SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Manajemen
Diajukan oleh :
VIAN AYU ISWANA PUTRI
0612010062/FE/EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
LINGKUNGAN KERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA PADA PT.TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk
DI SURABAYA
Yang diajukan
Vian Ayu Iswana Putri
NPM. 0612010062 / EM
Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi :
Pembimbing Utama
Sugeng Purwanto, SE, MM. Tanggal………
Mengetahui
Ketua Progdi Manajemen
ANALISIS PENGARUH WORK FAMILY CONFLICT, KEPUASAN KERJA, DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA PADA
PT.TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk DI SURABAYA
Yang diajukan
Vian Ayu Iswana Putri
NPM. 0612010062 / EM
disetujui untuk Ujian Lisan oleh
Pembimbing Utama
Sugeng Purwanto, SE, MM. Tanggal………
Mengetahui Wakil Dekan I
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Dengan memanjatkan puji syukur kepada ALLAH SWT, Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang. Dan Sholawat serta salam penyusun panjatkan ke
hadirat Nabi Muhammad SAW, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul
“ ANALISIS PENGARUH WORK FAMILY CONFLICT, KEPUASAN
KERJA DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA
PADA PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk DI SURABAYA ” dapat
diselesaikan dengan baik.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat
penyelesaian studi pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen,
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Pada kesempatan ini
penyusun ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberi bimbingan, petunjuk serta bantuan baik spiritual maupun materiil,
khususnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. H. Dhani Ichsanudin Nur, SE, MM, selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS, selaku Ketua Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur.
ii menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh dosen yang telah membagikan ilmunya dan pengalaman yang tidak
terlupakan, staff dan karyawan yang telah membantu dalam proses kuliah.
6. Papa dan Mama terima kasih atas dukungan dan doanya. Aku akan selalu
membuatmu bahagia. Tidak akan kulupakan semua jasa- jasamu.
7. Mas dan Adikku terimakasih atas semua yang telah kau berikan.
8. Teman-temanku semua yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu makasih
banget ya, karena dukungan kalian aku bisa menyelesaikan skripsi ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dan menyediakan waktunya demi
terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
terimakasih atas dukungannya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dalam isi
maupun penulisannya, oleh karena itu semua kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaanpenulisan selanjutnya.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca baik sebagai
bahan kajian maupun sumber informasi, serta bermanfaat bagi semua pihak.
Semoga Allah SWT berkenan memberikan balasan, limpahan, berkah,
Rahmat dan karunia –Nya, Amin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.
Surabaya, Agustus 2010
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ...viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
ABSTRAKSI ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ... 8
2.2. Landasan Teori ... 10
2.2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia ... 10
2.2.1.1.Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia ... 11
2.2.1.2.Peranan Manajemen Suber Daya Manusia Dalam Perusahaan ... 14
2.2.1.3.Tujuan dan Fungsi Manajemen Sumber Daya
Manusia ... 15
2.2.2. Pengertian Kedisiplinan ... 16
2.2.2.1.Tujuan Pembinaan Disiplin Kerja ... 17
2.2.2.2.Langkah-Langkah Kedisiplinan ... 18
2.2.2.3.Macam-Macam Tindakan Pendisiplinan ... 19
2.2.2.4.Kedisiplinan Kerja ... 22
2.2.2.5.Tipe Kegiatan Kedisiplinan ... 24
2.2.3. Pengertian Work Family Conflict ... 25
2.2.3.1. Indikator Work Family Conflict ... 28
2.2.4. Pengertian Kepuasan Kerja ... 29
2.2.4.1.Teori-Teori Kepuasan Kerja ... 30
2.2.4.2.Indikator-Indikator Kepuasan Kerja ... 33
2.2.4.3.Tujuan dari Kegunaan Penilaian Kepuasan Kerja ... 34
2.2.5. Pengertian Lingkungan Kerja ... 37
2.2.5.1. Indikator-Indikator Lingkungan Kerja ... 40
2.2.6. Pengaruh Work-Family Conflict Terhadap Disiplin Kerja Karyawan ... 42
2.2.7. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Disiplin Kerja Karyawan ... 43
2.2.8. Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Disiplin Kerja Karyawan ... 43
2.3. Kerangka Konseptual ... 45
2.4. Hipotesis ... 46
BAB III METODE PENELITIAN ... 47
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Sampel ... 47
3.1.1. Definisi operasional ... 47
3.1.2. Pengukuran Variabel ... 50
3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 50
3.2.1. Populasi ... 51
3.2.2. Sampel ……….. 51
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 52
3.3.1 Pengumpulan Data ……… . 53
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 53
3.4.1. Asumsi Model (Structural Equation Modeling) ... 57
3.4.2. Uji Kesesuaian Model Goodness of Fit Index ... 60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 64
4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan ... 64
4.1.2. Bidang-Bidang Usaha ... 65
4.1.3. Visi dan Misi Perusahaan ... 67
4.1.3.1. Visi Perusahaan ... 67
4.1.3.2. Misi Perusahaan ... 67
4.1.4. Sasaran dan Inisiatif Strategis Perusahaan ... 67
4.1.4.1. Sasaran Perusahaan ... 67
4.1.4.2. Inisiatif Strategis Perusahaan ... 68
4.1.5. Lokasi Perusahaaan ... 68
4.1.6. Struktur Organisasi ... 69
4.1.7. Tugas dan Wewenang ... 70
4.2 Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 71
4.3. Deskripsi Hasil Penelitian ... 72
4.3.1. Deskripsi Work Family Conflict ... 72
4.3.2. Deskripsi Kepuasan Kerja ... 73
4.3.3. Deskripsi Lingkungan Kerja ... 74
4.3.4. Deskripsi Disiplin Kerja ... 75
4.4. Deskripsi Hasil Analisis dan Uji Hipotesis ... 76
4.4.1. Asumsi Model ... 76
4.4.1.1. Evaluasi atas Outlier ... 76
4.4.1.2. Uji Reliabilitas ... 78
4.4.1.3. Uji Validitas ... 79
4.4.1.4. Uji Construct Reliability & Variance Extrated . 80 4.4.1.5. Uji Normalitas Sebaran dan Linieritas ... 82
4.4.1.6. Deteksi Multicollinierity dan Singularity ... 83
4.4.2. Pengujian Model dengan One Step Approach ... 84
4.4.3. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal ... 86
4.5. Pembahasan ... 87
vii
4.5.1. Pengaruh Variabel Work Family Conflict Terhadap
Variabel Disiplin Kerja Karyawan ... 88
4.5.1. Pengaruh Variabel Kepuasan Kerja Terhadap Variabel Disiplin Kerja Karyawan ... 89
4.5.1. Pengaruh Variabel Lingkungan Kerja Terhadap Variabel Disiplin Kerja Karyawan ... 90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 92
5.1. Kesimpulan ... 92
5.2. Saran ... 92
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. : Absensi Karyawan PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA,
Tbk SURABAYA ( Bulan Januari – Desember 2009 ) ... 3
Tabel 3.1. : Goodness of Fit Indices... 3
Tabel 4.1. : Karakteristik Responden Berdasar Jenis Kelamin ... 71
Tabel 4.2. : Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Work Family Conflict (X1) ... 72
Tabel 4.3. : Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Kepuasan Kerja (X2) ... 73
Tabel 4.4. : Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Lingkungan Kerja (X3) ... 74
Tabel 4.5. : Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Disiplin Kerja (Y) ... 76
Tabel 4.6. : Hasil Pengujian Outlier Multivariate ... 77
Tabel 4.7. : Hasil Pengujian Reliability Consistency Internal ... 78
Tabel 4.8. : Hasil Pengujian Validitas ... 79
Tabel 4.9. : Construct Reliability & Variance Extrated ... 81
Tabel 4.10. : Hasil Pengujian Normalitas ... 82
Tabel 4.11. : Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Base Model ... 85
Tabel 4.12. : Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Eliminasi ... 86
Tabel 4.13. : Uji Kausalitas ... 87
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. : Kerangka Konseptual ... 45
Gambar 3.1. : Contoh Model Pengukuran Faktor Work Family Conflict ... 54
Gambar 3.2. : Contoh Model Pengukuran Faktor Kepuasan Kerja ... 55
Gambar 3.3. : Contoh Model Pengukuran Faktor Lingkungan Kerja ... 56
Gambar 3.4. : Contoh Model Pengukuran Faktor Disiplin Kerja ... 57
Gambar 4.1. : Struktur Organisasi PT. Telekomunikasi Indonesia,Tbk Surabaya ... 69
Gambar 4.2. : Model Pengukuran Kausalitas One Step Approach Base Model 84 Gambar 4.3. : Model Pengukuran Kausalitas One Step Approach Eliminasi .. 85
Vian Ayu Iswana Putri
Abstraksi
Indonesia sebagai negara berkembang semakin giat melakukan pembangunan, baik pembangunan di sektor ekonomi maupun sektor-sektor lainnya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Manusia sebagai makhluk sosial mampu bereaksi serta mampu menimbulkan pengaruh positif maupun pengaruh negatif bagi lingkungannya. Perusahaan dituntut untuk memahami bahwa kehidupan berkeluarga dan pekerjaan telah berubah dan tidak merupakan dua hal yang terpisah. Jumlah wanita bekerja dan pasangan yang bekerja telah meningkatkan hubungan ketergantungan antara pekerjaan dan keluarga dan mendorong konflik antara tuntutan pekerjaan dan keluarga yang disebut work-family conflict. Tujuan dalam penelitian ini untuk membuktikan pengaruh work-family conflict, kepuasan kerja dan lingkungan kerja terhadap disiplin kerja pada PT. Telekomunikasi Indonesia, tbk di Surabaya
Penelitian ini menggunakan variabel Work family conflict (X1), Kepuasan
kerja (X2), Lingkungan kerja (X3) serta variabel Disiplin kerja (Y). Cara
pengukuran variabel dengan menggunakan skala semantic defferential. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan wanita PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk, Surabaya dengan jumlah 760 orang. Sampel penelitian adalah karyawati yang sudah menikah dan bekerja lebih dari 1 tahun yang berjumlah 110 orang, dengan metode pengambilan sampel non probabilitas. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari penyebaran kuesioner. Metode pengumpulan data melalui kuesioner dan wawancara. Teknik analisis data menggunakan analisis pemodelan S.E.M (structural Equition Modeling) dengan menggunakan bantuan Program Komputer AMOS 4.0.
Berdasarkan hasil pengujian, dapat diambil kesimpulan bahwa berdasarkan tingkat probabilitas arah hubungan kausal, hipotesis yang menyatakan bahwa work family conflict berpengaruh negatif terhadap disiplin kerja tidak dapat diterima. Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa berdasarkan tingkat probabilitas arah hubungan kausal, hipotesis yang menyatakan bahwa faktor kepuasan kerja dan lingkungan kerja berpengaruh positif terhadap faktor disiplin kerja dapat diterima.
Keywords : Work Family Conflict, Kepuasan Kerja, Lingkungan Kerja, Disiplin Kerja.
1.1. Latar Belakang Masalah
Perubahan pasar global yang cepat, persaingan bisnis yang
semakin ketat di segala sektor, serta perubahan lingkungan yang cenderung
radikal yang terjadi hampir pada semua aspek kehidupan manusia sebagai
dampak globalisasi, yang telah menimbulkan pergeseran dan paradigma
baru. Perubahan-perubahan tersebut disatu sisi merupakan ancaman bagi
kelangsungan hidup perusahaan, tetapi disisi lain justru memunculkan
peluang - peluang bagi suatu perusahaan yang digunakan untuk
mengembangkan bisnisnya. Kondisi tersebut merupakan kekuatan
pendorong bagi suatu organisasi dan para pelaku ekonomi untuk
melakukan transformasi dalam setiap kegiatan usahanya agar dapat
mengikuti, menyesuaikan dan memanfaatkan setiap peluang dan tantangan
yang ada serta mengantisipasi setiap ancaman yang ada.
Sumber daya alam juga termasuk merupakan salah satu modal
terpenting bagi perusahaan dan sangat berpengaruh bagi perkembangan dan
keberadaan perusahaan, kesulitan-kesulitan dalam mengelola sumber daya
menjadi kendala bagi perusahaan karena manusia sebagai makhluk sosial
yang unik selalu menampilkan kompleksitas, mampu bereaksi serta mampu
menimbulkan pengaruh positif maupun pengaruh negatif bagi lingkungannya,
disisi lain ia juga dapat terpengaruh dari yang bukan menjadi prinsipnya.
Pada masa-masa kini pemilik perusahaan dituntut untuk bisa
memahami bahwa kehidupan berkeluarga dan pekerjaan telah berubah dan
bukan merupakan dua hal yang terpisah. Perubahan demografi tenaga kerja
seperti peningkatan jumlah wanita bekerja dan pasangan yang keduanya
bekerja telah meningkatkan hubungan ketergantungan antara pekerjaan dan
keluarga, hal ini berpotensi untuk mendorong timbulnya konflik antara
tuntutan pekerjaan dan tuntutan keluarga yang biasa disebut work-family
conflict.
Selain work-family conflict, kepuasan kerja karyawan juga merupakan
faktor penentu didalam keberhasilan suatu perusahaan dimana seorang
manager dituntut bersikap jeli dalam menghadapi masalah ini, sebab
kepuasan kerja berpengaruh terhadap disiplin kerja, dimana semakin tinggi
tingkat kepuasan kerja karyawan maka tingkat absensi dan Labour Turn Over
(LTO) dapat ditekan.
Lingkungan kerja juga sangat berpengaruh terhadap disiplin kerja
karyawan, dimana lingkungan kerja yang kondusif akan membuat para
karyawan merasa nyaman dalam bekerja sehingga rasa malas, jenuh yang
dapat menyebabkan tingginya tingkat absensi dan LTO bisa berkurang.
Kedisiplinan kerja merupakan faktor penentu keberhasilan perusahaan
sehingga apabila diabaikan akan merugikan perusahaan di setiap proses
pencapaian tujuannya. Misalnya rendahnya kemampuan dan kemauan untuk
menyelesaikan tugas, rendahnya semangat kerja dan sebagainya. Menurut
absensi, labour turn over, sering adanya keterlambatan kerja dan adanya
pemogokan tetapi peneliti hanya akan memfokuskan pada dua dari empat
indikator kedisiplinan kerja yang ada yaitu absensi dan labour turn over
(LTO).
Berdasarkan latar belakang diatas, bersama ini penulis sengaja
mengambil penelitian dengan objek penelitian pada perusahaan
telekomunikasi terbesar di Indonesia, yaitu PT. TELEKOMUNIKASI
INDONESIA, TBk. Di Surabaya. Dimana hasil survey yang dilakukan
terhadap perusahaan tersebut diperoleh data tingkat kedisiplinan kerja
karyawan, yang mana data tersebut dapat dilihat dari tingkat absensi sebagai
berikut :
Tabel 1.1. Absensi Karyawan PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk SURABAYA ( Bulan Januari – Desember 2009 )
JANUARI 765 35 95.63 4.38
FEBRUARI 767 33 95.88 4.13
MARET 770 25 96.86 3.14
APRIL 770 25 96.86 3.14
MEI 771 24 96.98 3.02
JUNI 761 34 95.72 4.28
JULI 761 29 96.33 3.67
AGUSTUS 767 23 97.09 2.91
SEPTEMBER 770 20 97.47 2.53
OKTOBER 761 29 96.33 3.67
NOPEMBER 763 27 96.58 3.42
DESEMBER 758 32 95.95 4.05
RATA-RATA 765 28 96.47 3.53
Dari data yang diperoleh dari PT. TELEKOMUNIKASI
INDONESIA, Tbk. DIVRE V Surabaya seperti yang terlihat diatas, bisa
diambil sebuah kesimpulan awal bahwa telah terjadi fluktuasi kehadiran yang
dikawatirkan akan berdampak pada kinerja, karena sebenarnya PT.
TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk, menerapkan toleransi batas
maksimum tingkat absensi karyawan sebesar 3%, tetapi pada kenyataannya
tingkat absensi melebihi batas maksimum yaitu melebihi 3%, hal ini diduga
banyaknya karyawan yang terlambat datang pada waktu jam kerja, karena
adanya konflik antara tanggung jawab pekerjaan dan keluarga yang mana hal
ini dapat mengakibatkan rendahnya kepuasan kerja, meningkatkan absensi,
menurunkan motivasi dan dalam jangka waktu tertentu dapat mengakibatkan
turn over (Abbott, Cieri & Iverson : 1998) dalam Triaryati (2003 : 87), data
terakhir menunjukkan jumlah karyawan secara keseluruhan yang berjumlah
790 orang baik pria dan wanita, dan sebagian besar karyawan tersebut
didominasi oleh karyawan pria dengan jumlah 566 orang dan sisanya adalah
karyawan wanita sejumlah 224 orang. Jumlah karyawan wanita tersebut,
lebih dari setengahnya sudah menikah dengan jumlah 152 orang, sehingga
hal ini sangat memungkinkan terjadinya peningkatan absensi dan turn over.
Kepuasan kerja seorang karyawan akan terjaga dengan baik apabila
karyawan tersebut memiliki motivasi tinggi, kemudian bekerja dengan baik
kemampuannya, dengan begitu karyawan dapat meningkatkan disiplin
kerjanya. Menurut Hasibuan (2000) kepuasan kerja sangat mempengaruhi
tingkat kedisiplinan karyawan, yang berarti bahwa jika kepuasan kerja
diperoleh dari pekerjaan, maka kedisiplinan akan baik dan begitu sebaliknya
jika kepuasan kerja kurang tercapai dari pekerjaannya maka kedisiplinan
akan rendah.
Lingkungan kerja karyawan juga sangat berpengaruh terhadap
disiplin kerja karyawan. Menurut As’ad (1995) tingkah laku manusia timbul
karena adanya rangsangan, tidak ada perilaku yang terjadi karena rangsangan,
semakin besar rangsangan maka akan semakin besar pula tingkah laku yang
ditimbulkan dan salah satu rangsangan tersebut adalah lingkungan, dengan
adanya lingkungan kerja yang baik (nyaman, harmonis dan lain-lain) dapat
juga mempengaruhi tingkat kehadiran karyawan dan selain itu karyawan
dapat menjalankan pekerjaannya dengan baik dan tepat waktu sesuai dengan
ketentuan perusahaan.
Berdasarkan hal-hal yang tersebut di atas, serta mengingatkan akan
pentingnya kebijakan work-family conflict, kepuasan kerja dan lingkungan
kerja yang dapat menunjang pencapaian tujuan perusahaan, maka peneliti
tertarik untuk mengambil judul : Analisis Pengaruh Work-Family Conflict,
Kepuasan Kerja, dan Lingkungan Kerja Terhadap Disiplin Kerja pada
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah work-family conflict berpengaruh terhadap disiplin kerja karyawan
PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk di Surabaya?
2. Apakah kepuasan kerja berpengaruh terhadap disiplin kerja karyawan PT.
TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk di Surabaya?
3. Apakah lingkungan kerja berpengaruh terhadap disiplin kerja karyawan
PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk di Surabaya?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk membuktikan pengaruh work-family conflict terhadap disiplin kerja
karyawan PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk di Surabaya.
2. Untuk membuktikan pengaruh kepuasan kerja terhadap disiplin kerja
karyawan PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk di Surabaya.
3. Untuk membuktikan pengaruh lingkungan kerja terhadap disiplin kerja
karyawan PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk di Surabaya.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Merupakan kesempatan yang berguna untuk mengaplikasikan teori-teori
yang diperoleh di bangku kuliah pada perusahaan tempat dilakukannya
2. Bagi lembaga
Dapat menambah perbendaharaan karya tulis sebagai dasar dalam
pengembangan program perkuliahan di Universitas Pembangunan
Nasional “VETERAN” Jawa Timur.
3. Bagi perusahaan
Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk pengambilan
kebijaksanaan yang berhubungan dengan masalah kedisiplinan
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
1. Penelitian terdahulu pernah dilakukan oleh Nyoman Triaryati merupakan
salah satu bahan masukan untuk penelitian ini, dimana jurnal tersebut
berjudul “Pengaruh Adaptasi Kebijakan Mengenai Work-Family Conflict
terhadap Absen dan Turn Over”.
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
Ternyata ketidakmampuan perusahaan untuk mengadaptasi kebijakan
yang diperlukan oleh karyawannya, dalam hal ini work-family conflict
dapat mengakibatkan stress dan ketidakpuasan yang kemudian
berpengaruh pada keputusan ketidakhadiran karyawan dan dalam waktu
tertentu dapat mengakibatkan turn over karyawan atau mendasari
keputusan berhenti bekerja bagi karyawan.
2. Selain itu penelitian juga pernah dilakukan oleh Muhaimin, yang mana
jurnal tersebut berjudul “Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dengan
Disiplin Kerja Karyawan Operator Shawing Computer Bagian Produksi
Pada PT Primarindo Asia Infrastruktur Tbk Di Bandung”. Penelitian ini
menggunakan analisis Rank Sperman (rs).
Penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling, subjek yang menjadi sampel penelitian memenuhi
karakteristik tertentu sebanyak 42 orang. Skala pengukuran yang
digunakan summated ratings dari likert. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara kepuasan kerja dengan
disiplin kerja Karyawan Operator Shawing Computer Bagian Produksi
Pada PT Primarindo Asia Infrastruktur Tbk Di Bandung.
3. Menurut hasil penelitian dari Herdiany yang berjudul “Pengaruh konflik
peran dan stress kerja terhadap kinerja karyawan” adalah diketahui
bahwa konflik peran dan stress kerja berpengaruh signifikan negatif
terhadap kinerja karyawan yang artinya semakin tinggi konflik peran dan
stress kerja maka akan berdampak pada menurunnya kinerja karyawan
secara signifikan dan sebaliknya
4. Soedjono (2005) dengan judul “Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap
Kinerja Organisasi dan Kepuasan Kerja Karyawan pada Terminal
Penumpang Umum di Surabaya”. Penelitian ini menggunakan analisis
Structural Equation Modeling (SEM).
Penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
proportional random sampling, dengan rincian Kantor Terminal 20
orang, Purabaya 99 orang, Tambak Oso Wilangun 29 orang, dan
Joyoboyo Bratang 51 orang. Setelah dilakukan seleksi terhadap daftar
isian angket yang terkumpul, ternyata angket yang terkena outliers tidak
memenuhi persyaratan untuk diproses olah berjumlah 13 angket,
sehingga sisanya tinggal 186 angket.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan
dari budaya organisasi terhadap kinerja organisasi, ada pengaruh
signifikan dari budaya organisasi terhadap kepuasan pelanggan, tidak
ada pengaruh langsung dari budaya organisasai yang diarahkan pada
kinerja organisasi terhadap kepuasan karyawan.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Keberhasilan pengelolaan suatu perusahaan sangat ditentukan oleh
kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia. Beberapa pendapat
mengenai pengertian manajemen sumber daya manusia adalah sebagai
berikut :
Menurut Handoko (1998; 4) menyatakan bahwa : “Manajemen
sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan,
pemeliharaan dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik
tujuan individu maupun organisasi.”
Selanjutnya menurut Hasibuan (2000; 193), MSDM adalah ilmu
dan seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif
dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan
masyarakat.
Menurut Sucius, manajemen personalia adalah lapangan
manajemen yang bertalian dengan perencanaan, pengorganisasian, dan
pengendalian bermacam-macam fungsi pengadaan, pengembangan,
pemeliharaan dan pemanfaatan tenaga kerja sedemikian rupa sehingga
Menurut Flippo (1996 : 5), manajemen personalia adalah
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan
kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi,
pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar
tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat.
Menurut Handoko (1998 : 13) mendefinisikan manajemen
personalia sebagai penarikan, seleksi, pengembangan, penggunaan dan
pemeliharaan sumber daya manusia oleh organisasi.
Pendapat teoritis di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen
personalia adalah suatu usaha untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
diterapkan dengan menggunakan fungsi manajemen dan
fungsi-fungsi operasional secara efektif.
2.2.1.1.Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia
Sesuai dengan pengertian manajemen sumber daya manusia yang
telah dijelaskan, manajemen personalia menitikberatkan pembahasan pada
persoalan-persoalan yang menyangkut manusia dalam suatu organisasi
dimulai dari penarikan tenaga kerja, pengembangan, pemberian
kompensasi serta mengatasi konflik dalam perusahaan dan lain
sebagainya.
Tugas dan tanggung jawab manajemen personalia pada besar
kecilnya perusahaan menurut Manullang (2001; 11) bahwa ; Masalah
langsung mengenai fungsi personalia dalam masing-masing bidang adalah
manager setiap bidang usaha yang bersangkutan.
Dilihat dari fungsi dasar manajemen maka fungsi manajemen
personalia terbagi atas 2 kelompok fungsi yaitu :
a. Fungsi manajemen
1) Perencanaan
Perencanaan untuk manajemen personalia berarti menentukan
terlebih dahulu program personalia untuk membantu tujuan
personalia.
2) Pengorganisasian
Organisasi merupakan alat untuk merencanakan tujuan, jika
perusahaan sudah menentukan fungsi-fungsi yang akan dijalankan
manajemen personalia haruslah membantu organisasi dengan
merancang susunan dari berbagai hubungan antara jabatan
personalia dengan faktor-faktor fisik.
3) Pengarahan
Setelah fungsi perencanaan dan pengorganisasian maka fungsi
selanjutnya adalah mengusahakan agar karyawan mau bekerja
lebih semangat.
4) Pengawasan
Pengawasan disini merupakan suatu fungsi dari manajemen
mengoleksinya bila terdapat penyimpangan, bila perlu
menyesuaikan kembali sesuai dengan rencana yang telah dibuat
b. Fungsi operasional
1) Pengadaan
Fungsi ini berhubungan erat dengan perencanaan program
penarikan tenaga kerja, penentuan jumlah tenaga kerja dan kualitas
tenaga kerja serta penyelesaian penempatannya.
2) Pengembangan
Fungsi ini adalah pengembangan dalam arti meningkatkan
pengetahuan keterampilan tenaga kerja melalui pelatihan dan
pendidikan untuk meningkatkan produktivitas karyawan.
3) Pemberian Kompensasi
Maksudnya adalah pemberian imbalan atau pengharapan secara
adil dan layak bagi karyawan atas jasa yang telah diberikan untuk
mencapai tujuan perusahaan.
4) Pengintegrasian
Adalah penyesuaian antara keinginan dari tiap-tiap karyawan
dengan keinginan organisasi/perusahaan serta masyarakat. Karena
itu dalam pembuatan kebijaksanaan perlu dipertimbangkan.
5) Pemeliharaan
Merupakan mempertahankan dan mengembangkan kondisi fisik
serta memelihara sikap karyawan menguntungkan bagi karyawan.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen
sumber daya manusia adalah manajemen yang menitikberatkan
operasional dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih
dahulu.
2.2.1.2.Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Perusahaan
Manusia merupakan sumber daya yang paling penting bagi
organisasi dalam usaha mencapai keberhasilan, sumber daya manusia
menunjang organisasi dengan karya, bakat, kreativitas dan dorongan.
Betapapun sempurnanya aspek teknologi dan ekonomi yang dimiliki,
tanpa aspek manusia tidak mungkin tujuan-tujuan organisasi dapat dicapai.
Dewasa ini masyarakat telah menunjukkan perhatian yang
meningkat terhadap aspek manusia tersebut, dimana nilai-nilai
kemanusiaan (Human Values) harus ditempatkan lebih tinggi dari aspek
atau faktor-faktor produksi lainnya.
Mengenai sumber daya manusia atau tenaga kerja menurut
Moekijat (1987 : 18) dinyatakan bahwa: "Tenaga kerja adalah tiap orang
yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar
hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat".
Sedangkan Sumber Daya Manusia suatu Tenaga Kerja menurut
Martoyo (1994 : 61) adalah sebagai berikut: Pengertian dari teori tersebut
mencerminkan kualitas usaha yang ditunjukkan oleh seseorang dalam
waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa dalam rangka
memenuhi kebutuhan masyarakat. Pengertian yang lain adalah merupakan
mampu melakukan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis, yaitu dapat
menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Sehubungan sumber daya manusia mampu melakukan kegiatan
untuk menghasilkan barang dan jasa, dimana hasil tersebut merupakan
tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan, maka keberadaan sumber daya
manusia diperlukan oleh perusahaan, dan sumber daya manusia juga
membutuhkan perusahaan, agar dengan kegiatannya tersebut diperoleh
penghasilan atau keuntungan.
Untuk menghasilkan apa yang diharapkan oleh perusahaan, maka
para pekerja tersebut didayagunakan melalui proses kegiatan bekerja yang
dibebankan kepada mereka, seperti yang dikemukakan oleh Hasibuan
(2000 : 67) sebagai berikut: "Bekerja adalah melakukan kegiatan dengan
maksud memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit
tujuh jam dalam satu minggu waktu bekerja, harus berurutan dan tidak
terputus".
2.2.1.3.Tujuan dan Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Adapun tujuan manajemen sumber daya manusia menurut
Handoko (1998:273) adalah:
a) Meningkatkan rasa kepuasan, pengetahuan tentang perubahan
kebijaksanaan dan peraturan-peraturan perubahan yang sesuai dengan
harapan manajemen, produktivitas melalui penyempurnaan
keterampilan serta meningkatkan rasa tanggungjawab kesetiaan dan
b) Pengurangan pemborosan, ketidakhadiran pegawai, biaya lembur,
pemeliharaan mesin, kecelakaan dan mengurangi keterampilan,
teknologi dan kepengurusan.
c) Menimbulkan kerja yang baik
d) Memperbaiki metode dan sistem kerja.
e) Membina karyawan yang mudah untuk regenerasi dan kelestarian
pimpinan perusahaan.
f) Mengembangkan keterampilan baru, pengetahuan pengertian dan
sikap.
Sedangkan bidang manajemen sumber daya manusia mempunyai
dua fungsi pokok, dimana fungsi pertama berkaitan dengan fungsi kedua :
a) Untuk menjalin kerjasama dalam pengembangan dan administrasi
berbagai kebijaksanaan yang mempengaruhi orang-orang membentuk
organisasi, dan
b) Untuk membantu para manajer mengelola sumber daya manusia.
Dengan adanya saling ketergantungan antara kepentingan pekerja
dan kepentingan pencapaian tujuan perusahaan, maka fungsi manajemen
sumber daya manusia sangat berperan dalam pengelolaan perusahaan.
2.2.2. Pengertian Kedisiplinan
Ada pendapat yang mengatakan bahwa kedisiplinan adalah, suatu
kebiasaan yang datang dan pulang kerja tepat pada waktunya. Pendapat
yang demikian adalah kurang benar, karena hal itu adalah sebagian dari
disiplin. Seperti yang dikatakan Nitisemito (1994 : 284) bahwa :
dan mentaati segala norma-norma peraturan yang berlaku.
Masih berkaitan dengan disiplin, disiplin menghendaki ditaatinya
peraturan-peraturan oleh karyawan perusahaan yang sasarannya bukan
hukuman secara fisik tetapi pada perubahan tingkah laku. Pendekatan ini
lebih memberikan hasil dari pada menggunakan metode pendekatan
hukuman secara ketat sehingga perasaan merasa terkekang dan merasa
pekerjaan yang telah dilakukan dibawah ancaman hukuman yang akan
mengakibatkan terkumpulnya rasa tidak puas dan tertekan didalam batin
yang sewaktu-waktu bisa terlepas menurut suatu perbaikan kondisi kerja.
Dikatakan oleh Moekijat (1987 : 140) bahwa : "Disiplin ialah usaha yang
dilakukan untuk menciptakan keadaan di suatu lingkungan kerja yang
tertib, berdaya guna dan berhasil guna melalui suatu sistem pengaturan
yang tepat".
Menurut Hasibuan (2000 : 193) bahwa : "Kedisiplinan adalah
kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan
dan norma-norma sosial yang berlaku", dari beberapa pendapat diatas
maka disimpulkan bahwa disiplin kena adalah suatu keadaan tertib dimana
orang-orang dalam organisasi itu melaksanakan kegiatannya atau
bertingkah laku untuk patuh pada perjanjian-perjanjian atau
peraturan-peraturan yang berlaku tanpa pamrih dan dengan rasa senang hati.
2.2.2.1.Tujuan Pembinaan Disiplin Kerja
Menurut Martoyo (1994 : 141) bahwa : "Pembinaan disiplin dalam
apa saja dalam pelaksanaannya memerlukan disiplin dari segenap aparat
organisasi". Adapun tujuan dilakukannya pembinaan disiplin kerja adalah
sebagai berikut:
a. Secara umum, tujuan utama pembinaan disiplin kerja adalah demi
kontinuitas perusahaan sesuai dengan sasaran perusahaan yang
bersangkutan, baik hari ini maupun hari esok.
b. Secara khusus, pembinaan disiplin kerja bagi tenaga kerja mempunyai
tujuan :
1) Agar tenaga kerja mentaati segala peraturan dari kebijakan
ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijaksanaan perusahaan
yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis.
2) Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana
perusahaan dengan sebaik-baiknya.
3) Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang
berlaku pada perusahaan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa tujuan pembinaan disiplin kerja adalah untuk kebaikan
kegiatan perusahaan di masa mendatang, sehingga kegiatan yang
dilaksanakan akan lebih efektif dan efisien serta dapat
meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
2.2.2.2.Langkah-langkah Kedisiplinan
a. Adanya peraturan yang tegas
Bahwa peraturan yang berlaku dan perusahaan harus jelas dan
melanggar, dan sanksi-sanksi tersebut dimaksudkan agar kedisiplinan
yang diterapkan agar dipatuhi oleh anggota organisasi atau
perusahaan.
Menurut As’ad (1995 : 240) bahwa "Selama perusahaan telah
mempunyai peraturan permainan dan telah disepakati bersama, maka
pelanggaran terhadap peraturan permainan ini haruslah dikenakan
tindakan pendisiplinan".
b. Ketegasan pimpinan dalam melaksanakan kedisiplinan
Suatu peraturan atau suatu ancaman hukuman selain tegas
pelaksanaannya, juga harus seadil-adilnya artinya janganlah kita
memberikan dispensi pada salah seorang karyawan hanya karena kita
dekat dengan dia. Sebab suatu ancaman hukuman atau peraturan yang
tidak dilaksanakan dengan tegas dan konsekuen justru akan lebih jelek
akibatnya dari pada tidak ada peraturan atau tanpa ancaman sama
sekali. Pelanggaran jangan sampai dibiarkan secara berlarut-larut
tanpa tindakan yang tegas.
2.2.2.3.Macam-macam Tindakan Pendisiplinan
Beberapa tindakan pendisiplinan bisa kita bagi menjadi dua
golongan utama. yaitu yang positif dan yang negatif. Yang positif adalah
dengan diberi nasehat untuk kebaikan di masa yang akan datang.
Sedangkan cara-cara yang negatif antara lain dengan : (Handoko, 1998 :
139)
Yaitu pihak perusahaan memberikan peringatan teguran secara lisan
kepada para karyawan yang dibawahnya, apabila melakukan suatu
tindakan yang melanggar peraturan yang telah ditetapkan perusahaan
yang telah disepakati bersama.
b. Memberikan peringatan tertulis.
Yaitu pihak perusahaan akan memberikan peringatan melalui sebuah
surat teguran secara resmi dari perusahaan yang berisi peringatan
teguran kepada karyawan yang melanggar peraturan perusahaan.
c. Dihilangkan sebagian haknya.
Yaitu pihak perusahaan akan memberikan sanksi menghilangkan
sebagian hak dari karyawan yang lelah melanggar peraturan
perusahaan. Hak yang dimaksud dibagi antara lain :
1. Didenda
Yaitu pihak perusahan akan menuntut denda yang dapat
dilakukan karyawan dengan membayar jumlah uang tertentu,
karena perusahaan merasa telah dirugikan oleh karyawan.
2. Dirumahkan sementara (lay-off)
Yaitu pihak perusahaan akan memberhentikan untuk sementara
waktu dan karyawan akan dipekerjakan lagi sesuai dengan
3. Diturunkan pangkatnya
Yaitu pihak perusahaan mengambil kebijaksanaan dengan
menurunkan pangkat dari karyawan yang melanggar peraturan.
4. Dipecat
Yaitu pihak perusahaan akan memecat karyawan yang telah
melanggar peraturan berat yang tidak dapat ditolelir lagi oleh
pihak perusahaan.
Urutan-urutan tindakan pendisiplinan yang negatif ini disusun
berdasarkan tingkat kekerasannya dari yang paling lunak sampai
yang paling keras. Hal ini perlu agar pemecatan ini tidak
menimbulkan sesuai dengan kebijaksaan perusahaan. Karena itu
pemilihan personalia perlu diperhatikan benar-benar. Perusahaan
tidak bisa begitu saja memecat karyawan yang sudah dimiliki.
Bahkan meskipun mungkin karyawan dianggap bersalah oleh
perusahaan, tetapi pemecatan tidak bisa dilakukan begitu saja.
a. Mengadakan pengawasan tenaga kerja dengan lebih ketat
Menurut Martoyo (1994:144) bahwa "Seorang pimpinan
diharapkan sekali mengetahui benar keadaan kesatuannya, organisasi
yang dipimpinnya, keadaan anggotanya, perilaku dan sifat-sifatnya
atau bahkan kondisi kehidupan rumah tangganya".
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengawasan
mencegah atau memperbaiki kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan
agar dapat diperoleh hasil yang sesuai tujuan.
2.2.2.4.Kedisiplinan Kerja
Berikut ini adalah faktor-faktor yang merupakan indikator dari
kedisiplinan kerja yang dikemukakan oleh Nitisemito (1994:199) yang
dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kedisiplinan suatu perusahaan
itu tinggi atau rendah.
Beberapa indikator dari kedisiplinan kerja tersebut adalah :
a. Absensi
Tinggi rendahnya absensi dalam suatu perusahaan dapat digunakan
sebagai indikator apakah karyawan dalam perusahaan disiplin atau
tidak masuk maka akan semakin terlihat sikap yang kurang disiplin.
Adapun yang menjadi penyebab dari absensi adalah :
1) Alpa
Merupakan alasan karyawan untuk tidak masuk dimana hal ini
mencerminkan kurangnya kedisiplinan dari karyawan tersebut.
2) Ijin
Sering karyawan minta ijin untuk tidak masuk kerja, disini perlu
mendapatkan suatu perhatian karena mungkin keperluan-keperluan
yang dimaksud tersebut hanya merupakan alasan-alasan saja.
3) Sakit
Kalau karyawan tidak masuk kerja karena sakit, biasanya adalah
b. Labour Turn Over
Yaitu keluar masuknya tenaga kerja pada suatu perusahaan dengan
ketentuan yang telah ditetapkan. Masalah pemutusan kerja terhadap
tenaga kerja perlu diperhatikan, dalam hal ini adalah sering tidaknya
tenaga kerja memutuskan hubungan kerja.
c. Sering adanya keterlambatan kerja
Adanya keterlambatan kerja dapat menunjukkan indikator kedisiplinan
karyawan, dalam hal ini pada umumnya disebabkan karena kemalasan
serta kurangnya semangat dan kegairahan kerja karyawan.
Dalam hal ini hendaknya ada keterlibatan pemimpin perusahaan untuk
bersikap tegas dan adil dalam memberikan tindakan terhadap
karyawan yang terlambat.
d. Adanya Pemogokan
Pemogokan disini jelas merupakan indikator tidak adanya kedisiplinan
dalam mengerjakan pekerjaan. Hal ini mengakibatkan baik
karyawan maupun perusahaan sama-sama mendapatkan kerugian.
Faktor tersebut yang menjadi penyebab, maka perlu diteliti pada
karyawan yang bersangkutan, karena kemungkinan hal tersebut
disebabkan oleh ketidakdisiplinan dari karyawan sehingga tidak ada
ketenangan dalam bekerja (bosan dengan pekerjaannya).
Sedangakan menurut Hasibuan (2005) dalam Muhaimin (2004:17)
pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan
1. Tujuan dan kemampuan
2. Teladan pimpinan
3. Balas jasa
4. Keadilan
5. Waskat
6. Sanksi Hukuman
7. Ketegasan
8. Hubungan Kemanusiaan
2.2.2.5.Tipe Kegiatan Kedisiplinan
Adapun tindakan pendisiplinan menurut Handoko (1998 : 208)
dibagi menjadi:
a. Disiplin preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk
mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan
sehingga penyelewengan dapat dicegah.
b. Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani
pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari
pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut.
c. Disiplin progresif, perusahaan bisa menerapkan suatu kebijaksanaan
disiplin progresif, yang berarti memberikan hukuman-hukuman yang
lebih berat terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan tindakan
tetapi pemecahan tidak bisa begitu saja dilakukan oleh pimpinan
perusahaan tersebut.
2.2.3. Pengertian Work Family Conflict
Work family conflict dapat didefinisikan sebagai bentuk konflik
peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara mutual
tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Menurut Robbins (1996)
konflik peran adalah situasi yang mana individu dihadapkan dengan
harapan-harapan peran yang berlainan.
Gibson (1992) mengartikan peran adalah sebagai seperangkat
perilaku yang terorganisir bagi seseorang yang menduduki posisi tertentu.
Konflik peran timbul bila individu dalam peran tertentu dibingungkan oleh
tuntutan kerja atau keharusan melakukan sesuatu tang berbeda dari yang
diinginkan, hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha
memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi
oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan
keluarganya, atau sebaliknya dimana pemenuhan tuntutan peran dalam
keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi
tuntutan pekerjaannya (Frone, 2000) dalam Triaryati (2003 : 86).
Tuntutan pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang berasal dari
beban kerja yang berlebihan dan waktu, seperti pekerjaan yang harus
diselesaikan terburu-buru dan deadline, sedangkan tuntutan keluarga
berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menangani tugas-tugas
besarnya keluarga, komposisi keluarga dan jumlah anggota keluarga yang
memiliki ketergantungan terhadap anggota yang lain.
Saat ini work-family conflict kebanyakan terjadi pada wanita,
karena selain peningkatan jumlah tenaga kerja wanita beberapa tahun
belakangan ini batasan keluarga lebih mudah ditembus atau dipengaruhi
oleh tuntutan pekerjaan dibandingkan dengan batasan pekerjaan yang
dipengaruhi oleh tuntutan keluarga (Frone, Russel dan Cooper, 1992)
dalam Triaryati (2003 : 87). Work-family conflict berhubungan sangat kuat
dengan depresi dan kecemasan yang diderita oleh wanita dibanding pria
(Frone, 2000) dalam Triaryati (2003 : 87). Selain itu juga berhubungan
dengan peran tradisional wanita yang hingga saat ini tidak bisa dihindari,
yaitu tanggung jawab mengatur rumah tangga dan membesarkan anak.
Menurut Abbot, Cieri, Iverson (1998) dalam Triaryati (2003 : 87)
meskipun work-family conflict disadari merupakan masalah bagi pria
maupun wanita, masalah tersebut tetap saja memberikan tanggung jawab
tambahan bagi wanita yang memiliki keluarga dan bekerja. Seorang
wanita profesional yang telah menikah dan memiliki status karier yang
sama dengan suaminya, tetap menghadapi pola tradisional yang tidak
seimbang dalam tugas menjaga anak dan pekerjaan rumah tangga
sehari-hari, sehubungan dengan peran tradisional tersebut, sumber utama
work-family conflict yang dihadapi oleh wanita bekerja pada umumnya adalah
usahanya dalam membagi waktu untuk menyeimbangkan tuntutan
Peningkatan jumlah tenaga kerja wanita pada tingkat manajemen
dimana mereka menjadi lebih berpengaruh dan memiliki kontribusi yang
cukup besar terhadap kinerja perusahaan menyebabkan keseimbangan
antara kehidupan pekerjaan dan keluarga menjadi suatu tuntutan.
Kebijakan perusahaan mengenai work-family conflict untuk memenuhi
beraneka ragam kebutuhan karyawan tentang masalah ini, sebaiknya
diwujudkan dalam kebijakan-kebijakan simpatik Human Resource
Management yang diharapkan dapat menciptakan situasi yang
menguntungkan bagi perusahaan. Perusahaan yang tidak melibatkan issue
work-family conflict dalam kebijakan yang berhubungan dengan
karyawan, maka para pekerja wanita dalam perusahaan tersebut akan
mengalami kesulitan dalam menyeimbangkan karir dan keluarga, hal ini
dapat mempengaruhi kinerja dan menurunkan produktivitas karyawan
yang kemudian secara langsung mempengaruhi profitabilitas perusahaan.
Perubahan demografi tenaga kerja seperti peningkatan jumlah
wanita bekerja dan pasangan yang keduanya bekerja telah meningkatkan
hubungan ketergantungan antara pekerjaan dan keluarga serta mendorong
konflik antar tuntutan pekerjaan dan keluarga. Usaha menyeimbangkan
tanggung jawab pekerjaan dan keluarga dalam lingkungan kerja yang
kompetitif dapat meningkatkan stress di tempat kerja, khususnya untuk
wanita yang masih mengambil tanggung jawab besar dalam menjaga anak.
Work-family conflict adalah masalah yang paling sering dihadapi wanita,
karir yang sama dengan suaminya, mereka tetap menghadapi pola
tradisional yang tidak seimbang dalam tugas menjaga anak dan pekerjaan
rumah tangga sehari-hari. Adapun usaha penanganan konflik ini menuntut
adaptasi perusahaan terhadap family friendly policy yaitu kebijakan
perusahaan yang dapat membantu karyawan khususnya wanita untuk dapat
menangani work-family conflict yang dihadapinya.
Kegagalan perusahaan dalam mengadaptasi kebijakan tersebut
dapat menimbulkan job stress yang berpengaruh terhadap ketidakpuasan
karyawan. Karyawan wanita telah terbukti menderita depresi dan
mengalami stress lebih cepat dibanding pria yang merupakan korban
terbesar dalam work-family conflict.
Hasil ini juga berpengaruh pada keputusan ketidakhadiran
karyawan dan dalam waktu tertentu dapat melatarbelakangi keputusan
berhenti bekerja bagi karyawan sehingga dapat mengakibatkan beberapa
kerugian bagi perusahaan, seperti biaya yang harus dikeluarkan dan waktu
yang dihabiskan untuk merekrut, menyeleksi dan training karyawan agar
mendapatkan karyawan yang memiliki kualitas yang sama dengan yang
keluar dari perusahaan.
2.2.3.1.Indikator Work-Family Conflict
Menurut Greenhaus dan Beutell (1985) dalam Triaryati (2003 :
86), indikator yang dapat digunakan sebagai alat ukur mengenai konflik
antara tanggung jawab pekerjaan dan keluarga adalah :
2. Strain based conflict
3. Behavior based conflict
Adapun penjelasan dari beberapa indikator tersebut, sebagai
berikut :
1. Time based conflict
Maksudnya adalah waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah
satu tuntuan (keluarga atau pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk
menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau keluarga)
2. Strain based conflict
Maksudnya adalah konflik yang terjadi pada saat tekanan dari salah
satu peran yang dapat mempengaruhi kinerja peran yang lainnya.
3. Behavior based conflict
Berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan
yang diinginkan oleh kedua bagian (pekerjaan atau keluarga).
2.2.4. Pengertian Kepuasan Kerja
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat
individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang
berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Ini
disebabkan karena adanya perbedaan pada masing-masing individu. Untuk
memahami kepuasan kerja, berikut ini dikutipkan pendapat beberapa ahli,
diantaranya:
Menurut Handoko (1998 : 193), kepuasan kerja adalah keadaan
para karyawan memandang pekerjaan mereka.
Menurut Martoyo (1994 : 142), kepuasan kerja adalah keadaan
emosional karyawan dimana terjadi atau tidak terjadi titik temu antara nilai
bahas jasa kerja karyawan dari perusahaan dengan tingkat nilai balas jasa
yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan.
Sedangkan menurut Wexley dan Yukl (1988) mengemukakan
bahwa kepuasan kerja merupakan generalisasi sikap terhadap pekerjaan
yang didasarkan atas aspek-aspek pekerjaan yang bermacam-macam.
Misalnya : peralatan, lingkungan, kebutuhan, psikologis dan lain
sebagainya. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai
dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan
yang dirasakannya dan demikian sebaliknya.
Menurut Hasibuan kepuasan kerja adalah sikap emosional yang
menyenangkan dan mencintai pekerjaannya, jadi dalam beberapa
pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, kepuasan kerja adalah
perasaan seseorang terhadap pekerjaan sekaligus refleksi dari sikapnya
terhadap pekerjaan apakah semakin tinggi tingkat kepuasan yang
dirasakannya atau sebaliknya.
2.2.4.1.Teori-teori Kepuasan Kerja
Menurut Wexley dan Yukl (1997) yang dikutip oleh As'ad
(1995 : 104), menyebutkan teori-teori tentang kepuasan kerja ada 3 macam
yaitu:
Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung
selisih antara apa yang seharusnya diterima dengan kenyataan yang
dirasakan. Disperancy Theory positif bilamana yang didapatkan
ternyata lebih besar daripada yang diinginkan, sehingga orang akan
menjadi puas walaupun terdapat perbedaan antara keinginan dengan
kenyataannya.
Sebaliknya, bila kenyataan yang dirasakan semakin jauh dari keinginan
atau di bawah standart, maka disperancy negatif. sehingga orang
merasa tidak puas dengan pekerjaannya. Teori ini dapat digunakan
untuk memprediksi efek dari kerja.
b. Equity Theory (Teori Keadilan)
Menurut teori ini seseorang akan merasa puas atau tidak puas
bilamana mendapatkan keadilan atau tidak sesuatu atas situasi. Caranya
adalah dengan membandingkan dirinya dengan orang lain atau setingkat
dalam perusahaan yang sama atau di tempat lain. Teori ini dapat dipakai
untuk mengukur Kepuasan kerja terhadap segolongan gaji atau pangkat.
c. Two Factor Theory ( Teori dua faktor)
Teori kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan 2 hal
yang berbeda dan tidak merupakan variabel yang kontinu. Menurut
Frederich Herzberg, seseorang memperoleh kepuasan kerja atau
ketidakpuasan kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor disimpulkan
bahwa kepuasan kerja atau ketidakpuasan kerja itu berasal dari sumber
yang berbeda. Sumber yang pertama adakah satisfier (faktor motivasi),
motivasi (pengakuan, prestasi, tanggung jawab dan kesempatan untuk
maju), dinilai positif.
Sumber kedua adalah dissatifier (faktor higienis). seseorang akan
memperoleh kepuasan kerja jika faktor-faktor higienis seperti kondisi
kerja, gaji dan kebijaksanaan perusahaan dinilai positif. Sebaliknya orang
akan merasa tidak puas manakala faktor-faktor itu dinilai negatif. Teori ini
bermanfaat untuk mencari aspek-aspek dari pekerjaan yang merupakan
somber kepuasan atau ketidakpuasan kerja di suatu tempat.
Penelitian yang dilakukan oleh Cougemi dan Claypool (1978) yang
dikutip oleh As'ad (1995:115), menemukan bahwa hal-hal yang
menyebabkan rasa puas adalah : "Prestasi, penghargaan, kenaikan jabatan
dan pujian. Sebaliknya faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan
kerja adalah : kebijaksanaan perusahaan, supervisor, kondisi kerja dan
gaji".
Dari berbagai pendapat tersebut di atas, As'ad merangkum
mengenai faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan
kerja, yaitu sebagai berikut:
1. Faktor psikologic, merupakan faktor yang berhubungan dengan
kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam bekerja,
sikap terhadap kerja, bakat dan keterampilan.
2. Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi
sosial baik antara sesama karyawan, dengan atasannya maupun
karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.
lingkungan kerja dan dengan kondisi fisik karyawan. Meliputi jenis
pekerjaan, perlengkapan kerja, penerangan, suhu, sirkulasi udara, umur
karyawan dan sebagainya.
Memperhatikan faktor-faktor yang menyebabkan dan yang tidak
menyebabkan rasa puas tersebut di atas, maka perusahaan hams mampu
mengusahakan sedemikian rupa faktor-faktor tersebut agar menjadi
pengaruh yang positif terhadap pekerjaan yang dilakukan untuk mencapai
tujuan perusahaan.
2.2.4.2.Indikator-indikator Kepuasan Kerja
Untuk mengetahui indikator apa saja yang mempengaruhi kepuasan
kerja, menurut Luthans (1997:431) dalam Soedjono (2005:27) terdiri dari
atas lima indikator, yaitu:
1. Gaji. Karyawan menginginkan system upah dan kebijakan promosi
yang dipersepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan
pengharapannya. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada
tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar
pengupahan komunitas kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan
kerja.
2. Pekerjaan itu sendiri. Karyawan cenderung lebih menyukai
pekerjaan-pekerjaan yang memberi kesempatan untuk mengunakan kemampuan
dan ketrampilannya, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa
baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat kerja lebih
kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang juga dapat
menciptakan frustasi dan perasaan gagal.
3. Rekan kerja. Bagi kebanyakan karyawan kerja juga mengisi
kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan
bila mempunyai rekan kerja yang ramah dan mendukung menghantar
ke kepuasan kerja yang meningkat.
4. Promosi pekerjaan. Promosi terjadi pada saat seorang karyawan
berpindah dari suatu pekerjaan ke posisi lainnya yang lebih tinggi,
dengan tanggung jawab dan jenjang organisasionalnya. Pada saat
dipromosikan karyawan umumnya menghadapi peningkatan tuntutan
dan keahlian, kemampuan dan tanggung jawab. Sebagian besar
karyawan merasa positif karena dipromosikan.
5. Kepenyeliaan (supervisi). Supervisi mempunyai peran yang penting
dalam manajemen. Supervisi berhubungan dengan karyawan secara
langsung dan mempengaruhi karyawan dalam melakukan
pekerjaannya. Umumnya karyawan lebih suka mempunyai supervisi
yang adil, terbuka dan mau bekerjasama dengan bawahan.
2.2.4.3.Tujuan dari Kegunaan Penilaian Kepuasan Kerja
Penilaian kepuasan kerja karyawan ini bertujuan dan berguna
untuk perusahaan serta harus bermanfaat bagi karyawan. Tujuan dan
kegunaan penilaian karyawan :
1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk
2. Untuk mengukur kepuasan kerja yaitu sejauh mana karyawan bisa
sukses dalam pekerjaannya.
3. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan di
dalam perusahaan.
4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan efektivitas
jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan,
kondisi kerja dan peralatan.
5. Sebagai variable ukur untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi
karyawan yang berada dalam organisasi.
6. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga
dicapai tujuan untuk mendapatkan performance kerja yang baik.
7. Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan para atasan untuk
mengobservasi bawahan supaya diketahui minat dan
kebutuhan-kebutuhan karyawannya.
8. Sebagai alat bisa melihat kekurangan atau kelemahan dimasa lampau
dan meningkatkan kemampuan-kemampuan karyawan selanjutnya.
9. Sebagai kriteria di dalam menentukan seleksi dan penempatan
karyawan.
10. Sebagai alat untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan personel
dan dengan demikian bisa sebagai bahan pertimbangan agar bisa
diikut-sertakan dalam program latihan kerja tambahan.
11. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan
12. Sebagai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian
pekerjaan (job description)
Penilaian terhadap kepuasan kerja dapatlah diketahui bahwa
karyawan tersebut mempunyai kelebihan-kelebihan maupun
kekurangan-kekurangan yang dimilikinya bagi mereka yang memiliki kepuasan kerja
yang tinggi, memungkinkan dirinya untuk diberikan promosi, sebaliknya
karyawan yang kepuasan kerjanya rendah dapat diperbaiki kerjanya
dengan memindahkan ke Jabatan yang sesuai dengan kecakapannya
ataupun melalui pendidikan dan pelatihan dalam rangka pengembangan
karyawan.
Dasar penilaian adalah uraian pekerjaan dan setiap individu
karyawan karena dalam penilaian pekerjaan inilah ditetapkan tugas dan
tanggung Jawab yang akan dilakukan oleh setiap karyawan.
Penilai menilai pelaksanaan uraian pekerjaan itu apa baik atau
buruk, apa selesai atau tidak, apa dikerjakan secara efektif atau tidak.
Tolok ukur yang akan dipergunakan untuk mengukur hasil kerja karyawan
adalah standar.
Sebuah standar dapat di anggap sebagai pengukur yang tetap,
sesuatu yang harus diusahakan, sebuah model untuk perbandingan,
sesuatu alat untuk membandingkan sesuatu hal dengan hal lain.
Secara umum berarti apa yang akan dicapai sebagai ukuran untuk
penilaian. Secara garis besar standar dibedakan atas dua macam :
atau standarnya.
Standar ini dibagi atas :
a Standar dalam bentuk fisik yang terbagi atas : standar kuantitas,
standar kualitas dan standar waktu. Misalnya kilogram, meter, baik,
buruk, jam hari dan lain-lain
b. Standar dalam bentuk uang yang terbagi atas : standar biaya,
standar biaya, standar penghasilan dan standar investasi.
2. Ingtangible standard adalah sasaran yang tidak dapat ditetapkan alat
ukur atau standarnya Misalnya standar perilaku, standar kepuasan,
standar kesetiaan, standar partisipasi, loyalitas, dedikasi, karyawan
terhadap perusahaan.
Dengan penentuan standar untuk berbagai keperluan maka timbul
apa yang disebut standarisasi yakni penentuan dan penggunaan beberapa
ukuran, tipe, gaya tertentu dan sebagainya berdasarkan suatu komposisi
standar.
Dalam penilaian penyelesaian uraian pekerjaan ini penilai
menggunakan standar sebagai alat ukur hasil yang dicapai dan perilaku
yang dilakukan baik di dalam maupun di luar pekerjaan oleh karyawan.
2.2.5. Pengertian Lingkungan Kerja
Perkembangan suatu perusahaan, seorang karyawan dituntut
kewajibannya sebagai tenaga kerja untuk melaksanakan pekerjaannya
kerja suatu perusahaan dapat mempengaruhi karyawan dalam
melaksanakan pekerjaannya.
Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para
pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan
tugas-tugas yang dibebankan (Nitisemito, 1994 : 109).
Sehubungan dengan pengertian lingkungan kerja, Sarwoto (1991 :
131) lingkungan kerja dimana suatu kerja dilaksanakan, meliputi:
a) Perlengkapan dan fasilitas ;
b) Suasana kerja (non physical working environment)
c) Lingkungan tempat kerja (physical working environment)
Menurut Nitisemito (1994 : 110) lingkungan organisasi dapat
dibagi dalam 2 cara yaitu:
1. Lingkungan Sosial (Umum)
Lingkungan umum merupakan lingkungan eksternal dimana
komponennya mempunyai lingkup yang luas dan mempunyai aplikasi
yang sedikit di dalam mengelola organisasi.
Dimana ciri-ciri lingkungan umum ini berpengaruh penting
dalam menentukan sumber daya yang tersedia untuk input, misi khusus,
proses transformasi yang paling sesuai dan akseptabilitas dari output
organisasi.
2. Lingkungan Tugas (Khusus)
Lingkungan tugas didefinisikan sebagai kekuatan yang lebih
transformasi dari organisasi individu. Lingkungan umum adalah sama
untuk organisasi dalam suatu masyarakat, tetapi lingkungan tugas
adalah berbeda-beda untuk masing-masing organisasi.
Komponen-komponen dalam lingkungan tugas adalah (a) Komponen Langganan,
(b) Komponen Suplaier, (c) Komponen Saingan, (d) Komponen
Sosial-Politik dan (e) Komponen Teknologi.
Perbedaan lingkungan umum dengan lingkungan tugas ini tidak
selalu tegas dan selalu berubah. Kekuatan-kekuatan dalam lingkungan
umum itu terus-menerus menembus lingkungan tugas dari organisasi
spesifik.
Pada umumnya karyawan menghendaki tempat bekerja yang
nyaman dan menyenangkan. Karyawan menghendaki tempat kerja yang
nyaman dan cukup terang, udara selalu segar dan jam kerja yang tidak
terlalu lama sehingga tidak membosankan bagi karyawan.
Perusahaan yang mampu memberikan tempat kerja yang
menyenangkan berarti pula menimbulkan rasa puas di kalangan pekerja,
sehingga dengan cara demikian dapat dikurangi atau dihindari adanya
pemborosan waktu, biaya tenaga kerja, menurunnya kesehatan
karyawan, absensi karyawan dan kecilnya kecelakaan kerja. Jadi jelas
bahwa lingkungan kerja mempunyai pengaruh besar terhadap pekerjaan
2.2.5.1.Indikator-indikator Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar
pekerja yang dapat mempengaruhinya dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Lingkungan kerja dapat berpengaruh terhadap pekerjaan yang dilakukan.
Untuk itu lingkungan pekerjaan harus diperhatikan secara serius oleh
perusahaan.
Menurut Nitisemito (1994 : 111-112), indikator - indikator
lingkungan kerja yaitu :
1. Penerangan
Penerangan di sini tidak terbatas pada penerangan listrik, tetapi
termasuk juga penerangan matahari. Dalam melaksanakan tugas
seringkali karyawan membutuhkan penerangan yang cukup, apalagi bila
pekerjaan yang dilakukan tersebut menuntut ketelitian. Untuk itu
penerangan sangat dibutuhkan oleh karyawan di dalam melakukan
pekerjaannya, tetapi selain itu harus diperhatikan pula bagaimana
mengatur lampu tersebut sehingga dapat memberikan penerangan yang
cukup.
2. Pertukaran Udara
Pertukaran udara yang cukup terutama dalam ruang kerja sangat
diperlukan apalagi bila ruang tersebut penuh karyawan. Pertukaran
udara yang cukup ini akan menyebabkan kesegaran fisik karyawan.
Sebaliknya, pertukaran udara yang kurang akan menimbulkan rasa
3. Kebersihan
Kebersihan didalam ruangan pekerjaan sangat diperlukan oleh
seseorang karyawan dalam menjalankan tugas yang dibebankan
kepadanya. Karena dengan lingkungan yang bersih, maka seseorang
akan semangat dan bergairah dalam menjalankan tugas yang
dibebankan kepadanya.
4. Pewarnaan
Peranan psikologi warna perusahaan dapat mengetahui sifat-sifat warna
yang dapat menimbulkan getaran perasaan jiwa seseorang, oleh karena
itu, dalam pemilihan warna perlu diperhatikan keseragaman dalam
pewarnaan sehingga karyawan yang bekerja dapat lebih meningkatkan
prestasi kerja mereka.
5. Musik
Musik sangat berpengaruh sekali pada kejiwaan seseorang. Karena
dengan adanya musik seseorang akan merasa rileks dalam
menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, dalam hal musik,
selain dipilihkan harus juga diperhatikan pengaruhnya terhadap
pekerjaan, sebab dengan musik yang terlalu bising akan dapat
mengganggu konsentrasi para karyawan.
6. Keamanan
Rasa aman akan sangat berpengaruh pada kerja karyawan dalam
perusahaan, karena dengan adanya rasa aman, maka seseorang akan
barang-barang yang dibawa ke tempat bekerja, peralatan kerja dan
konstruksi gedung. Tetapi yang paling utama adalah keamanan diri,
sehingga dapat dikatakan bahwa menjaga keamanan adalah sudah
merupakan tanggung jawab perusahaan.
7. Kebisingan
Kebisingan merupakan gangguan terhadap seseorang dalam
menjalankan pekerjaannya, dengan adanya kebisingan ini maka
konsentrasi dalam bekerja akan terganggu pula.
Adanya indikator-indikator tersebut di atas, perusahaan atau
organisasi terkait harus memperhatikan dengan serius, agar karyawan
dapat menjalankan suatu pekerjaan akan lebih baik lagi, sehingga
pekerjaan yang diwarnai indikator-indikator tersebut di atas mempunyai
pengaruh positif terhadap pekerjaan yang dilakukan dan akan cepat selesai
sesuai tujuan dari perusahaan, jika indikator-indikator tersebut bersifat
negatif, maka dengan sendirinya pekerjaan itu akan sulit terselesaikan dan
dengan demikian prestasi kerja tidak akan tercapai.
2.2.6. Pengaruh Work-Family Conflict Terhadap Disiplin Kerja Karyawan
Menurut Abbott, Cieri & Iverson (1998) dalam Triaryati (2003 :
87), menjelaskan bahwa konflik antara tanggung jawab pekerjaan dan
keluarga dapat mengakibatkan rendahnya kepuasan kerja, meningkatkan
absensi, menurunkan motivasi karyawan dan dalam jangka waktu tertentu
Karena itu hal ini dapat mempengaruhi keseimbangan antara
kehidupan pekerjaan atau keluarga karyawan, yang mana lama-kelamaan
dapat juga berpengaruh terhadap kinerja perusahaan dan menurunkan
produktivitas karyawan itu sendiri.
2.2.7. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Disiplin Kerja Karyawan
Kepuasan kerja adalah cara seseorang karyawan merasakan
pekerjaannya dan merupakan generalisasi sikap-sikap terhadap
pekerjaannya yang didasarkan pada aspek-aspek pekerjaannya yang
bermacam-macam. Kepuasan atau ketidakpuasan dengan sejumlah aspek
pekerjaan tergantung pada selisih antara apa yang telah dianggap
didapatkan dengan apa yang diinginkan.
Untuk itu Hasibuan (2000), menyatakan bahwa kepuasan kerja
sangat mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan. Yang artinya jika
kepuasan diperoleh dari pekerjaan, maka kedisiplinan karyawan akan baik
dan sebaliknya jika kepuasan kerja kurang tercapai dari pekerjaannya,
maka kedisiplinan karyawan rendah.
2.2.8. Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Disiplin Kerja Karyawan
Disiplin kerja merupakan salah satu faktor dari prestasi kerja,
dimana semua program yang berkaitan dengan sumber daya manusia pada
hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan. Untuk
itu perlu adanya disiplin kerja sebagai metode penegasan terhadap aturan