HUKUM PIDANA
AS Khiyaroh, SH.MH
Pengertian
W.L.G Lemaire menuliskan pengertian hukum pidana sebagai hukum yang terdiri dari norma-norma berisi keharusan dan larangan, dibentuk oleh pembentuk undang-undang serta telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman berupa penderitaan yang bersifat khusus.
Mezger mengartikan hukum pidana dengan lebih sederhana, yakni aturan- aturan hukum yang mengikat suatu perbuatan tertentu dan memenuhi syarat-syarat tertentu dan memiliki suatu akibat yang berupa pidana.
Moeljatno menulisnya dengan cukup jelas yakni hukum pidana dapat dilihat sebagai bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara dan memuat dasar-dasar tentang peraturan dan ketentuan mengenai apa-apa yang tidak boleh dilakukan, larangan serta ancaman pidana bagi yang melakukannya.
Hukum pidana yaitu hukum yang mengatur tentang perintah dan larangan masyarakat dalam kegiatannya sebagai warga negara yang dibuat oleh lembaga negara berwenang serta memiliki sanksi kuat bagi siapapun yang melanggarnya.
Fungsi dan Tugas Hukum Pidana
fungsi dan tugas hukum pidana sama dengan fungsi hukum
secara umum yakni untuk mengatur tingkah laku masyarakat demi mewujudkan ketertiban, keadilan, perlindungan, kenyamanan, dan kesejahteraan masyarakat.
Sudarto membagi dua fungsi hukum pidana yaitu
fungsi umum dan khusus. Fungsi umum hukum pidana adalah untuk
mengatur hidup bermasyarakat dan menyelenggarakan tata aturan dalam masyarakat.
Sementara fungsi khusus dari hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak mengganggunya, dengan sanksi berupa pidana yang sifatnya memaksa dan mengikat.
Jenis Hukum Pidana
Pidana Umum
Pidana Khusus
Hukum pidana umum mengacu pada hukum pidana yang berlaku untuk setiap masyarakat (berlaku terhadap siapapun tanpa mempedulikan
golongan, status, dan lain sebagainya).
Sumber hukum pidana jenis ini adalah bersumber dari Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP) baik KUHP tentang ketentuan umum, KUHP kejahatan, serta KUHP tentang pelanggaran.
hukum pidana khusus merujuk pada aturan-aturan hukum pidana yang menyimpang dari hukum pidana
umum serta berlaku khusus bagi orang-orang tertentu.
Menyimpang dari hukum pidana umum maksudnya ketentuan tersebut hanya berlaku untuk subyek hukum tertentu dan hanya mengatur tentang perbuatan tertentu.
Contoh pidana khusus seperti hukum pidana fiskal, hukum pidana tentara, hukum pidana ekonomi, dan lain- lain.
Sudarto menyebut dalam hukum pidana khusus terdapat tiga klasifikasi atau pengelompokkan hukum, yaitu:
1. Undang-undang yang tidak dikodifikasikan (tidak dikitabkan) misalnya seperti UU Narkotika, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Lalulintas Jalan Raya, dan lain sebagainya.
2. Peraturan-peraturan hukum administratif yang mengandung sanksi pidana, misalnya seperti UU Perburuhan, UU Lingkup hidup, UU Konservasi Sumber Daya Hayati, dan lain-lain.
3. Undang-undang yang mengandung hukum pidana khusus dan mengatur tentang tindak pidana untuk
golongan serta perbuatan tertentu, misalnya seperti KUHP Militer, UU Pajak, UU Tindak Pidana Ekonomi, dan sebagainya.
Sifat Hukum Pidana
Sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya, hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik.
Oleh karenanya, sifat dalam hukum pidana adalah bersifat publik dan mengatur hubungan antara warga masyarakat dengan negara.
Sifat ini berbeda dengan hukum perdata yang bersifat privat dan hanya menyangkut kepentingan perorangan.
Sumber Hukum Pidana
1. KUHP
KUHP merupakan sumber utama hukum pidana Indonesia. Sebagaimana yang tadi juga sudah disebutkan, KUHP yang dapat menjadi sumber lahirnya hukum pidana adalah pada KUHP mengenai ketentuan umum, KUHP tentang kejahatan dan KUHP tentang pelanggaran.
2. Undang-undang di luar KUHP
Undang-undang ini memuat aturan-aturan untuk tindakan pidana khusus seperti pemberantasan tindak pidana korupsi, kekerasan dalam rumah tangga, narkotika, dan lain sebagainya.
3. Hukum adat.
Pada daerah tertentu untuk perbuatan-perbuatan yang tidak tercantum dalam peraturan tertulis seperti KUHP atau Undang-undang lainnya, keberadaan hukum pidana adat di suatu daerah masih tetap berlaku.
Sifat Melawan Hukum
Konsep sifat melawan hukum dalam hukum pidana dikenal dengan istilah dalam bahasa Belandanya yaitu “wederechtelijk”.
sifat melawan hukum berarti bertentangan dengan hukum atau tidak sesuai dengan larangan atau keharusan hukum atau menyerang
suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum
Simons mengatakan dalam buku S.R. Sianturi (2002:143)
pengertian dari bersifat melawan hukum adalah bertentangan dengan hukum pada umumnya, tetapi dalam hubungan bersifat melawan
hukum sebagai salah satu unsur dari delik. Jika ada perselisihan mengenai ada tidaknya sifat melawan hukum dari suatu tindakan, hakim tetap terikat pada perumusan undang-undang. Artinya yang harus dibuktikan hanyalah yang dengan tegas dirumuskan dalam undang-undang dalam rangka usaha pembuktian.
Konsep Sifat Melawan Hukum
1. Sifat Melawan Hukum Formil
Sifat melawan hukum formil atau Formeel
wederrechtelijkheid mengandung arti semua bagian (unsur-unsur) dari rumusan delik telah di penuhi. Demikian pendapat Jonkers yang
menyatakan “Melawan hukum formil jelas adalah karena bertentangan
dengan undang-undang tetapi tidak selaras dengan melawan hukum formil, juga melawan hukum materil, diantara pengertian sesungguhnya dari
melawan hukum, tidak hanya didasarkan pada hukum positif tertulis, tetapi juga berdasar pada asas-asas umum hukum, pula berakar pada norma-
norma yang tidak tertulis. Sebagaimana yang diatur dengan Pasal 1 ayat (1) KUHP, untuk dipidananya setiap perbuatan menganut sifat melawan hukum formil”. Para penganut sifat melawan hukum formil mengatakan, bahwa pada setiap pelanggaran delik sudah dengan sendirinya terdapat sifat melawan hukum dari tindakan pelanggaran tersebut.
2. Sifat Melawan Hukum Materil
Sifat melawan hukum materil atau materiel wederrechtelijkheid terdapat dua pandangan. Pertama. Sifat melawan hukum materiil dilihat dari sudut perbuatanya. Hal ini mengandung arti perbuatan yang melanggar atau membahayakan kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh pembuat undang-undang dalam rumusan delik tertentu. Biasanya sifat melawan hukum materil ini dengan
sendirinya melekat pada delik-delik yang dirumuskan secara materil.
Kedua. Sifat melawan hukum materil dilihat dari sudut sumber
hukumnya. Hal ini mengandung makna bertentangan dengan hukum tidak tertulis atau hukum yang hidup dalam masyarakat, asas-asas kepatutan atau nilai-nilai keadilan dan kehidupan sosial dalam
masyarakat.