• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of IMPLEMENTASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS SLB NEGERI SAMBAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of IMPLEMENTASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS SLB NEGERI SAMBAS"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS SLB NEGERI SAMBAS

Suriadi Institut Agama Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas, Indonesia suriadisambas@gmail.com

Received: 08 Desember 2022 Reviewed: 22 Januari 2023 Accepted: 08 Januari 2023

Abstract

This study discusses character education in children with special needs. This research was conducted at the Sambas State Special School, Sambas Regency, West Kalimantan. This research focuses on aspects of the implementation of character education which is implemented for children with special needs at the Sambas public special school. The research approach used in this research study is a qualitative approach with a case study design. The results of this study indicate that the implementation of character education carried out in Sambas public elementary school is the implementation of self-confident and independent character for children with special needs divided into several aspects. During learning, teachers tend to use collaborative models in instilling character. In the aspect of habituation, the class teacher always gets used to small things in the form of leading prayers, or during discussions during learning. In the aspect of giving motivation, the class teacher approaches children with special needs by giving praise and positive things. In the aspect of direct guidance, the teacher visits children with special needs so that children are able to be confident and independent. In the exemplary aspect, class teachers and Special Assistance Teachers (GPK) provide direct examples to students. This is reinforced by the results obtained in the triangulation of sources and techniques, namely through strategic learning activities carried out by the teacher, namely the teacher requires all children to write, the method used by the teacher is by utilizing cards which require children with special needs to ask questions during the learning process.

Keywords: Implementation of Character Education, Children with Special Needs

Abstrak

Kajian ini membahas tentang pendidikan karakter pada anak berkebutuhan khusus.

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Luar Biasa Negeri Sambas Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Penelitian ini memfokuskan pada aspek pelaksanaan pendidikan karakter yang diimpelentasikan kepada anak berkebutuhan khusus di sekolah luar biasa negeri Sambas. pendekatan penelitian yang digunakan dalam kajian peneltian ini adalah pendekatan kualtatif dengan rancangan studi kasus. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pelakasanaan pendidikan karakter yang dilakukan di sekolah dasar negeri Sambas adalah pelaksanaan karakter percaya diri dan mandiri bagi anak berkebutuhan khusus

(2)

terbagi menjadi beberapa aspek. Pada saat pembelajaran, guru cenderung menggunakan model kolaboratif dalam menanamkan karakter. Pada aspek pembiasaan, guru kelas selalu membiasakan hal-hal kecil berupa memimpin do’a, ataupun pada saat diskusi ketika pembelajaran. Pada aspek pemberian motivasi, guru kelas melakukan pendekatan kepada anak berkebutuhan khusus dengan memberikan pujian dan hal positif. Pada aspek bimbingan langsung, guru mendatangi anak berkebutuhan khusus agar anak mampu percaya diri dan mandiri. Pada aspek keteladanan, guru kelas dan Guru Pendamping Khusus (GPK) memberikan contoh langsung kepada peserta didik. Hal tersebut diperkuat dengan hasil yang diperoleh dalam triangulasi sumber dan teknik yaitu antara lain melalui kegiatan pembelajaran strategi yang dilakukan guru yaitu guru mewajibkan seluruh anak untuk menulis, metode yang digunakan guru dengan memanfaatkan kartu yang mengharuskan anak berkebutuhan khusus untuk bertanya ketika proses pembelajaran berlangsung.

Kata Kunci: Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Anak Berkebutuhan Khusus

Pendahuluan

Pendidikan merupakan unsur yang sangat penting bagi setiap negara, karena pendidikan tidak memiliki batasan tepinya. Setiap keterbelakangan, kegagalan, kebejatan, kekalahan dan sederet sebutan yang menunjukkan kejatuhan suatu negara, selalu yang dipersalahkan adalah pendidikannya. Hal ini tidak bisa dipungkiri, karena melalui pendidikan itulah yang bisa menjadikan manusia sebagai manusia sesungguhnya. Untuk itu, pendidikan harus dirancang dan dilaksanakan secara baik agar warga negaranya juga berkepribadian yang baik (Tafsir, 2020). Perilaku positif yang sesuai dengan nilai-nilai karakter bangsa perlu dikembangkan pada seluruh siswa, termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK). Hal tersebut agar ABK terbiasa berperilaku positif sehingga secara tidak langsung mengurangi kemungkinan siswa melakukan perilaku negatif (Andrean Ilham Listiady, 2016).

Istilah karakter, ternyata belum masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Hal ini bisa jadi karena istilah karakter tersebut masih kurang populer di Indonesia pada beberapa waktu yang lalu. Istilah yang sering digunakan dan mungkin bisa saja sepadan maknanya adalah kata “watak” dalam bahasa Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “watak” itu dimaknai dengan sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti, tabiat. (Depdikbud, 2005). Sedangkan dalam kamus English- Indonesian Dictionary, kata character diartikan kadar, watak, kealaman, akhlak, pekerti, budi. Adapun terjemahan lain, kata karakter diartikan sebagai “distinctive trait, distinctive quality, moral strength, the pattern of behavior found in an individual or group”. Arti karakter yang lebih representatif adalah suatu kehendak yang sudah

(3)

biasa dan sering dilakukan secara spontan (Suriadi, 2020) Untuk membentuk karakter anak tentu tidak secara spontan, melain perlu sebuah upaya yang mesti dilakukan oleh seorang guru yakni internalisasi nilai.

Internalisasi adalah penghayatan, pendalaman, penguasaan secara mendalam melalui suatu pembinaan, bimbingan dan sebagainya. Artinya, internalisasi merupakan proses yang mendalam untuk menghayati nilai-nilai yang didapatkan oleh peserta didik dipadukan dengan nilai-nilai pendidikan secara utuh yang sasarannya supaya menyatu dalam kepribadian peserta didik itu sendiri, sehingga menjadi satu karakter atau watak bagi peserta didik. Internalisasi juga merupakan sentral perubahan kepribadian yang merupakan kritis terhadap diri manusia yang di dalamnya memiliki makna kepribadian terhadap respon yang terjadi dalam proses pembentukan watak manusia (Suriadi, 2019b). Ada dua karakter utama orientasi pendidikan yang berkembang sejak abad pertengahan kini. Pertama, orientasi mencari kebenaran. Pendidikan dilakukan untuk mencari kebenaran sejati. ini merupakan orientasi pendidikan skolastik. Kedua, Orientasi pengabdian masyarakat, pendidikan diposisikan sebagai upaya penyejahteraan masyarakat.

Pengabdian masyarakat juga bisa berarti pendidikan dilakukan hanya untuk kepentingan manusia, inilah akar visi humanisme yang tersirat dalam paradigma pendidikan ini (Saifulah Idris, 2007).

Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pemerintah menyebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokrasi dan bertanggung jawab (Syamsul Kurniawan, 2016). Meskipun pengertian karakter itu berbeda, namun artinya selalu berkaitan dengan kekuatan moral. Bahkan Gede Raka, meyakini bahwa arti karakter itu selalu berkonotasi positif. Orang yang berkarakter itu, menurutnya adalah orang yang memiliki kualitas moral yang positif. Bagi penulis, pendapat Gede Raka tersebut tidak sepenuhnya benar, karena karakter itu merupakan cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara (Gede Raka, 2007). Oleh karena itu, karakter itu bisa saja berkonotasi positif, tetapi juga bisa berkonotasi negatif. Misal saja dalam kehidupan bermasyarakat, ada karakter kelompok masyarakat tertentu yang dinilai kasar, arogan, suka anarkis dan sebagainya, tentu saja karakter seperti itu tidak baik dan berkonotasi negatif. Jika dikaji lebih mendalam lagi, maka karakter masyarakat yang kasar atau keras tersebut merupakan buah dari hasil pendidikannya yang terjadi secara alami.

(4)

Berdasarkan uraian tentang arti karakter yang dikaitkan dengan pendidikan di atas, maka penulis lebih sependapat dengan pengertian yang dirumuskan Doni Koesoema, bahwa pendidikan karakter adalah dinamika pengembangan kemampuan yang berkesinambungan di dalam diri manusia untuk mengadakan internalisasi nilai sehingga menghasilkan disposisi aktif dan stabil di dalam individu. Dinamika ini membuat pertumbuhan individu menjadi semakin utuh.

Unsur-unsur ini menjadi dimensi yang menjiwai proses formasi setiap individu (Doni Koesoema A, 2007)

Secara umum, sebenarnya pendidikan karakter telah disinggung dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya pasal 3 berbunyi:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta ber-tanggung jawab”. Hanya saja, karakter-karakter yang dikehendaki itu belum menggambarkan pendidikan karakter yang sesungguhnya. Untuk itu, perlu perumusan kembali agar karakter bangsa yang dikehendaki bisa terwujud.

Bagi bangsa Indonesia, pendidikan yang dilakukan selama ini dinilai gagal oleh berbagai kalangan, karena pendidikan yang diselenggarakan tersebut belum mampu menjadikan manusia yang beradab. Buktinya bisa disaksikan selama ini, cukup banyak kasus-kasus yang terjadi, mulai dari tawuran pelajar dan mahasiswa, penyuapan, perjokian dalam penerimaan siswa, mahasiswa baru, atau pegawai negeri, makelar kasus dan perkara, korupsi, perselingkuhan, dan sebagainya. Ditambah lagi dengan rendahnya mutu pendidikan Indonesia dibandingkan dengan negara tetangga, seperti: Malaysia, Singapura, dan Brunai Darussalam, semakin memperkuat indikasi bahwa pendidikan yang diselenggarakan saat ini masih jauh dari harapan dan keberhasilan (Suriadi, 2019b). Untuk itu, agar kegagalan bisa segera diakhiri, harus ada langkah-langkah konkrit yang dilakukan. Saat ini, pemerintah sudah mulai untuk melakukan langkah-langkah tersebut melalui reformasi pendidikan. Hal ini terlihat dari tema Peringatan Hari Pendidikan Nasional berbunyi: “Pendidikan Karakter untuk Membangun Keberadaban Bangsa”. Tema tersebut menunjukkan komitmen Kementerian Pendidikan Nasional yang bertekad untuk melaksanakan revitalisasi pendidikan, yaitu pendidikan berbasis karakter. Namun pertanyaannya, bagaimana proses internalisasi atau penanaman nilai karakter di sekolah dasar luar biasa negeri Sambas.

(5)

UUD 1945 pasal 31 ayat 1 ditegaskan, bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Hak mendapatkan pendidikan ini tanpa terkecuali, yaitu tidak melihat kondisi calon peserta didik, baik dalam kondisi normal secara fsik maupun dalam kondisi memiliki kelainan, seperti menyandang cacat dalam penglihatan atau tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, tuna daksa maupun tuna laras. Penegasan tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan tanpa terkecuali tertuang dalam Undang- undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II pasal 5 ayat I yang menyatakan “Warga negara yang memiliki kelainan fisik emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Penjelasan berikutnya adalah pada Bab IV pasal 32 ayat 1 yang menegaskan “Pendidikan khusus (luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional dan mental.

Pengembangan pendidikan yang diatur dalam Undang-Undang tidak terdapat perlakuan diskriminati. Hal ini ditegaskan dalam UU Rl No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab V pasal l2 ayat (1) a. bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan karakter sesuai dengan karakter yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang sekarakter. Pendidikan karakter ini menjadi begitu penting dalam kerangka lebih memperkuat iman dan ketakwaan peserta didik, sehingga antara pendidikan umum yang diperoleh dengan pendidikan karakter yang didapatkan menjadi lebih sempurna sebagaimana dalam GBHN 2004 dijelaskan bahwa meningkatkan kualitas pendidikan karakter melalui penyempurnaan sistem pendidikan karakter sehingga lebih terpadu, integral dengan sistem pendidikan nasional yang didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Anak Berkebutuhan Khusus merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT. Sudah sepatutnya kita harus menjaga, membimbing dan melindunginya agar dirinya merasa menjadi manusia yang utuh. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang No 23 Tahun 2002, Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi: Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Undang-undang tersebut mengisyaratkan kepada kita bahwa anak memiliki hak yang sama seperti yang dimiliki oleh orang dewasa. Dimana hak tersebut bertujuan untuk melindungi nilai-nilai kemanusiaan sebagai nikmat dari Allah SWT yang harus disyukuri bersama (Hamli Syaifullah, 2016).

Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Hak anak yang wajib dipenuhi diantaranya adalah hak untuk memperoleh

(6)

pendidikan dan pengajaran. Anak berkebutuhan khusus usia dini juga berhak mendapatkan layanan pendidikan. Anak berkebutuhan khusus usia dini yang ada di masyarakat belum semuanya mendapatkan layanan di pendidikan anak usia dini. Hal ini disebabkan karena keberadaan pendidikan anak usia dini belum mampu memberikan pelayanan (Husna et al., 2019). Kesempatan diberikan pada anak berkebutuhan khusus untuk dapat belajar bersama-sama dengan anak lainnya disuatu sekolah diberikan dalam layanan pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi diharapkan sebagai sebuah upaya untuk menyerap berbagai kemampuan siswa yang mempunyai perbedaan dan potensi yang bermacammacam dan untuk memberikan dukungan untuk membuat mereka dapat turut serta dalam kegiatan pendidikan reguler sebanyak mungkin. Pendidikan inklusi dapat menjadi sarana yang tepat dalam penanaman nilai-nilai karakter siswa agar lebih menghargai perbedaan, menumbuhkan sikap untuk peduli, meningkatkan rasa untuk saling bekerja sama dan mempunyai rasa toleransi antar sesama (Mukti & Abdal Chaqil Harimi b, 2021).

Berdasarkan pada penjelasan tersebut di atas bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah Swt. Tidaklah pantas jika orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus merasa pemberian anak tersebut sebagai musibah dan aib dalam kehidupannya. Akan tetapi, jadikanlah pemberian tersebut sebagai jalan untuk menumbuhkan rasa syukur dalam dirinya.

Syukur tersebut dapat terimpementasi dengan memberikan pendidikan yang intensif kepada anak. Sehingga dengan demikian anak berkebutuhan khusus merasa dirinya bernilai dan akhirnya akan berdampak positif pada perkembangan menalnya. Sasaran dari penelitian ini adalah Sekolah Luar Biasa pada jenjang Sekolah Dasar atau SDLB yang merupakan satu-satunya sekolah luar biasa yang ada di Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun pengumpulan data dalam penelitian ini yakni dengan menggunakan wawancara mendalam dan pengamatan.

Metodelogi

Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas kriteria tertentu. Dalam hal ini terdapat kriteria yang digunakan yakni derajat kepercayaan (credibility) (Moleong, 2010). Penerapan kriteria ini berfungsi: pertama melaksanakan inkurdin sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai, kedua mempertunjukan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataannya gaude yang sedang diteliti. Keabsahan data dilakukan dengan teknik pemeriksaan perpanjangan keikutsertaan dan trianggulasi. Perpanjangan

(7)

keikutsertaan peneliti di lokasi berguna mendeteksi dan memperhitungkan distorsi yang mungkin mengotori data. Distorsi dapat berasal dari pribadi dan dapat berasal dari responden atau informan tersebut mungkin tidak disengaja dan mungkin disengaja dengan dimungkinkan pula terdapat distorsi yang bersumber dari kesengajaan misalnya berdusta, berpura-pura (Arikunto, 1990). Dalam menghadapi ini peneliti menentukan apakah benar-benar ada distorsi, apakah distorsi itu tidak disengaja atau disengaja, dari mana sumbernya, semua dapat diatasi dengan adanya perpanjangan keikutsertaan ini oleh peneliti. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan karakter di SLB Negeri Sambas negeri Sambas.Sekolah Luar Biasa Negeri Sambas ini beralamat Jl. Sejangkung, RT/RW 0/0, Dsn. Senyawan, Ds./Kel Sebayan, Kec. Sambas, Kab. Sambas, Prov.

Kalimantan, SK Pendirian Sekolah: 505/653/IMB/2005, Tanggal SK Pendirian:

2005-12-30 (Profil Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Sambas

Hasil dan Pembahasan

Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Sekolah Luar Biasa

Keberhasilan pelaksanaan pendidikan di sekolah luar biasa sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia sekolah yang terdiri dari pendidik dan tenaga kependidikan. Secara kualitas, seorang tenaga pendidik harus memenuhi kualifikasi akademik, memiliki sertifikat profesi serta adanya kesesuaian dengan mata pelajaran yang diampunya atau yang akan diajarkannya.

Secara kuantitas, rasio perbandingan antara guru dengan murid harus proporsional atau memiliki keberimbangan yang tepat, sehingga guru dapat memantau perkembangan peserta didiknya. Peranan dan fungsi pendidik atau guru dalam pendidikan adalah sebagaimana yang dikemukaakn oleh WF Connell (1972), dimana dia membedakan tujuh peran seorang guru yaitu (1) pendidik (nurturer), (2) model, (3) pengajar dan pembimbing, (4) pelajar (learner), (5) komunikator terhadap masyarakat setempat, (6) pekerja administrasi, serta (7) kesetiaan terhadap lembaga (Triatmanto, 2010).

Berdasarkan hasil wawancara, dokumentasi, dan observasi ditemukan hasil penelitian mengenai pelaksanaan pendidikan karakter percaya diri dan mandiri pada anak berkebutuhan khusus diantaranya pada aspek kesiapan sekolah yang terdiri dari kurikulum yang digunakan, sarana dan prasarana serta tenaga pendidik. Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Sambas menggunakan kurikulum regular yang telah di modifikasi. Modifikasi disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Kebijakan kurikulum disesuaikan visi misi sekolah. Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Sambas memiliki tujuan yang berkaitan dengan karakter yaitu

“bengkel perilaku” dengan tujuan untuk memperbaiki perilaku peserta didik yang

(8)

kurang baik menuju perilaku yang lebih baik. Sarana dan prasarana yang ada yaitu keadaan kelas yang nyaman, lingkungan sekolah yang mendukung dansarana yang ada di dalam kelas. Di dalam setiap kelas terdapat “pojok karya”dimana pojok karya ini dijadikan sebagai tempat untuk menaruh karya peserta didik. Pada aspek tenaga pendidik Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Sambas memiliki tiga guru pendamping khusus yang cukup berkompeten. Satu diantara tiga guru tersebut, lulusan pendidikan luar biasa. Hal ini diperkuat dengan hasil yang diperoleh dalam triangulasi sumber dan teknik yaitu antara lain Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Sambas menggunakan kurikulum regular yang telah dimodifikasi, RPP yang digunakan antara anak normal dan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sama, serta di dalam silabus sudah mencantumkan nilai karakter yang akan dikembangkan.

Sarana dan prasarana yang di fasilitasi sekolah untuk membentuk karakter percaya diri dan mandiri antara anak normal dan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sama, sekolah telah merencakan kegiatan yang dikhususkan untuk keterampilan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), seperti membatik.kegiatan ekstrakulikuler pramuka, pencak silat, seni tari, membatik, dan vokasi. Kegiatan khusus Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yaitu vokasi, vokasi ini melatih keterampilan sederhana untuk anak berkebutuhan khusus minimal sebulan sekali dengan instruktur guru pendamping khusus. Lingkungan sekolah Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Sambas dalam melaksanakan pendidikan karakter percaya diri dan mandiri pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sudah baik. Hal tersebut, terlihat dengan adanya label sekolah ramah anak. Adapun sarana dan prasarana untuk menanamkan karakter pada anak yaitu di kelas terdapat pojok karya.

Dengan adanya pojok karya maka anak akan bangga dan percaya diri karena karya yang dibuat di tampilkan. Di kelas terdapat microphone yang digunakan siswa untuk tampil ketika terdapat materi yang memerlukan anak untuk praktik. Setiap kelas terdapat LCD yang digunakan untuk menampilkan video. Lingkungan kelas dalam menanamkan karakter pada anak cukup bagus. Serta tenaga pendidik yang ada di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Sambas juga memiliki latar belakang pendidikan yang baik, dan sering mengikuti berbagai workshop yang berkaitan dengan pendidikan inklusi.

Strategi pelaksanaan karakter percaya diri dan mandiri bagi anak berkebutuhan khusus terbagi menjadi beberapa aspek. Pada saat pembelajaran, guru cenderung menggunakan model kolaboratif dalam menanamkan karakter.

Pada aspek pembiasaan, guru kelas selalu membiasakan hal-hal kecil berupa memimpin do’a, ataupun pada saat diskusi pembelajaran. Pada aspek pemberian motivasi, guru kelas melakukan pendekatan kepada anak berkebutuhan khusus dengan memberikan pujian dan hal positif. Pada aspek bimbingan langsung, guru

(9)

mendatangi anak berkebutuhan khusus agar anak mampu percaya diri dan mandiri. Pada aspek keteladanan, guru kelas dan Guru Pendamping Khusus (GPK)memberikan contoh langsung kepada peserta didik. Hal tersebut diperkuat dengan hasil yang diperoleh dalam triangulasi sumber dan teknik yaitu antara lain melalui kegiatan pembelajaran strategi yang dilakukan guru yaitu guru mewajibkan seluruh anak untuk menulis, metode yang digunakan guru dengan memanfaatkan kartu yang mengharuskan anak berkebutuhan khusus untuk bertanya ketika proses pembelajaran berlangsung. Agar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dan siswa normal mandiri dan berbaur, guru setiap minggu melakukan pergantian atau rolling teman duduk setiap anak. Ketika di dalam kelas guru mendamping anak dengan menggunakan strategi menanamkan karakter yakni dengan mengedepankan keterampilan yang sesuai dengan materi pembelajaran. Melalui pembiasaan Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Sambas yaitu dengan mewajibkan seluruh siswa untuk bersalaman sebelum masuk kelas.

Keteladanan yang diberikan Guru dalam menanamkan karakter percaya diri mandiri yaitu dengan memberikan contoh teladan yang baik. Faktor pendukung dalam melaksanakan karakter percaya diri dan mandiri pada anak berkebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Sambas antara lain sebagai sekolah ramah anak sehingga kegiatan dan lingkungan di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Sambas melakukan kegiatan dan pelatihan mengenai pendidikan karakter kepada seluruh tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang berkompeten, orang tua dan lingkungan sekolah.

Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang harus dimulai dari keluarga, karena rumah merupakan tempat pendidikan pertama dan utama bagi seorang anak. Islam mengajarkan bahwa keluarga hendaknya menjadi wahana pendidikan manusia dan menempatkan pendidikan keluarga sebagai inti dalam membentuk sebuah masyarakat, bangsa bahkan peradaban. Orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar dalam membentuk kepribadian anak.

Menurut Yuni Nur Kayati, orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak, karena orang tua adalah orang yang pertama kali dikenal anak (Kayati, 2000). Sejak bayi, ayah dan ibu adalah orang yang paling dekat dan sering berinteraksi dengan anak, sehingga tidak dipungkiri jika pendidikan yang pertama masuk adalah pendidikan dari orang tuanya. Hal serupa juga dikemukakan oleh Istiadah, bahwa tugas menyiapkan generasi penerus yang berkualitas adalah tugas bersama antara suami dan misteri (Istiadah, 1999). Sebab, Al-Qur’an sangat tegas memerintahkan suami dan isteri untuk mempersiapkan generasi yang berkualitas dan takut akan hadirnya generasi yang lemah.

ِض ٗةَّي ِ رُذ ۡمِهِفۡلَخ ۡنِم ْاوُك َرَت ۡوَل َنيِذَّلٱ َش ۡخَيۡل َو اًديِدَس ٗلٗ ۡوَق ْاوُلوُقَيۡل َو َ َّللَّٱ ْاوُقَّتَيۡلَف ۡمِهۡيَلَع ْاوُفاَخ اًفََٰع

٩

(10)

Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (QS. an- Nisa: 9)

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa ayah dan ibu memiliki tanggung jawab yang sama terhadap anaknya, baik dalam kesejahteraan, intelektual, spiritual, maupun akhlaknya. Tanggung jawab itu harus dipikul bersama-sama dan tidak ada yang lebih ditekankan siapa yang harus menanganinya.

Berdasarkan pendapat di atas, jelaslah bahwa kedua orang tua sangat esensial dalam pembentukan karakter anaknya di rumah. Kendati demikian, secara psikologis tidak bisa dinafikan bahwa seorang ibu memiliki hubungan yang lebih dekat dengan anak-anaknya. Bahkan menurut kalangan medis, bahwa ibu dan anak itu memiliki kontak batin sejak dalam kandungan. Berangkat dari pemahaman ini, sudah semestinya pendidikan karakter itu diberikan sejak usia kanak-kanak (golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya (Suriadi, 2019a). Dalam konteks ini, berarti peran guru sangat menentukan dalam pembentukan karakter anak. Guru merupakan figur yang diharapkan mampu mendidik anak yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Guru merupakan teladan bagi siswa dan memiliki peran yang sangat besar dalam pembentukan karakter siswa. Peran pendidik sebagai pembentuk generasi muda yang berkarakter sesuai undang-undang guru dan dosen nomor 14 tahun 2005, guru didefinisikan sebagai pendidik profesional dengan tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Berdasarkan definisi di atas, berarti guru merupakan agen perubahan, yaitu merubah peserta didik menjadi manusia yang berkualitas, baik dari segi keilmuan maupun akhlaknya. Namun, untuk menjadi guru yang mampu mewujudkan misi mulia tersebut, guru perlu memahami dan menerapkan 11 prinsip dalam pendidikan karakter seperti yang dirumuskan oleh Thomas Lickona, sebagai berikut:

1. Mengembangkan nilai-nilai etika inti dan nilai kinerja pendukungnya sebagai fondasi karakter yang baik.

2. Mendefinisikan karakter secara komprehensif yang mencakup pikiran, perasaan, dan perilaku.

3. Menggunakan pendekatan yang komprehensif, disengaja, dan proaktif dalam pengembangan karakter.

4. Menciptakan komunitas sekolah yang penuh perhatian.

(11)

5. Memberi siswa kesempatan untuk melakukan tindakan moral.

6. Membuat kurikulum akademik yang bermakna dan menantang, yang menghormati semua peserta didik, mengembangkan karakter, dan membantu siswa untuk berhasil.

7. Berusaha untuk mendorong motivasi diri siswa

8. Melibatkan staf sekolah sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang berbagi tanggung jawab dalam pendidikan karakter dan upaya untuk mematuhi nilai inti yang sama yang membimbing pendidikan siswa.

9. Menumbuhkan rasa kebersamaan dalam kepemimpinan moral dan dukungan jangka panjang bagi inisiatif pendidikan karakter.

10. Melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter.

11. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai pendidik karakter, dan sejauhmana siswa memanifestasikan karakter yang baik (Thomas Lickona, 1991)

Melalui prinsip-prinsip pendidikan karakter tersebut, diharapkan guru akan memiliki arah dalam membentuk karakter anak didiknya. Adapun pilar-pilar karakter yang perlu disampaikan kepada siswa sebagai nilai-nilai luhur yang bersifat universal, adalah: karakter cinta kepada Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, kemandirian dan tanggungjawab, kejujuran atau amanah serta diplomatis, rasa hormat dan santun, dermawan dan suka tolong-menolong serta bergotong- royong/kerjasama, percaya diri dan pekerja keras, kepemimpinan dan keadilan, baik dan rendah hati, dan karakter toleransi, kedamaian serta kesatuan.

Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good.

Knowing the good cukup mudah untuk diajarkan karena pengetahuan yang bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good, harus ditumbuhkan feeling loving the good, yaitu upaya untuk bisa merasakan dan mencintai kebajikan sebagai engine yang dapat membuat orang senantiasa mau untuk berbuat sesuatu kebaikan, sehingga tumbuh kesadaran bahwa orang akan mau melakukan kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa untuk melakukan kebajikan, maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan (habit) (Thomas Lickona, 1991)

Dalam bahasa lain, Tim Pendidikan Karakter Kemendiknas telah merancang tiga komponen karakter baik (components of good character) yang perlu diajarkan pada peserta didik, yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling atau perasaan (penguatan emosi) tentang moral, dan moral action atau perbuatan bermoral. Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang

(12)

akan mengisi ranah kognitif adalah kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge) (Kemendiknas, 2010) Sedangkan dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral feeling atau penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter, adalah kesadaran akan jati diri sendiri (conscience), percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), dan kerendahan hati (humility). Adapun dimensi yang termasuk ke dalam moral action, yaitu perbuatan/tindakan moral yang merupakan hasil dari dua komponen karakter lain. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter, yaitu kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit) (Suriadi, 2019b)

Melihat keterkaitan moral pada gambar di atas, terasa memberikan harapan besar bagi keberhasilan pendidikan karakter dalam membentuk karakter bangsa di masa depan. Untuk itu, agar rancangan tersebut dapat terkawal dan terlaksana nantinya dengan baik, harus diintegrasikan dalam kurikulum, atau jika perlu merumuskan kembali kurikulum yang berbasis karakter bangsa. Sebab, kurikulum merupakan acuan dan kendaraan dalam mengembangkan nilai-nilai dan kepedulian terhadap etika. Bahkan bagi Lickona, kurikulum diibaratkan seperti raksasa yang sedang tidur bagi pendidikan karakter (Thomas Lickona, 1991). Semestinya pemerintah dan warga negara sadar, betapa ambruknya moral bangsa ini karena salah satu sebabnya adalah kurikulum yang selalu berorientasi pada kecerdasan otak. Benar kata Ahmad Tafsir, bahwa ada yang salah dalam pendidikan di Indonesia, salah satu yang dimaksudnya adalah keringnya orientasi karakter atau akhlak dalam kurikulum pendidikan. Perubahan-perubahan yang dilakukan dalam kurikulum selama ini selalu mementingkan aspek kognitif, sehingga aspek apektif dan psikomotorik selalu terabaikan. Barangkali, hanya 10- 20% saja kurikulum pendidikan di Indonesia ini yang cocok untuk diberikan pada anak-anak yang cerdas. Selebihnya, anak-anak tidak mampu untuk mengikuti pelajaran secara baik di sekolah (Tafsir, 2020).

Untuk melaksanakan peran guru sebagaimana dikemukakan oleh WF Connell di atas, maka seorang guru harus memiliki beberapa kompetensi yang memadai.

Adapun kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah:

kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Pelaksanaan pembelajaran pendidikan karakter di SLB mencakup tiga kegiatan pokok yaitu pre-test, proses dan post-test.

(13)

Pada saat peneliti melakukan pengamatan di kelas dasar 1 tunarungu, guru melakukan pre test didahului dengan mengadakan pembinaan keakraban dengan cara seluruh siswa secara bergiliran bersalaman dengan guru, kemudian guru menyampaikan salam selamat pagi serta menanyakan keadaan para siswa, selanjutnya para siswa bersama guru membaca doa. Selanjutnya dilakukan pre test karena dalam kegiatan pembinaan kompetensi guru akan membahas materi tentang rukun Islam maka dalam pre test guru menyampaikan pertanyaan kepada siswa dengan pertanyaan “siapa yang telah mengetahui rukun Islam? Siapa yang telah mengerjakan sholat? dan sebagainya. Ada beberapa siswa yang menjawab

“sudah” dan ada beberapa siswa yang menjawab “belum tahu rukun Islam”.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti dapat dipaparkan terkait hasil temuan yang ada di SDLB Sambas.

Tujuan membuat sekolah rintisan SLB ini adalah memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus sesuai dengan kebutuhannya, dan mendapatkan layanan yang dekat dengan tempat tinggalnya. Berdirinya SLB Sambas di latarbelakangi oleh beberapa faktor-faktor pendukung yaitu, Kepala Kelurahan Sambas, Tokoh masyarakat Camat Sambas, Pengawas TK/SD/SDLB Dinas Pendidikan Kecamatan Sambas, Kepala UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Sambas, Bupati Sambas, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sambas, Kepala SDLBN Sambas. Semua elemen ini, sangat mensuport dalam memberikan dukungan, baik moral maupun spirituil, mereka bahwasanya mendukung penuh atas perintisan Sekolah Lur Biasa (SLB) Sambas, yang mana pada tahun 2005, kabupaten Sambas masih minim sekali dan hampir belum tersentuh layanan pendidikan yang bergerak untuk menangani Anak-anak berkebutuhan khusus.

SDLB pada tahun akademik 2006-2012 mulai kelas 1-6 terdiri dari 21 orang yang terdiri dari 13 orang laki-laki dan 8 perempuan. Hingga saat ini jumlah siswa di SDLB Sambas telah mencapai 73 orang.

3.2 Nilai Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter atau mata pelajaran karakter dan akhlak mulia pada pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Tujuan pendidikan karakter Islam di SLB adalah sebagai berikut.

1). Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan serta pengalaman peserta didik tentang karakter Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang ketakwaannya kepada Allah Swt. 2). Mewujudkan manusia Indonesia berakhlak mulia yaitu manusia yang berpendidikan, jujur, adil,

(14)

etis berdisiplin, bertoleransi (tasamuh) serta menjaga harmoni secara personal dan sosial.

Sekolah Luar Biasa Negeri Sambas yang berdiri pada tahun 2005 merupakan satu-satunya sekolah luar biasa yang terdapat di Kabupaten Sambas.

Sekolah Luar Biasa Negeri Sambas merupakan sekolah yang setara dengan Sekolah pendidikan dasar dengan tujuan membantu pemerintah dalam mengusahakan peningkatan kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat khususnya bagi anak-anak yang dilahirkan memiliki kekurangan atau penyandang cacat.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan (1) pelaksanaan pendidikan karakter pada di sekolah dasar luar biasa Sambas (2) faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan karakter di SLB Negeri Sambas. Anak berkebutuhan khusus merupakan istilah untuk menggantikan kata Anak Luar Biasa (ALB), yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dan lainnya. Di Indonesia anak berkebutuhan khusus yang mempunyai gangguan perkembangan telah diberikan layanan khusus (Suriadi, 2019b)

Kemampuan adaptif seseorang tidak selamanya tercermin pada hasil tes IQ.

Berbagai latihan, pengalaman, motivasi dan lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya pada kemampuan adaptif seseorang. Banyak penyandang down syndrom menyenangkan dan penurut, tetapi seperti orang kebanyakan baik dengan kelainan ataupun tanpa kelainan, maka ia juga mengalami stres dan bereaksi karena sebab atau penyebab. Seorang anak tunagrahita yang telah terdiagnosa tunagrahita tingkat tertentu, tingkat fungsi mentalnya dapat berubah terutama pada anak tunagrahita yang tergolong ringan. Sebagaimana sekolah umum, proses pembelajaran pada SLB merupakan interaksi edukatif antara peserta didik dengan lingkungan sekolah. Dalam hal ini sekolah diberi kebebasan untuk memilih strategi, metode dan teknik- teknik pembelajaran yang paling efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa. karakteristik guru dan sumber daya yang tersedia di sekolah (Mulyasa, 2005). Dalam garis besarnya pelaksanaan atau implementasi kurikulum berbasis kompetensi pada SLB, pembelajaran pendidikan karakter mencakup tiga kegiatan pokok yaitu meliputi pengembangan program, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi. Pengembangan program dalam kurikulum berbasis kompetensi mencakup aspek pengembangan program tahunan, semester, mingguan, program modul dan remedial (Mulyasa, 2005) Persiapan mengajar atau disebut pula dengan perencanaan jangka pendek, berisi tentang kompetensi yang akan dimiliki oleh peserta didik, apa yang harus dipelajari, bagaimana mempelajarinya serta bagaimana guru mengetahui bahwa peserta didik telah menguasai kompetensi tertentu (Tafsir, 2020). Aplikasi atau

(15)

pelaksanaan pembelajaran di SLB adalah kegiatan pembelajaran seperti pada sekolah umum. Adapun bentuk kegiatan pembelajaran ini mencakup kegiatan awal, kegiatan inti atau pembentukan kompetensi dan kegiatan akhir. Kegiatan awal atau pembukaan diawali dengan keakraban. Hal ini untuk mengkondisikan peserta didik siap melakukan kegiatan pembelajaran, sedangkan pre test untuk mengetahui kemampuan awal yang dimiliki peserta didik.

Nilai-nilai karakter menjadi hal yang perlu diterapkan anak sejak dini, karena nilai karakter merupakan nilai yang sangat universal (nilai agama, nilai moral, nilai kewarganegaraan, nilai hukum, nilai budaya, nilai adat istiadat, dan lain:

Tabel 1.1

Nilai Pendidikan Karakter Nilai

Karakter

Keterangan

Religius Sikap dan prilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleransi terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

Jujur Prilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan perbuatan.

Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

Disiplin Tindakan yang menunjukkan prilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

Kerja Keras Tindakan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas, dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

Mandiri Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

Demokrasi Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

(16)

Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

Cinta Tanah Air

Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati, keberhasilan orang lain.

Bersahabat/K omunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang

Peneliti dalam penelitian ini membatasi 3 nilai karakter dari 18 nilai karakter yang ada yakni rasa ingin tahu, bersahabat/komunikatif, dan peduli lingkungan.

Hasil observasi yang di dapat, bahwa siswa dalam proses belajar mengajar diberikan stimulus pada siswa agar memiliki sikap dan tindakan yang merangsang rasa ingin tahu siswa terhadap apa yang dilihat dan ada didekatnya untuk melatih siswa agar memiliki daya ingat dan imajinasi yang kuat dengan rasa ingin tahu tersebut. Berbeda dengan siswa normal pada umumnya, siswa berkebutuhan khusus perlu waktu yang lama untuk merespon stimulus yang diberikan oleh guru. Tetapi, secara bertahap guru memberikan stimulus untuk menumbuhkan rasa ke ingin tahuan siswa akan hal-hal yang baru khusunya dalam pembelajaran. Hal ini sejalan dengan paparan di atas, terkait bahan pelatihan penguatan metodologi pembelajaran berdasarkan nilai-nilai budaya untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa dalam mengimplementasikan pendidikan karakter di SLB. Siswa berkebutuhan khusus berbeda dengan siswa yang normal, dan guru mengimplemntasikan secara bertahap dengan memberikan stimulus terlebih dahulu dan mendemonstrasian agar nilai karekter yang ingin disampaikan dapat diterima oleh siswa dengan baik.

Simpulan

Berdasarkanuraian yang sudah disampaikan pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa kesiapan dan peran sekolah dalam melaksanakan pendidikan karakter pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang terdiri dari kurikulum, sarana dan prasarana serta tenaga pendidik sudah cukup baik. Strategi pelaksanaan karakter percaya diri dan mandiri pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Sambas melalui berbagai kegiatan

(17)

antara lain kegiatan pembelajaran, pembiasaan, keteladanan, bimbingan langsung, dan pemberian motivasi. Pelaksanaan menggunakan strategi menanamkan karakter yakni dengan mengedepankan keterampilan yang sesuai dengan materi pembelajaran. Melalui pembiasaan Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Sambas yaitu dengan mewajibkan seluruh siswa untuk bersalaman sebelum masuk kelas.

Keteladanan yang diberikan Guru dalam menanamkan karakter percaya diri mandiri yaitu dengan memberikan contoh teladan yang baik. Faktor pendukung dalam melaksanakan karakter percaya diri dan mandiri pada anak berkebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Sambas antara lain sebagai sekolah ramah anak sehingga kegiatan dan lingkungan di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Sambas melakukan kegiatan dan pelatihan mengenai pendidikan karakter kepada seluruh tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang berkompeten, orang tua dan lingkungan sekolah.

Daftar Pustaka

Andrean Ilham Listiady. (2016). MODEL PENDIDIKAN KARAKTER ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS MELALUI PROGRAM KESENIAN KETOPRAK. UNY.

Arikunto, S. (1990). Manajemen Penelitian. Rineka Cipta.

Depdikbud. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.

Doni Koesoema A. (2007). Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.

Grasindo.

Gede Raka. (2007). Pendidikan Membangun Karakter.

Hamli Syaifullah, S. R. (2016). OPTIMALISASI PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK MENUMBUH KEMBANGKAN KEMANDIRIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK). Nadwa: Jurnal Pendidikan Islam, 6(1), 179–194.

https://doi.org/10.21580/nw.2012.6.1.463 Herianto. (2020). wawancara.

Husna, F., Yunus, N. R., & Gunawan, A. (2019). Hak Mendapatkan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Dimensi Politik Hukum Pendidikan. SALAM:

Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 6(2), 207–222.

https://doi.org/10.15408/sjsbs.v6i1.10454

Istiadah. (1999). Pembagian Kerja Rumah Tangga dalam Islam. Lembaga Kajian Agama dan Jender.

Kayati, Y. N. (2000). Anakku Sayang, Ibumu Ingin Bicara. Mitra Pustaka.

Kemendiknas, T. P. K. (2010). Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama,.

Lilis. (2020). wawancara.

Moleong, L. J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Rineka Cipta.

Mukti, A. P. Y., & Abdal Chaqil Harimi b. (2021). Manajemen Pendidikan Karakter Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Pada Kelas Inklusi di SD Terpadu Putra Harapan

(18)

Purwokerto. Jurnal Pemikiran Dan Pengembangan Pendidikan Dasar, 9(1), 11.

https://doi.org/10.22219/jp2sd. v9i1.15561

Mulyasa. (2005). Kurikulum Berbasis Kompetensi. PT. Rosdakarya.

Saifulah Idris. (2007). Internalisasi Nilai dalam Pendidikan (Konsep dan Kerangka Pembelajaran dalam Pendidikan Islam). Darussalam Publishing.

Suriadi. (2019a). Pendidikan Agama Dalam Keluarga. Tarbawi: Jurnal Ilmu Pendidikan, 15(1), 89–105. https://doi.org/10.24260/at-turats.v9i2.315

Suriadi. (2019b). Pendidikan Karakter Anak dalam Keluarga. Madaniyah, 9, 298–305.

Suriadi. (2020). Budaya Sekolah dalam Menumbuhkan Karakter Religius di Madrasah Tsanawiyah. Edukasia:JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN ISLAM, 15(1), 1.

https://doi.org/10.21043/edukasia.v15i1.6442

Syamsul Kurniawan. (2016). Pendidikan Karakter Konsepsi dan Implementasinya secara Terpadu Di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi dan Masyarakat. Ar-Ruzz Media.

Tafsir, A. (2020). Pendidikan Agama dalam Keluarga. PT Remaja Rosdakarya.

Thomas Lickona. (1991). Educating for Character; How Our School can Teach Respect and Responsibility. Bantam Books.

Triatmanto. (2010). Tantangan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Cakrawala Pendidikan, Khusus Die.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini yaitu Untuk mengetahui keanekaragamanjenis ikan karang di daerah rataan dan tubir pada ekosistem terumbu karang di Legon Boyo Taman

Apabila sebuah mesin sinkron difungsikan sebagai generator dengan diputar pada kecepatan sinkron dan rotor diberi arus medan (If), maka pada kumparan jangkar stator akan

Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan bukti empiris mengenai pengaruh pengungkapan perubahan iklim, kinerja lingkungan, dan corporate social responsibility (CSR)

Dana cadangan ialah sejumlah uang yang diperoleh dari sebagian hasil usaha yang tidak dibagikan kepad anggoya; tujuannya adalah untuk memupuk modal sendiri yang

Sistem Pendukung Keputusan termasuk Fuzzy yang tergolong Fuzzy Multiple Attribute Decision Making (FMADM) adalah suatu metode yang digunakan untuk mencari alternatif

Dalam konteks organisasi kajian, kebanyakan responden berpendapat bahawa keupayaan para pengurus mereka bentuk kandungan kursus yang menepati keperluan pelatih, dan kesediaan

Kepuasan pelanggan memediasi pengaruh citra restoran terhadap behavioral intentions pelanggan di restoran Ayam Goreng Mbah Karto Sukoharjo, dengan demikian hipotesis 4

Simulasi ini akan menganalisis mean square error (MSE) terhadap signal to noise ratio (SNR) menggunakan parameter uji berupa jumlah user yang diinginkan, jumlah interferensi,