• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Sanksi Pidana Adat Terhadap Pelaku Zina Di Wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Penerapan Sanksi Pidana Adat Terhadap Pelaku Zina Di Wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

171 USU Law Journal, Vol.7. No.3, Juni 2019, 171-180 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Penerapan Sanksi Pidana Adat Terhadap Pelaku Zina Di Wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara

Rahmat Sy aputra rahmadsy a59@gmail.com

Madiasa Ablisar, Agusmidah, Marlina

Abstract. The implem entation of the principle of legality in national criminal law, namely customary criminal law still remains to reveal its figure and existence as a law that lives in society (the living law). The rules of customary criminal law in som e areas are still followed and adhered to by their indigenous peoples. Violation of the rules of customary criminal law is still seen as som ething that can cause shock and disturb the cosmic balance of the community, for the offender will be given customary reaction in the form of customary sanctions by the community.The purpose of this study is to examine and analy ze legally how to regulate customary crimes for adulterers in North Padang Lawas Regency; to know and analy ze legally the application of customary criminal sanctions against perpetrators of adultery in the North Padang Lawas Regency; To examine the authority of adat leaders in com pleting zina criminal acts in the North Padang Lawas Regency. This type of research is em pirical legal research with data collection techniques for interviews with traditional leaders and elders in North Padang Lawas district.Customary criminal law regulation in North Padang Lawas Regency against customary sanctions against zina criminal acts in North Padang Lawas district is a social act committed by a person or group of men between m en and wom en outside of marital ties that violate m oral norm s, then the act is deemed as an act of adultery according to customary law in North Padang Lawas Regency. Associations that violate the norm s of normalization referred to in customary law in North Padang Lawas Regency are social norm s for men and women that have been implied in customary law. in the form of Sappal Dila, a type of punishment that requires the perpetrator to cut a goat or buffalo / ox by inviting a person to eat a village to make an apology. The application of customary criminal sanctions against the perpetrators of adultery in North Padang Lawas Regency was im posed by the customary chief, Raja Panusunan Bulung and Raja Pamusuk after holding a traditional m eeting attended by Mr. Namalim (religious figure), Datu (health physician), Pangatak-pangetong / rokkaya (the host as well as the clerk), Panyujukon burangir (carrier of betel leaf), Halak na di Huta (community in the village) as well as witnesses who have been prepared;Authority of customary leaders in completing criminal acts of adultery in North Padang Lawas Regency, nam ely based on the provisions of Article 5 paragraph (3) of Law Number 1 of 1951 concerning Temporary Measures to Organize Unity in the Structure of Civil Judiciary and Procedure is the basis of the authority of the elders adat in addressing customary crimes against perpetrators of the zone in North Padang Lawas Regency.

Keywords: indigenous criminal sanctions, criminal acts, adultery PENDAHULUAN

Latar Belakang

Asas legalitas secara formil menghendaki adanya aturan tertulis (perundang -undangan) untuk m enentukan suatu perbuatan sebagai tindak pidana (delik), sehingga atas dasar itu pula orang dapat dihukum karena telah melakukan tindak pidana. Penganutan asas legalitas secara formil m engandung im plikasi untuk tidak memberi tem pat bagi berlakunya hukum pidana adat, sebab hukum pidana adat tidak tertulis dalam perundang -undangan. Oleh karena itu orang tidak dapat dihukum oleh pengadilan karena telah m elakukan suatu perbuatan yang m elanggar hukum pidana adat apabila perbuatan tersebut tidak dinyatakan sebagai tindak pidana (delik) dalam undang-undang. Dengan dalih ketentuan Pasal 1 ayat (1) KUHP, nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat menjadi tidak tersalurkan dengan baik, bahkan ditolak. Kondisi seperti itu dirasakan sebagai sesuatu yang sangat m emprihatinkan, nilai-nilai hukum adat telah “dibunuh”

(2)

172 oleh bangsanya sendiri dengan “senjata” yang diperoleh dari sist em hukum negara yang pernah menjajahnya.1

Kesim pulan naskah akademik m engenai Court Dispute Resolution dari Mahkamah Agung Republik Indonesia pada tahun 2003 salah satunya m enyebutkan bahwa m ediasi, sebagai salah satu bentuk “alternative disputed resolution” , seyogyanya bersifat wajib untuk perkara kecil baik perdata maupun pidana. Kalau kesimpulan itu yang dipedomani, maka penyerahan oleh kepolisian kepada lem baga adat hanya dimungkinkan untuk perkara -perkara pidana adat yang tergolong sebagai tindak pidana ringan. Menurut Elwi Danil, penyerahan itupun dimungkinkan pula untuk dilakukan terhadap delik-delik adat yang masuk dalam kategori delik aduan.2

KUHP sebagai payung hukum yang berlaku di Kabupaten Padang Lawas Utara, juga terlihat pada aspek-aspek hukum adat tertentu dalam kehidupan bermasyarakat yang bersifat pidana dalam bentuk pemberian sanksi berupa, dipaingot,3didondoni,4dibondarkon,5 diusir dari huta6 dan disula.7 Masyarakat m engakui sanksi tersebut memiliki kekuatan berlaku yang sama dengan hukum pidana dalam KUHP, sebab sanksi tersebut m erupakan kesepakatan yang telah di tetapkan oleh pemuka-pemuka adat sebelumnya. Pemuka adat tersebut tergabung dalam suatu lem baga adat baik yang bersifat formal seperti Lem baga Adat Budaya Angkola Kabupat en Padang Lawas Utara, maupun yang non formal.

Ketentuan zina dalam adat Angkola m empunyai kemiripan dengan konsep zina dalam hikum Islam, yaitu suatu perbuatan zina yang dilakukan oleh orang -orang yang belum atau tidak berkeluarga. Menurut Taufik Siregar, penerapan sanksi hukum terhadap pelaku tindak pidana prostitusi dimana perbuatan zina juga termasuk didalamnya sebenarnya lebih efektif jika diserahkan kepada keluarga juga masyarakat adat dimana pelaku berdom isili. Penjatuhan sanksi melalui keluarga dan masyarakat adat jauh m emiliki efek jera, jika dibandingkan dengan pem berian sanksi lewat pendekatan hukum formal.8

Tindak pidana zina di Kabupaten Padang Lawas Utara pada tahun 2017 terjadi di desa Simatorkis Kecamatan Dolok Kabupaten Padang Lawas Utara (1 kasus), kemudian di desa Pagar Gunung Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara 1 (Kasus), desa Paranginan (1

1 Elwi Danil. “Konstitusionalitas Penerapan Hukum Adat dalam Penyelesaian Perkara Pidana”.Jurnal Jurnal Konstitusi, Volume 9, Nomor 3, September 2012, hlm 85.

2Ibid., hlm 93

3Dipaingot adalah memberikan peringatan lisan dan tertulis yang disaksikan oleh harajaon, hatobangon dan perwakilan Dalihan Natolu. Kondar Siregar. Model Pengaturan Hukum Tentang Tindak Pidana Prostusi Berbasis Masyarakat Adat Dalihan Natolu. (Medan: Perdana Mitra Handalan. 2015), hlm 104

4 Didondini adalah sanksi berupa denda berupa sesuai dengan hasil partahian dari pihak harajaon, hatobangon dan perwakilan Dalihan Natolu. Ibid.

5Dibondarkon adalah orang yang tidak mentaati hasi dari siding majelis adat tersebut tidak diikutkan dalam segala kegiatan dalam masyarakat adat. Seolah-olah ia dianggap sudah tidak ada lagi.

Sebaliknya jika ia hendak melakukan sutu kegiatan baik dalam bentuk (segala bentuk kegiatan yang bersifat kegembiraan, ke syukuran dan kebahagiaan keluargadi tengah-tengah masyarakt, seperti pesta perkawinan, naik pangkat dapat rezeki dan lainnya) maupun dalam bentuk siluluton (segala bentuk kegiatan yang bersifat kemalangan, duka cita keluarga di tengah-tengan masyarakat, seperti kematian, kebakaran, banjir dan lainnya). Biasanya orang yang mendapat hukuman membondarkon ini tidak bertahan lama, pada akhirnya ia akan meminta maaf kepada hatobangon dan para raja dengan berjanji untuk mentaati segala bentuk putusan majelis adat di masa-masa yang akan datang. Ibid.

6 Diusir dari huta adalah berangkat menuju kampung lain. Ia tidak boleh lagi tinggal di kapung itu setelah putusan pengusiran di jatuhkan. Lain halnya kalau dia minta maaf, maka diberikan kesempatan kepadanya untuk memperbaiki diri. Dalam proses minta maaf tersebut ia harus mengundang makan orang sekampung dengan menyembelih seekor kambing. Dalam acara tersebut ia sampaikan permintaan maafnya atas kesalahannya selam ini. Ibid. hlm. 105

7Disula adalah hukuman mati melakui tusukan kayu kedalam perut dan tubuhnya.Operasioanlnya adalah ditusukkan badan pelaku tindak pidana adat keatas kayu runcing lagi tajam yang telah ditanam terlebih dahulu.Hukuman pada jenjang ini hanya di peruntukkan bagi pelaku tindak pidana pembunuhan, di luar itu tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman jenis ini.Penjatuhan hukuman sula (mati) adalah hanya diperuntukkan bagi pelaku pembunuhan senganja dan berencana, sedangkan pembunuhan bersalah tidak dikenakan hukuman mati.Oleh karenanya hukuman adat batak sangat selektif dan hati-hati dalam menerapkan dan menjatuhkan dalam setiap jenis hukuman termasuk hukuman mati.Ibid.

8 Kondar Siregar. Model Pengaturan Hukum Tentang Tindak Pidana Prostusi Berbasis Masyarakat Adat Dalihan Natolu. (Medan: Perdana Mitra Handalan. 2015), hlm 16

(3)

173 kasus).9 Sebagaimana diberitakan detiknews praktik perzinahan telah terjadi di Kabupaten Padang Lawas Utara tepatnya di Kecamatan Dolok dimana pelakunya adalah seorang pria yang telah beristri melakukan perzinahan dengan seorang anak yang masih berusia 16 tahun hingga hamil selama dua bulan.10

Rumusan Masalah

Adapaun yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaturan Sanksi pidana adat bagi pelaku zina di wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara?

2. Bagaimana penerapan sanksi pidana adat terhadap pelaku perbuatan zina di wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara?

3. Bagaimana kewenangan pengetua adat menyelesaikan tindak pidana zina di wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara?

Tujuan Penelitian

Mengacu pada topik penelitian dan permasalahan yang diajukan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalaam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengkaji dan m enganalisis secara hukum bagaimana pengaturan tindak pidana adat bagi pelaku zina di wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara;

2. Untuk mengetahui dan m enganalisis secara hukum penerapan sanksi pidana adat terhadap pelaku perbuatan zina di wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara;

3. Untuk m engkaji kewenangan pengetua adat dalam m enyelesaikan tindak pidana zina di wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara.

KERANGKA TEORI

Pengertian penegakan hukum m enurut Satjipto Rahardjo adalah suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide menjadi kenyataan, sedangkan Sury ono Soekanto dengan m engutip pendapat Purnadi Purbacaraka mengatakan bahwa penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang mantap dan mengejahwantahkan serta sikap tindak sebagai rangkuman penjabaran nilai tahap akhir untuk m enciptakan (social engineering), mem elihara dan mem pertahankan (control) perdamaian pergaulan hidup. Lebih lanjut menurut Soewardi M pengertian umum penegakan hukum adalah kegiatan untuk melaksanakan atau memberlakukan ketentuan. Lebih jauh lagi dijelaskan bahwa sistem hukum yang baik adalah menyangkut penyerasian antara nilai dengan kaidah serta dengan perilaku nyata).11

Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut dengan teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan pelaku dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak.12

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengaturan Sanksi Pidana Adat Bagi Pelaku Zina Di Wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara

Menurut hukum adat, zina adalah m erupakan delik yang terutama melanggar kehormatan golongan kerabat dan melanggar kepentingan hukum seseorang selaku suami.13 Kemudian Hilman

9 Hasil wawancara dengan Tongku Parlaungan Harahap, Ketua Lembaga Adat Kabupaten Padang Lawas Utara pada tanggal 20 Maret 2018.

10 Rul. “Pria Beristeri Ditangkap Karena Bunuh Siswi SMP Yang Dihamilinya”, melalui www.detiknews.com, diakses Rabu. 07 Maret 2018

11Raida Tobing, dkk. Laporan Penelitian. Laporan Penelitian Tentang Penegakan Hukum Di Perairan Indonesia Dan Zona Tambahan Raida L. Tobing dan Sriwulan Rios, Penegakan Kedaulatan dan Penegakan Hukum Di Ruang Udara. (Jakarta:BPHN. 2016), lihat juga Jurnal Penelitian Hukum De Jure, AsosiasiPeneliti Hukum Indonesia, Vol 01 N0. 2, 1998.

12 Amir Ilyas. Asas-Asas Hukum Pidana, Memahami Tindak Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana Sebagai Syarat Pemidanaan. (Yogyakarta: Rangkang Education Yogyakarta & PuKAP-Indonesia.

2013) hlm. 73

13 Iman Sudiyat. Hukum Adat Sketsa Asas. (Yogyakarta:Liberty.1981), hlm. 193

(4)

174 Hadikusumah mengatakan bahwa perbuatan zina adalah persetubuhan antara pria dan wanita diluar ikatan perkawinan yang sah.14

Kabupaten Padang Lawas Utara dapat dikatakan adalah may oritas orang -orang beragama Islam. Agama Islam berkem bang baik dengan suburnya di Tapanuli Selatan dan di Kabupaten Padang Lawas Utara, disetiap daerah terdapat pesantren tem pat menuntut ilmu Agama Islam.15 Pengaruh agama Islam sangat besar dalam mem pengaruhi tatanan kehidupan masyarakat hukum adat di Kabupaten Padang Lawas Utara.

Perbuatan zina dalam hukum pidana adat di Kabupaten Padang Lawas Utara adalah suatu perbuatan pergaulan yang dilakukanoleh seseorang atau sekelompok orang antara laki -laki dengan perem puan diluar ikatan perkawinan yang melanggar norma kesusilaan, maka perbuatan tersebut dipandangsebagai sebuah perbuatan zina m enurut hukum adat di Ka bupaten Padang Lawas Utara.16 Pergaulan yang m elanggar norma kesusilaan yang dimaksud dalam hukum adat di Kabupaten Padang Lawas Utara adalah norma -norma pergaulan bagi para laki-laki dan wanita yang telah tersirat dalam hukum adat. Unsur -unsur dari zina di Kabupaten Padang Lawas Utara adalah sebagai berikut:

a. Adanya suatu perbuatan;

b. Seseorang atau sekelom pok orang antara laki-laki dengan perempuan;

c. Diluar ikatan perkawinan; dan d. Melanggar norma kesusilaan.

Perbuatan zina dalam hukum adat di Kabupaten Padang Lawas Utara tidak hanya terbatas pada perbuatan persetubuhan antara laki-laki dengan perempauan yang tidak terikat dalam ikatan perkawinan atau bukan muhrimnya tetapi lebih menekankan pada pelanggaran norma kesusilaan yang berlaku.17 Ketentuan pergaulan antara pemuda dan pemudi dalam hukum adat di Kabupaten Padang Lawas Utara telah diatur dengan konsep martandang. Konsep pergaulan pemuda dan pemudi (martandang) dilakukan pada waktu siang hari atau pada malam hari ditempat kampung sendiri atau dikampung orang lain. Tata perilaku dalam pergaulan pemuda dan pemudi ini haruslah berprebadi baik dan sopan. Sopan bertindak dan bertingkah laku, sopan pula daam berbicara. Dalam pergaulan martandang ini harus ada pengawas yaitu paling sedikit seorang wanita tua. Apabila seorang laki-laki dengan perem puan dalam keadaan berdua -duaan ditempat-tempat tertentu atau didalam rumah yang bukan dalam ikatan perkawinan atau bukan muhrimnya dapat dikatakan sebagai perbuatan zina, karena telah m elanggar norma kesusilaan dalam masyarakat ada di Kabupaten Padang Lawas Utara.18

Sistem hukum adat di Kabupaten Padang Lawas Utara, penentuan apakah telah terjadi suatu tindak pidana zina maka “kepantasan” menjadi ukuran dalam perbuatan tersebut. Seorang perem puan bersama dengan seorang pria yang bukan muhrim kemudian menutup pintu dapat dikategorikan tidak pantas, ketidakpantasan menjadikan pembuktian formal bahwa telah terjadi tindak pidana zina. Pembuktian tindak pidana zina di dalam hukum Adat Kabupaten Padang Lawas Utara tidak perlu mem buktikan apakah telah terjadi perbuatan bersenggama antara laki-laki dengan perem puan yang bukan muhrimnya, tetapi lebih memberatkan kepada perbuatan yang telah melanggar norma kesusilaan dan ukuran kepantasan yang berlaku di dalam masyarakat adat Kabupaten Padang Lawas Utara.19

Sanksi pidana adat terhadap pelaku zina di Kabupaten Padang Lawas Utara adalah berbentuk Sappal Dila yaitu suatu jenis hukuman yang menuntut pelakunya untuk m em otong seekor kambing atau kerbau/lembu dengan m engundang makan orang sekam pung untuk melakukan permintaan maaf di muka Harajaon, Hatobangon, ulama dan masyarakat adat Dalihan na Tolu.

1414 Hilman Hadikusuma. Pengantar Hukum Adat Cetakan Ke-Tiga. (Bandung: Mandar Maju, 2014),hlm. 98

15 Sutan Tinggi Barani Perkasa Alam. 2012. Surat Tumbaga Holing 2. (Medan: Penerbit Mitra), hlm 99

16Hasil wawancara dengan Tongku Parlaungan Harahap, Ketua Umum Lembaga Adat Budaya Kabupaten Padang Lawas Utara 26 Juni 2018

17 Hasil wawancara dengan Tongku Parlaungan Harahap, Ketua Umum Lembaga Adat Budaya Kabupaten Padang Lawas Utara 26 Juni 2018.

18 Hasil wawancara dengan Tongku Parlaungan Harahap, Ketua Umum Lembaga Adat Budaya Kabupaten Padang Lawas Utara 26 Juni 2018.

19 Hasil wawancara dengan Tongku Parlaungan Harahap, Ketua Umum Lembaga Adat Budaya Kabupaten Padang Lawas Utara 26 Juni 2018.

(5)

175 Tabel 1

Sanksi Pidana Adat Terhadap Perbuatan Zina di Kabupaten Padang Lawas Utara

No Kategori Zina Sanksi Pidana Adat

1 Perbuatan Zina Yang Dilakukan Oleh Orang Belum Terikat Dengan

Perkawinan (Lajang)

 Mengundang makan orang sekam pung untuk mintas maaf;

 Dinikahkan 2 Perbuatan zina yang dilakukan oleh

orang yang sudah terikat dengan perkawinan

Di usir dari kampung (huta);

3 Perbuatan berdua-duaan di tempat

yang sepi Mengundang makan orang sekampung untuk mintas maaf

Sumber : Lem baga Adat Budaya Kabupaten Padang Lawas Utara

Sanksi Sappal Dila ini terdiri dari beberapa macam, yakni Uhum Horbo Mate (Sanksi seekor kerbau untuk disem belih), Uhum Horbo Mangolu (Sanksi seekor kerbau yang masih hidup), Uhum Mate Mangolu (sanksi berupa pemberian 2 ekor kerbau dimana yang seekor disembelih dan seekor yang lain tetap hidup), Uhum Horbo Tailpa (sanksi berupa seekor kerbau dan beberapa geram emas), dan kepada silaki-laki diwajibkan untuk m enihaki wanita tersebut apabila tidak ada halangan baginya untuk m enikahinya.20

Apabila pelaku perbuatan zina tidak mentaati sanksi yang telah dijatuhkan kepadanya maka pelaku zina tersebut akan dibondarkon yaitu orang tersebut tidak diikutkan dalam segala kegiatan dalam masyarakat adat. Seolah -olah ia dianggap sudah tidak ada lagi. Sebaliknya jika ia hendak m elakukan suatu kegiatan baik dalam bentuk siriaon maupun dalam bentuk siluluton tidak bias dilaksanakan dengan m enggunakan tatacara adapat setem pat.

Penerapan Sanksi Pidana Adat Terhadap Pelaku Perbuatan Zina Di Wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara

Pola penjatuhan/penerapan sanksi adat disini dimaksudkan sebagai proses penjatuhan sanksi yang dilakukan oleh masyarakat hukum adat dimana hukum adat itu berlaku. Jurisdiksi hukum adat adalah terbatas pada satu wilayah desa. Kewenangan penjatuhan sanksi pi dana adat di Kabupaten Padang Lawas Utara adalah raja adat.21

Raja adat di Kabupaten Padang Lawas Utara adalah pemimpin yang berkuasa di suatu tempat, satu kampung, dan suatu wilayah. Raja berkuasa mengatur dan m embuat peraturan kepada penduduk di lingkungan kekuasaannya. Raja di Kabupaten Padang Lawas Utara mem iliki marga. Marga pengusa suatu desa atau wilayah akan menjadi raja adat secara turun temurun.22

Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku zina di suatu desa adalah merupakan wewenang dari pada raja Panusunan Bulung. Mekanism e penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku zina adalah sebagai berikut :

Tata cara persidangan adat pada penyelesaian kasus tindak Pidana Zina menurut adat Padang Lawas Utara

a. Persidangan Harus dilaksanakan di Sopo Godang;23

b. Perangkat-perangkat dalam persidangan adat harus lengkap, diantaranya yakni:

1) Raja Panusunan Bulung;

2) Raja Pamusung (Kepala kam pung/kepala desa);

3) Tuan Namalim(Tokoh agama);

4) Datu (tabib kesehatan);

5) Pangatak-pangetong/rokkaya (pem bawa acara sekaligus juru tulis);

6) Panyuduhon burangir (pembawa daun sirih);

7) Halak na di Huta (masyarakat di kampung);

c. Materi-materi yang diperlukan di persidangan adat:

20 Hasil wawancara dengan Tongku Parlaungan Harahap, Ketua Umum Lembaga Adat Budaya Kabupaten Padang Lawas Utara 26 Juni 2018

21Ch Sutan Tinggi Barani Perkasa Alam.Pedoman Memimpin Sidang Adat. (Medan: Penerbit Mitra. 2011), hlm 1.

22 Ibid.

23Sopo Godang yaitu bangunan yang dibangun untuk tempat dilaksanakannya sidang adat atau rapat adat, bukan hanya sidang adat pelanggaran delik adat kejahatan, tetapi termasuk juga masalah siriaon (pesta) atau siluluton ( dukacita), sedangkan Bagas Godang yaitu rumah rumah yang dibangun oleh seluruh masyarakat kampung untuk dijadikan kediaman atau tempat tinggal untuk Raja.

(6)

176 1) Canang (Pentungan yang terbuat dari besi).

2) Burangir (daun sirih).24

Tahapan-Tahapan Proses Persidangan Adat Pidana Zina di Sopo Godang a. Pengaduan masyarakat kepada Raja Pamusung (kepala desa/kepala kam pung);

b. Kemudian memukul canang yang ada di sopo godang untuk mem beritahu kepada masyarakat kampug bahwa akan ada persidangan adat;

c. Pangatank-pangetong/rokkaya bertanya kepada Raja “ mabisa do hita pulaan parsindangan ni adat on Raja nami” (apakah persidangan dapat dimulai), kalau sudah diperbolehkan m ohon petunjuk;

d. Oleh raja mengatakan “ inda sala be nian hita hita pulaan parsidangan ni adat on anggo dung do dison sudena” (tidak salah lagi acara ini dimulai apabila seluruh perangkat persidangan sudah lengkap);

e. Dimulai dengan manyurduhon burangir (m enyajikan sirih), untuk menyuduhon burangir sudah ada perangkat yang sudah dipersiapkan;

f. Sesudaah selesai manyurduhon burangir (m enyajikan sirih), dilaporkan pangak- pangetong/rokkaya kepada seluruh perangkat sidang bahwa burangir (sirih) sudah sampai dan dipersilahkan pelaku tindak pidana masuk ke sopo godang;

g. Sesudah itu masuk ke pembahasan;

h. Oleh pangnatak-pangetong/rokkaya akan mem persilahkan para pelaku zina pelaku untuk duduk dihadapan perangkat persidangan kemudian menyebutkan delik adat apa yang telah dilanggar para pelaku;

i. Untuk pelaku tindak pidana zina prosesnya, adalah sebagai berikut:

1) Pangatak-pangetong/rokkaya menyampaikan dua fakta kepada Raja Panusunan Bulung dan Raja Pamusung (Kepala kam pung), Tuan Namalim (Tokoh agama). Datu (tabib) dipersidangan sesuai delik adat yang dilanggar pelaku, yaitu:

2) Fakta Pertama dimualai dengan Halihi markuik bahwa adanya petunjuk saksi dari masyarakat bahwa pelaku telah melakukan perbuatan zina;

3) Selanjutnya fakta kedua Une Maluyun adanya petunjuk bukti yang mengarah kepada pelaku bahwa mereka telah melakukan perbuatan zina;

4) Kemudian apabila kedua fakta tersebut terpenuhi, selanjutnya oleh Raja Pamusung (Kepala kam pung), Tuan Namalim (Tokoh agama). Datu (tabib) secara bergantian mem berikan pendapat terhadap kasus tersebut dihadapan Raja Panusunan Bulung;

5) Untuk tindak pidana zina pangatank-pangetong/rokkaya langsung m enyebutkan delik Markarosuan;Kemudian oleh Raja diputuskan hukuman sanksi terhadap pelaku .25 Sanksi pidana adat di Kabupaten Padang Lawas Utara telah m engalami beberapa perubahan dari bentuk sanksi aslinya. Penerapan sanksi pidana adat di kabupaten Padang Lawas Utara hanya diterapkan terhadap jenis tindak pidana berjenis delik aduan. Oleh karena itu sanksi pidana beerbentuk pasung dan hula (hukuman mati) tidak lagi diberlakukan.26 Kasus tindak pidana zina di Kabupaten Padang Lawas Utara adalah sebagai berikut ini :

24 Hasil wawancara dengan Tongku Parlaungan Harahap, Ketua Lembaga Adat dan Budaya Kabupaten Padang Lawas Utara tanggal 26 Juni 2018.

25Hasil wawancara dengan Tongku Parlaungan Harahap, Ketua Lembaga Adat dan Budaya Kabupaten Padang Lawas Utara tanggal 26 Juni 2018.

26 Hasil wawancara dengan Tongku Parlaungan Harahap Ketua Umum Lembaga Adat dan Budaya Kabupaten Padang Lawas Utara tanggal 26 Juni 2018.

(7)

177 Tabel 2

Kasus Tindak Pidana Zina Yang diselesaikan Melalui Sidang Adat Di Kabupaten Padang Lawas Utara

No Kecamatan Kasus Jumlah

2015 2016 2017

1 Batang Onang 1 2 1 4

2 Padang Bolak

Julu - 1 3 4

3 Portibi 2 1 - 3

4 Padang Bolak 1 1 1 3

5 Simangambat 2 1 2 5

6 Halongonan 2 1 1 4

7 Dolok 2 1 - 3

8 Dolok

Sigom pulon

1 1 - 2

9 Hulu Sihapas 1 - 1 2

Sumber : Lem baga Adat Budaya Kabupaten Padang Lawas Utara

Sasaran dari sanksi adat bukan m enciptakan derita sebagaimana terlihat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tetapi untuk mengrestorir, m emulihkan keseim bangan, utnuk merehabilitasi atau untuk mencegah situasi panas atau tidak murni, yang tidak serasi dengan hukum adat. Reaksi adat suatu istilah yang dipakai Teer Har adalah suatu usaha dengan tujuan untuk m enetralisir suatu kegoncangan yang barangkali tercipta oleh pelanggaran hukum atau suatu keadaan sum bang dengan adat.27

Undang_Undang Nom or 1 Drt Tahun 1951 membuka kesempatan pengadilan umum untuk m enyelidiki apakah perbuatan pidana m enurut hukum a dat m empunyai ekuivalensinya atau tidak dalam Kitab-undang-Undang Hukum Pidana. Ia juga menciptakan suatu perbedaan dalam menerapkan suatu hukuman. Kalau terdapat bandinganya dalam Kitab Undang -Undang Hukum Pidana, maka perbuatan tersebut dapat diancam dengan suatu hukuman, yang paling dekat bandingnya pada perbuatanpidana tadi. Akan tetapi, jika perbuatan pidana menurut hukum yang hidup (hukum adat) tidak m empunyai bandingnya dalam Kitab Undang -Undang Hukum Pidana, sanksi khusus akan ditepakan, terdiri dari atas hukumankemerdekaan pengganti yang berupa maksimum 3 bulan penjaraatau hukuman penggaranti harta benda berupa denda sebesar Rp.

5000,00.- jika terhukum tidak m ematuhi sanksi adat yang dijatuhkan padanya dan hukuman pengganti tersebut sesuai dengan berat ringannya kesalahan dari terhukum yang bersangkutan.28

Sehubungan dengan peranan sanksi adat terhadap tindak pidana zina, sanksi adat mem berikan perlindungan terhadap wanita dan anak yang dilahirkan berkaitan dengan tindak pidana zina. Sanksi adat terha dap tindak pidana zina di Kabupaten Padang Lawas Utara memuat asas perlindungan terhadap wanita dari laki-laki yang tidak bertanggungjawab, serta melindungi anak yang dilahirkan dari cem oohan masyarakat adat dan m endapat kepastian hukum status anak kepada siap ia mengadakan bakti kepada leluhurnya.

Kewenangan Pengetua Adat Dalam Menyelesaikan Tindak Pidana Zina di Wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara

Hukum adat m encakup keseluruhan hukum tidak tertulis (Cuctomary law) Lazim dipakai sebagai lawan hukum tertulis (Unstatutary Law) didalamnya termasuk hukum pidana adat. Dalam pidana adat, eksistensi LADN diakui sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebaliknya, dalam hukum pidana positif (Hukum tertulis) peranan LADN sangat terbatas dan hanya bersifat konsultatif dan cendrung tidak mengikat karena sudah ada lembaga (instansi) yang m enangani yakni kepolisian, kejaksaan, pengadilan (Criminal Justice System). Karena tidak semua tindak pidana dimungkinkan diselesaikan melalui Non Legitasi akan tetapi hanya menyangkut sebagian delik-delik aduan terutama delik aduan absolut yang penuntutannya mutlak atas pengaduan pihak yang dirugikan (korban). Dalam tindak pidana delik aduan m empunyai peranan untuk menyelesaikanya diluar pengadialan.29

27I Dewa Made Suartha. Hukum dan Sanksi Adat. (Malang: Setara Press), Op.Cit.,hlm 262.

28Ibid., hlm 265.

29 Widodo Basuki, http://www.taputkab.go.id/page.php?news_id=571, Tindak Pidana Delik Aduan, LADN Berperan Menyelesaikan Diluar pengadilan, diakses pada tanggal 30 Agustus 2018, pukul 22:44 WIB.

(8)

178 Berdasarkan Surat Tumbaga Holing kewenangan tokoh lembaga adat dalam menyelesaikan perbuatan zina di Kabupaten Padang Lawas Utara berapa pada raja Panusunan Bulung sebagai kepala wilayah adat dan Raja Pamusuk sebagai kepala adat di tingkat desa.30 Kabupaten Padang Lawas Utara telah mengakui tokoh -tokoh lembaga adat yang adat di Kabupaten Padang Lawas Utara, berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kabupaten Padang Lawas Utara Nom or 430/300/K/2014 tentang Pembentukan Pengurus Lembaga Adat dan Budaya Kabupaten Padang Lawas Utara Periode 2016 -2021. Lembaga ini adalah berfungsi sebagai wadah musyawarah para tokoh adat/ para raja panusunan bulung di wilyah Kabupaten Padang Lawas Utara.

Berdasarkan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nom or 1 Tahun 1951 tentang Tindakan - Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadila - Pengadilan Sipil menyatakan bahwa hukum materiil sipil dan untuk sem entara waktu pun hukum materiil pidana sipil yang sam pai kini berlaku untuk kaula -kaula daerah Swapraja dan orang-orang yang dahulu diadili oleh Pengadilan Adat, ada tetap berlaku untuk kaula -kaula dan orang itu, dengan pengertian Bahwa suatu perbuatan yang menurut hukum yang hidup harus diang gap perbuatan pidana, akan tetapi tiada bandingnya dalam Kitab Hukum Pidana Sipil, maka dianggap diancam dengan hukuman yang tidak lebih dari tiga bulan penjara dan/atau denda lima ratus rupiah, yaitu sebagai hukuman pengganti bilamana hukuman adat yang dijatuhkan tidak diikuti oleh pihak terhukum dan penggantian yang dimaksud dianggap sepadan oleh hakim dengan besar kesalahan yang terhukum, Bahwa, bilamana hukuman adat yang dijatuhkan itu menurut fikiran hakim melampaui padanya dengan hukuman kurungan atau denda yang dimaksud di atas, maka atas kesalahan terdakwa dapat dikenakan hukumannya pengganti setinggi 10 tahun penjara, dengan pengertian bahwa hukuman adat yang m enurut faham hakim tidak selaras lagi dengan zaman senantiasa m esti diganti seperti tersebut di atas, dan bahwa suatu perbuatan yang menurut hukum yang hidup harus dianggap perbuatan pidana dan yang ada bandingnya dalam Kitab Hukum Pidana Sipil, maka dianggap diancam dengan hukuman yang sama dengan hukuman bandingnya yang paling m irip kepada perbuatan pidana itu.

Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (3) Undang -Undang Nom or 1 Tahun 1951 tentang Tindakan-Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadila-Pengadilan Sipil tersebut menjadi dasar kewenangan tokoh l embaga adat dalam menjtuhkan pidana adat terhadap pelaku zina di Kabupaten Padang Lawas Utara.

Konklusi dasar dari ketentuan Pasal 5 ayat (3) sub b Undang -Undang Darurat Nom or 1 Tahun 1951. Pertama, bahwa tindak pidana adat yang tiada bandingan atau padanan dalam KUHP dimana sifatnya tidak berat atau dianggap tindak pidana adat yang ringan ancaman pidananya adalah pidana penjara dengan ancaman paling lama tiga bulan dan/atau denda sebanyak lima ratus rupiah (setara dengan kejahatan riangan), minimumnya sebagaimana termaktub dalam ketentuan Pasal 12 KUHP yaitu 1 (satu) hari untuk pidana penjara dan pidana denda minimal 25 sen sesuai dengan ketentuan Pasal 3 0 KUHP. Akan tetapi, untuk tindak pidana adat yang berat ancaman pidana paling lama 10 (spuluh) tahun, sebagai pengganti dari hukuman adat yang tidak dijalani oleh terdakwa.

Kedua, tindak pidana adat yang ada bandingnya dalam KUHP maka ancaman pidananya sama dengan ancaman pidana yang ada dalam KUHP seperti misalnya tindak pidana adat Drati Kerama di Bali atau Mapangaddi (Bugis) Zina (Makasar) yang sebanding dengan tindak pidana zinah sebagaimana ketentuan Pasal 284 KUHP. Ketiga, sanksi adat sebagaimana ketentuan konteks di atas dapat dijadikan pidana pokok atau pidana utama oleh hakim dalam m emeriksa, m enga dili dan memutus perbuatan yang menurut hukum yang hidup (living law) dianggap sebagai tindak pidana yang tiada bandingnya dalam KUHP sedangkan tindak pidana yang ada bandingnya dalam KUHP harus dijatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan KUHP.31

Selain ketentuan Pasal 5 ayat (3 ) sub b Undang -Undang Darurat Nom or 1 Tahun 1951 maka dasar hukum berlakunya hukum pidana adat juga m engacu ketentuan Undang -Undang Nom or 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Secara eksplisit maupun implisit ketentuan Pasal 5 ayat (1), Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1) Undang -Undang Nom or 48 Tahun 2009 meletakan dasar eksistensi hukum pidana adat. Ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang -Undang Nom or 48 Tahun 2009 menentukan bahwa, “Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengiku ti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”, kemudian ketentuan Pasal 10 ayat (1) menyebutkan bahwa, “Pengadilan dilarang menolak untuk m emeriksa, mengadili, dan m emutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, m elainkan wajib untuk m emeriksa dan m engadilinya”, berikutnya ketentuan Pasal 50

30 Hasil wawancara dengan Tongku Parlaungan Harahap Ketua Umum Lembaga Adat dan Budaya Kabupaten Padang Lawas Utara tanggal 26 Juni 2018.

31 Lilik Mulyadi, Eksistensi Hukum Pidana Adat Di Indonesia : Pengkajian Asas, Norma, Teori, Praktik dan Prosedurnya, Jurnal Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 2 Nomor 2 Juli 2013 .

(9)

179 ayat (1) menentukan, “Putusan pengadilan selain harus m emuat alasan dan dasar putusan, juga memuat Pasal tertentu dari peraturan perundang -undangan yang bersangkutan atau sum ber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”.

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa sanksi pidana adat terhadap pelaku zina di Kabupetan Padang Lawas Utara m emiliki kekuatan hukum, hal ini dikarenakan ketentuan- ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nom or 1 Drt Tahun 1951 serta berbagai yurisprudensi putusan Mahkamah Agung yang mengakui sanksi pidana adat terhadap pelaku zina yaitu Putusan Mahkamah Agung Nom or 1644.K/Pid/1988 dan Putusan Mahkamah Agung Nom or 184 K/Pid/1996.

Memperhatikan putusan Mahkamah Agung Nom or 1644. K/Pid/B/1988 tanggal 15 Mei 1991, terlihat bahwa seseorang yang telah m elakukan suatu perbuatan, yang menurut hukum yang hidup (hukum adat) di daerah tersebut adalah suatu perbuatan yang m elanggar hhukum ada yaitu delik adat, kepala adat dan para pemuka adat memberikan sanksi adat terhadap si pelaku trsebut dan sanksi adat ini telah dilakukan oleh si terhukum ; terhadap si terhukum yang telah dijatuhi sanksi adat oleh kepala adat tersebut, maka menurut Mahkamah Agung ia tidak dapat diajukan lagi (untuk kedua kalinya), sebagai terdakwa dalam persidangan badan peradilan negara (pengadilan negeri) dengan dakwaan yang sama, m elanggar hukum adat dan dijatuhi hukuman penjara menurut ketentuan KUHPidana jo. Pasal 5 ayat (3 ) Undang -Undang Drt Tahun 1951.32

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Pengaturan hu kum pidana adat di Kabu paten Padang Lawas Utara terhadap tindak pelaku perbuatan zina di kabupaten Padang Lawas Utara adalah suatu perbuatan pergaulan yang dilakukanoleh seseorang atau sekelom pok orang antara laki-laki dengan perem puan diluar ikatan perkawinan yang melanggar norma kesusilaan, maka perbuatan tersebut dipandangsebagai sebuah perbuatan zina m enurut hukum adat di Kabupaten Padang Lawas Utara. Pergaulan yang m elanggar norma kesusuilaan yang dimaksud dalam hukum adat di Kabupaten Padang Lawas Utara adalah norma -norma pergaulan bagi para laki-laki dan wanita yang telah tersirat dalam hukum adat. Sanksi hukum pidana adat berbentuk Sappal Dila yaitu suatu jenis hukuman yang m ewajibkan pelakunya m em otong seekor kambing atau kerbau/lembu dengan mengundang makan orang sekam pung untuk melakukan permintaan maaf di muka Harajaon, Hatobangon, apabila pelaku zina tidak m entaati sanksi yang telah dijatuhkan kepadanya maka pelaku zina tersebut akan dibondarkon yaitu orang tersebut tidak diikutkan dalam segala kegiatan dalam masyarakat adat. Seolah -olah ia dianggap sudah tidak ada lagi. Sebalikny a jika ia hendak melakukan suatu kegiatan baik dalam bentuk siriaon maupun dalam bentuk siluluton tidak bisa dilaksanakan dengan menggunakan tatacara adapat setempat.

2. Penerapan sanksi pidana adat terhadap pelaku perbuatan zina di Kabupetan Padang Lawas Utara dilaksanakan berdasarkan putusan sidang adat. Dalam hal penerapan sanksi pidana dijatuhkan oleh kepala adat yaitu Raja Panusunan Bulung dan Raja Pamusuk setelah menggelar siding adat yang dihadiri oleh Tuan Namalim (Tokoh agama), Datu (tabib kesehatan), Pangatak-pangetong/rokkaya (pembawa acara sekaligus juru tulis), Panyuduhon burangir (pembawa daun sirih), Halak na di Huta (masyarakat di kampung) serta saksi-saksi yang telah disiapkan. Penjatuhan saksi pidana adat terhadap pelaku tindak pidana zina di Kabupaten Padang Lawas Utara dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 adalah 30 kasus perzinahan.

3. Kew enangan pengetua adat dalam meny elesaikan perbuatan zina di Kabu paten Padang Lawas Utara yaitu berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (3) Undang -Undang Nom or 1 Tahun 1951 tentang Tindakan-Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadila-Pengadilan Sipil tersebut m enjadi dasar kewenangan tokoh lem baga adat dalam menjtuhkan pidana adat terhadap pelaku zona di Kabupaten Padang Lawas Utara. Sanksi pidana adat terhadap pelaku zina di Kabupetan Padang Lawas Utara memiliki kekuatan hukum, hal ini dikarenakan ketentuan -ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nom or 1 Drt Tahun 1951 serta berbagai yurisprudensi putusan Mahkamah Angung yang mengakui sanksi pidana adat terhadap pelaku zina. Struktur dan kepengurusan organisasi Lembaga Adat Budaya Kabupaten Padang Lawas Utara telah dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kabupaten Padang Lawas Utara Nom or 430/300/K/2014 tentang Pem bentukan Pengurus Lembaga Adat dan Budaya Kabupaten Padang Lawas Utara Periode 2016 -2021.

32I Dewa Made Suartha. Op.Cit., hlm 257.

(10)

180 Saran

1. Untuk m enciptakan suatu keadaan yang kondusif, sebaiknya peraturan -peraturan adat mengenai sanksi bagi para pelaku tindak pidana zina diatas harus diterapkan secara optimal. Hal ini bertujuan untuk m enjaga keseimbangan dan keadilan dalam kehidupan masyarakat setem pat.

2. Untuk menciptakan pelaksanaan hukum yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, menyarankan agar dalam penyusunan KUHP nasional seharusnya mem perhatikan nilai - nilai yang berlaku ditengah -tengah masyarakat. Selain itu, bagi para penegak hukum diharapkan agar dapat bertindak secara adil dalam penerapan sanksi bagi para pelaku zina . 3. Upaya m emperkuat kedudukan tokoh lem baga adat dalam menyelesaikan perbuatan zina di

Kabupaten Padang Lawas Utara seharusnya, pem erintah daerah mem buat suatu peraturan daerah tentang hukum adat dan kedudukan tokoh lembaga adat.

DAFTAR PUSTAKA Buku

Amir Ilyas. Asas-Asas Hukum Pidana, Memahami Tindak Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana Sebagai Syarat Pemidanaan. Yogyakarta: Rangkang Education Yogyakarta &

PuKAP-Indonesia. 2013

Ch Sutan Tinggi Barani Perkasa Alam. Pedoman Memimpin Sidang Adat. Medan: Penerbit Mitra, 2011.

---Surat Tumbaga Holing 2.(Medan: Penerbit Mitra, 2012

Hilman Hadikusuma. Pengantar Hukum Adat Cetakan Ke-Tiga. Bandung: Mandar Maju, 2014 I Dewa Made Suartha. Hukum dan Sanksi Adat. Malang: Setara Press

Iman Sudiyat. Hukum Adat Sketsa Asas. Yogyakarta:Liberty.1981

Kondar Siregar. Model Pengaturan Hukum Tentang Tindak Pidana Prostusi Berbasis Masyarakat Adat Dalihan Natolu. Medan: Perdana Mitra Handalan, 2015

Jurnal Dan Karya Ilmiah

Elwi Danil. “Konstitusionalitas Penerapan Hukum Adat dalam Penyelesaian Perkara Pidana”.

Jurnal Jurnal Konstitusi, Volume 9, Nom or 3, Septem ber 2012.

Raida Tobing, dkk. Laporan Penelitian. Laporan Penelitian Tentang Penegakan Hukum Di Perairan Indonesia Dan Zona Tambahan Raida L. Tobing dan Sriwulan Rios, Penegakan Kedaulatan dan Penegakan Hukum Di Ruang Udara. (Jakarta:BPHN.

2016), lihat juga Jurnal Penelitian Hukum De Jure, Asosiasi Peneliti Hukum Indonesia, Vol 01 N0. 2, 1998.

Lilik Mulyadi, Eksistensi Hukum Pidana Adat Di Indonesia : Pengkajian Asas, Norma, Teori, Praktik dan Prosedurnya, Jurnal Jurnal Hukum dan Peradilan, Volum e 2 Nom or 2 Juli 2013

Internet

Rul. “Pria Beristeri Ditangkap Karena Bunuh Siswi SMP Yang Dihamilinya”, melalui www.detiknews.com, diakses Rabu. 07 Maret 2018.

Widodo Basuki, http://www.taputkab.go.id/page.php?news_id=571, Tindak Pidana Delik Aduan, LADN Berperan Menyelesaikan Diluarpengadilan, diakses pada tanggal 30 Agustus 2018, pukul 22 : 44 Wib.

Referensi

Dokumen terkait

penerapan sanksi pidana minimum khusus pada pelaku korupsi. 3) Bahan Hukum Tersier. Yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan tentang

Di Indonesia saat ini belum ada perundang-undangan khusus yang mengatur mengenai penyelundupan orang sehingga penerapan sanksi terhadap pelaku penyelundupan orang

[r]

Dari pembahasan didapatkan bahwa upaya optimalisasi putusan yang bukan penjara (Sanksi Tindakan) dalam memberikan sanksi terhadap anak nakal (pelaku tindak

Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana berupa hukuman mati bagi pelaku tindak pidana pengedar narkotika khususnya di wilayah hukum Kota Tanjung Balai pada

Dan dengan adanya Qanun larangan peracunan ikan sangat jelas bahwasanya pelaku yang tidak mematuhi aturan tersebut maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan

seorang perempuan yang kedua- duanya atau salah satunya masih terikat dengan perkawainan dengan orang lain. Apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh dua orang yang

Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara dengan hakim, mengatakan hakim dalam menerapkan sanksi pidana terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika bagi diri