• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA BAGI DIRINYA SENDIRI DI PENGADILAN NEGERI KLAS IA PADANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA BAGI DIRINYA SENDIRI DI PENGADILAN NEGERI KLAS IA PADANG"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA BAGI DIRINYA SENDIRI DI PENGADILAN NEGERI KLAS IA

PADANG

Dina Efmaili1, Syafridatati1, Rianda Seprasia1

1 Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta

Email: dina.efmaili@yahoo.co.id

Abstract

The development of drug crimes is very worrying, especially the continuation of the nation. This does not make the perpetrator is not a deterrent to drug abuse that penalty has been applied by judges. The application of criminal sanctions against the perpetrators of the abuse of drugs for themselves must fit the threat of sanctions contained in the provisions of Law No. 35 Year 2009 on Narcotics. Formulation of the problem in this paper is 1) How the application of criminal sanctions against the perpetrators of the abuse of drugs for himself in the district court clas IA Padang ? 2) Is that a consideration in decisions judge perpetrators of abuse of narcotics for themselves in Court clas IA Padang ? . The research conducted is socio-juridical, source data used primary data and secondary data. Data collection techniques such as interviews and document study, and the data was analyzed with qualitative methods. Based on the results of this study concluded that 1) The application of criminal sanctions against the perpetrators of the abuse of drugs for self-imposed by the judge is not a deterrent to offenders because abuse narcotics law imposed always under charges filed by the prosecutor. 2) In consideration of the judge sentenced him to narcotic abuse, seen from the burden and ease. Aggravating factors, namely: defendant is contrary to the government's anti-narcotics program, while mitigating factors, namely: the defendant was polite hearing, the defendant and the defendant's dependents have not been convicted.

Key words : Sanctions, Performer, Abuse, Narcotics Pendahuluan

Perkembangan kejahatan

penyalahgunaan narkotika sudah pada taraf

yang mengkhawatirkan sesuai

perkembangan zaman. Banyak faktor-faktor yang memengaruhi mengapa orang melakukan tindak pidana tersebut. Ada yang melakukan tindak pidana karena faktor ekonomi, dan pengaruh lingkungan sekitar, serta hal lain sebagainya.

Penyalahgunaan narkotika telah menjangkau berbagai penjuru daerah di negara ini, tanpa memandang strata sosial masyarakat. Narkotika pada dasarnya mempunyai manfaat di bidang kesehatan dan ilmu pengetahuan, akan tetapi pengguna narkotika menjadi berbahaya jika terjadi penyalahgunaan. Oleh karena itu untuk menjamin ketersediaan narkotika guna kkepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan dan tidak disalahgunakan,

(2)

2 maka di perlukan pengaturan di bidang narkotika.

Peraturan perundang-undangan yang mendukung upaya pemberantasan tindak pidana narkotika sangat diperlukan, apalagi tindak pidana narkotika merupakan salah satu bentuk kejahatan yang dilakukan secara sistematis menggunakan modus operandi yang tinggi dan teknologi canggih serta dilakukan secara terorganisir dan sudah bersifat transnasional. Berdasarkan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, memberikan sanksi pidana penjara, pidana denda, tapi dalam

kenyataannya para pelakunya justru

semakin meningkat. Hal disebabkan faktor

penjatuhan sanksi pidana tidak

memberikan dampak terhadap para

pelakunya. Gejala atau fenomena terhadap penyalahgunaan narkotika dan upaya penganggulangannya saat ini menjadi

pendebatan para ahli hukum

membahayakan, tidak hanya menggunakan obat-obatan saja, tetapi sudah meningkat kepada pemakaian jarum suntik. Di beberapa negara, termasuk indonesia telah berupaya untuk meningkatkan program

pencegahan dari tingkat penyuluhan

hukum sampai kepada program

pengurangan pasukan narkotika.

Dalam suatu perkara pidana Nomor 198/Pid.B/2014/PN.PDG di wilayah kota padang, dimana tersangka penyalahgunaan

narkotika golongan I jenis shabu-shabu bagi dirinya sendiri, tersangka didakwa oleh penuntut umum dengan Pasal 127 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika diancaman hukuman 4 tahun penjara. Namun, setelah

melewati proses persidangan dan

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hakim, hakim hanya menjatuhkan putusan berupa pidana penjara selama 1 tahun 3 bulan dipotong masa tahanan. Dalam kasus tersebut, bahwa hukuman yang dijatuhkan

hakim dalam suatu perkara

penyalahgunaan narkotika sangtlah ringan. Dimana hukuman yang sangat ringan dipadang tidak akan menimbulkan efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika.

Mencegah penyalahgunaan dan

peredaran gelap narkotika maka sangatlah diperlukan kepastian dan ketegasan hukum

dalam memberikan ancaman pidana

terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika. Mengenai ancaman hukuman penggunaan narkotika bagi dirinya sendiri atau secara

tanpa hak dan melawan hukum

menggunakan narkotika dalam Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika telah banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum dan telah banyak mendapat putusan hakim di sidang

(3)

3

diharapkan mampu sebagai faktor

penangkal terhadap merebaknya peredaran perdagangan narkotika, namun dalam kenyataannya justru semakin intensif dilakukan penegakan hukum, meningkat pula peredaran perdagangan Narkotika tersebut. Beratnya ancaman pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika merupakan suatu upaya pencegahan yang tidak hanya ditujukan bagi pelaku saja melainkan juga tujuan untuk masyarakat seluruhnya agar tercegah dari kejahatan di bidang narkotika. Namun yang menjadi persoalan saat ini adalah bagaimana ketentuan undang-undang itu diterapkan dengan baik, agar upaya pencegahan bagi pelaku penyalahgunaan narkotika bagi dirinya sendiri dapat tercapai dikarenakan dalam prakteknya masih terdapat berbagai macam penyimpangan.

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk lebih mengetahui serta lebih

memahami tentang bagaimanakah

penerapan sanksi pidana terhadap pelaku

penyalahgunaan narkotika dengan

berjudul “Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Penyalahgunaan Narkotika Bagi Dirinya Sendiri di Pengadilan Negeri Klas Ia Padang”.

Narkotika yang dikenal di

indonesia berasal dari bahasa yunani yaitu

narke atau narkam yang berti terbius

sehingga tidak merasakan apa-apa.

Narkotika berasal dari perkataan narcotic yang artinya sesuatu yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan efek stupor (bengong), bahan-bahan pembius dan obat bius.

Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (1) narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis

maupun semisistntetis, yang dapat

menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini.

Narkotika disatu sisi merupakan obat atau yang bermanfaat dibidang pengobatan

atau pelayanan kesehatan dan

pengembangan ilmu pengetahuan, dan disisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama.

Penggolongan narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika didasarkan kepada

tujuan dan ketergantungan yang

bersangkutan. Penggolongan narkotika menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika adalah sebagai berikut :

(4)

4

a. Narkotika golongan I adalah

narkotika yang hanya dapat

digunakan untuk tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, dan

berpotensi tinggi menyebabkan

ketergantungan;

b. Narkotika golongan II adalah

narkotika yang berkiasat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan;

c. Narkotika golongan III adalah

narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau pengembangan ilmu pengetahuan namun berpontensi ringan menyebabkan ketergantungan.

Narkotika selain memberikan

dampak positif dibidang pengobatan, tidak

jarang juga disalahgunakan oleh

penggunanya. Akibat pemakaian narkotika

secara berlebihan tanpa adanya

pengawasan dari dokter akan menjadi racun yang menimbulkan ketergantungan,

perbuatan inilah yang dinamakan

perbuatan penyalahgunaan narkotika. Menurut pasal 1 angka 15 Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, penyalahgunaan adalah orang

yang menggunakan narkotika tanpa

sepengetahuan dan pengawasan dokter.

Sedangkan yang dimaksud dengan

penyalahgunaan narkotika adalah

pemakaian zat diluar indikasi medik, tanpa pertunjuk atau resep dokter. Selain

pengertian di atas, pengertian

penyalahgunaan narkotika lainnya ialah penggunaan salah satu atau beberapa jenis narkotika yang dilakukan tanpa aturan kesehatan maupun secara berkala atau teratur sehingga menimbulkan gangguan kesehatan jasmani jiwa dan fungsi

sosialnya. Selain itu pengertian

penyalahgunaan narkotika adalah

merupakan suatu tindak kejahatan dan

pelanggaran yang mengancam

keselamatan, baik fisik maupun jiwa si pemakai dan juga terhadap masyarakat disekitar secara sosial.

Penggunakan narkotika oleh

seseorang tanpa hak dan melawan hukum akan diberikan sanksi pidana. Apabila seseorang menggunakan narkotika tanpa izin dan resep dari seorang dokter tentu akan mengakibatkan pemakaian akibat-akibat negatif bagi diri sipemakai.

Adapun akibat-akibat yang

menimbulkan dari penyalahgunaan

narkotika bagi tubuh serta jiwa sipemakai yang telah kecanduan atau ketergantungan terhadap narkotika adalah sebagai berikut :

(5)

5

Depence atau ketergantungan

adalah satu sifat dari drug addicition. Hal ini berati bila sudah ketagihan

dan kecanduan maka timbul

ketergantungan dan akibatnya sangat sulit untuk menjauhkan diri dari pemakai narkotika.

b. With drawal

With drawal yaitu

gejala-gejala yang timbul karena seseorang yang telah mengalami depence akibat penyalahgunaan narkotika mendadak

kebutuhan akan narkotika ini

dihentikan, sehingga mengakibatkan gangguan tubuh dan pikiran yang hebat.

c. Tolerance

Tolerance yaitu suatu

keadaan dimana untuk mendapatkan akibat yang sama dari narkotika, diperlukan dosis yang makin lama maka tinggi.

d. Escalatioan

Escalatioan yaitu keadaan

dimana seseorang yang

menyalahgunakan narkotika ini tidak puas dengan atau salah satu jenis narkotika.

e. Euphoria

Euphoria yaitu suatu keadaan

merasa gembira karena

menggunakan narkotika. Walaupun perasaan ini sebenarnya tidaklah

nyata, hanya berupa impian atau khayalan.

f. Dellirium

Dellirium yaitu suatu

keadaan dimana kesadaran orang yang bersangkutan menurun dengan disertai perasaan gelisah yang hebat,

yang terjadi secara mendadak

sehingga menyebabkan gangguan koordinasi gerakan-gerakan motorik. g. Halusinasi

Halusinasi yaitu suatu

keadaan dimana seseorang yang memakai narkotika secara over dosis akan mengalami kesalahan persepsi panca inderanya.

h. Weakness

Weakness yaitu suatu

keadaan dimana orang yang

menyalahgunakan narkotika tersebut mengalami lemah fisik dan psikis atau bahkan keduanya sekaligus. i. Drawsiness

Drawsiness yaitu suatu

keadaan dimana orang yang

menyalahgunakan narkotika tersebut

kesadarannya akan menurun

sehingga keadaanya seperti setengah tidur disertai dengan pikiran yang kacau.

j. Coma

Coma yaitu suatu keadaan

(6)

6 puncak kemerosotan yang akhirnya dapat membawa kematian.

Adapun yang menjadi rumusan masalahnya antara lain :

1. Bagaimanakah penerapan sanksi

pidana terhadap pelaku

penyalahgunaan narkotika bagi dirinya sendiri di Pengadilan Negeri Klas IA Padang ?

2. Apakah yang menjadi

pertimbangan hakim dalam

menjatuhkan putusan terhadap

pelaku penyalahgunaan narkotika bagi dirinya sendiri di Pengadilan Negeri Klas IA Padang ?

Metodologi

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat yuridis sosiologis yaitu penelitian yang menitik beratkan pada penelitian lapangan untuk mendapatkan data primer. Disamping itu juga dilakukan penelitian terhadap bahan kepustakaan hukum untuk mendapatkan data sekunder.

Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama. Data tersebut diperoleh di lapangan dengan melakukan

wawancara dengan bapak hakim

Pengadilan Negeri Klas IA Padang yaitu Bapak Siswatmono Radiantoro, S.H. Data

sekunder yaitu data yang diperoleh berupa dari Pengadilan Negeri Klas IA Padang berupa data statistik kriminal tentang Narkotika dari tahun 2010-2014 kasus tindak pidana narkotika Sumatera Barat.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara yaitu metode pengumpulan data untuk memperoleh keterangan dengan melakukan tanya jawab secara lisan

dengan informan. Wawancara ini

dilakukan dengan teknik wawancara semi terstruktur. Studi dokumen adalah teknik

pengumpulan data dengan cara

mempelajari bahan kepustakaan atau literatur-literatur yang ada, terdiri dari peraturan perundang-undangan, dokumen dokumen, buku-buku dan jurnal yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti

Analisis data dilakukan secara kualitatif. Analisi kualitatif adalah suatu cara yang menghasilkan data deskriptif analisis yaitu apa yang dinyatakan oleh informan baik secara tertulis maupun lisan, diteliti dan dipelajari secara utuh. Kemudian di tarik kesimpulan sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Tingkat kejahatan narkotika di Indonesia sudah sangat mengkuatirkan, dimana negara Indonesia saat sekarang

(7)

7 tidak hanya sebagai pangsa pasar bagi pelaku kejahatan narkotika akan tetapi telah menjadi produsen berbagai macam jenis narkotika. Pandangan tersebut juga

jelas tercermin dalam konsideran

menimbang huruf d Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dimana disebutkan bahwa mengimpor,

mengekspor, memproduksi, menanam,

menyimpan, mengedarkan, dan/atau

menggunakan Narkotika tanpa

pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan merupakan tindak pidana Narkotika karena sangat merugikan dan merupakan bahaya yang sangat besar bagi kehidupan manusia, masyarakat, bangsa, dan negara serta ketahanan nasional Indonesia. Selanjutnya dalam huruf e disebutkan bahwa tindak

pidana Narkotika telah bersifat

transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama di kalangan

generasi muda bangsa yang sangat

membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Walaupun kita sangat menyadari narkotika disatu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat bagi

pengobatan terutama dalam bidang

kesehatan, akan tetapi disalah gunakan

akan bisa membuat orang menjadi rugi dan ketergantungan.

Secara esensial Pengguna narkotika dan pecandu narkotika adalah sama-sama memakai atau menyalahgunakan narkotika, hanya saja pecandu narkotika mempunyai karakteristik tersendiri yakni adanya ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Karena pecandu narkotika merupakan self victimizing

victims (korban sebagai pelaku), karena

pecandu narkotika menderita sindroma

ketergantungan akibat dari

penyalahgunaaan narkotika yang

dilakukannya sendiri. Sehingga pecandu narkotika hanya dikenakan tindakan berupa kewajiban menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial dalam jangka waktu maksimal sama dengan jangka

waktu maksimal pidana penjara

sebagaimanan tercantum pada pasal 127 huruf a Undang-undang Nomor 35 tahun

2009 tentang Narkotika. Dalam

menentukan pelaku sebagai pengguna atau pecandu, hakim dapat mengetahuinya pelaku sebagai pengguna atau pecandu dengan keterangan saksi. Pelaku sebagai pengguna narkotika hanya menggunakan narkotika dirumah saja sedangkan pecandu narkotika menggunakan narkotika dapat dimana saja.

Berikut ini jumlah kasus tindak pidana narkotika yang terdapat di wilayah hukum Pengadilan Negeri Klas IA Padang

(8)

8 dari tahun 2010 sampai November 2014, sebagaimana table dibawah ini :

Tabel

Jumlah Kasus Tindak Pidana Narkotika Di Pengadilan Negeri Klas I A Padang

Tahun Banyak Kasus Narkotika

2010 168 2011 141 2012 166 2013 177 2014 November 133 Jumlah 785

Sumber : Kepaniteraan Pidana Pengadilan Negeri Klas I A Padang

Berdasarkan tabel di atas, tingginya jumlah kasus narkotika di Pengadilan Negeri Klas IA Padang tersebut

dalam dekade 5 tahun terakhir

membuktikan penerapan terhadap sanksi

pidana bagi pelaku kejahatan

penyalahgunaan narkotika dapat dikatakan belum efektif dan tidak memberikan efek jera terhadap pelakunya. Pelaku kejahatan narkotika terdiri dari berbagai kalangan mulai dari anak-anak, dewasa, aparat penegak hukum, mahasiswa, pejabat, dan

masyarakat biasa. Betapa

memperihatinkannya pelaku

penyalahgunaan narkotika sudah merasuk

pada orang-orang yang secara hukum mengetahui bahwa perbuatan yang mereka lakukan adalah bertentangan dengan undang-undang.

Penerapan sanksi pidana

terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri pada dasarnya bertujuan

memberikan suatu kepastian hukum

sekaligus memberikan efek jera terhadap para pengguna narkotika. Harapannya tentu tidak memberikan efek jera saja tetapi bagaimana pelaku dapat menyadari, bahwa menggunakan narkotika dapat

membahayakan kesehatan, sehingga

setelah selesai menjalani hukuman mereka tidak lagi menggunakan narkotika.

Proses penegakan hukum terhadap pelaku penyelanggunaan narkotika tidak bisa langsung diputus oleh hakim, akan tetapi harus melalui penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sampai pada

persidangan. Sebelum memberikan

putusan hakim harus memperhatikan fakta-fakta dalam persidangan yang diungkap oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) atau

Penasihat Hukum (PH) Terdakwa,

sehingga hakim selanjutnya dapat

memberikan pertimbangannya.

Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara dengan hakim, mengatakan hakim dalam menerapkan sanksi pidana terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri harus berpedoman pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

(9)

9 Tentang Narkotika dan juga keyakinan hakim itu sendiri yang terlebih dahulu dilakukan dengan pemeriksaan terhadap alat bukti dan saksi-saksi. Penerapan hukum ini harus bersesuaian unsur-unsur pasal yang didakwakan oleh JPU dengan saksi-saksi yang terungkap dipersidangan,

sehingga hakim dalam memberikan

keputusannya mempunyai suatu keyakinan bersalah atau tidak bersalahnya seseorang yang didakwa oleh jaksa. Keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan untuk melengkapi ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, di mana di dalam undang-undang tersebut tidak ditentukan berapa ancaman pidana

penjara minimum terhadap pelaku

penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri. Disana hakim mempunyai peranan dalam

menentukan berat ringannya pidana

penjara yang akan dijatuhkan dengan tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Pada kontek keadilan dipandang dari perspektif mengambil keputusan

dalam proses penegakan hukum.

Penegakan hukum mana dilakukan oleh kekuasaaan hakim hendaknya tindakan hakim pada saat mengambil keputusan terhadap perkara yang sedang dihadapi mempertimbangkan dampak yang terjadi bagi masyarakat luas. Putusan pengadilan yang berupa penjatuhan pidana harus disertai pula fakta-fakta yang digunakan

untuk mempertimbangkan berat ringannya

pidana, sebagaimana hakim dalam

menjatuhkan hukuman pidana pada

pertimbangan hakim memperhatikan

hukum itu sendiri, dan memperhatikan faktor dalam diri pelaku dan diluar diri pelaku penyalahgunaan narkotika seperti usia pelaku, latar belakang dilakukan

perbuatan penyalahgunaan narkotika

tersebut serta hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan.

Hal yang memberatkan adalah

1. perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan narkotika

2. para terdakwa mengertahui bahwa perbuatannya menghisap ganja itu dilarang tetapi mereka terdakwa tidak menghentikan perbuatan tersebut.

Hal yang meringakan adalah :

a. Terdakwa bersikap sopan

dipersidangan

b. Terdakwa mengakui

perbuatannya dan menyesali perbuatannya;

c. Terdakwa mempunyai

tanggungan keluarga;

d. Terdakwa belum pernah

dihukum.

Dalam penjatuhan sanksi terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika tidak

(10)

10 jarang hakim menemui kendala-kendala dalam proses persidangan yaitu :

1. Memberikan keterangan berbelit-belit

yang mempersulit proses

persidangan;

2. Sulitnya mendatangkan saksi ke pengadilan;

Dari kendala yang ditemui hakim di persidangan seperti keterangan berbelit-belit yang diberikan terdakwa akan

merugikan terdakwa sendiri, karena

perbuatan tersebut pada akhirnya juga diakui terdakwa dan hakim dalam hal ini juga memberikan pertimbangan dalam hal

penerapan sanksi berupa hal yang

memberatkan karena mempersulit proses pemeriksaan di persidangan.

Untuk mengatasi kendala-kendala di persidangan yaitu :

a. Keterangan berbelit-belit yang diberikan terdakwa di persidangan dalam hal ini hakim mengatasi kendala tersebut dengan melakkan pemeriksaan terhadap alat-alat bukti;

b. Dalam hal sulitnya mendatangkan

saksi ke persidangan, hakim

memerintahkan jaksa untuk

mendatangkan saksi ke persidangan dengan menunda sidang dan apabila

saksi juga tidak hadir di

persidangan, hakim memerintahkan jaksa untuk membaca keterangan

saksi yang telah disumpah terlebih dahulu yang terdapat pada Baerita Acara Pemeriksaan.

Penutup

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan :

1. Penerapan sanksi terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika bagi dirinya sendiri harus sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dan pemberian sanksi yang dilakukan hakim terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika

bagi dirinya sendiri dengan

ancaman pidana penjara 4 tahun Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Penerapan sanksi yang dijatuhkan hakim tidak membuat jera terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri, hal ini dikarenakan

kebanyakan kasus yang ada

dilapangan hukuman dijatuhkan selalu dibawah tuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum.

2. Pertimbangan hakim dalam

menjatuhkan hukuman terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri lebih banyak di pengaruhi oleh rasa kemanusiaan seorang hakim dan hal yang

(11)

11 meringankan. Dalam penjatuhan sanksi terdapat kendala seringnya

para terdakwa menyangkal

dakwaan penuntut umum,

memberikan keterangan berbelit-belit yang mempersulit proses

persidangan, sulitnya

mendatangkan saksi ke

persidangan.

Berdasarkan kesimpulan di

atas, maka penulis menyarankan,

Penerapan sanksi pidana harus

dilakukan secara optimal, sehingga

dirasakan perlu penyempurnaan

kembali Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Tujuan pemidanaan akan

tercapai kalau efek jera bagi pelaku penyalahgunaan narkotika bagi dirinya sendiri, hakim seharusnya menerapkan sanksi pidana maksimum yang terdapat di dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tantang Narkotika. Pemerintah harus serius memberantas narkotika sampai ke akar-akarnya mulai dari yang memproduksi, pengedar bukan hanya menangkap pengguna saja. Daftar Pustaka

A. Buku-buku

Adami Chazawi, 2007, Stelsel Pidana,

Tindak Pidana, Teori-Teori

Pemidanaan Dan Batas

Berlakunya Hukum Pidana, PT

RajaGrafindo, Jakarta

Bambang Sunggono, 2006, Metodologi

Penelitian Hukum, Raja

Grafindo Persada, Jakarta.

Hari Sasangka, 2003. Narkotika Dan

Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Mandar Maju. Jember.

Mardani, 2008, Penyalahgunaan

Narkoba Dalam Perspektif

Hukum Islam Dan Hukum

Pidana Nasional. PT

RajaGrafindo, Jakarta.

Moeljanto, 1993, Asas-Asas Hukum

Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Muladi Dan Barda Nawawi Arief,

2005, Teori-Teori Dan

Kebijakan Pidana, Alumni,

Bandung.

Romli Atmasasmita, 2010, Sistem

Peradilan Pidana

Kontemporer, Kencana, Jakarta.

Rusli Muhammad, 2006, Potret

Lembaga Pengadilan Indonesia

Indonesia, RajaGrafindo

(12)

12 Sholehuddin, 2004, Sistem Sanksi

Dalam Hukum Pidana, PT

Rajagrafindo, Jakarta.

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar

Penelitian Hukum, Universitas

Indonesia, Jakarta.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

C. Sumber lain

Erin Naldi, Kasus Narkoba Di Padang

Melonjak,

http://nasional.news.viva.co.id/

news/read/116478-melonjak,diakses tanggal 08 september 2014.

Referensi

Dokumen terkait

Tesis yang berjudul: “Implementasi Model Discovery Learning Dengan Pendekatan Saintifik Untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMK N

The numerical tests show that the DSG technique can completely eliminate the shear locking for the Kriging- based beam element with cubic basis and three element-layer domain

<div class=berita> <p>Situs ini adalah situs pengelolaan aplikasi HP berbasis J2ME yang menyediakan informasi jalur bis kota Yogyakarta. Pada situs ini Anda

Hal tersebut selaras dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Brown dan Dacin (1997) dimana reputasi perusahaan sangat penting dari sudut pandang pelanggan untuk

Elastisitas penawaran output (jagung) baik di Provinsi Jawa Timur maupun di Jawa Barat terhadap perubahan harga sendiri adalah elastis, sedangkan terhadap perubahan harga

(3) Besarnya retribusi yang terutang dihitung berdasarkan hasil perkalian antara luas areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) pada izin yang

- Kode K(04) merupakan nomor urut presentasi yang diundi pada saat technical meeting tanggal 19 Maret 2021.. Pada saat bertanya diharapkan para peserta menggunakan bahasa

Dengan kata lain, bagi mahasiswa yang memiliki motivasi belajar rendah, gaya mengajar komando memberikan pengaruh yang lebih baik daripada gaya mengajar latihan