laktat yang terbentuk.
Piruvat + NADH + H+ Laktat + NAD+ (2)
Albumin akan membentuk kompleks warna dengan bromkresol hijau (BCG), intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan kandungan albumin dalam sampel. Semakin tinggi kandungan albumin pada sampel albumin maka intensitas warna hijau yang ditimbulkan akan semakin tinggi.
BCG + albumin kompleks BCG-Albumin (3)
E.Validasi Slug Irritation Test Menggunakan CART
Validasi protokol slug irritation test menggunakan model prediksi yang dikembangkan menggunakan metode statistika classification and regression tree.
LDH ALP
Analisis classification and regression tree merupakan bagian dari decision tree yang dilakukan menggunakan program RStudio versi 0.98.1028. Prediksi respon iritasi menggunakan data dari keempat faktor yaitu persen mukus, ALP, LDH, dan albumin. Untuk prediksi menggunakan classification and regression tree digunakan dua metode yaitu metode kelas dan metode anova. Dari uji menggunakan metode CART didapatkan hasil seperti pada Tabel X.
Tabel X. Classification and Regression Tree
Class Method Anova Method Variabel yang digunakan ALP Persen mukus ALP Persen mukus
Cut-off 8,25 0,12 8,25 0,12
Dari Tabel X dapat dilihat variabel yang digunakan dan dipilih setelah pengolahan secara statistik dari keempat faktor. Didapatkan juga nilai cut off dari masing-masing variabel yang digunakan, nilai cut off ini yang nantinya akan digunakan untuk syarat klasifikasi dan prediksi senyawa iritan atau non iritan. Cut off dari ALP yaitu 8,25 dan cut off dari persen mukus yaitu 12%.
(a) (b)
Gambar 11. Classification (a) and Regression (b) Tree
Dari Gambar 11 dapat dilihat perbedaan hasil plot antara metode kelas (classification tree) dengan hasil plot dari metode anova (regression tree). Untuk prediksi sifat iritatif bahan digunakan metode kelas yang mempunyai nilai akhir angka 0 dan 1, nilai akhir ini merupakan variabel respon yang berupa skala
kategorik. Angka 0 akan menunjukkan bahan non iritan sedangkan angka 1 akan menunjukkan bahwa bahan iritan. Tidak digunakan metode anova karena variabel respon yang diinginkan tidak berbentuk kontinu.
Hasil analisis menggunakan metode anova (Gambar 11.b.) menunjukkan adanya 46 bahan uji yang bersifat tidak mengiritasi, 17 bahan yang bersifat mengiritasi, dan 7 bahan yang termasuk dalam subgrup baru antara mengiritasi dan tidak mengiritasi. Nilai 0,4286 menunjukkan nilai rata-rata dari respon iritasi dari ketujuh bahan tetapi jika digunakan metode kelas, maka 7 bahan termasuk dalam kelas non iritan. Pada metode anova dapat dilihat jumlah bahan beserta respon iritasinya.
Dari kedua metode yang digunakan menghasilkan nilai cut off yang sama. Namun, untuk prediksi sifat iritatif bahan lebih cocok digunakan metode kelas karena memberikan hasil akhir yang diinginkan yaitu penggolongan bahan. Jika nilai ALP yang terukur kurang dari 8,25 masuk ke kategori 0, jika lebih dari 8,25 maka dilihat lagi persen mukus yang dihasilkan apakah kurang dari 12% atau lebih. Jika persen mukus yang dihasilkan kurang dari 12% masuk kategori 0 dan jika lebih dari 12% masuk ke kategori 1.
Gambar 12. Classification Tree
Keterangan: Berdasarkan hasil classification tree, ALP dan persen mukus merupakan variabel
yang digunakan untuk menentukan penggolongan sifat iritatif bahan. nilai ALP < 8,25 dikelompokkan
menjadi non-iritan. Nilai ALP > 8,25 dan persen mukus < 12% dikelompokkan menjadi non-iritan, nilai ALP
> 8,25 dan persen mukus > 12% dikelompokkan menjadi iritan.
Dari Gambar 12 kemudian ditinjau kembali data slug irritation test untuk mencari spesifisitas dan selektivitas sebagai syarat validasi uji alternatif. Untuk mencari spesifisitas dan selektivitas terlebih dahulu dicari nilai true positive, false positive (positif palsu), true negative, dan false negative (negatif palsu). Dikatakan positif benar (true positive) jika pada literatur bahan dikatakan iritan dan prediksi CART bahan dikatakan iritan. Data dikatakan negatif benar (true negative) jika pada literatur bahan dikatakan non-iritan dan pada prediksi CART dikatakan non-iritan. Data dikatakan positif palsu (false positive) jika pada literatur bahan dikatakan non-iritan dan pada prediksi CART bahan dikatakan iritan. Data dikatakan negatif palsu (false negative) jika pada literatur bahan dikatakan iritan dan prediksi CART bahan dikatakan non-iritan.
Tabel XI. Confusion matrix prediksi CART
iritan yang diprediksi sebagai non-iritan lewat prediksi CART, dapat dilihat dari nilai negatif palsu yaitu 3.
Nilai sensitifitas yang didapat yaitu 85% dan nilai spesifisitas yang didapat yaitu 100%. Dari nilai spesifisitas 100% dapat dinyatakan bahan non iritan benar-benar digolongkan sebagai non iritan menggunakan prediksi CART, terbukti dengan tidak ditemukannya nilai false positive. Prediksi sifat iritatif bahan dengan slug irritation test menggunakan metode classification and regression tree dikatakan valid karena telah memenuhi syarat sensitifitas dan spesifisitas > 60%.
Menurut Liu, Cheng, Yan, Wu, and Chen (2015), nilai MCC digunakan untuk mengukur kualitas klasifikasi (biner). Diperoleh nilai MCC untuk metode CART sebesar 0,895481. Untuk penentuan rkritis terlebih dahulu dicari nilai titik kritis distribusi t (ttabel) berdasarkan nilai df yang diketahui. Nilai df dari 70 data adalah 68. Menggunakan tabel distribusi t (lampiran 9) dicari nilai titik kritis
distribusi untuk df 68 dengan tingkat kepercayaan (α) 0,025. Diperoleh nilai titik kritis distribusi t sebesar 1,995. Menggunakan nilai titik kritis distribusi t tersebut diperoleh hasil rkritis sebesar 0,235146. Karena nilai MCC lebih besar dari nilai
rkritis dapat dikatakan bahwa klasifikasi menggunakan CART pada cooling gel
ekstrak daun petai cina dapat diterima.
F. Prediksi Sifat Iritatif Cooling Gel Ekstrak Daun Petai Cina
ALP terukur kurang dari dari 8,25 masuk ke kategori 0, jika lebih dari 8,25 maka dilihat lagi persen mukus yang dihasilkan apakah kurang dari 12% atau lebih. Jika persen mukus yang dihasilkan kurang dari 12% masuk kategori 0 dan jika lebih dari 12% masuk ke kategori 1.
Tabel XII. Hasil ALP dan persen mukus cooling gel ekstrak daun petai cina
51
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
1. Protokol slug irritation test pada sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina dengan metode classification and regression tree (CART) menunjukkan hasil yang valid.
2. Sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina non iritan sebagai sediaan topikal.
B.Saran
1. Perlu ditambahkan jenis dan jumlah kontrol bahan uji pada slug irritation test. 2. Perlu dikaji proporsi kontrol bahan uji.
52
Daftar Pustaka
Adriaens, E., 2006, The Slug Mucosal Irritation Assay : An Alternative Assay for Local Tolerance Testing, National Centre for The Replacement, Refinement and Reduction of Animals In Research, 1-9.
Allen, L.V., 1999, The Basic of Compounding, International Journal of Pharmaceutical Compounding, 385-389.
Archer, G., 1997, The Validation of Toxicological Prediction Models, Plenum Press, New York, pp. 141-146.
Balaban, N.E., and Bobick, J.E., 1998, The Handy Anatomy Answer Book, diterjemahkan oleh Tanuwidjaja, B.S., hal. 48, PT. Indeks, Jakarta. Balls, 1990, The Three Rs: The Way Forward: The Report and Recommendations
of ECVAM Workshop, Utrecht University, The Netherlands.
Baumann, L., Saghari, S., and Weisberg, E., 2009, Cosmetic Dermatology Principles and Practice, 2nd edition, The McGraw-Hill Companies, Inc., New York, p. 15.
Benson, H.A.E., and Watkinson, C., 2012, Topical and Transdermal Drug Delivery Principles and Practice, John Wiley & Sons, Inc., New jersey, pp. 328.
Brodie, G., and Barker, G.M., 2012, Laevicaulis alte (Férussac, 1822), Family Veronicellidae. USP Introduced Land Snailsof The Fiji Islands Fact Sheet, 3.
Buchman and Stephan, 2001, Handbook of Cosmetic Science and Technology, Marcel Dekker Inc., New York, pp. 150-166.
Chew, Y.K., Chan, E., W., L., Tan, P., L., Lim, Y., Y., Stanlas, and J., Goh, J., K., 2011, Assesment of phytochemical content,polyphenolic composition, antioxidant and antibacterial activities of Leguminosae medicinal plants in Peninsular Malaysia, BMC Complementary and Alternative Medicine, 12, 6.
Cock, L., Lenoir, J., De Koker, S., Vermeersch, V., Skirtach, A., Dubruel, P., et al., 2011, Mucosal Irritation Potential of Polyelectrolyte Multilayer Capsules, Biomaterials, 32, 1967-1977.
Dhont, M., 2005, Optimisation and Validation of An Alternative Mucosal Irritation Test, Dissertation, Ghent University, Belgium, 2,14, 36.