• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan aktivitas antibakteri infusa kombinasi daun sirih (Piper betle L.) dan daun sirih merah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan aktivitas antibakteri infusa kombinasi daun sirih (Piper betle L.) dan daun sirih merah"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI INFUSA KOMBINASI DAUN SIRIH (Piper betle L.) DAN DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav.) DENGAN INFUSA TUNGGALNYA TERHADAP BAKTERI

Staphylococcus epidermidis

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Yohanes Medika Seta Diaseptana NIM : 138114104

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI INFUSA KOMBINASI DAUN SIRIH (Piper betle L.) DAN DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav.) DENGAN INFUSA TUNGGALNYA TERHADAP BAKTERI

Staphylococcus epidermidis

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Yohanes Medika Seta Diaseptana NIM : 138114104

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“The Lord is gracious, and full of

compassion; slow to anger, and of great

mercy. The Lord is good to all: and his

tender mercies are over all his works.”

(6)
(7)
(8)

vii PRAKATA

Segala puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan

rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Perbandingan Aktivitas Antibakteri Infusa Kombinasi Daun Sirih (Piper betle L.) dan Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) dengan Infusa

Tunggalnya terhadap Bakteri Staphylococcus epidermidis”. Keberhasilan penulisan

skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan semua pihak, dengan penuh

kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Sri Tjahja Nugraha dan Ibu Murti Anisah yang senantiasa memberi

kasih sayang, semangat dan doa kepada penulis selama penyusunan skripsi.

2. Mas Yosef Denta Eka Pradana dan dik Gabriel Dida Saputra yang selalu

memberikan semangat, cinta, dan dukungan doa kepada penulis.

3. Mbah putri Semi, mbah Kakung Reja Sentika, eyang kakung Sri Tijasno

Tirtoprodjo dan eyang putri yang menjadi semangat dan kekuatan penulis.

4. Keluarga besar Reja Sentika dan keluarga besar Sri Tijasno serta

saudara-saudara penulis yang selalu memberikan dukungan dalam doa.

5. Ibu Dr. Yustina Sri Hartini M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing skripsi

yang tak kenal lelah dalam membimbing dan selalu sabar dalam

mengarahkan yang baik kepada penulis.

6. Ibu Dr. Erna Tri Wulandari, Apt. dan ibu Damiana Sapta Candrasari, S.Si.,

M.Sc. selaku dosen penguji yang selalu memberikan kritik dan saran yang

membangun kepada penulis.

7. Rakhel Nugraheni Putri dan Lia Elisa Susanti yang menjadi teman satu

kelompok skripsi yang selalu bekerja sama selama penyelesaian skripsi dan

menjalani suka dan duka bersama-sama.

8. Seluruh dosen, karyawan dan laboran Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma yang telah banyak memberikan ilmu dan bantuan selama proses

(9)
(10)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

Jenis dan Rancangan Penelitian ... 3

Alat dan Bahan ... 3

Determinasi Tanaman ... 3

Pengumpulan Bahan Uji... 3

Pembuatan Simplisia ... 4

Penentuan Kadar Air dengan Destilasi Toluen ... 4

Pembuatan Infusa ... 5

Pengujian Aktivitas Antibakteri ... 5

Teknik Analisis Data Penelitian ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7

KESIMPULAN DAN SARAN ... 14

DAFTAR PUSTAKA ... 15

LAMPIRAN ... 18

(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil penimbangan daun sirih dan daun sirih merah ... 7

Tabel 2. Hasil penentuan kadar air ... 8

Tabel 3. Hasil pengukuran diameter zona hambat ... 10

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Cara pengukuran diameter zona hambat ... 6

Gambar 2. Tanaman sirih ... 7

Gambar 3. Tanaman sirih merah ... 7

Gambar 4. Penentuan kadar air daun sirih dan daun sirih merah ... 8

Gambar 5. Infusa tunggal daun sirih, daun sirih merah, dan kombinasi ... 9

Gambar 6. S. epidermidis pada media NA dengan teknik streak plate ... 10

Gambar 7. Kontrol media dan kontrol pertumbuhan ... 10

Gambar 8. Histogram diameter zona hambat ... 11

Gambar 9. Pengujian aktivitas antibakteri replikasi 1, 2, dan 3 ... 12

Gambar 10.Aksi farmakologi herbal ... 13

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat keterangan determinasi tanaman ... 18

Lampiran 2. Sertifikat hasil uji isolasi dan identifikasi bakteri ... 19

Lampiran 3. Hasil uji pearson chi-square ... 20

Lampiran 4. Hasil uji levene ... 20

Lampiran 5. Hasil uji anova one-way ... 21

Lampiran 6. Hasil uji TukeyHSD ... 21

Lampiran 7. Data mentah pengukuran diameter zona hambat ... 21

Lampiran 8. Data diameter zona hambat ... 22

(14)

xiii ABSTRAK

Latarbelakang : Resistensi Staphylococcus epidermidis terhadap antibiotika mendorong penelusuran produk antimikrobia yang berasal dari tanaman. Beberapa penelitian memaparkan ekstrak daun sirih dan daun sirih merah memiliki penghambatan terhadap bakteri gram positif diantaranya S. epidermidis. Belakangan ini, terapi kombinasi menjadi pilihan. Kombinasi pada herbal diketahui memiliki suatu interaksi yang dapat bersifat additif, antagonis ataupun sinergis. Maka perlu dilakukan eksplorasi mengenai kombinasi herbal-herbal untuk mengetahui efek yang dihasilkan. Penelitian ini penting untuk mengetahui perbandingan aktivitas antibakteri antara bentuk infusa (kombinasi atau tunggal) terhadap S. epidermidis, sehingga dapat diperkirakan potensi infusa yang lebih baik untuk diteliti dan dikembangkan lebih lanjut serta dapat menjadi suatu ide dalam pengembangan potensi antibakteri terhadap S. epidermidis.

Metode : Penelitian ini menggunakan rancangan post-test only control group design. Simplisia dibuat dari daun sirih dan daun sirih merah yang diperoleh dari Merapi Farma Herbal, Kaliurang, Sleman, Yogyakarta. Infusa yang dibandingkan memiliki konsentrasi yang sama yakni 100% dan rasio 1:1 untuk kombinasi. Pengujian penghambatan bakteri dilakukan dengan menggunakan metode uji difusi disk dengan membandingkan diameter zona hambat. Data hasil pengukuran diameter zona hambat diuji secara statistik menggunakan Anova one-way dan diketahui perbedaanya dengan post-hoc TukeyHSD. Pengujian statistik dilakukan dengan program R i386 (versi 3.31).

Hasil : Diameter zona hambat infusa daun sirih, sirih merah, dan kombinasi berturut-turut 5,3±0,30 mm; 5,2±0,64 mm; 3,5±0,50 mm. Infusa kombinasi memiliki aktifitas antibakteri yang lebih rendah bila dibandingkan dengan infusa daun sirih (p=0,012) dan daun sirih merah (p=0,013).

Kesimpulan : Aktivitas penghambatan terhadap bakteri S. epidermidis oleh infusa kombinasi lebih lemah dibandingkan dengan masing-masing bentuk infusa tunggalnya.

(15)

xiv ABSTRACT

Background : The phenomenon of antibiotic resistance to Staphylococcus epidermidis promotes the search for antimicrobial products derived from plants. Several studies have shown that betel leaf extract and red betel extract have inhibition against gram-positive bacteria such as S. epidermidis. In recent years, combination therapy has become a strategy. The combination of herb is known to have interactions that can be additive, antagonistic or synergistic. Therefore, it is necessary to explore the combination of herb to know the effect. This research is important to know the comparison of antibacterial activity between infusion form (single or combination) to S. epidermidis, so it can be consideration to determine the better potency for future research and can be an idea to develop antibacterial potency against S. epidermidis.

Method : This study used a post-test only control group design. Simplicia made from betel leaf and red betel leaf obtained from Merapi Farma Herbal, Kaliurang, Sleman, Yogyakarta. The infusion used has the same concentration, that is 100% and with a ratio of 1:1 for the combination of infusion. Tests of bacterial inhibition were performed by the disk diffusion method. Data of inhibition zone diameter, tested the difference by using one-way Anova test and to know the difference point, used post-hoc TukeyHSD test. The statistical test were perfomed with the R i386 program (version 3.31).

Results : Diameter of inhibition zone of betel leaf, red betel leaf, and combination infusion respectively were 5,3 ± 0,30 mm; 5.2 ± 0.64 mm; 3.5 ± 0.50 mm. Combination infusion had lower antibacterial activity when compared with betel leaf infusion (p = 0.012) and red betel leaf infusion (p = 0.013).

Conclusion : The inhibitory activity against S. epidermidis by the combination infusion is lower compared with each form of single infusion.

(16)

1

Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri gram positif yang menjadi bagian

dari flora normal tubuh. S. epidermidis umumnya ditemukan pada permukaan kulit

(Schaechter, 2004). S. epidermidis diketahui dapat berkembang pada kelenjar sebaseus, lalu

akan menghasilkan zat-zat yang akan menyebabkan radang pada jaringan kulit (Kursia et al,

2016). Dalam penelitian yang dilakukan Cabrera-Cotreas (2014) dikatakan bahwa S.

epidermidis merupakan agen etiologik infeksi nosokomial di belahan dunia. S. epidermidis

juga dikatakan merupakan patogen yang penting dalam proses implan bahan asing, terkhusus

infeksi prostetik sendi (Hellmark et al, 2009).

Resistensi antibiotik merupakan salah satu masalah utama dalam dunia kesehatan.

Dalam satu dekade terakhir ini setidaknya dilaporkan beberapa kasus resistensi bakteri

khususnya terhadap S. epidermidis. Otto (2009) mengatakan bahwa resistensi metisilin

terhadap S. epidermidis adalah sebesar 75-90%, tidak hanya itu S. epidermidis juga diketahui

mengalami resistensi terhadap antibiotika lain, beberapa diantaranya yakni rifampisin,

florokuinolon, gentamisin, tetrasiklin. Hellmark et al. (2009) melaporkan bahwa uji

IsoSensitest terhadap S. epidermidis memberikan hasil S. epidermidis resisten terhadap

oksasilin sebesar 61% serta pengujian Etest memberikan hasil S. epidermidis resistensi

terhadap sefoksitin sebesar 58%. Fenomena resistensi yang terjadi pada bakteri patogen

mendorong dilakukannya pencarian produk antimikrobia yang baru, khususnya dari tanaman

(Karmegam, 2008).

Menurut Carmona dan Pereira (2013), obat-obat modern hanya akan membuat

patogen lebih cepat dalam mengembangkan resistensinya terhadap komponen senyawa

tunggal, sedangkan tanaman akan selalu berevolusi untuk bertahan hidup, tanaman mungkin

memiliki komplek fitokimia yang mampu berinteraksi secara sempurna untuk saling

melengkapi dalam menyelesaikan tugasnya. Berbagai senyawa yang terkandung dalam

sebuah tanaman diketahui memiliki sifat untuk menunda resistensi

Efek ekstrak tanaman sebagai agen antimikrobia telah banyak dipelajari di berbagai

belahan dunia (Karmegam, 2008). Melina (2016) melaporkan bahwa ekstrak daun sirih

(Piper betle L.) memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. epidermidis pada seluruh

konsentrasi (62,5 mg/mL, 125 mg/mL, 250 mg/mL, 500 mg/mL, 1000 mg/mL) dengan

(17)

2

epidermidis ≥14mm pada semua konsentrasi (20%w/v, 40%w/v, 60%w/v, 80%w/v).

Belakangan ini, terapi kombinasi merupakan suatu cara untuk mengatasi kasus

infeksius ketika agen monoterapi sudah tidak mampu mengatasi (Kinuthia et al, 2013).

Dalam suatu kombinasi herbal dengan herbal yang lain, pada masing-masing herbal akan

terdapat proporsi kimia aktif. Proporsi kimia aktif tersebut akan memiliki aksi farmakologi

yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya, yakni sinergistik, antagonistik, dan proteksi

(aksi perlindungan terhadap komponen sinergistik secara fisika dan kimia) (Tripathi, 2010).

Bukti efek sinergistik pada penggunaan multi-herbal masih kontroversial (Zhou et al, 2016).

Maka perlu dilakukan eksplorasi mengenai kombinasi herbal-herbal untuk mendapatkan

efek terapetik yang dibutuhkan (Tao-Che et al, 2013).

Menurut Novianti (2013), senyawa golongan fenol yang terkandung dalam daun sirih

diduga larut dalam air. Chakraborty dan Shah (2011), melaporkan bahwa kandungan fenol,

tanin, dan flavonoid dari daun sirih larut dalam akuades. Maka, diprediksi senyawa golongan

yang bersifat antibakteri dalam daun sirih yang akan larut dalam akuades adalah tanin dan

flavonoid. Lalu, senyawa golongan yang terkandung dalam daun sirih merah yang akan larut

dalam akuades adalah flavonoid, polifenol dan tanin.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan aktivitas

antibakteri ketika dibuat sediaan infusa kombinasi antara daun sirih dan daun sirih merah

lalu dibandingkan dengan sediaan infusa tunggal daun sirih dan infusa tunggal daun sirih

merah terhadap bakteri S. epidermidis. Dengan melihat perbandingan aktivitas antibakteri

tersebut, dapat diketahui potensi sediaan infusa (infusa bentuk kombinasi atau infusa

tunggal) yang lebih baik untuk diteliti dan dikembangkan lebih lanjut sebagai potensi

(18)

3 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan eksperimental murni dengan rancangan post-test only

control group design. Rancangannya yakni, terdapat dua kelompok. Kelompok pertama

diberi perlakuan dan kelompok lain tidak. Kelompok yang diberi perlakuan disebut

kelompok eksperimen sedangkan kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok

kontrol (Sugiyono, 2012). Kemudian hasilnya saling dibandingkan dan dilihat

perbedaannya.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan yakni oven dengan pengaturan suhu, loyang/wadah, kipas

angin, timbangan digital, timbangan analitik, pemanas (heating mantle), labu destilasi,

tabung kondenser, selang, pipa leher penyambung, bejana infusa, penangas air, termometer,

kain flannel, gelas beker, cawan petri, korek api, ose, inkubator, autoklaf, vortex, tabung

reaksi, rak tabung reaksi, bunsen, erlenmeyer, gelas ukur, kertas coklat, spreader, penjepit,

sendok, pinset, mikropipet, pipet volum (1 mL dan 10mL), glasfirn, mistar.

Bahan yang digunakan yaitu bakteri S. epidermidis dalam bentuk kultur bakteri

murni, daun sirih dan daun sirih merah, akuades, media NA (Nutrient Agar) dan NB

(Nutrient Broth), standar II McFarland, paperdisk ampicillin-sulbactam, paperdisk blank,

dan toluen p.a (pro-analysis).

Determinasi Tanaman

Bahan yang dideterminasi adalah tanaman sirih dan sirih merah yang diperoleh dari

Merapi Farma Herbal, Kaliurang, Sleman, Yogyakarta. Determinasi dilakukan oleh seorang

ahli di Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Determinasi tanaman

dilakukan dengan cara mencocokan ciri-ciri morfologi pada tanaman sirih terhadap acuan

kepustakaan.

Pengumpulan Bahan Uji

Daun sirih dan daun sirih merah didapatkan dari Merapi Farma Herbal, Kaliurang,

Sleman, Yogyakarta. Bahan uji sebelumnya telah ditentukan kriterianya yakni diperoleh di

tempat tumbuh dan waktu panen harian yang sama dengan umur yang sama. Daun sebagai

bahan uji dipilih yang memiliki ukuran lebar yakni berkisar 15-20 cm, dan tidak terlalu muda

(19)

4

tangan dan menghindari menggunakan alat-alat logam (Katno, 2008).

Pembuatan Simplisia

Pembuatan simplisia mengacu pada standar Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat

yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI (2008). Pertama dilakukan sortasi basah

yakni memisahkan pengotor dan barang-barang asing seperti tanah, kerikil, rumput, dan

gulma dari bahan uji. Selanjutnya dilakukan penimbangan dan ditentukan dalam satuan

gram. Lalu dilakukan proses pencucian dengan air bersih yang mengalir, kemudian ditiriskan

dalam rak sambil sesekali dibolak-balik dan diangin-anginkan menggunakan kipas angin.

Selanjutnya dilakukan proses pengeringan menggunakan oven. Bahan uji dikeringkan

dengan temperatur 40°C selama 4 hari hingga didapati telah kering, ditandai mudah patah,

mudah diremas, dan tidak terasa basah ketika diraba. Proses sortasi kering, dilakukan dengan

memisahkan bahan dengan pengotor, benda-benda asing. Selanjutnya dilakukan

penimbangan. Kemudian simplisia disimpan di dalam wadah yang tertutup rapat. Lalu

diletakkan di tempat yang kering dan tidak terkena sinar matahari secara langsung.

Penentuan Kadar Air dengan Destilasi Toluen

Penentuan kadar air dengan metode destilasi toluen mengacu pada standar penentuan

kadar air yang direkomendasikan WHO (2011) dan Zainab et al. (2016). Simplisia kering

diremas lalu dihaluskan menggunakan mortir dan stamper hingga merata, ditimbang kurang

lebih simplisia sebanyak 20 gram. Alat-alat destilasi dibilas menggunakan akuades lalu

dikeringkan menggunakan oven selama kurang lebih 1 jam. Toluen dijenuhkan dengan cara

yakni toluen p.a sebanyak 200 mL dimasukan dalam corong pisah lalu ditambahkan akuades

sebanyak 20 mL, digojog lalu didiamkan kurang lebih 1 jam hingga didapati terbentuk 2

fase. Air dialirkan hingga batas fase sehingga didapatkan toluen jenuh air.

Lalu dimasukan serbuk simplisia yang telah halus sebanyak 20 gram ke dalam labu

alas bulat. Toluen jenuh air dimasukan sebanyak 195 mL ke dalam labu alas bulat.

Selanjutnya peralatan destilasi dirangkai lalu dimulai pemanasan dengan hati-hati selama 15

menit. Setelah toluen mendidih, maka diatur penyulingan dengan kecepatan 2 tetes/detik

hingga didapat sebagian air tersuling dilanjutkan kecepatan 4 tetes/detik. Setelah itu

kondensor dibilas dengan 5 mL toluen. Penyulingan dilanjutkan selama 5 menit dan

kemudian didinginkan hingga suhu kamar. Lalu dilakukan pengukuran setelah dipastikan air

(20)

5

Pembuatan infusa mengacu pada standar dalam Acuan Sediaan Herbal yang

diterbitkan oleh BPOM (2012). Masing-masing simplisia daun sirih dan daun sirih merah

yang telah kering, diremas lalu ditimbang sebanyak 60 gram, lalu ditambahkan akuades

sebanyak 120 cc untuk membasahkan simplisia, selanjutnya ditambahkan akuades sebanyak

60 cc hingga simplisia terendam, lalu dipanaskan dalam penangas air selama 15 menit,

dihitung ketika suhu dalam panci telah mencapai 90°C sambil sesekali diaduk. Selanjutnya,

diserkai dengan kain flannel. Apabila volume akhir yang didapat kurang dari 60 cc, maka

perlu ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh 60 cc. Sehingga

didapatkan infusa tunggal daun sirih dan daun sirih merah dengan konsentrasi 100% b/v.

Pembuatan infusa kombinasi daun sirih dan daun sirih merah mengadaptasi metode

pada penelitian Safithri (2012) dan Kinuthia (2013). Infusa tunggal daun sirih dan daun sirih

merah dicampur dengan rasio 1:1 selagi panas. Rasio 1:1 didapatkan dengan mencampurkan

20 cc infusa daun sirih dengan 20 cc infusa daun sirih merah sambil diaduk, sehingga

didapati infusa kombinasi rasio 1:1 dengan konsentrasi 100% b/v sebanyak 40 cc.

Pengujian Aktivitas Antibakteri

Pengujian infusa kombinasi dan infusa tunggal mengacu pada Das et al. (2009) dan

Prayoga (2013). Kultur murni yang diperoleh dalam bentuk media NA miring. Subkultur

dilakukan dengan cara menginokulasikan 1 ose biakan murni bakteri S. epidermidis ke dalam

Nutrient Agar yang telah padat, kemudian media diinkubasikan pada suhu 37°C selama 24

jam. Subkultur dilakukan pula pada media cair, dengan cara menginokulasikan 1 ose biakan

murni bakteri ke dalam Nutrient Broth, lalu diinkubasikan pada suhu 37°C selama 24 jam.

Pengujian daya hambat pertumbuhan bakteri dilakukan dengan metode difusi disk.

Stok bakteri pada media cair Nutrient Broth di-vortex dan dilakukan penyamaan kekeruhan

yakni mengikuti II McFarland (6.108 CFU/mL). Selanjutnya diambil sebanyak 0,2 mL dari

stok bakteri dan di-spread pada media Nutrient Agar yang telah memadat.

Cakram kosong (paperdisk blank) berukuran 5 mm masing-masing diberikan

perlakuan (infusa dan kontrol negatif) sebanyak 20 µL, lalu diletakan diatas permukaan agar

dengan teknik aseptis. Lalu cakram kontrol positif berupa paperdisk ampicilin-sulbactam

diletakan diatas permukaan agar dengan teknik aseptis. Selanjutnya diinkubasikan dalam

inkubator dengan suhu 37°C selama 24 jam. Kontrol positif berupa paperdisk antibiotik

ampisilin/sulbactam dengan konsentrasi 20 µg (rasio 1:1), dengan rincian konsentrasi

(21)

6

perlakuan (infusa tunggal daun sirih 100% b/v, infusa tunggal daun sirih merah 100% b/v,

infusa kombinasi 1:1 100% b/v).

Dilakukan pembuatan kontrol media, kelompok kontrol media, hanya berisi Nutrient

Agar sedangkan pada kontrol pertumbuhan, berisi Nutrient Agar dan diinokulasikan bakteri.

Dilakukan replikasi pada masing-masing kelompok yakni sebanyak tiga kali.

Pengukuran diameter zona hambat dilakukan keesokan harinya, pengukuran zona

hambat dilakukan menggunakan mistar dengan satuan mm. Zona hambat didefinisikan

sebagai zona bening yang terbentuk disekitar kertas cakram (paper disk) pada tiap perlakuan.

Pengukuran zona dilakukan pada zona iradikal, yakni daerah disekitar disk berupa zona yang

keruh tetapi masih lebih jernih dibandingkan pertumbuhan disekitarnya. Pengukuran zona

hambat dilakukan dengan mengukur diameter X dan Y dalam satuan milimeter, kemudian

masing-masing dikurangkan dengan diameter paper disk.. Hasilnya kemudian dijumlahkan

dan dibagi dua. Jadi diameter zona hambat = − + − (Sendy et al, 2014).

Gambar 1. Cara pengukuran diameter zona hambat Teknik Analisis Data Penelitian

Analisis data dari hasil pengukuran diameter zona hambat diawali dengan menguji

distribusi normalitas menggunakan uji pearson chi-square. Uji homogenitas varian

dilakukan dengan uji Levene, apabila didapati data terdistribusi normal dan variansi data

homogen maka dilanjutkan dengan uji ANOVA One-Way. Apabila ditemukan perbedaan

maka dilanjutkan Post-Hoc dengan TukeyHSD pada taraf kepercayaan 95%. Serangkaian

(22)

7

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini telah dilakukan determinasi dengan

melihat ciri-ciri tanaman tersebut. Hasil identifikasi yang ditunjukan pada surat keterangan

(Lampiran 1.) menerangkan bahwa ciri-ciri tanaman tersebut sama dengan ciri-ciri tanaman

sirih (Piper betle L.) dan tanaman sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.). Hal ini

membuktikan bahwa kedua jenis tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar

sirih (Piper betle L.) dan sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.).

Daun sebagai bahan uji dipilih dengan ukuran relatif lebar yakni berkisar 15-20 cm,

dan cukup tua (tidak terlalu muda ataupun tua) agar diperoleh kadar zat aktif yang masih

tinggi (Werdhany et al, 2008). Daun yang cukup tua ditandai dengan warna daun yang lebih

gelap. Waktu pemanenan dilakukan di pagi hari untuk meminimalisir hilangnya minyak

atsiri akibat terkena cahaya matahari. Pengumpulan bahan uji menghindari penggunaan

alat-alat logam karena berpotensi merusak beberapa senyawa kimia yang terkandung dalam daun

seperti tanin dan fenol (Katno, 2008), sehingga dilakukan secara manual (menggunakan

tangan).

Gambar 2. Tanaman sirih Gambar 3. Tanaman sirih merah

Selanjutnya dilakukan sortasi basah pada daun sirih dan daun sirih merah, kemudian

dilakukan proses penimbangan. Lalu dilakukan proses pencucian hingga proses pengeringan

menggunakan oven pada suhu 40°C. Bahan yang telah kering selanjutnya di-sortasi kering

dan ditimbang. Proses penimbangan menghasilkan data sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil penimbangan daun sirih dan daun sirih merah

Daun sirih Daun sirih merah

Penimbangan awal (gram) 1406,52 1685,92

Pasca pengeringan (gram) 281,30 392,07

(23)

8

yang berfungsi untuk menentukan stabilitas simplisia. Adanya kelebihan air pada material

herbal memudahkan pertumbuhan mikrobia serta mendukung reaksi hidrolisis. Oleh karena

itu penting untuk memberikan batasan kadar air pada bahan herbal (WHO, 2011). Menurut

BPOM (2014), kadar air yang dapat diterima untuk kualitas simplisia yang baik ialah <10%.

Metode azeotropik menggunakan toluen dipilih karena bahan simplisia diketahui memiliki

senyawa volatil. Perhitungan prosen kadar air dilakukan dengan formula, kadar air =

� �

� � � � � %. Bobot simplisia halus berturut-turut untuk sirih dan sirih merah

yakni 20,61 gram dan 20,12 gram. Hasil penentuan kadar air menggunakan metode destilasi

toluen diperoleh hasil :

(a) (b)

Gambar 4. Penentuan kadar air daun sirih (a) dan daun sirih merah (b)

Tabel 2. Hasil penentuan kadar air

Hal ini menunjukan bahwa simplisia yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi

persyaratan kadar air yang ditetapkan yaitu tidak lebih dari 10%. Karena kadar air untuk

simplisia daun sirih hanya sebesar 2,43% dan untuk simplisia daun sirih merah sebesar

3,73%.

Ekstraksi dilakukan dengan metode infundasi yakni penyarian zat-zat dengan pelarut

air menggunakan pemanasan 90°C selama 15 menit. Selama proses pemanasan, bejana Daun sirih Daun sirih merah

Volume air (mL) 0,5 0,75

(24)

9

yang bersifat volatil (BPOM, 2012). Penyarian dengan metode ini menghasilkan sari yang

tidak stabil dan mudah tercemar oleh kapang (Fardhani, 2014), Maka, pada penelitian ini,

infusa diuji aktivitas antibakteri-nya pada hari yang sama. Pada penelitian ini infusa diserkai

selagi panas dengan maksud untuk menghindari terjadinya pengendapan dari infusa tersebut,

karena ketika dingin dimungkinkan infusa sirih akan mengendap sehingga ketika dimasukan

dalam gelas ukur kadarnya menurun. Namun, menurut BPOM (2012), infusa dengan

kandungan minyak atsiri sebaiknya diserkai setelah dingin. Hal ini dimaksudkan untuk

mencegah hilangnya senyawa-senyawa volatil. Maka, ada kemungkinan infusa pada

penelitian ini mengalami penurunan kadar minyak atsiri.

(a) (b) (c)

Gambar 5. Infusa tunggal daun sirih (a), infusa tunggal daun sirih merah (b), infusa kombinasi (c)

Selanjutnya dilakukan proses subkultur dari kultur murni bakteri S. epidermidis.

Bakteri yang digunakan telah melalui uji identifikasi bakteri (Lampiran 2.). Proses subkultur

bertujuan untuk membiakkan bakteri sehingga tersedia stok bakteri yang dapat digunakan

sebagai perlakuan dalam beberapa hari kedepan. Selain itu dilakukan pula proses penanaman

bakteri pada media padat yakni NA secara streak plate, proses ini bertujuan untuk

mengkonfirmasi bahwa bakteri tersebut dapat bertumbuh dengan baik pada media nutrient

(25)

10

Gambar 6. S. epidermidis pada media NA dengan teknik streak plate

(a) (b)

Gambar 7. Kontrol media (a) dan kontrol pertumbuhan (b)

Hasil pengamatan (Gambar 6.) menunjukan bakteri S. epidermidis dapat bertumbuh

dengan baik pada media nutrient agar. Kontrol media (Gambar 7.) terlihat bening, tidak

terdapat bercak keruh. Maka, dikonfirmasi bahwa teknik aseptis yang dilakukan sudah tepat

dan tidak didapati adanya kontaminan. Sedangkan pada kontrol pertumbuhan (Gambar 7.)

didapati terlihat keruh sepenuhnya maka dikonfirmasi bahwa bakteri dapat bertumbuh

dengan baik pada media.

Selanjutnya masing-masing infusa yang telah dibuat diuji aktivitas antibakteri-nya

dengan replikasi sebanyak tiga kali. Hingga didapatkan hasil pengukuran diameter zona

hambat sebagai berikut :

Tabel 3. Hasil pengukuran diameter zona hambat (dalam satuan milimeter)

Replikasi Positif Negatif Sirih Sirih merah Kombinasi

I 12,0 0 5,3 4,8 3,6

II 11,5 0 5,0 5,0 3,0

III 11,0 0 5,6 6,0 4,0

(26)

11

Gambar 8. Histogram rerata diameter zona hambat

Zona hambat diintepretasikan dengan adanya zona jernih yang muncul disekitar kertas

cakram, pengukuran diukur menggunakan mistar, dan dikategorikan sebagai sangat kuat

apabila diameternya ≥20 mm, kuat apabila 10-20 mm, sedang apabila 5-10 mm, dan lemah apabila <5 mm (Nopiyanti et al, 2016). Maka jenis infusa tunggal sirih dan sirih merah dapat

dikategorikan sebagai penghambat sedang terhadap S. epidermdis. Sedangkan jenis infusa

kombinasi dapat dikategorikan sebagai penghambat lemah yakni <5 mm.

Hingga kini masih jarang ditemukan penelitian serupa yang menggunakan sediaan

infusa ataupun ekstrak pelarut air, sehingga diameter zona hambat yang didapat masih sulit

untuk dibandingkan secara jelas dengan penelitian sebelumnya. Penelitian Nair dan Chanda

(2008) yakni sediaan tunggal ekstrak metanol daun sirih terhadap S. epidermidis mendapati

diameter zona hambat sebesar 7 mm. Penelitian lainnya yakni Kursia et al. (2016), sediaan

tunggal ekstrak etil asetat 5% dari daun sirih merah terhadap S. epidermidis mendapati

diameter zona hambat sebesar 15,3 mm. Zona hambat yang dilaporkan pada penelitian

terdahulu relatif lebih tinggi apabila dibandingkan pada penelitian ini, beberapa

penjelasannya yakni bahwa keberadaan substansi aktif dalam pelarut air berada dalam

konsentrasi yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan metanol (Nair dan Chanda,

2008), sedangkan senyawa antibakteri golongan alkaloid steroid, saponin, tanin, flavonoid

dan fenolik secara dominan akan lebih larut pada etil asetat (Harapini et al. dalam Kursia et

al, 2016).

Adanya aktivitas penghambatan dapat disebabkan kandungan senyawa antibakterial

larut air seperti tanin dan flavonoid. Tanin mampu menginduksi pembentukan kompleks

senyawa ikatan terhadap enzim, efek tanin yang lain adalah melakukan reaksi dengan

membran sel dan inaktivasi fungsi materi genetik (Fadlilah, 2015). Flavonoid diduga

memiliki aksi mampu membuat kompleks dengan membran sel sehingga mengganggu

(27)

12

bakteri (Cowan, 1999). Senyawa fenolik juga dicurigai dapat mengganggu fungsi membran

dan berinteraksi dengan protein membran sehingga menyebabkan deformasi struktur dan

kehilangan fungsi (Hayek, et al, 2013).

(a) (b) (c)

Gambar 9. Pengujian aktivitas antibakteri replikasi 1(a), 2(b), dan 3(c) A= kontrol positif; B= sirih; C= kombinasi; D= sirih merah; E= negatif

Histogram (Gambar 8.) menunjukan bahwa pada kelompok kombinasi memiliki

zona hambat yang relatif rendah ketika dibandingkan masing-masing bentuk tunggalnya,

maka dilakukan pengujian statistik untuk kebermaknaan perbedaan antara kelompok

kombinasi dengan masing-masing tunggalnya. Uji pearson chi-square mendapati data

terdistribusi normal (Lampiran 3.). Uji variansi levene mendapati data memiliki variansi

homogen (Lampiran 4.). Syarat pengujian anova terpenuhi sehingga dilakukan uji

perbandingan lebih dari dua kelompok dengan anova one-way. Hasil uji anova menunjukan

adanya perbedaan signifikan pada data (Lampiran 5.) dengan nilai p dibawah 0,05, sehingga

dilakukan uji post-hoc menggunakan TukeyHSD (Lampiran 6.). Hasil uji post-hoc mendapati

adanya perbedaan antara kelompok infusa sirih dengan kombinasi dan antara kelompok

infusa sirih merah dengan kombinasi, seperti disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4. Hasil uji kebermaknaan perbedaan diameter zona hambat

Infusa yang dibandingkan Nilai-p Perbedaan (differences)

Tunggal sirih - Kombinasi sirih 0,012* -1,767

Tunggal sirih merah – Tunggal sirih 0,997 -0,033

Tunggal sirih merah – Kombinasi sirih 0,013* -1,733

(28)

13

fenomena ini merujuk pada efek yang disebut antagonisme, yakni efek dimana kombinasi

dari dua atau lebih bentuk tunggalnya akan memiliki nilai atau aktivitas yang lebih rendah

dibandingkan masing-masing bentuk tunggalnya. Menurut Tripathi (2010), ketika dilakukan

kombinasi antara suatu herbal dengan herbal lainnya, maka dalam tiap herbal akan ada aksi

farmakologi yang berbeda-beda.Dalam suatu komposisi akan terdapat porsi senyawa aktif

dan senyawa inaktif, senyawa aktif akan terbagi menurut aktivitasnya yakni sinergis,

antagonis, dan protektif.

(Tripathi, 2010)

Gambar 10. Aksi farmakologi herbal

Tripathi (2013), memaparkan konsep interaksi antagonism pada senyawa-senyawa.

Antagonisme terjadi ketika suatu bentuk tunggal satu menurunkan aksi dari bentuk tunggal

lainnya, biasanya yang terjadi adalah antagonis kimia. Antagonis kimia terjadi ketika

berbagai senyawa berinteraksi sehingga justru menghasilkan produk yang inaktif. Efek yang

juga dapat terjadi adalah antagonis reseptor, yakni ketika suatu senyawa aktif yang bersifat

antagonis menduduki suatu situs aktif reseptor yang seharusnya diduduki senyawa aktif

agonis, ini disebut juga antagonis kompetitif. Adapun antagonis non-kompetitif, yakni suatu

senyawa menduduki sisi alosterik dari suatu reseptor sehingga senyawa agonis kehilangan

afinitasnya pada situs aktif reseptor.

(Tripathi, 2013)

(29)

14

herbal masih sangat lemah (Tao-Che et al, 2013). Ekstrak herbal berbeda dengan obat

konvensional, dalam hal ini herbal adalah kompleks campuran yang terdiri dari berbagai

senyawa bioaktif. Oleh karena itu, hingga kini masih sulit untuk melakukan penilaian

kontribusi untuk tiap konstituen terhadap aktivitas keseluruhan, termasuk pula mengevaluasi

interaksi yang mungkin terjadi pada kompleks campuran. Produk alami juga bertanggung

jawab terhadap variasi yang banyak, bahkan ketika distandarisasi ke salah satu

konstituennya, masih banyak terdapat perbedaan dengan senyawa lain yang ada. Sumber

bahan, metode ekstraksi-pun juga akan mempengaruhi komposisi dan potensi interaksinya

(Williamson et al, 2009).

KESIMPULAN DAN SARAN

Diameter zona hambat infusa daun sirih, sirih merah, dan kombinasi berturut-turut

5,3±0,30 mm; 5,2±0,64 mm; 3,5±0,50 mm. Aktivitas penghambatan terhadap bakteri

Staphylococcus epidermidis oleh infusa kombinasi lebih rendah dibandingkan dengan

masing-masing bentuk infusa daun sirih (p=0,012) dan daun sirih merah (p=0,013).

Saran, perlu dilakukan pendekatan metode checkerboard untuk mengevaluasi lebih

lanjut interaksi yang terjadi dari sediaan kombinasi. Dapat pula dilakukan pendekatan

pemodelan molekul untuk memprediksi interaksi antar senyawa-senyawa dalam campuran

dan memprediksi dinamika molekulnya pada sisi aktif target reseptor. Komputasi molekuler

juga mampu memprediksi senyawa-senyawa dari campuran yang memiliki afinitas tertinggi

pada sisi aktif target reseptor (screening compound), sehingga dapat diprediksi senyawa

(30)

15

BPOM RI, 2012, Acuan Sediaan Herbal, Edisi I, vol. 7, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta, 7.

BPOM RI, 2014, Persyaratan Mutu Obat Tradisional, PerKa BPOM No XII, 11.

Cabrera-Cotreas, R., Ramirez, R.M., Gamacho, A.N.G., Herrada-Melendez, E., 2013, Antibiotic Resistance and Biofilm Production S. epidermidis strains, isolated from a teritory core Hospital in Mexico City, Microbiol ISRN, 1-6.

Carmona, F., dan Pererira., 2013, Herbal medicines : old and new concepts, truths, and misunderstanding, Brazilian Journal of Pharmacognosy, Brazil, 381.

Chakraborty, D dan Shah, B., 2011, Antimicrobial, Anti-oxidative, and Anti-hemolytic Activity of Piper betle Leaf Extract, Int. J. Pharm. Pharmc. Sci., 3, 192-199.

Cowan, 1999, Plant Products as Antimicrobial Agents, Clin. Microbiol. Reviews., 12:4, 564-582.

Das, K., Tiwari, R.K.S., Shirvastava, P.K., 2010, Techniques for Evaluating of Medicinal Plant Products as Antimicrobial Agent: Current Methods and Future Trends, J. Med. Plant. Res., 4:2, 104-111.

de Rapper, S., Kamatou, G., Viljoen, A., van Vuuren, S., 2013, The in vitro antimicrobial activity of Lavandula angustifolia essential oil in combination with other aroma-therapeutic oils, Evid Based Complement Alternat Med, 1-10.

Depkes RI, 2008, Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat, Departemen Kesehatan RI, 5-39.

Fadlilah, M., 2015, Benefit of Red Betle (Piper crocatum Ruiz & Pav) as Antibiotic, J. Majority, 4:3, 71-74.

Fardhani, H.L., 2014, Pengaruh Metode Ekstraksi Secara Infundasi Dan Maserasi Daun Asam Jawa (Tamarindus idica L.) Terhadap Kadar Flavonoid Total, Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Gibriel, A., Al‐Sayed, H., Rady, A., Abdelaleem, M., 2013, Synergistic antibacterial activity of irradiated and nonirradiated cumin, thyme and rosemary essential oils, Journal of Food Safety, 33:2, 222-228.

Hayek, S.A., Gyawali, R., Ibrahim, S.A., 2013, Antimicrobial Natural Products, Microbial Pathogens and Strategies to Combating Them: Science, Technology, and Education, Formatex: USA, 914-916.

(31)

16 Food-Borne , J. Pharm . Sci., 2:2, 88-93.

Katno., 2008, Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat, Departemen Kesehatan RI, 5-39.

Kinuthia, G., Anjili, C.O., Gikonyo, N.K., Kigondu, E.M., Ingonga, J.M., Kabiru, E.W., 2013, In Vitro and In Vivo activity of Blends of Crude Aquous Extract from Allium sativum, Callistemon citrinosa, Moringa against L. major, Int. J. Med. Arom. Plants., 3:2, 234-236.

Kursia, S., Lebang, J.S., Taebe, B., Burhan, A., Rahim, W.O.R., Nursamsiar., 2016, Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etilasetat Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) terhadap Bakteri Staphylococcus epidermidis, IJPST, Sulawesi Tengah, 76.

Kusuma, S.A.F., Zuhrotun, A., dan Meidina, F.B., 2016, Antibacterial Spectrum of Ethanol Extract of Indonesian Red Piper betel leaf against Staphylococcus species, Int. J. Pharm. Sci. Res., 7:11, 448-452.

Melina, E., 2016, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Piper betle L. terhadap Bakteri S. epidermidis, Universitas Indonesia: Jakarta.

Nair, R. dan Chanda, S., 2008, Antimicrobial Activity of Terminalia catarna, Manikara zapota, and Piper betle extract, Indian Journal of Pharmaceutical Sciences, May-June, 390-395.

Nopiyanti, H.T., Agustriani, F., Isnaini., Melki, 2016, Screening of Nypa Fructions as Antibacterial of Bacillus subtilis, E. coli, and S. aureus, Journal Maspori, 8:2, 83-90.

Novianti, D., 2013, Efektivitas Infus Daun Sirih sebagai Antibakteri Streptococcus mutans Penyebab Karies Gigi, Universitas PGRI, Palembang, 9.

Otto, M., 2009, S. epidermidis The Accidental Pathogen, Nat. Rev. Microbiol,. 7:8, 555-567.

Prayoga, E., 2013, Perbandingan Efek Ekstrak Daun Sirih Hijau dengan Metode Difusi Disk dan Sumuran terhadap Pertumbuhan bakteri S. aureus, UIN, 15-17.

Safihtri, M., Yasni, S., Bintang, M., Ranti, A.S., 2012, Toxicity Study of Antidiabetics Functional Drink Piper crocatum and Cinnamomum burmanii, Hayati Journal of Biosciences, Bogor, 32.

Schaechter, M, 2004, The Desk Encyclopedia of Microbiology, Elsevier Academic Press: California, 789.

Sendy, V.A.A., Pujiastuti, P., dan Ernawati, T., 2014, Daya Antibakteri Ekstrak Daun Sirih Merah terhadap Porphyromonas gingivalis, Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa, Universitas Jember, 1-5.

(32)

17

Tao Che., Wang, Z.J., Chow, M.S.S., Lam., 2013, Herb-herb Combination for Therapeutic Enhachment and Advancement: Theory, Practice and Future Perspective, Molecules., 18, 5125-141.

Tripathi, I.P., 2010, Chemistry, Biochemistry, and Ayuverda of Indian Medicinal Plants, International E-Publication : India, 50-60.

Tripathi, K.D., 2013, Essentials of Medical Pharmacology, Jaypee Brothers Medical Publisher : London, 57-65.

Werdhany, W.I., Marton, A., Setyorini, W., 2008, Sirih Merah, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian : Yogyakarta, 15.

WHO., 2011, Quality Control Methods for Herbal Materials, World Health Organization, 1-51.

Williamson, E., Driver, S., dan Baxter, K., 2009, Stockley’s Herbal Medicine Interaction, Pharmaceutical Press : Chicago, 6-11.

Zainab, Gunanti, F., Witasari, H.A., Edityaningrum, C.A., Mustofa., Murrukmihadi, M., 2016, Penetapan Parameter Standarisasi Non Spesifik Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.), Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia, 210-216.

Zhou, X., Seto, S.W., Chang, D., Kiat, H., Naumovski, V.R., Chan, K., Bensoussan, A., 2016, Synergistic Effect of Chinnese Herbal Medicine: A Comprehensive Review of Methodology and Current Research, Frontiers in Pharmacology., 7:201, 1-20.

(33)
(34)
(35)

20

 p-value untuk sirih

 p-value untuk sirih merah

 p-value untuk kombinasi

(36)

21 Lampiran 6. Hasil uji TukeyHSD

Lampiran 7. Data mentah pengukuran diameter zona hambat Infusa tunggal sirih :

(37)

22

Replikasi Positif Negatif Sirih Sirih merah Kombinasi

I 12,0 mm 0 mm 5,3 mm 4,8 mm 3,6 mm

II 11,5 mm 0 mm 5,0 mm 5,0 mm 3,0 mm

III 11,0 mm 0 mm 5,6 mm 6,0 mm 4,0 mm

Lampiran 9. Perhitungan standar deviasi

Perhitungan standar deviasi menggunakan rumus :

Kelompok infusa tunggal sirih : n = 3

(38)

23

Penulis bernama Yohanes Medika Seta Diaseptana, lahir di

Wonosobo pada tanggal 15 September 1995. Penulis yang

akrab dipanggil Medika ini merupakan anak kedua dari tiga

bersaudara pasangan Sri Tjahja Nugraha dan Murti Anisah.

Penulis menempuh pendidikannya di TK YP3K Klampok

(2000-2001), SD Kanisius Sengkan (2001-2007), SMP

Negeri 1 Depok (2007-2010), SMA Negeri 2 Ngaglik

(2010-2013), dan pada tahun 2013 melanjutkan pendidikan di

Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta. Selama berkuliah di Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma, penulis aktif mengikuti berbagai

kegiatan kemahasiswaan diantaranya menjadi anggota panitia publikasi, dekorasi, dan

dokumentasi dalam kegiatan DESA MITRA III (2015), menjadi peserta dalam kejuaraan

OSCE Farmasi yang diadakan di UAD (2016), meraih juara II dalam perlombaan cerdas

cermat Olimpiade Farmasi Klinik Indonesia yang diadakan di Bali (2016), serta menjadi

presenter oral dengan materi mengenai “penambatan molekuler” pada kegiatan seminar

Gambar

Tabel 4. Hasil uji kebermaknaan perbedaan diameter zona hambat  ............
Gambar 1. Cara pengukuran diameter zona hambat
Gambar 2. Tanaman sirih
Gambar 4. Penentuan kadar air daun sirih (a) dan daun sirih merah (b)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian aktivitas antibakteri minyak atsiri daun sirih merah menggunakan metode difusi agar baik untuk bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif. aureus 0,0013%,

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul : “Efektivitas Antibakteri Ekstrak Daun sirih Merah (Piper crocatum) dan Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya antiinflamasi infusa daun sirih pada tikus putih jantan secara oral. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap

Waktu pemberian infusa daun sirih ditetapkan dengan membagi hewan uji menjadi 3 kelompok masing-masing 3 ekor tikus.... Infusa daun sirih konsentrasi 40% dengan volume 2,5 ml/200 g

Dalam penelitian Hartini (2018) melaporkan bahwa kombinasi infusa daun sirih dengan infusa daun sirih merah menunjukkan adanya efek antagonis jika dibandingkan

Pada penelitian ini penulis menggunakan infusa daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz &amp; Pav) dan daun sirih hijau (Piper betle L) digunakan untuk antiseptik

Data diameter zona hambat kombinasi ekstrak etanol daun sirih merah dan siprofloksasin terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Klebsiella pneumoniae terdistribusi

Kandungan kavikol dan kavibetol pada daun sirih hijau yang merupakan turunan dari fenol mempunyai daya antibakteri lima kali lipat dari fenol biasa.10 Pada daun sirih merah,