• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi 2.1.1 Definisi

Tekanan darah diukur dalam millimeter air raksa (mmHg) yang terdiri dari dua angka yaitu angka atas adalah tekanan darah sistolik (tekanan tertinggi di pembuluh darah yang terjadi saat jantung berkontraksi atau berdetak), sedangkan angka bawah adalah tekanan darah diastolik (tekanan terendah di pembuluh darah yang terjadi saat otot jantung rileks) [2]. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal [1].

Tekanan darah orang dewasa normal didefinisikan sebagai tekanan darah 120/80 mmHg [2]. Sedangkan hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah ≥140/90 mmHg [15]. Hal ini juga didukung penelitian yang menyatakan bahwa seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg pada pemeriksaan berulang dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat atau tenang yang mana tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama untuk menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi [1][3]. Definisi ini berlaku untuk semua orang dengan usia dewasa yaitu ≥18 tahun [16].

2.1.2 Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dikelompokkan menjadi hipertensi primer (esensial) dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya, akan tetapi faktor genetik mungkin memainkan peran penting dalam pengembangan hipertensi primer dan diketahui lebih dari 90% pasien dengan hipertensi termasuk dalam jenis hipertensi primer. Hipertensi primer tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol dengan terapi yang tepat, termasuk modifikasi gaya hidup dan obat-obatan. Sedangkan hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang dapat diakibatkan oleh kondisi medis yang mendasarinya seperti penyakit ginjal, tumor kelenjar adrenal, penyakit tiroid, gangguan pembuluh darah kongenital, penggunaan alkohol kronis, apnea tidur

(2)

5

obstruktif, dan obat-obatan. Dengan mengontrol kondisi medis yang mendasari atau menghilangkan obat penyebab akan mengakibatkan penurunan tekanan darah sehingga menyelesaikan hipertensi sekunder [15].

2.1.3 Tanda dan Gejala

Tidak semua penderita hipertensi mengenali atau merasakan keluhan maupun gejala sehingga hipertensi sering dijuluki sebagai pembunuh diam-diam (silent killer), bahkan seorang pasien baru menyadari dirinya mengidap hipertensi ketika sudah terjadi komplikasi dengan organ lain [5]. Terdapat kesalahpahaman umum bahwa penderita hipertensi selalu mengalami gejala, tetapi kenyataannya sebagian besar penderita hipertensi tidak memiliki gejala sama sekali [2]. Akan tetapi terkadang hipertensi menimbulkan gejala seperti sakit kepala atau rasa berat di tengkuk, vertigo, jantung berdebar–debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan mimisan [5]. Akan tetapi gejala-gejala ini biasanya tidak terjadi ketika tekanan darah sangat tinggi hingga mencapai tahap yang parah atau mengancam jiwa, satu-satunya cara untuk mengetahui dengan pasti apakah seseorang menderita hipertensi adalah dengan meminta dokter atau ahli kesehatan lainnya untuk mengukur tekanan darah [15].

2.1.4 Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya hipertensi dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah atau melekat pada penderita hipertensi (seperti umur, jenis kelamin, dan genetik) dan faktor yang dapat diubah atau faktor risiko yang diakibatkan perilaku tidak sehat (seperti obesitas, merokok, kurang aktivitas fisik, konsumsi garam berlebih, dislipidemia, konsumsi alkohol berlebih, psikososial, dan stress) [4]. Akan tetapi untuk terjadinya penyakit hipertensi memerlukan peran faktor risiko tersebut secara bersamaan, dengan kata lain satu faktor risiko saja belum cukup untuk menyebabkan timbulnya hipertensi pada seseorang [17].

(3)

6 2.1.5 Patofisiologi

Beberapa faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi untuk mengembangkan hipertensi primer. Dua faktor utama termasuk masalah dalam mekanisme hormonal (hormon natriuretik dan RAAS) atau gangguan pada elektrolit (natrium, klorida, dan kalium). Hormon natriuretik menyebabkan peningkatan konsentrasi natrium dalam sel yang menyebabkan peningkatan tekanan darah. Renin Angiotensin-Aldosteron System (RAAS) mengatur natrium, kalium, dan volume darah, yang pada akhirnya akan mengatur tekanan darah di arteri (pembuluh darah yang membawa darah menjauh dari jantung). Terdapat dua hormon yang terlibat dalam RAAS yaitu angiotensin II dan aldosteron.

Angiotensin II menyebabkan penyempitan pembuluh darah, meningkatkan pelepasan bahan kimia yang meningkatkan tekanan darah, dan meningkatkan produksi aldosteron. Penyempitan pembuluh darah meningkatkan tekanan darah (ruang yang lebih sedikit, jumlah darah yang sama), yang juga memberi tekanan pada jantung. Aldosteron menyebabkan natrium dan air tetap berada di dalam darah. Akibatnya, terjadi peningkatan volume darah yang akan meningkatkan tekanan pada jantung dan meningkatkan tekanan darah. Tekanan darah arteri adalah tekanan dalam pembuluh darah, khususnya dinding arteri yang diukur dalam mmHg. Dua nilai tekanan darah arteri adalah tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik yang mana tekanan darah sistolik adalah nilai puncak (tekanan tertinggi) yang dicapai saat jantung berkontraksi, sedangkan tekanan darah diastolik dicapai saat jantung dalam keadaan istirahat (tekanan terendah) dan bilik jantung terisi darah [15].

2.1.6 Klasifikasi

Pembagian derajat keparahan hipertensi pada seseorang merupakan salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi [3]. Klasifikasi tekanan darah untuk pasien dewasa (umur ≥18 tahun) dibagi menjadi 4 kategori yaitu normal, prehipertensi, hipertensi stadium 1, dan hipertensi stadium 2 yang mana pengkategorian ini didasarkan pada rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis [15]. Klasifikasi tekanan darah dapat dilihat pada tabel berikut :

(4)

7

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah[15]

Klasifikasi Tekanan Darah

Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

Tekanan Darah Diastolik (mmHg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120–139 80–89

Hipertensi stadium 1 140–159 90–99

Hipertensi stadium 2 ≥160 ≥100

2.1.7 Penatalaksanaan

Hipertensi adalah salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di Indonesia, sehingga tatalaksana penyakit ini merupakan intervensi yang sangat umum dilakukan di berbagai tingkat fasilitas kesehatan [3]. Penatalaksanaan hipertensi terbagi menjadi 2, diantaranya yaitu :

1. Non farmakologi

Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi. Berikut pola hidup sehat yang dapat diterapkan diantaranya [3] :

a. Penurunan berat badan

Menerapkan diet Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) telah terbukti membantu menurunkan tekanan darah yang mana diet ini menekankan rencana makanan tinggi buah-buahan, sayuran, biji-bijian, unggas, dan ikan sambil membatasi permen, minuman manis, dan daging merah [15]. Selain menurunkan tekanan darah juga dapat memberikan manfaat yang lebih seperti menghindari diabetes dan dyslipidemia [3].

(5)

8 b. Mengurangi asupan garam

Di Indonesia, makanan tinggi garam dan lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah dan tidak heran jika ditemukan asupan natrium berlebih pada masyarakat [3]. Jumlah asupan natrium yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan volume dalam aliran darah sehingga mengalami peningkatan tekanan pada jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh yang mengakibatan tekanan darah meningkat, maka dari itu dianjurkan untuk mengurangi asupan natrium hingga tidak lebih dari 2.400 mg/hari [15]. Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya [3].

Sehingga membatasi asupannya dan menemukan alternatif yang lebih sehat akan sangat bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah [15].

c. Olahraga

Melakukan olahraga seperti latihan aerobik dan latihan ketahanan telah terbukti dapat menurunkan tekanan darah dan meningkatkan kesehatan kardiovaskular secara keseluruhan, dianjurkan untuk melakukan aktivitas sedang hingga berat 3–4 kali seminggu dengan rata–rata 40 menit per sesi [15]. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam melakukan akitivitas rutinnya [3].

d. Mengurangi konsumsi alkohol

Walaupun konsumsi alkohol belum menjadi pola hidup yang umum di Indonesia, namun konsumsi alkohol semakin hari semakin meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota–kota besar.

Konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita berisiko meningkatkan tekanan darah, dengan demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alkohol sangat membantu dalam penurunan tekanan darah [3]. Rekomendasi ini didasarkan pada bukti yang menunjukkan bahwa individu yang minum alkohol secara berlebihan memiliki insiden hipertensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang minum alkohol dalam jumlah sedang [15].

(6)

9 e. Berhenti merokok

Walaupun sampai saat ini belum terbukti bahwa merokok berefek langsung pada tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, sehingga pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok [3].

2. Terapi farmakologi

Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah >6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥2.

Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisir efek samping yaitu [3] :

a. Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal.

b. Berikan obat generik bila sesuai dan dapat mengurangi biaya.

c. Berikan obat pada pasien usia lanjut (>80 tahun) seperti pada usia 55–80 tahun dengan memperhatikan faktor komorbid.

d. Jangan mengombinasikan antara Angiotensin Converting Enzyme-inhibitor (ACE-i) dengan Angiotensin II Receptor Blockers (ARBs).

e. Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi farmakologi.

f. Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.

Obat anti hipertensi terdiri dari beberapa jenis, diantaranya yaitu Angiotensin Converting Enzyme-inhibitor (ACE-i), Angiotensin II Receptor Blockers (ARBs), Calcium Channel Blockers (CCB), thiazide, dan beta blocker. Oleh sebab itu dalam penatalaksanaannya diperlukan strategi terapi untuk memilih obat sebagai terapi awal, termasuk mengkombinasikan beberapa jenis obat antihipertensi. Tatalaksana terapi farmakologi mengacu pada JNC–8 yang mana strategi terapi dibedakan berdasarkan usia dan penyakit penyerta yang diderita oleh pasien. Berikut algoritme tatalaksana hipertensi :

(7)

10

Gambar 2.1 Algoritme tatalaksana terapi hipertensi [15]

dengan DM atau GGK

Tidak

Ya

Ya Inisiasi thiazide, ACE-i, ARB,

atau CCB (tunggal / kombinasi)

Inisiasi thiazide atau CCB (tunggal / kombinasi)

Inisiasi ACE-i atau ARB

(tunggal / kombinasi dengan obat

kelas lain) Tujuan TD

<150/90

Tujuan TD

<140/90

Tujuan TD

<140/90

Tujuan TD

<140/90

Nonhitam Hitam

Tujuan tekanan darah tercapai?

Tidak

Ya

Tidak

Perkuat gaya hidup dan kepatuhan

Titrasi obat sampai dosis maksimum, tambahkan obat lain dan/atau rujuk ke spesialis hipertensi

Lanjutkan dan pantau Perkuat gaya hidup dan kepatuhan

obat hingga dosis maksimum atau pertimbangkan untuk menambahkan obat lain (ACE-i, ARB, CCB, thiazide)

Perkuat gaya hidup dan kepatuhan

Tambahkan kelas obat yang belum dipilih (yaitu beta blocker, antagonis aldosteron, lainnya) dan titrasiobat di atas hingga maksimal

Usia

≥60 tahun

Usia

<60 tahun Semua usia GGK

dengan /tanpa DM Semua usia DM

tanpa GGK Dewasa usia ≥18 tahun dengan hipertensi

Terapkan modifikasi gaya hidup

Tetapkan tujuan TD, mulai obat penurun TD berdasarkan algoritme Populasi Umum tanpa DM atau GGK

Tujuan tekanan darah tercapai?

Tujuan tekanan darah tercapai?

(8)

11 2.1.8 Komplikasi

Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan berbagai penyakit komplikasi [1]. Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target seperti jantung (penyakit jantung iskemik, hipertrofi ventrikel kiri, gagal jantung), otak (stroke), ginjal (gagal ginjal), mata (retinopati), dan arteri perifer (klaudikasio intermiten). Maka dari itu penting untuk mengontrol tekanan darah untuk mencegah komplikasi seperti serangan jantung, stroke, gangguan fungsi ginjal, dan bahkan kematian [15].

2.2 Kepatuhan 2.2.1 Definisi

Kepatuhan adalah perilaku untuk menaati saran–saran dokter atau prosedur dari dokter tentang penggunaan obat yang sebelumnya didahului oleh proses konsultasi antara pasien dengan dokter sebagai penyedia jasa medis [18].

Kepatuhan minum obat menjadi hal yang penting dalam pengobatan hipertensi karena pasien hipertensi banyak yang memutuskan sendiri untuk tidak obat tanpa konsultasi dengan dokter [19]. Salah satu syarat mutlak untuk dapat mencapai efektivitas terapi dan meningkatkan kualitas hidup pasien adalah kepatuhan, sedangkan ketidakpatuhan pasien dalam mengonsumsi obat merupakan salah satu faktor utama penyebab kegagalan terapi [12]. Salah satu indikator dari kepatuhan pasien dalam minum obat antihipertensi adalah pengendalian tekanan darah [20].

Tingkat kepatuhan merupakan penilaian terhadap pasien yang digunakan untuk mengetahui apakah seorang pasien telah mengikuti aturan penggunaan obat dalam menjalani terapi atau belum [21].

2.2.2 Pengukuran Tingkat Kepatuhan

Kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat dapat diukur menggunakan berbagai metode, salah satu metode pengukuran tingkat kepatuhan yang dapat digunakan adalah Morisky Medication Adherence Scale (MMAS–8) yang terdiri dari tiga aspek yaitu frekuensi kelupaan dalam mengonsumsi obat, kesengajaan berhenti mengonsumsi obat tanpa diketahui oleh tim medis, dan kemampuan

(9)

12

mengendalikan diri untuk tetap mengonsumsi obat [22]. Pengukuran ini dirancang untuk memfasilitasi identifikasi hambatan dan perilaku yang terkait dengan kepatuhan terhadap pengobatan kronis, untuk nilai pada MMAS–8 dapat berkisar dari nol hingga delapan [22]. Kepatuhan minum obat dikategorikan dalam 2 kategori, dianggap tidak patuh terhadap pengobatan ketika nilai MMAS–8 <6 dan dianggap patuh ketika nilai MMAS–8 ≥6 [23]. Kuesioner MMAS–8 telah terbukti cukup valid dan reliable untuk digunakan sebagai alat ukur kepatuhan penggunaan obat pada pasien hipertensi [22]. Dalam studi validasi sebelumnya, nilai <6 pada MMAS–8 dikaitkan dengan tekanan darah yang tidak terkontrol [22]. Nilai MMAS–8 <6 juga terbukti bahwa pasien memiliki tingkat pengisian obat antihipertensi yang buruk yaitu rasio kepemilikan obat yang tidak persisten [24]. Tingkat kepatuhan didefinisikan sebagai jumlah peserta yang patuh dibagi dengan jumlah total peserta [23].

2.2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan

Terdapat berbagai faktor yang dapat memengaruhi kepatuhan pengobatan pasien hipertensi, faktor-faktor yang akan diteliti dalam peneilitian ini diantaranya yaitu : a. Usia

Pada pasien hipertensi usia dewasa cenderung mengalami frustasi atau sikap penolakan terhadap penyakitnya sehingga akan mengalami sikap yang tidak patuh terhadap anjuran dokter maupun obat atau terapi yang diberikan oleh dokter atau tim medis [25]. Yang dikatakan dewasa adalah orang yang telah mencapai usia 18 tahun [26]. Di sisi lain, nilai tekanan darah meningkat seiring bertambahnya usia sehingga hipertensi sangat umum terjadi pada orang tua, diketahui bahwa pada individu yang saat ini berusia 55 tahun ke atas dan memiliki tekanan darah normal memiliki risiko terkena hipertensi seumur hidup sebesar 90% [15]. Seseorang dikatakan lanjut usia ketika telah mencapai usia ≥60 tahun [27]. Seiring dengan peningkatan usia maka terdapat kemungkinan seseorang memiliki pemahaman terhadap konsep sehat dan menyadari pentingnya menjaga kesehatan sehingga berupaya untuk mencegah timbulnya suatu penyakit, selain itu respon yang diberikan terhadap keadaan yang mengancam kesehatan akan semakin baik pula [28]. Akan tetapi, dengan peningkatan usia pula terdapat peluang ketidakpatuhan

(10)

13

terhadap pengobatan, hal ini berhubungan dengan fungsi organ dan daya ingat yang menurun [25].

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin berkaitan dengan peran kehidupan dan perilaku yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat [25]. Diketahui mayoritas penderita hipertensi berjenis kelamin perempuan [29]. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pada usia 65 tahun atau lebih kejadian hipertensi lebih banyak menyerang wanita daripada pria, sedangkan pada usia >45 tahun kejadian hipertensi lebih sering terjadi pada pria daripada wanita [15]. Perbedaan pola perilaku saat terjadinya sakit juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, yang mana perempuan lebih sering mengobati dirinya dibandingkan dengan laki–laki [25].

c. Tingkat Pendidikan Formal

Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi pemahaman seseorang terhadap penyerapan suatu informasi [11]. Secara tidak langsung tingkat pendidikan dapat memengaruhi kepatuhan minum obat pasien hipertensi [8]. Hal ini dapat dikarenakan tingkat pendidikan dari seseorang akan memengaruhi perilaku dan tingkat kesadaran untuk meningkatkan kualitas hidupnya [30]. Salah satunya dengan upaya–upaya yang dilakukan dalam menjaga kesehatan, individu dengan tingkat pendidikan lebih baik akan melakukan upaya menjaga kesehatan secara lebih tepat dibandingkan dengan pendidikan yang lebih rendah [28]. Tingginya risiko terkena hipertensi pada pendidikan yang lebih rendah kemungkinan disebabkan kurangnya pengetahuan pada pasien terhadap kesehatan dan sulit menerima informasi (penyuluhan) yang diberikan oleh petugas sehingga berdampak pada perilaku maupun pola hidup sehat [31]. Hal ini dibuktikan pada penelitian sebelumnya bahwa prevalensi hipertensi cenderung lebih tinggi pada kelompok pendidikan lebih rendah akibat ketidaktahuan tentang pola makan yang baik [32].

d. Status Pekerjaan

Orang yang bekerja cenderung memiliki sedikit waktu bahkan tidak ada waktu untuk mengunjungi fasilitas kesehatan maupun meminum obat secara rutin, hal ini disebabkan oleh kesibukan atau aktivitas suatu individu yang menjadi pemicu dalam melewatkan jadwal minum obat sehingga target pengobatannya tidak

(11)

14

tercapai secara optimal [33]. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang telah dilakukan sebelumnya bahwa pada individu yang masih aktif bekerja memiliki probabilitas untuk lupa minum obat atau melewatkan jadwal minum obat lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang sudah tidak aktif bekerja [12].

e. Riwayat Edukasi tentang Hipertensi

Pengetahuan dapat mencerminkan perilaku penderita dalam melaksanakan pengobatan yang disarankan oleh dokter [34]. Apabila pasien mendapat informasi dengan baik, maka hal tersebut dapat meningkatkan pengetahuan pasien terhadap penyakitnya sehingga memicu pasien agar patuh dalam pengobatannya [35].

Pasien yang memiliki pengetahuan tentang tatalaksana hipertensi akan lebih memahami bagaimana pengobatan hipertensi yang baik dan benar serta bahayanya apabila tidak rutin kontrol tekanan darah sehingga pasien akan lebih patuh dalam melakukan pengobatan dan mematuhi anjuran dokter untuk minum obat secara rutin [33]. Sedangkan pasien yang memiliki pengetahuan rendah tentang penyakit hipertensi tidak merasa takut terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi karena tidak tahu akan hal tersebut sehingga kontrol tekanan darah bukanlah suatu kebutuhan jika tidak ada keluhan yang dialami [28].

f. Jumlah Obat Hipertensi

Jumlah obat hipertensi yang diresepkan secara signifikan memengaruhi kepatuhan pengobatan, pasien yang menggunakan dua dan atau lebih obat cenderung tidak mematuhi pengobatan dibandingkan dengan pasien yang menggunakan pengobatan secara tunggal, hal tersebut juga dapat berhubungan dengan ada tidaknya interaksi obat yang dapat mengakibatkan pasien tidak nyaman selama pengobatan hipertensi sehingga memengaruhi kepatuhannya dalam pengobatan [23]. Selain itu, semakin kompleks regimen pengobatan maka semakin kecil kemungkinan pasien untuk patuh dalam minum obat karena pasien merasa tidak nyaman dan mengakibatkan tujuan terapi tidak tercapai [36]. Hal ini didukung hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa kompleksitas dalam rejimen pengobatan dapat meningkatkan risiko ketidakpatuhan pada pasien hipertensi [37].

(12)

15 g. Lama Menderita Hipertensi

Pada umumnya semakin lama menderita suatu penyakit maka akan semakin paham terhadap penyakit yang dideritanya dan memiliki kepatuhan yang lebih tinggi terhadap pengobatannya [12]. Ditemukan bahwa tingkat pengetahuan pasien terkait penyakitnya berkorelasi kuat dengan lamanya pasien telah menderita suatu penyakit kronis [38]. Namun hasil yang berbeda juga ditemukan yaitu semakin lama durasi seseorang menderita suatu penyakit maka akan menjadi faktor pemicu seseorang menjadi bosan terhadap pengobatan sehingga menurunkan kepatuhan dalam menjalani terapi [12]. Semakin lama menderita hipertensi maka tingkat kepatuhanya makin rendah, hal ini disebabkan kebanyakan penderita akan merasa bosan untuk berobat [39]. Selain itu, pada proses pengobatan terdapat kemungkinan terjadinya masalah, khususnya pada pasien dengan penyakit kronis seperti masalah fisiologis yang disebabkan pemakaian obat jangka panjang sehingga terjadinya efek samping berupa kerusakan–kerusakan organ seperti pada hati, ginjal maupun organ lain.

Selanjutnya masalah psikologis yaitu pemakaian obat jangka panjang dapat membuat pasien dengan penyakit kronis mengalami rasa tertekan, hal ini dikarenakan pasien diwajibkan untuk mengonsumsi obat setiap hari [18].

h. Komplikasi Hipertensi

Komplikasi yang disebabkan oleh hipertensi kemungkinan terjadi apabila tekanan darah pasien tidak terkontrol [40]. Hal ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yaitu hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala khas, apabila hipertensi tidak dikontrol dan tidak ditangani dengan tepat maka akan menimbulkan berbagai komplikasi yang dapat mengancam kehidupan penderitanya [41]. Oleh karena itu, pengobatan antihipertensi yang efektif harus dipertahankan tanpa batas untuk mengurangi risiko tersebut [23]. Menurut penelitian sebelumnya diketahui bahwa responden yang memiliki pengalaman dalam mengalami komplikasi terkait hipertensi akan lebih patuh dalam pengobatan dibandingkan responden yang belum pernah mengalami komplikasi sama sekali [12]. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pada pasien yang memiliki pengetahuan tentang komplikasi hipertensi akan meningkatkan kepatuhan terhadap terapi antihipertensi [42].

(13)

16 2.3 Kerangka Teori

Gambar 2.2 Kerangka teori Tanda dan Gejala : - Sakit kepala - Vertigo

- Jantung berdebar- debar

- Mudah Ielah - Penglihatan kabur - Tinnitus

- Mimisan Etiologi :

- Genetik

- Penyakit penyerta - Pengobatan

Faktor Risiko : - Umur

- Jenis kelamin - Genetik - Merokok

- Konsumsi garam berlebih

- Berat badan berlebih - Diet rendah serat - Kurang aktivitas fisik - Konsumsi alkohol - Dyslipidemia - Stress Hipertensi

Tatalaksana

Farmakologi Non Farmakologi

Kepatuhan

Tekanan darah terkontrol

Faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan : - Usia

- Jenis kelamin

- Tingkat pendidikan formal - Status pekerjaan

- Lama menderita hipertensi - Jumlah obat hipertensi - Komplikasi Hipertensi

(14)

17 2.4 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel Bebas : Variabel Terikat

Gambar 2.3 Kerangka konsep Faktor sosiodemografi :

- Usia

- Jenis kelamin - Tingkat pendidikan

formal

- Status pekerjaan

Faktor obat :

- Jumlah obat hipertensi

Faktor penyakit : - Lama menderita

hipertensi

- Komplikasi Hipertensi

Tingkat kepatuhan pengobatan pasien

hipertensi

Referensi

Dokumen terkait

96 Tahun 2018 ini, dapat dipahami bahwa bagi anak diluar kawin, yang beragama non Islam seperti Kristen, Hindu, Budha, yang orang tuanya kawin secara adat

(+) di Sabouraud Dextrosa Agar olive oil yang mengandung ketokonazol 1%, 1 (1,7%) dinyatakan Pityrosporum ovale (+) dan 29 (48,3%) dinyatakan Pityrosporum

Dalam struktur pertahanan, Negara Indonesia memiliki alat pertahanan negara yang terdiri dari militer dan POLRI sebagai sistem pertahanan Negara Indonesia.

yang tinggi maka diduga ia akan yakin bahwa dirinya mampu menjalani terapi secara efektif, memiliki keyakinan bahwa dirinya dapat menyelesaikan terapi dan pulih

Untuk merancang suatu system yang dapat mengurangi kadar asap rokok.

bahwa berdasarkan BAB VIII Pasal 103 Perda Nomor 10 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas Angkutan Jalan di Wilayah Kota Tasikmalaya telah diatur ketentuan mengenai

Hipertensi merupakan suatu tekanan darah abnormal di dalam arteri. Berdasarkan JNC VII, hipertensi tingkat 1 didapatkan jika tekanan darah sistolik ≥140 dan atau

Tujuan dan hasil yang dtharapkan dari penelitian mi adalah sebagai ben- kut.. Penelitian mi bertujuan mendeskripsikan morfologi dan sintaksis bahasa Musi sehingga