Penulis bertanggung jawab sepenuhnya terhadap apa yang ditulisnya. Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014. Dilarang mengutip dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun tanpa seizin
tertulis dari penerbit. All right reserved.
Catatan untuk Ayah dan Bunda
ii iii
Penulis bertanggung jawab sepenuhnya terhadap apa yang ditulisnya. Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014. Dilarang mengutip dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun tanpa seizin
tertulis dari penerbit. All right reserved.
Catatan untuk Ayah dan Bunda
ii iii
Kata Pengantar
Halo, Ayah dan Bunda! Wah, senang sekali bisa menyuguhkan bahan bacaan yang secara khusus diperuntukkan bagi para orang tua. Ya, dengan berdasar pada pengalaman pribadi para penulis, buku berjudul Catatan untuk Ayah dan Bunda lahir sebagai wadah sharing pengetahuan tentang cara mendidik buah hati tercinta.
Sebagai orang tua, Ayah dan Bunda diamanahi peran yang sangat mulia untuk menciptakan generasi masa depan. Orang tua adalah ladang pengetahuan bagi anak-anak. Mereka tumbuh sesuai dengan apa yang orang tua ajarkan. Maka, membekali diri dengan berbagai ilmu menjadi sangat penting bagi Ayah dan Bunda demi
menumbuhkan bibit-bibit unggul yang hebat dan berkarakter mulia.
Tentu kami senang jika Ayah dan Bunda bisa menggali pengetahuan tentang cara mendidik anak melalui buku ini. Semoga bermanfaat.
Selamat membaca!
Koordinator Penulis Sariningsih
iv v
Catatan untuk Ayah dan Bunda ISBN: 978-623-5948-06-5
©2021 CV Leguty Media
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang
Diterbitkan pertama kali oleh CV Leguty Media Anggota IKAPI (No.056/BANTEN/2021)
Catatan untuk Ayah dan Bunda Penulis:
Leguty Family Editor:
Teguh Indriawan Siti Restu Rahayu
Ikah Lianasari
Desain Cover & Perancang Isi:
Tim Leguty Media
Cetakan Pertama: Februari 2022
Penerbit:
Leguty Media
: 0813-1675-4090
: https://legutykids.com
Daftar Isi
vii 14. Nada Senang Menjadi Guru
Nur Hidayah 41
15. Nurani dan Gadis Remajanya
Iriani 44
16. Nabilaku, Anak yang Mencintai Belajar
Endang Purnamasari, S.Ag. 47 17. Kala Itu, Pagi Hari
Syauqina 50
18. Mengenali Bakat Anak sejak Dini
Euis Angreni, S.Pd. 53
19. Mengembangkan Bakat Anak
Eko Indarto, S.Pd. 56
20. Mutiara Perhatian Mama
Brigida Inda Purwara Ingrum, S.Pd. 59 21. Memperlakukan Semua Anak dengan Adil
Arista Novitasari, S.Pd. 62
22. Batasi Anak Bermain Gadget!
Drs. Adam Dehi 65
23. Kurangi Waktu Anak untuk Menonton
Televisi! E. Hasanah 68
24. Tidak Menyalahkan Anak
Erdiwar, S.Ag., M.Pd. 71
25. Hindari Kebiasaan Buruk di Depan Anak
Bariyyatul Mufidah Amini 74
26. Orang Tua Memberi Contoh Bukan
Menyuruh Sudarsih 77
vi vii
1. Bahasa Jawa Membantuku Menjadi Panutan untuk Buah Hati Endang Fatmawati 2
Profil Penulis 114
27. Masak, yuk!
Rini Sugi 80
28. Memenuhi Perlengkapan Sekolah Anak
Nilam 83
29. Tentang Buah Hati Kami
Sri Mahdalena 86
30. Melatih Anak Memecahkan Masalah
Eni Rusmini 89
31. Hidup Sederhana
Lestari 92
32. Fathimah yang Ceriwis
Carla Delvia Lembah 95
33. Menanamkan Sikap Optimis kepada Anak
Rollies Niasi 98
34. Kalian Memang Berbeda
Nurharlita Azhar, S.Pd.I. 101 35. Mendampingi Belajar Jarak Jauh (Online)
Laksmi Ary Christarie 104
36. Mengatur Rutinitas Anak
Setia Restiani 107
37. Berkata Baik dan Lemah Lembut
Terhadap Anak Tyas Chairunisa 110
Profil Penulis 114
viii ix
“Belajar bahasa Jawa perlu dipraktikkan dalam keseharian.
Jadi, anak akan terbiasa untuk mendengar dan berbicara.”
Bahasa Jawa
Membantuku Menjadi Panutan untuk Buah Hati
Sudah lama kami tinggal di Kalimantan.
Anakku masih kecil, yaitu kelas 4 dan 6 SD. Awal Oktober, suami mendapat tugas mutasi di Pulau Jawa. Akhirnya, keluarga diboyong untuk
mengikuti tempat tugasnya yang baru di Kota Atlas, yaitu Semarang.
Kondisi tempat tinggal dan lingkungan yang baru memang memerlukan penyesuaian. Untung kami asli orang Jawa. Saya lahir dan besar di Kota Semarang, sedangkan suami orang Solo. Jadi, tidak masalah untuk kami beradaptasi kembali.
Namun, persoalan muncul kepada anak-anak, terutama masalah bahasa. Mereka yang terbiasa menggunakan bahasa Indonesia sangat sulit ketika berinteraksi sosial. Hal ini karena
Endang Fatmawa
BATAS POTONG BATAS HALAMAN BATAS GAMBAR
BATAS POTONG
BATAS POTONG
BATAS POTONG
komunikasi keseharian dengan teman-teman bermainnya dominan menggunakan bahasa Jawa. Jadilah anakku tidak paham ketika bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya.
Belajar bahasa Jawa memang tidak mudah.
Ada empat tingkatan dalam bahasa Jawa, yaitu Ngoko Lugu, Ngoko Alus, Krama Lugu, sampai Krama Inggil. Keempat tingkatan tersebut digunakan secara berbeda, tergantung lawan bicaranya. Jadi, untuk mahir berbahasa Jawa membutuhkan keseriusan dalam berlatih.
“Ibu, saya ingin bisa berbahasa Jawa. Semua teman-temanku di sini berbicara memakai bahasa Jawa. Sementara aku tidak mengerti sama sekali artinya,” keluh anakku.
“Iya, Nak, tenang saja. Nanti Ibu akan mengajari pelan-pelan. Nah, untuk memulainya, kita coba ketika berkomunikasi dalam keluarga ya? Setuju ya, Nak?” Anakku mengangguk dan terlihat semringah.
Waktu terus berjalan, tidak terasa sudah kurang lebih enam bulan kami pindah.
Alhamdulillah, meskipun belum sempurna, kedua anakku kini sudah bisa melakukan percakapan dengan bahasa Jawa.
Aku dan suami menjadi role model bagi anak- anak sehingga dalam percakapan sehari-hari
3 2
“Belajar bahasa Jawa perlu dipraktikkan dalam keseharian.
Jadi, anak akan terbiasa untuk mendengar dan berbicara.”
Bahasa Jawa
Membantuku Menjadi Panutan untuk Buah Hati
Sudah lama kami tinggal di Kalimantan.
Anakku masih kecil, yaitu kelas 4 dan 6 SD. Awal Oktober, suami mendapat tugas mutasi di Pulau Jawa. Akhirnya, keluarga diboyong untuk
mengikuti tempat tugasnya yang baru di Kota Atlas, yaitu Semarang.
Kondisi tempat tinggal dan lingkungan yang baru memang memerlukan penyesuaian. Untung kami asli orang Jawa. Saya lahir dan besar di Kota Semarang, sedangkan suami orang Solo. Jadi, tidak masalah untuk kami beradaptasi kembali.
Namun, persoalan muncul kepada anak-anak, terutama masalah bahasa. Mereka yang terbiasa menggunakan bahasa Indonesia sangat sulit ketika berinteraksi sosial. Hal ini karena
Endang Fatmawa
BATAS POTONG BATAS HALAMAN BATAS GAMBAR
BATAS POTONG
BATAS POTONG
BATAS POTONG
komunikasi keseharian dengan teman-teman bermainnya dominan menggunakan bahasa Jawa. Jadilah anakku tidak paham ketika bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya.
Belajar bahasa Jawa memang tidak mudah.
Ada empat tingkatan dalam bahasa Jawa, yaitu Ngoko Lugu, Ngoko Alus, Krama Lugu, sampai Krama Inggil. Keempat tingkatan tersebut digunakan secara berbeda, tergantung lawan bicaranya. Jadi, untuk mahir berbahasa Jawa membutuhkan keseriusan dalam berlatih.
“Ibu, saya ingin bisa berbahasa Jawa. Semua teman-temanku di sini berbicara memakai bahasa Jawa. Sementara aku tidak mengerti sama sekali artinya,” keluh anakku.
“Iya, Nak, tenang saja. Nanti Ibu akan mengajari pelan-pelan. Nah, untuk memulainya, kita coba ketika berkomunikasi dalam keluarga ya? Setuju ya, Nak?” Anakku mengangguk dan terlihat semringah.
Waktu terus berjalan, tidak terasa sudah kurang lebih enam bulan kami pindah.
Alhamdulillah, meskipun belum sempurna, kedua anakku kini sudah bisa melakukan percakapan dengan bahasa Jawa.
Aku dan suami menjadi role model bagi anak- anak sehingga dalam percakapan sehari-hari
3 2
5 4
sepakat menggunakan bahasa Jawa. Harapannya agar anak-anak bisa mendengar dan menambah kosakata baru.
Kedua anakku juga belajar menggunakan bahasa Krama Inggil ketika berbicara denganku.
Mereka tak kenal lelah dan semangat berlatih.
Akhirnya, bahasa Jawa menjadi bahasa keseharian di keluargaku. Hal ini berbeda ketika kami masih tinggal di Kalimantan yang hanya menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari.
Hingga suatu hari, tepatnya saat ada event lomba dalam rangka Hari Anak Nasional, anakku meminta izin untuk ikut menjadi peserta.
“Ibu, lihat! Kakak mendapat piala dan hadiah,”
seru anak pertamaku kegirangan ketika pulang sekolah.
“Masyaallah … alhamdulillah, Ya Allah. Keren banget, Nak! Pokoknya empat jempol untuk Kakak.”
Upayaku mengajari dan memberikan contoh berbahasa Jawa yang benar telah menghantarkan anakku meraih juara satu dalam lomba pidato berbahasa Jawa. Ada kepuasan batin tersendiri yang masuk ke relung hatiku. Bahasa Jawa telah membantuku menjadi panutan bagi kedua
anakku. ***
Membacakan Dongeng untuk Buah Hati
Retno Dwi Maezaroh
“Ibu … bacakan dongeng untukku dong!” pinta anakku sambil menyodorkan buku yang
dibawanya.
“Lho, Tifa sudah membaca cerita di buku itu kan?” kataku. Kulihat sebelumnya anakku membaca buku ceritanya.
“Mmm … mau dibacakan Ibu juga,” rengeknya.
“Masyaallah … ya sudah, sini bukunya! Tifa mau dibacakan cerita yang mana?” tanyaku.
“Ini, yang cerita Nabi Yunus ada di perut ikan paus,” katanya sambil menunjuk buku.
Mulailah aku menceritakan kisah Nabi Yunus, yaitu tentang kisah kenabian beserta mukjizatnya.
Setelah kubacakan cerita, barulah anakku mau tidur.
Mendongeng sudah menjadi kebiasaan yang diturunkan ibuku. Ibuku hampir setiap malam
“Aktivitas mendongeng kelihatan sepele. Namun, hasilnya luar biasa,
yaitu membentuk karakter anak.”
BATAS POTONG BATAS HALAMAN BATAS GAMBAR
BATAS POTONG
BATAS POTONG
BATAS POTONG
Profil Penulis
BATAS POTONG
BATAS HALAMAN
1. Bahasa Jawa Membantuku Menjadi Panutan untuk Buah Hati
Endang Fatmawati, seorang pendidik, pengajar, penulis buku cerita anak, serta pegiat literasi yang bekerja sebagai ASN di Universitas Diponegoro, Semarang.
5. Tarian Rara
Widya K. Sylviasari, Guru SMP Negeri 3 Cibinong.
Puisi dan tulisan-tulisannya pernah dimuat di Majalah Remaja Islami Annida dan Buletin Mata Pena besutan Forum Lingkar Pena (FLP) Medan.
Saat ini aktif menulis di Leguty Media.
6. Pertama Kali Kakak Naik Panggung
Frans Nawlasa adalah nama pena dari Fransisca Kumalasari, seorang psikolog dan praktisi
pendidikan anak usia dini yang saat ini aktif menulis di Leguty Media.
7. Apresiasi untuk Anak
Meilani Olamia, seorang yang hobi membaca dan menulis. Sekarang aktif menulis di Leguty Media.
8. Mengawasi Anak Saat Bermain
Nikma el-Sanny, seorang ibu dari 6 putra.
Memiliki hobi menulis dan membaca. Sekarang aktif menulis di Leguty Media.
9. Memberikan Hadiah kepada Anak
Leliy Kholida, seorang yang hobi membaca dan bersahabat dengan banyak anak. Berdedikasi sebagai dosen dan penulis.
115 114
“Pertama, kita letakkan bambu secara menyilang dan mengikatnya dengan benang.
Jangan lupa ikat keempat ujung bambunya juga!
Kedua, letakkan bambu yang sudah diikat di atas kertas ini lalu buat garis sesuai dengan bentuk kerangkanya. Sisihkan 2 sentimeter untuk garis gunting. Ketiga, gunting kertas tepat pada garis dan rekatkan dengan lem. Keempat, buat lubang di tengah, dekat penyilangan bambu dan masukkan benang, lalu ikat ke titik penyilangan. Terakhir, ikat ujung lainnya ke ujung bawah rangka. Sudah jadi! Ini untuk Bunda.”
“Wah, bagus sekali, Do! Dodo hebat!”
“Terima kasih, Bunda.”
“Bagaimana kalau sekarang kita terbangkan layangannya?”
“Setuju!” ***
13 12
“Masa kanak-kanak adalah masa emas.
Biarkan mereka terus mengeksplorasi diri untuk
mengenali bakat dan kemampuannya dalam
berbagai bidang.”
BATAS POTONG BATAS HALAMAN BATAS GAMBAR
BATAS POTONG
BATAS POTONG
BATAS POTONG
Pertama Kali Kakak Naik Panggung
Frans Nawlasa
Kakak, anakku yang pertama termasuk anak yang cenderung serius dan pendiam. Ia gemar mencari kesibukan sendiri, seperti menonton TV, bermain game, menggambar, dan mewarnai gambarnya. Saat berusia 4 tahun, ada lomba menyanyi di sekolahnya. Ia diajak guru dan temannya untuk mendaftar. Di sekolah, anak- anak dilatih oleh guru setiap hari agar ingat lirik lagu yang dilombakan. Sampai di rumah pun diulangi lagi agar semakin luwes dengan penguasaan lagunya. Beberapa kali Kakak bertanya, “Bagaimana kalau tidak menang?”
Bagi kami, orang tuanya, itu tidak masalah.
Mau maju di depan banyak orang saja sudah sangat luar biasa. Kami berkaca saat seusianya tidak berani melakukan itu.
“Anak selalu memiliki kemampuan lebih dari apa yang orang tua kira.
Teruslah bimbing dan dampingi mereka dalam berproses.”
17 16
“Prestasi yang diperoleh anak tidak terlepas dari
peran orang tua dalam mengarahkan dan mendukung
segala kegiatan positifnya.
Berilah dukungan ketika buah hati sedang mempelajari hal baru!”
BATAS POTONG BATAS HALAMAN BATAS GAMBAR
BATAS POTONG
BATAS POTONG
BATAS POTONG
sekolah sendiri. Bunda juga sudah membantu mengatur sedemikian rupa serta menyediakan wadah banyak sekat berlabel agar Aqeela mudah mempersiapkan kebutuhan secara mandiri.
Bunda seperti ini bukan berarti tidak sayang kepadamu. Bunda ingin Aqeela menjadi anak yang salihah, mandiri, cerdas, dan bahagia.
Perilaku mandiri akan membuat Aqeela aman, nyaman, serta bahagia. Berperilaku mandiri juga insyaallah akan membantu Aqeela meraih sukses dunia dan akhirat,” jelas Bunda panjang lebar.
***
31 30
“Kepribadian anak terbentuk dari kebiasaan yang
ditularkan orang tua.
Jadilah orang tua yang selalu mencontohkan perilaku
positif kepada anak!”
BATAS POTONG BATAS HALAMAN BATAS GAMBAR
BATAS POTONG
BATAS POTONG
BATAS POTONG
Fathimah yang Ceriwis
Carla Delvia Lembah
Menjadi Ibu adalah hal yang sangat luar biasa sebab harus multitalenta. Harus bisa menjadi chef untuk memberi makan anak dan suami, menjadi pendidik sebab Ibu adalah madrasah pertama bagi anak, serta sebagai psikolog untuk menjadi tempat berbagi bagi anak-anak. Hal itu sangat tidak mudah diperankan dan butuh banyak belajar.
Saat mengasuh anak, pasti ada masa di mana kita sulit mengontrol emosi dan menaati aturan sosial yang ada. Orang tua akan menjadi rol model bagi mereka. Anak akan meniru perilaku yang sering ditunjukkan oleh orang tuanya. Oleh karena itu, orang tua yang baik akan menjadi panutan yang baik pula bagi anaknya.
Menjadi panutan yang baik adalah sesuatu yang sangat sulit kulakukan. Apalagi ketika badan terasa lelah dan kondisi sedang sakit, kepala berat, leher punggung kaku, dan kaki nyeri harus menidurkan Fathimah yang masih
“Tidak membentak anak ketika berbuat salah, tapi tegurlah tanpa melukai perasaannya.”
95 94
“Mengajari anak hidup sederhana akan membuatnya menjadi pribadi yang
tidak sombong dan
pandai bersyukur.”
tenang melarangnya. “Kalau ingin melarang anak, tidak perlu menggunakan kata jangan apalagi sampai bernada keras atau tinggi. Beri tahu secara lembut,” begitu kata Mama.
“Sayang, anak pintar, anak baik, salihahnya Ibu, duduk saja, ya Nak. Kalau melompat, nanti jatuh dan sakit kakinya,” ujarku saat melarang Nadine melompat dari kursi.
Setiap melarang atau memberi tahu, aku berusaha tidak menggunakan kata jangan dan selalu memanggilnya dengan sebutan “Anak pintar, anak baik, salihahnya Ibu” secara lembut.
Alhamdulillah, Nadine terbiasa dengan sebutan- sebutan itu. Dia juga penurut dan lebih mudah diarahkan untuk tidak melakukan sesuatu yang mungkin membahayakan dirinya. Aku berharap semoga sebutan yang selalu kuucapkan itu menjadi salah satu doa terbaik yang dikabulkan Allah untuk Nadine.
Begitu pentingnya kita berkata baik dan lemah lembut terhadap anak karena itu merupakan salah satu cara mendidik dan membentuk karakter anak menjadi baik. Tentunya, menjadi kebanggaan dan rasa syukur tak terkira bila kita memiliki anak yang baik, bukan? ***
113 112