• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG KECERDASAN EMOSIONAL DAN MINAT BELAJAR SISWA A.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG KECERDASAN EMOSIONAL DAN MINAT BELAJAR SISWA A."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS TENTANG KECERDASAN EMOSIONAL DAN MINAT BELAJAR SISWA

A. Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan Emosional a. Pengertian Kecerdasan

Menurut Howard Gardner sebagaimana di kutip dalam buku Agus Efendi, 2005 mengatakan bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan atau menciptakan sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu.

Sedangkan menurut Alfred Binet dan Theodore Simon, kecerdasan terdiri dari tiga komponen: 1 kemampuan mengarahkan pikiran dan atau tindakan, 2 kemampuan mengubah arah tindakan jika tindakan tersebut telah dilakukan, dan 3 kemampuan mengkritik diri sendiri. (Agus Efendi, 2005: 81).

Sedangkan menurut Feldam mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan memahami dunia, berfikir secara rasional, dan menggunakan sumber-sumber secara efektif pada saat dihadapkan dengan tantangan.

Dalam pengertian ini kecerdasan terkait dengan kemampuan memahami lingkungan atau alam sekitar, kemampuan penalaran atau berfikir logis, dan sikap bertahan hidup dengan menggunakan sarana dan sumber-sumber yang ada. (Hamzah B. Uno, 2006: 59)

Penelitian Gardner telah menguak rumpun kecerdasan menusia yang lebih luas daripada kepercayaan manusia sebelumnya, serta menghasilkan konsep kecerdasan yang sungguh pragmatis dan menyegarkan. Gardner tidak memandang “kecerdasan” manusia sebagai skor tes standar semata, namun Gardner menjelaskan kecerdasan sebagai: (1) kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di kehidupan manusia, (2) kemampuan untuk meghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan, (3) kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau

(2)

menawarkan jasa yang akan menimbulkan penghargaan dalam budaya seseorang.

Dari beberapa pengertian kecerdasan di atas dapat dijelaskan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia, kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan.

b. Pengertian Emosi

Emosi (emotion) merupakan susasana kesadaran dari pada individu emosi lebih kompak dari pada perasaan dan emosi dapat timbul dari kombinasi beberapa perasaan. Dengan kata lain, perasaan merupakan bagian dari pada emosi. Emosi dapat didefinisikan sebagai “Stirred up or aroused state of the human organization” (emosi merupakan sesuatu keadaan yang bergejolak dalam diri manusia). (Usman Efendi & Juhaya, 1989: 81)

Menurut Crow & Crow sebagaimana dikutip dalam buku Usman Efendi dan Juhaya (1989: 81) yang berjudul Pengantar Psikologi mengartikan bahwa emosi merupakan suatu keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi/berperan sebagai inner adjustment (penyesuaian dalam diri) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu.

Emosi berasal dari kata e yang berarti energi dan motion yang berarti getaran. Emosi kemudian bisa dikatakan sebagai sebuah energi yang terus bergerak dan bergetar. Emosi dalam makna paling harfiah didefinisikan sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu dari setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap. Emosi yang merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan bilogis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan bertindak. (Goleman, 1997:

154)

(3)

Menurut Chaplin sebagaimana dikutip oleh Walgito (1994), merumuskan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya, dan perubahan prilaku. Emosi merupakan keadaan yang ditimbulkan oleh situasi tertentu. Menurut L. Crow & A. Crow, emosi yaitu pengalaman yang afektif yang disertai oleh penyesuaian batin secara menyeluruh, dimana keadaan mental dan fisiologi sedang dalam kondisi yang meluap- luap, juga dapat diperlihatkan dengan tingkah laku yang jelas dan nyata.

(Djaali, 2007: 37)

Menurut Kaplan dan Saddock, emosi adalah keadaan perasaan yang kompleks yang mengandung komponen kejiwaan, badan dan prilaku yang berkaitan dengan affect dan mood. Affect merupakan ekspresi sebagai tampak oleh orang lain dan affect dapat berfariasi sebagai respons terhadap perubahan emosi, sedangkan mood adalah suatu perasaan yang meluas, meresap dan terus-menerus yang secara subjektif dialami dan dikatakan oleh individu dan juga dilihat oleh orang lain. (Djaali, 2007: 37)

Menurut Goleman, emosi adalah perasaan dan pikiran yang khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, suatu rentangan dari kecenderungan untuk bertindak. Menurut kamus The American College Dictionary, emosi adalah suatu keadaaan efektif yang disadari dimana dialami perasaan seperti kegembiraan (joy), kesedihan, ketakutan, benci dan cinta (Djaali, 2007: 37)

c. Pengertian Kecerdasan Emosional

Menurut Hamzah (2006: 68) Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir berempati dan berdoa’a.

(4)

Kecerdasan emosi yaitu kemampuan seseorang untuk mengenali, mengolah, dan mengontrol emosi agar anak mampu merespon secara positif setiap kondisi yang merangsang munculnya emosi-emosi ini.

(Riana Mashar, 2011: 60)

Pendapat lama menunjukan bahwa kualitas intelegensi, kecerdasan dalam ukuran intelektual atau tataran kognitif yang tinggi dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam belajar atau meraih kesuksesan dalam hidupnya. Namun baru-baru ini telah berkembang pandangan lain yang mengatakan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi keberhasilan (kesuksesan) hidup seseorang, bukan semata-mata ditentukan oleh tingginya kecerdasan intelektual, tetapi oleh faktor kemantapan emosional, yang oleh ahlinya, yaitu Daniel Goleman disebut Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional) (Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan, 2005: 239)

Pandangan lama mempercayai bahwa tingkat intellegensi (IQ) atau kecerdasan intelektual merupakan faktor yang sangat menentukan dalam mencapai prestasi belajar atau dalam meraih kesuksesan dalam hidup, akan tetapi menurut pandangan kontemporer, kesuksesan hidup seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektual (Intelligence Quotient- IQ) melainkan juga oleh kecerdasan emosi (Emotional Intelligence-EI atau Emotional Quotient-EQ). (Desmita, 2005: 169-170)

Menurut Goleman sebagaimana dikutip oleh Desmita (2005: 170), kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Banyak orang yang cerdas, dalam arti terpelajar, tetapi tidak mempunyai kecerdasan emosi, sehingga dalam bekerja menjadi bawahan orang ber-IQ lebih rendah tetapi uggul dalam keterampilan kecerdasan emosi.

(5)

Daniel Goleman mengklasifikasikan kecerdasan emosional atas lima komponen penting, yaitu: (1) mengenali emosi, (2) mengelola emosi, (3) motivasi diri sedniri, (4) mengenali emosi orang lain dan, (5) membina hubungan. (Desmita, 2005: 170). Mengenali emosi sendiri-kesadaran sendiri (knowing one’s emotios self-awareness), yaitu mengetahui apa yang dirasakan seseorang pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. (Desmita, 2005: 170-171)

Megelola emosi (managing emotions), yaitu menangani emosi sendiri agar berdampak positif bagi pelaksaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya satu tujuan, serta mampu menetralisir tekanan emosi. Orang yang memiliki kecerdasan emosional adalah orang yang mampu menguasai, mengelola dan mengarahkan emosinya dengan baik. (Desmita, 2005: 171). Motivasi diri (motivating onself), yaitu menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakan dan menuntun manusia menuju sasaran, membantu dan mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif serta bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. (Desmita, 2005: 171)

Mengenali emosi orang lain (recognizing emotions in other)-empati, yaitu kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan orang banyak atau masyarakat. (Desmita, 2005: 171). Membina hubungan (handling relationship), yaitu kemampuan mengendalikan dan menangani emosi dengan baik ketika berhubugan dengan orang lain, cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, memahami danbertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia. (Desmita, 2005: 172)

Memperhatikan kelima komponen kecerdasan emosi di atas, dapat dipahami behwa kecerdasan emosi sangat dibutuhkan oleh manusia dalam

(6)

rangka mencapai kesuksesan, baik di bidang akademis, karir, maupun dalam kehidupan sosial. Bahkan belakangan ini beberapa ahli dalam bidang tes kecerdasan telah menemukan bahwa anak-anak yang memiliki IQ tinggi (cerdas) dapat mengalami kegagalan dalam bidang akademis, karir dan kehidupan sosialnya. Sebalikya, banyak anak yang memiliki kecerdasan rata-rata mendapatkan kesuksesan dalam hidupnya.

Berdasarkan fakta tersebut, maka para ahli tes kecerdasan berkesimpulan bahwa tes IQ hanya dapat mengukur sebagian kecil dari kemampuan manusia dan belum menjaring keterampilan dalam menghadapi masalah- masalah kehidupan orang lain. Faktor IQ dianggap hanya menyumbangkan 20% dalam keberhasilan masa depan anak. Dalam penelitian dibidang psikologi anak telah dibuktikan pula bahwa anak-anak yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan lebih percaya diri, lebih bahagia, populer dan sukses di sekolah. Mereka lebih mampu menguasai emosinya, dapat menjalin hubungan dengan baik dengan orang lain, mampu mengelola stres dan memiliki kesehatan mental yang baik. Anak dengan kecerdasan emosi yang tinggi dipandang oleh gurunya disekolah sebagai murid yang tekun dan disukai oleh teman-temannya. (Goleman, 1995). (Desmita, 2005: 172)

Menurut Saphiro sebagaimana dikutip oleh Hamzah B.Uno (2006:

68:69), istilah kecerdasan emosi pertama kali dilontaran pada tahun 1990 oleh dua orang ahli, yaitu Peter Salovey dan John Mayer untuk menerangkan jenis-jenis kualitas emosi yang dianggap penting untuk mencapai keberhasilan. Jenis-jenis kualitas emosi yang dimaksud antara lain: (1). empati, (2). mengungkapkan dan memahami perasaan, (3).

mengendalikan amarah, (4). kemampuan kemandirian, (5). kemampuan menyesuaikan diri, 6 diskusi, 7 kemampuan memecahkan masalah antarpribadi, 8 ketekunan, 9 kesetiakawanan, 10 kemarahan, dan 11 sikap hormat.

(7)

Teori lain dikemukakan oleh Reuven Bar-On, sebagaimana dikutip oleh Steven J. Stein dan Howard E. Book, ia menjelaskan bahwa kecerdasan emosinal adalah serangkaian kemampuan, kompetennsi dan kecakapan nonkognitif yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. (Hamzah B. Uno, 2006: 69)

Salovey dan Mayer dalam Saphiro, 1997, menerangkan tentang aspek-aspek yang terdapat dalam kecerdasan emosional, yaitu: empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat (Riana Mashar, 2011: 61)

Menurut W.T Grant Consortium (dalam Goleman, 1995), kecerdasan meliputi mengidentifikasi dan memberi nama perasaann- perasaan, mengungkapkan perasaan, menilai intensitas perasaan, mengelola perasaan, menunda pemuasan, mengendalikan dorongan hati, mengurangi stres, dan mengetahui perbedaan antara perasaan dan tindakan. (Riana mashar, 2011: 62)

2. Unsur-unsur Kecerdasan Emosional

Dalam bukunya Effendi (2005: 203-204), mengacu pada topik yang diajarkan dalam self-science, sebagaimana yang dikutip oleh Howard Gardner, definisi kecerdasan emosional dari Daniel Goelman dari tasawuf Islam, maka unsur-unsur kurikulum yang harus dicakup dalam kecerasan emosional, adalah sebagai berikut :

a) Kesadaran Diri, termasuk dalam hal ini adalah pengetahuan diri, mengamati diri sendiri, mengenali perasaan diri sendiri, menghimpun kosa kata perasaan, menerima diri sendiri, mengenali hubungan antara gagasan, perasaan, reaksi dan mengenali hubungan anatara diri sendiri, lingkungan dan Tuhan.

(8)

b) Pengembalian Keputusan Pribadi yaitu mencermati tindakan diri sendiri dan akibat-akibatnya serta mengetahui apa yang menguasai sebuah keputusan, pikiran dan perasaan.

c) Pengelola Perasaan (Emosi), yaitu memahami yang ada dibalik perasaan, cara menangani kecemasan, amarah, dan kesedihan, tanggung jawab keputusan dan tindakan serta tindak lanjut kesepakatan.

d) Motivasi, dalam hal ini intinya adalah dapat memotivasi diri sendiri dan memotivasi orang lain.

e) Menangani Stres, dalam hal ini meliputi pentingnya olahraga, refleksi terarah dan relaksasi.

f) Kemampuan Bergaul, yaitu empati, memahami perasaan orang lain, menerima sudut pandang ornag lain, menghargai, perbedaan pendapat, komunikasi, membina hubungan dengan orang lain, menjadi pendengar yang baik, cara mengungkapkan perasaan yang baik, bertanya yang baik, ketegasan, membedakan anatara apa yang dikatakan dan penilaian kita atasnya, kerjasama dan ukhuwwah, dinamika kelompok, konflik dan pegelolaannya, tanggung jawab pribadi, membuka diri, menerima diri sendiri dan membandingkan kompromi.

3. Ciri-Ciri Kecerdasan Emosional

Satu hal yang tidak diragukan bahwa kesuksessan dan kegagalan hidup sangat bergantung kepada penguasaan diri seseorang terhadap emosinya dan kemampuannya mengontrol diri (Yusuf al-Uqshari, 2006: 114). Hal ini berarti seseorang yang memiliki kemampuan dalam penguasaan diri dan mengontrol emosi akan mempengaruhi sukses tidaknya orang tersebut dalam menjalaninya.

Menurut salovey kecerdasan emosional memiliki lima wilayah utama (Daniel Goleman, 2016: 513-514) yaitu:

a) Mengenali emosi diri

Kecerdasan diri mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Kesadaran diri adalah perhatian

(9)

terus-menerus terhadap keadaan terhadap keadaan batin seseorang. Dalam kesadaran refleksi diri ini, pikiran mengamati dan menggali pengalaman termasuk emosi. Sementara menurut Jhon Mayer, kesadaraan diri berarti waspada, baik terhadap suasana hati maupun pikiran kita tentang suasana hati, kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting baik bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri.

b) Mengelola emosi

Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat adalah kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri. Mengelola emosi berhubungan dengan kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan, dan akibat- akibat yang timbul karena gagalnya ketrampilan dasar. Orang-orang yang buruk kemampuannya dalam ketrampilan ini akan terus-menerus bertarung melawan perasaan murung, sementara mereka yang pintar dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan.

c) Memotivasi diri sendiri

Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk hal memberikan perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan mmenguasai diri sendiri serta untuk berkreasi.

d) Mengenali emosi orang lain

Empati, kemampuan yang juga bergantung pada kesadaran diri emosional, merupakan “keterampilan bergaul” dasar kemampuan berempati yaitu kemampuan untuk mengetahui bagaiman perasaan orang lain ikut berperan dalam pergulatan dalam arena kehidupan. Menurut teori Tictchener, empati berasal dari semacam peniruan secara fisik atau beban orang lain yang kemudian menimbulkan perasaan yang serupa dalam diri seseorang. Orang yang berempati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain.

(10)

e) Membina hubungan dengan orang lain

Seni membina hubungan, sebagai besar, merupakan ketrampilan mengelola emosi orang lain. Dalam hal ini keterampilan dan ketidakterampilan didalamnya, ini merupakan yang menunjang popularitas, kemampuan, dan keberhasilan antarpribadi, unsur pembentuk daya tarik, keberhasilan sosial bahkan karisma. Orang-orang yang terampil dalam kecerdasan sosial dapat menjalin hubungan dengan orang lain dengan cukup lancar, peka membaca reaksi dan perasaan mereka, mampu memimpin dan mengorganisasi, dan pintar menangani perselisihan yang muncul dalam setiap kegiatan manusia. Mereka adalah pemimpin- pemimpin alamiah, orang yang mampu menyuarakan perasaan kolektif serta merumuskan dengan jelas sebagai panduan kelompok untuk meraih sasaran. Mereka adalah jenis orang yang disukai oleh sekitarnya karena secara emosional mereka menyenangkan, mereka membuat orang lain merasa tentram.

Lima wilayah utama yang sudah disebutkan di atas merupakan bagian-bagian yang terdapat di dalam kecerdasan emosinal. Orang yang memiliki kecerdasan emosional adalah orang yang mampu menguasai, mengelola, dan mengarahkan emosinya dengan baik. Kesadaran yang dimiliki dapat membantu mengelola diri sendiri dan hubungan antar personal serta menyadari emosi dan pikirannya sendiri sehingga dapat mendukung kesuksessan hidup seseorang.

4. Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional

Menurut Norman Rosenthal, bukunya yang berjudul “The Emotional Revolution” sebagaimana di kutip dalam buku Darmadi (2017:154), menjelaskan cara untuk meningkatkan kecerdasan emosional, yaitu diantaranya sebagai berikut:

a. Mencoba merasakan dan memahami perasaan diri sendiri

Jika perasaan tidak nyaman muncul, maka diri kita pun merasa terganggu dan ingin menghindarinya. Cara meningkatkan kecerdasan

(11)

emosionalnya yakni dengan cara “Duduklah, setidaknya dua kali sehari dan bertanya kepada diri sendiri,”Bagaimana perasaan saya?” hal demikian hanya memerlukan waktu sedikit untuk merasakannya.

Tempatkan diri kita diruang yang nyaman dan terhindar dari gangguan luar”.

b. Tidak menilai atau mengubah perasaan diri sendiri terlalu cepat

Cara meningkatkan kecerdasan emosionalnya yakni dengan cara

“Cobalah untuk tidak mengabaikan perasaan diri kita, sebelum diri kita memiliki kesempatan untuk memikirkannya. Emosi yang sehat sering naik dan turun dalam sebuah gelombang, meningkat hingga memuncak, dan menurun secara alami. Tujuannya adalah tidak boleh memotong gelombang perasaan diri kita sebelum sampai puncak”.

c. Melihat lebih jauh diri sendiri

Apabila menemukan hubungan antara perasaan diri kita baik saat ini maupun dengan perasaan yang sama di masa lalu atau baik apabila perasaan yang sulit tersebut itu muncul. Cara meningkatkan kecerdasan emosionalnya yakni dengan cara “Tanyakan pada diri kita, “Kapan saya merasakan perasaan ini sebelumnya?” Melakukan cara demikian akan dapat membantu diri kita untuk menyadari apabila emosi saat ini adalah cerminan dari situasi saat ini atau kejadian di masa lalu dalam diri kita”.

d. Menghubungkan perasaan diri sendiri dengan pikiran

Apabila diri kita terdapat sesuatu yang menyerang dengan luar biasa.

Cara meningkatkan kecerdasan emosionalnya yakni dengan cara “Cobalah untuk selalu bertanya, “Apa yang saya pikirkan tentang itu?” Sering kali, salah satu dari perasaan diri kita akan bertentangan dengan apa yang ada dalam pikiran. Hal demikian adalah normal, contohnya dalam kasus persidangan. Mendengarkan perasaan diri kita adalah seperti mendengarkan semua saksi dalam suatu kasus persidangan. Hanya dengan mengakui semua bukti, diri kita akan dapat mencapai keputusan terbaik”.

(12)

e. Mendengarkan tubuh diri sendiri

Pusing di kepala saat belajar merupakan petunjuk bahwa pekerjaan apa yang telah dilakukan oleh kita adalah sumber stres. Cara meningkatkan kecerdasan emosionalnya yakni dengan cara “Dengarkan tubuh diri kita dengan sensasi dan perasaan, bahwa sinyal yang masuk dalam diri kita adalah untuk mendapatkan kekuatan nalar”.

f. Meminta bantuan kepada orang terdekat, ketika diri sendiri tidak mengetahui bagaimana apa yang ada dalam perasaan diri sendiri

Banyak orang jarang menyadari bahwa orang lain dapat menilai bagaimana perasaan yang dialami seseorang. Cara meningkatkan kecerdasan emosionalnya yakni dengan cara “Mintalah seseorang yang kenal dengan kita dan yang mempercayai kita, untuk menanyakan

“Bagaimana mereka melihat perasaan kita?” dengan demikian diri kita akan menemukan jawaban yang mengejutkan, baik dan mencerahkan.

g. Masuk ke alam bawah sadar

Bagaimana diri kita lebih menyadari perasaan bawah sadar diri kita?.

Cara meningkatkan kecerdasan emosionalnya yakni dengan cara

“Melakukan asosiasi bebas, dalam keadaan santai. Biarkan pikiran diri kita berkeliaran dengan bebas. Diri kita juga bisa melakukan analisis mimpi.

Jauhkan notebook dan pena di sisi tempat tidur kita dan mulai menuliskan impian diri kita segera, setelah diri kita bangun. Berikan perhatian yang khusus pada mimpi yang terjadi berulang-ulang atau mimpi yang melibatkan kuatnya beban emosi”.

h. Menanyakan kepada diri sendiri “Apa yang kita rasakan saat ini”

Cara meningkatkan kecerdasan emosionalnya yakni dengan cara

“Mulailah dengan menilai besarnya kesejahteraan yang diri kita rasakan pada skala 0 dan 100 dan menuliskannya dalam buku harian. Jika perasaan diri kita terlihat ekstrim pada suatu hari, maka luangkan waktu satu atau

(13)

dua menit untuk memikirkan hubungan antara pikiran dengan perasaan diri kita”.

i. Menulis pikiran dan perasaan diri sendiri ketika sedang menurun

Cara meningkatkan kecerdasan emosionalnya yakni dengan cara

“Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dengan menuliskan pikiran dan perasaan dapat membantu mengenali emosi diri kita. Sebuah latihan sederhana seperti demikian dapat dilakukan beberapa jam per minggu”.

j. Mengetahui kapan waktu untuk kembali melihat keluar

Cara meningkatkan kecerdasan emosionalnya yakni dengan cara

“Berhenti untuk melihat ke dalam diri kita dan mengalihkan fokus diri kita ke luar, karena kecerdasan emosional tidak hanya melibatkan kemampuan untuk melihat ke dalam, tetapi juga untuk hadir di dunia sekitar diri kita”.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman, sebagaimana di kutip dalam buku Darmadi (2017:157), terdapat dua faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional, yaitu diantaranya sebagai berikut:

a. Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang timbu dari dalam diri individu yang dipengaruhi oleh keadaan otak emosional seseorang. Otak emosional dipengaruhi oleh amygdala, neokorteks, sistem limbik, lobus prrefrontal dan hal-hal yang berada pada otak emosional.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar individu dan mempengaruhi atau mengubah sikap pengaruh luar yang bersifat individu dapat secara perorangan, secara kelompok, antara individu dipengaruhi kelompok atau sebaliknya, juga dapat bersifat tidak langsung yaitu melalui perantara misalnya media massa baik cetak maupun elektronik serta informasi yang canggih lewat jasa satelit.

(14)

Sedangkan menurut Agustian, sebagaimana di kutip dalam buku Darmadi (2017:157), faktor –faktor yan mempengaruhi kecerdasan emosional, yaitu diantaranya sebagai berikut:

a. Faktor Psikologis

Faktor psikologis merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor internal ini akan membantu individu dalam mengelola, mengontrol, mengendalikan dan mengkoordinasikan keadaan emosi agar termanifetasi dalam perilaku secara efektif. Menurut Goelman, kecerdasan emosi erat kaitannya dengan keadaan otak emosional. Bagian otak yang mengurusi emosi adalah sistem limbik. Sistem limbik terletak jauh dalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan implus. Peningkatan kecerdasan emosi secara fisiologi dapat dilakukan dengan puasa. Puasa tidak hanya mengendalikan dorongan fisiologi manusia, namun juga mampu mengendalikan kekuasaan implus emosi. Puasa yang dimaksud salah satunya adalah puasa sunnah Senin Kamis.

b. Faktor pelatihan emosi

Faktor pelatihan emosi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang. Kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menciptakan suatu kebiasaan, dan kebiasaan rutin tersebut akan menghasilkan pengalaman yang berujung pada pembentukan nilai. Reaksi emosional apabila diulang-ulang pun akan berkembang menjadi suatu kebiasaan. Pengendalian diri tidak muncul begitu saja tanpa dilatih.

Melalui puasa sunnah Senin Kamis, dorongan, keinginan, maupun reaksi emosional yang negatif dilatih agar tidak dilampiaskan begitu saja sehingga mampu menjaga tujuan dari puasa itu sendiri. Kejernihan hati yang terbentuk melalui puasa sunnah Senin Kamis akan menghadirkan suara hati yang jernih sebagai landasan penting bagi pembangunan kecerdasan emosional.

(15)

c. Faktor Pendidikan

Faktor pendidikan merupakan suatu pendidikan yang dapat menjadi salah satu saran belajar individu untuk mengembangkan kecerdasan emosi.

Individu mulai dikenalkan dengan berbagai bentuk emosi dan bagaimana mengelolanya melalui pendidikan. Pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sistem pendidikan di sekolah tidak boleh hanya menekankan pada kecerdasan akademik saja, memisahkan kehidupan dunia dan akhirat, serta menjadikan ajaran agama sebagai ritual saja. Pelaksanaan puasa sunnah Senin Kamis yang berulang-ulang dapat membentuk pengalaman keagamaan yang memunculkan kecerdasan emosional. Puasa sunnah Senin Kamis mampu mendidik individu untuk memiliki kejujuran, komitmen, visi, krativitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, kepercayaa, penguasaan diri atau sinergi, sebagai bagian dari pondasi kecerdasan emosional.

B. Minat Belajar

1. Pengertian Minat Belajar a. Pengertian Minat

Minat merupakan faktor internal psikologis yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Seorang siswa akan rajin dan tekun belajar atau tidak, tergantung pada minat yang ada pada dirinya.

Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal aktiviatas dan tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan anatara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan seseorang dengan sesuatu, maka semakin besar minat seseorang terhadap sesuatu tersebut. (Djaali, 2008: 121).

(16)

Siswa atau individu dalam diri seseorang memiliki sedikit minat alamiah namun yang beragam adalah bagaimana ia peroleh sebagai hasil dari pengalaman dan dari lingkungan tempat tinggalnya. Terutama yang menyangkut penemuan guru terhadap minat yang ada pada siswanya, yakni seorang guru diharapkan dapat merancang pembelajaran yang akan dilakukannya untuk memenuhi taraf minat yang berbeda yang terjadi pada siswa. Disamping itu, guru didorong untuk merencanakan bimbingan belajar sehingga bisa memberikan kemungkinan atau kesempatan bagi setiap siswa untuk mengembangkan minatnya terhadap apa yang sedang mereka pelajari sambil melanjutkan belajarnya di lembaga formal.

Minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh pada suatu hari kemudian. (Slameto, 2010: 180).

Dari pengertian minat diatas, dapat diungkapkan beberapa hal penting yaitu:

1) Minat merupakan bagian aspek psikologis seseorang yang menampakkan dirinya pada beberapa macam gejala, seperti perasaan senang atau keadaan seseorang akan sesuatu, rasa ingin tahu tentang sesuatu, sehingga menyebabkan mereka untuk ikut bepartisipasi.

2) Minat merupakan bagian dari aspek-aspek psikologis (kejiwaan) seseorang.

Berdasarkan beberapa hal penting yang telah diungkapkan di atas dapat disimpulkan bahwa bahwa minat merupakan aspek psikologis yang tampak pada seseorang seperti halnya perasaan senang, rasa ingin tahu, perhatian, ketertarikan dan kesadaran akan sesuatu yang berhubungan dengan individu itu sendiri.

Minat yang ada dalam diri siswa timbul tidak secara tiba-tiba atau spontan, melainkan timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau bekerja (Noer Rohmah, 2012: 244-245). Dengan

(17)

demikian minat tidak dibawa sejak lahir melainkan diperoleh berdasarkan pengalaman-pengalaman yang diperoleh.

b. Pengertian Belajar

Belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungan. Banyak ahli yang mengungkapkan tentang teori belajar, diantaranya sebagai berikut:

1) Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk. (Ngalim Purwanto, 2011: 85)

2) Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Hal ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. (Muhibbin Syah, 2004: 89).

Berdasarkan penjelasan terkait definisi belajar, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah sebagai usaha seseorang untuk membentuk suatu perubahan tingkah laku ysng dihasilkan oleh kegiatan atau pengalaman yang ada didalamnya.

c. Pengertian Minat Belajar

Minat belajar merupakan aspek psikologi yang tampak pada diri seseorang seperti halnya gairah, keinginan, atau perasaan suka untuk melakukan proses perubahan tingkah laku melalui berbagai kegiatan yang meliputi mencari pengetahuan dan pengalaman. Dengan kata lain minat belajar adalah perhatian, rasa suka, atau ketertarikan seseorang (siswa) terhadap belajar yang ditunjukkan melalui keantusiasan, partisipasi dan keaktifan dalam proses pembelajaran.

(18)

Mengamati definisi minat belajar di atas dihubungankan dengan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang merupakan sebagai objek atau sasaran minat belajar, maka minat belajar pada Pendidikan Agama Islam memiliki arti aspek psikologi seseorang (siswa) yang menampakkan tingkah laku dengan mata pelajaran dalam berbagai aspeknya.

Minat belajar yang ada pada diri siswa memungkinkan sesekali akan menjaga pikiran siswa sehingga dia bisa menguasai materi yang sedang dipelajarinya. Minat belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama Islam ataupun yang lainnya apapun itu bisa didasarkan pada bakat yang nyata dan pada dalam bidang yang khusus. Jikalau pelajaran terus-menerus dipelajari dan dikaji maka akan memperoleh kecakapan yang lebih besar disertai dengan bertambahnya minat bukan hanya terhadap mata pelajaran itu sendiri akan tetapi juga dalam bidang yang berhubungan dengan mata pelajaran yang lainnya.

2. Indikator Minat Belajar

Menurut Slameto (2010: 180), sebagaimana di kutip dalam buku Darmadi (2017: 323), bahwa suatu minat dapat diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, tentu akan cenderung untuk memberi perhatian yang lebih besar terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

Minat terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang dimiliki oleh siswa bukan sebagai bawaan sejak lahir, tetapi dipelajari melalui proses penilaian kognitif dan penilaian afektif siswa yang dinyatakan dalam sikap.

Dengan kata lain, jika proses penilaian kognitif dan afektif siswa terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah positif maka akan menghasilkan sikap yang positif dan dapat menimbulkan minat terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

(19)

Menurut Djamarah (2002: 132), sebagaimana di kutip dalam buku Darmadi (2017: 321), mengungkapkan bahwa minat dapat diekspresikan siswa melalui:

1) Pernyataan lebih menyukai sesuatu daripada yang lainnya.

2) Partisipasi dalam aktif suatu kegiatan.

3) Memberikan perhatian yang lebih besar terhadap sesuatu yang diminatinya tanpa menghiraukan yang lain (fokus).

Minat diperoleh melalui suatu proses mengamati suatu objek yang kemudian menghasilkan suatu penilaian-penilaian tertentu terhadap objek yang menimbulkan minat seseorang. Penilaian-penilaian terhadap objek yang diperoleh melalui proses belajar demikian yang kemudian menghasilkan suatu keputusan tentang adanya ketertarikan atau ketidaktertarikan seseorang terhadap objek yang dihadapi. (Darmadi, 2017: 322). Menurut Hurlock (1990: 422), sebagaimana di kutip dalam buku Darmadi (2017: 322), mengatakan bahwa minat merupakan hasil dari pengalaman atau proses belajar. Lebih dalam ia mengemukakan bahwa minat memiliki dua aspek yaitu:

1) Aspek Kognitif

Aspek kognitif ini didasari atas konsep yang dikembangkan seseorang mengenai bidang yang berkaitan dengan minat. Konsep yang membangun aspek kognitif didasari atas pengalaman dan apa yang dipelajari dari lingkungan.

2) Aspek Afektif

Aspek afektif ini adalah konsep yang membangun kognitif dan dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan atau objek yang menimbulkan minat. Aspek ini mempunyai peran yang besar dalam memotivasi tindakan seseorang.

(20)

Berdasarkan uraian di atas, indikator untuk mengetahui minat seseorang dalam pembelajaran sebagai berikut:

1) Adanya perasaan senang terhadap pembelajaran.

2) Adanya kemauan atau kecenderungan pada diri subyek untuk terlibat aktif dalam pembelajaran serta untuk mendapat hasil yang terbaik.

3) Adanya pemusatan perhatian, perasaan dan pikiran dari suatu subyek terhadap pembelajaran karena adanya ketertarikan.

3. Faktor-fakor yang Mempengaruhi Minat Belajar

Minat merupakan sifat yang relatif menetap pada diri seeorang. Minat ini besar sekali pengaruhnya, dengan minat seseorang akan melakukan sesuatu apa yang diminatinya. Sebaliknya tanpa minat seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu.

Beberapa ahli pendidikan berpendapat, bahwa cara yang paling efektif untuk membangkitkan minat pada suatu subyek yang baru adalah dengan menggunakan minat-minat yang ada. Hal demikian dikemukakan oleh Tanner dan Tanner didalam (Slameto, 2010: 238) bahwa agar para pelajar berusaha membentuk minat-minat baru dapat dicapaidengan memberikan informasi pada siswa mengenai hubungan antara satu bahan pembelajaran yang akan diberikan dengan bahan pembelajaran yang telah lalu, menguraikan tentang apa kegunaan pembelajaran tersebut bagi siswa di masa yang akan datang.

Mengembangkan minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu siswa melihat bagaimana hubungan antara materi yang diharapkan untuk dipelajari dengan dirinya sendiri sebagai individu. Proses demikian menujukkan pada siswa tentang bagaimana pengetahuan atau kecakapan tertentu mempengaruhi dirinya, melayani tujuan-tujuannya dan memuaskan kebutuhannya. Apabila siswa menyadari bahwa belajar merupakan suatu alat untuk mencapai beberapa tujuan yang dianggapnya penting dan apabila siswa

(21)

melihat bahwa hasil dari pengalaman belajarnya akan membawa kemajuan pada dirinya, kemungkinan besar ia akan berminat.

Minat seseorang terhadap pelajaran dan proses pembelajaran tidak muncul dengan sendirinya akan tetapi banyak faktor yang dapat mempengaruhi munculnya minat. Salah satu faktor yang dapat membangkitkan dan merangsang minat adalah faktor bahan pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. Bahan pembelajaran yang menarik minat siswa, akan sering dipelajari oleh siswa yang bersangkutan. Begitupun sebaliknya, bahan pembelajaran yang tidak menarik minat siswa tentu akan dikesampingkan oleh siswa. Oleh karena itu bahan pembelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, maka siswa tidak akan belajar dengan sebik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya.

Menurut Kurt Singer dalam bukunya Darmadi (2017: 317) mengemukakan beberapa faktor yang dapat menimbulkan minat terhadap pelajaran sebagai berikut:

1) Menghubungkan mata pelajaran dengan kehidupan nyata, dengan demikian siswa akan merasa tertarik dan terus menerus untuk mempelajarinya.

2) Memberikan pertolongan khusus dalam mencapai tujuan tertentu kepada siswa.

3) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif dalam proses belajar mengajar.

4) Tidak memperlihatkan sikap kerasnya dalam usaha meningkatkan minat siswa, karena sikap seorang guru yang tidak disukai oleh siswa akan mengurangi minat dan perhatian siswa terhadap mata pelajaran yang diajarkan oleh seorang guru yang bersangkutan.

Sedangakan menurut Nasution dalam bukunya Darmadi (2017: 318) menyatakan, bahwa minat dapat ditimbulkan atau dibangkitkan dengan cara- cara sebagai berikut:

(22)

1) Membangkitkan suatu kebutuhan (kebutuhan untuk menghargai keindahan dan untuk mendapatkan penghargaan).

2) Menghubungkan dengan pengalaman yang telah lalu.

3) Memberikan kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik “ Tak ada yang lebih memberi hasil yang baik daripada hasil yang baik. Karenanya, bahan pelajaran harus disesuaikan dengan kesanggupan individu.

4) Menggunakan berbagai bentuk metode belajar seperti: diskusi, kerja kelompok, presentasi hasil karya dan sebagainya.

4. Cara Membangkitkan Minat Belajar

Menurut Usman (1996: 27), sebagaimana di kutip dalam buku Darmadi (2017: 323), “pada hakikatnya anak berminat terhadap belajar dan guru sendiri hendaknya berusaha membangkitkan minat terhadap belajar”.

Menurut Simanjutak (1993: 58) sebagaimana di kutip dalam buku Darmadi (2017:323), mengemukakan “Minat dapat timbul pada seorang siswa jika menarik perhatian terhadap suatu objek dan cara membangkitkan minat belajar siswa diperlukan beberapa syarat: (1). Belajar harus menarik, sebagai contohnya mengajar dengan cara yang menarik. (2). Mengadakan selingan.

(3). Menjelaskan dari yang mudah ke sukar atau dari yang konkret ke abstrak.

(4) Penggunaan alat peraga”.

Obyek atau keadaan yang kekuatannya menarik akan menimbulkan minat misalnya menyelenggarakan percobaan, menyelenggaraan berbagai bentuk keterampilan, mengadakan pameran karyawisata. Masalahnya akan berulang-ulang terjadi, jika berulang-ulang terjadi maka akan mendorong siswa membangkitkan minat belajar karena masalah tersebut sering muncul sehingga merupakan suatu kebiasaan. Semua kegiatan dalam proses pembelajaran harus kontras, hal-hal yang sama bahkan kontras dapat menimbulkan perhatian kepada siswa.

Menurut Rooijakkers (2008: 25), sebagaimana di kutip dalam buku Darmadi (2017: 323), mengungkapkan bahwa “cara menumbuhkan minat yaitu dengan menghubungkan bahan pengajaran dengan suatu berita

(23)

sensasional yang sudah diketahui kebanyakan siswa”. Menurut Anni (2007:

186), sebagaimana di kutip dalam buku Darmadi (2017: 323), mengemukakan bahwa “pengkaitan pembelajaran dengan minat siswa adalah sangat penting, karenanya tunjukkanlah kepada siswa bahwa pengetahuan yang dipelajari sangat begitu bermanfaat bagi kehidupan siswa di masa yang akan datang”.

Komponen-komponen proses belajar mengajar yang harus dilaksanakan sebagai usaha untuk membangkitkan minat belajar siswa adalah sebagai berikut: (1). Merumuskan tujuan pengajaran. (2). Mengembangkan atau menyusun alat-alat evaluasi menetapkan kegiatan belajar mengajar (4).

Merencanakan program dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat. (Darmadi, 2017: 324).

5. Fungsi Minat Belajar

Minat mempunyai pengaruh yang besar dalam proses belajar siswa karena apabila mata pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, maka siswa tersebut tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, sebab tidak ada daya tarik baginya. Sebaliknya bila mata pelajaran itu menarik siswa maka pelajaran itu akan mudah dipelajari secara terus-menerus.

Minat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi usaha yang dilakukan seseorang. Minat yang kuat akan menimbulkan usaha gigih dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi tantangan. Jika seorang siswa memiliki rasa ingin belajar, maka ia akan mudah mengerti dan cepat mengingatnya. Oleh karena itu, dengan adanya minat pada siswa, maka proses pembelajaran akan berjalan lancar dan tujuan pendidikan dapat mudah tercapai sesuai dengan pa yang diharapkan.

Menurut Abdul Wahib dalam bukunya M. Chabib Thoha dan Abdul Mukti (1998: 109-110) fungsi minat belajar adalah sebagai berikut:

1). Minat mempengaruhi bentuk dan intensitas cita-cita

Manusia sebagai makhluk individu yang mempunyai berbagai macam perbedaan sehingga bersifat unik. Perbedaan yang dimiliki

(24)

masing-masing individu tersebut akan selalu dipegang teguh dan mengarahkan keinginannya itu hingga akhirnya mencapai cia-cita yang dikehendaki.

2). Minat sebagai tenaga pendorong yang kuat

Minat siswa untuk menguasai mata pelajaran tertentu akan mendorongnya untuk selalu belajar, meskipun dalam suasana yang tidak menyenangkan.

3). Minat mempengaruhi prestasi seseorang

Walaupun diajarkan oleh guru yang berbeda, siswa yang memiliki minat belajar akan teteap mencapai prestasi karena siswa tersebut sudah menyukai materi pelajaran tersebut.

4). Minat membawa kepuasan

Seseorang siswa yang memiliki minat belajar terhadap mata pelajaran tertentu maka dipastikan siswa tersebut akan selalu puas dengan hasil yang diterimanya.

C. Urgensi Kecerdasan Emosional Dalam Meningkatkan Minat Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam

1. Kecerdasan Emosional dalam Pembelajaran

Dalam dunia pendidikan, belajar merupakan proses perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Proses belajar yang terjadi pada individu memang merupakan sesuatu yang penting, karena melalui belajar seseorang dapat mengenal dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.

Belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam diri seseorang.

Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya penilaian. Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) Yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan prestasi

(25)

belajar yang optimal. Hal demikian bukan tanpa dasar, sebab memang sudah sejak lama teori berkembang bahwa IQ atau kemampuan inteligensi adalah segala-galanya dan menggolongkan emosi sebagai bagian dari inteligensi.

Bukan melihat inteligensi sebagai dua hal yang berbeda, tetapi dalam kenyataan tidak sedikit siswa yang memiliki IQ tinggi tidak berhasil dalam pembelajaran, sebaliknya siswa yang memiliki IQ sedang tetapi berhasil dalam proses pembelajaran karena memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi. Orang yang yang memiliki IQ yang tinggi bisa jadi berhasil dalam akademik tetapi gagal dalam interaksi sosial karena lemah tingkat kecerdasan emosionalnya. Maka tak heran apabila banyak orang yang berhasil secara akademik dan finansial, tetapi tidak peduli terhadap sesama dan lingkungan, cenderung hanya mementingkan diri sendiri.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi akan berhasil dalam belajar, karena terdapat berbagai alasan yaitu:

1). Siswa mampu memotivasi sendiri

Siswa tidak perlu diatur karena sudah mampu mengatur sendiri jadwalnya. Menyadari pentingnya belajar bukan karena orang lain, tetapi karena dirinya sendiri.

2). Pandai

Umumnya siswa yang secara emosi cerdas, juga mampu mengoptimalkan potensinya karena didorong oleh motivasi yang besar.

Tidak akan berarti jika kecerdasan kognitif yang tinggi tetapi malas belajar dan tidak konsentrasi.

3). Memiliki Minat

Siswa yang cerdas secara emosional, sejak dini sudah mengerti keinginannya dan lebih terarah dalam melakukan tugas-tugasnya.

4). Mampu membaur diri di lingkungannya

Terampil dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Dengan demikian siswa yang memiliki kecerdasan kognitif biasa, tetapi memiliki kecerdasan emosional yang tinggi tidak jarang mampu berprestasi

(26)

yang setara dengan siswa-siswa yang memiliki kecerdasan kognitif yang tinggi, seperti halnya memiliki kemampuan membina kerjasama, menunjukan empati dan toleransi terhadap orang lain.

2. Minat Belajar dalam Pembelajaran

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati tersebut diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang. Rasa senang dan rasa ketertarikan pada kegiatan tersebut tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut maka semakin besar minatnya.

Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa seseorang siswa lebih menyukai satu hal dari pada hal yang lainnya. Dapat juga dimanifestasikan melalui partisipasinya dalam suatu aktivitas. Siswa yang mempunyai minat belajar tentu akan cenderung untuk memberi perhatian yang lebih besar terhadap mata pelajaran tersebut.

Keberhasilan dalam belajar tidak lepas dari adanya minat. Dengan adanya minat akan membuat konsentrasi lebih mudah dilakukan sehingga materi yang dipelajari akan mudah dipahami. Pada hakikatnya minat dapat datang dari dalam diri sendiri dan dari luar dirinya. Minat yang timbul dari dalam diri, muncul berdasarkan bakat/potensi yang dimiliki. Dengan kata lain yakni siswa yang mempunyai bakat tertentu, maka minatnya akan menyesuaikan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki tingkat minat belajar yang tinggi akan memudahkan siswa dalam pencapaian tujuan belajar, karena terdapat berbagai alasan yaitu:

1). Siswa mempunyai catatan yang lengkap.

2). Siswa selalu mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan senang hati.

3). Siswa mau bertanya manakala kurang jelas dalam penyampaian materi.

4). Siswa tidak mudah terganggu ketika proses pembelajaran berlangsung.

(27)

3. Pentingnya Kecerdasan Emosional dalam Meningkatkan Minat Belajar Siswa

Pendidiakan Agama Islam merupakan mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk siswa menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Oleh karena itu diharapkan dengan adanya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dapat membangkitkan minat belajar siswa agar dapat mengelola kecerdasan emosionalnya baik dalam hubungan orang tua maupun teman di lingkungan masyarakat.

Menurut Ary Ginanjar (2001:200) dalam bukunya “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual (ESQ)” menjelaskan bahwa kecerdasan emosional dan spiritual bersumber dari suara-suara hati.

Sedangkan shalat berisi tentang pokok-pokok dan bacaan suara-suara hati itu sendiri.

Seperti halnya dengan minat belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, siswa yang memiliki minat belajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, ketika dalam proses pembelajaran ia akan memperhatikan dengan penuh konsentrasi setiap materi Pendidikan Agama Islam yang ia terima dengan bersungguh-sungguh dan ia aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk akhlak lewat kecerdasan emosionalnya.

Sebagaimana dalam Agama Islam bahwa akhlak adalah kecerdasan emosional seseorang. Dari hal tersebut bahwa seseorang yang memiliki akhlak yang baik juga akan memiliki kecerdasan emosional.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa adanya korelasi yang positif antara kecerdasan emosional dengan minat belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Sehingga dengan demikian peneliti berpendapat bahwa kualitas minat belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam disebabkan oleh variabel kecerdasan emosional.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam melakukan proses belajar mengajar antara siswa yang satu dengan. siswa yang lainya sangatlah berbeda, tergantung dari

Minat belajar matematika merupakan faktor internal yang mempengaruhi. hasil belajar matematika pada

Dengan mengelola kecerdasan emosional dalam proses belajar-mengajar, tidak hanya siswa yang memilki IQ tinggi yang dapat berhasil dalam belajar namun siswa

Susanto [11] menyatakan bahwa minat belajar siswa merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang tercapainya efektivitas proses belajar mengajar, yang pada

Kondisi yang ideal yang ingin dicapai dalam proses belajar mengajar kearsiapan adalah siswa memiliki dan yang tinggi dan kecerdasan emosional yang baik sehingga

Komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar merupakan suatu interaksi yang terjadi antara guru dengan peserta didik dalam berlangsungnya proses pembelajaran.. Untuk

Variasi gaya mengajar guru harus dilakukan karena untuk menghindari faktor kebosanan yang disebabkan oleh adanya penyajian kegiatan belajar yang monoton yang akan

Dengan kompetensi kepribadian yang ada dalam diri seorang guru, maka sangat berpengaruh pula terhadap proses belajar mengajar, karena akan memberikan suasana yang