• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Pengertian Perjanjian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "1. Pengertian Perjanjian"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

16 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian

Dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi antar sesame manusia adalah sebuah keharusan yang harus dilakukan.Mengingat pentingnya interaksi ini manusia seringkali melakukan transaksi mulai dari jual-beli, tukar-menukar, dan sebagainya.Dalam menjalankan kegiatan tersebut paling sering masyarakat melakukan kegiatan yang pada intinya melakukan perjanjian.Perjanjian diatur dalam pasal 1313 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “suatuperjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”1.Menurtut Subekti perjanjian adalah Perkataan

“Perikatan” (verbintenis)mempunyai arti yang lebih luas dari perikatan

“Perjanjian” sebab dalam Buku III itu, diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suartu persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hokum (onrechmatige daad) dan perihal perikatan yang timbul dari pengurusan kepentiungan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwaarneming) tetapi, sebagian besar dari bukuIII ditujukkan pada perikatan–perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian.

Jadi berisikan hokum Perjanjian2.Jadi dapat perjanjian tersebut perjanjian ialah

1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2 Subekti(a). Pokok –pokok Hukum Perdata. PT.Intermasa, Jakarta, 1998, h.122.

(2)

17 merupakan suatu perbuatan hukum yang mana satu orang/lebih mengikatkan kepada orang/lebih dengan setiap pihak tersebut memiliki hak dan kewajiban masing-masing.

Dalam bahasa Belanda perjanjian dinakaman dengan overeenkomst yang apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia disebut perjanjian.Ketentuan mengenai perjanjian diatur dalam pasal 1313 KUHPerdata.Dikarenakan perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum maka sudah barang tentu ada akibat hukum bagi para pihak.Adanya hak dan kewajiban tersebut dinamakan dengan prestasi, prestasi tersebut meliputi melakukan sesuatu,menyerahkan sesuatu,atau tidak melakukan sesuatu.Melakukan sesuatu seperti membuat barang hasil jual beli barang atau sebagainya.Menyerahkan sesuatu biasanya dalam jual beli.Tidak melakukan sesuatu misalnya tidak bekerja di lain perusahaan.Dengan demikian perjanjian merupakan kegiatan yang tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan sehari-hari.Para pihak dihadapkan dengan hak kewajiban tersebut dinakaman kreditur dan debitur, istilah tersebut bukan hanya diberikan kepada hutang piutang saja.Tetapi dalam perjanjian juga ada istilah kreditu dan debitur.Pihak yang yang berkewajiban memnuhi hak disebut debitur, sedangkan pihak yang menerima kewajiban disebut kreditur.

Pihak-pihak dalam perjanjian ini bisa orang peroangan, atau perkumpulan orang, atau orang dalam arti lain (badan hukum).Kedua belah pihak terseut mengikatkan satu sama lain sehingga timbullah hak dan kewajiban para pihak.Hak dan kewajiban para pihak tersebut harus dilaksanakan masing-masing apabila tidak dilaksanakan maka bisa dikatakan wanprestasi (tidak memenuhi

(3)

18 kewajiban).Perjanjian ini merupakan perbuatan hukum yang mana apabila salah satu pihak tidak memenuhi perjanjian maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.

2. Syarat Sah Perjanjian

Di Indonesia sekarang masih menganut sistem hukum Belanda sehingga dalam meletakkan dasar hukum Perdata menggunakan KUHPerdata atau burgerlijk wetboek.Syarat sah perjanjian diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, yakni:

1. Adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu; dan

4. Suatu sebab (causa) yang halal.

Syarat-syarat tersebut wajib dipenuhi apabila tidak perjanjian itu bisa dibatalkan atau batal demi hukum.Menurut Utrecht, mengenal tiga macam yakni 1) batal (nietig/absolute nietig) 2). Batal demi hukum (nietigheid van rechtswege) 3). Dapat dibatalkan (verniegbaar).

a..Adanya Kata Sepakat Bagi Mereka Yang Mengikatkan Dirinya

Yang pertama ialah kata “sepakat”, kata sepakat antara kedua belah pihak ini merupakan hal yang mutlak.Kedua belah pihak haruslah sepakat terlebih dahulu sebelum diadakan perjanjian.Kedua belah pihak akan mengadakan perundingan, hal tersebut juga menentukan ada tidaknya perjanjian.Kata sepakat tersebut dimaksudkan untuk mnyesuaikan kebutuhan kedua belah pihak agar terjadi win-

(4)

19 win solution. Yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahui

orang lain3.

a. Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan

Kecakapan berarti kemampuan para pihak untuk melakukan perbuatan hukum atau melaksanakan kewajibanya.Menurut R.Soeroso Yang dimaksud kecakapan adalah adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. Menurut hukum, kecakapan termasuk kewenangan untuk melakukan tindakan hukum pada umumnya, dan menurut hukum setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian kecuali orang -orang yang menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap4.Menurut undang-undang ada berbagai versi syarat umur kecakapan hukum dalam KUHPerdata disebutkan dalam pasal 330 yakni Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya.Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 98 ayat (1) Batas umur anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan.Disamping itu juga dalam SK Mendagri Dirjen Agraria Direktorat Pendaftaran Tanah (Kadaster) No. Dpt.7/539/7-77, tertanggal 13-7-1977 (“SK Mendagri 1977”) disebutkan Mengenai soal dewasa dapat diadakan pembedaan dalam:

3 Salim HS,et.al. Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU). Jakarta, Sinar Grafika, 2006, h.9.

4 R. Soeroso, Perjanjian di bawah Tangan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, h. 12.

(5)

20 a. dewasa politik, misalnya adalah batas umur 17 tahun untuk dapat ikut

Pemilu;

b. dewasa seksuil, misalnya adalah batas umur 18 tahun untuk dapat melangsungkan pernikahan menurut Undang-Undang Perkawinan yang baru;

c. dewasa hukum. Dewasa hukum dimaksudkan adalah batas umur tertentu menurut hukum yang dapat dianggap cakap bertindak dalam hukum.

Banyak versi untuk syarat batas usia cakap hukum, menurut para ahli sepertiR.Soesilo R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 61) menjelaskan bahwa yang dimaksudkan “belum dewasa” ialah mereka yang belum berumur 21 tahun dan belum kawin. Jika orang kawin dan bercerai sebelum umur 21 tahun, ia tetap dipandang dengan dewasa.Shingga dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang tidak bisa melakukan perbuatan hukum ialah : 1.Orang yang belum dewasa; 2.Orang yang dalam pengampuan (imbisil,tolol,bodoh,idiot,gila);

3.Orang yang dalam undnag-undnag ditetapkan sebagai oaring yang tidak bisa melakukan perbuatan hukum

3.Suatu Hal Tertentu

Suatu hal tertentu atau eenbepaald onderwerp yang disebutkan dalam pasal 1320 syarat B ialah prestasiyang menjadi pokok kontrak yang bersangkutan.Dapat disimpulkan bahawa hal-hal yang dikehendaki dalam perjanjian dituangkan dalam pernyataan tertulis yang dikehendaki kedua belah pihak.Prestasi kedua belah pihak haruslah ditentukan agar ada kejelasan mengenai batasan-batasan tertentu dalam perjanjian. Di dalam berbagai literature disebutkan bahwa yang menjadi objek

(6)

21 perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apayang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditor (Yahya Harahap, 1986;10;

Mertokusumo, 1987:36). Prestasi initerdiri dari perbuatan positif dan negative.Presetasi terdiri atas: (1) memberikan sesuatu, (2) berbuat sesuatu,dan (3) tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata)5

4.Adanya Kausa yang halal.

Pada syarat yang selanjutnya dalam pasal 1320 KUHPerdata ialah kasusa yang halal atau dalam bahasa Belanda disebut orzaak.Suatu kaua yang halal berarti tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang, seperti yang dijelaskan dalam pasal 1327 KUHPerdata yakni tidak bertentangan dengan undang-undang, nilai- nilai kesopanan, atau ketertiban umum. Kausa yang halal bukanlah istilah pada umumnya tetapi kausa yang halal pada hukum. Menurut Subekti: “Subekti menyatakan bahwa sebab adalah isi perjanjian itu sendiri, dengan demikian kausa merupakan prestasi dan kontra prestasi yang saling dipertukarkan oleh para pihak”.

Hal kausa yang halal dimaksudkan supaya dalam perjanjian tersebut tidak mengandung hal-hal yang merugikan salah satu pihak atau keduanya, sehingga dalam perjanjian tersebut sah dimata hukum.Syarat ini mengacu kepada isi dari perjanjian tersebut, suatu contoh jika seseorang membeli bensin dan akan dipergunakan untuk membakar rumah seseorang musuhnya maka pihak penjual boleh tidak menghendaki tersebut.

5 Salim HS,et.al. Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU). Jakarta, Sinar Grafika, 2006, h. 10

(7)

22 3.Asas-Asas dalam Perjanjian

Dalam literature hukum pelaksanaan dan teori selalu disebutkan asas-asas dalam menjalankan sistem hukum.Secara luas perjanjian memiliki banyak teori seperti yang disebutkan dalam Buku III KUHPerdata.Dalam penelitian ini penulis hanya akan menggunakan 5 asas yakni asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda, asas itikad baik, asas personalita.

a) Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)

Asas kebebasan berkontrak ini diatur dalam pasal 1338 KUHPerdata yang berbunyi semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya6 .Berdasarkan dengan pasal tersebut sebuah perjajian itu sah tergantung dari pihak-pihak yang membuatnya.Perjanjian tersebut merupakan hal yang ditentukan bersama bagaimana bentuk dan isinya.Kebebasan dalam membuat perjanjian ini merupakan salah satu dari bentuk penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).

Asas ini memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk membuat isi dari perjanjian.Dalam pelaksanaanya asas ini tetap dibatasi oleh 3 hal yang disebutkan dalam pasal 1337 KUHPerdata yakni : perjanjian itu tidak dilarang undang-undang, tidak melanggar kesusilaan, dan tidak menganggu ketertban umum.

6 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(8)

23 b) Asas Konsesnsualisme

Asas konsensalisme berarti adanya consensus atau kesepakatan di kedua belah pihak.Dengan kata lain perjanjian itu bisa terlahir apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak.Konsensus antara kedua belah pihak ini haruslah dibuat secara sah.Asas konsensualisme ini diatur dalam Pasal 1338 (1) jo. Pasal 1320 angka I KUH Perdata. Ketentuan Pasal 1320 ayat (1) tersebut

memberikan petunjuk

bahwa hukum perjanjian dikuasai oleh “asas konsensualisme”.

Ketentuan Pasal 1320 ayat (1) tersebut juga mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak untuk menentukan isi kontrak dibatasi oleh sepakat pihak lainnya. Dengan kata, lain asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh asas konsensualisme.” 7Oleh karena itu unsur kehendak dalam pembuatan perjanjian sangatlah diperlukan agar suatu perjanjian itu dapat disepakati.Setiap pihak dapat mengajukan hal yang mana akan disepakati dalam suatu perjanjian.

Dengan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak maka perjanjian bisa dilahirkan.Sebaliknya apabila salah satu atau kedua belah pihak tidak menyepakati perjanjian itu maka perjanjian tidak dapat dilahirkan.Salah satu pihak tidak bisa memaksakan kehendaknya kepada pihak lain karena ini akan menimbulkan bahwa perjanjian itu dibuat dengan paksaan.Apabila ada pihak yang sepakat kareana ada paksaan salah satu pihak ini disebut dengan Contradictio interminis.Sehingga akibatnya perjanjian tersebut bisa

7 Hasanuddin Rahman.hlm 16

(9)

24 dibatalkan.Berakibat sangat fatal karena dimungkinkan perjanjian tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak.

c) Asas Pacta Sunt Servanda

Asas pacta sunt servanda berarti perjanjian yang dibuat sah oleh kedua belah pihak mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.Asas ini merupakan sebuah instrument bahwa ketika para pihak telah sepakat membuat perjanjian maka berlaku layaknya undang-undang bagi para pihak dan wajib ditaati. Adapunpacta sunt servanda diakui sebagai aturan yang

menetapkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah, mengingat kekuatan hukum yang terkandung didalamnya, dimaksudkan untuk dilaksanakan dan pada akhirnya dapat dipaksakan penataannya8.

Dengan demikian kedua belah pihak wajib hukumnya mentaati perjanjian tersebut.Asas tersebut dapat dilihat dalam ketentuanpasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang menyebutkan “bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah, berlaku sebagai

undang-undang bagi yang membuatnya “.Black’s Law Dictionary mengartikan prinsip dalam bahasa Latin ini sebagai berikut: “agreements must be kept”. The rule that agreements and stipulations,esp. those contained intreaties must be obsereved9.Kesepakatan karena adanya janji yang telah dibuat oleh kedua

8 Herlien Budiono,hal 31

9 Huala Adole, Dasar – dasar Hukum Kontrak Internasional, PT Refika Aditama,Bandung, 2010.h.

25.

(10)

25 belah pihak yang membuat perjanjian ini menjadi dasar bahwa kesepakatan itu harus ditaati layaknya hukum (undang-undang).Asas inilah yang merupakan menjadi kekuatan bagi kedua belah pihak untuk melaksanakan prestasinya dan bukan hanya sekedar kewajiban moral melainkan kewajiban hukum.Ketentuan ini dapat berlaku apabila kedudukan kedua belah pihak itu seimbang sehingga tidak ada ketimpangan sedangkan apabila tidak seimbang maka perjanjian itu dapat dibatalkan.Kedua belah pihak secara bebas menentukan kehendaknya dan dituangkan dalam sebuah perjanjian.Ketentuan antara kedua belah pihak tersebutlah yang menjadi dasar kontrak.Asas inilah yang menjadi kekuatan mengikat bagi perjajian tersebut.Kesepakatan kedua belah pihak yang dituangkan akan menimbulkan kektauan yang mengikat (pacta sunt servanda).

d) Asas Itikad Baik

Asas itikad baik berarti adanya niatan baik kedua belah pihak untuk melaksanakan isi dari perjanjian itu.Kejujuran dari kedua belah pihak menjadi kunci agar suatu perjanjian dan hubungan antara kedua belah pihak dapat berjalan dengan baik.Asas itikad baik tercantum dalam pasal 1338 ayat (3) KUH

Perdata. Yaitu: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”10.Dengan demikian kedua belah pihak tidak boleh mempunyai itikad tidak baik berarti dapat diartikan bahwa para pihak haruslah bersedia dengan kesungguhan hati agar melaksanakan perjanjian tersebut.Kejujuran antar pihak dimaksudkan bahwa dalam perjanjian harus meliputi : kejujuran dalam identitas ; kejujuran

10 KItab Undang-Undang Hukum Perdata

(11)

26 dalam tujuan perjanjian ; kejujuran dalam pemenuhan prestasi.Demikian halnya terhadap pemenuhan janji-janji yang harus ditepati oleh kedua belah pihak. “Asas itikad baik (good faith) menurut Subekti merupakan salah satu

sendi terpenting dalam hukum perjanjian.

Selanjutnya Subekti berpendapat bahwa perjanjian dengan itikad baik adalah melaksanakan perjajian dengan mengandalkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan”11.

Asas ini harus dianggap ada pada waktu terjadinya kesepakatan para pihak sampai penyelesaian sengketa bila terjadi.Kejujuran yang menurut asas itikad baik ini sangat penting terhadap berjalanya perjanjian antara kedua belah pihak yang mengikatkan dirinya.Terlebih lagi bagi jangka waktu kedepan bagi terselenggaranya hubungan baik antara kedua belah pihak.Tanpa adanya itikad baik atar kedua belah pihak maka akan sangatlah sulit terjadi hubungan hukum antar kedua belah pihak.Apabila asas ini tidak dijalankan meskipun ada perjanjian secara tertulis dan berakibat hukum tentulah prestasinya akan sulit dijalankan.Dengan demikian asas itikad baik memanglah hal yang sangat krusial meskipun tolak ukur dari itikad baik hanyalah pemenuhan prestasi antar kedua belah pihak.Pemenuhan prestasi adalah kunci ukuran para pihak itu telah menjalankan asas itikad baik ini.

11 Subekti (a).Op.Cit, h.41

(12)

27 a) Asas Personalita

Asas personalita artinya perjanjian itu hanya mengikat bagi pihak-pihak yang membuatnya saja.Hal ini berarti pemenuhan prestasi hanya berlaku pada pihak-pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian.Personalita juga bisa disebut juga asas kepribadian. Asas kepribadian adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat perjanjian hanya

untuk kepentingan

perorangan saja12.Tetapi dalam asas ini terdapat pengecualian yakni terhadap pihak ketiga atau “derden beding”atau perjanjian untuk pihak ketiga.

Asas Personalita ini diatur dalam pasal 1317 KUHPerdata menyebutkan tentang janji untuk pihak ketiga itu sebagai berikut:

Lagipun diperbolehkan untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji yang dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri atau suatu pemberian yang dilakukannya kepada seorang lain memuat suatu janji yang seperti itu. Siapa yang telah memperjanjikan sesuatu seperti itu, tidak boleti menariknya kembali, jika pihak ketiga tersebut telah menyatakan hendak mempergunakannya13.

4.Pelaksanaan Perjanjian

Pelaksanaan perjanjian merupakan tujuan utama dari perjanjian.Dilaksanakan atau tidak merupakan perbutan para pihak yang

12 Marbun, B.N, Membuat Perjanjian yang Aman dan Sesuai Hukum, Jakarta, Puspa Swara, 2009, h. 6

13 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(13)

28 menimbulkan konsekuensi hukum.Para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian maka bisa dikatakan wajib melaksanakan perjanjian yang telah dibuatnya.terwujudnya perjanjian akan bisa diraih apabila pelaksanaan dari perjanjian tersebut.

Peristiwa hukum yang timbul dari perjanjian merupakan akibat dari pengikatan antara kedua belah pihak.Karena merupakan peristiwa hukum maka pelaksanaan dari perjanjian merupakan unsur yang tak terpisahkan.Dari peristiwa hukum tersebut timbullah hak dan kewajiban para pihak.Dengan adanya hak dan kewajiban para pihak maka konsekuensinya pelaksanaan dari perjanjian wajib dilaksanakan.

Dalam hal ini menurut Subekti, perjanjian itu adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal14.Seperti yang disebutkan diatas maka pelaksanaan kewajiban adalah hal yang sangat penting.Berdasarkan pasal 1234 KUHPerdata pelaksanaan prestasi dibedakan menjadi 3 yakni :

a.Prestasi yang berupa memberikan sesuatu

b. Prestasi yang berupa berbuat sesuatu

c. Prestasi yang berupa tidak berbuat sesuatu

Dari penjabaran dari KUHPerdata tersebut hal-hal yang disebutkan adalah merpakan pelaksanaan prestasi yang harus dilakukan oleh kedua belah pihak.Maka dapat disimpulkan berdasarkan pasal tersebut maka pelaksanaan dari suatu perjanjian wajib dilaksanakan.

14 Subekti, Op.Cit,hal.1

(14)

29 Prestasi beupa melakukan sesuatu berarti pihak yang terikat dalam perjanjian diwajibkan untuk melakukan sesuatu dalam perjanjian itu. Perjanjian untuk berbuat sesuatu (melakukan suatu perbuatan) juga secara mudah dapat dijalankan secara rill, asal saja bagi si berpiutang (kreditur) tidak penting oleh

siapa perbuatan itu akan

dilakukan15.Ketentuan lebih lanjut mengenai prestasi melakukan sesuatu disebutkan dalam pasl 1241 KUHPerdata yang berbunyi “Bila perikatan itu tidak dilaksanakan,kreditur juga boleh dikuasakan untuk melaksanakan sendiri perikatan itu atas biaya debitur”16.

5.Berakhirnya Perjanjian

Perjanjian dikatakan berkahir apabila suatu prestasi yang dikehendaki kedua belah pihak dapat terlaksana seluruhnya.Para pihak melaksanakan perjanjian masing-masing sampai dirasa cukup jika telah melaksanakannya. Berakhirnya

perjanjian harus

dibedakan dengan berakhirnyaperikatan, karena perjanjian bare berakhir apabila seluruh perikatan yang timbul karenanya telah terlaksana17.Di dalam KUH Perdata diaturjuga tentang berakhirnya suatu perikatan. Cara berakhirnya perikatan ini diatur dalam Pasal 1381 KUH Perdata yang meliputi:

a.Berakhirnya perikatan karena Undang-Undang1.Konsignasi;2.Musnahnya barang terhutang;3.Daluarsa.

15 .Satrio, Hukum Perjanjian, Ctk. Pertama, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992,hal.37

16 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

17 Suharnoko, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, Kencana, Jakarta, 2004, h.30

(15)

30 b.Berakhirnya perikatan karena perjanjian dibagi menjadi tujuh, yaitu:1.Pembayaran;2.Novasi (pembaruan hutang);3.Kompensasi;4.Konfusio (pencampuran hutang);5.Pembebasan Hutang;6.Kebatalan atau pembatalan, dan7.Berlakunya syarat batal.

Selain itu ada beberapa cara lain yang dapat mengakhiri perjanjian yaitu :

1.Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak yang membuatnya. Misalnya : dalam perjanjian telah ditentukan batas waktu berakhirnya dalam waktu tertentu.

2.Undang-undang menentukan batas waktu perjanjian tersebut. Misalnya : Pasal 1520 KUH Perdata, bahwa hak membeli kembali tidak boleh diperjanjikan untuk suatu waktu tertentu, yaitu lebih lama dari lima tahun.

3.Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu, maka perjanjian akan berakhir. Misalnya : jika salah satu pihak meninggal, perjanjian menjadi hapus, sesuai dengan Pasal 1603 KUH Perdata.

4.Karena perjanjian para pihak (herroeping). Seperti tercantum dalam Pasal 1338 KUH Perdata bahwa perjanjian dapat ditarik kembali atau dibatalkan dengan perjanjian para pihak yang membuatnya.

5.Pernyataan penghentian perjanjian, dapat dilaksanakan oleh kedua belah pihak atau oleh satu pihak hanya pada perjanjian yang bersifat sementara, misalnya perjanjian kerja dan perjanjian sewa menyewa.

(16)

31 6.Berakhirnya karena putusan hakim, misalnya jika dalam perjanjian terjadi sengketa yang diselesaikan lewat jalur pengadilan, kemudianHakim memutuskan perjanjian tersebut berakhir18

a.Kebatalan

Dalam istilah “batal” dikenal dengan istilah nietig atau vann beding of overeenkomst yang berarti beraikbat dengan tidak berada lagi.Batal demi hukum ialah suatu keadaan dimana suatu sayarat objektif dari syarat sahnya perjanjian tidak dipenuhi sehingga secara yuridis dari semula dianggap tidak ada suatu perjanjian dan tidak pula ad perikatan antara para pihak.Dalam bahasa Belanda batal demi hukum dikenal dengan istilah (van rechtswege nietig atau van een overeenkomst. Keadaan yang demikian ini mengakibatkan salah satu pihak tidak dapat menuntut pihak yang lain di depan hakim untuk memenuhi suatu perjanjian karena dasar hukumnya sendiri tidak ada19.Dalam hal seperti demikian ada beberapa upaya agar perjanjian tidak “batal demi hukum” yakni syarat-syarat objektif haruslah terpenuhi.Lebih lanjut lagi menurut Subekti “apabila suatu perjanjian tidak mengandung suatu hal tertentu, maka perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan karena tidak terang apa yang dijanjikan oleh masing – masing pihak, sehingga dengan sendirinya batal demi hukum”.

Suatu perjanjian secara objektif harus terpenuhi yakni adanya hal tertentu dan kausa yang halal.Hal tertentu dimaksudkan bahwa suatu perjanjian tersebut

18R. Setiawan. Op. Cit,. Hlm. 27.

19 Subekti (b), Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, 2004, h.1.

(17)

32 harus ditentukan oleh kedua belah pihak, apabila tidak ada sama saja tidak ada perjanjian.Selanjutnya kasusa yang halal berarti tidak melanggar ketentuan- ketentuan yang ada dalam masyarakat,negara,dan kesusilaan. Causa dalam Hukum Perjanjian

adalah isi dan tujuan dari perjanjian itu sendiri yang menyebabkan adanya perjanjian itu; sesuatu yang dikehendaki oleh kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian itu; sesuatu yang dikehendaki oleh kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian itu 20

b.Pembatalan

Yang dimaksud pembatalan dalam perjanjian pada dasarnya adalah suatu keadaan yang menganggap hubungan kontraktual tersebut tidak pernah ada.Akibat hukum dari pembatalan yakni menghapus eksistensi perjanjian. Menurut Hasanuddin Rahman: “Pembatalan sebagai salah satu sebab hapusnya perikatan adalah apabila salah satu pihak dalam perjanjian tersebut mengajukan atau menuntut pembatalan atas perjanjian yang telah dibuatnya, pembatalan mana diakibatkan karena kekurangan syarat subjektif dari perjanjian dimaksud.

Pembatalan Perjanjian dapat dilakukan apabila:

1) Perjanjian dibuat oleh orang – orang yang menurut undang – undang tidak cakap untuk bertindak sendiri (orang – orang yang masih di bawah umur) dan begitu pula perjanjian yang dibuat dalam hal adanya paksaan, kekhilafan, atau pun penipuan.

20 R. Wirjono Prodjodikoro, Azas – azas Hukum Perjanjian, Sumur Bandung,Bandung, 1993, h.35

(18)

33 2) Perjanjia yang dibuat ternyata mengandung sebab yang bertentangan dengan undang – undang

Pembatalan tersebut dapat disimpulkan apabila ada salah satu pihak mengajukan pembatalan perjanjian. Menurut Mariam Darus Badrulzaman dalam

putusan berisi pembatalan belaka oleh hakim,

putusannya harus berbunyi “membatalkan”; seperti perjanjian yang terbentuk secara paksaan, kekeliruan, atau penipuan. Hal yang demikian ini diatur dalam Pasal 1449 KUHPerdata yang berbunyi “erikatan- perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan atau penipuan, menerbitkan sesuatu tuntutan untuk membatalkannya “ .Pembatalan belaka oleh hakim atau vernietegbaar berbeda dengan pembatalan atas kekuatan diri sendiri atau nieteg van rechtswegenietig. Pasal 1446 KUHPerdata menyatakan bahwa perjanjian yang dimaksudkan dalam pasal tersebut dapat dimintakan pembatalannya berdasarkan suatu tuntutan (vordering) dan tuntutan yang dimaksud dapat diajukan melalui gugatan atau suatu perlawanan (exceptie). Di sisi lain, Pasal 1449 KUHPerdata menyatakan bahwa perjanjian yang dimaksudkan dalam pasal tersebut hanya dapat dimintakan pembatalannya atas suatu gugatan (rechtsvordering).

(19)

34 B.Tinjauan Umum Tentang Fidusia

1.Pengertian Jaminan Fidusia

Fidusia merupakansalah satu jaminan kebendaan yang disediakan dalam Kitab Undang-Undnag Hukum Perdata.Istilah fidusia merupakan terjemahan dari bahasa Belanda zekerheid atau cautie yang berarti mencangkup secara umum cara- cara kreditur untuk menjamin sipenuhinya tagihanya, di samping pertanggunhan jawab umum debitur terhadap barang-barangnya.Menurut Hartono Hadisoeprapto Jaminan adalah "sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan”.Selanjutnya M. Bahsan juga memberikan pandanganya yakni jaminan adalah "Segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat”.Dari kedua definisi jaminan tersebut dapat disimpulkan bahwa :

1.Difokuskan kepada pemenuhan kewajiban kepada kreditur (bank);

2. Ujudnya jaminan dapat dinilai dengan uang;

3. timbulnya jaminan adanya perikatan antara kreditur dan debitur21

Undang-Undang No.42 Tahun 1999 menggunakan istilah fidusia secara resmi di dunia hukum.Menurut pasal 1 ayat 1 UU “Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik

21 H.Salim HS., 2004, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal 21

(20)

35 benda”22.Jaminan fidusia berarti bahwa jaminan kebendaan yang mana pengalihan hak kepemilikan atas dasar kepercayaan yang mana kepemilikanya tetap dalam penguasaan pemilik benda.Dengan demikian jaminan fidusia jika ditelusuri lebih jauh adalam jaminana atas benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud serte benda tidak bergerak yang tidak dibebani hak tanggungan seperti yang dimaksud oleh Undang-Undang No.4 Tahun 1966 tentang Hak Tanggungan.Menurut A Hamzah dan Senjun Manulang mengartikan fidusia adalah suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (debitur), berdasarkan perjanjian pokok kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara

yuridis dan hanya dimiliki

oleh kreditur secara kepercayaan saja, sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh debitur tetapi bukan lagi sebagai eigennar maupun bezitter, melainkan hanya sebagai detentor atau houder dan atas nama kreditur eigenaar.

Jaminan fidusia memberikan penguasaan benda tetap berada di tangan debitur bukan di tangan kreditur.Hal tersebut berbeda dengan jaminan gadai yang mana penguasaan benda berada di tangan kreditur.Terjadi perbedaan yakni padajaminan gadai benda berada di tangan kreditur sedangkan fidusia benda tetapp berada di tangan debitur.Perbedaan ini lah yang merupakan ciri khas dari pejanjian fidusia.Terdapat beberapa unsur dari jaminan fidusia.Unsur-unsur jaminan fidusia adalah :

22 UU No.42 Th.1999 tentang Fidusia

(21)

36 1.Adanya hak jaminan;

2. adanya objek, yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak

berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak hak tanggungan.

3. Benda menjadi objek jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi

fidusia;

4. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur23

2.Objek dan Subjek Jaminan Fidusia

Benda atau barang yang dijaminkan fidusia merupakan salah satu hal yang tidak bisa dihilangkan.Produk fidusia merupakan hasil dari perjanjian yang telah dibuat oleh kreditur dan debitur.Dalam Undang-Undang No.42 Th.1999 tentang Fidusia terdapat benda-benda yang dapat menjadi objek jaminan fidusia yakni diatur dalam pasal Pasal 1 ayat (4), Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, benda-benda yang menjadi objek jaminan fidusia adalah:

1.Benda yang dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum 2. Dapat berupa benda berwujud.

3. Benda berwujud termasuk piutang.

23 M. Bahsan, 2012, Hukum Jaminan Dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT Raja GrafindoPersada, Bandung, Hal 51

(22)

37 4. Benda bergerak.

5. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan Hak Tanggungan ataupun hipotek.

6. Baik benda yang ada ataupun akan diperoleh kemudian.

7. Dapat atas satu satuan jens benda.

8. Dapat juga atas lebih dari satu satuan jenis benda.

9. Termasuk hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia 10. Benda persediaan24

Lebih lanjut lagi bangunan bisa dibebani jaminan fidusia akan tetapi haruslah memenuhi syarat bahwa bangunan tersebut tidak dapat dibebani Hak Tanggungan sebagaimana diatur oleh Undang-Undang No.4 Th.1966 tentang Hak Tanggungan.Pihak-pihak yang dapat menjadi pemberi fidusia atau dikatakan sebagai subjek fidusia ialah perorangan atau koorperasi, sedangkan untuk menjadi penerima fidusia ialah orang atau perorangan yang mempunyai piutang yang pembayaranya dijamin dengan jaminan fidusia.Benda-benda yang menjadi objek jaminan fidusia haruslah dapat ditaksir besarnya hutang atau besarnya harga dari benda tersebut.

Pemberi fidusia tidak harus debiturnya sendiri melainkan juga bisa pihak ketiga yang menjadi penjamin yang merupakan pemilik dari onjek jaminan fidusia.Hal yang patut disorot dalam jaminan fidusia ini bahwa pemberi fidusia ini adalah pemilik atau yang mempunyai hak kepemilikan benda objek jaminan fidusia.

24 Salim,Op.Cit., hal. 64

(23)

38 Demikian pula dengan penerima jaminan fidusia, didalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia tidak terdapat pengaturan yang khusus berkaitan dengan syarat penerima fidusia, berarti perseorangan atau korporasi yang bertindak sebagai penerima fidusia ini bisa warganegara Indonesia maupun warga negara asing, baik yang berkedudukan di dalam maupun di luar negeri sepanjang digunakan untuk kepentingan pambangunan di wilayah Indonesia25.

3.Tatacara Pendaftaran Jaminan Fiidusia

Pendaftaran jaminan fidusia sejatinya telah diatur secara spesifik dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 199 tentang fidusiaa.Hal tersebut diatur dalam pasal 11, pasal 12, dan pasal 13.Merujuk pada pasal 11 ayat (1) Undang-Undang No.42 Th.1999 bahwa “Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan”.berdasarkan pasal ini benda objek jaminan fidusia wajib didaftarkan dan ini merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan karena dengan didaftarkan mengakibatkan lahirnya jaminan fidusia.Pendaftaran ini melahirkan sertifikat jaminan fidusia.Lebih lanjut dalam pasal 12 ayat (1) Undang-Undang No.42 Th.1999 menyebutkan “Pendaftanan Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia”.

Lebih lanjut lagi pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No.42 Th.1999 bahwa

“Pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia”.Akta otentik menurut pasal

25 Rachmadi Usman, 2013, Hukum Kebendaan, Sinar Grafika, Jakarta, hal 288.

(24)

39 1868 KUH menyebutkan suatu akta otentik adalah suatu akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat dan dihadapan Pejabat Umum yang berkuasa untuk itu dimana akta tersebut dibuat.Di dalam pendaftaran jaminan fidusia pada tahap awal ialah melalui akta notaris, selanjutnya notaris mengeluarkan akta jaminan fidusia.Akta jaminan fidusia tersebut menurut pasal 6 UU No.42 Th.1999 sekurang-kurangnya memuat :

a. identitas pihak pemberi dan penerima fidusia;

b. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;

c. uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia;

d. nilai penjaminan; dan

e. nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Adapun syarat-syarat untuk pembuatan akta Fidusia adalah :

a. Apabila debitur perseorangan : 1. Identitas debitur

2. Identitas kreditur

3. NPWP debitur dan kreditur 4. Surat Perjanjian Kredit dari Bank

5. BPKB dan STNK dari Barang yang akan difidusiakan a. Apabila debitur perusahaan :

1. Akta Perusahaan

(25)

40 2. Identitas pengurus perusahaan yaitu jika CV ialah Persero Pengurus dan Persero Komanditer, apabila berebentuk PT adalah direksi dan komisaris

3. NPWP pengurus perusahaan dan perusahaan 4. Surat Perjanjian Kredit dari bank

5. BPKB dari barang yang akan difidusiakan Invoice untuk alat-alat berat

Tahap berikutnya seperti yang dijelaskan pada pasal 5 ayat (1) UU No.42 Th.1999 ialah menuangkan identitas tesebut ke dalam akta dan ditandatangani oleh debitur dan kreditur.Apabila semua persyaratan telah dilengkapi maka akta jaminan fidusia itu wajib didaftarkan.Sejalan dengan pasal 11 ayat (1) UU No.42 Th.1999 yakni benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan.Pendaftaran ini akan melahirkaan hak kebendaan, sehingga kedudukan kreditur memeiliki hak didahulukan atau hak preferen dalam pelunasan piutangnya.Karena hal tersebut maka kewajiban pendaftaran ini dibebankan kepada krediur karena secara langsung yang memiliki keistimewaan tersebut.Debitur hanya menyerahkan benda yang dijaminkan fidusia, apabila krediur itu lali atau tidak mendaftarkan jaminan fidusia tersebut oleh kuasa atau wakilnya maka benda tersebut tidak menjadi jaminan fidusia.Karena itu benda yang dijaminkan fidusia menurut ketentuan Undang_Undang wajib didaftarkan.

Pendaftaran benda yang telah dibebani oleh jaminan fidusia ialah dilakukan di tempat dimana kedudukan peberi fidusia tinggal, benda tersebut meliputi benda yang ada di wilayah Republik Indonesia maupun diluar wilayah republic

(26)

41 Indonesia.Hal tersebut dimaksudkan agar memnuhi asas publisitas yakni mengenai pengumuman kepada khalayak umum mengenai status kepemilikan benda tersebut ketentuan itu guna menjamin kepastian hukum bagi kreditur lainya.Untuk biaya dan tatacara secara rinci yakni telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No.86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.Kemudian dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2013 diatur mengenai pendaftaran jaminan fidusia secara online, yakni sebagai berikut :26

1. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia diajukan kepada menteri;

2. pendaftaran diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia;

3. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilengkapi dengan:

a. Salinan akta notaris tentangpembebanan jaminan fidusia;

b. surat kuasa atau surat pendelegasian wewenang untuk melakukan pendaftaran jaminan fidusia;

c. bukti pembayaran biaya pendaftaran jaminan fidusia.

4. pernyataan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan dengan mengisi formulir yang bentuk dan isinya ditetapkan dengan Keputusan Menteri;

5. pejabat yang menerima permohonan pendaftaran jaminan fidusia memeriksa kelengkapan persyaratan permohonan pendaftaran jaminan fidusia;

26Pasal 13 ayat (2) UU Jaminan Fidusia.

(27)

42 6. dalam hal persyaratan tidak lengkap, pejabat harus langsung mengembalikan berkas permohonan tersebut kepada pemohon untuk dilengkapi;

7. dalam hal kelengkapan persyaratan permohonan pendaftaran jaminan fidusia telah dipenuhi sesuai dengan ketentuan, pejabat mencatat jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran;

8. penerbitan sertifikat jaminan fidusia dan penyerahannya kepada pemohon dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal permohonan pendaftaran jaminan fidusia;

9. dalam hal terjadi kekeliruan penulisan dalam sertifikat jaminan fidusia yang telah diterima oleh pemohon dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah menerima sertifikat tersebut pemohon memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia untuk diterbitkan sertifikat perbaikan;

10. sertifikat perbaikan memuat tanggal yang sama dengan tanggal sertifikat semula dan penerbitan sertifikat perbaikan tidak dikenai biaya

4.Dasar Hukum Jaminan Fidusia

Pengaturan terhadap objek jaminan fidusia pada mulanya tidaklah berbentuk undang-undang hanya sebatas yurisprudensi-yurisprudensi.Dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga tidak mengatur mengenai fidusia dan kelembagaanya.Pengaturan pertama kali mengenai fidusia pertama kali pada tahun

(28)

43 1985 hanya sebatas diakui dalam Undang-Undang No.16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa rumah susun dapat dijadikan objek jaminan fidusia.Selanjutnya dalam Undang-Undang No.4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman juga memebrikan kemungkinan kepada rumah-rumah yang dibangun diatas tanah dimiliki oleh pihak lain yang dibebani jaminan fidusia.

Dilihat dari yurisprudensi dan peraturan perundang-undangan, yang menjadi dasar hukum fidusia adalah;

1. Arrest Hoge Raad 1929, tentang Bierbrouwerij Arrest ( negeri Belanda) 2. Arrest Hoggerechtshof tentang BPM-Clynet Arrest (Indonesia)

3. Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia27

Perkembangan zaman yang semakin pesat telah mendesak agar segera dibentuk suatu Undang-Undang mengenai fidusia serta lembaga fidusia.Akhirnya pada tahun 1999 dibentuklah Undang-Undang No.42 Th.1999 tentang Fidusia (selanjutnya disingkat UUJF).Dengan dibentuknya Undang-Undang tersebut maka sudah jelas mengenai ketntuan fidusia yang semula masih menjadi polemic dalam masyarakat.Ketentuan dalam Undnag-Undang tersebut telah menjadi solusi atas ketidakpastian hukum bagi pihak yang menghendaki adanya jaminan fidusia.Jaminan Fidusia memanglah jaminan yang juga banyak digunakan dalam kehidupan masyarakat sehari –hari.Pengaturan tersebut berisi mengenai hal-hal yang sebelumnya menjadi perdebatan dikala para pihak menggunakan jaminan

27 H.Salim HS, op.cit.,hal60.

(29)

44 fidusia.Kodifikasi pengaturan mengenai fidusia yang tertuang dalam Undang- Undang No.42 Th.1999 tentang Fidusia telah menangkup hal-hal baik materiil dan formil.

5.Asas-Asas Jaminan Fidusia

Dalam Undang-Undang No.42 Th.1999 tentang Fidusia tidak secara tegas disebutkan asas-asa hukum mengenai jaminan fidusia.Asas-asas dalam jaminan fidusia dimaksudkan agar dalam pembentukan jaminan fidusia oleh para pihak tidak terjadi perselisihan mengenai hak dan kewajibanya.Meskipun dalam Undang-Undang No.42 tentang Fiduisa tidak dijelaskan secara tegas akan tetapi dapat dijumpai dengan menelaah pasal per pasal dalam undang-undang tersebut.Adapun asas-asas dalam jaminan fidusia dalah sebagai berikut :

a. Asas asscesoir

Asas tersebut disebutkan pada pasal 4 UU No.42 Th.1999 tentang fidusia yang menyebutkan “Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dan suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi”.Jaminan fidusia adalah jaminan ikutan yang mengikuti jaminan pokok,sehingga apabila jaminan pokok hilang jaminan fidusia juga ikut hilang

b. Asas Spesialitas atas Fixed Loan

Asas tersebut dijelaskan dalam pasal 1 dan 2 UU No.42 Th.1999 tentang fidusia.Objek jaminan fidusia merupakan suatu jaminan yang kedudukanya diutamakan.Oleh karena itu dalam pelunasan utang dari debitur kreditur berhak untuk didahulukan.Jaminan fidusia memiliki objek yang harus

(30)

45 dinyatakan secara jelas baik dari segi harga maupun yang lainya dan dapat diperhitungkan jumlahnya.

c. Asas Preferen

Dalam asas ini disebutkan dalam pasl 27 ayat (1) UU No.42 Th.1999 yang menyatakan bahwa jaminan fidusia memberikan hak didahulukan atau diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lain untuk mengabil pelunasan utang oleh debitur.Hak didahulukan ini tidaklah hapus meskipun debitur dinyatakan pailit sebagaimana diatur dalam pasl 27 ayat (3) UU No.42 Th.1999.

d. Asas droit de suite

Pasal 27 ayat (2) UU No,42 Th.1999 menyatakan bahwa jaminan fidusia mengikuti objek benda jaminan fidusia tersebut.Kecuali keberadaanya dialihkan ke pihak ketiga serta ada pengalihan hak atas piutang atau cessie berdasarkan pasal 613 KUHPerdata.

6.Pembebanan Jaminan Fidusia

Dalam hal pembebanan jaminan fidusia telah diatur secara jelas dalam pasal 5 UU No.42 Th.1999 tentang Jaminan Fidusia yang brbunyi :

(1) Pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia.

(2) Terhadap pembuatan akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dikenakan biaya yang besarnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(31)

46 Selanjutnya akta jaminan fidusia sekurang-kurangnya memuat28:

a. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia Identitas tersebut meliputi nama lengkap, agama, tempat tinggal, atau tempat kedudukan dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan dan pekerjaan.

b. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, yaitu mengenai macam perjanjian dan hutang yang dijamin dengan fidusia.

c. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, cukup dilakukan dengan

mengidentifikasikan benda tersebut, dan dijelaskan mengenai surat bukti kepemilikannya. Dalam hal benda menjadi obyek jaminan fidusia itu benda persediaan (inventory) yang selalu berubahubah dan atau tidak tetap, seperti stok bahan baku, barang jadi, atau portofolio perusahaan efek, maka dalam akta jaminan fidusia dicantumkan uraian mengenai jenis, merek, kualitas dari benda tersebut.

d. Nilai penjaminan.

e. Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.

Syarat-syarat diatas mutlak harus dipenuhi agar perjanjian fidusia itu tidak batal atau merugikan salah satu pihak.Dalam hal akta notaris merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pembentukan jaminan fidusia.Mengacu pada pasal 1870 KUHPerdata diterangkan bahwa akta Notaris adalah akta otentik yang pembuktianya sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya antara para pihak

284 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2007, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 135.

(32)

47 beserta ahli warisnya atau para pengganti haknya.Sah-nya jaminan fidusia merupakan sesuatu yang penting disoroti karena merupakan salah satu intsrumen hukum yang mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban.Meskipun akta Notaris merupakan pembuktian yang sempurna tetapi menurut ketentuan pasal 14 ayat (3) UU No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia “Jaminan Fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia”. Lahirnya fidusia tersebut adalah pada saat didaftarkan di Kantor Pendaftaran

Fidusia29.

Pendaftaran jaminan fidusia diatur dalam pasla 11 UU No.42 Tahun 1999 tentang jaminan Fidusia yang menyatakan :

1) Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan.

(2) Dalam hal Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di luar wilayah negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku.

Pada pasal diatas telah terang bahwa pendaftaran itu wajib adanya meskipun benda yang dalam jaminan fidusia itu berada diluar wilayah Republik Indonesia.Selanjutnya pada ketentuan pasal 12 dan 13 UU No.42 Th.1999 pendaftaran jaminan fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia.Apabila kantor fidusia di tingkat kota/kabupaten (tingkat II) belum ada maka didaftarkan di

29 Munir Fuady, 2003, Jaminan Fidusia, PT. Aditya Bakti, Bandung, hal. 34

(33)

48 Kantor Pendaftaran FIdusia wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tingkat provinsi.

Hal yang perlu dilakukan para pihak untuk mendaftarkan jaminan fidusia yang pertama adalah mengajukan permohoan pendaftaran jaminan fidusia ke Kantor Pendftran Fidusia melalui Notaris.Ketika melakukan permohonan melalui Notaris yang bisa mengajukan ialah bisa penerima fidusia,kuasa ataupun wakilnya.Syarat dan ketentuanya diatur dalam Pasal 13 UU No.42 Th.1999 tentang fidusia yaitu :

(1) Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia.

(2) Pernyataan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat :

a. identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia;

b. tanggal, nomor akta Jaminan Fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang memuat akta Jaminan Fidusia;

c. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;

d. uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia;

e. nilai penjaminan; dan

f. nilai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

(34)

49 (3) Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran Jaminan Fidusia dan biaya pendaftaran diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Kemudian Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia mencatat Jaminan Fidusia kedalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.Tanggal tersebut merupakan tanggal lahirnya jaminan fidusia.Selanjutnya pada hari itu juga Kantor Pendaftaran Fidusia mengeluarkan/menyerahkan Sertifikat Jaminan Fidusia kepada pemohon atau penerima fidusia.Dalam sertifikat itu terdapat irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.Pencantuman irah-irah tersebut menegaskan bahwa sertifikat jaminan fidusia tersebut memiliki kekuatan eksekutorial yag sama dengan putusan pengadilan.Sehingga adanya sertifikat jaminan fidusia ini dapat langsung dijadikan bukti eksekusi tanpa harus melalui proses persidangan serta mengikat kedua belah pihak.Apabila terjadi kesalahan dalam sertifikat jaminan fidusia maka bisa diadakan perbaikan sertifikat jaminan fidusia dihitung dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal sertifikat jaminan fidusia itu diterbitkan (pasal 10 PP No.21 Th.2015).

7.Hak Preferensi bagi Penerima Fidusia (Kreditur)

Hak preferensi atau hak untuk didahulukan pembayaran piutang kreditur diatur dalam pasal 27 ayat 2 UU No.42 Th.1999 tentang Fidusia yang berunyi “Hak

(35)

50 preferensi adalah hak penerima fidusiauntuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yangmenjadi obyek jaminan fidusia”.Selanjutnya dalam ayat 3 pasal 27 tersebut hak itu tidak hilang walaupun debitur dinyatakan pailit atau likuidasi pasal 27 ayat 3 UU No.42 Th.1999 tentang fidusia berbunyi “Hak preferensi dari penerima fidusia tidak hilang dengan pailit atau dilikuidasinya debitur”.Ketentuan mengenai hak peferensi atau didahulukan juga telah tegas disebutkan dalam pasal 1133 KUHPerdata bagi pemegang : hipotik (untuk kapal laut);Gadai;Hak Tanggungan;dan fidusia.

Menurut ketentuan tersebut diatas maka kreditur berhak untuk mendapatkan haknya agar didahulukan bagi pelunasan piutanynya.Hak tersebut diberikan karena melihat menngenai kemungkinan adanya lebih dari satu kreditur yang dimiliki debitur.Terkait apabila ada lebih dari satu penerima fidusia menurut ketentuan pasal 28 UU No.42 Th.1999 maka diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya ke Kantor Pendaftaran Fidusia.Menurut Munir Fuady berpendapat bahwa tidak ada hak preferensi kepada penerima fidusia yang kedua.

(36)

51 8.Hapusnya Jaminan Fidusia

Jaminan fidusia dapatlah dihapus yang berarti bahwa tidak berlakunya lagi jaminan fidusia.Menurut pasal 25 UU No.42 Th. 1999 tentang jaminan Fidusia.yakni :

a. Hapusnya hutang yang dijaminkan fidusia

Hapusnya hutang berarti debitur telah melakukan pelunasan jaminan fidusia.Dengan pelunasan hutang oleh debitur dibuktikan dengan keterangan yang dibuart kreditur bahwa debitur telah melakukan pelunasan.Berdasarkan sifat jaminan fidusia yang mengikuti objek jaminan fidusia maka dengan adanya pelunasan hutang oleh debitur hapus pula jaminan fidusia tersebut. Utang yang pelunasannya dijamin dengan jaminan fidusia dapat berupa:

1)Utang yang telah ada ;

2) Utang yang akan timbul dikemudian hari yang telah di perjajikan dalam jumlah tertentu. Utang yang akan timbul dikemudian hari yang dikenal dengan istilah ”kontijen”, misalnya utang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditor untuk kepentingan debitor dalam rangka pelaksanaan garansi bank.

3) Utang yang pada eksekusinya dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban memenuhi prestasi. Utang dimaksud adalah utang bunga atas pinjaman pokok dan

(37)

52 biaya lainnya yang jumlahnya dapat ditentukan dikemudian.

b.Pelepasan ha katas jaminan Fidusia oleh Penerima FIdusia

Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia adalah suatu hak yang oleh penerima fidusia untuk bebas mempertahankan atau melepaskan hak nya.Pelepasan hak ini murni karena kehendak dari kreditur itu sendiri jadi pelepasn hak ini juga merupakan salah satu hal yang dapat menghapus jaminan fidusia.

c.Musnahnya benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia

Musnahnya benda jaminan fidusia ini tidak menghapuskan klaim asuransi, kecuali diperjanjikan lain. Jadi apabila benda yang menjadi obyek jaminan fidusia musnah dan benda tersebut diasuransikan, maka klaim asuransi akan mengganti jaminan fidusia30

Pelunasan hutang oleh debitur akan mengakibatkan hapusnya jaminan fidusia.Dalam hal ini penerima fidusia atau wakilnya berkewajiban untuk memberitahukan secara tertulis kepada Kantor Pendaftaran FIdusia mengenai hapusnya jaminan fidusia karena telah melunasi hutang pokok.Pemberitahuan

30 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani. hal 156-157

(38)

53 itu dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah hapusnya jaminan fidusia dilampiri dengan dokumen pendukung yang diperlukan. Dengan diterimanya pemberitahuan tersebut, maka ada 2 hal yang dilakukan Kantor Pendaftaran Fidusia, yaitu:

a. Pada saat yang sama mencoret pencatatan jaminan fidusia dari bukudaftar fidusia.

b. Pada tanggal yang sama dengan tanggal pencoretan jaminan fidusia dari buku daftar fidusia. Kantor pendaftaran Fidusia menerbitkan surat keterangan yang menyatakan “sertifikat jaminan fidusia yangbersangkutan tidak berlaku lagi”

Dikarenakan jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan atau (accessoir) maka apabila perjanjian pokoknya hapus otomatis hapus pula perjanjian ikutanya.Selanjutnya apabila objek jaminan fidusia itu musnah karena suatu sebab, maka hak klaim asuransi tidaklah hapus.Klaim asusransi tersebut dapat digunakan sebagai pengganti benda yang menjadi objek jaminan fidusia.asal 10 huruf b dan pasal 25 UU No.42 Th.1999 tentang jaminan Fidusia bahwa jaminan fidusia meliputi klaim asuransi, dalam hal benda yang menjadi obyek jaminan fidusia diasuransikan, dan musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia tidak menghapus klaim asuransi.Dengan demikian hal-hal yang dapat menghapus jaminan fidusia harus diberitahukan ke Kantor Pendaftaran Fidusia untuk melakukan pencoretan pencatatan jaminan fidusia dari Buku Daftar Fidusia dan menyatakan bahwa sertifikat jaminan Fidusia tersebut tidak berlaku lagi.

(39)

54 9.Pengalihan Jaminan Fidusia

Jaminan fidusia juga dapat dialihkan, pengalihan hak atas hutang (cession) yaitu pengalihan piutang yang dilakukan dengan akta otentik maupun akta dibawah tangan.Maksud dari pengalihan ialah mengalihkan termasuk dengan menjual atau menyewakan dalam rangka kegiatan usahanya.Pengalihan hak atas hutang dengan jaminan fidusia dapat dialihkan oleh penerima fidusia (kreditur) kepada penerima fidusia baru (kreditur baru). Kreditur baru inilah yang melakukan pendaftaran tentang beralihnya jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia31.Beralihnya cession mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditur baru.Pengalihan ini diatur dalam pasal 19 sampai pasal 24 UU No.42 Th.1999 tentang Jaminan Fidusia. Pasal 19 UUJF ini berbunyi:

(1) Pengalihan hak atas piutangyang dijamin dengan fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditur baru.

(2) Beralihnya jaminan fidusia didaftarkan oleh kreditur baru kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.

10.Eksekusi Objek Jaminan Fidusia

Dalam melaksanakan kewajiban pra pihak atau prestasi merupakan instrument yang teramat penting ketika membangun huungan hukum baik kreditur

31 Salim H.S., 2004, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 87-88

(40)

55 maupun debitur.Hutang-piutang ialah kegiatan yang sarat akan terjadinya pelunasan.Namun dala hubungan hutang-piutang yang dapat ditagih (opiesbar) terjadi kemungkinan debitur tidak memenuhi prestasi secara sukarela.Apabila terjadi yang demikian maka kreditur mempunyai hak untuk pemenuhan piutangnya (hak verhaal, hak eksekusi) terhadap jaminan yang diberikan oleh debitur.

Pasal 1238 KUH Perdata menyebutkan, debitur dalam keadaan lalai dan karenanya wanprestasi, apabila telah disomasi (ditegur), tetap saja tidak memenuhi kewajibannya dengan baik atau kalau ia demi perikatannya sendiri, harus dianggap lalai setelah lewatnya waktu yang ditentukan.Sedangkan dalam pasal 15 ayat (3) UU No.42 Th 1999 tentang Jaminan Fidusia dikenal dengan cidera janji, pasal tersebut berbunyi “apabila debitur cidera janji, penerima fidusia mempunyai hak menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri”.Selanjutnya mengenai teknis pelaksanaanya diatur dalam pasal 29 ayat (1) UU No.42 Th.1999 tentang Jaminan FIdusia, yang berbunyi :

a.Pelaksanaan title eksekutorial oleh Penerima Fidusia.

b. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaanPenerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambilpelunasan piutangnya dari hasil penjualan.

c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatanPemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperolehharga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

(41)

56 Dalam prakteknya, sungguh pun tidak disebutkan dalam UUJF, tetapi tentunya pihak kreditur dapat menempuh prosedur eksekusi biasa lewat gugatan biasa ke pengadilan32.Gugatan biasa ke pengadilan tidak disebutkan secara spesifik mengenai eksekusi mengenai jaminan fidusia. Sebab keberadaan UUJF dengan model-model eksekusi khusus tidak untuk meniadakan hukum acara yang umum, tapi untuk menambah ketentuan yangdalam hukum acara umum33.Kemudian untuk mencegah terjadinya penyimpangan cara eksekusi maka dalam Pasal 29 ayat (1) UUJF maka ada larangan tegas sebagaimana diatur dalam Pasal 32, bahwa setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dengan carayang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 29 dan 31, batal demi hukum.

Dalam kasus yang berbeda apabila pemberi fidusia tidak bersedia menyerahkan benda jaminan objek fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, penerima fidusia dapat mengabil objek jaminan tersebut dan dapat pula meminta bantuan pihak yang berwenang, hal tersebut mengacu kepad pasal 30 UU No.42 Th.1999 tentang jaminan fidusia.Pasal 34 melanjutkan apabila hasil eksekusi belum mencukupi maka sisanya menjadi tanggungjawab debitur, dan dalam hal terjadi kelebihan maka penerima fidusia berkewajiban mengembalikan kepada debitur.

32 Titik Triwulan Tutik, 2008, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta, Kencana, hal. 187

33 Munir Fuady, op. cit., hal. 62

(42)

57 C.Tinjauan Umum Mengenai Debt Collector

1.Debt Collector

Debt collector merupakan pihak yang melaksanakan ekseskusi jaminan fidusia Ketika dalam hal penagihan kredit. Pihak kreditur memiliki bagian dalam system kerjanya yakni bagian collector bagian ini memiliki tugas yakni mengurus semua pengembalian hutang dari kredit debitur. Dalam dunia finance/leasing peran debt collector merupakan pihak ketiga yang diperbantukan untuk menyelesaikan masalah kredit debitur. Status debt collector sendiri bukanlah berstatus sebagai karyawan perusahaan, tetapi pihak luar perusahaan yang diberi kuasa atas nama leasing/perusahaan pembiayaan untuk menangani kredit macet.

2.Penggunaan Jasa Debt Collector

Penggunaan jasa debt collector bagi perusahaan pembiayaan telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) noo.7/60/DASP Tahun 2005 Bab IV angka 1 dan 2 yang berbunyi :

1. Apabila dalam menyelenggarakan kegiatan APMK Penerbit dan/atauFinancial Acquirer melakukan kerjasama dengan pihak lain di luar Penerbit dan/atau Financial Acquirer tersebut, seperti kerjasama dalam kegiatan marketing, penagihan, dan/atau pengoperasian sistem, Penerbit dan/atau Financial Acquirer tersebut wajib memastikan bahwa tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan kegiatan oleh pihak lain tersebut sesuai dengan tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas apabila kegiatan tersebut dilakukan oleh Penerbit dan/atau Financial Acquirer itu

(43)

58 sendiri.

2. Dalam hal Penerbit menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan

penagihan transaksi Kredit Macet, maka :

a. Penagihan oleh pihak lain tersebut hanya dapat dilakukan apabila kualitas tagihan Kartu Kredit dimaksud telah termasuk dalam kategori kolektibilitas diragukan atau macet berdasarkan kriteria kolektibilitas yang digunakan oleh

industri Kartu Kredit di Indonesia, dan

b. Penerbit wajib menjamin bahwa penagihan oleh pihak lain tersebut, selain wajib dilakukan dengan memperhatikan ketentuan pada angka 1, juga wajib dilakukan dengan caracara yang tidak melanggar hukum.

3.Prosedur Penagihan oleh Debt Collector

Penarikan paksa oleh pihak debt collector merupakan konsekuensi apabila ada penunggakan pembayaran atau kredit macet.Tatacara penarikan objek jaminan fidusia sejatinya telah diatur dalam ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia No.7/60/DASP tahun 2005.Yakni sebagai berikut :

a) Desk collector

Pada level bagian penagihan (desk collector), level ini adalah level yang pertama dari dunia collector, dan cara kerja yang dilakukan oleh collector-collector ini adalah hanya mengingatkan tanggal jatuh tempo dari cicilan debitur dan dilakukan dengan media telepon.Pada level ini collector hanya berfungsi sebagai pengingat (reminder) bagi debitur atas kewajiban membayar cicilan. Bahasa yang di gunakan pun sangat sopan dan halus, mengingat orientasinya sebagai pelayan nasabah.

(44)

59 b) Debt collector

Level ini merupakan kelanjutan dari level sebelumnya, apabila ternyata debitur yang telah dihubungi tersebut belum melakukan pembayaran, sehingga terjadi keterlambatan pembayaran. Cara yang dilakukan oleh penagih utang (debt collector) pada level iniadalah mengunjungi debitur dengan harapan mengetahui kondisi debitur beserta kondisi keuangannya.

Pada level ini collector memberikan pengertian secara persuasif mengenai kewajiban debitur dalam hal melakukan pembayaran angsuran. Hal hal yang dijelaskan biasanya mengenai akibat yang dapat ditimbulkan apabila keterlambatan pembayaran tersebut tidak segera diselesaikan.

Selain memberikan pengertian mengenai hal tersebut diatas, collector juga memberikan kesempatan atau tenggang waktu bagi debitur untuk membayar angsurannya,dan tidak lebih dari tujuh hari kerja. Meskipun sebenarnya bank memnerikan waktu hingga maksimal akhir bulan dari bulan yang berjalan,karena hal tersebut berhubungan dengan target collector.

Collector diperbolehkan menerima pembayaran langsung dari debitur,namun hal yang perlu diperhatikan oleh debitur adalah memastikan bahwa debitur tersebut menerima bukti pembayaran dari collector tersebut,dan bukti tersebut merupakan bukti pembayaran dari perusahaan dimana debitur tersebut memiliki kewajiban kredit bukan

(45)

60 bukti pembayaran berupa kwitansi yang dapat diperjual belikan begitu saja diwarung warung.

c) Collector remedial

Apabila ternyata debitur masih belum melakukan pembayaran, maka tunggakan tersebut akan diberikan kepada level yang selanjutnya yaitu juru sita (collector remedial). Pada level ini yang memberikan kesan negatif mengenai dunia dunia collector, karena pada level ini sistem kerja collector adalah dengan cara mengambil barang jaminan (bila kredit yang disepakati memiliki jaminan) debitur.

Cara yang dilakukan dan perilaku collector pada level ini tergantung dari tanggapan debitur mengenai kewajibannya, dan menyerahkan jaminannya dengan penuh kesadaran, maka dapat dipastikan bahwa collector tersebut akan bersikap baik dan sopan.

Namun apabila debitur ternyata tidak memnberikan itikad baik untuk menyerahkan barang jaminannya, maka collector tersebut ddengan sangat terpaksa akan melakukan kewajibannya dan menghadapi tantangan dari debitur tersebut.Yang dilakukannya pun bervariasi mulai dari membentak, merampas dengan paksa dan lain sebagainya, dalam menggertak debitur.

Namun apabila dilihat dari segi hukum, collector tersebut tidak dibenarkan apabila sampai melakukan perkara pidana, seperti memukul, merusak barang, merampas barang dan lain sebagaiannya, atau bahkan hal yang terkecil yaitu mencemarkan nama baik debitur.

(46)

61

D. Tinjauan Umum Tentang Bank Syariah

1. Pengertian Perbankan Syariah

Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan pasal 1 angka (1) menjelaskan “Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencangkup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya”.Perbankan didefnisikan sebgai kegiatan usaha dalam bank. Menurut Abdurrachman, perbankan (banking) pada umumnya adalah kegiatan dalam menjualbelikan mata uang, surat efek, dan instrument-instrumen lainya yang diperdagangkan. Dengan demikian segala kegiatan mengenai bank diatur dalam perbankan yang mana segala kegiatan usaha tersebut dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Bank secara umum diartikan Lembaga yang bergerak dibidang keuangan yang berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan dan mengelola uang. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia “Bank adalah badan usaha di bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat, terutama memberikan kredit dan jasa di lalu lintas peredaran uang”.

Menurut O.P Simorangkir mendefinisikan bank merupakan suatu badan usaha Lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa.

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat upaya penangkapan yang dalam jangka panjang memberikan hasil tertinggi dicirikan oleh Fmsy dan hasil tangkapannya dicirikan oleh MSY (Maximum

• Aplikasi ini baru dapat mengenali pola kebangkrutan perusahaan berdasarkan kesulitan keuangan yang terjadi (digambarkan dalam nilai rasio keuangan perusahaan), jadi belum

Vprašali so se, kaj se zgodi, če peti postulat zanikamo: Skozi

Mitra dalam pelaksanaan pengabdian ini UMKM Kemplang Krupuk Ikan Gabus Mang Arsyad dan UMKM Pempek Kemplang Krupuk Nona yang berlokasi di lorong jayalaksana kelurahan 3-4

Sedangkan menyangkut aparatur hukum adalah Sumber Daya Manusia yang merupakan salah satu permasalahan dalam penerapan dan penegakan hukum di Mahkamah Syar’iyah.. Hal mana

Puji Syukur dipanjatkan kehadirat Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) karena atas berkat dan rahmat-Nya dapat diselesaikannya skripsi yang berjudul “Faktor- Faktor

Guru menggerakkan pion kekotak berikutnya dijalur papan ular tangga sesuai jumlah angka pada dadu, kemudian menyebutkan gambar yang ada pada jalur papan ular tangga dimana pion

Iklim komunikasi sebagai kualitas pengalaman yang bersifat objektif mengenai lingkungan internal organisasi, yang mencakup persepsi anggota organisasi terhadap pesan