• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEPARTEMEN PE KERJAAN UMUM LAPORAN PENGEMBANGAN ANALISIS SPESIFIKASI DAN PENYUSUNAN SPESIFIKASI BARU \ UNTUK CAMPURAN ASPAL PANAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DEPARTEMEN PE KERJAAN UMUM LAPORAN PENGEMBANGAN ANALISIS SPESIFIKASI DAN PENYUSUNAN SPESIFIKASI BARU \ UNTUK CAMPURAN ASPAL PANAS"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

;TAKAAN itbang PU Pekerjaan Umum

85

,

LAPORAN PENGEMBANGAN

ANALISIS SPESIFIKASI

DAN PENYUSUNAN SPESIFIKASI BARU

\ _ _ UNTUK CAMPURAN ASPAL PANAS

DEPARTEMEN PE K ERJAAN UMUM

BADAN PENELITIAN DAN PEN3 EMBANGAN PU

PUSAT PENELITIAN DAN

PENGEMBAa-~ 4~._JALAN

-

I \

(2)

LAPORAN PENGEMBANGAN

ANALISIS SPESIFIKASI

DAN PENYUSUNAN SPESIFIKASI BARU UNTUK CAMPURAN ASPAL PANAS

Disusun oleh :

DR. lr. M. Sjahdanulirwan, Msc

r - - - - -

. .

- ·,

i :

!

~

: I .i

_ MeL _1996.

~/ crr-

- ~1 /J qT

I :

G ~ ). g~ I~ j!-_

DEPARTEMEN ·PEKERJAAN UMUM ·-· - l

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PU PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN

Jl. RAYA TIMUR 264, KOTAI< POS 2 UJUNGBERUNG Tilp. 7802251-3 Tlx.28377 pppj bd FllX. 022-708052 BANOUNG. 40291

(3)
(4)

Penanggung J awab

Anggota Tim

Teknisi

ANALISIS SPESIFIKASI

DAN PENYUSUNAN SPESIFIKASI BARU UNTUK CAMPURAN ASPAL PANAS

I : ll : III:

DR. Ir. M. Sjahdanulirwan, MSc. / L Ir. Gompul Dairi, MSc.

Ir. Andri Herdianti.

Ir. Amizar.

Tonton Aristono.

Subandrio, BE.

Maman Komaruzaman, BE.

Tatang Muchidin, BE.

Y usep Firdaus.

Triyanto.

Bam bang.

Pembimbing

Bandung, Mei 1996 Penanggung Jawab I

Ir.K.A. Zamhari. MSc. DR.Ir.M.Sjahdanulirwan. MSc.

NIP. 110019883 NIP. 110019271

(5)

ABSTRAK

Perencanaan campuran/spesifikasi yang kurang cocok merupakan suatu kerugian karena bisa menimbulkan kerusakan pada lapis perkerasan campuran aspal panas. Studi · analisis spesifikasi dan penyusunan spesifikasi baru campuran aspal panas ini dimaksudkan guna menghindari kerugian-kerugian yang tidak perlu tersebut. Studi ini juga dimaksudkan untuk mengantisipasi kerusakan-kerusakan baru yang mungkin teijadi, seperti kelelehan plastis (plastic flow), yang disebabkan oleh makin meningkatnya lalu lintas di Indonesia, baik jumlah maupun muatannya. Cakupan studi ini, yang dilaksanakan pada tahun anggaran 1995/1996, adalah lapis permukaan AC dan Hot Rolled, serta lapis antaralponda~i atas AC.

Kegiatan utama yang dilakukan dalam studi ini dimulai dengan telaahan terhadap literatur yang ada, khususnya mengenai kondisi perkerasan jalan di Indonesia, spesifikasi-spesifikasi yang telah digunakan, serta tinjauan/pandangan teoritis dan praktis mengenai campuran aspal panas. Selanjutnya dilakukan pemeriksaanlpengujian di laboratorium, utamanya mengenai campuran/spesifikasi lama, dan percobaan- percobaan lain yang dipandang perlu. Pemeriksaanlpengamatan di lapangan serta diskusi dengan mengundang beberapa pakar juga dilakukan untuk meningkatkan mutu basil studi ini.

Spesifikasi baru campuran aspal panas ini disusun dengan mengingat kepraktisan serta sesedikit mungkin melakukan perubahan terhadap spesifikasi yang selama ini digunakan. Hal-hal yang dipertahankan antara lain persyaratan bahan agregat, persyaratan aspal, serta tetap diberlakukannya gradasi agregat lama untuk lapis permukaan J ~ot Rolled dan lapis antaralpondasi atas AC.

Perubahan dan penyempurnaan yang dilakukan mencakup akomodasi sifat viscous elastis, faktor kondisi jalan lama, dimensi pelapisan, persyaratan untuk lalu lintas berat, serta pemilihan parameter dan nilai Marshall yang lebih effisien dan rasional. Untuk lapis permukaan AC dilakukan penyederhanaan jumlah gradasi agregat yang ada, sedangkan untuk lapis permukaan Hot Rolled diberlakukan penentuan kadar aspal terhadap total campuran.

Spesifikasi baru basil studi ini masih memerlukan pengujian di lapangan, mulai pada awal konstruksi dan selama masa pelayanan. Pengujian tersebut diharapkan bisa dilakukan dengan mengikutsertakan berbagai sifat dan pembebanan lalu lintas yang ada, serta pada semua jenis penanganan jalan seperti peningkatan atau pembanguan baru.

(6)

DAFTARISI

Halaman ABSTRAK

DAFTARISI 11

1. PENDAHULUAN

2.

1.1. Latar Belakang ... . 1.2. Masalah dan Ruang Lingkup ... . 1.3. Tujuan dan Manfaat

KAJIAN LITERA TUR

I 1

3

2.1. Keadaan Perkerasan Jalan di Indonesia ... 3

2.2. Spesifikasi Lapis Perrnukaan Yang Digunakan 4 2.2.1. Beton Aspal Gradasi Menerus 4 2.2.2. Beton As pal Gradasi Senjang .. . . ... .. . . . .. . . . .. . .. . . .. .. . . 8

2.3. Spesifikasi Lapis Antara!Pondasi Atas Yang Digunakan ... 11

2.4. Analisa Kelemahan Spesifikasi ... ... .. . . ... ... . . ... .. . . .. .. . . .. . . 14

2.4.1. Spesifikasi Lapis Permukaan ... 14

2.4.2. Spesifikasi Lapis Antara!Pondasi Atas ... 15

2.5. Modifikasi Yang Pernah Dilakukan 15 3. KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

3.1. Persyaratan Campuran Aspal Panas ... 19

3.2. Persoalan Pelaksanaan Campuran Aspal Panas di Indonesia .... 20

3.3. Pemilihan Parameter Marshall ... 21

3.4. Penentuan Gradasi Agregat dan Jenis Aspal 26 4. PENYUSUNAN SPESIFIKASI ···'··· 28

4 .1. Spesifikasi Lapis Permukaan AC 2 8 4.1.1. Stabilitas 28 4.1.2. Kelelehan ... 28

4.1.3. Koefisien Marshall ... .. .... 28

4.1.4. Rongga Dalam Campuran 29 4.1.5. Rongga Terisi Aspal ... 29

4.2. Spesifikasi Lapis Permukaan Hot Rolled ... .. 31

4.3. Spesifikasi Lapis Antara!Pondasi Atas ... ... ... .... 32

4.4. Spesifikasi Gradasi Agregat ... ... ... ... 33

4.5. Spesifikasi Aspal ... 34

(7)

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5 .1. Kesimpulan

5.2. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMP IRAN

1. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Tabel 6 dan 23 2. Gradasi Agregat Tabel 30

3. Gradasi Agregat Tabel 31

35 35 35 36

(8)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuntutan pembangunan untuk masa kini serta yang akan datang yang disertai dengan tuntutan effisiensi di bidang transportasi akan mengakibatkan meningkatnya volume serta muatan kendaraan yang menggunakan jalan raya.

Hasil pengamatan secara visual menunjukkan bahwa pada umumnya jenis campuran aspal panas yang dibuat sebagai lapis perkerasan jalan mengalami kerusakan sebelum mencapai umur rencana. Sementara itu perencanaan campuran dan spesifikasi yang ada umumnya diambil dari luar negeJi, yang tentunya membutuhkan pertimbangan dan modifikasi sebelum pemakaiannya di Indonesia, berhubung kondisi <:li negara asal mungkin berbeda dengan kondisi di Indonesia (Rantetoding [1984a]).

Hal-hal tersebut di atas mendorong perlunya suatu analisa mengenai spesifikasi campuran aspal panas yang ada serta penyusunan terhadap spesifikasi baru campuran aspal panas.

1.2. Masalah dan Ruang Lingkup

Kerusakan yang terjadi pada lapis perkerasan menggunakan campuran aspal panas diduga diakibatkan oleh hal-hal sebagai berikut:

a. Intensitas pembebanan yang meningkat b. Waktu pembebanan yang terlalu lama c. Iklim yang berubah

d. Perencanaan tebal perkerasan yang kurang sesuai

e. Perencanaan campuran/spesifikasi yang kurang cocok f. Pengawasan pelaksanaan yang kurang ketat

g. Pelaksanaan lapangan yang kurang baik

Dari sejumlah penyebab kerusakan tersebut di atas, maka yang akan diteliti, atau menjadi fokus utama dalam kegiatan penelitian 1m adalah perencanaan campuran/spesifikasi yang kurang cocok.

Ruang lingkup studi ini adalah campuran aspal panas yang umum dilaksanakan di Indonesia, yaitu beton aspal bergradasi menerus (asphaltic concrete) maupun senjang (hot rolled asphalt), yang penentuan kadar aspalnya dilaksanakan dengan metode Marshall, baik untuk lapis permukaan maupun lapis antara /pondasi atas.

1.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa kekurangan atau kelemahan spesifikasi campuran aspal panas yang berlaku saat ini (utamanya mengenai bahan dan perencanaan campuran), serta menyusun spesifikasi baru yang lebih sesuai untuk kondisi Indonesia.

(9)

Dengan spesifikasi baru ini maka diharapkan bisa dihindari kerugian-kerugian yang tidak perlu oleh karena penggunaan spesifikasi/perencanaan campuran yang tidak sesua1.

(10)

2. KAJIAN LITERA TUR

2.1. Keadaan Perkerasan Jalan di Indonesia

Perkerasan jalan di Indonesia pada mulanya secara tradisional dilaksanakan dengan manual. Tipikal perkerasan yang umum adalah terdiri dari pondasi Telford yang dilapis penetrasi makadam. Perkerasan ini pada umumnya tahan cuaca, namun rawan terhadap penurunan setempat dengan melesaknya batuan Telford ke tanah dasar, sebagai akibat pertambahan lalu-lintas dan beban yang melewatinya. Perbaikan-perbaikan setempat (akibat ketidak rataan permukaan, retak, dan lubang-lubang yang membesar) biasanya dilakukan dengan tambahan lapis penetrasi makadam di atasnya (Come [1983]).

Sejak tahun 1970-an, seiring de~gan tersedianya peralatan mekanis bempa AMP, serta untuk mempercepat program rehabilitasi ]alan di Indonesia, maka secani meluas mulai dilaksanakan konstmksi perkerasan campuran aspal panas, bempa beton aspal tipe gradasi menems (asphaltic concrete). Konstmksi ini pada umumnya berfungsi cukup baik di lapangan, utamanya dalam pembangunan jalan bam ( dengan lapis pondasi dan pondasi bawah material berbutir). Namun pada pelapisan jalan lama yang lendutannya cukup besar, maka untuk mengimbanginya perlu lapis tambahan yang tebal serta kaku.

Kelemahan umum yang dijumpai dalam konstruksi asphaltic concrete (AC) adalah:

sensitif terhadap perubahan kadar as pal, kaku dan rapuhlbrittle (Come [ 1983 ]), yang kemudian tercermin dalam bentuk retak-retak (cracks). Menumt Soehartono [1986]

beberapa kasus kerusakan pada lapis beton aspal jalan bam menunjukkan antara lain kadar aspal yang kurang (di bawah 5%) sehingga teijadi striping dan ravelling.

Tingginya daya serap (absorpsi) agregat mempakan salah satu penyebab kurangnya kadar aspal di campuran. Kerusakan juga menjadi parah akibat tidak diikutinya toleransi temperatur, baik pada waktu pencampuran maupun penghamparan.

Untuk mengurangi retak-retak yang merupakan kerusakan aspal beton yang cukup serius, maka sejak tahun 1980-an Bina Marga memperkenalkan campuran panas beton aspal tipe gradasi senjang (gap graded), baik yang tipis (Hot Rolled Sheet) maupun yang tebal (Hot Rolled Asphalt), dengan konsekwensi penggunaan kadar aspal yang relatif tinggi. Salah satu usaha mengurangi deformasi (rutting) akibat tingginya kadar as pal adalah penggunaan as pal penetrasi rendah (Rantetoding [ 1984b ]).

Dengan makin meningkatnya lalu lintas di Indonesia, baik jumlah maupun muatannya, maka meningkat juga kerusakan perkerasan jalan, terutama rutting. Di tempat-tempat pemberhentian banyak dijumpai kemsakan berupa naiknya aspal ke pennukaan (bleeding). Tahanan deformasi yang rendah sering diakibatkan oleh penggunaan pasir sungai yang bulat (sebagai aggregat halus) dari pada penggunaan pasir batu pecah (Hartom [1986]).

(11)

2.2. Spesifikasi Lapis Permukaan Yang Digunakan.

2.2.1. Beton Aspal Gradasi Menerus

Pada tahun 1970-an Spesifikasi yang digunakan untuk beton aspal gradasi menerus adalah "Peraturan Pelaksanaan Pembangunan Jalan Raya", yang dituangkan dalam Spesifikasi Bina Marga No.Ol/ST/BM/1972 (Bina Marga (1972]), seperti diuraikan berikut ini.

1. Agregat kasar (tertahan saringan No.8)

Agregat yang digunakan bisa batu pecah atau kerikil, harus terdiri dari bahan yang a wet, kuat dan bersih tidak bercampur dengan bahan-bahan lain atau debu/kotoran-kotoran, bebas dari tanah lempung atau ·bahan-bahan lain yang akan mengganggu perlekatan as pal.

a. Keausan agregat yang diperiksa dengan mesin Los Angeles pacta 500 putaran (AASHO T 96) maksimum 40%.

b. Minimum 50% dari agregat yang tertahan saringan No.4 harus mempunyai sedikitnya satu bidang pecah.

c. Kehilangan berat hila diuji dengan Soundness test (AASHO T 104) maksimum 9%.

2. Agregat Halus

Agregat yang digunakan bisa pasir bersih, pasir batu, bahan-bahan halus hasil pemecahan batu atau kombinasi dari bahan-bahan tersebut, harus terdiri dari bahan- bahan yang awet, kuat berbidang kasar, bersudut-sudut tajam dan bersih dari kotoran atau bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki. Bahan halus dari pemecahan batu kapur (lime stone) hanya tJleh dipakai bila dicampur dengan pasir dalam jumlah yang sama, kecuali jenis batu kapur tersebut temyata menurut pengalaman tidak akan hancur di bawah tekanan roda kendaraan.

3. Filler

Sebagai filler dapat digunakan debu batu kapur, debu dolomite, semen portland, atau bahan non-plastis lainnya. Penting untuk diperhatikan agar bahan tersebut tidak bercampur dengan kotoran atau bahan lain yang tidak dikehendaki dan dalam keadaan kering. Gradasi filler tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Gradasi filler

Ukuran saringan % berat butir lolos saringan

No.30 (0.59 mm) 100

No.80 (0.177 mm) 95- 100

No.200(0.074 mm) 65- 100

4. Gradasi agregat

Materi campuran harus mempunyai gradasi yang merata (homogen) dan memenuhi salah satu syarat seperti tertera pacta Tabel 2.

(12)

Tbl2G da'A a e ra Sl .grega t

Ukuran saringan % berat butir lotos N % berat butir lotos N

(Campuran A) (Campuran B)

1" 100

3/4" 95 - 100 100

3/8" 56 - 78 74

-

92

No.4 (4.76 mm) 38 - 60 48

-

70

No.8 (2.38 mm) 27 - 47 33

-

53

No.30 (0.59 mm) 13 - 28 15

-

30

No.50 (0.279 mm) 9 - 20 10 - 20

No.200 _{0.074 mm) 4 - 8 4

-

9

5. Aspal

Aspal yang digunakan harus dari tipe as pal keras penetrasi 85-100 dan memenuhi persyaratan seperti tertera pada Tabel 3.

T bel3 P a ersyara ta n aspa I k eras

Jenis Pemeriksaan Cara Pemeriksaan Penyaratan Satuan

l.Penetrasi (25°C, 5 detik) AASHTO T 55 85- 100 0.1 mm

2.Titik nyala (Ciev.Open Cup) AASHTOT48 232

oc

3.Kehilangan berat (163°C, 5 jam) AASHTO T 179 (thin) l.O % berat

4.Kelarutan (CCL4 atau CS2) AASHTO T 49/44 99 % berat

5.Daktilitas residu (25°C, 5 cm/menit) AASHTO T 51 75 Cm

6.Penetrasi setelah kehilangan berat AASHTOT 55 47 % semula

6. Penentuan kadar aspal

Melalui metode Marshall (ASTM D 1559) akan diperoleh kadar aspal optimum, di mana persyaratan pada Tabel4 dipenuhi.

T b a e 14 P enen uan a r aspa t k da

Jenis Pemeriksaan Persyaratan

Stabilitas (kg) > 700

Kelelehan (mm) <5

Rongga dalam campuran (%) 4- 6 Rongga terisi as pal (%) 65-75

Pada tahun 1980-an (bersamaan dengan diperkenalkannya konstruksi beton aspal gradasi senjang) untuk beton aspal gradasi menerus, Spesifikasi Bina Marga No.Ol/ST/BM/1972 kemudian diganti dengan Spesifikasi Bina Marga No.1 3/PT/B/1983

(13)

(Bina Marga [1983b]), yaitu berupa "Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (Laston)", seperti diuraikan berikut ini.

1. Agregat kasar

Agregat yang digunakan bisa batu pecah atau kerikil dalam keadaan kering dengan persyaratan sebagai berikut:

a. Keausan agregat yang diperiksa dengan mesin Los Angeles pada 500 putaran (PB 0206-76) maksimum 40%.

b. Kelekatan terhadap aspal (PB 0205-76) harus lebih besar dari 95%.

c. Indeks kepipihan agregat (BS) maksimum 25%.

d. Minimum 50% dari agregat kasar harus mempunyai sedikitnya satu bidang pecah.

e. Peresapan agregat terhadap_air"{PB 0202-76) maksimum 3%.

f. Beratjenis semu (apparent) agregat (PB 0202-76) minimum 2.50.

g. Gumpalan lempung agregat maksimum 0.25%.

h. Bagian-bagian batu yang lunak dari agregat maksimum 5%.

2. Agregat halus

Agregat halus harus terdiri dari bahan-bahan yang berbidang kasar, bersudut tajam dan bersih dari kotoran-kotoran atau bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki. Agregat halus bisa terdiri dari pasir bersih, bahan-bahan halus hasil pemecahan batu atau kombinasi dari bahan-bahan tersebut dan dalam keadaan kering. Agregat halus harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Nilai Sand Equivalent agregat (AASHO T 176) minimum 50.

b. Beratjenis semu (apparent) agregat (PB 0203-176) minimum 2.50.

c. Dari pemeriksaan Atterberg (PB 0109-76 ), agregat harus non plastis.

d. Peresapan agrepat terhadap air (PB 0202-76) maksimum 3%

3. Filler

Sebagai filler dapat digunakan debu batu kapur, debu dolomite, atau semen portland.

Perlu diperhatikan agar bahan tersebut tidak tercampur dengan kotoran atau bahan lain yang tidak dikehendaki, dan dalam keadaan kering (kadar air maksimum 1% ). Gradasi filler tertera pada Tabel 5.

Tabel 5 Gradasi filler

Ukuran Saringan No. (mm) % Berat Butir Lotos Saringan

No.30 (0.59 mm) 100

No.50 (0.279 mm) 95 - 100

No.lOO (0.149 mm) 90 - 100

No.200 (0.074 mm) 70 - 100

(14)

4. Gradasi agregat

Gradasi agregat harus memenuhi ketentuan sebagaimana tertera pada Tabel 6 berikut

mt.

a e ra Sl ,gregat Tbl6G da'A

No. Camp. I n Ill IV

v

VI VII VIII IX X XI

Gradasi kasar kasar rapat rapat rapat rapat rapat rapat rapat rapat rapat

Tebal Pdt. 19.1- 25.4- 19.1- 25.4- 38.1- 50.8- 38.1- 19.1- 38.1- 38.1- 38.1-

(mm) 38.1 50.6 38.1 50.8 63.5 76.2 50.8 38.1 63.5 63.4 50.8

Uk.srg (nun) % BERA T YANG LEW AT SARINGAN

38.1 mm - - - - - 100 - - - - -

25.4 nun -

-

- - 100 90-100 - - 100 100

19.1mm - 100 - 100 80-100 82-100 100

-

85-100 95-100 100

12.7 nun 100 75-100 100 80-100

-

72-90 80-100 100 - - -

9.52 nun 75-100 60-85 80-100 70:90 60-80 - - - 65-85 56-78 74-92

4.76 nun 35-55 55-75 50-70 50-70 48-65 52-70 54-72 62-80 45-65· 38-60 48-70 2.38mm 20-35 20-35 35-50 35-50 35-50 40-56 42-58 44-60 34-54 27-47 33-53 0.59 nun 10-22 10-22 18-29 18-29 19-30 24-36 26-38 28-40 20-35 13-28 15-30 0.279mm 6-16 6-16 13-23 13-23 13-23 16-26 18-28 20-30 16-26 9-20 10-20

0.149 nun 4-12 4-12 8-16 8-16 7-15 10-18 12-20 12-20 10-18 -

0.074 nun 2-8 2-8 4-10 4-10 1-8 6-12 6-12 6-12 5-10 4-8 4-9

Campuran I, III, IV, VI, VII, VIII, IX, X, dan XI digunakan untuk lapis permukaan.

Campuran II digunakan untuk lapis permukaan (leveling), dan lapis antara. Campuran V digunakan untuk lapis permukaan dan lapis antara.

5.Aspal

Aspal yang digunakan dapat berupa aspal keras Pen 60 atau Pen 80 yang memenuhi persyaratan sebagaimana tertera pada Tabel 7.

T b a e 17 P eryaratan aspa 1 k eras

Jenis Pemeriksaan Cara Persyaratan Satuan

Pemeriksaan Pen 60 Pen 70

1. Penetrasi (25 °C, 5 detik) PA.0301-76 60-79 80-99 0.1 mm 2. Titik lembek (Ring & Ball) PA.0302-76 48-58 46-54

oc

3. Titik nyala (clev.open cup) PA.0303-76 >200 >225

oc

4. Kehilangan berat (163 °C, PA.0304-76 <0.4 <0.6 % berat 5jam)

5. Kelarutan (CCL4 atau CS?) PA.0305-76 >99 >99 be rat 6. Daktilitas (25 °C, PA.0306-76 > 100 > 100 em

5 cm/mnt)

7. Pen setelah kehilangan berat PA.0301-76 < 75 < 75 % semula 8. Berat jenis (25 o C) PA.0307-76 > 1 > 1 gr/cc

(15)

6. Penentuan kadar aspal

Persentase aspal (dalam berat) yang akan ditambahkan pada agregat kering, ditentukan berdasarkan pemeriksaan laboratorium. Melalui metode Marshall akan diperoleh kadar aspal optimum, di mana pada kadar aspal tersebut persyaratan pada Tabel 8 berikut harus dipenuhi.

a enentuan a ar aspa T bel8 P k d

Ringan Sedang Be rat Je

Stabilitas (kg) >460 > 650 > 750

Kelelehan (mm) 2 - 5 2 -4.5 2 - 4

Rongga dalam campuran (%) 3 - 5 3 - 5 3 - 5 Rongga terisi as pal (%) · 75-85 75-85 75-82

Jumlah tumbukan 2 X 35 2 X 50 2 X 75

2.2.2. Beton Aspal Gradasi Senjang

Untuk beton aspal gradasi senjang (gap graded), spesifikasi yang digunakan adalah untuk Hot Rolled Sheet (HRS), yaitu "Petunjuk Pelaksanaan Lapis aspal Beton (Lataston), yang tertuang dalam Spesifikasi Bina Marga No.12/PT/B/1983 (Bina Marga [1983a]), seperti diuraikan berikut ini untuk cara Marshall.

I. Agregat kasar

Agregat yang digunakan bisa batu pecah atau kerikil dengan persyaratan sebagai berikut:

a. Gradasi sebagai ter.~ra pada Tabel 9 di bawah ini.

Tbl9Grd. a e a ast agrega asar tk

Ukuran saringan % berat butir lolos saringan

3/4" (19.1 mm) 100

1/2" (12.7 mm) 85- 100

3/8" (9.52 mm) 0-95

No.3 (6.35 mm) 0-60

b. Keausan agregat yang diperiksa dengan mesin Los Angeles pada 500 putaran (PB 0206-76) maksimum 40%.

c. Kelekatan terhadap as pal (PB 0205-76) harus lebih besar dari 95%.

2. Agregat hal us

Agregat yang digunakan bisa pasir, bahan basil pemecahan batu (screening) atau campuran dari kedua bahan tersebut yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut.

a. Gradasi seperti tertera pada Tabel 10 di bawah ini.

b. Nilai Sand Equivalent agregat (AASHTO T 176) minimum 50.

c. Dari pemeriksaan Atterberg, agregat harus non plastis.

(16)

a ra 1 agregat T bel 10 G das' hal us

Ukuran saringan % berat butir lolos saringan

No.4 (4.76 mm) 100

No.8 (2.38 mm) 95- 100

No.30 (0.59 mm) 75- 100

No.80 (0.177mm) 13-50

No.200 (0.074mm) 0 -5

3. Filler (bahan pengisi)

Sebagai filler dapat digunakan abu bakar, semen portland, atau abu batu.

4. Aspal

Aspal yang digunakan dapat berupa aspal keras Pen 60 atau Pen 80 yang memenuhi persyaratan sebagaimana tertera pada Tabel 7.

5. Penentuan kadar as pal ( cara Marshall)

Persentase aspal ( dalam berat) ditentukan berdasarkan pemeriksaan laboratorium terhadap mortar (agregat halus, filler, dan aspal). Melalui metode Marshall akan diperoleh kadar aspal optimum, dimana pada kadar aspal tersebut persyaratan pada Tabel 11 berikut hams dipenuhi.

T bel 11 P a enen uan a raspa t k da

Jenis pemeriksaan Persyaratan

Stabilitas (kg) >460

Rongga dalam campuran (%) 4 - 8 Koefisien Marshall (kg/mm) 150- 300

J umlah tumbukan 2 X 50

Dari kadar aspal optimum mortar tersebut, dapat ditentukan kadar aspal campuran total yang besamya tergantung dari persen dan jenis agregat kasar yang digunakan seta jumlah agregat lotos saringan No.200 (0.074 mm) yang dibutuhkan, seperti tertera pada

Tabel 12 dan 13. ·

(17)

T bel12 K da a a r aspa campuran tota unt uk agregat k asar b atu peca

Kadar aspal optimum Kadar aspal carnpuran total(%)

mortar(%) Berat agregat kasar dalarn carnpuran _(%)

0

8.0 8.0

8.2 8.2

8,4 8,4

8.6 8.6

8.8 8.8

9.0 9.0

9.2 9.2

9,4 9.4

9.6 9.6

9.8 .9.8

10.0 10.0

10.2 10.2

10,4 10.4

10.6 10.6

10.8 10.8

11.0 11.0

I 1.2 11.2

11.4 11.4

11.6 11.6

11.8 Il.8

12.0 12.0

12.2 12.2

12.4 12.4

12.6 12.6

12.8 12.8

Agregat lolos 13.0

saringan No.200

Tabel 12 diturunkan dari rumus di bawah ini:

A(lOO- S) 2.35

B= + - - -

100 100

A = kadar aspal optimum mortar B = kadar aspal campuran total S = % agregat kasar

15 30

7.1 6.3

7.3 6.4

7.5 6.6

7.7 6.7

7.8 6.9

8.0 7,0

8.2 7.1

8.3 7.3

8.5 7,4

8,7 7.6

8.8 7,7

9.0 7.8

9.2 8.0

9.4 8.1

9.5 8,3

9.7 8.4

9.8 8.5

10.0 8.7.

10.2 8.8

10.4 9.0

10.5 9. I

10.7 9.2

10.9 9.4

1l.l 9.5

11.2 9.7

11.0 9.0

h '

(18)

Tabel 13. Kadar aspal campuran total untuk agregat kasar kerikil.

Kadar aspal optimwn Kadar aspal campuran total (%)

mortar(%) Berat agregat kasar dalam campuran (%)

0

8.0 8.0

8.2 8.2

8.4 8.4

8.6 8.6

8.8 8.8

9.0 9.0

9.2 9.2

9.4 9.4

9.6 9.6

9.8 9.8

10.0 10.0

10.2 I0.2

10.4 I0.4

10.6 10.6

10.8 I0.8

11.0 11.0

I 1.2 Il.2

11.4 Il.4

ll.6 Il.6

11.8 I 1.8

I2.0 I2.0

12.2 12.2

I2.4 I2.4

12.6 12.6

I2.8 I2.8

Agregat lolos I3.0

saringan No.200

Tabel 13 diturunkan dari rumus di bawah ini:

A(lOO- S) 1.35

B + - - -

100 100

A = kadar aspal optimum mortar B = kadar aspal campuran total S = % agregat kasar

15 7.0 7. I 7.3 7.5 7.7 7.8 8.0 8.2 8.4 8.5 8.7 8.9 9.0 9.2 9.4 9.5 9.7 9.9 I 0. I 10.2 I 0.4 10.6 10.7 10.9 Il.l I 1.0

2.3. Spesifikasi Lapis Antara/Pondasi Atas Yang Digunakan

30 6.0 6. I 6.3 6.4 6.5 7.7 7.8 7.0 7. I 7.2 7.4 7.5 7.7 7.8 7.9 8.1 8.2 8.4 8.5 8.6 8.8 8.9 9. I 9.2 9.3 9.0

Pada dasamya spesifikasi campuran aspal panas untuk lapis antara/pondasi atas serupa dengan lapis permukaan,namun dengan persyaratan yang lebih ringan. Spesifikasi Bina Marga No.Ol/ST/BM/1972 untuk lapis antara/pondasi atas beton aspal gradasi menerus adalah seperti diuraikan berikut ini.

(19)

1. Agregat kasar; 2. Agregat halus; 3. Filler.

Sesuai dengan persyaratan untuk lapis permukaan Spesifikasi Bina Marga No.O 1/ST/BM/1972.

4. Gradasi agregat

Material campuran harus mempunyai gradasi yang merata (homogen) dan memenuhi persyaratan di bawah ini.

a e ra as1 agrega T b 114 G d . t

Ukuran saringan % berat butir lolos saringan

1 1/2" 100

1" 75-90

1/2" 35-65

No.4 (4.76 mm) 25-40

No. 200 (0.074 mm) 0 - 5

5. Aspal

Bila digunakan aspal air, hendaknya mengikuti: persyaratan AASHO M52.

Bila digunakan aspal keras (campuran panas), hendaknya diikuti persyaratan berikut ini:

T b I a e 15 P ersyara n aspa ta I k eras

Jenis Pemeriksaan Cara Persyaratan

Pemeriksaan 40-50 60-70 85-100 120-150 200-300

1. Penetrasi AASHTO T 55 40-50 60-70 85-100 120-150 200-300 0.1 mm (25°C, 5 detik)

2. Titik nyala AASHTOT48 232 232 232 218 177

c

(clev.open cup)

3. Kehilangan berat AASHTO T 179 0.8 0.8 1.0 1.3 1.5 % berat (163°C, 5 jam) (thin film test)

4. Kelarutan AASHTOT 99 99 99 99 99 % berat

(CCL atau CS,) 49/44

5. Daktilitas residu AASHTO T 51 - 75 100 100 100 Cm

(25°C 5 cm/menit)

6. Penetrasi setelah AASHTO T 55 55 47 42 42 37 % semula

kehilangan berat

6. Penentuan kadar aspal

Melalui metode Marshall (ASTM D 1559) akan diperoleh kadar aspal optimum, di mana persyaratan berikut harus dipenuhi.

(20)

T b 116 P a e enentuan a ar aspa k d Jenis Pemeriksaan Persyaratan

Stabilitas (kg) >400

Kelelehan (mm) 2-4

Rongga dalam campuran (%) 4- 6 Rongga terisi aspal (%) 65 -75

Sebagaimana halnya dengan lapis permukaan, maka pada tahun 1980-an Spesifikasi Bina Marga No.Ol/ST/BM/1972 untuk lapis pondasi atas diganti dengan Spesifikasi Bina Marga No.03/ST/B/1983 (Bina Marga [1983c]), yaitu "Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton Pondasi Atas", seperti diuraikan berikut ini.

l. Agregat

Agregat yang digunakan bisa sirtu atau batu pecah, harus bersih dari kotoran-kotoran, bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki, serta memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Keausan agregat yang diperiksa dengan mesin Los Angeles (PB 0206-76) maksimum 40%.

b. Kelekatan terhadap aspal (PB 0205-76) harus lebih besar dari 95%.

c. Pasir harus non plastis, nilai Sand Equivalent minimum 50.

2. Gradasi

Gradasi agregat harus memenuhi ketentuan sebagaimana tertera pada Tabel 17 berikut.

Ukuran Sarin gao 11/2" (38.1 mm) 1" (25.4 mm) 3/4" (19.1 mm)

112" (12.7 mm) 3/8" (9.52 mm) 1/4" (6.35 mm) No.4 (4.76 mm) No.8 (2.38 mm) No.lO (2.00 mm) No.30 (0.59 mm) No.40 (0.42 mm) No.50 (0.279 mm) No.1 00(0.149 mm) No.200(0.074 mm)

3. Aspal

Tabel 17 Persyaratan Gradasi Agregat

Type I 100 75-90

35-65

25-40.

0-5

% Lolos Type II

100

55-69

40-54 35-49

23- 31

8- 16

2-6

Type III 100 75- 100 60-85

40-65

30-50 20-35

5-20

3- 12 2-8 1 -4

Aspal yang digunakan dapat berupa aspal keras Pen 60 atau Pen 80 yang memenuhi persyaratan sebagaimana tertera pada tabel 7.

(21)

4. Penentuan kadar as pal

Persentase aspal (dalam berat) yang akan ditambahk:an pada agregat kering, ditentukan berdasarkan pemeriksaan laboratorium. Melalui metode Marshall akan diperoleh kadar aspal optimum, dimana pada kadar aspal tersebut persyaratan pada Tabel 18 berikut harus dipenuhi.

T b 118 P a e enen uan a r aspal t k da

~

Je Ringan Sedang Be rat

Stabilitas (kg) > 350 > 350 > 350

Kelelehan (mm) 2-5 2-5 2- 5

Rongga dalam campuran (%) 3- 8 3-8 3 - 8

Rongga terisi aspal (%) 65-75 65-75 65- 75

Jumlah tumbukan 2 X 35 2 X 35 2 X 35

2.4. Analisa Kelemahan Spesifikasi 2.4.1. Spesifikasi Lapis Permukaan

Spesifikasi Bina Marga No.Ol/ST/BM/1972 untuk lapis permukaan mengandung beberapa kelemahan atau kekurang sesuaian, antara lain:

a. Dicantumkannya persyaratan Soundness test untuk agregat, yang mungkin lebih cocok untuk negara beriklim 4(empat).

b. Persyaratan kebersihan agregat dan daya lekat agregat kasar terhadap aspal belum dinyatakan dalam besaran kuantitatif.

c. Tingkat kekeringan filler bel urn dinyatakan dalam besaran kuantitatif.

d. Hanya ada dua gradasi agregat (campuran A dan B), bisa menyulitkan pelaksana di lapangan, terutama jika terbatasnya jenis pemecah batu.

e. Koridor aspal keras yang digunakan agak terbatas, yaitujenis penetrasi 85-100.

f. Tidak dibatasinya nilai terendah kelelehan, memungkinkan naiknya kekakuan (Koefisien Marshall) tanpa tambahan stabilitas, sehingga beton aspal bisa jadi rapuh pada beban yang relatif tidak tinggi.

g. Sempitnya koridor rongga terisi as pal ( 10%) akan menghasilkan koridor kadar aspal yang juga sempit (kurang dari 1%).

h. Spesifikasi tersebut tidak secara jelas mengatur penggunaan jumlah tumbukan Marshall (2x35, 2x50, atau 2x75) dikaitkan dengan kepadatan lalu lintas.

Spesifikasi Bina Marga No.13/PT/B/1983 (Laston) pada umumnya lebih lengkap dari pada spesifikasi terdahulu (No.Ol/ST/BM/1972). Beberapa kekurangan yang masih terasa pada spesifikasi ini antara lain:

a. Variasi gradasi agregat yang cukup banyak, dari segi ketersediaan agregat di lapangan sangat menguntungkan; namun hal tersebut juga membuka peluang melebarnya variasi kadar aspal, sedangkan konstruksi AC umumnya sensitif terhadap perubahan kadar aspal.

b. Tumpang tindih dengan spesifikasi lapis pondasi atas terlihat dari gradasi campuran II dan V yang bisa digunakan untuk lapis antara, sedangkan persyaratan

(22)

parameter Marshallnya masih untuk lapis permukaan, yang syaratnya lebih tinggi dari pada untuk lapis pondasi.

c. Sifat viscous elastis campuran beraspal, yang berkaitan dengan kecepatan lalu lintas atau waktu pembebanan (Rantetoding [1984c]), belum terakomodasi dengan tepat.

d. Spesifikasi ini belum mengikutsertakan faktor kondisi jalan lama (seperti lendutan yang ada) serta dimensi pelapisan (tebal dan adanya tahanan tepi), yang bisa berpengaruh terhadap besaran rencana stabilitas, kekakuan (koefisien Marshall) dan kelelehan.

e. Koridor rongga terisi as pal masih sempit ( 10%) walaupun batas atas dan bawahnya sudah berubah.

Spesifikasi Bina Marga No.12/PT/Bi1983 (Lataston) mengacu pada British Standard BS 594: 1973 (British Standards Institution [ 1973]). Beberapa kelemahan yang dijumpai, antara lain:

a. Karakteristik Marshall yang diperoleh dari mortar ( stabilitas, dsb) tidaklah mencerminkan keadaan campuran selengkapnya, karena kemudian ada tambahan agregat kasar yang bervariasi dari 0% hingga 30% dari berat campuran.

b. Seperti halnya AC, sifat viscous elastis campuran beraspal yangberkaitan dengan waktu pembebanan belum terakomodasikan. Juga kepadatan lalu lintas, faktor kondisi jalan lama dan dimensi pelapisan belum diikutsertakan pada spesifikasi ini.

2.4.2. Spesifikasi Lapis Antara!Pondasi Atas

Kelemahan atau kekurangsesuaian Spesifikasi Bina Marga No.Ol/ST/BM/1972 yang ada pada lapis permukaan juga sebagian dijumpai pada lapis antara/pondasi atas, seperti: persyaratan Soundness, kebersihan dan daya lekat agregat kasar terhadap aspal, tingkat kekeringan filler, serta penggunaan jumlah tumbukan Marshall.

Sebagaimana halnya untuk lapis permukaan, maka Spesifikasi Bina Marga No.03/PT/B/1983 (Laston Atas) pada umumnya lebih lengkap dari pada spesifikasi terdahulu (No.01/ST/BM/1972) untuk lapis antara/pondasi atas. Namun beberapa kelemahan masih dijumpai seperti: belum terakomodasikannya sifat viscous elastis campuran beraspal yang berkaitan qengan waktu pembebanan, dan belum diikutsertakannya faktor kondisi jalan lama serta dimensi pelapisan yang bisa berpengaruh terhadap besaran rencana stabilitas, kekakuan dan kelelehan.

2.5. Modifikasi Yang Pernah Dilakukan

Pada pertengahan tahun 1980-an beberapa proyek IBRD dan ADB menggunakan Spesifikasi HRS (DGH (1986]) sebagaijawaban terhadap kerusakan dini campuran AC yang sensitif terhadap perubahan kadar aspal. Campuran HRS direncanakan untuk mengakomodasi kadar aspal yang lebih besar dari campuran AC, sehingga fleksibilitas dan keawetannya lebih baik. Spesifikasi HRS tersebut tertera pada Tabel 19,20,21, dan 22 berikut ini.

(23)

a e ra as1 agregat asar

T b 119 G d . k da n a us h I Ukuran saringan % berat butir lolos sarine;an

Agregat kasar Agregat halus

3/4" (19.1mm) 100 -

1/2" (12.7 mm) 30-100 -

3/8" (9.52 mm) 0-55 100

No.4 (4.76 mm) 0-10 90-100

No.8 (2.38 mm)

-

80-100

No.30 (0.59 mm)

-

25-100

No.70 (0.212 mm) - 7-60

No.200 (0.074 mm) 0-1 5-11

a e r s1 campuran .T b 120

F

ak .

Komponen % berat total campuran beraspal Kls A (LL rgn/sdg) Kls B (LL berat)

Agregat kasar (>#No.8) 20-40 30-50

Agregat halus (No.8-No.200) 47-67 39-.59

Filler ( <#No.200) 5-9 4.5-7.5

T b 121 P a e ersyaratan agregat

Jenis pemeriksaan Persyaratan

Stabilitas setelah rendaman > 75% Marshall Stability

Nilai Los Angeles <40%

Soundness (Sodium sulphate) < 12% (5 cycles)

Kelekatan terhadap aspal >95%

T b 122 P a e ersyaratan campuran

Jenis pemeriksaan Persyaratan

Kls A (LL rgn/sdg) Kls B (LL berat)

Stabilitas (kg) 450- 850 550- 1250

Rongga dalam campuran (%) 3-6 3-6

Stabilitas setelah rendaman (%) > 75 > 75

Koefisien Marshall (kg/mm) 100-400 180- 500

Perbandingan filler bitumen > 0.73 > 0.73

Total film aspal (micron) >8 >8

Kadar as pal efektif (%) > 6.8 > 6.2

Kadar as pal absorpsi (%) 0- 1.7 0- 1.7

Total kadar as pal nyata (%) > 7.3 > 6.7

(24)

Spesifikasi HRS tersebut di atas tidak lagi mendasarkan pemeriksaan Marshall terhadap mortar, melainkan terhadap total campuran, sehingga dianggap lebih mewakili keadaan sebenamya. Spesifikasi luar negeri seperti BS 594:1985 (British Standards Institution [1985])juga sudah mendasarkan pemeriksaan Marshall terhadap total campuran.

Sejak tahun 1990 para perencana di Bina Marga mengubah HRS kelas A menjadi HRS (tanpa kelas) sedangkan HRS kelas B menjadi AC dengan persyaratan perbandingan filler terhadap bitumen dan tebal film aspal dihilangkan (Purwadi [1993]). Hampir pada saat yang bersamaan konsultan TRL di Pusat Litbang Jalan mengusulkan spesifikasi baru HRS ("trial" spesification) yang dinamakan HRS kelas C (agregat kasar 50%) untuk lalu lintas berat (IRE-TRL [1993], Dardak et.al [1994]).

Berbeda dengan perencanaan .campuran "sebelum modifikasi (yakni berdasarkan cara Asphalt Institute) di mana kadar aspal optimum dicari dari gradasi yang sudah ditentukan, maka pada ketiga modifikasi tersebut di atas gradasi optimum dicari dari kadar aspal yang sudah ditentukan.

Pada tahun 1992, khususnya untuk perencanaan dengan sumbu terberat 1 0 ton (MST 10 ton), Bina Marga kembali menggunakan campuran gradasi menerus yang perencanaannya sama dengan cara Asphalt Institute (Purwadi [1993]). Spesifikasi AC tersebut (DGH [1992]) tertera pada Tabel23,24,25 dan 26 berikut ini.

T bel23 P a ersyaratan gra as1 campuran d .

Ukuran saringan % berat butir lolos saringan

1" (25.4 mm) 100

3/4" (19.1 mm) 100

112" (12.7 mm) 75 - 100

3/8" (9.52 mm) 60-85

No.4 (4.76 mm) 38-55

No.8 (2.38 mm) 27-40

No.30 (0.59 mm) 14-24

No.50 (0.278 mm) 9- 18

No.100 (0.149 mm) 5- 12

No.200 (0.074 mm) 2-8

T b 124 P a e ersyaratan agregat asar k

Jenis pemeriksaan Persyaratan

Nilai Los Angeles <40%

Soundness (Sodium sulphate) < 12% (5 cycles) Butir halus (lewat # 200) < 1%

Kelekatan terhadap as_pal >95%

(25)

T b 125 P a e ersyaratan agregat a us h I

Jenis pemeriksaan Persyaratan

Butir hal us (Iewat # 200) <8%

Nilai Sand Equivalent <50

T b 126 P a e ersyara ta ncampuran

Jenis pemeriksaan Persyaratan

Total kadar as pal nyata (%) 0-7

Kadar as pal absorbsi (%) 0- 1.7

Tebal film aspal (micron) >8

Stabilitas (kg) > 750

Kelelehan (mm) - 2-4

Stabilitas setelah rendaman > 75% Marshall Stability

Rongga dalam campuran (%) 3-6

Rongga terisi as pal (%) 70-80

J umlah tumbukan (LL berat) 2 X 75

Dengan meningkatnya beban kendaraan, maka kerusakan yang mungkin timbul adalah kelelehan plastis (plastic flow), karena rongga yang tersedia mengecil oleh pembebanan kendaraan, sehingga terisi penuh oleh aspal. Spesifikasi untuk lalu lintas berat dengan demikian perlu mengantisipasi keadaan ini.

(26)

3. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Persyaratan Campuran Aspal Panas

Pada umumnya campuran aspal panas harus memenuhi persyaratan yang diperlukan · yaitu pada tahap persiapan dan saat melayani beban lalu lintas. Pada tahap persiapan syarat yang diperlukan adalah kemudahan pencampuran dan pelaksanaan penghamparan ( mixability/workability ).

Untuk melayani lalu lintas maka kekuatan (untuk lapis permukaan dan lapis pondasi atas) dan kenyamanan/keselamatan (untuk lapis permukaan) merupakan dua faktor utama yang berhubungan dengan per:syaratan campuran aspal panas. Faktor tersebutjika diuraikan lebih lanjut adalah: .

a. Kekakuan (stiffness), untuk menahan deformasi serta mendistribusikan beban lalu lintas ke daerah yang lebih luas pada tanah dasar.

b. Stabilitas, untuk menahan retak akibat pembebanan yang berulang.

c. Fleksibel, untuk mengabsorbsi regangan tarik yang terjadi akibat deformasi/lendutan oleh beban lalu lintas.

d. Keawetan (durability), untuk mempertahankan umur perkerasan dari pengaruh cuaca dan lalu lintas.

e. Tahan air (impermeability), untuk melindungi perkerasan dari masuknya air dan udara ( oksidasi) sehingga tidak memperlemah lapisan di bawahnya atau tanah dasar.

f. Kekesatan, untuk keselamatan pengendara.

Faktor-faktor tersebut di atas jika dikaitkan dengan penentuan gradasi/bentuk agregat, jenis dan jumlah aspal, serta penentuan rongga dalam campuran, maka akan

menghasilkan kebutuhan yang bisa sating berlawanan, seperti tertera pada Tabel 27.

Adanya kebutuhan yang berlawanan tersebut mendorong spesifikasi ke arah kompromi dengan mengakomodasi kondisi-kondisi yang akan dialami oleh perkerasan.

T b 127 K b t h a e e u u an campuran un u per erasan t k k

Faktor Gradasilbtk Pen aspal Jumlah Rongga

agregat as pal

1. Kemudahan bulat tinggi ban yak

-

(Workability)

2. Kekakuan padat rendah sedikit

-

(Stiffness)

3. Stabilitas bersudut rendah sedikit besar

4. Fleksibel padat

-

ban yak

-

5. Keawetan padat

-

ban yak kecil

(durability)

6. Tahan air padat

-

banyak · kecil

7. Kekesatan bersudut

-

sedikit besar

(27)

3.2. Persoalan Pelaksanaan Campuran Aspal Panas di Indonesia.

1. Gradasi

Untuk gradasi menerus, di dalam pelaksanaan tidak banyak menimbulkan persoalan.

Persoalan biasanya timbul di dalam menentukan proporsi beberapa fraksi untuk . menghasilkan gradasi senjang, karena produksi crusher atau bahan-bahan yang tersedia kurang menunjang tipe gradasi tersebut, sehingga setiap kombinasi yang dibuat tidak bisa memenuhi persyaratan (Darmonegoro [1986]). Kesulitan menentukan kombinasi fraksi yang tersedia untuk memenuhi spesifikasi gradasi yang disyaratkan menyebabkan bagian butir dengan ukuran tertentu harus dibuang. Pembuangan sebagian bahan, terutama jika dilakukan di Mixing Plant (selama pencampuran) akan memperlambat produksi serta meningkatkan biaya.

2. Agregat

Banyak dijumpai ketidak tepatan dalam hal kebersihan, bentuk butirlkepipihan, tekstur, dan jenis batuan pada agregat yang digunakan untuk bahan perkerasan, khususnya kebersihan. Kotoran yang berada antara lapisan aspal dan permukaan agregat bisa menyebabkan "stripping" di kemudian hari. Pengertian menghilangkan kotoran, khususnya kandungan lempung, melalui proses pemanasan, yang kemudian lempung akan hilang melalui penyedot debu pada AMP perlu didukung melalui percobaan barkali-kali, dan mungkin hanya sesuai untuk kandungan lempung yang kecil.

3. Aspal

Di lapangan masih dijumpai penggunaan kadar aspal perencanaan campuran (mix design) pada koridor bawah pada batasan penggunaan kadar aspal secara total (total asphalt content), dengan pertimbangan ekonomis. Pertimbangan ini kurang tepat karena pada pelaksanaan kemungkinan akan terjadi campuran yang kadar aspalnya keluar dari koridor bawah yang artinya aspal terlalu kecil, sehingga keawetan dikorbankan.

4. Pemadatan

Dalam pelaksanaan tidak jarang dijumpai cara-cara pemadatan yang kurang benar seperti: cara, kecepatan dan jumlah lintasan; pembasahan roda penggilas dengan air yang terlalu banyak (temperatur cepat turun) atau dengan dengan solar yang dapat merusak aspal, serta tidak adanya pengawasan temperatur.

5. Rongga dalam campuran

Campuran yang kurang homogen (gradasi, jumlah aspal, dan pemadatan) bisa berakibat rongga terlalu kecil atau terlalu besar. Rongga yang terlalu kecil bisa menimbulkan

"bleeding" atau deformasi plastis akibat pemadatan oleh lalu lintas, sedangkan rongga yang terlalu besar membuat perkerasan menjadi porous.

(28)

3.3. Pemilihan Parameter Marshall

Parameter Marshall yang sering digunakan tertera pada Tabel 28 berikut ini.

Tabel 28. Parameter Marshall Sumber Brt isi Stability Vim VFB

01/BM/1972

-

VD VD VD

13/B/1983 - VD VD VD

12/B/1983

-

VD VD

-

031811983 - VD VD VD

DGH/1986

-

VD VD

-

DGH/1992 - VD VD VD

IR.EITRL/1993 - VD . VD

-

Marshall VD v. v -

USCE VDA VDA VDA VDA

Shell VDA VDA VDA VDA

AI VDA VDA VDA

-

BS 594 VDA VDA - -

PSA VDA VDA VDA VDA

Japan - VDR VDR VDR

Lees v VDR VDR VDR

Catatan: V = Plot grafik

VD = Kadar aspal rencana

VDA

=

Kadar aspal rencana rata-rata VDR = Kadar aspal rencana koridor

VMA

-

-

- - -

-

-

-

-

- v VDA

-

-

v

Flow MQ

VD

-

VD -

-

VD

VD -

-

VD

VD -

VD

-

v -

v

-

v v

v -

- -

-

-

VDR -

v VDR

Lain-lain

I)

2) 3)

1. Stabilitas setelah rendaman, perbandingan filler bitumen, tebal film aspal, kadar aspal absorbsi/effektif/nyata.

2. Stabilitas setelah rendaman, tebal film aspal, kadar aspal absorbsi/effektif/ nyata 3. Rongga dalam campuran berdasarkan PRD (percentage refusal density), kadar

aspal absorbsi/ effektif/nyata.

1. Berat isi

Kurva berat isi (terhadap kadar aspal) umumnya serupa dengan kurva untuk stabilitas, hanya kadar aspal optimum biasanya (tidak selalu) sedikit lebih besar dari pada kadar aspal optimum untuk stabilitas. Dengan pertimbangan ini maka parameter berat isi dapat dianggap telah tercakup pada parameter stabilitas.

2. Stabilitas

Pengukuran stabilitas dengan Marshall diperlukan untuk mengetahui kekuatan tekan geser dari contoh yang akan ditahan dua sisi kepala penekan (porsi tahanan kohesi lebih dominan dari porsi tahanan penguncian butir). Dengan nilai stabilitas yang cukup tinggi maka diharapkan perkerasan bisa menahan lalu lintas tanpa terjadi kehancuran geser.

(29)

3. VIM (Rongga dalam campuran)

Parameter VIM digunakan untuk mengetahui besarnya rongga dalam campuran, sedemikian hingga tidak terlalu kecil (menimbulkan "bleeding") atau terlalu besar (menimbulkan oksidasilpenuaan aspal, porous).

4. VFB (Rongga terisi aspal)

Parameter VFB diperlukan untuk mengetahui apakah perkerasan memiliki keawetan (durability) dan tahan air (impermeability) yang cukup memadai.

5. VMA (Rongga pada campuran agregat)

VMA adalah rongga antar butiran agregat, yang terdiri dari rongga udara serta aspal effektif, dinyatakan dalam prosentase terhadap volume total campuran. Dengan demikian hila rongga udara serta . kadar aspal telah diketahui, maka hanya tingkat absorbsi agregat yang belum terungkap. l)engan pertimbangan bahwa penilaian agregat sudah diadakan pada tahap awal perencanaan, maka parameter VMA dapat dianggap sudah tidak diperlukan lagi.

6. Kelelehan

Parameter kelelehan diperlukan untuk mengetahui besarnya deformasi vertikal campuran saat dibebani hingga hancur (pada maksimum stabilitas ). Kelelehan ini biasanya meningkat dengan bertambahnya kadar as pal. Menurut Lees [ 1969], campuran dengan kadar aspal rendah biasanya lebih tahan terhadap deformasi jika ditempatkan di bagian tengah (as) jalan, sedangkan campuran dengan kadar aspal tinggi akan lebih tahan terhadap deformasi jika berada di bagian tepi perkerasan (tanpa tahanan samping).

7. Koefisien Marshall (MQ)

Pengukuran koefisien Marshall diperlukan untuk mengetahui kekakuan (stiffness) campuran. Pada pelapisan (overlay) tebal (~ 5 em) maka kekakuan yang tinggi bisa menahan deformasi serta mendistribusikan beban lalu lintas ke daerah yang lebih luas pada tanah dasar, sedangkan pada pelapisan tipis maka nilai kekakuan perlu dibatasi agar lapis tambahan tersebut tidak mudah retak. Batasan kekakuan lapis tipis perlu lebih diperketat bila lendutan yang ada (kondisi jalan lama) cukup besar (~ 2 mm).

8. Stabilitas setelah rendaman.

Parameter ini pada dasarnya mengukur tingkat adhesi antara agregat dan bitumen (Pell [ 1988]). Dengan pertimbangan bahwa penilaian agregat dan bitumen sudah diadakan pada tahap awal perencanaan (persyaratan agregat dan aspal), maka parameter Stabilitas setelah rendaman dapat dianggap sudah tidak diperlukan lagi.

9. Perbandingan Filler terhadap Bitumen.

Tujuan awal penggunaan filler (pengisi) adalah untuk'mengisi rongga dalam campuran sehingga tidak hanya diisi oleh bitumen tetapi oleh material yang lebih murah ( mastik filler dan bitumen). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pada kadar aspal yang konstan, penambahan filler akan memperkecil rongga dalam campuran (VIM).

Dalam perkembangan selanjutnya terbukti bahwa penggunaan filler tidak hanya

(30)

memperkuat campuran. Hal ini antara lain dapat ditunjukkan oleh percobaan (Edwards [1988]), bahwa untuk suatu kadar aspal yang konstan, maka jumlah filler yang sedikit berakibat rendahnya koefisien Marshall (MQ) karena viskositas bitumen masih rendah dengan filler yang sedikit tersebut. Selanjutnya koefisien Marshall meningkat dengan pertambahan filler sampai suatu nilai maksimum, kemudian koefisien Marshall · menurun kembali pada jumlah filler yang lebih tinggi, karena tingginya kekakuan bitumen mengurangi kemampuan pemadatan campuran (tanpa menimbulkan retak).

Mengingat bahwa parameter perbandingan filler terhadap bitumen ini dapat dianggap sudah terdeteksi oleh parameter VIM dan MQ, seperti diuraikan di atas, maka parameter ini mempunyai alasan untuk dikeluarkan dari persyaratan spesifikasi.

10. Tebal film aspal.

Spesifikasi dengan parameter ini mensyaratkan batas atas dan batas bawah, atau batas bawah saja. Batas atas dimaksudkan agar tidak terjadi deformasi atau "bleeding".

Karena tahanan deformasi dan "bleeding" ini bisa dideteksi dari parameter MQ (atau Flow) dan VIM, maka dapat dimengerti bahwa spesifikasi DGH/1986 (Hot Rolled) dan DGH/1992 (AC) hanya mensyaratkan batas bawah saja (aspek durabilitas), yaitu tebal film aspa1 > 8 mikron, baik untuk Hot Rolled maupun AC. Untuk suatu jumlah aspal yang konstan maka tebal film aspal pada dasarnya sangat dipengaruhi "surface area"

material agregatnya. Agregat halus akan memiliki surface area yang lebih besar dari pada agregat kasar. Dengan demikian gradasi campuran dengan komposisi agregat halus lebih banyak akan memiliki tebal aspal yang lebih rendah, seperti tertera pada Tabel29 berikut ini (Nurdin [1989]).

Tabel29. Hubungan gradasi, kadar aspal (optimum) dan tebal film asJ?al No Jenis Campuran Kadar Aspal Tebal Film Aspal

(%)

(mikron)

1 Lataston 0% agg.kasar 10.3 5.87

2 Lataston 30% agg.kasar 7.9 6.32

3 Lataston type III 6.1 8.85

4 Lataston type XI 6.0 9.35

Dari Tabel 29 terlihat bahwa jika misalnya ditetapkan tebal film aspal > 8 mikron, maka mungkin hanya sesuai untuk Lataston type III dan XI, sedangkan Lataston dengan 0%-30% agregat kasar akan memiliki kadar aspal yang tinggi sekali. Sebaliknya jika misalnya syarat tebal film aspal diubah menjadi > 5 mikron, maka persyaratan tersebut menjadi kurang berarti untuk Lataston type III dan XI.

Tabel 29 juga menunjukkan bahwa film aspal yang besar tidaklah selalu berkaitan dengan kadar aspal yang tinggi. Ketergantungan tebal film aspal terhadap komposisi agregat, serta aspek durabilitas yang sudah tercakup pada parameter VFB, memberi indikasi bahwa parameter tebal film aspal menjadi kurang effektif untuk dimasukkan pada spesifikasi.

(31)

11. Kadar Aspal absorpsi/efektif/nyata.

Parameter terse but di atas disyaratkan oleh spesi fikasi DGH/1986, DGH/1992, dan IRE- TRL/1993 karena cara (modifikasi) yang diterapkan adalah: gradasi optimum dicari dari kadar aspal yang sudah ditentukan, dan ini berbeda dengan cara Asphalt Institute yaitu . kadar aspal optimum dicari dari gradasi yang sudah ditentukan. Kedua cara tersebut masing-masing memilik.i kelebihan dan kekurangan. Namun pada studi ini penggunaan cara Asphalt Institute dipandang lebih bermanfaat dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:

a. Cara Asphalt Institute sudah lama digunakan oleh para perencana di Indonesia.

b. Pemilihan gradasi rencana, dari sejumlahlkoridor gradasi yang diperkenankan oleh Spesifikasi, bisa disesuaikan mendekati gradasi yang tersedia (mengurangi jumlah agregat yang terbuarig).

c. Jika karena suatu hal di lapangan perlu penyesuaian, maka mengubah kadar aspal adalah lebih praktis daripada mengubah gradasi (keterbatasan material, jenis pemecah batu, dsb ).

12. Rongga dalam campuran berdasarkan PRD.

Parameter ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kerusakan perkerasan berupa deformasi plastis akibat lalu lintas berat. Seperti diketahui jika (akibat pemadatan) rongga dalam campuran mendekati nol, maka aspal cenderung akan bersifat sebagai pelumas yang memisahkan butiran agregat satu sama lain. Kondisi pemadatan akibat lalu lintas tersebut disimulasikan oleh suatu alat pemadat di laboratorium yang disebut PRD (percentage refusal density). Dengan perkataan lain rongga yang terjadi akibat pemadatan lalu lintas berat kira-kira sama dengan rongga yang terjadi akibat pemadatan oleh PRD (Edwards and Mulyadi [1992]).

Untuk mencegah deformasi plastis, maka rongga dalam campuran dengan menggunakan pemadatan PRD harus lebih besar dari suatu nilai terendah yang dianggap cukup aman, misalnya > 2% (Brown [1988]).

Mengingat alat PRD ini masih belum dikenal luas penggunaannya di Indonesia, serta kegunaannya sangat terbatas, maka pemanfaatan atau penggunaan kemampuan alat yang sudah ada, yaitu alat Marshall, sangat diperlukan.

Ada dua alternatif yang bisa dilakukan terhadap alat Marshall. Pertama, membuat jumlah tumbukan pada campuran dengan alat Marshall sedemikian sehingga kepadatannya mendekati kepadatan campuran dengan alat PRD. Kedua, membuat korelasi antara rongga dalam campuran memakai alat Marshall (2 x 75 tumbukan, untuk lalu lintas berat) dengan rongga dalam campuran memakai alat PRD, sehingga bisa diketahui seberapa jauh selisihnya. Percobaan yang dilakukan dalam studi ini memperlihatkan hubungan antara pemadatan Marshall modifikasi (2x400 tumbukan), PRD, dan Marshall untuk lalu lintas berat (2x75 tumbukan), seperti tertera pada Tabel 30 (AC) dan Tabel 31 (Hot Rolled).

(32)

bel 0 3

Ta . Hu ungan M b ars a h ll2X400 PRD da M h ll2X7

' , n ars a 5 pa da campuranAC

Kadar Kepadatan (gr/cm3) Rongga dalam campuran (%)

As pal

Camp (%) Marshall PRD Marshall Marshall PRD Marshall

(2X400) (2X75) (2X400) C2X75)

III 5.0

-

2.255 2.182

-

7.29 9.48

6.0 - 2.274 2.226 - 4.36 6.37

6.8 2.289 2.298 2.258 2.63 2.25 3.95

7.0

-

2.283 2.262 - 2.64 3.54

IV 6.3 - 2.272 2.221 - 3.83 6 OJ

7.0 2.287 2.267 2.228 2.28 3.11 4.81

7.3 - 2.275 2.254

-

2.38 3.29

v

6.8

-

2.239 2.201 - 4.42 6.03

7.5 2.264 2.249 2.231 2.44 3.07 4.63

7.8

-

2.256 2.233 - 2.40 3.41

VI 5.8 - 2.283 2.246 - 4.35 5.91

6.5 2.287 2.302 2.257 2.79 2.13 4.04

6.8 - 2.296 2.281 - 2.47 3.26

Dari Tabel 30 terlihat bahwa kepadatan Marshall 2x400 yaitu 2.282 · gr/cm3(2.264- 2.289), hampir sama dengan kepadatan PRD yaitu 2.279 gr/cm\2.249-2.302).

Demikianjuga rongga dalam campuran untuk Marshall 2x400 yaitu 2.54% (2.28-2.79) hampir sama dengan untuk PRD yaitu 2.64% (2.13-3.1). Sedangkan rongga dalam campuran antara PRD yaitu 3.44% (2.13-7.29) dan Marshall 2x75 yaitu 4.98% (3.26- 9.49) memberikan selisih sebesar 1.54% ~ 1.50%.

Tabel 31. Hubungan Marshall 2x 400, PRD, dan ars a X pa a cam Duran ot o e M h ll 2 75 d H R II d

KadarAspal Kepadatan (gr/cm3) Rongga dalam campuran (%)

Camp (%) Marshall PRD Marshall Marshall PRD Marshall

(2X400) (2X75) (2x400) (2X75)

TB 5.6

-

2.306 2.195

-

4.00 8.62

6.6 2.306 2.321 2.221 2.66 2.03 6.25

7.6

-

2.302 2.245

-

1.46 3.90

BT 6.3

-

2.274 2.167

-

4.33 8.84

7.3 2.249 2.269 2.201 4.05. 3.20 6.10

8.3

-

2.281 2.214 - 1.34 4.24

TA 7.4

-

2.236 2.123

-

4.40 9.24

8.4 2.233- 2.237 2.166 3.25 3.08 6.15

9.4 2.233 2.186 - 1.93 4.00

BA 8.0

-

2.190 2.110 - 5.60 9.05

9.0 2.211 2.212 2.146 3.36 3.32 6.21

10.0

-

2.211 2.168

-

2.08 3.99

Tabel 31 memperlihatkan bahwa kepadatan Marshall 2x400 yaitu 2.250 gr/cm3 (2.211 - 2.306), hampir sama dengan kepadatan PRD yaitu 2.260 gr/cm2 (2.212-2.321 ).

Demikian juga rongga dalam campuran untuk Marshall 2x400 yaitu 3.33% (2.66-4.05)

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan hasil penelitian, ada beberapa faktor-faktor yang dapat memotivasi kerja karyawan yaitu berupa motivasi financial seperti pemberian bonus/insentif

Faktor-Faktor yang Berpengaruh Dalam Penentuan Penyaluran Kredit Perbankan (Studi Pada Bank Umum di Indonesia Periode Tahun 2006-2011).. Najakhah, Jazilatun, Saryadi dan

Para pembuat keputusan dalam pemerintah ,sektor swasta dan masyarakat (civil cociety) bertanggungjawab kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholder. Akuntabilitas

U tom smislu svi turistički sadržaji destinacije koji predstavljaju aktivno sudjelovanje turista u procesu pružanja usluge, spontane reakcije turista, društveni kontakti

• Vieroituksesta tiineytykseen rehua annetaan vähintään 34 MJ NEa/d emakon ruokahalun ja kunnon mukaan.. Ensikon energiaruokintasuositukset MJ NEk/pv Viikko

MARIMUTHU : Ini yang sepatutnya kerajaan lakukan, tetapi masalahnya ialah kita hanya bercakap untuk mencari sumber tenaga pilihan apabila menghadapi masalah.. Tetapi apabila

Menurut saya sangatlah penting untuk dibuat suatu aturan yang tegas mengenai penetapan standar minimum tarif jasa notaris tersebut untuk dapat digunakan sebagai acuan bagi

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang isolasi mikrobia, karakteristik morfologi sel dari jus kubis terfermentasi, karakteristik biokimiawi, identifikasi bakteri asam