• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN BAHAN BAKU UBI KAYU UNTUK MENYUSUN KEBIJAKAN PERUSAHAAN (Studi Kasus PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN BAHAN BAKU UBI KAYU UNTUK MENYUSUN KEBIJAKAN PERUSAHAAN (Studi Kasus PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk.)"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN BAHAN BAKU UBI KAYU UNTUK MENYUSUN KEBIJAKAN PERUSAHAAN

(Studi Kasus PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk.)

TESIS

RUSNIA ZAIDUN P1000214010

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

(2)

AN ALI SIS SISTEM PENG

ENDA LIA N B AH AN B AKU

UNTUK M ENYUSUN KEBIJ

AKA N PERUSAH

AAN

(Studi Kasus PT. Budi Starch

THE CONTRO L SYSTEM O

F SUPPLY OF RA

W MA TERIA

LS OF

CASS AV A TO ESTA BLISH C

OMPA NY’S POLICY

(A Case Stud

y PT.

Telah d iper

tahankan di depa n Panitia Ujian

Akhir M agiste

r

dan dinya takan t

elah memen uhi syarat

Prof. Dr. Nurdin Bra sit, SE., M. Si

Ketua

Ketua Program Studi

Agribisnis Dr. Ir . Mahyud din, M.Si

TESIS

AN ALISI S SISTEM PENG

ENDALI AN B AHA N BA

KU U BI KA

YU

UNTUK MENYUSUN KEBIJA KA

N PE RUS AH AAN

(Studi Kasu s PT. Budi

Starch

& Sw eeten er, Tbk.

)

THE CONTROL SYSTEM OF SUPPLY OF R

AW MA TERIA

LS OF

CASS AV A TO ESTA BLISH COMPA

NY’S POLICY

(A C ase Study PT.

Budi Starc h &

Sw eeten er, Tbk.

)

Disusun dan diajukan oleh

R U S N I A Z A I D U N

Nomor Pokok P100021 4010

Telah dipertahankan di depan Pa

nitia Ujian A khir Magister

Pada tang gal 27 Juli 2017

dan dinyata kan telah m

emenuh i sya rat

Menyetujui ,

Komisi Pen asehat

Prof. Dr. Nurdin Bras it, SE.,

M. Si Prof. Dr. Ir. Mursa

lim

An ggota

Dr. Ir . Mahyu ddin, M.Si

Dekan Se kola h Pasca sarjana

Universitas Ha sanuddin

Prof. Dr. Muhammad Ali

, S.E., M.S

UBI KA YU

THE CONTROL SYSTEM OF SUPPLY OF R

AW M ATER IA LS OF

Telah dipertahanka n di depan Pa

nitia Ujian A khir Magis ter

Prof. Dr. Ir. Murs alim

Pascasarjana

Univer sitas Hasan

uddin

Prof. Dr. Muhammad A li, S.E., M.S

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Tesis ini adalah salah satu syarat kelulusan pada Program Studi Agribisnis, Universitas Hasanuddin.

Penulisan tesis berjudul “Analisis Sistem Pengendalian Bahan Baku Ubi Kayu untuk Menyusun Kebijakan Perusahaan (Studi Kasus PT.

Budi Starch & Sweetener, Tbk.)” mulai dari penelitian sampai penyusunan, berbagai hambatan yang dihadapi, namun atas dorongan dan bimbingan dari semua pihak, sehingga hambatan tersebut dapat diatasi dengan baik. Untuk itu, dengan ketulusan yang sangat mendalam, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. Nurdin Brasit, SE., M.Si.; selaku ketua komisi penasehat, yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan arahan, bimbingan dan petunjuk sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. Prof. Dr. Ir. Mursalim; selaku anggota komisi penasehat, yang telah banyak memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis sehingga laporan tugas akhir ini terselesaikan.

3. Dr. Ir. Rindam Latief M.S.; selaku dosen penguji tugas akhir, yang

(4)

4. Dr. Ir. Syahriadi Kadir, M.Si.; selaku dosen penguji tugas akhir yang telah memberikan saran dan koreksi untuk tugas akhir ini demi kesempurnaan tesis.

5. Dr. Yansor Djaya, SE., MA.; selaku dosen penguji tugas akhir yang telah memberikan saran dan koreksi untuk tugas akhir ini demi kesempurnaan tesis.

6. Prof. Dr. Muhammad Ali, SE., M.S. selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin; dan Dr. Ir. Mahyuddin, M.Si., selaku Ketua Program Studi Agribisnis Universitas Hasanuddin; yang telah memberikan koreksi untuk tugas akhir ini demi kesempurnaan tesis dan juga telah membantu saat pengajuan proposal.

7. Semua staf dan karyawan PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk. atas bantuan dan keramahannya selama proses pengambilan data penelitian.

8. Semua staf di Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin atas bantuan dan keramahannya dalam pengurusan seminar penelitian.

9. Rekan-rekan di Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin 2014 untuk kebersamaan, dukungan, dan ketulusan yang terbangun selama perkuliahan.

(5)

Secara pribadi, tesis ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua yang sangat penulis cintai Ayahanda Zaidun dan Ibunda Rasnah, serta saudara-saudaraku tersayang Yasin Zaidun, Bevani Cattleya Silvana, Eka Risma Zaidun, Nurliza Zulfianti Arsyad dan Said Zaidun serta keluarga besar atas curahan kasih sayang, doa, harapan, dan pengorbanan. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan; dan semoga segala bantuan dan bimbingan dari semua pihak di atas senantiasa mendapat balasan pahala dari Allah SWT.

Makassar, Juli 2017

Rusnia Zaidun P1000214010

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ………..……… ii

KATA PENGANTAR ……… . iii

DAFTAR ISI ……….. .. vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Bahan Baku ... 8

2.2. Persediaan ... 8

2.2.1. Jenis-Jenis Persediaan ... 10

2.3. Pengendalian Persediaan Bahan Baku ... 12

2.3.1. Tujuan Pengendalian Persediaan ... 14

2.4. Biaya-Biaya Persediaan ... 15

2.5. Persediaan Pengaman ... 17

2.6. Titik Pemesanan Kembali ... 19

2.7. Economic Order Quantity ... 20

2.7.1. Manfaat EOQ ... 25

2.7.2. Kriteria EOQ ... 25

2.7.3. Kelemahan EOQ ... 26

2.8. Teknik Lotting MRP ... 26

2.9. Ubi Kayu ... 28

2.10. Karakteristik Ubi Kayu ... 31

2.11. Penelitian Sebelumnya ... 35

2.12. Kerangka Pemikiran ... 38

2.13. Hipotesis Penelitian ... 41

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 42

(7)

3.2. Metode Pengumpulan Data ... 42

3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 44

3.3.1. Analisis Deskriptif ... 45

3.3.2. Analisis Persediaan Bahan Baku ... 45

3.3.3. Analisis EOQ ... 46

3.4. Definisi Operasional ... 46

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 48

4.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ... 48

4.1.1. Perusahaan PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk 48

4.1.2. Pabrik PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk. di Dusun Likuloe ... 49

4.2. Lokasi Perusahaan ... 50

4.3. Kegiatan Pemasaran ... 50

4.4. Sumberdaya Manusia ... 50

4.5. Jam Kerja Perusahaan ... 52

4.6. Struktur Organisasi Perusahaan ... 53

4.7. Kegiatan Produksi ... 55

4.8. Bahan Baku ... 59

V. PEMBAHASAN ... 60

5.1. Bahan Baku ... 60

5.2. Pemakaian Bahan Baku ... 63

5.3. Biaya Persediaan ... 64

5.3.1. Biaya Pemesanan ... 64

5.3.2. Biaya Penyimpanan ... 67

5.4. Tingkat Pelayanan ... 68

5.5. Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku dengan Metode Perusahaan ... 69

5.6. Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku dengan Metode EOQ ... 71

5.7. Waktu Tunggu ... 78

5.8. Persediaan Pengaman ... 79

5.9. Titik Pemesanan Kembali ... 81

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1. Kesimpulan ... 87

6.2. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89

LAMPIRAN ... 92

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Produksi Ubi Kayu di Sulawesi Selatan Periode

Tahun 2011-2015 ... 1 2. Varietas Unggul Ubi Kayu yang Sesuai untuk Pangan

Beserta Karakteristiknya ... 32 3. Varietas Unggul Ubi Kayu yang Sesuai untuk Bahan Baku

Industri beserta Karakteristiknya ... 34 4. Pengelompokkan Tenaga Kerja PT. Budi Starch &

Sweetener, Tbk. ... 51 5. Jam Kerja Karyawan di PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk. .. 52 6. Shift Kerja Karyawan di PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk. .. 53 7. Jenis dan Asal Bahan Baku PT. Budi Starch & Sweetener,

Tbk. ... 61 8. Biaya Pemesanan Bahan Baku Ubi Kayu PT. Budi Starch &

Sweetener, Tbk Tahun 2014-2016 ... 65 9. Biaya Penyimpanan Bahan Baku Ubi Kayu PT. Budi Starch

& Sweetener, Tbk Tahun 2014-2016 ... 67 10. Policy Factors pada Frequency Level of Service ... 69 11. Total Biaya Pengendalian Persediaan Bahan Baku Ubi Kayu

dengan Metode Perusahaan Tahun 2014-2016 ... 70 12. Total Biaya Pengendalian Persediaan Bahan Baku Ubi Kayu

dengan Metode EOQ Tahun 2014-2016 ... 72 13. Efisiensi Biaya Pengendalian Persediaan Bahan Baku Ubi

Kayu PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk Tahun 2014-2016 .. 74 14. Waktu Tunggu pada Perusahaan Tahun 2014-2016 ... 78 15. Kuantitas dan Biaya Persediaan Pengaman Tahun 2014-

2016 ... 81 16. Persediaan Maksimum pada Perusahaan Tahun 2014-

2016 ... 82 17. Titik Pemesanan Kembali Pada Perusahaan Tahun 2014-

2016 ... 82

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Biaya Persediaan Metode EOQ ... 23 2. Hubungan Ukuran Lot dengan Biaya Persediaan ... 27 3. Kerangka Pikir Analisis Sistem Pengendalian Bahan Baku Ubi Kayu

untuk Menyusun Kebijakan Perusahaan (Studi Kasus PT.

Budi Starch & Sweetener, Tbk.) ... 40 4. Supply Pemasok Bahan Baku PT. Budi Starch & Sweetener,

Tbk. ... 62 5. Grafik Biaya Total Persediaan PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk. dengan Metode EOQ Tahun 2014 ... 75 6. Grafik Biaya Total Persediaan PT. Budi Starch & Sweetener,

Tbk. dengan Metode EOQ Tahun 2015 ... 76 7. Grafik Biaya Total Persediaan PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk. dengan Metode EOQ Tahun 2016 ... 76 8. Model Sistem Pengendalian Persediaan PT. Budi Starch &

Sweetener, Tbk. Berdasarkan Metode EOQ ... 86

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Struktur Organisasi PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk.

(Perusahaan) ... 93 2. Struktur Organisasi PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk.

(Pabrik) ... 94 3. Proses Pengolahan Bahan Baku menjadi Produk Tepung

Tapioka di PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk. ... 95 4. Pemakaian Bahan Baku (Ubi Kayu) di PT. Budi Starch &

Sweetener, Tbk. Tahun 2014-2016 ... 96 5. Frekuensi dan Kuantitas Pemesanan Bahan Baku (Ubi Kayu)

di PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk. Tahun 2014-2016 ... 98 6. Pembelian Bahan Baku Ubi Kayu di PT. Budi Starch &

Sweetener, Tbk. Tahun 2014-2016 ... 100 7. Biaya Pemesanan Ubi Kayu di PT. Budi Starch & Sweetener,

Tbk. Tahun 2014-2016 ... 102 8. Biaya Penyimpanan Ubi Kayu di PT. Budi Starch & Sweetener,

Tbk. Tahun 2014-2016 ... 103 9. Perhitungan Pengendalian Persediaan Bahan Baku dengan

Metode Economic Order Quantity di PT. Budi Starch &

Sweetener, Tbk. Tahun 2014-2016 ... 104 10. Perhitungan Rata-Rata dan Standar Deviasi Penggunaan

Bahan Baku di PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk. Tahun

2014-2016 ... 106 11. Perhitungan Standar Deviasi Penggunaan Bahan Baku di PT.

Budi Starch & Sweetener, Tbk. Tahun 2014-2016 ... 107 12. Persediaan Stok Pengaman dan Titik Pemesanan Kembali di

PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk. Tahun 2014-2016 ... 108 13. Model Tampilan Program POM QM Versi 3 Metode EOQ di

PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk. Tahun 2014-2016 ... 109 14. Dokumentasi Penelitian di PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk. 112

(11)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Harga ubi kayu yang mengalami kenaikan setiap tahun dipicu oleh peningkatan permintaan ubi kayu yang tidak disertai dengan kemampuan pasokan dari petani. Hal ini menimbulkan efek negatif bagi industri pengguna ubi kayu. Beberapa perusahaan akhirnya menghentikan proses produksi secara periodik guna terlebih dahulu menimbun bahan baku hingga jumlahnya mencukupi, baru berproduksi.

Jumlah produksi ubi kayu di Sulawesi Selatan dalam lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Produksi Ubi Kayu di Sulawesi Selatan Periode Tahun 2011-2015

Jumlah 2011 2012 2013 2014 2015

Luas Panen ubi kayu

(Ha) 20.268 31.454 24.720 22.083 26.783

Produksi ubi kayu

(Ton) 370.125 682.995 433.399 478.486 565.958 Produktivitas ubi kayu

(Ton/Ha) 18,262 21,714 17,532 21,668 21,131

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015.

Produksi ubi kayu di Sulawesi Selatan sempat mengalami penurunan pada tahun 2013 yakni 433.399 ton dibanding tahun sebelumnya mencapai 682.995 ton. Dengan adanya perluasan lahan diharapkan mampu mengembalikan produksi ubi kayu yang sempat merosot. Pada Tahun 2013 tingkat pertumbuhan produksi ubi kayu di Sulawesi Selatan merosot sampai 36,54%. Musim kemarau yang panjang

(12)

membuat produktivitas ubi kayu menurun yang normalnya mencapai 20- 30 ton per hektar.

Penyebab penurunan produksi ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah kondisi geografis yang berhubungan dengan iklim.

Faktor dari aspek budidaya ubi kayu yang berhubungan dengan masalah hama dan penyakit, dan hewan liar yang sampai saat ini merupakan masalah serius yang dihadapi petani. Faktor berikutnya adalah mutu ubi kayu yang dihasilkan oleh petani masih rendah juga merupakan salah satu hambatan utama, rendahnya mutu ubi kayu yang dihasilkan mengakibatkan produk olahan ubi kayu Sulawesi Selatan sangat susah bersaing di pasar dunia. Faktor yang terakhir adalah semakin lesuhnya minat stakeholder ubi kayu, utamanya oleh para investor perusahaan yang bergerak dibidang perubikayuan akibat produksi dan mutu di tingkat petani yang tidak menentu serta tidak stabilnya harga ubi kayu di pasar dunia.

Salah satu penyebab semakin lesuhnya stakeholder dibidang ubi kayu ini adalah semakin tidak menentunya produksi ubi kayu ditingkat petani, selain itu mutu ubi kayu yang dihasilkan juga masih rendah, sehingga dalam memenuhi kapasitas bahan baku ubi kayu, perusahaan harus membuat keputusan yang baik, keputusan yang salah dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku perusahaan utamanya pada kapasitas pembelian, maka akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan.

Perusahaan memerlukan persediaan khususnya persediaan bahan baku produk guna kebutuhan proses produksi untuk memenuhi

(13)

permintaan konsumen maupun masyarakat. Dengan adanya permintaan konsumen yang fluktuatif maka pada kondisi inilah diperlukan adanya pengendalian persediaan bahan baku produk bagi perusahaan.

Masalah yang sering dialami perusahaan dalam pengendalian persediaan bahan baku diantaranya, jika persediaan bahan baku perusahaan yang terlalu kecil maka perusahaan bisa mengalami kekurangan bahan baku dalam proses produksi guna memenuhi permintaan konsumen yang cukup besar, hal demikian dapat membawa dampak buruk bagi perusahaan misalnya kerugian.

Perusahaan akan mengeluarkan biaya pemesanan yang cukup besar jika perusahaan rutin melakukan pemesanan bahan baku akibat dari kurangnya persediaan bahan baku perusahaan. Sebaliknya, jika persediaan bahan baku perusahaan yang terlalu besar maka perusahaan akan mengeluarkan biaya penyimpanan yang cukup besar karena adanya persediaan yang melebihi kapasitas permintaan konsumen. Oleh karena itu, perusahaan memerlukan model untuk mengantisipasi permasalahan yang berkaitan dengan pengendalian persediaan bahan baku.

Perusahaan tapioka pada PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk.

merupakan salah satu perusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang industri pangan dan ekspor di daerah Sulawesi Selatan.

Perusahaan ini otomatis akan senantiasa meningkatkan hasil produksinya baik dalam hal kuantitas terlebih lagi dalam hal kualitas guna dapat bersaing di pasaran sehingga dapat memperluas pangsa pasar luar negeri yang sebelumnya telah dikuasai. Untuk mencapai hal tersebut, banyak

(14)

faktor yang berperan dan berpengaruh dalam mencapai hasil yang maksimal, salah satunya adalah masalah pengendalian persediaan bahan baku agar selalu tersedia dalam jumlah yang tepat, guna menunjang dan memperlancar proses produksi karena bahan baku yang akan dipergunakan dalam proses produksi dari persediaan-persediaan tersebut tidak dapat dibeli atau didatangkan secara satu persatu dalam ketentuan jumlah unit yang diperlukan.

PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk. yang berlokasi di Dusun Likuloe Desa Bontoramba Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.

Perusahaan ini berkecimpung dalam aktivitas bisnis. PT. Budi Starch &

Sweetener, Tbk. merupakan industri pengolahan ubi kayu dengan kapasitas produksi sebesar 30.000 ton per tahun (Sutrisno, 2016).

Persediaan merupakan suatu istilah umum yang menunjukkan bahwa segala sesuatu atau sumberdaya-sumberdaya menganggur yang dimiliki perusahaan yang disimpan dalam antisipasi pemenuhan permintaan konsumen. Permintaan akan sumberdaya internal ataupun eksternal meliputi persediaan bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi atau produk akhir, bahan-bahan pendukung atau pelengkap dan komponen-komponen lain yang menjadi bagian keluaran produk perusahaan.

Cara penyelenggaraan persediaan bahan baku berbeda-beda untuk setiap perusahaan, baik dalam jumlah unit persediaan bahan baku yang ada dalam perusahaan, waktu penggunaannya, maupun jumlah biaya untuk membeli bahan baku tersebut. Ada tiga alasan perlunya

(15)

persediaan bahan baku bagi perusahaan, yaitu adanya unsur ketidakpastian permintaan (permintaan yang mendadak), adanya unsur ketidakpastian pasokan dari supplier dan adanya unsur ketidakpastian tenggang waktu (Yamit, 1998).

Persediaan bahan baku sangat penting pada setiap perusahaan.

Tanpa adanya persediaan, perusahaan akan dihadapkan pada risiko bahwa suatu waktu perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan.

Persediaan dilakukan untuk menanggulangi adanya ketidakpastian permintaan. Salah satu upaya perusahaan untuk meminimalkan biaya produksi dan operasi melalui pemilihan metode yang tepat dalam pengendalian persediaan bahan baku. Adapun metode yang dapat digunakan untuk mengelola persediaan bahan baku yaitu metode EOQ (Economic Order Quantity).

Menurut studi yang dilakukan oleh Liljenberg (1996), menemukan bahwa alokasi biaya untuk biaya persediaan bahan baku sampai 3,9%

dari total biaya variabel yang dikeluarkan. Persediaan bahan baku haruslah mampu mencukupi kebutuhan produksi. Jumlah persediaan bahan baku sebaiknya sesuai dengan kebutuhan produksi. Apabila terlalu banyak persediaan bahan baku akan menambah kebutuhan modal.

Namun apabila terlalu sedikit, kebutuhan bahan baku untuk proses produksi terganggu (Subagyo, 2000).

PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk. yang memerlukan persediaan bahan baku harus benar-benar memperhatikan pengelolaan persediaan.

Melalui pengendalian persediaan, permasalahan dalam penyediaan

(16)

bahan baku dapat ditanggulangi sehingga tidak menghambat kesinambungan produksi di PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilaksanakan penelitian yang berjudul “Analisis Sistem Pengendalian Bahan Baku Ubi Kayu untuk Menyusun Kebijakan Perusahaan (Studi Kasus PT. Budi Starch &

Sweetener, Tbk.)”.

1.2. Rumusan Masalah

Perusahaan PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk. memproduksi bahan baku ubi kayu setiap hari guna memenuhi permintaan konsumen.

Namun yang menjadi rumusan masalah dalam perusahaan ini adalah

“Sulitnya menentukan jumlah persediaan bahan baku yang sesuai dengan kebutuhan proses produksi sehingga dapat menyebabkan jumlah persediaan yang terlalu besar ataupun jumlah persediaan yang terlalu kecil yang akan memberikan dampak buruk bagi perusahaan seperti memberikan kerugian bagi perusahaan”.

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat diutarakan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah pengendalian persediaan bahan baku pada perusahaan sudah optimal.

2. Apakah sistem pengendalian persediaan bahan baku pada perusahaan dapat ditingkatkan dengan metode EOQ.

3. Bagaimana kebijakan manajemen perusahaan dalam mengelola persediaan bahan baku sehingga lebih efektif dan efisien.

(17)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis pengendalian persediaan bahan baku pada perusahaan yang paling optimal.

2. Untuk menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku pada perusahaan dapat ditingkatkan dengan metode EOQ.

3. Merumuskan alternatif kebijakan perusahaan dalam mengelola persediaan bahan baku sehingga lebih efektif dan efisien.

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai bahan informasi bagi perusahaan tapioka dalam menentukan

kebijakan pengendalian persediaan bahan baku perusahaan.

2. Sebagai bahan acuan ataupun referensi terhadap penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini lebih berfokus pada mempelajari kondisi pengendalian persediaan bahan baku yang sudah ada pada perusahaan dan menetapkan analisis model pengendalian persediaan bahan baku yang lebih tepat bagi kebutuhan dan karakteristik perusahaan. Bahan baku yang akan diteliti adalah bahan baku utama dan bahan baku pembantu dalam pembuatan produk.

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bahan Baku

Menurut Nafarin (2004), bahan baku merupakan bahan langsung, yaitu bahan yang membentuk suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari produk jadi. Bahan baku adalah bahan utama atau bahan pokok dan merupakan komponen utama dari suatu produk.

Assauri (1980) menyatakan bahwa bahan baku merupakan salah satu faktor produksi yang memegang peranan penting. Karena kekurangan bahan baku dapat mengakibatkan terhambatnya proses produksi. Oleh sebab itu salah satu langkah awal yang harus ditempuh dalam usaha perhitungan biaya, adalah penggunaan bahan baku secara tepat.

2.2. Persediaan

Persediaan menurut Assauri (1980), adalah sejumlah bahan-bahan, parts yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat

dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi/

produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu. Sedangkan menurut Kusuma (1999) mendefinisikan persediaan sebagai barang yang disimpan untuk digunakan atau dijual pada periode mendatang. Persediaan dapat berbentuk bahan baku yang disimpan untuk diproses, komponen yang diproses, barang dalam proses pada proses manufaktur, dan barang jadi

(19)

yang disimpan untuk dijual. Persediaan memegang peran penting agar perusahaan dapat berjalan dengan baik.

Sistem persediaan merupakan serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan, kapan persediaan harus diisi, dan berapa pesanan yang harus dilakukan. Sistem ini bertujuan untuk menentukan dan menjamin tersedianya sumberdaya yang tepat, atau dengan kata lain sistem dan kebijakan persediaan bertujuan untuk meminimumkan biaya total melalui pesanan yang dilakukan secara optimal (Handoko, 1996).

Menurut Sundjaja (2003), manfaat memiliki persediaan bagi perusahaan adalah:

1. Menghindari kehilangan penjualan.

2. Memperoleh diskon kuantiti.

3. Mengurangi biaya persediaan.

4. Mencapai biaya produksi yang efisien.

Alasan diperlukannya persediaan yang diadakan mulai dari bentuk bahan mentah sampai dengan barang jadi menurut Assauri (1980), antara lain berguna untuk dapat :

1. Menghilangkan risiko keterlambatan datangnya barang atau bahan- bahan yang dibutuhkan perusahaan.

2. Menghilangkan risiko dari material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan.

3. Untuk menumpuk bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga dapat digunakan bila bahan itu tidak ada dalam pasaran.

(20)

4. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus produksi.

5. Mencapai penggunaan mesin yang optimal.

6. Memberikan pelayanan kepada langganan dengan sebaik-baiknya dimana keinginan langganan pada suatu waktu dapat dipenuhi atau memberikan jaminan tetap tersedianya barang jadi tersebut.

7. Membuat pengadaan atau produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaan atau penjualannya.

2.2.1. Jenis-Jenis Persediaan

Assauri (2004) membedakan persediaan berdasarkan fungsinya, yang terdiri atas :

1. Batch Stock atau Lot Size Inventor adalah persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan pada saat itu. Keuntungan yang akan diperoleh antara lain : (a). Memperoleh potongan harga pada harga pembelian; (b). Memperoleh efisiensi produksi (manufacturing economies) karena adanya operasi atau production run yang lebih lama; (c). Adanya penghematan didalam

biaya angkutan.

2. Fluctuation Stock adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. Dalam hal ini perusahaan mengadakan persediaan untuk dapat memenuhi permintaan konsumen, apabila tingkat permintaan menunjukkan keadaan yang tidak beraturan atau tidak tetap dan

(21)

fluktuasi permintaan tidak dapat diramalkan lebih dahulu. Jadi apabila terdapat fluktuasi permintaan yang sangat besar, maka persediaan ini (fluctuation stock) dibutuhkan sangat besar pula untuk menjaga kemungkinan naik turunnya permintaan tersebut.

3. Anticipation Stock adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan/permintaan yang meningkat.

Disamping itu anticipation stock dimaksudkan pula untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan-bahan sehingga tidak mengganggu jalannya produksi atau menghindari kemacetan produksi.

Handoko (1984) membedakan persediaan menurut jenis dan posisi barang, yaitu :

1. Persediaan bahan baku (raw materials stock) yaitu persediaan dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi, seperti ubi kayu, kakao, kayu, dan komponen lainnya. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari para supplier dan atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan

dalam proses produksi selanjutnya.

2. Persediaan komponen rakitan (purchased parts/component stock) yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara tidak langsung dapat dirakit menjadi suatu produk. Misalnya pabrik mobil, dimana

(22)

dalam hal ini bagian-bagian (parts) dari mobil tersebut tidak diproduksi dalam pabrik mobil, tetapi diproduksi oleh pabrik lain, dan kemudian diassembling menjadi barang jadi yakni mobil.

3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies) yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen dari barang jadi. Misalnya minyak solar dan minyak pelumas adalah hanya merupakan bahan pembantu.

4. Persediaan barang dalam proses (work in process) yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.

5. Persediaan barang jadi (finished goods stock) yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan.

2.3. Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Pengendalian persediaan bahan baku pada perusahaan merupakan salah satu hal yang sangat penting. Persediaan bahan baku dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan untuk proses produksi pada waktu yang akan datang. Kegiatan pengendalian persediaan bahan baku guna mengatur tentang pelaksanaan pengadaan bahan baku yang diperlukan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan perusahaan serta dengan biaya minimal.

(23)

Pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting, karena persediaan fisik banyak perusahaan melibatkan investasi rupiah yang besar. Bila perusahaan menanamkan terlalu banyak dananya dalam persediaan, menyebabkan biaya penyimpanan yang berlebihan, bila perusahaan tidak mempunyai persediaan yang mencukupi dapat mengakibatkan terjadinya kekurangan bahan (Handoko, 1996).

Menurut Hammer et al (1996) untuk mencapai pengendalian persediaan yang efektif, maka harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : (a). Menyediakan bahan baku dan suku cadang yang dibutuhkan bagi operasi yang efisien dan lancar; (b). Menyediakan cukup banyak stok dalam periode kekurangan pasokan dan dapat mengantisipasi perubahan harga; (c). Menyiapkan bahan dengan waktu dan biaya penanganan yang minimal serta melindunginya dari kebakaran, pencurian, dan kerusakan selama bahan tersebut ditangani; (d). Mengusahakan agar jumlah persediaan yang tidak terpakai, berlebih, atau usang sekecil mungkin dengan melaporkan perubahan produk secara sistematik, dimana perubahan tersebut mungkin akan mempengaruhi bahan dan suku cadang; (e) menjamin persediaan bagi pengiriman yang tepat waktu kepada pelanggan; dan (f). Menjaga agar jumlah modal yang diinvestasikan dalam persediaan berada pada tingkat yang konsisten dengan kebutuhan operasi dan rencana manajemen.

Pengendalian persediaan bahan baku dirasakan penting keberadaannya, berdasarkan alasan faktor tidak pasti dan tidak kontinu.

(24)

Fungsi utama pengendaliaan persediaan adalah untuk memperlancar proses produksi dan meminimumkan biaya pembelian bahan baku dengan cara menentukan jumlah persediaan yang diperlukan (Rony, 1990).

2.3.1. Tujuan Pengendalian Persediaan

Menurut Assauri (1980), tujuan pengendalian persediaan sebagai berikut :

1. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.

2. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebih-lebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu besar.

3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar.

Tujuan pengendalian persediaan sebenarnya menurut Assauri (1980) untuk memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat dari bahan- bahan atau barang-barang yang tersedia pada waktu yang dibutuhkan dengan biaya-biaya yang minimum untuk keuntungan atau kepentingan perusahaan.

(25)

2.4. Biaya-Biaya Persediaan

Menurut Handoko (1984), biaya-biaya yang timbul akibat persediaan terdiri atas :

1. Biaya Penyimpanan

Biaya penyimpanan terdiri atas biaya-biaya bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak, atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya penyimpanan yaitu : (a). Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan; (b). Biaya modal; (c). Biaya keusangan; (d). Biaya asuransi persediaan; (e). Biaya pajak persediaan; (f). Biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan; (g). Biaya penanganan persediaan; dan sebagainya.

2. Biaya Pemesanan

Biaya pemesanan merupakan biaya yang harus ditanggung perusahaan setiap kali suatu bahan dipesan. Biaya-biaya pemesanan meliputi : (a). Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi; (b). Upah; (c).

Biaya telepon; (d). Pengeluaran surat menyurat; (e). Biaya pengepakan dan penimbangan; (f). Biaya pemeriksaan dan penerimaan; (g). Biaya pengiriman ke gudang; (h). Biaya hutang lancar; dan sebagainya.

3. Biaya Penyiapan

Biaya penyiapan adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memproduksi sendiri komponen tertentu bila bahan-bahan tidak dibeli. Biaya-biaya ini terdiri dari : (a). Biaya mesin-mesin menganggur;

(26)

(b). Biaya persiapan tenaga kerja langsung; (c). Biaya scheduling; (d).

Biaya ekspedisi; dan sebagainya.

4. Biaya Kehabisan atau Kekurangan Bahan

Biaya kehabisan bahan merupakan biaya yang timbul bilamana persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya ini adalah biaya yang paling sulit diperkirakan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah : (a). Kehilangan penjualan; (b). Kehilangan langganan; (c). Biaya pemesanan khusus; (d). Biaya ekspedisi; (e). Selisih harga; (f). Terganggunya operasi; (g). Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial; dan sebagainya.

Biaya pemesanan (ordering cost) dirumuskan sebagai berikut : ... (1)

Keterangan :

OC = Biaya pemesanan bahan baku per periode (Rp), S = Biaya pemesanan bahan baku per pesanan (Rp),

D = Penggunaan atau permintaan bahan baku yang diperkirakan per periode waktu (ton),

Q = Jumlah bahan baku yang dipesan (ton).

Sedangkan rumus biaya penyimpanan (carrying cost) adalah sebagai berikut :

... (2) QxS

OC D

Q xH

CC  2

(27)

Keterangan :

CC = Biaya penyimpanan bahan baku per periode (Rp), Q/2 = Tingkat rata-rata persediaan bahan baku (ton), H = Biaya penyimpanan per unit per periode (Rp/ ton).

Berdasarkan penjumlahan dari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan, maka rumus total biaya persediaan (total incremental cost) yang diberi notasi TIC (TC) adalah sebagai berikut :

... (3)

Keterangan :

TC = Total biaya persediaan (Rp)

CC = Biaya penyimpanan bahan baku per periode (Rp), OC = Biaya pemesanan bahan baku per periode (Rp).

2.5. Persediaan Pengaman

Persediaan pengaman (buffer stock) menurut Herjanto (1999), berfungsi untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan atau barang, misalnya karena penggunaan bahan yang dipesan. Persediaan pengaman juga dimaksudkan untuk menjamin pelayanan kepada pelanggan terhadap ketidakpastian dalam pengadaan barang.

Menurut Assauri (2004), persediaan pengaman diperlukan untuk melindungi kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock out).

Penyebab terjadinya stock out mungkin disebabkan penggunaan bahan baku yang lebih besar daripada perkiraan semula, atau keterlambatan

CC OC

TC  

(28)

SS = SD x K

stock) digunakan untuk mengurangi risiko kehabisan persediaan bahan

baku selama waktu tunggu. Titik pemesanan kembali kemudian meningkat sebesar jumlah persediaan pengaman :

= ∑( ̅) ... (4)

Keterangan :

SD = Standar deviasi bahan baku (ton),

x = Pemakaian bahan baku sebenarnya (ton),

̅ = Perkiraan pemakaian bahan baku (ton), N = Jumlah data pemakaian bahan baku.

Kurva normal yang distandarisasi digunakan untuk mendapatkan nilai K untuk sebuah area di bawah kurva normal (0,95 atau 1-0,05).

Dengan menggunakan tabel normal, diperoleh sebuah nilai K adalah 1,64 deviasi standar dari rata-rata menggunakan 1 arah.

... (5)

Keterangan :

SS = Persediaan pengaman (buffer stock) (ton), SD = Standar deviasi bahan baku (ton),

K = 1,64 (standar deviasi, nilai tabel untuk 95%),

K = Faktor ditentukan atas dasar kemampuan perusahaan.

Nilai K artinya asumsi atau perkiraan kemampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumen adalah 95% dan persediaan cadangan 5%.

(29)

2.6. Titik Pemesanan Kembali

Menurut Assauri (1999), perusahaan harus melakukan pemesanan kembali akan bahan baku tepat waktu, dimana ketersediaan diatas persediaan pengaman sama dengan nol. Keadaan ini disebut dengan titik pemesanan kembali (ROP = Reorder Point).

Herjanto (1999) mengatakan bahwa titik ini menandakan pemesanan harus dilakukan kembali untuk mengganti persediaan yang telah habis. Jika titik pemesanan ulang ditetapkan terlalu rendah, tersediaan bahan atau barang akan habis sebelum persediaan pengganti diterima sehingga produksi dapat terganggu atau permintaan pelanggan tidak dapat dipenuhi. Namun jika titik pemesanan ulang terlalu tinggi maka persediaan baru sudah datang sedangkan persediaan di gudang masih banyak. Keadaan ini mengakibatkan pemborosan biaya dan investasi yang berlebihan.

Pemesanan kembali dilakukan untuk mempertahankan jumlah persediaan agar tetap optimal. Waktu pemesanan kembali perlu ditentukan karena adanya ketidakpastian dari luar perusahaan yaitu ketidakpastian kedatangan bahan baku. Untuk menentukan titik

pemesanan kembali digunakan rumus sebagai berikut (Herjanto, 1999) : ... (6)

SS

D

X

L

ROP  ( ) 

(30)

Keterangan :

ROP = Reorder point (ton),

= Lead time rata-rata per hari,

= Jumlah bahan baku rata-rata per hari (ton), SS = Persediaan pengaman (Buffer stock) (ton).

2.7. Economic Order Quantity

EOQ (Economic Order Quantity) merupakan salah satu alat yang paling terkenal untuk menganalisis bahan baku yang optimal dalam metode manajemen pengendalian persediaan. Menurut Assauri (1980), untuk memperoleh jumlah pemesanan bahan baku yang ekonomis dalam suatu perusahaan digunakan metode yang dikenal dengan EOQ. Dengan metode EOQ tersebut dapat dihasilkan jumlah biaya pesanan dan biaya penyimpanan per satuan waktu yang paling minimal.

EOQ (Economic Order Quantity) adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan pemesanan persediaan. Dalam menentukan kuantitas pesanan persediaan perlu mengetahui lamanya waktu pesanan dan waktu pemesanan. Waktu pesanan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mendatangkan bahan baku yang dipesan atau yang akan dibeli, sedangkan waktu pemesanan (lead time) adalah waktu antara pemesanan bahan baku yang pertama dengan pemesanan bahan baku yang kedua atau selanjutnya (Handoko, 1984).

Menurut Gitosudarmo (2002) EOQ (Economic Order Quantity)

(31)

untuk dilaksanakan pada setiap kali pembelian. Untuk memenuhi kebutuhan itu, maka dapat diperhitungkan pemenuhan kebutuhan (pembeliannya) yang paling ekonomis yaitu sejumlah barang yang akan dapat diperoleh dengan pembelian dengan menggunakan biaya yang minimal.

EOQ (Economic Order Quantity) menurut Riyanto (2001) adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal. Sedangkan menurut Heizer & Barry (2010) EOQ adalah salah satu teknik pengendalian persediaan yang paling tua dan terkenal secara luas, metode pengendalian persediaan ini menjawab 2 (dua) pertanyaan penting, kapan harus memesan dan berapa banyak harus memesan.

Tingkat pesanan yang meminimalkan biaya persediaan keseluruhan dikenal sebagai model EOQ (Kusuma, 2001).

Model EOQ (Economic Order Quantity) di atas hanya dapat dibenarkan apabila asumsi-asumsi berikut dapat dipenuhi menurut Petty &

David (2005) yaitu :

a. Permintaan konstan dan seragam meskipun model EOQ (Economic Order Quantity) mengasumsikan permintaan konstan, permintaan

sesungguhnya mungkin bervariasi dari hari ke hari.

b. Harga per unit konstan memasukkan variabel harga yang timbul dari diskon kuantitas dapat ditangani dengan agak mudah dengan cara memodifikasi model awal, mendefinisikan kembali biaya total dan menentukan kuantitas pesanan yang optimal.

(32)

c. Biaya penyimpanan konstan, biaya penyimpanan per unit mungkin bervariasi sangat besar ketika besarnya persediaan meningkat.

d. Biaya pesanan konstan, meskipun asumsi ini umumnya valid, pelanggan asumsi dapat diakomodir dengan memodifikasi model EOQ (Economic Order Quantity) awal dengan cara yang sama dengan yang digunakan untuk harga per unit variabel.

e. Pengiriman seketika, jika pengiriman tidak terjadi seketika yang merupakan kasus umum, maka model EOQ (Economic Order Quantity) awal harus dimodifikasi dengan cara memesan stok

pengaman.

f. Pesanan yang independen, jika multi pesanan menghasilkan penghematan biaya dengan mengurangi biaya administrasi dan transportasi maka model EOQ (Economic Order Quantity) awal harus dimodifikasi kembali.

Asumsi-asumsi ini menggambarkan keterbatasan model EOQ (Economic Order Quantity) dasar serta cara bagaimana model tersebut dimodifikasi. Memahami keterbatasan dan asumsi model EOQ (Economic Order Quantity) menjadi dasar yang penting bagi manajer untuk membuat

keputusan tentang persediaan.

Menurut Assauri (2004), penentuan EOQ (jumlah pesanan ekonomis) ada 3 cara yaitu :

(33)

a. Pendekatan Tabel

Penentuan jumlah pesanan yang ekonomis dengan pendekatan tabel (tabular approach) dilakukan dengan cara menyusun suatu daftar atau tabel jumlah pesanan dan jumlah biaya per tahun.

b. Pendekatan Grafik

Penentuan jumlah pesanan ekonomis dengan cara “pendekatan grafik (graphical approach)” dilakukan dengan cara menggambarkan grafik-grafik carrying costs dan total costs dalam satu gambar, dimana sumbu horisontal jumlah pesanan (order) per tahun, sumbu vertical besarnya biaya dari ordering costs, carrying costs dan total costs.

Gambar 1. Biaya Persediaan Metode EOQ (Sumber : Heizer dan Render, 2010) c. Pendekatan Rumus

Cara penentuan jumlah pesanan ekonomis dengan menurunkan di dalam rumus-rumus (formula approach) matematika dapat dilakukan dengan cara memperhatikan bahwa jumlah biaya persediaan yang minimum diperoleh, jika ordering costs sama dengan carrying costs.

(34)

Hampir semua model persediaan bertujuan untuk meminimalkan biaya- biaya total dengan asumsi yang tadi dijelaskan.

Biaya persediaan dalam analisis EOQ terdiri dari biaya penyimpanan dan biaya pemesanan bahan baku, maka diperlukan perhitungan dengan model matematis biaya tersebut yang dirumuskan :

... (7)

Biaya minimum diperoleh pada saat turunan pertama dari total biaya persediaan terhadap kuantitas (Q) tahunan = 0, atau

... (8)

... (9)

Penentuan kuantitas pesanan yang optimal dengan menggunakan model EOQ diperoleh rumus EOQ sebagai berikut :

... (10)

Keterangan :

EOQ = Kuantitas pemesanan ekonomis (ton),

D = Kebutuhan atau permintaan bahan baku yang diperkirakan per periode waktu (ton),

S = Biaya pemesanan bahan baku per pesanan (Rp),

H = Biaya penyimpanan bahan baku per unit per periode (Rp/ton).

) ( 2)

( Q

S D H Q

TC 

0 2

2 2 2

H Q DS Q

DS H dQ

dTC     

H Q DS H

Q2 2DS 2

H EOQ 2DS

0 dQdTC

(35)

2.7.1. Manfaat EOQ

Manfaat dari EOQ adalah untuk menentukan jumlah pesanan yang paling ekonomis terhadap jumlah pesanan yang tidak tepat, untuk menentukan jumlah besar kecilnya pesanan yang akan dipesan oleh perusahaan, agar tidak terjadi stock out dan over stock cost. EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas jumlah pesanan yang akan disimpan di pabrik dan biaya pesanan untuk memesan persediaan yang dibutuhkan.

2.7.2. Kriteria EOQ

Model EOQ memiliki beberapa kriteria atau karakteristik diantaranya :

1. Harga per unit barang bersifat konstan.

2. Permintaan atau kebutuhan dalam satu tahun bersifat konstan.

3. Pada saat memesan barang, tidak mengalami kehabisan barang atau stock out.

4. Biaya penyimpanan dan biaya pemesanan konstan.

Dari beberapa kriteria tersebut dapat dijelaskan bahwa kriteria EOQ dapat menentukan jumlah pesanan persediaan yang ekonomis guna meminimumkan biaya persediaan. Harga per unit, permintaan atau kebutuhan selama satu tahun, biaya penyimpanan dan biaya persediaan sifatnya selalu konstan.

(36)

2.7.3. Kelemahan EOQ

Metode

EOQ

juga mempunyai beberapa kelemahan diantaranya adalah :

1. Tingkat permintaan diketahui dan bersifat konstan, 2. Persediaan pengaman tidak diperhitungkan,

3. Semua barang harus dihitung EOQ nya satu persatu, 4. Sistem tersebut hanya menggunakan data yang lampau, 5. Perubahan harga tidak diperhitungkan.

2.8. Teknik Lotting MRP

Lotting adalah suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah

pesanan optimal untuk setiap item secara individual didasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih yang telah dilakukan. Ada beberapa metode untuk menentukan ukuran lot. Teknik ukuran lot dapat digolongkan dalam dua bagian yaitu statis dan dinamis. Dikatakan statis bila jumlah pesanan yang dihitung hanya satu kali, sesuai dengan jadwal perencanaan pesanan. Dikatakan dinamis bila jumlah pesanan yang dihitung berulang-ulang mengikuti situasi. Gambar berikut pada halaman selanjutnya akan memperhatikan hubungan antara ukuran lot dengan biaya total yang dikeluarkan (Haming & Nurnajamuddin, 2012).

(37)

Gambar 2. Hubungan Ukurat Lot dengan Biaya Persediaan

Beberapa metode penentuan ukuran lot yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Metode LFL

Teknik LFL (Lot for Lot) ini merupakan teknik lot sizing yang paling sederhana dan paling mudah dipahami. Pemesanan dilakukan dengan pertimbangan minimalisasi ongkos simpan. Pada teknik ini, pemenuhan kebutuhan bersih dilaksanakan di setiap periode yang membutuhkannya, sedangkan besar ukuran kuantitas pemesanannya (lot size) adalah sama dengan jumlah kebutuhan bersih yang harus dipenuhi pada periode yang bersangkutan. Teknik ini biasanya digunakan untuk item-item yang mahal atau yang tingkat diskontinuitas permintaannya tinggi.

Metode ini mengandung risiko, yaitu jika terjadi keterlambatan dalam pengiriman barang. Jika persediaan itu berupa barang jadi, menyebabkan tidak terpenuhinya permintaan pelanggan. Namun bagi perusahaan tertentu seperti yang menjual barang yang tidak tahan lama (perishable product) metode ini merupakan pilihan terbaik.

(38)

2. Metode Economic Order Quantity 3. Metode POQ

Metode POQ (Period Order Quantity) digunakan karena merupakan salah satu metode dalam pengendalian persediaan bahan baku yang bertujuan menghemat total biaya persediaan (Total Inventory Cost) dengan menekankan pada efektifitas frekuensi pemesanan bahan baku agar lebih terpola. Metode POQ merupakan salah satu pengembangan dari metode EOQ, yaitu dengan mentransformasi kuantitas pemesanan menjadi frekuensi pemesanan yang optimal (Divianto, 2011).

Menurut Imam (2005), teknik POQ disebut juga dengan Economic Time CycIe. Teknik POQ ini digunakan untuk menentukan interval waktu

order (Economic Order Interval). Keuntungan menggunakan teknik POQ adalah dapat menghasilkan lot size order yang berbeda dalam memenuhi net requirement. Teknik POQ ini akan lebih baik kemampuannya jika

digunakan pada saat biaya setup tiap tahun sama tetapi biaya carrying- nya lebih rendah.

2.9. Ubi Kayu

Thamrin et al (2013) mengatakan bahwa salah satu jenis tanaman pangan yang sudah lama dikenal dan dibudidayakan oleh petani di seluruh wilayah nusantara adalah ubi kayu (Mannihot Esculenta Crantz).

Potensi nilai ekonomi dan sosial ubi kayu merupakan bahan pangan masa depan yang berdaya guna, juga bahan baku berbagai industri dan pakan ternak. Saat ini, ubi kayu sudah digarap sebagai komoditas agroindustri, seperti produk tepung tapioka, industri fermentasi, dan berbagai industri

(39)

makanan. Pasar potensial tepung tapioka antara lain Jepang dan Amerika serikat. Sedangkan menurut Herlina & Farida (2014), Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam termasuk tanaman berkhasiat. Salah satu tanaman berkhasiat yang sering digunakan adalah ubi kayu. Ubi kayu termasuk tanaman pangan yang sudah lama dibudidayakan secara tradisional di Indonesia dan sudah dikenal luas di masyarakat. Ubi kayu (Mannihot Esculenta Crantz) memiliki beberapa kegunaan, antara lain sebagai bahan pangan, juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri dan pakan ternak.

Hasil produk modifikasi ubi kayu yang masih bersifat tradisional beserta kajian penelitian terdahulu diantaranya gaplek, tiwul, sago wafers, kibabu, fufu, gari, lafun, manicuera, tepung ubi kayu, onggok, tepung ubi kayu terfermentasi, dan tapioka (Darmawan et al., 2013).

Selain di Indonesia, tanaman ubi kayu merupakan produk pertanian penting di Thailand karena fakta bahwa ubi kayu memberikan pengaruh besar pada sektor pertanian dan manufaktur. Kebijakan yang diterapkan pemerintah Thailand pada pertanian baru-baru ini terkait dengan ubi kayu yakni skema jaminan pendapatan dibandingkan skema penjaminan.

Skema diluncurkan oleh dua partai politik yang berlawanan di Thailand.

Disisi lain, ubi kayu merupakan salah satu produk pertanian penting karena Thailand adalah eksportir besar pertama ubi kayu di dunia.

Walaupun hasil ubi kayu terbesar dunia adalah Nigeria, Brazil, Indonesia, Thailand, dan Kongo. Sebagian besar dari mereka menghasilkan untuk konsumsi domestik. Sementara Thailand 68% dari produk ubi kayu untuk

(40)

ekspor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani lebih suka skema jaminan pendapatan dibanding skema penjaminan karena produksi ubi kayu yang tidak musiman. Selain itu, karena petani bisa menjual produk mereka ditingkat harga berapapun yang mereka inginkan (Supavititpattana et al., 2013).

Poramacom (2014) mengatakan bahwa sejak tahun 1971, proyek hujan buatan dibuat oleh Raja Bhumiphol, Raja Thailand, telah berupaya untuk meringankan masalah kekeringan di Thailand. Sungai Lamtakhong, yang merupakan sungai utama di Provinsi Nakhon Ratchasima di sebelah timur laut Thailand, menghadapi masalah kekeringan dan telah menerima layanan hujan buatan selama beberapa tahun. Dalam penelitian ini mengevaluasi tingkat output dan pendapatan bersih produksi jagung, ubi kayu, dan tebu yang menerima layanan hujan buatan. Petani ubi kayu memerlukan layanan hujan buatan mulai dari bulan Maret sampai Oktober. Untuk mengurangi biaya pengeluaran layanan hujan buatan maka Biro Daerah meminta dari Departemen Pertanian agar dapat memberikan layanan hujan buatan saat petani membutuhkannya.

Namun, curah hujan tergantung pada kondisi awan dan atmosfer lainnya.

Petugas lokal, televisi dan radio merupakan sumber utama informasi bagi petani. Petani ubi kayu memperoleh kembali pendapatan bersih per kilogramnya. Selain curah hujan, hasil yang diperoleh petani mungkin juga tergantung pada faktor-faktor lain berdasarkan penelitian ini, seperti kualitas tanah dan jenis pupuk (pestisida dan herbisida) yang digunakan.

(41)

2.10. Karakteristik Ubi Kayu

2.10.1. Varietas Unggul Ubi Kayu untuk Bahan Pangan

Ubi kayu dapat dimanfaatkan untuk keperluan pangan, pakan maupun bahan dasar berbagai industri. Oleh karena itu pemilihan varietas ubi kayu harus disesuaikan untuk kegunaannya. Di daerah dimana ubi kayu dikonsumsi secara langsung untuk bahan pangan diperlukan varietas ubi kayu yang rasanya enak dan pulen dan kandungan HCN rendah. Berdasarkan kandungan HCN ubi kayu dibedakan menjadi ubi kayu manis/ tidak pahit, dengan kandungan HCN<40 mg/ton umbi segar, dan ubi kayu pahit dengan kadar HCN≥50 mg/ton umbi segar.

Kandungan HCN yang tinggi dapat menyebabkan keracunan bagi manusia maupun hewan, sehingga tidak dianjurkan untuk konsumsi segar. Untuk bahan tape para pengrajin suka umbi ubi kayu yang tidak pahit, rasanya enak dan daging umbi berwarna kekuningan seperti varietas lokal Krentil, Mentega, atau Adira-1. Tetapi untuk industri pangan yang berbasis tepung atau pati ubi kayu, diperlukan ubi kayu yang umbinya berwarna putih dan mempunyai kadar bahan kering dan pati yang tinggi. Untuk keperluan industri tepung tapioka, umbi dengan kadar HCN tinggi tidak menjadi masalah karena bahan racun tersebut akan hilang selama pemrosesan menjadi tepung dan pati, misalnya UJ-3, UJ-5, MLG-4, MLG-6 atau Adira-4 (Sundari, 2010). Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2 tentang varietas unggul ubi kayu yang sesuai untuk pangan beserta karakteristiknya.

(42)

Tabel 2. Varietas Unggul Ubi Kayu yang Sesuai untuk Pangan beserta Karakteristiknya

Varietas Tahun Dilepas

Karakteristik Umur Hasil

Umbi

Kadar Pati

Kadar

HCN Keterangan

(bulan) (t/ha) (% bb) (mg/ton)

Adira 1 1978 7-10 22 45* 27,5

- Tidak pahit.

- Sesuai untuk pangan - Agak tahan tungau

merah(tetranichus bimaculatus).

- Tahan bakteri hawar daun, penyakit layu

pseudomonas solanacearum, dan xanthomonas manihotis.

Malang 1 1992 9-10 36,5 32-36* < 40,0

- Tidak pahit.

- Sesuai untuk pangan.

- Toleran tungau merah (tetranichus bimaculatus).

- Toleran bercak daun (cercospora sp.).

- Adaptasi cukup luas.

Malang 2 1992 8-10 31,5 32-36* < 40,0

- Tidak pahit.

- Sesuai untuk pangan.

- Agak peka tungau merah (tetranichus bimaculatus).

- Toleran penyakit bercak daun (cercospora sp.).

Darul

Hidayah 1998 8-12 102,1 25-31 < 40,0

- Tidak pahit.

- Sesuai untuk pangan.

- Agak peka tungau merah (tetranichus sp).

- Agak peka busuk jamur (fusarium sp.).

Sumber : Sundari, 2010.

Keterangan : * adalah jumlah kadar pati dari bahan baku yang paling banyak digunakan sebagai bahan pangan.

Pemilihan dan penerimaan suatu varietas ubi kayu oleh petani dan pengguna lainnya juga ditentukan oleh umur tanaman, keragaman dan sifat ketahanannya terhadap gangguan hama dan penyakit tanaman.

Pada umumnya petani sangat fanatik terhadap varietas lama maupun unggul lokal yang telah dikenal luas oleh masyarakat sehingga pasarnya jelas (Sundari, 2010).

(43)

2.10.2. Varietas Unggul Ubi Kayu untuk Bahan Baku Industri

Produk antara tepung dan pati ubi kayu dapat dikembangkan berbagai produk industri baik melalui proses dehidrasi, hidrolisis, maupun fermentasi. Sebagai bahan baku industri, jenis ubi kayu yang memiliki potensi hasil tinggi, kadar bahan kering dan kadar pati tinggi, dianggap paling sesuai untuk bahan baku industri. Beberapa varietas unggul yang telah dilepas Pemerintah dan sesuai untuk bahan baku industri antara lain : varietas Adhira-4, MLG-6, UJ-3, UJ-5, MLG-6 yang telah banyak ditanam petani di propinsi Jawa Timur dan Lampung, lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Secara umum, jenis ubi kayu yang memiliki potensi hasil dan kadar pati tinggi, dianggap paling sesuai untuk bahan baku industri. Sebagai bahan baku industri, kadar HCN yang tinggi tidak menjadi masalah karena sebagian besar HCN akan hilang pada proses pencucian, pemanasan maupun pengeringan.

Sifat fisik, seperti ukuran granula pati dan sifat kimia lainnya, seperti kadar amilosa/ amilopektin yang berperan dalam proses gelatinisasi dan sifat amilografi, yang meliputi suhu dan waktu gelatinisasi serta viskositas puncak, belum banyak diteliti dalam kaitannya dengan produksi bioetanol.

Pati dengan ukuran granula kecil dilaporkan memiliki daya serap air yang lebih baik dan lebih mudah dicerna oleh enzim. Sementara rendemen glukosa yang dihasilkan, dipengaruhi oleh tinggi dan panjang rantai amilosa. Semakin panjang rantai amilosa akan dihasilkan rendemen gula yang semakin tinggi karena diduga berkaitan dengan kemudahan enzim

(44)

ᾳ-amilase untuk memecah ikatan lurus 1,4 ᾳ-glikosidik dibanding ikatan cabang 1,6 ᾳ-glikosidik pada amilopektin (Richana et al., 2000). Pati dengan kadar amilosa tinggi lebih sesuai karena proporsi partikel pati tidak larutnya (insoluble starch particles) lebih rendah sehingga relatif lebih mudah dihidrolisis baik dengan asam maupun enzim. Oleh karena itu selain kadar pati, kadar gula total juga menentukan kesesuaiannya sebagai bahan baku etanol (Sundari, 2010).

Tabel 3. Varietas Unggul Ubi Kayu yang Sesuai untuk Bahan Baku Industri beserta Karakteristiknya

Varietas Tahun Dilepas

Karakteristik Umur Hasil

Umbi

Kadar Pati

Kadar

HCN Keterangan

(bln) (t/ha) (% bb) (mg/ton)

Adira 2 1978 8-12 22 41* 124,0

- Pahit.

- Sesuai untuk bahan baku industri.

- Cukup tahan tungau merah (tetranichus bimaculatus).

- Tahan penyakit layu pseudomonas solanacearum.

Adira 4 1978 10 35 20-22 68,0

- Pahit.

- Sesuai untuk bahan baku industri.

- Cukup tahan tungau merah (tetranichus bimaculatus).

- Tahan terhadap pseudomonas solanacearum dan xanthomonas manihotis.

UJ-3 2000 8-10 20-35 20-27 > 100,0

- Pahit.

- Sesuai untuk bahan baku industri.

- Agak tahan bakteri hawar daun (cassava bacterial blight).

UJ-5 2000 9-10 25-38 19-30 > 100,0

- Pahit.

- Sesuai untuk bahan baku industri.

- Agak tahan CBB (cassava bacterial blight).

Malang 4 2001 9 39,7 25-32 > 100,0

- Pahit.

- Sesuai untuk bahan baku industri.

- Agak tahan tungau merah (tetranichus sp.).

- Adaptif terhadap hara sub-optimal.

Malang 4 2001 9 39,7 25-32 > 100,0

- Pahit.

- Sesuai untuk bahan baku industri.

- Agak tahan tungau merah (tetranichus sp.).

- Adaptif terhadap hara sub-optimal.

Malang 6 2001 9 36,4 25-32 > 100,0

- Pahit.

- Sesuai untuk bahan baku industri.

- Agak tahan tungau merah (tetranichus sp.).

- Adaptif terhadap hara sub-optimal.

(45)

Keterangan : * adalah jumlah kadar pati dari bahan baku yang paling banyak digunakan perusahaan sebagai bahan baku industri.

2.11. Penelitian Sebelumnya

Studi kasus mengenai analisis pengendalian bahan baku telah dilakukan dengan berbagai model yang bervariasi. Tujuan analisis untuk meningkatkan optimalitas persediaan bahan baku sehingga mencapai efisiensi persediaan.

Putra (2004), dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Produk Ban pada PT. Goodyear Indonesia, Tbk menunjukkan bahwa perusahaan dapat mencapai tingkat efisiensi yang lebih tinggi jika menggunakan metode EOQ, dibandingkan dengan metode yang saat ini sudah diterapkan oleh perusahaan. EOQ memungkinkan perusahaan mengurangi biaya persediaannya menjadi 0,90% lebih rendah bagi bahan lokal dan 16,44% bagi bahan baku impor.

EOQ juga menganjurkan perusahaan untuk melakukan pemesanan hanya sebanyak sekitar separuh dari yang selama ini dilakukan oleh perusahaan. Ini berarti perusahaan dapat mengurangi biaya pemesanannya sampai 50%.

Rahmasari (2005) melakukan penelitian dengan judul Perencanaan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kimia di PT Dankos Laboratories, Tbk, Jakarta Timur. Bahan baku yang diteliti adalah Potassium L Asparte, Vitamin B1, Vitamin B6, dan B16. Peneliti menggunakan metode MRP dengan tiga teknik, yaitu Lot for Lot, EOQ, dan PPB. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa ketiga teknik dapat menghasilkan penghematan.

(46)

Namun, Lot for Lot menghasilkan penghematan paling besar sehingga metode MRP dengan teknik itulah yang dianjurkan untuk dapat diterapkan pada perusahaan.

Penelitian sebelumnya oleh Simbar et al (2014), melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa pembelian bahan baku kayu Cempaka yang optimal menurut metode Economic Order Quantity selama periode tahun 2013 untuk setiap kali pesan lebih besar daripada yang dilakukan perusahaan. Pembelian bahan baku optimal yang harus dilakukan perusahaan pada tahun 2013 adalah sebesar 4,448 m³ dengan frekuensi pemesanan yang harus dilakukan adalah sebanyak 2 kali.

Kuantitas persediaan pengaman (safety stock) yang harus tersedia digudang adalah sebesar 0,24 m³ dan titik pemesanan kembali (re order point) menurut Economic Order Quantity yaitu pada saat persediaan

digudang tinggal 0,603 m³. Total biaya persediaan untuk proses produksi yang dikeluarkan UD. Batu Zaman menurut metode Economic Order Quantity lebih kecil dibandingkan total biaya persediaan yang dilakukan

oleh perusahaaan.

Muzayyanah et al (2015), melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa analisis biaya persediaan metode MRP terhadap kebijakan perusahaan menunjukkan bahwa pengendalian persediaan biji kakao pada Pabrik Delicacao Bali belum optimal. Hasil perbandingan total biaya persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan tahun 2013 sebesar Rp 19.998.452,00, dengan biaya persediaan sekali pesan Rp 759,39 per kg, apabila menggunakan teknik LFL perusahaan dapat mengeluarkan total

(47)

biaya persediaan sebesar Rp. 8.600.000,00 dengan biaya persediaan sekali pesan Rp 445,01 per kg, dan penghematan biaya (efisiensi) mencapai 54,93 %. Sedangkan pada teknik EOQ perusahaan dapat mengeluarkan total biaya persediaan sebesar Rp 4.109.355,18 dengan biaya persediaan sekali pesan Rp 175,00 per kg dan penghematan biaya (efisiensi) mencapai 79,45 %. Alternatif metode pengendalian persediaan yang dapat diterapkan oleh Pabrik Delicacao Bali untuk meningkatan efisiensi biaya persediaan bahan baku adalah teknik EOQ, karena teknik EOQ mengalami penghematan yang lebih tinggi pada biaya persediaan.

Padapi (2017) melakukan penelitian dengan judul sistem pengendalian persediaan pada logistik bisnis penggilingan gabah CV.

Armid Jaya Kota Pangkajene Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode EOQ terdapat beberapa hal terkait yaitu : (1). Total biaya persediaan yang ditanggung pada Tahun 2013 Rp.551.997.187; Tahun 2014 sebesar Rp.551.858.608; dan Tahun 2015 sebesar Rp.659.329.916; (2). Jumlah pembelian ekonomis pada Tahun 2013 adalah 6.824 ton; Tahun 2014 adalah 6.824 ton; dan pada Tahun 2015 yaitu sebesar 7.633 ton; (3).

Dengan menggunakan metode EOQ, Tahun 2013 perusahaan dapat menghemat Rp.250.990.292; pada Tahun 2014 dapat menghemat Rp.264.528.424; dan pada Tahun 2015 perusahaan dapat menghemat Rp.338.613.225; (4). Persediaan pengaman Tahun 2013 sebesar 1.083 ton; Tahun 2014 sebesar 1.083 ton; dan pada Tahun 2015 adalah sebesar

(48)

1.165,ton; (5). Persediaan gabah maksimum di Tahun 2013 sebesar 2.983 ton; Tahun 2014 adalah 3.000 ton; dan Tahun 2015 adalah 3.147 ton.

2.12. Kerangka Pemikiran

PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk. merupakan perusahaan pengolahan ubi kayu yang terletak di Dusun Likuloe Desa Bontoramba Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Dalam melaksanakan produksinya, PT. Budi Starch & Sweetener, Tbk.

membutuhkan bahan baku. Hal-hal yang dilakukan dalam mengidentifikasi kebutuhan bahan baku adalah jenis bahan baku, asal bahan baku, dan klasifikasi bahan baku.

Analisis persediaan bahan baku meliputi volume pemakaian bahan baku untuk mengetahui berapa besar kebutuhan bahan baku yang diperlukan, lead time (waktu tunggu) pengadaan bahan baku untuk menentukan waktu pelaksanaan pesanan sehingga pesanan dapat diterima pada saat dibutuhkan, serta biaya persediaan bahan baku yang meliputi biaya pemesanan, biaya penyimpanan, dan biaya lain-lain.

Data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan metode kebijakan pengendalian persediaan bahan baku yang digunakan oleh perusahaan dan dengan menggunakan metode Economic Order Quantity. Dari hasil data tersebut kemudian dilakukan perbandingan

antara metode perusahaan dan metode Economic Order Quantity untuk memperoleh metode yang dapat mengoptimalkan biaya produksi perusahaan sehingga meminimalkan adanya kerugian bagi perusahaan.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mencapai tujuan dalam perusahaan industri diharuskan adanya suatu pengawasan atau kontrol yang dilakukan oleh pihak perusahaan dalam pengendalian persediaan bahan

Masalah yang dihadapi perusahaan saat ini adalah mengenai pengendalian persediaan bahan baku, dimana ketersediaan bahan baku yang ada seringkali berlebihan atau bahkan

Pengendalian internal atas persediaan bahan baku diharapkan dapat menciptakan aktivitas pengendalian terhadap perusahaan yang efektif dalam menentukan jumlah

Masalah dalam penelitian ini adalah kebijakan pengendalian persediaan bahan baku menurut Soto Sedeep dinilai kurang efektif karena terdapat kelebihan bahan baku yang

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA  PG TASIKMADU KARANGANYAR TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat­syarat Mencapai Sebutan  Ahli Madya Manajemen Industri

ENY PUJIHASTUTI. Analisis Kebijakan Perusahaan Dalam Pengendalian Persediaan Bahan Baku di PT X. Di bawah bimbingan D WI RACHMINA. Perusahaan harus mempertahankan

Perhitungan Persediaan Bahan Baku Tahun 2015 dengan Metode Perusahaan 4.5 Perhitungan Kebutuhan Bahan Baku Periode Januari – Juni 2016 Dengan menerapkan metode pengendalian

ANGGARAN BAHAN BAKU SEBAGAI PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA REVE HOUSE OF COUTURE MALANG SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Syarat Untuk Memeroleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada