25
PENGARUH WARNA KAKABAN BERBEDA TERHADAP PENETASAN TELUR IKAN
MAS (Cyprinus carpio)
Muh.Riswan1, Suardi2, Marhayana S2, Siswati2
1. Mahasiswa Fakultas Perikanan Universitas Andi Djemma 2. Dosen Fakultas Perikanan Universitas Andi Djemma
Abstract. This study aims to determine the effect of different kakaban colors on goldfish (Cyprinus carpio) egg hatching. This research is an experiment carried out using an experimental method designed using a completely randomized design (CRD). The types of kakaban colors used in this study include red, green, blue, black. Each was repeated 3 times so that there were 12 trials. Parameters observed were water quality and hatchability of goldfish (Cyprinus carpio) eggs. The data analysis technique used in this research is Variety Print Analysis (ANOVA).
The data for this study were obtained from the results of counting eggs that hatch and become larvae within 5 days (120 hours). The results of the analysis of variance in hatchability stated that all treatments had no significant effect on hatchability. The highest percentage of egg hatchability was found in treatment D (black raffia rope) of 47.49%. This shows that there is no significant effect on differences in kakaban color for goldfish (Cyprinus carpio) hatching eggs.
Keywords: color, raffia, hatchability, eggs, goldfish
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh warna kakaban yang berbeda terhadap penetasan telur ikan mas (Cyprinus carpio). Penelitian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan warna kakaban yang digunakan pada penelitian ini antara lain merah, hijau, biru, hitam.
Masing-masing diulang 3 kali sehingga terdapat 12 kali percobaan. Parameter yang diamati adalah kualitas air dan daya tetas telur ikan mas (Cyprinus carpio). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Sidik Ragam (ANOVA).
Data penelitian ini diperoleh dari hasil perhitungan telur yang menetas dan menjadi larva dalam waktu 5 hari (120 jam). Hasil analisis sidik ragam daya tetas telur menyatakan bahwa semua perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata pada daya tetas telur. Persentase daya tetas telur tertinggi terdapat pada perlakuan D (tali rafia warna hitam) sebesar 47.49%. Hal ini menunjukan bahwa tidak pengaruh yang nyata pada perbedaan warna kakaban untuk penetasan telur ikan mas (Cyprinus carpio).
Kata kunci : warna, tali rafia, daya tetas, telur, ikan mas PENDAHULUAN
Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang mempunyai nilai ekonomis penting. Menurut Saprianto (2010) permintaan untuk ikan mas cukup tinggi. Jumlah untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi (Jabodetabek) dapat mencapai 50 ton setiap hari, jumlah tersebut belum termasuk permintaan dari kota lain. Jumlah permintaan komoditas ikan mas diperkirakan meningkat pada kisaran 100 ton/hari. Jumlah tersebut harus diimbangi dengan pemasokan ikan mas secara berkelanjutan. Benih ikan mas yang unggul dalam kualitas dan kuantitas tidak lepas dari peranan kegiatan pembenihan. Pulau Jawa menjadi penyerap ikan air tawar terbesar mengingat jumlah penduduknya yang padat. Pulau Jawa dilihat dari potensinya, kebutuhan akan ikan masih akan terus berkembang mengingat konsumsi per kapita ikan masih di bawah konsumsi per kapita di luar Jawa. Dalam pemasaran ikan secara umum lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat adalah pembudidaya, pengumpul, pedagang pengecer di dalam kecamatan atau di luar kecamatan dan konsumen Fransiska (2010). Sampai saat ini pemijahan ikan mas (C. carpio) tingkat keberhasilan pemijahannya masih rendah. Kegagalan ini dipengaruhi beberapa faktor yaitu kegagalan persiapan induk yang benar benar matang gonad dan siap dipijahkan dan kegagalan dalam merangsang induk ovulasi, sehingga pemijahan yang dilakukan tidak maksimal, dan substrat pelekat telur memegang peranan penting dalam keberhasilan pemijahan. Syarat utamanya adalah harus panjang dan menggantung dalam air. Selain itu, setiap helainya harus lentur dan lembut agar tubuh induk tidak terluka.Hingga saat ini penggunaan kakaban tali rafia sebagai media penempelan telur ikan mas paling umum digunakan oleh para pembudidaya, sehingga perlu adanya penelitian untuk menentukan penggunaan warna kakaban tali rafia yang tepat untuk meningkatkan reproduksi ikan mas.
26 METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan tanggal 27 Juli sampai dengan 16 Agustus 2020 di Instalasi Pengembangan Ikan Air Tawar (IPIAT) Lajoa, Kec. Liliriaja, Kab.Soppeng, Sulawesi Selatan.
Prosedur Penelitian
Menurut Saputra (2011), induk betina matang kelamin ditandai dengan gerakan yang lamban, perut membesar atau buncit ke arah belakang, jika diraba terasa lunak, lubang anus agak menonjol atau membengkak, dan bila pemijatan perlahan dilakukan kearah anus maka akan keluar cairan kuning kemerahan. Induk jantan, gerakan lincah, badan ramping, jika diurut kearah anus maka akan mengeluarkan cairan sperma berwarna putih.
Induk ikan yang digunakan adalah induk yang matang gonad. Ikan mas jantan berumur 8 bulan dan berat > 2,4 kg untuk 4 ekor dan betina matang gonad berumur 1,5-2 tahun dengan berat 1,7 kg/ekor. Induk ikan yang sudah dipilih disuntik dengan hormon ovaprim 0,5 mL/kg ikan mas pada bagian otot punggung sedalam ± 2 diatas gurat sisi dengan kemiringan 45º dan di bawah sirip punggung bagian depan dengan selang waktu suntikan pertama dengan selang waktu suntikan kedua adalah 8 - 11 jam (Khairuman dan Amri 2014).
Tahap selanjutnya yaitu proses striping pada induk ikan mas (betina dan jantan). Perbandingan induk yang digunakan yaitu 1: 4 (1 ekor induk betina dan 4 ekor induk jantan).
Rancangan percobaan penelitian yang digunakan yakni Rancangan Acak Lengkap (RAL).
terdiri dari tiga perlakuan dimana setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan. Rancangan percobaan sebagai berikut:
Perlakuan A : tali rafia warna merah Perlakuan B : tali rafia warna hijau Perlakuan C : tali rafia warna biru Perlakuan D : tali rafia warna hitam Teknik Pengumpulan Data
Parameter peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu daya tetas telur (%) dengan menggunakan rumus (Fajrin, 2012)
𝐃𝐚𝐲𝐚 𝐓𝐞𝐭𝐚𝐬 (%) = 𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐓𝐞𝐥𝐮𝐫 𝐦𝐞𝐧𝐞𝐭𝐚𝐬
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐞𝐥𝐮𝐫𝐮𝐡 𝐭𝐞𝐥𝐮𝐫 × 𝟏𝟎𝟎%)
Data hasil penelitian diolah secara statistik menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
1. Persentase Penetasan Telur Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Presentase telur yang menetas pada kakaban tali rafia dengan warna yang berbeda ikan mas Cyprinus carpio.dapat dilihat pada gambar 4 berikut.
Gambar 4. Derajat penetasan 0
2 4 6 8 10 12 14 16
Merah(A) Hijau(B) Biru (C) Hitam(D)
Rataan perlakuan 13,47 14,3 12,88 15,58
persen(%)
27 Pada Gambar 4 menunjukan presentase telur yang menetas pada ikan mas C. Carpio tertinggi terdapat pada perlakuan D yaitu 15.83% dari 2380 telur yang diuji, diikuti perlakuan B sebanyak 14.3% kemudian pada perlakuan A sebanyak 13.47% dan perlakuan C 12.88% yg merupakan perlakuan terendah.
Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa warna kakaban yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap penetasan telur ikan mas (C. capio).
2. Kualitas Air
Pengukuran kualitas air yang dilakukan selama penelitian meliputi pegukuran suhu, pH dan DO.
Pengamatan kualitas air ini dilakukan pada waktu pagi, sore, dan malam, dilakukan selama 5 hari penelitian.
Kisaran parameter kualitas air yang diamati pada gambar berikut Tabel 3. Data Parameter Kualitas Air
Perlakuan
Parameter Kualitas air
Suhu pH DO
Merah (A)
27 -29 ̊C 8,12 7-8 ppm
Hijau (B)
27 -29 ̊C 8,35 7-8 ppm
Biru (C)
27 - 28 ̊C 8,15 7-8 ppm
Hitam (D)
28 -29 ̊C 8,46 7-8 ppm
Kisaran 27 -29 ̊C 8,12-8,46 7- 8 ppm
Referensi Sunarma (2004) 22-34˚C
Sunarma (2004)
6-9 Sunarma (2004) > 1 ppm
Pembahasan
Hasil penelitian pengaruh warna kakaban berbeda terhadap penetasan telur ikan mas (C. carpio) menunujukkan hasil yang tidak berbeda nyata, tetapi secara deskriptif penetasan telur tertinggi terdapat pada perlakuan D yaitu 15.83%, hal ini diduga terjadi karena warna hitam dapat menyerap suhu dari warna lain, tidak memantulkan cahaya dan terlihat rimbun dari perlakuan lain, hal tersebut sesuai dengan pendapat Tyas, W. (2019) menyatakan bahwa benda berwarna gelap akan menyerap semua panjang gelombang dan tidak memantulkannya. karena tidak dipantulkan kembali, cahaya yang terserap tadi akan berubah menjadi bentuk lain, yaitu menjadi panas. Sedangakan perlakuan terendah ada pada perlakuan C yaitu 12.88% hal ini diduga sifat dari warna biru itu sendiri tidak menyerap panas melainkann memantulkan cahaya hingga terasa lebih terang dan dingin hal ini sesuai dengan pendapat Rochman. S, dkk (2013) bahwa pantulan warna biru menimbulkan nuansa kecerahan dalam perairan sekitar, selanjutnya menurut Nimah. Q. (2020). Menyatakan bahwa pada warna yang terang akan mempunyai daya lepas kalor yang lebih rendah jika dibandingkan dengan warna yang agak gelap.
Daya tetas telur pada perlakuan B yaitu 14.3% dan perlakuan A yaitu 13.47%. Hal ini diduga warna yang digunakan yaitu hijau mendekati warna hitam terlihat kusam dan agak gelap sehingga penyerapan cahaya nya menjadi menjadi lebih bagus dari warna yang lain dan tingkat penetasannya tinggi setelah warna hitam sedangkan pada warna merah hampir sama dengan sifat warna biru yang seperti memantulkan cahaya sehingga terlihat terang pada saat penelitian. Hal ini ini sesuai dengan pendapat Nimah. Q (2020). Menyatakan bahwa warna yang gelap dan kusam (seperti warna hitam, ungu, hijau dan jingga) akan menyerap kalor, radiasi lebih cepat daripada warna yang terang dan mengkilap (seperti warna putih, kuning, biru, dan merah). Sementara pada proses pelepasan kalor akan sama dengan proses penyerapan kalor, dimana warna yang lebih gelap akan lebih cepat melepaskan kalor dibandingkan dengan warna yang terang.
Rendahnya penetasan telur pada penelitian ini yaitu tidak melebihi 50% dari 2380 telur ikan mas (C.
carpio), diduga karena pengaruh suhu Menurut Widiyati (1992) telur yang telah dibuahi akan berkembang dan menetas dengan normal jika didukung oleh kondisi lingkungan yang baik, lingkungan dimaksud antara lain, kadar oksigen yang cukup, suhu yang sesuai dan air bersih yang bebas mikroorganisme yang dapat mematikan telur. sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekitarnya. Selain itu factor yang menyebabkan rendahnya
28 daya tetas telur diduga karena tekstur dari dari kakaban itu sendiri, menurut Tommy P. M. dkk.,(2013) substrat tali rafia bahannya tidak alami, bertekstur licin, dan mengandung zat kimia dari gugusan polyamida karena bahannya berasal dari nylon, polyolefin, polyester asumsi ini sejalan dengan penelitian (Wahyuningsih, 2012) kandungan zat kimia yang terdapat pada tali rafia dapat menghambat perkembangan embrio pada masa inkubasi telur. Dan adapun faktor lainya seperti organisme lain didalam wadah sehingga mampu menghambat penetesan telur ikan mas . Pada saat penelitian wadah tidak ditutup dengan waring sehingga banyak jentik nyamuk dan ada juga yang menyerupai kapas pada sela-sela telur ikan mas (C. carpio). Menurut Kurniawan (2012) menyatakan bahwa telur yang terinfeksi oleh jamur ditumbuhi oleh sekumpulan miselium jamur yang menyerupai benang-benang halus seperti kapas, selain itu telur juga berwarna putih keruh. Nama jamur ini disebutkan oleh Mahyudin (2020). Jenis jamur yang biasa menyerang telur ikan adalah Saprolegnia sp. Cara kerja jamur ini membuat telur yang awalnya terlihat bagus menjadi kusam dan tidak transparan. Hal ini juga dijelaskan Sofyatuddin dkk.,( 2016) menyatakan bahwa telur ikan mas yang terserang jamur berupa telur yang tidak terbuahi yaitu telur yang kehilangan transparansinya atau keruh akibat kuning telur yang pecah dan menutupi ruang. Kemudian menurut Suyanto dan Rachmatun, (2006) menyatakan bahwa jamur ini akan menulari telur yang sehat.
Menurut Gusrina,( 2008). sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekitarnya. Selain dipengaruhi faktor dalam juga dipengaruhi oleh faktor luar, yaitu kualitas air dalam media penetasan Gusrina,( 2008). Pada saat penelitian penetasan telur ikan mas (Cyprinus carpio) membutuhkan waktu 3 hari untuk menetas hal ini diduga karna suhu kurang tinggi yang mengakibatkan respon metabolisme nya kurang, hal ini sama dengan pernyataan Sumantadinata (1983) bahwa telur ikan mas menetas setelah 36-48 jam atau antara 2-3 hari dari pembuahan. Sukendi (2003), menambahkan bahwa penetasan telur akan lebih cepat pada suhu tinggi karena pada suhu tinggi proses metabolisme akan terjadi lebih cepat sehingga perkembangan embrio juga akan lebih cepat dan pergerakan embrio dalam cangkang akan lebih intensif sehingga penetasan lebih cepat.
Berdasarkan data hasil penelitian mengenai pengamatan kualitas air selama proses penetasan telur, menghasilkan nilai kualitas air yang sesuai untuk parameter penetasan telur seperti yang dilkukan peneliti sebelumnya. Parameter tersebut antara lain suhu, pH dan DO. Nilai kualitas air media penetasan selama proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 5. Suhu air selama lima hari penelitian berkisar 27 – 290C, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunarma (2004) yang meyatakan bahwa kisaran suhu normal untuk penetasan telur adalah 22°- 34°C. Pegukuran suhu dilkakukan pada pagi, siang dan malam hari.
Perbedaan suhu saat dilakukan pengecekan pada pagi, siang dan malam hari tidak terlalu berbeda dan kalaupun ada perbedaan tidak signifikan. Menurut Alfionita, et al.,( 2019), perbedaan suhu pada pagi hari dan sore hari disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya karena adanya perbedaan waktu pengamatan dan kedalaman air yang diukur.
Selain suhu, oksigen terlarut juga termasuk parameter yang perlu diukur dalam penelitian penetasan telur ikan mas (C.carpio) terhadap warna kakaban yang berbeda, hal ini juga dikatakan oleh mahyudin,et.al., (2020). Oksigen terlarut (dissolved oxygen) adalah salah satu parameter kualitas air yang berpengaruh dalam kegiatan akuakultur, baik pada tahap pembenihan maupun pembesaran. Hasil pengukuran DO (dissolved oxygen) selama penelitian menunjukkan bahwa nilai oksigen terlarut pada media penetasan telur ikan mas Cyprinus carpio kisaran 7 – 8 ppm, kisaran ini terbilang normal dan hal ini juga dikatakan oleh Zonneveld et al., (1991) menyatakan bahwa oksigen terlarut minimal 5 ppm dan dilanjutkan dengan menurut Poto, L. M. A.
(2019) oksigen terlarut dalam air penetasan telur ikan mas adalah 6 – 8 ppm. Oksigen terlarut ini berasal dari aerasi yang sudah terpasang sebelum penebaran telur ikan mas dan hal ini dilanjutkan Herianto, et al., (2019) menyatakan bahwa aerasi berfungsi untuk menyuplai oksigen masuk ke dalam air sehingga konsentrasi oksigen dalam air dapat terpenuhi.
Parameter yang diukur selanjutnya adalah derajat keasaman (ph) pengukuran dilakukan dua kali selama penelitian yaitu hari pertama dan ketiga hasil dari pengukuran ph berkisar 7 – 8 masih bisa dikatakan normal dan ditoleransi untuk penetasan telur ikan mas, hal ini hampir sama yang dikatakan Poto, L. M. A.
(2019) Kualitas air lainnya untuk penetasan telur ikan mas adalah suhu 26- 300C, pH 6-8, amonium 0,1 ppm.
dan dilanjutkan dengan pernyataan Sunarma (2004) menyatakan bahwa kisaran pH optimum yaitu 6-9.
KESIMPULAN
Derajat penetasan telur ikan mas (C. carpio) tertinggi pada perlakuan D (Tali Rafia Warna Hitam) yaitu 15.83%, diikuti perlakuan B (Tali Rafia Warna Hijau) sebanyak 14.3% kemudian pada perlakuan A (Tali Rafia Warna Merah) sebanyak 13.47% dan perlakuan C (Tali Rafia Warna Biru) 12.88%.
29 DAFTAR PUSTAKA
Arifah. 2009. “Modul Dasar Busana”. Jurusan pendidikan Tata Busana Fakultas pendidikan teknologi dan kejuruan : Universitas Pendidikan Indonesia
Fransiska, Pramita. 2010. Analisis Pengaruh Kualitas produk dan Kualitas Layanan dan Persepsi Harga Terhadap Kepuasan Pelanggan Air Minum Kemasan. Skripsi. UniversitasDiponegoro.
Fajrin CN. 2012. Penambahan Ekstrak Tauge Dalam Pakan Untuk Meningkatkan Keberhasilan Pemijahan Ikan Mas Koki (Carassius uaratus). Jurnal Perikanan Dan Kelautan, Vol 3. No 3. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, UNPAD
Herianto, Amirah dan Patang. 2019. Pengaruh Penambahan Tepung Daun Singkong (Manihot Utillisima) pada Pendederan Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus) Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Dan Sintasan. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian. Vol. 5 Suplemen 2019: S169 – S182.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 3 Untuk sekolah Menengah Kejurua. Departemen Pendidikan Nasional.
Jakarta
Khairuman, dan Amri. 2014. Buku Pintar, Sukses Bisnis Pembenihan Ikan Konsumsi. tp., tt.
Khairuman, Susenda, Gunadi. 2007. Budidaya Ikan Mas Secara Intensif., Agromedia, Jakarta.
Kurniawan, A. 2012. Penyakit akuatik. UBB Press, Bangka Belitung.
Mahyuddin. Husain, S. Amirah, M. 2020. Pengaruh Perendaman Telur Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) dalam Larutan Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) terhadap Daya Tetas Telur. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Vol 6 (1) : 23-32.
Meilani. 2013. Teori Warna : Penerapan Lingkungan Warna dalam Berbusana.
Nimah. Q. 2020. Pengaruh warna terhadap kecepatan perubahan suhu.
https://www.academia.edu/31850437/PENGARUH_WARNA_TERHADAP_KECEPATAN_PER UBAHAN_SUHU. Diunduh pada hari sabtu tanggal 12 september 2020 jam 20.00 WITA.
Poto, L. M. A. (2019). Menetaskan telur. Modul Diklat Berbasis Kompetensi Budidaya Ikan Air Tawar. 77 Hal.
Poto, L. M. A. (2019). Menetaskan telur. Modul Diklat Berbasis Kompetensi Budidaya Ikan Air Tawar. 77 Hal.
Rochman S, Ely N, Hariyano, La Darto. 2013. Pemeliharaan benih ikan hias mandarin (Synchiropus splendidus) dengan warna wadah yang berbeda.
Saprianto, C. 2010. Usaha Ikan Konsumsi Lahan 100 m2 . Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 47.
Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Buku. Kanisius. Malang. 267 P.
Saputra, S.D. 2011. Aplikasi Sistem Resirkulasi Air Terkendali (SRAT) pada Budidaya Ikan Mas (Cyprinus carpio). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hal. 5-27.
Sofyatuddin, K. Irma, D. Mawardah. 2016 Ekstrak daun Avicennia marina sebagai anti jamur pada telur ikan mas, Cyprinus carpio. Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh,
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sukendi. 2003. Vitelogenesis dan Manipulasi Fertilisasi pada Ikan. Bagian bahan matakuliah reproduksi ikan Jurusan Budidaya Perairan Faklutas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru.
Sumantadinata K. 1983. Pengembangbiakan Ikan-Ikan Peliharaan di Indonesia. Sastra Hudaya. P 117 hal.
Sunarma, A. 2004. Peningkatan Produktivitas Usaha Lele (Clarias sp.). Bandung: Departeman Kelautan dan Perikanan.
Sunarma, A. 2004. Peningkatan Produktifitas Usaha Lele Sangkuriang (Clarias sp.). Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Sukabumi.
Hal. 1- 6.
Suyanto, S. Rachmatun. 2006. Budidaya ikan lele. Penebar Swadaya, Jakarta. 100p.
Tommy P M, D Bakti Dan Nurmantias. 2013. Pembenihan Ikan Mas (Caranasius auratus) Dengan Menggunakan Berbagai Subrat. Jurnal Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara. Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Sumatera Utara
Substrat Penempel Telur Terhadap Tingkat Keberhasilan Pemijahan Ikan Maskoki (Carassius auratus). Jurnal Perikanan Unram, Volume 1, No. 1. Universitas Mataram. Mataram.
Wahyuningsih, s. 2012. Pengaruh Jenis Subtrat Penempel Telur Terhadap Tingkat Keberhasilan Pemijahan Ikan Komet (Carasius auratus). Jurnal Perikanan Unram, Volume 1, No 1. Universitas Mataram.
Zonneveld. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta