• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of KAJIAN DAMPAK PROSES PRODUKSI TAPIOKA TERHADAP LINGKUNGAN DENGAN METODE LIFE CYCLE ASSESSMENT (LCA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of KAJIAN DAMPAK PROSES PRODUKSI TAPIOKA TERHADAP LINGKUNGAN DENGAN METODE LIFE CYCLE ASSESSMENT (LCA)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1177

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 2, (2022) Agustus : 1177 - 1197

KAJIAN DAMPAK PROSES PRODUKSI TAPIOKA TERHADAP LINGKUNGAN DENGAN METODE LIFE CYCLE ASSESSMENT (LCA)

Oleh:

Damiri 1)

Irwan Bagyo Santoso 2)

Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 1,2) E-mail:

damirianwar@gmail.com 1) irwan080565@gmail.com 2)

ABSTRACT

The increase in the amount of cassava production is followed by the number of cassava processing factories, one of which is processed into tapioca flour. Demand for tapioca in Indonesia tends to continue to increase. The tapioca production process cannot be separated from the waste that is produced and has an impact on the surrounding environment. The waste generated can be in the form of solid, liquid and gas waste. One of the pollutant materials produced by the tapioca industry is a contributor to the increase in greenhouse gases (GHG) every year. LCA is a method for estimating the potential impact resulting from an activity in the production process, starting from raw material processing activities to the overall end product of a production process. The purpose of this research, namely: to determine the environmental impact and determine the process unit that contributes to a greater impact on the tapioca production process. This research will identify the tapioca production process with gate to gate limits with LCA covering four stages, namely the first stage of goal and scope definition, the second stage of life cycle inventory (LCI), the third stage of life cycle impact assessment (LCIA), and the last stage of data interpretation. . The method used for the impact category of the LCA study is the CML-IA Baseline with a midpoint impact assessment. The results of the LCA analysis show that the production process of 1 ton of tapioca contributes a Global Warming Potential impact of 1.679 kg CO2-eq and a Eutrophication impact of 157.923 kg PO4-eq. In the tapioca production process, the largest contribution to the environmental impact comes from the concentrating hydrocyclone unit.

Keywords: Tapioca Production, Life Cycle Assessment (LCA), Global Warming Potential, Eutrophication

ABSTRAK

Meningkatnya jumlah produksi singkong diikuti dengan jumlah pabrik pengolahan singkong, dimana salah satu diolah menjadi tepung tapioka. Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Pada proses produksi tapioka pasti tidak akan lepasa dari limbah yang dihasilkan dan menghasilkan dampak terhadap lingkungan sekitar. Limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah padat, cair dan gas. Salah satu bahan pencemar yang dihasilkan industri tapioka menjadi penyumbang peningkatan gas rumah kaca (GRK) tiap tahunnya. LCA merupakan metode untuk memperkirakan potensi dampak yang dihasilkan dari suatu kegiatan proses produksi mulai dari kegiatan proses bahan baku hingga produk akhir secara keseluruhan dari suatu proses produksi.

Tujuan dari penelitian ini, yaitu: menentukan dampak lingkungan dan menentukan unit proses yang memberikan kontribusi dampak yang lebih besar pada proses produksi tapioka. Dalam penelitian ini akan mengidentifikasi proses produksi tapioka dengan batasan gate to gate dengan LCA mencakup empat tahap yaitu tahap pertama goal and scope definition, tahap kedua life cycle

(2)

1178 KAJIAN DAMPAK PROSES PRODUKSI TAPIOKA TERHADAP LINGKUNGAN DENGAN METODE

inventory (LCI), tahap ketiga life cycle impact assessment (LCIA), dan tahap terakhir intepretation data. Metode yang digunakan untuk kategori dampak kajian LCA adalah CML-IA Baseline dengan penilaian dampak secara midpoint. Hasil analisis LCA menunjukkan bahwa proses produksi 1ton tapioka memberikan kontribusi dampak Global Warming Potential senilai 1,679 kg CO2-eq dan dampak Eutrophication senilai 157,923 kg PO4-eq. Pada proses produksi tapioka ini kontribusi dampak terhadap lingkungan terbesar berasal dari unit concentrating hydrocyclone.

Kata Kunci: Produksi Tapioka, Life Cycle Assessment (LCA), Global Warming Potential, Eutrophication

1. PENDAHULUAN

Ubikayu yang lebih dikenal sebagai singkong (Manihot Esculanta crantz) merupakan salah satu komoditas yang memiliki potensi ekonomi tinggi sehingga mendorong lahirnya lebih dari 70 industri tapioka yang ada di Indonesia dengan skala produksi dan tingkatan teknologi yang beragam yaitu mekanik sederhana, semi modern, dan full otomatik yang tersebar di Sumatera, Jawa dan Kalimantan (SKKNI 2016). Produksi singkong di Indonesai dari tahun 2013 hingga 2015 sedikit mengalami penurunan, dimana pada tahun 2013 sebasar 23.936.921, 2014 sebesar 23.436.384 dan 2015 sebesar 21.801.415, akan tetapi untuk provinsi Bangka Belitung mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2013 sebesar 14.203, tahun 2014 sebesar 19 759 dan tahun 2015 sebesar 35.024 (BPS). Meningkatnya jumlah produksi singkong diikuti dengan jumlah pabrik pengolahan singkong, dimana salah satu diolah menjadi tepung tapioka.

Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan tersebut karena terjadi peningkatan jumlah industri makanan

dan non makanan, industri tekstil, kertas, sorbitol, dan lain sebagainya yang menggunakan tepung tapioka sebagai bahan baku industrinya.

Industri tepung tapioka merupakan industri yang memiliki peluang dan prospek pengembangan yang baik untuk memenuhi permintaan pasar. Industri tepung tapioka termasuk industri hilir, dimana industri ini melakukan proses pengolahan dari bahan baku singkong menjadi tepung tapioka. Pada proses produksi tapioka pasti tidak akan lepasa dari limbah yang dihasilkan dan menghasilkan dampak terhadap lingkungan sekitar. Limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah padat, cair dan gas. Pengolahan limbah tapioka yang tersedia belum efektif dalam mengatasi bahan pencemar di dalamnya, terutama limbah cair tapioka yang merupakan penyumbang limbah terbesar dalam proses produksi tapioka (Hien et al 1999).

Sistem pengolahan air limbah tapioka saat ini banyak menggunakan kolam-kolam anaerobik yang memanfaatkan mikroba untuk menguraikan bahan-bahan organik dalam air

(3)

1179

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 2, (2022) Agustus : 1177 - 1197

limbah tersebut. Sistem kolam anaerobik selain memerlukan waktu tinggal yang lama, juga dinilai kurang ekonomis karena memerlukan areal pengolahan air limbah yang cukup luas dan tidak menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomi. Penerapan sistem kolam anaerobik dalam pengolahan air limbah tapioka akan menghasilkan gas berupa metana (CH4). Gas metana merupakan gas rumah kaca yang memberikan kontribusi terhadap pemanasan global (Rhode, 1990).

Salah satu bahan pencemar yang dihasilkan industri tapioka menjadi penyumbang peningkatan gas rumah kaca (GRK) tiap tahunnya. Gas rumah kaca adalah gas-gas yang terdapat di atmosfer yang memiliki kemampuan untuk menyerap radiasi matahari yang dipantulkan oleh bumi, sehingga mengakibatkan suhu dipermukaan bumi menjadi meningkat (global warming).

Pemanasan global merupakan salah satu indikasi dari perubahan iklim (Adiwinata 2014).

Adanya pencemaran udara yang berupa bau tidak sedap di dekat lokasi industri tapioka, banyak disebabkan oleh membusuknya limbah padat maupun air limbah yang tidak dikelola dengan cepat dan tepat, sehingga terjadi pembusukan yang tidak dikehendaki (Balitbang Industri, 2007).

Untuk itu sangat perlu dikembangkan metode pengelolaan limbah yang lebih baik dan

ramah lingkungan sehingga akan memberikan nilai ekonomis yang lebih besar, selain itu juga perlu adanya analisa yang lebih mendalam terhadapat dampak yang ditimbulkan dari proses produksi tapioka ini.

Menurut the society of environment toxicology and chemistry (SETAC) Life cycle assessment (LCA) adalah proses dengan tujuan mengevaluasi beban lingkungan berkaitan dengan sistem produk, proses, ataupun aktivitas dengan mengidentifikasi energi dan material yang digunakan serta limbah yang dihasilkan atau dilepaskan ke lingkungan, dan mengkaji dampak dari penggunaan energi dan material tersebut terhadap lingkungan. Kajian meliputi seluruh daur hidup produk atau aktivitas, mencakup ektraksi dan proses bahan baku, manufaktur, distribusi, penggunaan kembali, perawatan, daur ulang dan pembuangan akhir dan seluruh kegiatan transportasi. LCA mencakup empat tahap yaitu tahap pertama goal and scope definition, tahap kedua life cycle inventory (LCI), tahap ketiga life cycle impact assessment (LCIA), dan tahap terakhir intepretation data (Curran, 2007). Sebagian besar LCA fokus pada penilaian emisi Gas Rumah Kaca seperti CO2 tetapi juga ada parameter lain seperti (CH4, N2O, dll) yang juga berkontribusi dalam perubahan iklim.

Selain global warming potential, masalah lingkungan lainnya seperti penipisan lapisan

(4)

1180 KAJIAN DAMPAK PROSES PRODUKSI TAPIOKA TERHADAP LINGKUNGAN DENGAN METODE

ozon (Ozone Depletion) dan Acidification juga dipertimbangkan dalam penilaian dampak lingkungan. Berbagai dampak lingkungan yang dihasilkan dari industri tapioca yang dilakukan pengukuran berdasarkan pendekatan midpoint (Global Warming Potential, dan Eutrophication) (Siti, 2019).

PT X merupakan salah satu pabrik pengolahan singkong menjadi tapioka yang terdapat di provinsi Bangka Belitung dengan luas 7,67 Ha dan kapasitas produksi sebesar 100 ton/hari. Pabrik ini mulai berporasi pada tahun 2016. Pabrik ini bergerak di bagian proses produksi tapioka dan telah melakukan pengelohan limbah yang diubah menjadi lebih bernilai lagi. Walaupun sudah melakukan proses pengolahan limbah yang cukup baik, akan tetapi tidak berhenti diproses tersebut sehingga perlu dilakukan juga analisa LCA untuk mengetahui unit yang dapat menghasilkan dampak terbesar dan akan melakukan evalusai agar unit tersebut dapat menghasilkan dampak yang lebih kecil lagi terhadap lingkungan.

2. TINJAUAN PUSTAKA A. Proses produksi tapioka

Proses produksi tepung tapioka merupakan suatu mata rantai yang dimulai dari proses penerimaan bahan baku ubi kayu, pengupasan kulit, pencucian, pemotongan, pemarutan,

pengekstrasian, pengendapan, pengeringan, penggilingan, pengayakan, pengemasan dan penggudangan. Ubi kayu yang diperoleh didapatkan dari wilayah kabupatan Bangka dan penerimaannya dilakukan dengan cara penimbangan terhdapat berat besih ubi kayu melalui jembatan timbang. Selanjutnya, ubi kayu dikumpulkan di ruang bahan baku kemudian dilakukan proses produksi. Proses produksi tapioka meliputi tahap sebagai berikut:

1. Tahap Penerimaan Bahan Baku

Sumber bahan baku utama pabrik tapioka PT X adalah ubi kayu/singkong kasesa dengan kapasitas produksi 100 Ton/Hari Tepung Tapioka. Bahan baku singkong yang dibawa oleh petani akan didata dan ditest kandungan kadar aci/pati yang terdapat didalam singkong setelah itu barulah kendaraan tersebut ditimbang, singkong yang telah ditimbang selanjutnya akan dituang atau diturunkan kedalam hopper (penampungan) singkong, pada proses ini petugas bagian Krani akan menentukan kelayakan kondisi singkong yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan dan selanjutnya memberikan refraksi/potongan terhadap kondisi singkong.

Adapun kriteria dalam penilaian singkong yaitu meliputi jenis singkong (singkong makan/singkong racun), ukuran singkong, banyaknya sampah dan kotoran tanah, busuk, dan bonggol. Bahan baku singkong yang

(5)

1181

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 2, (2022) Agustus : 1177 - 1197

telah ditampung didalam hopper akan dibagi menjadi beberapa bagian sesuai waktu penerimaan untuk menjamin agar sistem FIFO dapat berjalan dengan baik. Bahan baku yang diterima juga akan disortir dari benda- benda asing seperti batu, kayu, karet, tali, plastik, benang, karung, besi dan lainnya yang bukan singkong.

2. Tahap Pengupasan/Pencucian

Bahan baku singkong/ubi kayu yang ditampung didalam Hopper kemudian dikirim ke mesin rotary lifter cassava yang bertujuan untuk membuang kotoran tanah dan batu serta benda asing lainnya untuk selanjutnya masuk kedalam proses pencucian dan pengupasan kuli. Proses pengupasan bertujuan untuk memisahkan dan membersihkan singkong dari kulit ari singkong yang menempel, selama proses pengupasan, sortasi juga dilakukan untuk memilih ubi kayu berkualitas tinggi. Kemudian singkong yang sudah dicuci dan dikupas kulit arinya akan diproses lagi ke tahap selanjutnya.

3. Tahap Pengecilan ukuran dan Pemarutan

Setelah ubi kayu bersih kemudian dilakukan tahap pencacahan atau pengecilan ukuran dan pemarutan yang bertujuan untuk memperkecil ukuran ubi kayu serta membantu untuk menghancurkan dinding sel ubi kayu agar diperoleh hasil yang maksimal.

Pemarutan dilakukan dengan menggunakan

parut semi mekanis yang digerakkan dengan dinamo, untuk dilanjutkan ke tahap proses produksi selanjutnya.

4. Tahap Pemerasan/Ekstraksi

Hasil parutan kemudian diolah atau diproduksi ke tahap ekstraksi. Tahap pengekstraksian bertujuan untuk memisahkan cairan yang mengandung pati dengan ampas.

Pengekstrasian (bubur ubi kayu) dilakukan

dengan menggunakan mesin

(centrifuge/mesin pemisahan dengan putaran). Hasil dari proses ekstraksi ini didapat pati (starch milk) dan ampas (onggok) untuk patinya (starch milk) akan di proses lagi ke tahap selanjutnya, sedangkan untuk onggok/ampas akan ditampung didalam bak onggok/ampas dan dimanfaatkan kembali menjadi sumber pakan ternak sapi, kambing dan babi dan ternak lainnya Pada tahap ini di dapatkan ampas ubi kayu yang disebut onggok dengan jumlah yang relatif banyak.

5. Tahap Hydrocyclone Consentration Pati yang bercampur air dari proses ekstraksi sebelumnya kemudian diolah ke tahap hydrocyclone consentration dengan tujuan memisahkan pati (starch) dengan air.

Pati (starch) yang didapat akan diproses selanjutnya ke tahap pengentalan (refining process) sedangkan air olahannya yang di sebut limbah cair akan diproses seluruhnya ke digester untuk di proses menjadi biogas.

(6)

1182 KAJIAN DAMPAK PROSES PRODUKSI TAPIOKA TERHADAP LINGKUNGAN DENGAN METODE

6. Tahap Refining

Dalam tahap ini dilakukan proses pengentalan pati dari proses produksi sebelumnya. Dalam proses ini bertujuan untuk mencari kekentalan tepung untuk mendapatkan tepung yang berkualitas tinggi dengan standar 21 baume pada tahap proses ini.

7. Tahap Rotary Vacum Drum, Pengeringan (drying), & Pengepakan produk akhir

Pada tahap ini, pati yang sudah dilakukan proses pengentalan selanjutnya siap untuk dikeringkan melalui mesin rotary vacum drum untuk mendapatkan tapioka basah berupa gumpalan tepung kasar dengan

kandungan air antara 25%-35% yang selanjutnya dikeringkan menjadi produk jadi yaitu tepung tapioka dengan kandungan kadar air antara 10%-13%. Adapun tahapan dalam proses pengeringan tepung dengan uraian sebagai berikut :

a. Tahap Pengeringan (Drying) b. Tahap Pendinginan (Cooling) c. Tahap Pengepakan (Packing)

Produk yang dihasilkan dari proses drying dan cooling berupa tepung halus. Kemudian dikemas dengan menggunakan karung yang terbuat dari nilon. Tepung Tapioka yang telah dikemas disimpan dalam gudang tepung.

Diagram alir proses pengolahan tepung tapioka disajikan pada Gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1 Diagram alir proses produksi B. Limbah proses produksi tapioka

Limbah merupakan sesuatu yang dihasilkan dari suatu proses produksi atau proses penunjang yang mendukung proses utama selain produk yang diinginkan. Limbah dihasilkan karena adanya inefisiensi di segala

aktivitas dan adanya bahan atau materi dan/atau energi yang tidak dapat digunakan kembali bagi kegiatan produksi tersebut.

Industri tapioka menghasilkan tiga macam limbah, yaitu limbah padat, air limbah dan limbah gas. Limbah yang dihasilkan sebagian

(7)

1183

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 2, (2022) Agustus : 1177 - 1197

besar didominasi oleh air limbah yang kemudian diikuti oleh limbah padat.

A. Air limbah

Proses pembuatan tapioka memerlukan air untuk memisahkan pati dari serat. Pati yang larut dalam air harus dipisahkan. Teknologi yang ada belum mampu memisahkan seluruh pati yang terlarut dalam air, sehingga air limbah yang dilepaskan ke lingkungan masih mengandung pati. Air limbah akan mengalami dekomposisi secara alami di badan-badan perairan dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Bau tersebut dihasilkan pada proses penguraian senyawa mengandung nitrogen, sulfur dan fosfor dari bahan berprotein (Zaitun, 1999; Hanifah dkk, 1999).

Air limbah yang dihasilkan pada proses pengolahan pati tapioka berasal dari proses pencucian, pembersihan alat produksi dan lantai pabrik serta dari proses pemisahan pati ubikayu. Air limbah dari hasil pengolahan pati tapioka terdiri atas air dan sisa pati tapioka yang ter-suspensi dalam air.

B. Limbah Padat

Limbah padat industri tapioka berasal dari proses pengupasan yaitu berupa kulit ubikayu dan dari proses ekstraksi yang berupa ampas ubikayu. Tjiptadi dan Nasution (1978) membagi limbah padat dari industri tapioka terbagi menjadi beberapa macam yaitu:

1) Kulit yang berasal dari pengupasan ubikayu

2) Sisa-sisa potongan ubikayu yang tidak terparut berasal dari proses pemarutan.

3) Ampas onggok yang merupakan sisa dari proses ekstrasi pati, terdiri atas sisa-sisa pati dan serat-serat.

Persentase jumlah limbah kulit ubikayu bagian luar sebesar 0,5-2% dari berat total ubikayu segar dan limbah kulit ubikayu bagian dalam sebesar 8-15% (Hikmiyati et al., 2009).

C. Limbah Gas

Air limbah dan limbah padat yang dihasilkan oleh industri tapioka, dalam pemanfaatannya masih belum maksimal.

Beberapa industri telah melakukan pemanfaatan terhadap limbah yang dihasilkan baik yang berbentuk padat maupun cair dengan tujuan untuk meningkatkan nilai manfaat dari limbah tersebut.

Namun demikian, masih banyak kendala yang dihadapi dalam melakukan pemanfaatan limbah industri tapioka. Selain volumenya yang besar, kandungan COD di dalam air limbah tersebut juga tinggi dan pada proses pengolahan secara biologi dengan sistem anaerobik tentunya dapat menimbulkan gas- gas yang ber-potensi memberi sumbangan terhadap pemanasan global. Kondisi tersebut tentu-nya menuntut kesadaran para pelaku industri untuk melakukan pengelolaan

(8)

1184 KAJIAN DAMPAK PROSES PRODUKSI TAPIOKA TERHADAP LINGKUNGAN DENGAN METODE

terhadap gas-gas yang dihasilkan pada proses pengolahan air limbah untuk meminimalisasi dampak negatif yang ditimbulkan.

B. Life cycle Assessment (Kajian Daur Hidup)

Pengertian life cycle assessment (LCA), dalam bahasa Indonesia penilaian daur hidup adalah cradle to grave, yaitu pendekatan untuk menilai sistem industri (EPA:2006).

Siste cradle to grave dimulai dengan pengumpulan bahan baku dari alam untuk menghasilkan produk dan berakhir pada titik ketika semua bahan dikembalikan ke alam.

LCA memungkinkan estimasi dampak lingkungan kumulatif yang dihasilkan dari semua tahapan daur hidup produk. Definisi LCA disebutkan lebih jelas oleh Curran (1996) dan Astuti et al. (2004), bahwa dalam suatu sistem industri terdapat input dan output. Input dalam sistem adalah material

yang diambil dari lingkungan dan output akan dibuang ke lingkungan kembali. Input dan output dari site industri akan memberikan dampak terhadap lingkungan. Pengambilan mareial (input) yang berlebihan menyebabkan semakin berkurangnya persediaan material, sedangkan hasil keluaran (output) dari sistem industri berupa limbah (padat, cair, udara) akan banyak memberikan dampak negative terhadap lingkungan. LCA berusaha untuk melakukan evaluasi untuk meminimumkan pengambilan material dari lingkungan dan meminimumkan limbah industri.

Ada empat fase dalam LCA; definisi tujuan dan ruang lingkup, inventaris siklus hidup analisis (LCI), penilaian dampak siklus hidup (LCIA) dan interpretasi siklus hidup ISO 14040 menunjukkan hubungan di antara empat fase ini seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut ini.

Gambar 2. 2 Kerangka kerja penilaian daur hidup

(9)

1185

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 2, (2022) Agustus : 1177 - 1197

Ada empat pilihan utama untuk menentukan batas-batas sistem yang digunakan berdasarkan standar ISO 14044 dalam sebuah studi LCA, yaitu sebagai berikut:

1. Cradle to grave: termasuk bahan dan rantai produksi energy semua proses dari ekstraksi bahan baku melalui tahap produksi, transportasi dan penggunanan hingga produk akhir dalam siklus hidupnya.

2. Cradle to gate: meliputi semua proses dari ekstraksi bahan baku melalui tahap produksi (proses dalam pabrik),

digunakan untuk menentukan dampak lingkungan dari produksi sebuah produk.

3. Gate to grave: meliputi proses dari pengunaan pasca produksi sampai akhir fase kehidyaupan siklus hidupnya, digunakan untuk menentukan dampak lingkungan dari produk tersebut setelah meninggalkan pabrik.

4. Gate to gate: meliputi proses dari tahap produksi saja, digunakan untuk menentukan dampak lingkungan dari langkah produksi atau proses.

Sumber: AIA Guide to Building Life Cycle Assessment in Practice, 2010

A. Goal and Scope

Goal adalah tahapan untuk menentukan alasan melakukan LCA serta target audience dan produk apa yang sedang dinilai. Scope adalah tahapan untuk menentukan batasan sistem yang dinilai, functional unit, data parameter dan target untuk kualitas data, metode penilaian dampak dan lainnya.

Functional Unit adalah unit fungsional atau

karakteristik performasi menetapkan skala perbandingan 2 atau lebih produk ataupun sistem. Seluruh data yang terkumpul dalam tahapan inventarisasi harus berbasis atau berkaitan dengan fungsi fungsional yang ditetapkan. Unit fungsional harus jelas ditetapkan dan terukur. System boundaries adalah batasan sistem menjelaskan proses/operasi dan input serta output yang

(10)

1186 KAJIAN DAMPAK PROSES PRODUKSI TAPIOKA TERHADAP LINGKUNGAN DENGAN METODE

dipertimbangkan dalam studi LCA. Input mencakup keseluruhan input dalam produksi dan dalam sistem proses, sama halnya dengan output.

B. Life cycle inventory (LCI)

Inventaris daur hidup (life cycle inventory) merupakan metodologi dalam melakukan estimasi penggunaan bahan baku, kuantitas aliran limbah dan emisi yang dihasilkan ataupun berkaitan dengan daur hidup suatu produk. Tahapan ini berisi tentang data collection (pengumpulan data), refining system boundaries (memperbaiki batasan sistem), calculation (perhitungan), validation of data (validasi data), relating data to the specific system (berkaitan data terhadap sistem).

LCI bertujuan menunjukan pengaruh lingkungan (bahasa umum untuk emisi dan semua input dan output dari dan ke lingkungan) perbagian siklus hidup. Fase ini digunakan dalam pencarian area yang memiliki kemungkinan besar untuk dilakukan perbaikan kualitas lingkungan melalui konservasi sumber daya dan pengaruh emisi.

Nilai dari tahap akan berdampak pada siklus hidup lain. Pada fase inventory, model terbuat dari sistem teknik yang kompleks terdiri atas produksi, transportasi, penggunaan dan pembuangan produk, menghasilkan flow sheet atau process tree dengan semua proses

yang relevan. Berikut merupakan langkah- langkah dalam melakukan inventory analysis (SNI ISO 14044, 2017):

 Pengumpulan data yang mencakup spesifikasi semua aliran input dan output dari proses dalam sistem produk

 Validasi data harus dilakukan selama proses pengumpulan data untuk melakukan konfirmasi dan memberikan bukti bahwa persyaratan kualitas data berdasarkan tujuan kajian telah terpenuhi

 Alokasi yaitu sebaran emisi dan ekstraksi sumber daya dalam proses tertentu di seluruh produknya yang berbeda

 Menghubungkan data ke unit proses dan unit fungsi

 Agregasi data

C. Life cycle impact assessment (LCIA) Kajian dampak daur hidup (life cycle impact assessment) menyediakan data berupa indicator dan dasar dalam menganalisis kontribusi potensial dari fase ekstraksi sumber bahan baku dan emisi atau limbah yang telah diinvetaris sebelumnya, dikonversi menjadi sejumlah dampak-dampak potensial.

Hasil kajian dampak daur hidup tersebut merupakan evaluasi daur hidup siatau produk dalam basis satuan unit fungsional, berupa beberapa kategori dampak (seperti perubahan

(11)

1187

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 2, (2022) Agustus : 1177 - 1197

iklim, beban toksikologis, bising, dan tata guna lahan.

Tahapan ini mencakup bahasan mengenai category definition (penentuan kategori), classification (klasifikasi), characterization (karakterisasi) dan valuation / weighting (pembobotan). Menurut Heijungs &

Hofstetter (1996), kajian dampak lingkungan merupakan proses kuantitatif dan/ atau kualitatif dalam mengenali dan mengkaji dampak dari intervensi lingkungan yang dapat diidentifikasikan dalam table inventarisasi. Adapun dalam ISO (1997), kerangka kerja kajian dampak daur hidup sebagai berikut . “Kerangka kerja kajian dampak daur hidup dan prosedurnya harus transparan, fleksibel dan praktis untuk jangkauan penerapannya. Cakupan yang berbeda dan intensitas dari analisis dimungkinkan untuk kajian daur hidup dengan aplikasi yang berbeda. Kajian dampak harus efektif , baik secara biaya maupun sumber daya yang digunakan.

Dampak lingkungan akibat beban lingkungan suatu produk sistem dinilai dalam penilaian dampak siklus hidup. Untuk mengukur dampaknya, kategori dampak dipilih diikuti dengan proses penghitungan dampak lingkungan dalam kategori dampak tertentu menggunakan kesetaraan pendekatan.

Proses ini disebut "karakterisasi". Pemrosesan lebih lanjut dari informasi dampak dapat

dilakukan dengan normalisasi dan pembobotan. Dengan demikian, LCIA memberikan informasi dampak lingkungan dari suatu produk.

D. Intepretasi data

Tahap terakhir yaitu intepretasi data dimana dilakukan analisa untuk mengkaji, menarik kesimpulan, dan rekomendasi yang dapat diaplikasikan. Tujuan tahapan interpretasi data ini untuk mengetahui hotspot atau titik dengan dampak terbesar dari serangkaian proses suatu industri. Hotspot proses merupakan titik dengan dampak terbesar dari suatu sistem proses. Dampak terbesar ditentukan berdasarkan hasil penilaian dampak (life cycle impact assessment) dan input data (life cycle inventory) baik berupa bahan baku, bahan bakar, energi listrik, serta emisi pada tahap sebelumnya. Kemudian review/validasi hasil kajian, melakukan evaluasi studi dengan mempertimbangkan, yaitu:

 Pemeriksaan kelengkapan (completeness check)

Proses verifikasi dilakukan untuk memastikan bahwa informasi dari tahapan penilaian daur hidup sudah cukup untuk dapat mengambil kesimpulan sesuai dengan definisi tujuan dan lingkup. Completeness check yang dilakukan merujuk pada ISO

(12)

1188 KAJIAN DAMPAK PROSES PRODUKSI TAPIOKA TERHADAP LINGKUNGAN DENGAN METODE

14040.

 Pemeriksaan konsistensi (consistency check)

Pemeriksaan Konsistensi merupakan proses verifikasi bahwa asumsi, metode, dan data telah diterapkan secara konsisten dalam seluruh kajian dan sesuai dengan definisi tujuan dan lingkup yang ditetapkan sebelum kesimpulan diambil.

 Pemeriksaan sensitivitas (sensitivity check)

Proses verifikasi untuk memastikan bahwa informasi yang diperoleh dari analisis sensitivitas sudah sesuai untuk mengambil kesimpulan dan merumuskan rekomendasi

Dari tahap LCIA dapat diketahui kontribusi dampak yang dihasilkan dari proses yang ada dan unit proses mana yang menghasilkan dampak paling besar serta membuat kesimpulan, batasan dan rekomendasi

3. METODE PENELITIAN Studi Literatur

Studi literatur bertujuan untuk mendukung ide penelitian agar memperoleh dasar teori yang kuat dan akurat dalam mengidentifikasi masalah serta mengembangkan suatu pendekatan masalah. Sumber literatur berasal

dari regulasi pemerintah, textbook, jurnal penelitian nasional maupun internasional, makalah seminar, review journal, website, tesis serta tugas akhir yang berhubungan dengan penelitian. Literatur yang dibutuhkan pada penelitian ini antara lain:

 Proses produksi tapioka, dimana untuk memahami proses produksi tapioka yang diterapkan di PT X dari bahan baku hingga menghasilkan produk baik produk utama maupun produk samping, selain itu juga untuk mengetahui dampak lingkungan yang dihasilkan dari proses tersebut.

 Kajian dampak lingkungan dengan metode Life Cycle Assessment (LCA) yaitu tahapan goal and scope, Life Cycle Inventory (LCI), Life Cycle Impact Assessment (LCIA), dan Interpretasi dengan menggunakan Microsoft Excel. Kajian dampak menggunakan metode CML-IA baseline dengan pendekatan midpoint.

Kategori dampak yang akan dibahas antara lain Global Warming Potential dan Eutrophication.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan sebagai acuan dalam penentuan parameter penelitian.

Pada penelitian ini, menggunakan data sekunder yang diperoleh dari pihak perusahaan. Data yang digunakan dalam

(13)

1189

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 2, (2022) Agustus : 1177 - 1197

rentang waktu pada periode 1 tahun (Januari 2021-Desember 2021). Data sekunder yang

dibutuhkan untuk penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3. 1 Data skunder yang dibutuhkan

No. Jenis Data

Metode Pengambilan Data

Durasi Data

1. Alur proses produksi Data

Sekunder -

2.

Detail komponen masing-

masing unit proses

produksi

Data Sekunder -

3.

Data jumlah bahan baku, produk dan limbah yang dihasilkan dari setiap unit proses

Data Sekunder 1 tahun

4.

Data jumlah listrik yang digunakan dari PLN dan PLTBg yang dihasilkan oleh pabrik

Data Sekunder 1 tahun

5. Data jumlah

emisi Data Sekunder 1 tahun

6.

Data dan informasi yang

mendukung terhadap penilaian kualitas data

Data Sekunder 1 tahun

7.

Data jumlah produk

tapioka yang dihasilkan

Data Sekunder 1 tahun

8.

Program lingkungan yang telah dilakukan

Data Sekunder -

3.3 Analisis Dampak Lingkungan Dengan Metode Life Cycle Assessment (LCA) 1. Tahapan Dalam Analisis LCA a. Goals and Scope Definition

Tahapan pertama yaitu pendefinisian goal and scope. Goal adalah pembuatan pernyataan terkait tujuan yang ingin dicapai dan kepada siapa hasil LCA akan di komunikasikan. Scope adalah penentuan hal- hal yang perlu didetailkan dalam penelitian yaitu:

 Funcional unit, merupakan satuan produk yang digunakan yaitu 1 ton tapioca

 Product system, merupakan alur produksi tapioca

 System boundaries, merupakan ruang lingkup proses penelitian yaitu gate to gate meliputi bahan baku yang diterima dipabrik hingga terbentuk produk yaitu tapioka. Proses pengolahan limbah tidak termasuk dalam System boundaries.

b. Life Cycle Inventory (LCI)

Tahap kedua yaitu LCI, Life Cycle Inventory (LCI) merupakan tahapan untuk menginventarisasikan data input (bahan baku dan energi) dan data output (limbah dan emisi ke udara, air dan tanah) yang terjadi

(14)

1190 KAJIAN DAMPAK PROSES PRODUKSI TAPIOKA TERHADAP LINGKUNGAN DENGAN METODE

sepanjang daur hidupnya. Inventori dilakukan berdasarkan input dan output material di dalam sistem. Dalam analisis LCI, maka data- data yang diperlukan adalah sebagai berikut:

 Pengumpulan data yang mencakup spesifikasi semua aliran input dan output dari proses dalam sistem produk (yaitu product flows, flow ke proses unit lain, dan elementary flow dari dan ke lingkungan).

 Menghubungkan data ke unit proses dan unit fungsi terhadap produk gas berupa diagram alir dengan memperhatikan kesetimbangan material (mass balance) antara data bahan baku yang digunakan dan data produk yang dihasilkan, energi yang digunakan, serta data emisi maupun limbah yang dihasilkan.

 Agregasi Data yaitu penggabungan unit fungsi menjadi suatu product system terhadap produk gas berupa diagram alir.

C. Life Cycle Impact Assessment (LCIA) Tahap ketiga pada LCA adalah tahap life cycle impact assessment (LCIA) atau tahap analisa mengenai jenis dan besarnya nilai tiap kategori dampak yang dihasilkan. Tahap ketiga yaitu LCIA dimana pada tahap ini langkah-langkah yang dilakukan yaitu:

1. Pemilihan kategori dampak, indikator kategori dan model karakterisasi, dimana metode yang digunakan yaitu CML-1A beseline. Pendekatan kategori analisis dampak pada penelitian ini, yaitu secara midpoint. Dengan kategori dampak antara lain Global Warming Potential dan Eutrophication.

2. Klasifikasi, dimana data input dan output yang merupakan elementary flow pada tahapan LCI kemudian diklasifikasi berdasarkan kategori dampak pada metode CML-1A beseline. Contohnya seperti emisi CO2

yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar termasuk kedalam kategori dampak global warming berdasarkan metode CML-1A beseline. Klasifikasi dapat digambarkan dengan diagram alir.

3. Karakterisasi, dimana semua elementary flow dari LCI dinilai menurut faktor kontribusinya pada suatu dampak dengan dikalikan dengan characterization factor sesuai metode LCIA.

d. Interpretasi Data

Tahap terakhir yaitu intepretasi data dimana dilakukan analisa untuk mengkaji, menarik kesimpulan, dan rekomendasi yang dapat diaplikasikan. Tujuan tahapan interpretasi data ini untuk mengetahui hotspot atau titik dengan dampak terbesar dari

(15)

1191

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 2, (2022) Agustus : 1177 - 1197

serangkaian proses suatu industri. Hotspot proses merupakan titik dengan dampak terbesar dari suatu sistem proses. Dampak terbesar ditentukan berdasarkan hasil penilaian dampak (life cycle impact assessment) dan input data (life cycle inventory) baik berupa bahan baku, bahan bakar, energi listrik, serta emisi pada tahap sebelumnya.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pabrik tapioka ini merupakan salah satu industri yang berkembang yang ada di Provinsi Bangka Belitung. Pabrik ini mempunyai kapasitas produksi sebesar 100ton/hari. Pada proses pengolahannya pasti akan menghasilkan dampak terhadap lingkungan, sehingga dalam bab ini akan dijelaskan mengenai pengumpulan data dan pengolahan data penelitian yang telah dilakukan yaitu penilaian dampak lingkungan dengan menggunakan metode Life Cycle Assessment (LCA) menggunakan CML-IA

baseline dengan dampak yang ditimbulkan dalam penelitian menggunakan penilaian dampak secara midpoint timbulan dampak lingkungan antara lain Global Warming Potential dan Eutrophication.

A. Goal and scope

Tujuan dari peneliian ini adalah untuk menerapkan metode Life Cycle Assessment (LCA) menggunakan CML-IA baseline.

Metode LCA akan memberikan penjabaran potensi dampak terhadap lingkungan berupa lain global warming potential dan eutrophication pada proses produksi tapioka.

Unit fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 ton tapioka dalam satu tahun yaitu tahun 2021. Ruang lingkup penelitian ini yaitu gate to gate yang dimulai dari proses penerimaan bahan baku (singkong) di pabrik hingga proses kegiatan menjadi tepung tapioka

Gambar 4. 1

System boundary pada proses produksi tapioka

(16)

1192 KAJIAN DAMPAK PROSES PRODUKSI TAPIOKA TERHADAP LINGKUNGAN DENGAN METODE

B. Life Cycle Inventori

Analisis inventori adalah proses pengumpulan data yang dibutuhkan dalam tahapan LCA. Analisis inventori yang

dilakukan pada penelitian ini sesuai dengan ruang lingkup, yaitu dimulai dari pengolahan bahan baku berupa singkong hingga kegiatan menjadi tepung tapioca.

Tabel 4. 1

Inventori data pada proses produksi tapioka

Process Input Output

Flow Unit Fu Flow Unit Fu

Cassava Rotary Lifter

Singkong Ton/ton

tapioka 3.549 Singkong Ton/ton

tapioka 3.549 Listrik PLN kWh/ton

tapioka 7.976

Listrik PLTBg kWh/ton

tapioka 71.785

Rotary Washing

Singkong Ton/ton

tapioka 3.549 Singkong Bersih

Ton/ton

tapioka 3.332 Listrik PLN kWh/ton

tapioka 11.167 Air Limbah m3/ton

tapioka 4.532 Listrik PLTBg kWh/ton

tapioka

100.49 9

Kulit dan pegotor

Ton/ton

tapioka 0.236

Air m3/ton tapioka 4.552

Rasper

Singkong

Bersih Ton/ton

tapioka 3.332 Pati Ton/ton

tapioka 4.434 Listrik PLN kWh/ton

tapioka 12.762

Listrik PLTBg kWh/ton

tapioka 114.85

6

Air m3/ton tapioka 1.102

Ekstraktor

Pati Ton/ton

tapioka 4.434 Pati Ton/ton

tapioka 6.130 Listrik PLN kWh/ton

tapioka 24.210 Air Limbah m3/ton

tapioka 3.307 Listrik PLTBg kWh/ton

tapioka

217.89

3 Ampas/ onggok Ton/ton

tapioka 1.187

Air m3/ton tapioka 6.189

Concentrating Hydrocylone

Pati Ton/ton

tapioka 6.130 Pati Ton/ton

tapioka 3.926 Listrik PLN kWh/ton

tapioka 21.184 Air Limbah m3/ton

tapioka 5.595 Listrik PLTBg kWh/ton

tapioka 190.65

6

Air m3/ton tapioka 3.391

Refining

Pati Ton/ton

tapioka 3.926 Pati Ton/ton

tapioka 3.437 Listrik PLN kWh/ton

tapioka 15.131 Air Limbah m3/ton

tapioka 1.760

Listrik PLTBg kWh/ton 136.18

(17)

1193

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 2, (2022) Agustus : 1177 - 1197

Process Input Output

Flow Unit Fu Flow Unit Fu

tapioka 3

Air m3/ton tapioka 1.270

Vacuum Dryer

Pati Ton/ton

tapioka 3.437 Tapioka basah Ton/ton

tapioka 1.330 Listrik PLN kWh/ton

tapioka 23.516 Air Limbah m3/ton

tapioka 2.107 Listrik PLTBg kWh/ton

tapioka

211.64

2

Dryer

Tapioka basah Ton/ton

tapioka 1.330 Tapioka Ton/ton

tapioka 1.000 Listrik PLN kWh/ton

tapioka 20.032 Air Limbah m3/ton

tapioka 0.330 Listrik PLTBg kWh/ton

tapioka 180.28

8

C. Life Cycle Impact Assessment (LCIA) Tahapan selanjutnya setelah Life Cycle Inventory adalah tahapan penentuan LCIA (life Cycle Inventory Assessment), dimana LCIA merupakan prakiraan dampak lingkungan potensial berdasarkan input dan output pada setiap kegiatan proses produksi.

Tahap LCIA bertujuan untuk membuat hasil dari analisis LCI yang lebih mudah dipahami

dan mengaitkan dengan dampak lingkungan hidup yang terjadi. Dalam kajian LCA dalam penelitian inimenggunakan pendekatan midpoint. Hal ini dikarenakan pendekatan midpoint lebih spesifik dan menekankan perubahan fisik-kimia di lingkungan.

Tahapan penilaian dampak yang dilakukan yaitu klasifikasi dan karakteristik.

Gambar 4. 2

Klasifikasi Dampak Proses Produksi Tapioka

 Karakteristik

Karetristik merupakan untuk menterjemahkan data inventori ke ciri-ciri

deskripsi dampak, asli atau penggantinya, misalnya peringatan akan potensi efek rumah kaca dengan memodelkan dampak potensial dari CO2 dan CH4 pada pemanasan global.

(18)

1194 KAJIAN DAMPAK PROSES PRODUKSI TAPIOKA TERHADAP LINGKUNGAN DENGAN METODE

Data di LCI proses produksi tapioka akan dinilai menurut faktor karakterisasinya pada suatu kategori dampak. Seluruh data elementary flow di LCI diklasifikasikan dalam kategori dampak tertentu yang kemudian dikalikan dengan characterization factor dan dijumlahkan semua intervensi yang relevan menghasilkan skor dampak dalam kategori dampak tertentu. Katergori dampak yang dikaji dalam pembahasan ini

adalah Global Warming Potential (GWP) dan Eutrophication. Dari hasil perhitungan kajian dampak LCA yang telah dilakukan dengan menggunakan metode CML-1A baseline, pendekatan midpoint dan perangkat lunak Microsoft Excel telah tersaji pada tabel diatas ini untuk menghasilkan 1 ton produksi tapioka didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut ini:

Tabel 4. 2

Nilai karakterisasi dampak GWP pada proses produksi tapioka Unit Process Kg CO2 eq

Cassava Rotary Lifter 0,017

Rotary Washing 0,070

Rasper 0,028

Ekstraktor 0,390

Concentrating Hydrocyclone 0,618 Refining Hydrocyclone 0,213 Rotary Vacuum Dryer 0,266

Dryer 0,077

TOTAL 1,679

Sumber : Perhitungan LCA Menggunakan Software Microsoft Excel, 2022 Tabel 4. 3

Nilai karakterisasi dampak eutrophication pada proses produksi tapioka Unit Process kg PO4-eq

Cassava Rotary Lifter 0,000

Rotary Washing 6,163

Rasper 0,000

Ekstraktor 33,265

Concentrating Hydrocyclone 95,239 Refining Hydrocyclone 9,423 Rotary Vacuum Dryer 13,503

Dryer 0,331

TOTAL 157,923

Sumber : Perhitungan LCA Menggunakan Software Microsoft Excel, 2022 D. Interpretasi Hasil

Interpretasi data pada kajian LCA dilakukan dengan menghubungkan antara

hasil dampak yang muncul dengan life cycle inventory dan juga goal and scope. Tujuan interpretasi adalah mengidentifikasi tahap

(19)

1195

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 2, (2022) Agustus : 1177 - 1197

LCA yang pada keadaan tertentu dapat mengurangi dampak lingkungan hidup pada sistem atau produk. Nilai karakeristik yang diambil berdasarkan dampak midpoint yaitu global warming potential dan eutrophication.

 Global warming potential

Globar warming adalah meningkatnya suhu rata-rata pada atmosfir, laut, dan daratan pada bumi sehingga bumi lebih panas. Nilai kontribusi global warming pada penurun kualitas lingkungan dinyatakan dengan nilai ekuivalen, yaitu jumlah gas CO2 yang dilepaskan ke atmosfir (Kg CO2-eq). Proses

pemakaian energi listrik memiliki kontribusi terbesar terhadap potensi pemanasan global.

Dampak global warming dari pemakaian energi listrik merupakan dampak tidak langsung dari penggunaan bahan bakar fosil yang berasal dari unit pembangkit listrik PLN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pabrik ini menggunakan 2 sumber listrik yaitu dari PLN dan PLTBg. Secara keseluruhan dampak global warming yang dihasilkan selama proses produksi 1 ton tapioka memiliki kontribusi terhadap pemanasan global dengan menghasilkan 1,679 kg CO2 eq .

Gambar 4. 1

Grafik hasil perhitungan LCA proses produksi tapioka pada karakterisasi global warming potential

Berdasarkan hasil perhitung karakterisasi pada global warming potential, unit concentrating hydrocyclone merupakan unit yang menghasilkan dampak yang paling tertinggi pada proses produksi tapioka ini yaitu sebesar 0,618 kg CO2-eq. Sumber penyumbang pada unit ini adalah energi listrik yang digunakan dan air yang dihasilkan pada proses produksi.

 Eutrophication

Eutrofikasi adalah pencemaran karena peningkatan nutrisi pada ekosistim air yang dipengaruhi senyawa nutrien. Jumlah pencemaran dinyatakan dengan jumlah senyawa nitrogen dalam air (kg PO4-eq).

Pada penelitian ini mengggunkan data skunder, sehingga parameter yang memberikan dampak eutrofikasi adalah COD, N dan P.

0.017 0.070 0.028

0.390

0.618

0.213 0.266

0.077 0.000

0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700

(20)

1196 KAJIAN DAMPAK PROSES PRODUKSI TAPIOKA TERHADAP LINGKUNGAN DENGAN METODE

Gambar 4. 2

Grafik hasil perhitungan LCA proses produksi tapioka pada karakteristik eutrophication

Berdasarkan gambar 4.7 diatas , concentrating hydrocyclone memberikan dampak yang paling tertinggi terhadap eutrophication. Hal ini dikarenakan jumlah limbah cair yang dihasilkan cukup besar yaitu 36.076,289 m3/tahun, dimana kandungan COD, P dan N yang sangat tinggi.

5. SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan LCA, unit proses yang menghasilkan dampak terbesar yaitu unit Concentrating Hydrocyclone, dimana dampak global warming potential sebesar 1,679 kg CO2-eq dan eutrophication sebesar 157,923 kg PO4-eq.

6. DAFTAR PUSTAKA

Adiwinata F. 2014. Potensi emisi gas rumah kaca dari air limbah industri tapioka rakyat (Ittara). [Skripsi]. Lampung (id) :

Universitas Lampung

Astuti, S.P., Ciptomulyono., Udisubakti., Suef M. 2004. Evaluasi Konsep Produk Dengan Pendekatan Green Quality Function Deployment. Jurnal Teknik Industri; 6: 156-168

Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Departemen Perindustrian. 2007.

Panduan Pengelolaan Limbah Industri Tapioka. Jakarta. 49 halaman.

Curran, Mary Ann., Paolo, Frankl., Reinout Heijungs., Annette Kohler. 2007.

Nanotechnology and Life Cycle Assessment. Germany. US Environmental Protection Agency/

Woodrow Wilson International Center for Scholars.

European Environment Agency (EEA).1997.

Life cycle assessment: A guide to Approaches, Experiences, Experiences

0.000 6.163 0.000

33.265

95.239

9.423 13.503

0.331 0.000

20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000

(21)

1197

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 2, (2022) Agustus : 1177 - 1197

and information Sources. Environmental Issue Series No.6

Environmental Protection Agency. 2006. Life Cycle Assessment: Principles and Practice, Cincinnati, Ohio, National Risk Management Research Laboratory Office Of Research and Development U.S. Environmental Protection Agency.

Hanifah, T.A., Saeni, M.S., Adijuwana, H., Bintoro, H.M.H. 1999. Evaluasi Kandungan Logam Berat Timbal dan Kadmium dalam Ubikayu (Manihot esculenta Crantz). Buletin Ilmiah Gaku- ryoku, Vol.V (1).

Hien PG, Oanh LTK, Viet NT, Lettinga G.

1999. Closed wastewater system in the tapioca industri in Vietnam. Journal of Water Science Technology. 39 (5). Hal :89-96.

Hikmiyati, Nopita, dan Yanie, N.S. 2009.

Pembuatan Bioetanol dari Limbah Kulit Singkong Melalui Proses Hidrolisa Asam dan Enzimatis. Jurnal Penelitian Teknik Kimia. Universitas Diponegoro.

Semarang.

ISO 14040. 1997. Environmental Management Life Cycle Assessment

Principles and Framework EN ISO 14040. The International Standards Association.

ISO 14044. 2007. Manjeman lingkungan penilaian daur hidup SNI ISO 14044:

2006. The International Standards Association

Rodhe, A. L. 1990. A comparison of the contribution of various gasses to the greenhouse effect. Science, 248, 1217- 1219.

Suroso, Erdi. 2011. Model Proses Produksi Industri Tapioka Ramah Lingkungan Berbasis Produksi Bersih. Disertasi.

Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.

Tjiptadi, W. 1985. Telaah Kualitas dan Kuantitas Limbah Industri Tapioka serta Cara Pengendaliannya di Daerah Bogor.

Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB.

Bogor.

Zaitun. 1999. Efektivitas limbah industri tapioka sebagai pupuk cair. Tesis Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil perhitungan material dengan dampak terbesar terhadap lingkungan adalah kain katun mori pada proses penyiapan kain dengan nilai 3,869924

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Lingkungan Industri.. Jakarta : Menteri Negara

Dampak lingkungan pengolahan termal sampah dianalisis melalui software SimaPro v.8.3 Analisis terbagi berdasarkan jenis pengolahan termal (insinerasi, gasifikasi, dan

(2) Cradle to gate: meliputi semua proses dari ekstraksi bahan baku hingga tahap produksi, digunakan untuk menentukan dampak lingkungan dari suatu produk.. (3) Gate to grave:

Sesuai dengan hasil analisis yang telah dilakukan pada proses sebelumnya yaitu aktivitas pembakaran pada CDU memberikan dampak yang besar terhadap ozone

Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data Setelah melakukan identifikasi terhadap objek penelitian dan permasalahan yang akan diselesaikan dalam penelitian ini maka

Tingginya nilai dampak lingkungan untuk pencemaran air dan tanah yang dihasilkan oleh proses produksi Mizone disebabkan oleh banyaknya penggunaan air sebagai bahan baku tetapi sedikit

KAJIAN DAMPAK EMISI UDARA PADA PRODUKSI MINYAK BUMI DI PERUSAHAAN “A” MENGGUNAKAN METODE LIFE CYCLE ASSESSMENT LCA ASSESSMENT OF THE IMPACT OF AIR EMISSIONS ON PETROLEUM