• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM KAJIAN ILMU RIJᾹL AL-HADῙŚ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM KAJIAN ILMU RIJᾹL AL-HADῙŚ"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM KAJIAN ILMU RIJᾹL AL-HADῙŚ

A. Latar Belakang Munculnya Ilmu Rijāl al-Hadῑś

Hadis menurut para ahli adalah segala riwayat yang berasal dari Rasulullah Saw baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat fisik dan tingkah laku beliau, baik sebelum diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya.1 Sedangkan menurut M.M. Azami mendefinisikan secara etimologi berarti komunikasi, kisah, percakapan : religius atau sekular, historis atau kontemporer.2

Menurut Imam Az-Zamakhsyari istilah hadis ini terjadi ketika kita saat meriwayatkan dan mengatakan bahwasanya dia telah menceritakan kepadaku bahwa Nabi telah bersabda. Awal mula disebut hadis karena mengandung pengertian sebagai khabar dan kisah, baik yang baru maupun yang lama. Hal ini sejajar seperti apa yang dikatakan oleh Abu Hurairah kepada kaum Anshar yakni

“apakah kamu ingin untuk saya kabarkan kepadamu tentang suatu kisah dari kisah-kisah zaman jahiliyah.”3

Ketika hadis sudah bekembang ke berbagai daerah, namun setelah sepeninggal Nabi Saw, terjadi sebuah konflik antar umat Islam itu sendiri, yakni antara kelompok Sayyidina Ali ra, kelompok Muawiyah dan kelompok Khawarij.

Masing-masing kelompok mencari legitimasi4dari al-Qur‟an dan Hadis dan ketika mereka tidak mendapatkannya maka mereka pun mulai membuat hadis-hadis palsu. Pada masa ini baru terjadi adanya pemalsuan hadis yang terjadi pertama kali setelah tahun 40 H, yaitu tepatnya pada masa khalifah „Ali bin Abi Thalib.5

1Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadis, (Malang: UIN-MALIKI PRESS, 2010), cet I, hal, 6

2M Agus Shalahudin dan Agus Suryadi, Ulumul Hadis, (Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, 2011), cet II, hal 13

3Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis, (Bandung: ANGKASA, TT), hal, 7-8

4Legitimasi adalah keterangan yang mengesahkan atau membenarkan bahwa pemegang keterangan adalah betul-betul orang yang di maksud kesahannya. Lihat KBBI v1.1 Kamus Besar Bahasa Indonesia

5Muhammad Nor Ichwan, Membahas Ilmu-Ilmu HADIS, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2013), cet I, Hal, 250

(2)

Dalam rangka upaya untuk menanggulangi adanya hadis palsu atau maudlu‟

supaya tidak bisa berkembang semakin luas dan usaha untuk menjaga terpeliharanya hadis-hadis Nabi Saw dari tercampur dengan yang bukan hadis, ada beberapa usaha untuk memelihara hadis nabi. Pertama, memelihara Sanad hadis, sikap ketelitian dalam menerima hadis Nabi para sahabat dan tabi‟in semakin berhati-hati dalam menerimanya terutama setelah terjadinya perpecahan umat Islam. Kedua, meningkatkan kesungguhan dalam meneliti hadis. Ketiga, menyelidiki dan membasmi kebohongan yang dilakukan terhadap hadis. Keempat, menerangkan keadaan para perawi. Kelima, membuat kaidah-kaidah untuk memelihara hadis maudlu‟.6 Dari sini muncullah kajian ilmu rijal hadis.

Ilmu Rijal al-Hadis ialah ilmu untuk mengetahui para perawi hadis dalam kapasitas mereka sebagai perawi hadis. Keberadaan ilmu ini sangat penting untuk dipelajari, sebab di dalam hadis terdapat dua objek kajian yaitu matan dan sanad.

Ilmu iniilah yang membahas tentang persoalan-persoalan yang terdapat di dalam sanad.7

1. Masa Rasulullah Saw

Sesuai dengan perkembangan hadis, ilmu hadis pun mengiringinya sejak masa Rasulullah Saw, sekalipun belum dinyatakan secara eksplisit sebagai ilmu. Pada masa Nabi Masih hidup tidak ada persoalan hadis, karena ketika menghadapi permasalahan untuk mengecek kebenaran berita tersebut langsung bertemu dengan Nabi. Menurut para ahli hadis, pada masa Nabi tidak pernah terjadi adanya pemalsuan hadis. Sekalipun pada masa Nabi tidak dinyatakan adanya ilmu hadis, namun para peneliti hadis memperhatikan adanya dasar- dasar al-Qur‟an dan hadis Rasulullah Saw.

Namun pendapat ini, ada yang membantah bahwa pada masa Nabi ada pemalsuan hadis. Pendapat ini dikemukakan oleh Ahmad Amin dan Manusia‟ruf Asy-Syafi‟i. Sebagaimana ada hadis Nabi yang mengungkapkan ancaman keras bagi orang yang berupaya untuk pendustaan terhadap Nabi Muhammad Saw. Adapun hadisnya adalah sebagai berikut.

6Ibid, hal, 266-268

7Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), Cet, I, hal, 76

(3)

3 - لاق رباج نع يربزلا بيأ نع ميشى انثدح برح نب يرىز ةمثيخ وبأ انثدح

- : ملس و ويلع للها ىلص للها لوسر لاق (

ادمعتم يلع بذك نم رانلا نم هدعقم أوبتيلف

)

نيابللأا خيشلا لاق :

حيحص

“Barang siapa yang berdusta terhadap diriku secara sengaja, dia pasti akan disediakan tempat kembalinya ke neraka.8

Menurut Ahmad Amin, pernyataan pada hadis diatas, secara langsung hadis ini membawa konsekwensi bahwa pernah terjadi upaya pendustaan, hal ini akan muda untuk terjadi dan bisa terjadi setelah Nabi Muhammad Saw wafat. Sedangkan menurut Hasyim Ma‟ruf Amin Asy-Syafi‟i, ia adalah tokoh Syi‟ah lebih tegas menyatakan bahwa peristiwa pendustaan ini, ia meyakini pernah terjadi pada masa Rasulullah Saw. Selanjutnya, tidak mungkin Rasulullah mengeluarkan penyataan yang bernada keprihatinan, bahkan adanya ancaman bagi para pendusta yang mendustakan dirinya, kalau tidak di dahului oleh adanya gerakan yang dilakukaknnya itu.9

Dalam hal ini, anjuran mengenai pemeriksaan berita yang datang dan perlunya persaksian yang adil. Sebagaimana dalam firman Allah Swt surat al- Hujrat ayat 6.10

 



































“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpahkan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

(QS. Al-Hujurat : 6)

8 Muhammad bin Yazid Abu Abdillah al-Quzayni, Sunan Ibnu Mājah, (Beirut: Dār al- Fikr), Jilid I, hal, 22

9 Sohari Sahrani, Ulumul Hadis, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), Cet I, hal, 169

10Abdul Majid Khon, ULUMUL HADIS, (Jakarta: Amzah, 2013), cet II, hal, 87-88

(4)

Demikian juga dalam surat al-Baqarah ayat 282 :









































“Dan persaksikanlah dengan dua saksi dari orang-orang lelaki diantaramu.

Jika tidak ada dua orang laki-laki, maka boleh soerang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya.” (Qs. Al-Baqarah ; 282).

Ayat-ayat diatas menunjukan adanya sebuah pemberitaan dan persaksian orang fasik yang tidak diterima. Disamping itu juga menunjukan adanya sebuah perintah memeriksa, meneliti, dan mengkaji berita yang datang dibawa seorang fasik yang tidak adil. Tidak semua berita yang dibawa oleh seorang diterima sebelum diperiksa siapa pembawanya dan apa isi beritanya, jika orang yang membawa itu jujur, adil, dan dapat dipercaya maka berita itu dapat diterima, sebaliknya jika yang membawanya itu orang fasik, tidak objektif, pembohong maka berita tersebut tidak akan diterima.

Sebab akan merugikan terhadap orang lain.11

2. Masa Sahabat Nabi

Perhatian para sahabat dengan pengambilan hadis dari Rasulullah Saw baik dari ucapan, perbuatan, gerakan maupun tempat tinggal Rasul. Semuanya itu ditulis dalam bentuk karakter yang suci, seperti warna kulit, sifat pemberani Rasulullah Saw. Sementara hak Nabi Saw dengan Tuhannya, mengambil kepada perkara yang ramah, meninggalkan warisan yang begitu besar dari ilmu ketuhanan, dan wahyu Ilahi itu merupakan amanat yang sahabat jaga dengan mengahafal dan menyelidiki, menetapkan dari semua perkara yang sahabat

11Ibid, hal, 88-89

(5)

nuqil (mengambil) dari Rasulullah Saw, dengan bertujuan untuk menguatkan ke Shahihannya dan benar-benar menisbatkan kepadanya.12

Pada periode sahabat, penelitian hadis yang menyangkut sanad dan matan hadis semakin nampak wujudnya. Salah satu contohnya Abu Bakar Ash- Shidiq, Abu Bakar tidak mau menerima suatu hadis yang disampaikan oleh seseorang kecuali yang bersangkutan mampu mendatangkan saksi untuk memastikan kebenaran riwayat yang disampaikannya.13

Periode sahabat ini dikenal sebagai masa pembentukan ilmu hadis yang dimulai era sahabat hingga akhir abad ke-1 H. Adapun salah bentuk bukti sejarah pada masa pembentukan ilmu ini adalah.

1. Mulai dilakukan standarisasi metode periwayatan hadis.

2. Berkembangnya penelitian sanad dan rijāl al-hadῑś, seperti yang telah dilakukan oleh Ibnu Abbas dan Anas bin Malik dari kalangan sahabat, Sa‟id Ibn Mushayyab, al-Sya‟bi dan Ibnu Sirin dari kalangan tabi‟in.

3. Berkembang upaya pemalsuan hadis

4. Munculnya beragam istilah hadis seperti, marfu‟, mauquf, mursal, maqthu‟

dan lain sebagainya.14

Kajian ilmu hadis mulai berkembang, karena telah melewati beberapa faktor yang melingkupi, di antaranya semakin luasnya penyebaran agama Islam, sehingga dapat memungkinkan adanya pergolakan dan percampuran arah kajian hadis. Maka atas dasar ketelitian dan kecermatan dalam memperoleh sebuah hadis sangat perlu untuk diperhatikan.15

Pada masa akhir pemerintahan Sahabat Usman timbullah bencana besar di kalangan umat Islam yang mengakibatkan terbunuhnya Sayidina Usman bin Affan dan Sayidina Husain r.a. setelah terbunuhnya kedua orang yang

12Syamsuddin Abi Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Ahmad bin Usman bin Qoymaz Adz-Dzahaby, Tażhῑb Tahżῑb al-Kamāl Fῑ Asmā al-Rijāl, (Cairo: al-Faruq al-Hadisiyah Li Ath-Thaba‟ah wa al-Nasyr, 2003), cet I, hal, 55

13 Agus Shalahudin dan Agus Suryadi, Op Cit, hal, 123

14 Umi Sumbulah, Op Cit, hal, 60

15Zulfikri, MENYOROTI PERKEMBANGAN STUDI HADIS: Meneropong Periodesasi Ilmu Hadis Pada Masa Klasik dan Kontemporer, (TD: Jurnal al-Qur‟an dan Hadis, 2011), Vol, 12, hal, 21

(6)

berpengaruh di kalangan umat Islam itu, timbullah para penyeleweng muncul dan orang-orang ahli bid‟ah pun membuat sanad-sanad semaunya untuk menyandarkan sejumlah teks hadis yang mereka pegangi untuk membela bid‟ahnya. Kemudian mereka membuat hadis-hadis yang tidak pernah diucapkan oleh Rasulullah Saw. Pada masa ini dikenal sebagai awal munculnya pemalsuan hadis. Karenanya para sahabat tergugah untuk memelihara hadis lalu mengadakan penelitian dan pembahasan dengan cermat.

Adapun usaha sahabat dalam memelihara hadis Nabi adalah sebagai berikut.16 a. Mencari sanad hadis dan meneliti karakteristik para rawinya, pada hal

sebelum itu mereka saling percaya dalam menerima hadis. Imam Muslim mengatakan dalam muqaddimahnya dan al-Turmudzi dalam „Ilal Jami‟nya dari Muhammad bin Sirrin ia berkata, “ semula para sahabat tidak pernah bertanya tentang sanad. Namun setelah terjadi fitnah mereka berkata kepada setiap orang yang membawa hadis, sebutkanlah kepada kami nama-nama rijāl-mu, apabila para rawinya adalah pengikut sunah, maka segeralah untuk menerimanya, dan apabila para rawinya adalah ahli bid‟ah, maka mereka segera menolaknya.

b. Menghimbau agar setiap orang berhati-hati dalam menerima hadis dan tidak menerimanya kecuali dari orang yang dapat dipercaya masalah keagamaanya, kewara‟-annya, hafalanya, ketepatanya. Lalu tersebarlah di kalangan mereka kaidah berikut :

نمع اورظناف نيد ثيداحلاا هذه امّنا أت

اهنوذخ

"Hadis-hadis ini tiada lain adalah agama. Maka, perhatikanlah dari siapa kamu mengambilnya.”

Dari sinilah lahir ilmu kritik rijal hadis, yaitu ilmu al-Jarh wa at- Ta‟dilyang merupakan saka guru dari Ushul al-Hadits. Adapun diantara sahabat yang membicarakan para rawi adalah Abdullah bin Abbas, Ubadah bin Shamit, dan Anas bin Malik. Namun mereka tidak banyak mencela, karena saat itu kelemahan masih jarang ditemukan.

16Nuruddin „Itr, Ulumul Hadis, (Bandung: PT REMAJA ROSDDAKARYA, 2012), cet II, hal, 45-46

(7)

c. Mereka menempuh jalan jauh sekadar untuk hadis tertentu dari orang yang mendengar langsung dari Rasulullah dan untuk mengetahui karakteristik rawi yang bersangkutan.17

3. Masa Tabi‟in

Pada masa Tabi‟in ini, masih dalam masa hafalan hadis, menandai, memindahkan, dan mengkodifikasinya. Namun fokusnya para tabiin terpusatkan pada kajiannya yakni pada pengetahuan mereka terhadap hadis yang diterima dan ditolak. Karena pada masa ini banyak kejadian-kejadian yang melanda dikalangan umat Islam, di antaranya munculnya nabi palsu, fitnah yang dialami para sahabat, munculnya pergolakan politik diantara umat Islam yang mengkibatkan munculnya hadis-hadis palsu. Memasuki abad ke 3 Hijriyah para ulama berusaha untuk membukukan hadis beserta ilmunya, salah satunya yang telah dilakukan oleh Imam al-Bukhari dalam kitabnya al-Jāmi‟ al-Şaḥῑḥ dan kajian ilmu hadis seputar pribadi rawi.18

Pada masa ini tidak ada sedikit perhatian terhadap hadis nabawi, karena pada masa ini tambah rakus di dalam penetapan dan penelitian hadis hadis Nabi, sebab pada masa ini terjadi fitnah besar al-inqisamat dan telah tampak periwayatan yang bohong, tidak dapat diperoleh dan tidak baik/diketahui, menurut sahabat, karena pembawaan mereka semua ada tambahanya dari penetapan, penelitian dan permasalahan dari sanad setiap periwayatan dari Rasulullah Saw.19

Konsep tentang penilaian sanad atau penilaian para perawi (Naqd al- Sanad) muncul ketika terjadinya pasca Fitnah Kubra, karena pada saat ini muncu hadis-hadis palsu yang bertujuan untuk saling mengunggulkan golongan sendiri dan saling menjatuhkan kelompok lain.20

Pergolakan yang terjadi antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah pada perang shiffin yang menjadikan sebab terjadinya umat

17Ibid, 46-47

18 Syamsuddin Abi Adillah Adz-Dzahaby, Op Cit, hal, 22-23

19Ibid, hal, 56

20Mohammad Barmawi, RIJAL AL-HADITS DALAM KUTUB AL-ARBA‟AH (Tradisi Rijal al-Hadis dalam Pemhaman Sy‟iah Imamiyah)

(8)

Islam terpecah menjadi tiga golongan yakni Syi‟ah (pendukung Sayyidina Ali), kelompok Muawiyah dan kelompok Khawarij yang kian rumit dalam merebutkan kekuasaan politik yang akhirnya golongan Ali kalah dalam peperangan tersebut dan kekuasaan Ali digantikan oleh Muawiyah yang membangun basis kekuasaannya menjadi daulah bani Umayah. Namun atas kemenangan nya ini tidak menyurutkan perjuangan mereka, pertikaian segitiga yang berlarut telah mendorong ketiga kelompok itu untuk saling menjatuhkan dan mengalahkan, salah satunya dengan cara membuat hadis palsu untuk mengukuhkan dan melemahkan posisi lawan secara sosial- politik.21

Pemalsuan hadis tidak hanya dilakukan oleh orang Islam saja, melainkan orang non muslim pun melakukannya, dengan tujuan yang berbeda-beda yang jumlahnya pun tidak sedikit. Ada salah satu pengakuan dari orang yang membuat hadis palsu mengatakan saya telah membuat hadis palsu sebanyak empat ribu hadis palsu. Ada pula yang mengaku bila ada yang memberinya upah sebesar satu dirham, dia bersedia untuk membuat hadis palsu sebanyak lima puluh hadis palsu.22

Ibnu Sirin berkata: tidak ada permasalahan dari sanad sejak terjadinya fitnah, mereka berkata: namailah kami sebagai rijal, maka dengan melihat kepada ahli Sunah untuk mengambil hadis-hadisnya. Dan melihat ahli bid‟ah maka jangan kalian ambil hadis-hadisnya. Begitu juga Ibnu Sirin berkata: sesungguhnya ilmu ini merupakan ilmu agama, maka lihatlah kalian semua dari orang mengambil dari perkara agama itu.23

Begitu pentingnya di kalangan Tabi‟in dengan kritik perawi dan pengambilan hadis dari orang-orang bisa dipercaya, mereka semua termasuk ahli yang adil dan cerdas, seperti apa yang di riwayatkan oleh Mas‟ari berkata: saya telah mendengar dari Sa‟ad bin Ibrahim berkata: tidak ada

21Muhammad Misbah, POTRET SEJARAH PERKEMBANGAN HADIS (Studi Komparasi Sunni Syi‟ah), (TD: Jurnal al-Qur‟an dan Hadis, 2011), Vol, 12, hal, 44-45

22Ibid, hal, 45

23Abu al-Hasan Muslim bin al-Hujjaj bin Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi, al-Jāmi„ al- Şaḥῑḥ Şaḥῑḥ Muslim, (Beirut: Daar al-Jail, TT), Juz I, hal, 14-15

(9)

hadis dari Rasulullah kecuali tsiqot (yang dipercaya). Dan dari Sulaiman bin Musa berkata: saya bertanya kepada Thaus: sesungguhnya fulan menceritakan kepadaku begini dan begitu. Thaus berkata: kalau ada temanmu yang mempunyai masa yang lama, maka ambilah darinya.24

Pada masa ini Tabi‟in memaksakan penelitian didalam menemukan dari orang tsiqat (orang yang dipercaya) dan menjauhkan periwayatan orang-orang yang berbohong, orang-orang yang maudlu‟(orang yang memalsukan hadis) kecuali terkadang yang pelupa di tsiqat kan dan terkadang orang yang jujur di bohongkan. Ulama ahli hadis memberikan sebuah kaidah-kaidah yang tajam, dengan bertujuan untuk menjelaskan periwayatan yang salah, begitu juga kaidah di dalam matan dan sanad. Dari hal itu seperti apa yang telah di karang oleh Imam Muslim di dalam

“Muqaddimah Şaḥῑḥaḥ” dan “Tamyiz” dan kitabnya Imam al-Tirmidzi

“Ilalihi al-Şaghir‟‟.25

Menjadikan pentingnya sanad merupakan perhatian yang sangat baik:

sehingga menjadikan kejayaan bagi umat Islam secara Khusus diantara umat manusia yang di bumi secara umum. sudah menjadi masa kepercayaan setelah itu tersusunlah kitab-kitab hadis yang terkenal dan terpercaya bukan periwayatan, bukan lagi masa orang-orang yang dipercaya atas sanad, dan terjadi masa perputaran dari sanad yang di keluarkan dari kitab yang di percaya secara dalil. Setelah selesainya masa orang-orang yang dipercaya, maka terjadilah pembukuan kitab hadis-hadis itu yang terbagi kedalam enam kategori yaitu Şaḥῑḥ Imam Bukhārῑ, Şaḥῑḥ Imam Muslim, Sunan Abῑ Dāud, Sunan al-Tirmiżῑ, Sunan al-Nasā‟i, dan Sunan Ibnu Mājah.

B. Perkembangan Penulisan dan kajian Kitab Rijāl al-Hadῑś 1. Awal Penulisan Kitab Rijāl Hadῑś

Pada perkembangan berikutnya kaidah-kaidah hadῑś semakin berkembang pesat sesuai dengan perkembangan teorinya. Teori-teori tersebut kemudian disempurnakan dalam bentuk tulisan, yang pertama kali

24Ibid, hal, 15

25 Syamsuddin Abi Abdillah Adz-Dzahaby, Op Cit, hal, 57

(10)

muncul pada abad kedua hijriyah, baik yang mereka mengkhususkan diri pada bidang hadis, maupun pada bidang lainnya, sehingga menjadi satu disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Dalam sejarah perkembangannya, penulisan teori-teori hadis terutama yang membahas tentang perawi yakni:

- Yahya bin Ma‟in (w. 234 H) menyusun kitab tentang biografi perawi.

- Muhammad bin Sa‟ad (w. 230 H), menyusun kitab tentang Ṭabaqāt para rawi dan kitabnya merupakan kitab yang paling bauk. Ahmad bin Hanbal (241 H) Al-I„lal wa al-Ma‟rifah al-Rijāl. Seorang Imam yang sangat mahir dalam menyusun dan menulis kitab, yakni Ali bin Abdullah bin Al-Madini (w. 234 H) guru Imam Al-Bukhari, menyusun kitab tentang banyak hal yang mencapai dua ratus judul.26 - al-Qadhi Abu Muhammad ar-Ramahurmuzi (wafat 360 H), kitabnya

bernama al-Muhaddῑś al-Fāşil Baina al-Rāwῑ wa al-Wā„i, kemudian muncul al-Hakim Abu Abdillah An-Naysaburi (321-405) Ma‟rifah

„Ulum al-Hadῑś, setelah itu, Abu Nu‟aim Ahmad bin Abdillah al- Asfahani (336-430 H), kemudian Khatib al-Baghdadi dengan kitabnya yang berjudul al-Kifāyah Fῑ Qawānin al-Riwāyah27

Ulama yang pertama kali memperkenalkan dan mempelajari secara serius ilmu ini ialah al-Bukhari, „Izzad-Bin bin al-Atsir atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn al-Atsir (630 H), ulama abad ke tujuh hijriyah yang berhasil menyusun kitab Usdu al-Ghābah Fῑ Asmā al-Şahābah. Kitab ini memuat uraian tentang para sahabat Nabi Saw atau Rijāl al-Hadῑś pada Ṭabaqāt pertama, meskipun di dalamnya terdapat nama-nama yang bukan sahabat.28

2. Perkembangan Penulisan dan Kajian Kitab Rijāl

Ulama-ulama yang mula-mula menyusun kitab riwayat ringkas para Sahabat adalah Al-Bukhari, (256 H), usaha itu kemudian dilanjutkan oleh

26 Nuruddin „Itr, Op Cit, hal, 53

27Munzier Suparta dan Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), cet II, hal, 24-25

28 Sohari Sahrani, Op Cit, hal, 76

(11)

Muhammad Ibn Sa‟ad (230 H), setelah itu muncul beberapa ahli lagi, diantaranya Ibnu Abdi al-Barr (463 H), kitabnya bernama al-Istῑ„āb. Pada permulaan awal abad ke-7 Hijriyah, Izzuddin Ibn al-Atsir (630 H), beliau berusaha mengumpulkan kitab-kitab yang telah di susun pada masa sebelumnya dalam sebuah kitab besar yang dinamakan Usd al-Ghābah, beliau adalah saudara dari Majduddin Ibn al-Atsir yang menulis sebuah kitab yang bernama Al-Nihayah fi Gharib al-Hadits. Kitab ini kemudian di perbaiki oleh Adz-Dzahaby (747 H) dalam kitab At-Tajrid. Pada abad ke-9 Hijriyah, Ibnu Hajar al-Asqalani menyusun kitab yang terkenal bernama Al- Ishabah, dalam kitab ini merupakan kumpulan dari Al-Isti‟ab dan Usd al- Ghabah di tambahkan pula dengan sesuatu yang tidak terdapat dalam kitab- kitab tersebut.29

3. Bentuk-bentuk Kitab Rijāl dan Perkembangannya.

a. Kitab-kitab yang berisi tentang orang-orang yang terpercaya dan orang- orang lemah saja.

1) Ṭabaqāt Muhammad ibn Sa‟ad az-Zuhry al-Bashary (230 H), kitab ini merupakan kitab yang sangat besar, karena di dalamnya terdapat nama-nama sahabat, nama-nama tabi‟in dan orang-orang yang sesudahnya.

2) Al-Tārῑkh al-Kabῑr karya Al-Bukhari (256 H/ 870 M). Kitab ini membahas perawi hadis secara umum.

3) Al-Kuna wa al-Asma karya Muslim (261 H).

4) Al-Jarḥ Wa al-Ta‟dῑl karya Ibnu Abi Hatim (327 H) 5) At-Takmil karya imam Ibnu Katsir

4. Kitab-kitab yang menerangkan orang-orang yang lemah saja a) Kitab Aḍ-Ḍu‟afā‟ karya Al-Bukhari.

b) Kitab Aḍ-Ḍu‟afā‟ karya Ibnu al-Jauzy (597 H).

5. Kitab yang menerangkan orang-orang yang mentadliskan hadis

29Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar ILMU HADITS, (Semarang: PT. PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2013), edisi III, cet VIII, hal, 114-115

(12)

a) At-Tabyῑn karya Ibrahim Ibn Muhammad al-Halaby (841 H), mula-mula yang menyusun kitab dalam bab ini adalah imam Husain ibn Ali al- Karabasy.

6. Kitab-kitab yang disusun mengenai perawi-perawi dalam suatu kitab tertentu.

a) Kitab karya Ahmad ibn Muhammad al-Kalabady (398 H), kitabnya ini menerangkan tentang perawi-perawi yang terdapat dalam kitab al- Bukhari, kitabnya yang bernama Asmā‟ Rijāl Şaḥῑḥ Bukhārῑ

b) Ibnu „Adi dalam karyanya yang berjudul Asāmῑ Man Rāwa „Anhu al- Bukhārῑ.

c) Al-Daaruquthni, di dalam karyanya yang berjudul Żakara Asmā‟ al- Tabi‟ῑn wa man Ba‟dahum Mimman Şaḥat Riwāyathu Min al-Şiqāt „Inda Muhammad bin Ismā‟ῑl al-Bukhārῑ.

d) Al-Baji al-Maliki di dalam karyanya yang berjudul al-Ta‟dῑl wa al-Tajrῑḥ Liman Kharaja „Anhu al-Bukhārῑ fῑ al-Jāmi„ al-Şaḥῑḥ.

e) Al-Shaghani di dalam kitabnya Asami Syuyukh al-Bukhārῑ.

f) Karya Ibnu Manjawih (428 H), kitabnya ini menerangkan tentang perawi-perawi yang terdapat dalam kitab Muslim yang berjudul Rijal Shahih Muslim. Kitab ini dimulai dengan nama ahmad karena mengambil berkah dengan nama Rasulullah Saw, pada setiap permulaan menyebutkan biografi perawi dengan menyebutkan nama perawi, nasabnya, nisbatnya, tahun lahir dan wafatnya, gurunya dan lain-lain.

g) Diantara kitab yang mengumpulkan perawi-perawi yang terdapat dalam kitab enam adalah Abu Muhammad Abd al-Ghany al-Maqdisy (660 H), kitabnya bernama Al-Kamāl fῑ Asmā‟ al-Rijāl. Kitab tersebut kemudian disunting kembali oleh al-Mizzi (724 H), kemudian kitab ini di ringkas oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya Tahżῑb al-Tahżῑb.

7. Kitab yang menerangkan tanggal-tanggal wafat para muhadditsin

a) Abu Sulaiman Muhammad ibn Abdillah (234 H), beliau adalah ulama yang pertama kali menuliskan kitab yang menjelaskan tanggal-tanggal wafat para perawi hadis.

(13)

b) Al-Khattani (466 H)

c) Zainuddin al-„Iraqi (806 H)

8. Ulama yang menuliskan Kitab-kitab yang menerangkan nama-nama, kunyah dan laqab.

a) Adz-Dzahaby

b) Abu Bakar Asy-Syirazy (407 H) c) Ibnu Al-Jauzy (597 H)

d) Ibnu Hajar al-Asqalani

e) Abu Ahmad al-Askary (283 H) f) Abd al-Ghany ibn Said (409 H) g) Ali Ibn Usman al-Maradiny (750 H)

9. Ulama yang menuliskan kitab yang menerangkan pengahfal yang rusak pikiranya ketika tua.

a) Al-Hazimy

b) Burhanuddin ibn „Ajamy (841 H) karyanya yang berujudul Ightibaṭ bi al- Ma‟rifati Man Rāwa bi al-Ikhtilaṭ.30

C. Bentuk penyajian kitab rijal

1. Bentuk kitab rijal berdasarkan nama-nama dan nasab perawi yang serupa.

a. Nama-nama dan Nasab perawi yang serupa, yang terdapat di dalam kitab al- Musytabah fῑ al-Rijāl : Asmā‟ihim wa Ansābihim. Kitab ini merupakan karangan dari Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Usman bin Qaymaz Adz-Dzahaby, kitab ini disusun karena banyak sekali dari nama-nama perawi, nasab, kunya, dan laqab atau nama panggilan yang secara jelas serupa dan berbeda dalam pengucapannya terutama di dalam mencantumkan sanad perawi. Kitab ini di susun berdasarkan abjad atau kamus.31

b. Dan lain-lain.

30Ibid, hal, 116-118

31Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Usman bin Qaymaz Adz-Dzahaby, al- Musytabah Fῑ Al-Rijāl : Asmā‟ihim wa Ansābihim, (Beirut: Daar Ihya al-Kutub al-„Arabiyah, 1962), Cet I, Juz I, hal, 4

(14)

2. Bentuk kitab rijal berdasarkan biografi umum para perawi.

a. Al-Tārῑkh Al-Kabῑr, kitab ini merupakan karangan dari Abi Abdillah Muhammad bin Isma‟il bin Ibrahim al-Ja‟fi al-Bukhari atau yang dikenal dengan sebutan Imam Bukhari. Kitab ini merupakan sebuah biografi umum para perawi yang di mulai dari para sahabat, tabi‟in, dan orang yang sesudahnya, kitab ini disusun berdasarkan huruf abjad kamus.32

b. Dan lain-lain.

3. Bentuk kitab rijal berdasarkan biografi singkat sahabat nabi.

a. Usdul Ghābah Fῑ Ma‟rifat al-Şahābat, kitab merupakan karangan dari Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Abdul Karim al-Jazari atau yang dikenal dengan Ibnu al-Atsir. Kitab ini, merupakan kitab biografi singkat para sahabat yang dimana dalam penyususnannya menyebutkan nama-nama perawi berdasarkan nasab dan nasab para perawi itu dijadikan sebagai sistematika penyusunannya berdasarkan huruf mu‟jam atau berdasarkan abjad huruf hija‟iyah. Tidak akan disebut tentang permasalahan nasab kecuali didalam kitab ini, supaya membirikan pemahaman yang luas.

Karena sebagian pemahaman dari ahli ilmu dan ma‟rifat yang memberikan isyarat kepada hal ini. Dari semua yang ada di dalam kitab ini membutuhkan kepada pandangan yang lain.33

4. Bentuk kitab rijal biografi perawi yang di susun berdasarkan Thabaqat al- Ruwat (golongan periwayatan).

a. Al-Ṭabaqāt al-Kubra, kitab ini adalah karangan dari Muhammad bin Sa‟ad bin Mani‟ al-Hasyimi al-Bashri atau yang di kenal dengan Ibnu Sa‟ad. Kitab Ṭabaqāt al-Kubra, ini merupakan sebuah kitab yang berisi tentang biografi yang disusun berdasarkan Ṭabaqāt al-Ruwah (golongan periwayatan), sebab di dalamnya mencakup sejarah kehidupan atau biografi yang di mulai dari

32Abi Abdillah Muhammad bin Isma‟il bin Ibrahim al-Ja‟fi al-Bukhari, Al-Tārῑkh al-Kabῑr, Juz I, hal, 2

33Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Abdul Karim al-Jazari yang dikenal Ibnu al-Atsir, Usdul Ghābah Fῑ Ma‟rifat al-Şahābat, hal, 4, Juz, I

(15)

biografi Nabi Muhammad Saw, sahabat-sahabat Nabi dan para pengikutnya sampai seterusnya.34

5. Bentuk kitab rijal yang di susun berdasarkan Kutub al-Sittah (kitab yang enam).

a. Al-Mu‟jam al-Musytamil Ala Żikrῑ Asmā‟ al-Syuyukh al-Aimmati al-Nabl, karangan dari al-Imam al-Hafidz Abi Qasim Ali bin al-Hasan bin Hibbatullah al-Syafi‟i atau yang dikenal dengan Ibnu Ibnu Asakir. Kitab ini menjelaskan tentang perawi Kutub al-Sittah yang di susun berdasarkan kamus atau abjad huruf yang memuat atas nama-nama guru dari Kutub al- Sittah. Kitab ini di tulis setelah selesai menuliskan buah karyanya yang berjudul al-Aṭrāf Ala al-Kutub al-Arba‟ah.35

b. Ikmāl Tahżῑb al-Kamāl, kitab ini karangan dari al-Hafidz „Alai al-Din Mughlathay bin Qulayj al-Hanafi, yang di susun seperti halnya kita al- Hfaidz al-Mizzi yang beliau jadikan sebagai rujukan. Dan di berikan beberapa penambahan yang belum di tulis oleh al-Mizzi di dalam bab nasab.

Sehingga memberikan banyak perhatian terutama didalam pemberian nama dan kunyah, begitu juga tersebarnya di dalam pemberian nama nasab yang tidak disertai dalil dalam setiap perkataan beserta rujukan kepada sandaran yang aslinya. Kitab ini di susun berdasarkan biografi para sahabat sampai orang setelahnya yang di susun berdasarkan perawi Kutub al-Sittah.36

6. Bentuk kitab rijal yang disusun berdasarkan kualitas perawi baik yang Tsiqot (yang dipercaya)maupun Ḍo„ ῑf (yang lemah).

a. Al-Şiqāt Mimman Lam Yaqa‟ Fῑ al-Kutub al-Sittah, karangan dari Zainuddin Qasim bin Quthlubugho al-Hanafi. Kitab ini disusun

34Muhammad bin Sa‟ad bin Mani‟ al-Hasyimi al-Bashri (Ibnu Sa‟ad), al-Ṭabaqāt al- Kubra, (Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990), Cet I, Juz I, hal, 9

35Al-Imam al-Hafidz Abi al-Qasim Ali bin Al-Hasan bin Hibbatullah al-Syafi‟i (Ibnu Asakir), al-Mu‟jam al-Musytamil Ala Żikri Asmā‟ al-Syuyukh al-Aimmat al-Nabl, (Damaskus:

Daar al-Fikr, 1981), hal, 9

36Al-Hafidz al-„Alai al-Din Mughlathay bin Qulayj al-Hanafi, Ikmāl Tahżῑb al-Kamāl, (Beirut: al-Faruq al-Hadisiyah, 2001), Cet I, Juz I, hal, 38

(16)

bersandarkan kepada kitab Jarḥ wa Ta„dῑl karangan Ibnu Abi Hatim yang telah menyebutkan berbagai macam Ta„dῑl selain yang ada si dalam kitab Tahdzib. Dari kedua imam besar tadi antara Ibnu Hibban dan Ibnu Abi Hatim keduanya mempunyai karakter tersendiri. Ibnu Hibban mengetahui penta‟dilan itu dengan nomor, sedangkan Ibnu Abi Hatim dengan penjelasan ta‟dilnya, keduanya hadir menjelaskan ta‟dil maupun jarh-nya yang menyebutkan penjelasan disertai dengan pendapatnya.37

b. Al-Ḍu‟afā‟ wa al-Matrukῑn Li Ibni Al-Jauzῑ, karangan Abdurahman bin Ali Bin Muhammad bin Al-Jauzi. Kitab ini adalah nama-nama perawi yang dinilai ḍo‟ῑf atau lemah dan orang-orang yang dinilai cacat dalam periwatannya dari imam-imam besar seperti Ahmad bin Hambal, Yahya bin Ma‟in Ali bin Al-Madini, Al-Bukhari, Muslim, Ibarahim bin Ya‟qub Al- Jauzani al-Sa‟di dan lain-lain. Kitab ini juga merupakan sebuah ringkasan yang di susun berdasarkan huruf mu‟jam atau abjad huruf. 38

7. Bentuk kitab rijal yang membahas tentang negara asal perawi.

a. Tārῑkh al-Wāsiṭ karangan Aslam bin Sahal al-Razazi al-Washithi. Kitab ini menjelaskan tentang negara asal perawi, menyebutkan nama-nama yang di kenal dari anak keturunannya mulai dari abad ke dua hijriyah sampai abad ketiga hijriyah. Kitab ini disusun berdasarkan kabilah, golongan, nama- nama tempat atau daerah dan lain-lain.39

37Zainuddin Qasim bin Quthlubugho al-Hanafi. Al-Şiqāt Mimman Lam Yaqa„ Fῑ al-Kutub al-Sittah, (), hal, 253

38Abdurahman bin Ali Bin Muhammad bin Al-Jauzi, Al-Ḍu‟afā‟ wa al-Matrukῑn Li Ibni Al- Jauzῑ, (Cairo: Daar al-Kutub al-„Ilmiyah), hal, 7,12

39Aslam bin Sahal al-Razazi al-Washithi, Tārῑkh Wāsiṭ, (Beirut: Daar al-Kitab, 1986), Cet I, hal, 9-10

Referensi

Dokumen terkait

Fitur yang dimiliki dari website ini yaitu menampilkan barang, menampilkan info seputar perusahaan, form untuk pemesanan, mengelola data barang, mengelola

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis

Atau sebaliknya, siswa terlebih dahulu menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru tersebut ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga tesis dengan judul Makna Pendidikan Karakter Bangsa Bagi

Begitu banyak konflik yang terjadi akibat adanya pembangunan pengembangan kawasan tepi pantai ini, yaitu karena banyaknya kepentingan dari setiap aspek- aspek yang

Untuk mengetahui keanekaragaman dan distribusi makrozoobentos di sepanjang kawasan perairan lotik (sungai) dan lentik (danau) dan berdasarkan penggunaan lahan di sekitar

Maksud dilakukan penelitian ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui formulasi optimal pembuatan produk nugget jamur tiram putih dengan bahan pengisi tepung