• Tidak ada hasil yang ditemukan

Clara Shinta Febrianti ( ) Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul, Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Clara Shinta Febrianti ( ) Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul, Jakarta"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN LATIHAN CALF RAISE DENGAN LATIHAN TOWEL TOE CURL SETELAH PEMBERIAN INTERVENSI ULTRASOUND TERHADAP

FUNGSIONAL ANKLE PADA KASUS PLANTAR FASCIITIS Clara Shinta Febrianti (2012 66 012)

Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul, Jakarta

ABSTRAK

Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan latihan Calf Raise dengan latihan Towel Toe Curl setelah pemberian intervensi Ultrasound terhadap fungsional ankle pada kasus plantar fasciitis. Metode: Penelitian ini bersifat Quasi Experiment dengan bentuk 2 kelompok, dimana fungsional ankle diukur dengan Foot Ankle Ability Measures (FAAM) menggunakan metode questioner yang terdapat 2 kelompok, kelompok Activity Daily Living (ADL) dan kelompok Sport. Sample terdiri dari 14 sampel dan berdasarkan rumus Pocock. Sample dikelompokan menjadi 2 kelompok yang mana terdiri dari 7 sampel, kelompok perlakuan I dengan intervensi Ultrasound ditambah latihan Calf Raise dan kelompok perlakuan II dengan intervensi Ultrasound ditambah latihan Towel Toe Curl. Hasil: Uji normalitas dengan Shapiro Wilk Test didapatkan data berdistribusi normal sedangkan uji homogenitas dengan Levene’s Test didapatkan data memiliki varian homogen. Hasil uji hipotesa pada kelompok perlakuan I ADL dengan Paired Sample T-Test, didapatkan nilai p=0,000, pada kelompok perlakuan I Sport didapatkan nilai p=0,001 yang berarti intervensi ultraound serta penambahan latihan Calf Raise efektif dalam meningkatkan fungsional ankle pada kasus plantar fasciitis.

Pada kelompok perlakuan II ADL, didapatkan nilai p= 0,001 pada kelompok perlakuan II Sport, didapatkan nilai p= 0,001 yang berarti intervensi ultrasound serta penambahan latihan Towel Toe Curl efektif dalam meningkatkan fungsional ankle pada kasus plantar fasciitis. Pada hasil T-Test Independent menunjukan kelompok ADL dengan nilai p=0,03 dan kelompok Sport dengan nilai p=0,04 yang berarti ada perbedaan efektifitas antara penambahan latihan Calf Raise dengan latihan Towel Toe Curl setelah pemberian intervensi Ultrasound terhadap fungsional ankle pada plantar fasciitis. Kesimpulan:

Ada perbedaan yang signifikan dengan penambahan penambahan latihan Calf Raise dengan latihan Towel Toe Curl setelah pemberian intervensi Ultrasound terhadap fungsional ankle pada plantar fasciitis.

Kata Kunci : Ultrasound, calf raise, towel toe curl, fungsional ankle, plantar fasciitis.

Objective: To find out difference calf raise exercises with towel toe curl excercise after ultrasound intervension for functional ankle on plantar fasciitis.

Methods: This study is a Quasi Experiment form two groups, where is the functional ankle is measured by Foot Ankle Ability Measures (FAAM) using 1 groups questioner, Activity Daily Living and Sport. Sample consisted of samples that chosen with Pocock’s formula. Sample divided to two groups each group is 7 samples, the experimental group I with Ultrasound intervenstion plus Calf Raise’s exercise and the experimental group II with Ultrasound intervenstion plus Towel Toe Curl’s Exercise Results : Normality test with Shapiro Wilk Test gets normal distribution of data and homogeneity test with Levene’s Test gets data has a homogeneous variant. The results of hypothesis test in the experimental group I ADL with Paired Sample T-Test p value = 0.000, the results

(2)

of hypothesis test in the experimental group I Sport with Paired Sample T-Test p value

= 0.001 which means added Calf Raise exercise after ultrasound intervention is efection for increase functional ankle on plantar fasciitis. In the treatment group II get the p value = 0.001 which added Towel Toe Curl exercise after ultrasound intervention is efection for increase functional ankle on plantar fasciitis. The result of T-Test Independent show for ADL group p value = 0,03 and for Sport group p value =0,04 which giving there is difference calf raise exercises with towel toe curl excercise after ultrasound intervension for functional ankle on plantar fasciitis. Conclusion : There is an difference calf raise exercises with towel toe curl excercise after ultrasound intervension for functional ankle on plantar fasciitis.

Keywords : Ultrasound, calf raise, towel toe curl, functional ankle, plantar fasciitis.

PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan IPTEK serta aktivitas yang semakin meningkat.

Kesadaran untuk menjaga dan memahami kesehatan pun sering terabaikan. Kecenderungan pola hidup masyarakat modern yang lebih mementingkan kesibukan dan aktivitas yang padat serta mengesampingkan pola hidup dan kesehatannya menyebabkan seseorang mengalami gangguan dan keterbatasan pada gerak dan fungsinya pada saat melakukan aktivitas sehari- harinya.

Salah satu bagian tubuh yang penting sebagai salah satu penunjang dalam aktivitas sehari-hari adalah kaki.

Kaki merupakan bagian dari tubuh yang tugasnya adalah menumpu badan kita.

Kaki dan pergelangan kaki merupakan titik pusat berat badan yang secara total dipindahkan pada saat ambulansi.

Salah satu gangguan yang sering dialami pada kaki adalah plantar fasciitis. Plantar fasciitis merupakan salah satu gangguan pada kaki yang mengakibatkan nyeri di tumit dan pada telapak kaki. Yang terjadi pada kondisi dengan plantar fasciitis adalah peradangan pada daerah fascia plantaris kaki yang membentang di sepanjang bagian bawah kaki. Penyakit ini ditandai adanya keluhan pada tumit pada injakan pertama pada pagi hari, rasa sakitnya dibagian depan dan dasar tumit (Hudaya, 2002). Pada kasus yang lebih parah, pasien akan merasakan sakit yang memburuk menjelang malam. Pembatasan aktivitas pada pasien akan menurunkan stabilitas tungkai bawah, hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan pada struktur lainnya dan mengakibatkan hypomobile.

(3)

Kasus plantar fasciitis pada umumnya sering ditemukan pada kondisi flat foot, atlet lari, berat badan berlebih (obesitas), tentara dan pada orang-orang yang memiliki kebiasaan berjalan jauh atau lama dengan menggunakan alas kaki tipis.

Plantar fasciitis dapat disebabkan oleh banyak faktor antara lain karena kelebihan berat badan (obesitas), kurangnya fleksibilitas dari plantar fascia, tightnes otot-otot gastrocnemius atau soleus, cidera overuse seperti berdiri dan berjalan terlalu lama, aktifitas yang berat yang terjadi pada olahragawan seperti atlet pelari, dan adanya deformitas kaki seperti arcus datar atau flat foot. Hal tersebut akan mengakibatkan tarikan yang berlebihan pada fascia, sehingga terjadi kerobekan dan timbul iritasi yang diikuti inflamasi pada jaringan lunak atau fascia. Akibatnya tumit terasa nyeri (Sari & Irfan 2009).

Struktur kaki yang tidak normal seperti pes cavus dan flat foot juga dapat menyebabkan nyeri pada bagian plantaris. Kaki yang berbentuk pes cavus akan lebih terbatas untuk gerakan abduksi pada calcaneus dan terbatasnya gerakan sendi subtalar. Pada forefoot dan hindfoot biasanya memiliki struktur

yang kaku dan arcus lebih tinggi, hal tersebut dapat menyebabkan pemendekan pada fascia plantaris. Pada kaki yang pes cavus kemampuan untuk meredam berat badan sedikit terbatas karena pada struktur tulang relatif tidak bergerak sehingga jaringan lunak pada kaki yang akan menyerap beban berat badan pada daerah tersebut. Kaki yang pes cavus lebih menghasilkan tekanan yang berlebih pada fascia plantaris selama heel strike ke midstance.

Sedangkan pada kaki yang pes planus atau flatfoot akan memberikan penekanan yang berlebih pada fascia selama midstance ke stance dan juga pada saat toe off (Saidoff, 2002).

Pada faktor degeneratif ditandai dengan jaringan lemak yang menebal menjadi tipis, penurunan healing respon dan penurunan elastisitas atau fleksibilitas sehingga mempengaruhi kelenturan fascia plantaris. Dengan adanya penurunan serabut elastin, maka jaringan menjadi longgar dan akan mengalami kerobekan jika terjadi gerakan yang berlebih. Selain itu, ketegangan pada m. gastrocnemius dan m. soleus akan mengakibatkan ankle lebih eversi pada saat heel strike dan push off (heel off dan toe off) sehingga terjadi keterbatasan gerak supinasi pada

(4)

midfoot. Dengan adanya keterbatasan pada gerak pada midfoot maka kekuatan absorbsi berat badan dan gaya regang pada fascia akan menurun dan akan terjadi kerobekan pada fascia.

Kerobekan tersebut akan merangsang pelepasan zat “P” subtance dan zat-zat iritan nyeri (algogen) seperti protaglandin, bradikinin dan histamine sehingga menstimulus saraf a∆ dan C yang mengahantarkan impuls nyeri ke kornu posterior medula spinalis lalu di otak impuls tersebut akan diimplementasikan sebagai nyeri.

Karena adanya pelepasan zat iritan dan

“P” subtance juga dapat menyebabkabkan sirkulasi darah di fascia plantaris menjadi kurang baik sehingga memacu radang di lokasi tersebut.

Timbulnya rasa nyeri akan menyebabkan pasien mengurangi aktivitas telapak kaki. Efek penurunan aktivitas tersebut akan menyebakan penurunan kadar air dan matriks sehingga terjadi penumpukan zat collagen yang mengakibatkan terjadinya abnormal crosslink.

Peningkatan zat iritan konduktifitas saraf menurun sehingga konsuktifitas intermuscular pada otot mengalami penurunan, akibatnya gerakan menjadi

tidak efisien dan efektif yang berdampak pada keseimbangan saat berjalan. Fase berjalan di mulai dari stance phase (heel strike, foot flat, midstance, toe off) dan swing phase (acceleration, mid swing, deceleration).

Fase berdiri dimulai dari heel strike (yang diikuti swing phase pada kaki lainnya) dan diakhiri dengan toe off.

Pada fase toe off maka m. tibialis posterior, m. soleus dan m. flexor digitorum bekerja secara optimal untuk menstabilkan ankle dan saat masuk ke fase stance maka os. tibia mendapatkan tekanan dari bawah sehingga terdapat reaksi inflamasi akibat penumpukan zat iritan yang akan menyebabkan rasa nyeri saat berjalan dan berlari. Nyeri akan di rasakan saat memulai latihan atau setelah latihan selesai dan disertai bengkak juga kemerahan disekitar anteromedial tibia. Hal ini akan terlihat dari pola jalan yang berubah menjadi analgic gait akibat adanya kompensasi rasa nyeri oleh fascia plantaris.

Pada saat plantar fasciitis menjadi kronis sering berkembang menjadi heel spur. Heel spur merupakan pertumbuhan tulang abnormal pada bagian bawah tulang calcaneus dalam waktu yang lama dan tulang calcaneus akan beraksi terhadap beban

(5)

renggangan yang dihasilkan dari inflamasi fascia plantaris dibagian periosteal. Heel spur berkembang karena fascia plantaris menarik os.

calcaneus dalam waktu yang lama dan os. calcaneus bereaksi terhadap beban regangan yang menghasilkan deposit kalsium pada tempat perlekatan fascia sebagai mekanisme proteksi. Deposit kalsium akan membentuk spur yang ujung-ujungnya masuk kedalam apponeurosis plantaris yang akan menimbul nyeri.

Ada berbagai macam penanganan pada kasus plantar fasciitis seperti injeksi cortico steroid, obat penghilang rasa nyeri, penggunaan sepatu atau sandal yang permukaannya empuk, heels pad dan termasuk intervensi fisioterapi. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan mneggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi dan komunikasi (Permenkes No. 80 tahun 2013).

Intervensi fisioterapi yang dapat mengurangi keluhan nyeri akibat dari

plantar fasciitis antara lain terapi Ultrasound, MWD, TENS, Massage, Stretching dan Tapping yang mempunyai pegaruh terhadap penurunan nyeri. Setelah itu, fisoterapi memberikan latihan latihan untuk mengembalikan otot dan sendinya agar stabil kembali. Ada beberapa latihan untuk mengembalikan stabilitas ankle paska plantar fasciitis, seperti latihan calf raise, towel toe curl serta ditambah dengan modalitas ultrasound seperti yang akan dijadikan penelitian ini.

Ultrasound adalah salah modalitas yang digunakan oleh fisioterapis sejak tahun 1940an yang memiliki gelombang suara dengan frekuensi 0,75 Mhz – 3 Mhz. Gelombang tersebut merambat melalui kulit yang akan menghasilkan getaran pada jaringan tissue lokal.

Definisi lain menyebutkan bahwa ultrasound merupakan suatu getaran suara terdengar frekuensi tinggi yang dapat menghasilkan efek fisiolgis baik termal maupun non termal (Draper, 2011).

Ultrasound memiliki efek terapeutik dan fisiologis yang dapat membantu meningkatkan kemampuan regenerasi jaringan melalui efek mekanik dan thermal. Efek mekanik yang diterima oleh jaringan

(6)

menyebabkan kerusakan jaringan secara fisiologis yang mengakibatkan inflamasi primer dan terjadi reaksi dari sekelompok senyawa sehingga membentuk induksi poliferasi fibroblas pada regenarasi jaringan.

Selain itu, efek ultrasound berupa pemampatan dan peregangan dengan frekuensi yang menimbulkan variasi tekanan yang dikenal dengan kata lain yaitu micromassage. Efek mekanik ini meluntarkan abnormal crosslink pada plantar diproses penyembuhan jaringan cedera. Dengan kelenturannya dari abnormal crosslink ini maka perlengketan jaringan yang menimbulkan nyeri dapat dibebaskan.

Efek thermal dari ultrasound dapat menurunkan nyeri karena adanya efek sedatif dan peningkatan sirkulasi oleh panas yang akan berpengaruh terhadap penuran zat-zat iritan jaringan sehingga terjadi relaksasi otot.

Dengan adanya peningkatan jaringan, meningkatnya sirkulasi darah dan elastisitas jaringan pada kondisi plantar fasciitis akan menyebabkan fleksibilitas kaki menjadi lebih baik dan rasa nyeri saat menempuan kaki berkurang, sehingga disabilitas menurun dan kemampuan fungsional kaki lebih baik. Di dalam kasus plantar fasciitis

ini, ultrasound juga bertujuan untuk mengurangi perlengketan pada jaringan.

Latihan calf raise juga baik digunakan pada kasus plantar fasciitis untuk meningkatkan fungsional pada ankle dengan menguatkan otot pada calf muscles. latihan calf raise memulihkan berbagai sendi gerak dan fleksibilitas otot, meningkatkan daya tahan serta meningkatkan stabilisasi pada ankle, sehingga ankle lebih fungsional dan stabil. Latihan calf raise juga dapat mengaktifkan saraf sehingga membuat propioseptif meningkat, maka dengan melakukan latihan ini akan meningkatkan performa yang baik

Gerakan pada latihan ini adalah dorsal dan plantar flexi ankle. Otot-otot stabilasator pada gerakan ini adalah m.

illiotibialis anterior sebagai penggerak dorsal flexi ankle yang saat melakukan latihan ini terjadi peregangan maksimal.

Untuk gerakan plantar flexi pada latihan ini adalah menjinjit. Otot yang digunakan adalah m. gastrocnemius, m.

soleus dan tendon archiles. Pada saat gerakan dorsi flexi otot gastrocnemius dan soleus akan konsentrik dan pada saat plantar flexi otot-otot tersebut akan memanjang/eksentrik.

Pada kontraksi eccentrik terjadi aktivitas kontraktil melawan beban

(7)

selama dorso flexi. Serat-serat m.

tibialis posterior, m. gastrocnemius dan m. soleus tetap beraksi melawan peregangan, ketegangan ini melawan berat badan badan. Sehingga selama eccentrik kekuatan otot yang dihasilkan oleh otot lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontraksi isometrik dan kontraksi konsentrik. Hal ini terjadi karena ketegangan yang dihasilkan dari sliding myofilamen meningkat sehingga terjadi peningkatan pada elastisitas serabut otot. Pada kontraksi eksentrik pembuluh darah dalam keadaan yang bebas sehingga memungkinkan nutrisi dan suplai oksigen tercukupi. Dengan latihan calf raise akan meningkatkan stabilitas ankle dan kekuatan otot lower leg, khususnya m. gastrocnemius yang berperan dalam gerakan ankle saat berjalan, melompat dan berdiri.

Sehingga otot tidak akan cepat lelah jika dipakai secara berlebih dan tidak menimbulkan cedera yang berulang (Radfoard, 2006).

Sedangkan Towel toe curl adalah sebuah latihan menggunakan handuk pada kaki yang adalah salah satu latihan bertujuan untuk meningkatkan fungsional pada ankle dengan menguatkan otot-otot instrinsik pada kaki. Latihan ini digunakan untuk

penguatan m. flexor digitorum longus dan brevis, m. lumbricales dan m. flexor hallucis longus. Selain untuk meningkatkan kekuatan otot, efek lain dari latihan ini adalah terjadinya peningkatan fleksibilitas pada otot.

Kekuatan dan fleksibilitas kedua saling berhubungan. Secara otomatis, jika seseorang melakukan latihan untuk menguatan otot juga berpengaruh terhadap fleksibilitas, begitu pula sebaliknya. Selain itu, latihan towel toe curl itu dapat melatih cengkraman pada jari-jari kaki dan untuk meningkatkan stabilitas ankle pada saat berjalan, berlari dan menaiki tangga (Abu-Omar, Rotten. 2007).

METODE

Sampel sebanyak 14 orang yang dipilih melalui pemberian quisioner dan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan yakni pria dan wanita yang mengalami gangguan fungsional ankle akibat plantar fasciitis dengan nilai 26- 75 atau severaly normal-nearly normal usia 15-60 tahun. Pemilihan sampel dilakukan secara random dan dibagi kedalam 2 kelompok yakni kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.

Kelompok kontrol yaitu kelompok penderita plantar fasciitis yang

(8)

diberikan intervensi ultrasound dan calf raise dengan sampel sebanyak 7 orang.

Kelompok perlakuan yaitu kelompok penderita plantar fasciitis yang diberikan intervensi ultrasound dan towel toe curl dengan sampel sebanyak 7 orang.

Sebelum diberikan perlakuan, peneliti melakukan pengukuran kemampuan fungsional ankle diukur

dengan menggunakan Foot Ankle Ability Measures (FAAM). Selanjutnya sampel diberikan perlakuan sebanyak 12 kali yaitu 3 kali perminggu dalam waktu 4 minggu dan pada akhir penelitian akan dilakukan evaluasi untuk melihat hasil dari intervensi tersebut dengan menggunakan Foot Ankle Ability Measures (FAAM).

Tabel 1: Prosedur pemeriksaan plantar fasciitis No Tahap Pengkajian Fokus Pengkajian Hasil

1 History Taking

Keluhan, lokasi nyeri, sifat nyeri,

provokasi nyeri.

a. Nyeri pada daerah plantar

b. Nyeri terjadi pada pagi hari terutama pada saat bangun tidur

c. Nyeri jika berjalan atau berdiri terlalu lama

2 Inspeksi 1. Gait analysis 2. Deformitas kaki

Analgic gait

Flatfoot atau pes cavus 3 Quick test Bouncing Toe off nyeri pada saat

berdiri 4 Pemeriksaan fungsi

gerak dasar 1. Pasif Dorso flexi ankle nyeri

5 Tes khusus

1. Palpasi 1. Nyeri tekan pada anteromedial

tuberositas calcaneus 2. Tenderness pada

(9)

2. Stretch test

insertio plantar fascia.

1. Nyeri pada posisi dorso flexi di anteromedial

tuberositas calcaneus

HASIL

Pengukuran kemampuan

fungsional ankle dengan menggunakan Foot Ankle Ability Measure (FAAM) pada kelompok perlakuan I dilakukan

pada saat sebelum penelitian dimulai dan sesudah penelitian dilakukan.

Penelitian dilakukan selama 12 kali selama 4 minggu.

Tabel 2: Pengukuran Nilai FAAM pada Kelompok Perlakuan I Sampel Nilai FAAM Kelompok Perlakuan I

Sebelum Sesudah Selisih

1 47 77,3 30.3

2 53 88 35

3 61,9 96,4 34.5

4 46 89,3 43.3

5 45 76,1 31.1

6 61,9 94 32.1

7 55,6 91.6 36

Mean 52,9 87.5 34.6

SD 7.2 7.9 0,7

Sumber: Data Pribadi Pada tabel 2 di atas, kelompok

perlakuan I dengan jumlah sampel 7 orang diperoleh nilai mean sebelum intervensi 52,9 dengan standar deviasi 7,2 dan sesudah intervensi nilai mean

87,5 dengan standar deviasi 7,9. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan nilai FAAM pada kelompok perlakuan I setelah mendapatkan intervensi selama 12 kali.

(10)

Grafik 1: Pengukuran Nilai FAAM pada Kelompok Perlakuan I

Sumber: Data Pribadi

Pengukuran kemampuan

fungsional ankle dengan menggunakan Foot Ankle Ability Measure (FAAM) pada kelompok perlakuan II dilakukan

pada saat sebelum penelitian dimulai dan sesudah penelitian dilakukan.

Penelitian dilakukan selama 12 kali selama 4 minggu.

Tabel 3: Pengukuran Nilai FAAM pada Kelompok Perlakuan II Sampel Nilai FAAM Kelompok Perlakuan II

Sebelum Sesudah Selisih

1 25 85.7 60,7

2 42.2 84.5 39,3

3 54.2 88 33,8

4 45.2 85.7 40,5

5 44 80.4 36,4

6 69 87.6 18,6

7 75 92.8 17,8

Mean 51.08 86.3 35,3

SD 1.66 3,7 2,04

Sumber: Data Pribadi Pada tabel 3 di atas, kelompok

perlakuan II dengan jumlah sampel 7 diperoleh nilai mean sebelum intervensi 51.08 dengan standar deviasi 16.6 dan

sesudah intervensi nilai mean 86.3 dengan standar deviasi 3.7. Hal ini menujukkan adanya peningkatan nilai

0 20 40 60 80 100

1 2 3 4 5 6 7

sebelum setelah

(11)

FAAM setelah pemberian intervensi sebanyak 12 kali selama 4 minggu.

Grafik 2: Pengukuran Nilai FAAM pada Kelompok Perlakuan

Sumber: Data Pribadi Untuk mengetahui apakah pada

awal penelitian antara kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II terdapat peningkatan nilai FAAM, maka

peneliti melakukan uji normalitas antara dua kelompok perlakuan dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk Test.

Tabel 4: Uji Normalitas Shapiro-Wilk Test Kelompok Perlakuan Kelompok Perlakuan I Kelompok Perlakuan II

Mean ± SD P Ket Mean ± SD P Ket

Sebelum 52,91±7,23 0,19 Normal Sebelum 51,05±1,68 0.63 Normal Sesudah 87,52±7,91 0,24 Normal Sesudah 86,3±3,75 0,76 Normal Selisih 34,61±4,37 0,18 Normal Selisih 33,6±1,68 0,47 Normal

Sumber : Data Pribadi Hasil dari uji normalitas

mendapatkan hasil p-value > 0,05. Dari hasil yang di dapat melalui uji homogenitas dan normalitas di atas maka uji statistik hipotesis I dan II menggunakan T-test Related, dan uji

hipotesis III menggunakan T-test Independent.

Sedangkan untuk mengetahui homogenitas varian dari kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II, maka dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan uji Levene’s Test.

0 20 40 60 80 100

1 2 3 4 5 6 7

sebelum sesudah

(12)

Tabel 5: Hasil Uji Homogenitas Kelompok dengan Levene’s Test

Sebelum Intervensi Mean±SD P Keterangan

Kelompok Perlakuan I 52,91±7,23

0,99 Homogen

Kelompok Perlakuan II 51,05±1.68 Sumber : Data Pribadi Berdasarkan tabel 5 di atas, hasil

perhitungan uji homogenitas dengan menggunakan uji Levene’s Test dari data nilai peningkatan peningkatan nilai FAAM kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II diperoleh P value >0.05, maka dapat disimpulkan bahwa varian pada kedua kelompok adalah sama atau homogen.

Uji hipotesis pada kelompok perlakuan I dengan Paired Sample T- Test. Dengan ketentuan hasil pengujian

hipotesis sebagai berikut, Ho diterima jika nilai p > α (0,05) dan Ho ditolak jika nilai p < α (0,05). Adapun hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:

Ho: latihan calf raises setelah pemberian intervensi ultrasound tidak dapat meningkatkan fungsional ankle pada kasus plantar fasciitis.

Ha: latihan calf raises setelah pemberian intervensi ultrasound dapat meningkatkan fungsional ankle pada kasus plantar fasciitis.

Tabel 6: Uji Hipotesis 1 dengan Paired Sampel T-Test

Sumber : Data Pribadi Dari tabel 6 di atas dapat

dijelaskan bahwa rata-rata FAAM sebelum diberikan intervensi adalah 52,9 dengan standar deviasi 7,23, sedangkan rata-rata setelah intevensi adalah 87,5 dan standar deviasi 7,91.

Berdasarkan hasil uji Paired Sampel T- Test pada kelompok perlakuan I p=0.001 dimana p<0,05, hal ini berarti Ho di tolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa intervensi ultrasound dan latihan calf raises dapat meningkatkan Kelompok

Perlakuan I Mean±SD P Ket

Sebelum 52,9±7,23

0.000 Signifikan Sesudah 87,5±7,91

(13)

fungsional ankle pada kasus plantar fasciitis.

Uji hipotesis pada kelompok perlakuan II dengan Paired Sample T- Test. Dengan ketentuan hasil pengujian hipotesis sebagai berikut, Ho diterima jika nilai p > α (0,05) dan Ho ditolak jika nilai p < α (0,05). Adapun hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:

Ho: Latihan towel toe curl setelah pemberian intervensi ultrasound tidak dapat meningkatkan fungsional ankle pada kasus plantar fasciitis.

Ha: Latihan towel toe curl setelah pemberian intervensi ultrasound dapat meningkatkan fungsional ankle pada kasus plantar fasciitis.

Tabel 7: Uji Hipotesis II dengan Paired Sampel T-Test

Sumber : Data Pribadi Dari tabel 7 di atas dapat

dijelaskan bahwa rata-rata FAAM sebelum diberikan intervensi adalah 51,05 dengan standar deviasi 1,6, sedangkan rata-rata setelah intevensi adalah 86,3 dan standar deviasi 3,7.

Berdasarkan hasil uji Paired Sampel T- Test pada kelompok perlakuan II p=0.001, hal ini berarti Ho di tolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa intervensi ultrasound dan latihan towel toe curl dapat meningkatkan fungsional ankle pada kasus plantar fasciitis.

Uji hipotesis III untuk menguji signifikansi hipotesis komparatif dua sampel independent yang berdistribusi

normal, atau mencari beda antara dua kelompok perlakuan I dengan kelompok perlakuan II menggunakan uji T-test Independent. Dengan ketentuan hasil pengujian hipotesis Ho diterima jika nilai p > α (0,05) dan Ho ditolak jika nilai p < α (0,05). Adapun hipotesis yang ditegakkan adalah :

Ho: tidak ada perbedaan latihan calf raises dan latihan towel toe curl setelah pemberian intervensi ultrasound terhadap peningkatan fungsional ankle pada kasus plantar fasciitis.

Ha: ada perbedaan latihan calf raises dan latihan towel toe curl setelah pemberian intervensi ultrasound Kelompok

Perlakuan II Mean±SD P Ket

Sebelum 51,05±1,6

0.001 Signifikan Sesudah 86,3±3,7

(14)

terhadap peningkatan fungsional ankle pada kasus plantar fasciitis.

Tabel 8: Uji Hipotesis III dengan Independent Sampel T-Test

Sumber : Data Pribadi Berdasarkan tabel di atas, terlihat

terdapat berbedaan dari hasil mean dan standar deviasi. Dimana rata-rata pada kelompok perlakuan I adalah 33,67 dengan standar deviasi 1,05. Sedangkan pada kelompok perlakuan II nilai rata- ratanya adalah 34,61 dengan standar deviasi 4,3.

Setelah diuji dengan Independent Samples T-Test, maka hasil yang didapatkan adalah p=0,03 dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan nilai fungsional ankle pada kelompok perlakuan I dengan kelompok perlakuan II. Sehingga pada ada perbedaan latihan calf raises dan latihan towel toe curl setelah pemberian intervensi ultrasound terhadap peningkatan fungsional ankle pada kasus plantar fasciitis.

Penambahan latihan calf raises setelah pemberian intervensi ultrasound lebih

baik untuk meningkatkan fungsional ankle pada kasus plantar fasciitis.

PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian ini peneliti membuktikan bahwa penambahan latihan calf raises setelah pemberian intervensi ultrasound lebih baik untuk meningkatkan fungsional ankle pada kasus plantar fasciitis.

Dalam penelitian ini sampel plantar fasciitis dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kelompok kontrol yaitu kelompok penderita plantar fasciitis yang diberikan intervensi ultrasound dan calf raise dengan sampel sebanyak 7 orang. Kelompok perlakuan yaitu kelompok penderita plantar fasciitis yang diberikan intervensi ultrasound dan towel toe curl dengan sampel sebanyak 7 orang. Jadi keseluruhan sampel yang akan diteliti sebanyak 14 orang. Hasil dari penelitian

Selisih Nilai FAAM Mean±SD P Ket

Kelompok Pelakuan I 33,67±1,05

0.03 Signifikan Kelompok Perlakuan II 34,61±4,3

(15)

adalah untuk dianalisa antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan sebelum dan sesudah intervensi dilakukan.

Hasil uji hipotesis III melalui uji T-test Independent hasil setelah latihan antara kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II diperoleh p- value =0,03(<0,05), yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan nilai fungsional ankle pada kelompok perlakuan I dengan kelompok perlakuan II. Sehingga ada perbedaan latihan calf raises dan latihan towel toe curl setelah pemberian intervensi ultrasound terhadap peningkatan fungsional ankle pada kasus plantar fasciitis. Penambahan latihan calf raises setelah pemberian intervensi ultrasound lebih baik untuk meningkatkan fungsional ankle pada kasus plantar fasciitis.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara penambahan latihan calf raises dengan intervensi ultrasound dan penambahan latihan towel toe curl dengan intervensi ultrasound pada kasus plantar fasciitis yaitu penambahan latihan towel toe curl dengan intervensi ultrasound terhadap

fungsional ankle pada kasus plantar fasciitis lebih baik daripada penambahan latihan calf raises dengan intervensi ultrasound terhadap fungsional ankle pada kasus plantar fasciitis. Hal ini terlihat dari nilai mean pada penambahan latihan towel toe curl lebih besar dibandingkan penambahan latihan calf raises dengan intervensi ultrasound terhadap fungsional ankle pada kasus plantar fasciitis.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan yaitu Penambahan latihan calf raises setelah pemberian intervensi ultrasound lebih baik untuk meningkatkan fungsional ankle pada kasus plantar fasciitis.

REFERENSI

Radford, Joel A; Karl B Landorf, dkk. 2007. Effectiveness of Calf Muscle Stretching for the Short-Term Treatment of Plantar Heel Pain. BMC Musculoskeletal Disorders 8:36

Referensi

Dokumen terkait

Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa inovasi pendidikan di sektor publik yang dilakukan oleh pemerintah daerah kota Palopo Cuma meneruskan kebijakan yang telah

Puji syukur kepada Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamatku atas segala rahmat, hikmat dan berkatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : Pelaksanaan

a. Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target Undang-undang APBN/APBD, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian

Dalam perppu tersebut, pemerintah Indonesia mendefinisikan terorisme sebagai “setiap tindakan dari seseorang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman

txtID.Text = GenerateID txtDate.Text = FormatToday, "dd MMM yyyy" txtBookID.Clear txtDescription.Clear txtMemberID.Clear txtName.Clear isidtLoan id = 0 btnAdd.Enabled =

Berdasarkan tabel 2, menunjukkan bahwa di Kecamatan Teluk Batang dengan jumlah penduduk sebanyak 19.978 orang telah ditemukan kasus baru kusta pada tahun 2012 sebanyak 18 kasus

Hal ini menyebabkan hasil penelitian hanya berlaku untuk kabupaten/ kota yang menjadi sampel penelitian, sehingga belum dapat di generalisasi untuk seluruh Kabupaten/Kota di

Bagi orang Jawa, hidup ini penuh dengan ritual, baik ritual-ritual yang berkenaan dengan lingkaran hidup manusia sejak dari keberadaannya dalam perut ibu, lahir, kanak-kanak,