4. HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisa Lumpur Sidoarjo dan Fly Ash
Lumpur Sidoarjo adalah material yang berbentuk Kristal. Material ini tidak dapat langsung dalam pembuatan beton. Oleh karena itu dilakukan treatment untuk membuat material tersebut menjadi amorf. Treatment yang dilakukan adalah pembakaran lumpur Hasil dari lumpur yang telah di treatment dianalisa dengan pengujian PSA untuk mengetahui ukuran butiran dan juga analisa X-RF (X-Ray Fluorescence) untuk mengetahui kandungan yang terdapat pada lumpur Sidoarjo. Hasil pengujian terlihat seperti pada Tabel 4.1dan Tabel 4.2.
Tabel 4.1. Particle Size Analyser Lumpur Sidoarjo Variasi: Lama Penggilingan
Lama d(10) d(50) d(90) SSA Penggilingan
(jam) (μm) (μm) (μm)
(m2/g) 8 jam 1.069 5.611 36.687 2.018 12 jam 0.982 4.484 27.865 2.308
Terlihat dari hasil analisa ukuran butiran pada Tabel 4.1, semakin lama waktu penggilingan lumpur, maka semakin besar luasan permukaan spesifik (SSA) yang didapatkan dan juga semakin kecil ukuran butiran.
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa kandungan senyawa yang terdapat pada lumpur Sidoarjo dapat memenuhi ketentuan sebagai pozzolan dikarenakan sesuai yang di standarkan ASTM C 618-05 (2002) jumlah kandungan senyawa SiO2, Fe2O3, dan Al2O3 lebih dari 70%.
Fly ash yang digunakan dalam penelitian kali ini merupakan fly ash tipe F yang didapat dari PLTU Paiton, Jawa Timur. Fly ash ini merupakan sisa pembakaran batu bara yang tergolong baik, sehingga fly ash memiliki kandungan CaO yang rendah. Kandungan fly ash setelah dilakukan pengujian X-RF didapatkan hasil seperti terlihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.2. Hasil Pengujian X-RF Lumpur Sidoarjo NO Senyawa Kandungan (%)
1 SiO2 56.75
2 Al2O3 23.31
3 Fe2O3 7.37
4 CaO 2.13
5 K2O 1.04
6 MgO 2.95
7 SO3 0.96
8 TiO2 0.38
9 MnO 0.14
10 Cr2O3 0.01
11 Na2O 2.7
Tabel 4.3. Hasil Pengujian X-RF Fly Ash NO Oksida Senyawa (%wt)
1 Silikon Dioksida (SiO2) 51.12 2 Aluminium Trioksida (Al2O3) 18.9 3 Besi Trioksida (Fe2O3) 17.71 4 Titan Dioksida (Ti2O3) 0.98
5 Kalsium Oksida (CaO) 5.54
6 Magnesium Oksida (MgO) 3.17 7 Chrom Trioksida (Cr2O3) 0.03 8 Kalium Oksida (K2O) 0.82 9 Sulfur Trioksida (SO3) 0.63 10 Natrium Oksida (Na2O) 0.47 11 Mangan Oksida (Mn3O4) 0.33
4.2. Analisa Kebutuhan Superplasticizer (SP)
Analisa kebutuhan SP digunakan dalam penelitian tahap awal untuk menentukan prosentase kebutuhan SP yang diperlukan dalam pembuatan beton.
Pada tahapan ini digunakan mortar sebagai acuan untuk menentukan kelecakan.
Mortar yang digunakan merupakan variasi antara mortar berbahan dasar semen, fly ash, lumpur Sidoarjo, serta mortar geopolimer berbahan dasar fly ash dan lumpur Sidoarjo. Target diameter flow yang ditetapkan dalam pembuatan mortar ini adalah 17 ± 2 cm. Kebutuhan superplasticizer (SP) dalam tahapan ini digunakan sebagai indikasi untuk pembuatan beton.
Tabel 4.4. Kebutuhan Pemberian SP agar Mencapai Target Diameter Flow
No Mortar W/B Kebutuhan SP
(% Semen)
Hasil Flow (cm)
1 Konvensional 0.4 0.1 16
2 HVFA 0.4 0 19
3 HVSM 8 0.4 2 16
4 HVSM 12 0.4 1.5 18
5 GEOFA 0.25 0 18
6 GEOFA 0.4 0 Overflow
7 GEOSM 8 0.4 0 16
8 GEOSM 12 0.4 0 18
Terlihat pada Tabel 4.4 bahwa kebutuhan untuk material yang menggunakan fly ash dalam bentuk mortar pozzolan maupun mortar geopolimer tidak membutuhkan tambahan SP. Sedangkan kebutuhan SP untuk mortar pozzolan agar mencapai target diameter flow sekitar 1,5 – 2 % dari berat cementitious.
4.3. Analisa Hasil Uji Kuat Tekan
Sebelum dilakukan pengujian durabilitas terhadap beton, dilakukan pengujian kuat tekan beton pada umur 28 hari. Alasan dilakukan pengujian awal adalah untuk memperoleh mutu beton yang baik dibandingkan penelitian yang telah dilakukan oleh Antoni, Wattimena, et al. (2013). Penelitian yang telah dilakukan oleh Antoni, Wattimena, et al. (2013) mendapatkan beton (F60W30) dengan hasil pengujian kuat tekan pada 28 hari sekitar 25 MPa. Oleh karena itu dengan komposisi yang baru, didapatkan mutu beton yang lebih baik. Gambar 4.1
menunjukkan hasil pengujian kuat tekan yang lebih tinggi (>30 MPa). Namun, dalam pembuatan beton geopolimer berbahan lumpur Sidoarjo masih belum didapatkan komposisi yang tepat, sehingga mutu yang didapatkan masih rendah.
Penamaan benda uji didefinisikan seperti pada Tabel 4.5.
51.57
35.17 35.33 44.67
58.50
10.1013.50 24
0 10 20 30 40 50 60 70
Kuat Tekan (MPa)
Hasil Pengujian Kuat Tekan
Konvensional kontrol HFVA kontrol HVSM8 kontrol HVSM12 kontrol GEOFA kontrol GEOSM8 kontrol GEOSM12 kontrol F60W30
Gambar 4.1 Pengujian Kuat Tekan Berbagai Beton pada Umur 28 Hari
Tabel 4.5 Definisi Penamaan Benda Uji
NO Kode Keterangan
1 Konvensional Beton dengan bahan dasar semen 100%
2 HVFA Beton dengan bahan dasar semen 50% dan fly ash 50%
3 HVSM 8 Beton dengan bahan dasar semen 50% dan lumpur Sidoarjo 50% dengan waktu penggilingan 8 jam 4 HVSM 12 Beton dengan bahan dasar semen 50% dan lumpur
Sidoarjo 50% dengan waktu penggilingan 12 jam 5 GEOFA Beton geopolimer dengan bahan dasar fly ash 6 GEOSM 8 Beton geopolimer dengan bahan dasar lumpur
Sidoarjo dengan waktu penggilingan 8 jam 7 GEOSM 12 Beton geopolimer dengan bahan dasar lumpur
Sidoarjo dengan waktu penggilingan 12 jam
8 F60W30 Beton HVFA dari penelitian Antoni, Wattimena, et al. (2013) dengan kadar fly ash hingga 60% ; W/C ratio 30%
Penamaan benda uji diikuti kata „kontrol‟ untuk menyatakan bahwa benda uji merupakan benda uji tanpa perlakuan khusus yang hanya dirawat dengan direndam dalam kolam curing berisi air hingga waktu pengujian.
Dengan menjaga kadar kandungan fly ash dan lumpur Sidoarjo 50%
diharapkan kuat tekan tidak berkurang terlalu drastis. Dari pengamatan untuk umur 28 hari kadar SAI (Strength Activity Index) yang didapatkan SAI beton HVFA dan HVSM 8 masih sekitar 68%, sedangkan untuk beton HVSM 12 telah mencapai 85%.
4.4. Analisa Hasil Uji Ketahanan terhadap Asam Sulfat (H2SO4) 10%
Pengujian ketahanan asam sulfat dilakukan dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4) dengan kadar 10%. Metode yang digunakan bertujuan untuk mempercepat pengaruh reaksi kerusakan pada beton. Perendaman dilakukan selama 4 hari dan diletakan pada suhu ruang selama 3 hari seperti yang telah dilakukan oleh Darwin et al. (2008).
Pengujian yang dilakukan menggunakan 3 macam pengujian, yaitu pengujian kehilangan massa yang diukur pada waktu sebelum perendaman kembali. Semakin kecil kehilangan massa yang terjadi, maka durabilitas benda uji semakin tinggi. Kedua pengamatan visual terhadap benda uji. Pengamatan dilakukan pada waktu sebelum pengujian kuat tekan. Pengamatan dibandingkan dengan benda uji kontrol, yaitu benda uji yang hanya di curing dengan air biasa.
Ketiga merupakan pengujian kuat tekan.
Penamaan benda uji untuk yang direndam dalam larutan asam sulfat (H2SO4) yang coating dengan larutan alkali ditambahkan kata “alkali” di setiap nama masing – masing tipe beton yang digunakan, sedangkan untuk lapisan geopolimer ditambahkan kata “geopolimer” di setiap nama masing – masing tipe beton. Untuk benda uji yang direndam tidak dilapisi larutan alkali dan lapisan geopolimer hanya ditambahkan kata “rendam”, sedangkan benda uji kontrol merupakan benda uji yang digunakan sebagai benda uji pembanding hanya di curing dalam air.
4.4.1. Kehilangan Massa
Benda uji direndam dalam larutan asam sulfat (H2SO4) pada hari ketiga.
Berat benda uji diukur pada hari ketujuh, pada waktu akan di rendam kembali sesuai dengan siklus yang diterapkan pada metode wet – dry cycle. Variasi pengujian adalah beton kontrol yang merupakan standar beton tanpa perendaman di larutan asam sulfat (H2SO4), beton dengan aplikasi larutan alkali pada permukaan dan beton dengan lapisan geopolimer fly ash pada permukaan.
Terlihat pada Gambar 4.2 terjadi penurunan massa yang sangat curam pada beton tanpa pengaplikasian coating pada permukaan. Penurunan beton konvensional tanpa lapisan coating pada hari ke 90 mencapai 20% dari massa awal. Dengan adanya coating larutan alkali dapat menurunkan angka kehilangan massa hingga 2% pada umur beton 90 hari, sedangkan bila menggunakan lapisan coating geopolimer dapat menurunkan angka kehilangan massa hingga 5%.
Sehingga dapat dikatakan dengan menggunakan lapisan geopolimer pada permukaan beton konvensional lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan larutan alkali pada permukaan.
-20.18 -18.57 -13.66
-24 -20 -16 -12 -8 -4 0
0 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91
KehilanganMassa (%)
Lama Perendaman (Hari)
Konvensional Rendam Konvensional Coating Alkali Konvensional Coat Geopolimer
Gambar 4.2 Grafik Perubahan Massa Beton Konvensional
Kehilangan massa yang terjadi pada beton konvensional pada penelitian ini dibandingkan pada penelitian yang dilakukan oleh Joorabchian (2010) dengan bahan dasar campuran menggunakan metakaolin serta batu kapur dalam perendaman asam sulfat (H2SO4) kadar 7% dalam waktu 4 minggu didapatkan
hasil penurunan beton mencapai 32% dari berat awal untuk beton kontrol dalam penelitian ini, sedangkan dengan variasi penggunaan metakaolin serta batu kapur penurunan dapat diperlambat hingga 25%.
Untuk pengamatan kehilangan massa pada beton HVFA, kehilangan massa yang terjadi dengan beton HVFA tanpa coating pada hari ke 90 tidak terlalu signifikan, hanya sebesar 4.5 % dari massa awal. Dengan pengaplikasian larutan alkali pada permukaan penurunan angka kehilangan massa dapat dikurangi hingga 0.8%, sedangkan dengan lapisan geopolimer angka kehilangan massa dapat dikurangi hingga 0.3%. Efektifitas dari pengaplikasian antara larutan alkali dan lapisan geopolimer dapat dikatakan hampir serupa. Perbedaan angka yang kecil ini dapat diakibatkan faktor pori – pori yang tidak 100% seragam untuk tiap beton HVFA.
Untuk beton HVSM 8, beton dengan penggunaan 50% lumpur Sidoarjo sebagai bahan pengganti semen, didapatkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan beton konvensional. Pada umur beton 90 hari, beton HVSM 8 tanpa coating mengalami penurunan massa hanya sekitar 10 % dari massa awal.
Sedangkan dengan pengaplikasian larutan alkali kurang efektif, kehilangan massa yang terjadi kurang lebih sama dengan kondisi bila tidak diaplikasikan lapisan coating, bila menggunakan lapisan coating geopolimer didapatkan peningkatan durabilitas yang lebih signifikan sekitar 6%. Sehingga dapat dikatakan pada beton HVSM 8 lebih efektif peningkatan durabilitas dengan menggunakan lapisan geopolimer.
Gambar 4.3 Grafik Perubahan Massa Beton HVFA
-4.50-3.74
-20.18 -24
-20 -16 -12 -8 -4 0
0 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91
KehilanganMassa (%)
Lama Perendaman (Hari)
HVFA Rendam HVFA Coating Alkali HVFA Coat Geopolimer Konvensional Rendam
-10.90 -10.67 -3.64
-20.18 -24
-20 -16 -12 -8 -4 0
0 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91
KehilanganMassa (%)
Lama Perendaman (Hari) HVSM 8 Rendam
HVSM 8 Coating Alkali HVSM 8 Coat Geopolimer Konvensional Rendam
Gambar 4.4 Grafik Perubahan Massa Beton HVSM 8
-12.46 -13.19 -3.23
-20.18
-24.00 -20.00 -16.00 -12.00 -8.00 -4.00 0.00
0 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91
KehilanganMassa (%)
Lama Perendaman (Hari) HVSM 12 Rendam
HVSM 12 Coating ALKALI HVSM 12 Coat Geopolimer Konvensional Rendam
Gambar 4.5 Grafik Perubahan Massa Beton HVSM 12
Untuk beton HVSM 12, lumpur yang digunakan digiling 12 jam, dalam pengujian kehilangan massa ini, memberikan kerusakan yang lebih besar bila dibandingkan dengan beton yang menggunakan lumpur digiling 8 jam. Terlihat pada Gambar 4.5. bahwa kehilagan massa yang terjadi pada beton HVSM 12 tanpa coating mencapai 13%. Dengan penggunaan alkali dapat dikatakan kurang efektif, karena tidak memberikan dampak penurunan angka kehilangan massa.
Namun, dengan pengaplikasian lapisan coating geopolimer didapatkan penurunan angka kehilangan massa sebesar 9%. Sehingga dapat dikatakan dengan pengaplikasian lapisan coating geopolimer dapat meningkatkan durabilitas.
Untuk pengamatan efektifitas pada penurunan massa beton, dapat dibandingkan dengan pengamatan benda uji kontrol dengan benda uji yang telah diaplikasikan lapisan coating permukaannya. Dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Grafik Efektifitas Pengaplikasian Coating pada Penurunan Massa Beton
Dari grafik pada Gambar 4.6 terlihat pada beberapa sampel beton seperti beton HVSM efek lapisan coating larutan alkali tidak terlalu berpengaruh terhadap penurunan massa terlihat pada angka efektifitas yang bernilai negatif.
Peningkatan yang sangat signifikan terlihat pada beton HVSM dengan lapisan coating geopolimer, peningkatan yang terjadi mencapai angka 70%. Dapat dikatakan pengaplikasian coating lapisan geopolimer sangat efektif terhadap peningkatan durabilitas dalam hal penurunan massa beton.
Dari grafik terlihat beton HVFA mengalami peningkatan dengan berbagai macam pengaplikasian lapisan coating pada permukaan. Dari hasil analisa, dengan menggunakan larutan alkali pada beton HVFA terlihat lebih efektif, terutama pada umur awal, hal ini bila dibandingkan dengan lapisan geopolimer.
Peningkatan juga terjadi oleh penggunaan lapisan coating geopolimer. Oleh karena itu, dapat dikatakan dengan menggunakan lapisan larutan alkali dapat meningkatkan durabilitas dalam hal kehilangan massa akibat asam sulfat.
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Konvensional Coating Alkali
Konvensional Coating Geopolimer
HVFA Coating Alkali
HVFA Coating Geopolimer
HVSM 8 Coating Alkali
HVSM 8 Coating Geopolimer
HVSM 12 Coating Alklai
HVSM 12 Coating Geopolimer
Efektifitas
Efektifitas Pengaplikasian Coating Larutan Alkali dan Lapisan Geopolimer terhadap Penurunan Massa
28 hari 56 hari 90 hari
4.4.2. Pengamatan secara Visual
Pengamatan benda uji dilakukan pada saat umur beton 90 hari.
Pengamatan meliputi kerusakan beton dan seberapa besar efek dari lapisan coating pada permukaan.
Gambar 4.7 Pengamatan Visual Terhadap Beton Setelah Pengujian Durabilitas terhadap Asam Sulfat (H2SO4) 90 Hari
KONVENSIONAL Kontrol
HVFA Kontrol
HVSM 12 Rendam HVSM 8 Kontrol
GEOFA Rendam GEOSM 8 Rendam GEOSM 12 Rendam HVSM 8 Rendam HVSM 8 Alkali
GEOFA Kontrol
HVSM 8 Geopolimer
HVSM 12 Kontrol
HVSM 12 Alkali
HVSM 12 Geopolimer KONVENSIONAL
Rendam
KONVENSIONAL Alkali
KONVENSIONAL Geopolimer
HVFARendam HVFA Alkali HVFA Geopolimer
Terlihat pada Gambar 4.7 terlihat Beton Konvensional, yang menggunakan bahan dasar semen, pasir, kerikil, mengalami kerusakan paling parah, bagian permukaan yang dilapisi mortar sudah menghilang, dan bagian kerikil (agregat kasar) pada beton sudah mulai tampak. Bila dibandingkan dengan beton yang menggunakan fly ash dan lumpur Sidoarjo di dalam campurannya, beton konvensional jauh lebih buruk kondisinya dilihat dari pengamatan visual ini.
Perubahan yang terjadi pada beton pozolan berbahan fly ash dan lumpur Sidoarjo dengan menggunakan coating larutan alkali dan lapisan geopolimer tidak terlalu signifikan. Perubahan bentuk masih dapat dipertahankan serta lapisan coating lapisan geopolimer masih tampak beberapa bagian pada beton HVSM.
Hal ini menandakan lapisan geopolimer hanya melekat pada permukaan saja, tidak meresap hingga pori – pori.
4.4.2.1. Efek Pengaplikasian Larutan dan Lapisan Geopolimer
Terlihat pada Gambar 4.7 bahwa pada umur 90 hari permukaan beton dengan larutan alkali pada permukaannya masih dapat mempertahankan bentuknya. Untuk benda uji beton konvensional, efek dari pengaplikasian larutan alkali tidak terlihat dampaknya. Larutan alkali tidak bereaksi dengan baik semen, oleh karena itu dampak peningkatan durabilitas secara kasat mata tidak tampak.
Untuk pengingkatan durabilitas dengan lapisan geopolimer, lapisan geopoplimer dapat mempertahankan massa dan juga kekuatan dalam periode awal umur beton, namun bertahap lapsisan mulai menghilang. Pada saat lapisan sudah menghilang, maka beton kembali ke kondisi awal saat sebelum diaplikasikan lapisan geopolimer.
4.4.3. Pengujian Kuat Tekan
Penurunan massa berbanding lurus dengan penurunan kuat tekan pada setiap beton. Penurunan massa pada beton dengan aplikasi coating dapat dikurangi hingga 50% pada awal perendaman. Untuk coating larutan alkali, larutan dapat menyatu dengan pozzolan yang terdapat pada beton. Namun, pada penggunaan lapisan geopolimer, sifat lapisan hanya melapisi saja, tidak dapat
menyatu dengan pozzolan, sehingga asumsi peningkatan ketahanan dengan larutan alkali serta lapisan geopolimer terbukti berhasil. Efek terhadap kuat tekan sebagai berikut, terlampir pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8 Pengujian Kuat Tekan Beton Konvensional
Kehilangan massa pada beton berakibat kepada penurunan kekuatan yang terlihat dari pengujian kuat tekan. Terlihat dengan aplikasi lapisan coating larutan alkali dan coating lapisan geopolimer pada permukaan beton konvensional memberikan dampak yang baik pada awalnya, namun seiring lapisan larutan alkali menghilang, terjadi penurunan kekuatan yang hampir sama dengan beton tanpa lapsian coating. Sedangkan untuk lapisan geopolimer hingga hari ke 28 menunjukkan ketahanan yang baik, pengurangan kekuatan hanya sekitar 20%.
Gambar 4.9 Pengujian Kuat Tekan Beton HVFA
51.57
21.50
39.17 40.53
58.77
21.50 21.17
40.47 70.00
15.00 18.17
22.83
0 10 20 30 40 50 60 70
Konvensional kontrol
Kontrol Konvensional Coating
Alkali
Konvensional Coating Geopolimer
Kuat Tekan (MPa)
28 hari 56 hari 90 hari
35.17
28.20 29.40 29.83
46.47
27.33
28.33
35.30 51.87
17.17
29.17 33.83
0 10 20 30 40 50 60 70
HFVA kontrol HFVA Rendam HFVA Coating Alkali
HFVA Coating Geopolimer
Kuat Tekan (MPa)
28 hari 56 hari 90 hari
Gambar 4.10 Pengujian Kuat Tekan Beton HVSM 8
Untuk penggunaan lumpur Sidoarjo yang digiling selama 8 jam sebagai bahan pengganti 50 % semen dalam pembuatan beton, telah menghasilkan kuat tekan yang tinggi, yaitu 35 MPa dalam 28 hari, serta terus meningkat hingga 42 MPa dalam umur 56 hari. Untuk pengaplikasian larutan alkali dan lapisan geopolimer memberikan dampak yang signifikan kepada beton dalam peningkatan durabilitas. Namun efektifitas penggunaan lapisan geopolimer terbatas. Sehingga ketika efek coating polimer telah habis maka penurunan kekuatan akan sama dengan beton tanpa coating.
Gambar 4.11 Pengujian Kuat Tekan Beton HVSM 12
35.33
25.67
38.20
29.40 42.30
20.33
26.75
23.00 41.67
21.67
31.00
25.25
0 10 20 30 40 50 60 70
HVSM8 kontrol HVSM8 Rendam HVSM8 Coating Alkali
HVSM8 Coating Geopolimer
Kuat Tekan (MPa)
28 hari 56 hari 90 hari
44.67
17.83
37.75
33.40 45.20
11.83
23.00
26.50 47.67
13.17
22.25 20.25
0 10 20 30 40 50 60 70
HVSM12 kontrol
HVSM12 Rendam
HVSM12 Coating Alkali
HVSM12 Coating Geopolimer
Kuat Tekan (MPa)
28 hari 56 hari 90 hari
Untuk beton dengan bahan dasar lumpur yang telah digiling 12 jam, memberikan hasil kuat tekan yang cukup tinggi juga. Namun, dalam hal ini hasil kuat tekan yang dihasilkan tidak berbeda jauh dengan penggunaan lumpur yang digiling 8 jam. Efektifitas penggunaan larutan alkali maupun lapisan geopolimer sebagai bahan untuk meningkatkan durabilitas hampir sama dengan yang dihasilkan lumpur yang digiling 8 jam. Hal ini dikarenakan ukuran butiran yang dihasilkan dengan lama waktu yang berbeda ini tidak terpaut jauh.
Gambar 4.12 Pengujian Kuat Tekan Beton Geopolimer
Untuk pembuatan beton geopolimer adalah sebagai pembanding beton yang digunakan. Namun, dalam penelitian kali ini komposisi yang digunakan sebagai pembanding masih belum tepat, sehingga kuat tekan yang dihasilkan oleh beton geopolimer berbahan lumpur Sidoarjo masih rendah. Diperlukan pengujian – pengujian lanjutan.
4.5. Analisa Hasil Uji Penetrasi Ion Klorida
Uji penetrasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana beton dapat menahan penetrasi ion klorida. Beton yang digunakan dalam pengujian ini merupakan beton dalam kondisi normal, dengan coating larutan alkali, dengan coating lapisan geopolimer.
Terlihat bahwa nilai koefisien penetrasi terdapat perbedaan yang signifikan terhadap masing – masing variasi. Semakin kecil koefisien penetrasi,
0 10 20 30 40 50 60 70
GEOFA kontrol
GEOFA Rendam
GEOSM8 kontrol
GEOSM8 Rendam
GEOSM12 kontrol
GEOSM12 Rendam
Kuat Tekan (MPa)
28 hari 56 hari 90 hari
menunjukkan bahwa permeabilitas dari beton tersebut semakin sedikit, sehingga kemungkinan ion klorida dapat melakukan penetrasi semakin sedikit pula.
Gambar 4.13 Hasil Penetrasi Ion Klorida Pada Variasi Beton
Untuk geopolimer berbahan lumpur Sidoarjo didapatkan hasil yang kurang baik dibandingkan variasi beton yang menggunakan semen, dapat ditarik kesimpulan bahwa rongga – rongga yang ditimbulkan oleh beton dengan bahan dasar pozzolan lumpur Sidoarjo menimbulkan kepadatan yang berkurang.
4.5.1. Efek Pengaplikasian Larutan Alkali dan Lapisan Geopolimer
Penggunaan lapisan coating pada beton, dapat menambah kemampuan dalam hal permeabilitas beton.Efek dari lapisan coating larutan alkali dan lapisan geopolimer terlihat pada nilai koefisien penetrasi ion klorida yang semakin kecil, dibandingkan dengan tanpa lapisan coating. Walaupun dalam penggunaan larutan alkali maupun geopolimer dapat meningkatkan durabilitas, namun, masih belum dapat mencapai angka koefisien penetrasi ion klorida yang dihasilkan oleh geopolimer.
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Dnssm (x10-12 m2/s)
Gambar 4.14 Hasil Penetrasi Ion Klorida Beton Konvensional
Terlihat pada Gambar 4.14 dengan diaplikasikan larutan alkali dapat menurunkan nilai koefiisien hingga 2.22%. dengan lapisan geopolimer didapatkan hasil yang lebih baik yaitu 2.54%.
9.18
7.71 8.33
0 2 4 6 8 10 12
Dnssm (x10-12 m2/s)
HVFA
HVFA Coating alkali HVFA Coating Geopolimer
Gambar 4.15 Hasil Penetrasi Ion Klorida Beton HVFA
Untuk beton HVFA, nilai koefisien yang didapatkan lebih kecil dibandingkan beton Konvensional, hal ini dikarenakan dengan adanya bahan pengganti fly ash di dalam campuran beton membuat lebih lecak dalam pengerjaannya. Hal ini membuat rongga – rongga udara yang ada di dalam beton
12.17
8.22 7.90
0 2 4 6 8 10 12 14
Dnssm (…x10-12 m2/s) Konvensional
Konvensional Coating Alkali Konvensional Coating Geopolimer
pada saat digetarkan hampir tidak ada. Sehingga didapatkan hasil yang lebih baik dengan angka 8.3x10-12m2/s. Efektifitas dari pengaplikasian larutan alkali dapat menurunkan angka koefisien penetrasi hingga 0.6%, tidak terlalu banyak perubahan yang signifikan dan penggunaan lapisan polimer dalam beton tidak meningkatkan nilai koefisien penetrasi ion klorida.
7.45
6.72
5.81
0 2 4 6 8 10 12
Dnssm (x10-12 m2/s)
HVSM 8
HVSM 8 Coating Alkali HVSM 8 Coating Geopolimer
Gambar 4.16 Hasil Penetrasi Ion Klorida Beton HVSM 8
7.58
6.59 6.47
0 2 4 6 8 10 12
Dnssm (x10-12 m2/s)
HVSM 12
HVSM 12 Coating Alkali
HVSM 12 Coating Geopolimer
Gambar 4.17 Hasil Penetrasi Ion Klorida Beton HVSM 12
Untuk peningkatan durabilitas dengan larutan alkali dan lapisan geopolimer pada pengujian penetrasi ion klorida beton berbahan dasar lumpur Sidoarjo tidak terlalu banyak menghasilkan perubahan. Larutan alkali dan dan
Oleh karena hal itu penggunaan coating pada beton berbahan dasar lumpur Sidoarjo tidak terlalu banyak menghasilkan perubahan.
Untuk efektifitas dari masing – masing pengujian penetrasi ion klorida, dengan cara membandingkan kondisi kontrol awal sebelum diaplikasikan coating dengan kondisi setelah dicoating. Pada Gambar 4.18 terlihat bawa efektifitas pengaplikasian larutan alkali paling efektif diaplikasikan pada beton pozolan berbahan fly ash, sedangkan untuk beton HVSM lebih efektif bila lapisan coating geopolimer dilakukan. Untuk beton konvensional, sebagai variabel kontrol menunjukan bahwa kedua metode lapisan coating pada beton dengan bahan dasar semen dapat dikatakan dapat meningkatkan durabilitas terhadap larutan garam.
Gambar 4.18 Efektifitas Pengaplikasian Lapisan Coating pada Pengujian Penetrasi Ion Klorida
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
Konvensional HVFA HVSM 8 HVSM 12
Efektifi tas
Coating Alkali Coating Geopolimer