• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK KIMIA SURIMI BEKU IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DENGAN PENAMBAHAN FORMULA CRYOPROTECTANT BERBASIS KARAGENAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK KIMIA SURIMI BEKU IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DENGAN PENAMBAHAN FORMULA CRYOPROTECTANT BERBASIS KARAGENAN"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

CRYOPROTECTANT BERBASIS KARAGENAN

Mohammad Syahriyal Hasani

C 34053108

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

Beku Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Penambahan Formula Cryoprotectant Berbasis Karagenan. Dibimbing oleh WINI TRILAKSANI dan UJU.

Surimi pada umumnya dipasarkan dalam keadaan beku, namun selama masa penyimpanan beku tetap mengalami perubahan sifat fungsional, terutama penurunan kekuatan gel karena denaturasi protein. Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan cryoprotectant. Beberapa penelitian telah dan terus dilakukan dalam upaya penggantian cryoprotectant sukrosa dan sorbitol karena menimbulkan rasa manis yang tak disukai, menggunakan bahan polisakarida rendah gula atau hidrokoloid sebagai contohnya adalah karagenan.

Penelitian ini mengkombinasikan karagenan dengan kalium klorida dan sodium tripolyphosphate (STPP) menjadi bahan cryoprotectant. Formulasi cryoprotectant telah ditentukan dengan konsentrasi pada masing-masing variabel yakni karagenan 2%, 4%, dan 6%; KCl 0,5%, 0,75%, dan 1%; STPP 0,15%, 0,25%, dan 0,35%. Penambahan cryoprotectant berbasis karagenan dilakukan pada surimi dan selanjutnya masing-masing dilakukan karakterisasi secara kimiawi terhadap surimi segar dan surimi yang telah disimpan beku. Hasil karakterisasi dianalisis menggunakan rancangan two level factorial.

Rendemen yang dihasilkan dari daging fillet 30,37% dan surimi 18,57%, sementara dari uji proksimat, diketahui nilai protein dan kadar air daging ikan nila masing-masing 17,69% dan 80,13%; sedangkan nilai protein dan kadar air surimi masing-masing 17,34% dan 74,45%. Nilai pH surimi dengan penambahan formula cryoprotectant berbasis karagenan diketahui berkisar 6,61-6,94; kadar air 75,81-78,94%; nilai WHC 79,79-88,95%; dan nilai PLG 7,205-9,485%. Nilai pH pada surimi dengan penambahan cryoprotectant dan dibekukan menunjukkan peningkatan dengan kisaran 5,58-10,4%; kadar air mengalami peningkatan 1,22-2,59%; dan nilai WHC terjadi penurunan 1,77-25,83%; sedangkan nilai PLG dengan formulasi konsentrasi karagenan 4%, KCl 0,5% dan STPP 0,25% sebagai nilai titik balik tertinggi.

Surimi dengan penambahan formulasi cryoprotectant pada kisaran karagenan 4%, KCl 0,5% dan STPP 0,25% menunjukkan penurunan PLG yang relatif kecil selama penyimpanan beku. Dan didukung parameter lain berupa nilai pH yang stabil, kadar air relatif rendah dan nilai WHC yang cukup tinggi mengindikasikan bahwa konsentrasi tersebut sebagai hasil terbaik.

(3)

CRYOPROTECTANT BERBASIS KARAGENAN

Oleh:

Mohammad Syahriyal Hasani

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(4)

Nama : Mohammad Syahriyal Hasani

NRP : C34053108

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Wini Trilaksani, M.Sc Uju, S.Pi, M.Si

NIP 19610128 198601 2 001 NIP 19730612 200012 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil. NIP 19580511 198503 1 002

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Karakteristik Kimia Surimi Beku Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Penambahan Formula Cryoprotectant Berbasis Karagenan” adalah benar merupakan karya saya

sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2010

Mohammad Syahriyal Hasani C34053108

(6)

Penulis bernama Mohammad Syahriyal Hasani, merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Moh. Fatich dan ibu Sholichah. Penulis dilahirkan di Gresik pada 20 November. Pendidikan dasar ditempuh dari tahun 1993 hingga tahun 1999 di SD NU 1 Gresik. Pada tahun yang sama penulis masuk ke SLTP Negeri 1 Gresik dan lulus pada tahun 2002. Selanjutnya penulis masuk SMA Negeri 1 Gresik dan lulus pada tahun 2005.

Penulis melanjutkan pendidikan pada Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaaan Mahasiswa Baru) pada tahun 2005. Pada tahun kedua penulis masuk pada mayor Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (Himasilkan) IPB periode 2006-2008 dan Himpunan Mahasiswa Surabaya Plus (Himasurya Plus) periode 2005-2008. Penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Diversifikasi dan Pengembangan Produk Perairan serta mata kuliah Teknologi Pemanfaatan Hasil Samping dan Limbah Industri Perairan tahun 2008/2009. Pada bulan Juli hingga Agustus 2008, penulis melaksanakan praktek lapang di PT Kelola Mina Laut, Gresik, Jawa Timur dengan judul “Proses Produksi Udang Beku Cooked Peeled Deveined Tail On (CPDTO)”. Selain itu penulis menerima beasiswa dari IPB pada tahun 2006 hingga 2009.

Sebagai syarat memperoleh gelar sarjana perikanan dan penyelesaian studi penulis melakukan penelitian berjudul ”Karakteristik Kimia Surimi Beku Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Penambahan Formula Cryoprotectant Berbasis Karagenan”, dibawah bimbingan Ir. Wini Trilaksani, M.Sc selaku dosen pembimbing pertama dan Uju, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing kedua.

(7)

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wata’ala atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tak lupa shalawat salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini berjudul ”Karakteristik Kimia Surimi Beku Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Penambahan Formula Cryoprotectant Berbasis Karagenan”, disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada:

1) Ir. Wini Trilaksani, M.Sc. dan Uju, S.Pi, M.Si. selaku dosen pembimbing atas pengarahan, perhatian, nasehat, motivasi serta kesabarannya untuk membimbing penulis selama ini hingga mampu menyelesaikan skripsi ini. 2) Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl-Biol. selaku dosen penguji atas kritikan,

masukan dan perbaikannya sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

3) Kementerian Pendidikan Nasional atas Dana Hibah Bersaing ke-17, sehingga penelitian ini bisa berlangsung dari awal hingga akhir dan berjalan lancar. 4) Bapak dan Ibu tercinta, yang telah memberikan doa tulus, kasih sayang, cinta,

motivasi, dan nasehat kepada penulis selama ini. Semoga Allah memberkahi dan membalas lebih dari segala kebaikan tersebut.

5) Kawan-kawan perjuangan THP’42, terima kasih atas kebersamaan dan segala bantuan selama ini. Turut pula semua sahabat THP’43 dan THP’44.

6) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangannya. Kami harapkan kritik dan saran yang membangun dalam rangka perbaikan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, April 2010

(8)

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 3 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4 2.1 Surimi ... 4 2.2 Karakteristik Surimi ... 5

2.3 Deskripsi Ikan Nila ... 7

2.4 Protein Daging Ikan ... 8

2.4.1 Sarkoplasma ... 8 2.4.2 Miofibril ... 9 2.4.3 Stroma ... 10 2.5 Denaturasi Protein ... 10 2.6 Cryoprotectant ... 11 2.7 Karagenan ... 13 2.8 Polifosfat ... 15

2.9 Garam Kalium klorida (KCl) ... 16

3 METODOLOGI ... 18

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 18

3.2 Alat dan Bahan ... 18

3.3 Prosedur Penelitian ... 18

3.3.1 Pembuatan surimi ... 18

3.3.2 Formulasi bahan cryoprotectant ... 20

3.3.3 Analisis data ... 21

3.4 Prosedur Analisis ... 21

3.4.1 Kadar air (AOAC 1995) ... 21

3.4.2 Pengukuran pH (AOAC 1995) ... 22

3.4.3 Pengukuran WHC/water holding capacity (Lee dan Toledo 1976) ... 22

(9)

vii

4.1 Karakteristik Daging dan Surimi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) .. 24

4.2 Pengaruh Formulasi Cryoprotectant terhadap Karakteristik Kimia Surimi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 26

4.2.1 Nilai pH ... 26

4.2.1 Kadar air ... 29

4.2.1 Nilai WHC ... 32

4.2.1 Nilai PLG ... 34

4.3 Pengaruh Formulasi Cryoprotectant terhadap Karakteristik Kimia Penyimpanan Surimi Beku Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 37

4.3.1 Nilai pH ... 37

4.3.1 Kadar air ... 40

4.3.1 Nilai WHC ... 42

4.3.1 Nilai PLG ... 45

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

5.1 Kesimpulan ... 48

5.2 Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(10)

Nomor Halaman

1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 7

2. Perlakuan panas dan penyebab lain dapat menyebabkan denaturasi ... 11

3. Skema denaturasi α heliks protein selama penyimpanan beku ... 12

4. Struktur kimia sorbitol ... 13

5. Interaksi antara protein dengan karagenan ... 15

6. Diagram alir proses pembuatan surimi ... 19

7. Diagram batang pH surimi dengan penambahan cryoprotectant ... 27

8. Surface Plot nilai pH pengaruh cryoprotectant ... 28

9. Diagram batang kadar air surimi dengan penambahan cryoprotectant ... 29

10. Surface Plot kadar air pengaruh cryoprotectant ... 30

11. Diagram batang WHC surimi dengan penambahan cryoprotectant ... 32

12. Surface Plot nilai WHC pengaruh cryoprotectant ... 33

13. Diagram batang nilai PLG surimi dengan penambahan cryoprotectant .... 34

14. Surface Plot nilai PLG pengaruh cryoprotectant ... 35

15. Diagram batang pH surimi beku dengan penambahan cryoprotectant ... 37

16. Surface Plot nilai pH pengaruh cryoprotectant ... 38

17. Diagram batang kadar air surimi beku penambahan cryoprotectant ... 40

18. Surface Plot kadar air pengaruh cryoprotectant ... 41

19. Diagram batang WHC surimi beku penambahan cryoprotectant ... 43

20. Surface Plot nilai WHC pengaruh cryoprotectant ... 43

21. Diagram batang nilai PLG surimi beku penambahan cryoprotectant ... 45

(11)

Nomor Halaman 1. Persyaratan mutu dan keamanan pangan produk surimi beku

(SNI 01-2694.1-2006)... 6

2. Kandungan kimia ikan nila (Oreochromis niloticus) ... 8

3. Standar mutu karagenan semimurni (EC, FAO, dan FCC dalam Bixler dan Johndro 2000) ... 13

4. Kelarutan karagenan dalam berbagai medium (Winarno 1990) ... 14

5. Penentuan taraf nilai variabel yang digunakan ... 20

6. Formulasi bahan cryoprotectant berbasis karagenan dan kodenya... 20

7. Karakteristik fisik dan rendemen ikan nila menjadi surimi ... 24

8. Karakteristik kimia (proksimat) daging dan surimi ikan nila ... 25

9. Uji faktorial (analisis pengaruh dan koefisien) pH surimi ... 28

10. Uji faktorial (analisis pengaruh dan koefisien) kadar air surimi ... 31

11. Uji faktorial (analisis pengaruh dan koefisien) WHC surimi... 33

12. Uji faktorial (analisis pengaruh dan koefisien) PLG surimi ... 36

13. Uji faktorial (analisis pengaruh dan koefisien) pH surimi beku ... 39

14. Uji faktorial (analisis pengaruh dan koefisien) kadar air surimi beku ... 41

15. Uji faktorial (analisis pengaruh dan koefisien) WHC surimi beku ... 44

(12)

Nomor Halaman

1. Hasil analisis TLF untuk nilai pH surimi ikan nila ... 55

2. Plot respon efek utama terhadap nilai pH surimi ikan nila ... 55

3. Hasil analisis TLF untuk kadar air surimi ikan nila ... 56

4. Plot respon efek utama terhadap kadar air surimi ikan nila ... 56

5. Hasil analisis TLF untuk nilai WHC surimi ikan nila ... 57

6. Plot respon efek utama terhadap nilai WHC surimi ikan nila ... 57

7. Hasil analisis TLF untuk nilai PLG surimi ikan nila ... 58

8. Plot respon efek utama terhadap nilai PLG surimi ikan nila ... 58

9. Hasil analisis TLF untuk nilai pH surimi beku ikan nila ... 59

10. Plot respon efek utama terhadap nilai pH surimi beku ikan nila ... 59

11. Hasil analisis TLF untuk kadar air surimi beku ikan nila ... 60

12. Plot respon efek utama terhadap kadar air surimi beku ikan nila ... 60

13. Hasil analisis TLF untuk nilai WHC surimi beku ikan nila ... 61

14. Plot respon efek utama terhadap nilai WHC surimi beku ikan nila ... 61

15. Hasil analisis TLF untuk nilai PLG surimi beku ikan nila... 62

(13)

1.1 Latar Belakang

Perairan Indonesia memiliki sumberdaya pangan ikani yang potensial dalam pemenuhan gizi masyarakat, khususnya pemenuhan protein hewani; seiring dengan kontribusinya dalam pertumbuhan perekonomian. Produksi perikanan budidaya pada tahun 2006 mencapai 919.940 ton yang didominasi oleh ikan mas 285.250 ton, ikan bandeng 269.530 ton, ikan nila 227.000 ton, ikan lele 94.160 ton, ikan gurame 35.570 ton dan ikan kerapu 8.430 ton (Ditjen Perikanan Budidaya 2007). Jumlah produksi ikan nila masih menempati tiga besar yakni 24,68% dari total produksi ikan budidaya Indonesia. Peningkatan jumlah produksi ikan setiap tahunnya mendorong pula usaha peningkatan penganekaragaman produk berbasis ikan sehingga konsumsi ikan selalu diminati.

Produk surimi merupakan salah satu bentuk diversifikasi hasil perairan yang teknologinya memungkinkan diterapkan untuk pemanfaatan segala jenis ikan terutama ikan berdaging putih. Saat ini surimi secara komersial telah diproduksi secara mekanis, dimana pabrik surimi dapat ditemukan di beberapa lokasi di Indonesia. Permintaan surimi dunia dari tahun 2001 hingga 2005 mengalami peningkatan. Tahun 2001 volume impor dunia terhadap surimi sebesar 624.743 ton dan meningkat hingga mencapai 809.413 ton pada tahun 2005. Permintaan surimi terbesar berasal dari Uni Eropa kemudian Jepang, diikuti Korea Selatan, Rusia, China, USA, dan Kanada (FAO 2007 dalam Djazuli et al. 2009). Zhou et al. (2006) menyebutkan bahwa ikan tilapia (Sarotherodon nilotica) telah dimanfaatkan menjadi produk surimi karena kemampuannya membentuk gel yang baik. Surimi yang dihasilkan tersebut menjadi produk setengah jadi yang dapat diolah menjadi berbagai jenis produk, seperti bakso, sosis, nugget, burger, sate lilit, otak-otak, dan pempek (Irianto dan Soesilo 2007).

Surimi pada umumnya disimpan dalam keadaan beku. Suhu penyimpanan surimi -35°C sangat stabil mempertahankan sifat ashi, sedangkan pada suhu penyimpanan -20°C mengalami sedikit penurunan sifat ashi. Beberapa pengujian menyatakan bahwa suhu -20°C dijadikan standar suhu penyimpanan surimi yang paling efisien dengan fluktuasi minimum (Sonu 1986).

(14)

Selama penyimpanan beku, surimi akan mengalami perubahan di dalam protein otot, yakni denaturasi, kristalisasi es, dehidrasi, dan perubahan intramolekular seperti protein miofibril, pH, dan kekuatan ionik (Park JW 1994). Denaturasi protein terhadap aktomiosin selama penyimpanan beku disebabkan oleh hasil akumulasi (intramolekuler) crosslink miosin yang semakin meningkat (Jiang dan Lee 1985). Untuk mengurangi denaturasi protein selama penyimpanan beku dibutuhkan bahan anti-denaturasi yakni cryoprotectant. Umumnya cryoprotectant berupa sukrosa (4%) dan sorbitol (4-5%), terkadang ditambahkan sodium fosfat 0,3% (Pipatsattayanuwong et al. 1995).

Cryoprotectant sukrosa atau sorbitol dapat mengakibatkan munculnya rasa manis, dan hal tersebut tidak diharapkan oleh sebagian konsumen. Beberapa penelitian telah dan terus dilakukan dalam upaya penggantian sukrosa dan sorbitol dengan bahan polisakarida rendah gula atau hidrokoloid sebagai cryoprotectant. Uju et al. (2009) melaporkan bahwa penambahan cryoprotectant karagenan semimurni dapat mempertahankan mutu surimi dibandingkan surimi tanpa penambahan karagenan semimurni, selain itu penambahan karagenan juga dapat meningkatkan kekuatan gel. Secara umum, penambahan karagenan semimurni sebanyak 4% merupakan konsentrasi terbaik sebagai cryoprotectant. Sementara itu penambahan garam KCl pada surimi (produk berbasis gel) akan membantu meningkatkan kekuatan gel produk tersebut, oleh karena adanya ion K+. Telah diketahui pula bahwa kombinasi karagenan dengan garam kalium menghasilkan gel pengikat atau gel pelapis pada produk daging (Winarno 1990). Penambahan sodium tripolyphosphate (STPP) pada surimi berfungsi sebagai garam, yang meningkatkan daya ikat air produk dan menahan air tetap di dalam produk pangan tersebut, sehingga membantu dalam memperbaiki tekstur dan meningkatkan kekuatan gel (Peranginangin et al. 1999). Penambahan KCl dan STPP pada surimi diharapkan akan meningkatkan kinerja karagenan, baik sebagai cryoprotectant maupun sebagai gelling agent.

(15)

1.2 Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. Menentukan formulasi cryoprotectant berbasis karagenan (dengan kalium klorida dan sodium tripolyphosphate).

2. Mempelajari karakteristik kimia surimi beku dengan penambahan cryoprotectant berbasis karagenan tersebut.

(16)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Surimi

Surimi merupakan konsentrat protein miofibril terstabilkan yang diperoleh dari daging ikan lumat setelah mengalami proses pencucian dengan air dingin dan atau dicampurkan dengan bahan cryoprotectant. Surimi belumlah menjadi produk jadi, namun dapat diolah lagi menjadi variasi produk pangan, yakni dari kamaboko tradisional hingga menjadi produk seafood substitusi (Park JW 2005). Teknologi surimi dan daging lumat memungkinkan untuk diterapkan dalam pemanfaatan ikan bernilai ekonomis rendah. Saat ini surimi secara komersial telah diproduksi secara mekanis. Pabrik surimi dapat ditemukan di beberapa lokasi di Indonesia (Irianto dan Soesilo 2007).

Rangkaian proses ikan menjadi surimi terdiri dari tahap preparasi, pemisahan daging (filleting), pelumatan, pencucian, penyaringan dan pemerasan. Setelah tahap pemerasan dihasilkan surimi mentah (raw surimi), yang dikenal sebagai na-na surimi. Adapun surimi beku (atau frozen surimi) adalah surimi yang telah dicampur dengan bahan anti-denaturasi (cryoprortectant) dan selanjutnya dibekukan. Berdasarkan kandungan garamnya surimi beku dibedakan menjadi dua jenis yaitu mu-en surimi (surimi tanpa garam) dan ka-en surimi (surimi dengan garam) (Suzuki 1981).

Beberapa proses pengolahan produk berbasis surimi beserta contohnya antara lain proses pengukusan/pemasakan (kamaboko, hanpen, dan naruto), proses penggorengan (tempura dan satsumage), proses pemanggangan (chikuwa) dan proses olahan lain (sosis ikan dan ham ikan).

Pada proses pembuatan surimi, pencucian merupakan tahapan penting untuk menghilangkan lemak, darah, enzim, protein sarkoplasma yang dapat menghambat pembentukan gel, meningkatkan kemampuan pembentukan gel, dan menghambat denaturasi protein akibat pembekuan (Suzuki 1981). Banyaknya proses pencucian dalam produksi surimi dengan kualitas yang baik ditentukan oleh jenis, komposisi, dan kesegaran bahan baku ikan. Proses pencucian juga sangat bermanfaat untuk meningkatkan konsentrasi protein miofibril sehingga kualitas surimi tergolong tinggi (Lanier dan Lee 1992).

(17)

Fokus utama dalam pembuatan surimi adalah mempertahankan sifat fungsional protein dan meningkatkan kemampuan pembentukan gel. Cryoprotectant dapat mencegah terjadinya denaturasi protein (terutama menjaga stabilitas aktomiosin) selama penyimpanan beku. Fungsi kerja Cryoprotectant dengan meningkatkan tekanan permukaan air begitu juga jumlah air yang terikat (Matsumoto 1980). Pipatsattayanuwong et al. (1995) menyebutkan bahwa semua surimi komersial tersimpan dalam bentuk beku. Cryoprotectant digunakan untuk meminimalkan denaturasi protein selama penyimpanan beku. Cryoprotectant yang umum digunakan umumnya sukrosa (4%) dan sorbitol (4-5%), dengan atau tanpa penambahan sodium fosfat sebanyak (0,3%).

Industri surimi terus memodernisasi proses dan produktivitasnya. Hal ini terus berkembang seiring dengan terus meningkatnya permintaan surimi oleh pasar dunia (Sonu 1986). Keunggulan teknologi surimi (Okada 1992) meliputi: (a) mampu memanfaatkan berbagai jenis ikan baik jenis ikan ekonomis maupun ikan non-ekonomis; (b) surimi beku mampu tersimpan dalam jangka waktu lama dengan kandungan protein fungsional yang masih cukup tinggi; (c) banyak variasi surimi based product dihasilkan dengan berbagai bentuk dan rasa dari aplikasi teknologi pengolahan dan penambahan bumbu-bumbu; dan (d) teknologi saat ini mampu memproduksi surimi dalam jumlah besar dengan konsistensi kualitas terjaga.

2.2 Karakteristik Surimi

Mutu surimi beku umumnya dinilai dari kekuatan gel yang baik, kandungan air, dan warnanya yang cenderung putih. Mutu ini sangat tergantung dari berbagai faktor seperti spesies ikan, kesegaran ikan, metode dan kualitas air, pengawasan suhu pembekuan dan penyimpanan serta kondisi penanganan dan distribusi (Suzuki 1981). Kualitas surimi ditentukan pula dengan adanya proses pencucian yang menghilangkan lemak dan bahan asing yang tak diharapkan. Lebih dari itu kualitas surimi yang baik ditunjukkan selama penyimpanan (beku) mampu menjaga konsentrasi miofibril dan pembentukan gel (Lee 1986).

Secara garis besar kualitas tersebut dipengaruhi oleh faktor internal (biologi) dan eksternal (proses). Faktor internal yang mempengaruhi kualitas

(18)

surimi yakni jenis ikan, musim dan kematangan gonad ikan, serta tingkat kesegaran mutu ikan. Adapun faktor eksternal yang dimaksud antara lain adalah proses pemanenan, penanganan ikan, mutu air, lama proses dan suhu pengolahan, frekuensi dan besar perbandingan air pencucian, nilai pH dan salinitas (Park dan Morrissey 2000).

Japanese Association of Refrigeration menganjurkan kondisi suhu penyimpanan surimi beku yang baik yakni berkisar antara -23°C hingga -25°C (Matsumoto dan Noguchi 1992). Derajat kelarutan protein daging ikan bisa dipengaruhi oleh penyimpanan beku, dimana penurunan derajat kelarutan protein menjadi indikasi telah terjadinya denaturasi yang menyebabkan daging ikan menjadi lebih keras, kering, dan berongga (Winarno 1997).

Tabel 1 Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Produk Surimi Beku (SNI 01-2694.1-2006)

Jenis Uji Satuan Persyaratan

a) Organoleptik Angka (1 – 10) minimal 7 b) Cemaran Mikroba - ALT - Escherichia coli - Salmonella - Vibrio cholerae - Vibrio parahaemolyticus (kanagawa positif) koloni/gram APM/gram APM/gram APM/gram APM/gram maksimal 5,0 x 105 maksimal < 2 negatif negatif maksimal < 3 c) Cemaran Kimia - Raksa (Hg)* - Timbal (Pb)* - Histamin* - Cadmium (Cd)* mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg maksimal 1 maksimal 0,4 maksimal 100 maksimal 0,1 d) Kadar Air % 80 – 82 e) Fisika

-Suhu pusat ºC maksimal -18

f) Filth Potong -

CATATAN* Bila diperlukan

Keterangan: ALT = Angka Lempeng Total, APM = Angka Paling Memungkinkan

Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2006)

Surimi yang bermutu tinggi harus berasal dari bahan baku yang segar, dimana protein yang terkandung dalam ikan tidak mengalami denaturasi. Surimi memiliki beberapa sifat fungsional penting seperti kemampuan pembentukan gel (gel forming) dan kapasitas mempertahankan air (water holding capacity). Sol surimi diperlakukan pada suhu awal 40°C selama 30 menit kemudian dipanaskan

(19)

pada suhu 90°C selama 20 menit. Gel yang terbentuk bisa disimpan dalam air es selama 24 jam pada suhu 4°C sebelum dianalisis (Zhou et al. 2006).

2.3 Deskripsi Ikan Nila

Ikan nila memiliki bentuk tubuh bilateral simetris, artinya akan terbagi menjadi dua bagian yang sama antara sisi tubuh kanan dan kiri jika ikan dibelah bagian tengahnya. Bentuk tubuhnya pipih dan perut membesar. Mulut ikan nila posisinya terminal dan dapat disembulkan, tidak memiliki sungut serta memiliki linea lateralis lengkap terputus. Sirip punggungnya mempunyai lima belas jari-jari keras dan sepuluh jari-jari lunak, sedangkan sirip ekor mempunyai dua jari-jari keras dan enam jari-jari lunak. Sirip punggung berwarna hitam dan sirip dada menghitam, pada sirip ekor terdapat enam buah jari-jari tegak (Suyanto 1994).

Trewavas (1982) menyebutkan klasifikasi ikan nila adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Sub-filum : Vertebrata Kelas : Osteichtyes Sub-kelas : Acantophterigii Ordo : Percomorphi Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

Sirip ekor Mulut Sirip pektoral Sirip anal Sirip dorsal Linea lateralis Sirip ventral

Gambar 1 Ikan nila (Oreochromis niloticus) (Anonim 2007) Keunggulan yang dimiliki oleh ikan nila, antara lain toleran terhadap lingkungan (hidup di air tawar dan payau pada kisaran pH 5-11), pertumbuhannya cepat, dapat dipijahkan setelah umur 5-6 bulan dan dapat dipijahkan kembali

(20)

setelah 1-1,5 bulan kemudian, serta tahan terhadap kekurangan oksigen dalam air (Suyanto 1994).

Tabel 2 Kandungan kimia ikan nila (Oreochromis niloticus)

Analisis Jumlah (%, b/b) A B C Kadar Protein 13,40 15,80 15,05 Kadar Air 83,99 81,40 81,19 Kadar Abu 0,78 1,20 0,51 Kadar Lemak 1,03 0,60 3,07

Sumber: (A) Samsudin (2003), (B) Suyanto (2002), (C) Imanawati (2000)

Nilai rendemen daging ikan nila (skinless) 21,49 ± 5,64% dan nilai rendemen surimi ikan nila dengan frekuensi pencucian 1 kali 15,54% (Afriwanty 2008). Struktur daging ikan nila mempunyai komponen pigmen yang tinggi dan kandungan lemak non-struktural yang dapat menyebabkan bau amis dan berlumpur dengan intensitas yang tinggi. Kehadiran komponen-komponen tersebut bisa mempengaruhi rasa dan warna produk daging ikan nila selama penyimpanan dan juga bisa mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen. Proses pereduksian protein sarkoplasma, lemak, sisa darah, dan materi-materi lain dari daging yang larut dalam air melalui proses pencucian telah dan masih terus diteliti (Park,Lin dan Yongsawatdigul 1997).

2.4 Protein Daging Ikan

Kandungan protein daging ikan berkisar 15-25%. Protein tersebut terbagi menjadi 3 macam, yakni sarkoplasma, miofibril, dan stroma. Komposisi protein sarkoplasma meliputi 30% dari total protein, protein miofibril 65-75%, dan protein stroma 3-5% (Okada 1990). Ketiga macam protein tersebut memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda satu sama lain.

2.4.1 Sarkoplasma

Protein sarkoplasma larut terhadap air dan secara normal ditemukan di plasma sel dan berperan sebagai enzim yang diperlukan untuk metabolisme anaerob sel-sel otot dan pembawa oksigen (Hall dan Ahmad 1992). Protein sarkoplasma dapat menghambat dalam pembentukan gel, seperti beberapa protease yang merusak miofibril. Protein sarkoplasma akan mengganggu

(21)

cross-linking miosin selama pembentukan matriks gel, karena protein ini mempunyai kapasitas pengikatan air yang rendah (Otterburn 1989). Protein sarkoplasma pada ikan jauh lebih stabil dibandingkan protein miofibrilnya (Eskin et al. 1971).

Protein sarkoplasma memiliki komposisi sebanyak 30% dari total protein. Protein sarkoplasma meliputi sebagian besar enzim yang terlibat dalam metabolisme energi dan glikolisis. Sebagian besar protein sarkoplasma memiliki bobot molekul relatif rendah, pH isoelektrik tinggi dan struktur berbentuk bulat. Karakteristik fisik ini mungkin yang bertanggung jawab untuk daya larut sarkoplasma yang tinggi dalam air (Nakai dan Modler 2000).

2.4.2 Miofibril

Protein miofibril merupakan bagian terbesar dalam jaringan daging ikan yang bersifat larut dalam larutan garam. Protein miofibril berperan penting dalam penggumpalan dan pembentukan gel pada saat pengolahan (Rahayu et al. 1992). Penyusun utama protein miofibril adalah aktin (hampir 20% dari total miofibril) dan miosin (sebesar 50-60% dari total protein miofibril) (Suzuki 1981). Miosin bersifat kurang stabil dibandingkan dengan aktin (Eskin et al. 1971). Miosin

merupakan protein esensial untuk peningkatan elastisitas gel protein (Zayas 1997).

Struktur kimia miosin terdiri dari enam sub-unit polipeptida, dua rantai besar dan empat rantai ringan membentuk suatu molekul asimetris dengan dua kepala berbentuk globular terkait tangkai α-heliks panjang yang dapat mengikat aktin dan berisi enzim ATP-ase aktif. Bagian heliks miosin memiliki dua engsel yang memudahkan untuk berikatan dengan aktin. Bagian kepala terdapat 27 dari 40 golongan sulfhidril yang kaya residu asam amino hidrofilik, sedangkan bagian tangkai berisi kelompok rantai yang sisinya bermuatan seperti residu arginil, glutamil dan lisinil. Struktur kimia aktin berupa monomer-monomer (G-aktin) atau dalam bentuk ikatan (F-aktin), yang dalam bentuk jaringan otot berbentuk filamen heliks ganda dan terdiri dari monomer globular (Suzuki 1981).

Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat gel aktomiosin pada ikan adalah konsentrasi protein, pH, kekuatan ion, waktu dan suhu pemanasan. Penurunan pH

(22)

dan peningkatan konsentrasi protein meningkatkan kekuatan gel aktomiosin (Zayas 1997). Protein miofibril akan mengalami denaturasi dengan kisaran nilai pH<6,5 dan bisa berdampak pada kemampuan pembentukan gel (MacDonald et al. 2000).

2.4.3 Stroma

Protein stroma merupakan bagian protein yang paling sedikit, membentuk jaringan ikat dan bersifat tidak larut air, larutan asam, alkali atau larutan garam netral pada konsentrasi 0,01-0,1 M. Protein stroma terdapat pada bagian luar sel otot (Suzuki 1981). Protein stroma terdiri dari protein ekstraseluler, yaitu

kolagen, retikulin, dan elastin serta komponen pendukung lainnya (Nakai dan Modler 2000).

Bila jaringan penghubung yang mengandung sebagian besar kolagen dipanaskan dalam waktu yang lama, kolagen berubah menjadi gelatin. Pada saat yang sama, sebagian besar jaringan penghubung akan hilang dan daging ikan terpisah dengan miomer. Ikan yang berdaging gelap memiliki stroma lebih banyak dibandingkan ikan berdaging putih (Hashimoto et al. 1979 dalam Suzuki 1981).

2.5 Denaturasi Protein

Perubahan pada suatu protein yang ditimbulkan oleh panas dikenal sebagai denaturasi. Pemanasan pada albumin telur yang selalu terjadi menjadikannya terkoagulasi menjadi padatan putih secara permanen. Pengaruh panas tersebut terjadi pada semua protein globular, tanpa memandang ukuran atau fungsi biologinya, walaupun suhu tepat bagi fenomena tersebut mungkin bisa bervariasi. Namun denaturasi protein dapat terjadi bukan hanya oleh panas, tetapi juga oleh pH ekstrim, beberapa pelarut organik (alkohol atau aseton), zat terlarut tertentu (urea), detergen, atau hanya dengan pengguncangan intensif larutan protein dan bersinggungan dengan udara sehingga berbentuk busa (Lehninger 1982).

Rantai polipeptida (dengan struktur lebih tinggi dan lebih besar dari struktur primer) berikatan kovalen pada protein asli dan melipat dalam tiga dimensi dengan suatu pola khas untuk masing-masing jenis protein. Pola spesifik pada tiap rantai yang terbentuk memberikan aktivitas biologi yang khas. Apabila

(23)

suatu protein terdenaturasi, susunan tiga dimensi khas dari rantai polipeptida terganggu dan molekul tersebut terbuka menjadi acak (Gambar 2), namun tanpa ada kerusakan pada struktur kerangka kovalen (struktur primer) (Lehninger 1982).

Gambar 2. Perlakuan panas dan penyebab lain dapat menyebabkan denaturasi dan membukanya protein globular asli tanpa memecah kerangka kovalen (Lehninger 1982).

Terjadinya denaturasi protein selama penyimpanan suhu rendah disebabkan adanya peningkatan konsentrasi garam mineral dan substansi organik terlarut pada akhir fase sebelum terjadi pembekuan di dalam sel. Dengan demikian konsentrasi garam mineral menjadi sangat tinggi apabila cairan dalam sel membeku, sehingga menyebabkan terjadinya pemisahan dan denaturasi protein. Akibat dari semua ini, maka akan terjadi perubahan pH dan kekuatan ionik (Suzuki 1981).

2.6 Cryoprotectant

Cryoprotectant digunakan untuk menghambat terjadinya denaturasi protein selama pembekuan dan penyimpanan beku. Cryoprotectant mampu menginaktifkan kondensasi dengan cara mengikat molekul air melalui ikatan hidrogen. Cryoprotectant meningkatkan kemampuan air sebagai energi pengikat, mencegah pertukaran molekul-molekul air dari protein, dan menstabilkan protein (Zhou et al. 2006). Gambar 3 memperlihatkan efek penggunaan cryoprotectant terhadap protein.

Kebanyakan mono-, di-sakarida dan beberapa poliol bermolekul rendah, sama seperti halnya asam amino dan asam karboksilat memiliki sifat cryoprotective. Selain itu, bahan-bahan berberat molekul tinggi seperti polidekstrosa dan maltodekstrin juga dapat berfungsi sebagai agen cryoprotective

(24)

(Arakawa et al. 1990 semua cryoprotectant

dan sifatnya nontoksik terhadap sel, sehingga dapat bertindak sebagai pelindung (McHugh 2003).

Gambar 3 Skema denaturasi

penyimpanan beku dan pencegahannya oleh cryoprotectant

dan Noguchi Cryoprotectant

surimi adalah campuran sorbitol dan sukrosa dengan perbandingan 1:1. Walaupun bahan tesebut memiliki efek

cryoprotectant komersial ini mengakibatkan timbulnya rasa manis yang berlebihan dan nilai kalori yang tinggi pada surimi, serta mengakibatkan terjadinya reaksi Maillard

menyebabkan kerusakan hati (Fröster 1976 1980). Sorbitol sebagai

hidrogen sehingga mencegah denaturasi protein dengan mengurangi pengikatan air dengan protein selama penyimpanan (MacDonald

memiliki tingkat kemanisan 0,5

2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87 kJ/g. Struktur kimia sorbitol disajikan pada Gambar 4.

. 1990 dalam Auh et al. 1999). Seperti apapun bentuk molekulnya, cryoprotectant harus larut air, dapat menurunkan titik beku dalam laru dan sifatnya nontoksik terhadap sel, sehingga dapat bertindak sebagai pelindung (McHugh 2003).

Skema denaturasi α-heliks protein selama penyimpanan beku dan pencegahannya oleh cryoprotectant (Matsumoto 1980 dalam Matsumoto dan Noguchi 1992)

Cryoprotectant yang telah digunakan secara komersial pada industri surimi adalah campuran sorbitol dan sukrosa dengan perbandingan 1:1. Walaupun bahan tesebut memiliki efek cryoprotective yang baik pada protein miofibril ikan, komersial ini mengakibatkan timbulnya rasa manis yang berlebihan dan nilai kalori yang tinggi pada surimi, serta mengakibatkan Maillard (Zhou et al. 2006). Sorbitol dalam jumlah besar dapat rusakan hati (Fröster 1976 dalam Koivistoinen dan Hyvönen Sorbitol sebagai cryoprotectant berikatan dengan air melalui ikatan hidrogen sehingga mencegah denaturasi protein dengan mengurangi pengikatan air dengan protein selama penyimpanan (MacDonald et al.

ingkat kemanisan 0,5-0,7 kali kemanisan sukrosa dengan nilai kalori 2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87 kJ/g. Struktur kimia sorbitol disajikan pada . 1999). Seperti apapun bentuk molekulnya, harus larut air, dapat menurunkan titik beku dalam larutan dan sifatnya nontoksik terhadap sel, sehingga dapat bertindak sebagai

heliks protein selama penyimpanan beku dan pencegahannya oleh Matsumoto

yang telah digunakan secara komersial pada industri surimi adalah campuran sorbitol dan sukrosa dengan perbandingan 1:1. Walaupun yang baik pada protein miofibril ikan, komersial ini mengakibatkan timbulnya rasa manis yang berlebihan dan nilai kalori yang tinggi pada surimi, serta mengakibatkan Sorbitol dalam jumlah besar dapat oivistoinen dan Hyvönen berikatan dengan air melalui ikatan hidrogen sehingga mencegah denaturasi protein dengan mengurangi pengikatan et al. 2000). Sorbitol 0,7 kali kemanisan sukrosa dengan nilai kalori 2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87 kJ/g. Struktur kimia sorbitol disajikan pada

(25)

Gambar

Kemampuan pembentukan gel surimi beku lebih ditentukan oleh penambahan cryoprotectant

trehalose memperlihatkan efek yang bersifat melindungi lebih besar terhadap denaturasi protein yang ditunjukkan oleh efekti

Ca2+-ATPase dan daya larut protein (Zhou

2.7 Karagenan

Karagenan adalah polisakarida linear turunan dari bermacam

spesies rumput laut merah. Karagenan merupakan koloid hidrofilik yang penting dan terdapat sebagai material matriks pada beberapa spesies rumput laut merah, mempunyai kemiripan fungsi struktu

kimia merupakan galaktan bersulfat tinggi.

Tabel 3 Standar mutu karagenan semimurni (EC, FAO, dan FCC dalam Parameter Alkohol residual pH Viskositas Sulfat (SO4) Total abu

Abu tidak larut asam Bahan tidak larut asam

Dari semua jenis karagenan, kappa karagenan memberikan gel yang paling kuat. Proses pembentukan gel terjadi karena adanya ikatan antar rantai polimer sehingga membentuk struktur tiga dimensi yang mengandung pelarut pada celah-celahnya (Glicksman 1983).

Gambar 4 Struktur kimia sorbitol (Anonim 2008)

Kemampuan pembentukan gel surimi beku lebih ditentukan oleh cryoprotectant. Diantara semua cryoprotectant yang digunakan, memperlihatkan efek yang bersifat melindungi lebih besar terhadap protein yang ditunjukkan oleh efektivitas dalam aktivitas memelihara ATPase dan daya larut protein (Zhou et al. 2006).

Karagenan adalah polisakarida linear turunan dari bermacam

spesies rumput laut merah. Karagenan merupakan koloid hidrofilik yang penting dan terdapat sebagai material matriks pada beberapa spesies rumput laut merah, mempunyai kemiripan fungsi struktur seperti selulosa pada tanaman, dan secara kimia merupakan galaktan bersulfat tinggi.

Tabel 3 Standar mutu karagenan semimurni (EC, FAO, dan FCC Bixler dan Johndro 2000)

European Commision Codex Alimentarius Food Chemistry Total 0,1% Total 0,1% - 8-11 ≥ 5 cPs ≥ 5 cPs 15 - 40% 15 - 40% 1 - 40% 15 - 40%

Abu tidak larut asam ≤ 1% ≤ 1%

Bahan tidak larut

8 - 15% 8 - 15%

Dari semua jenis karagenan, kappa karagenan memberikan gel yang paling kuat. Proses pembentukan gel terjadi karena adanya ikatan antar rantai polimer sehingga membentuk struktur tiga dimensi yang mengandung pelarut pada (Glicksman 1983). Kestabilan karagenan sebagai senyawa

Struktur kimia sorbitol (Anonim 2008)

Kemampuan pembentukan gel surimi beku lebih ditentukan oleh yang digunakan, memperlihatkan efek yang bersifat melindungi lebih besar terhadap vitas dalam aktivitas memelihara

Karagenan adalah polisakarida linear turunan dari bermacam-macam spesies rumput laut merah. Karagenan merupakan koloid hidrofilik yang penting dan terdapat sebagai material matriks pada beberapa spesies rumput laut merah, r seperti selulosa pada tanaman, dan secara

Tabel 3 Standar mutu karagenan semimurni (EC, FAO, dan FCC

Food Chemistry Codex - - ≥ 5 cPs 18 - 40% ≥ 35% ≤ 1% 8 - 15% Dari semua jenis karagenan, kappa karagenan memberikan gel yang paling kuat. Proses pembentukan gel terjadi karena adanya ikatan antar rantai polimer sehingga membentuk struktur tiga dimensi yang mengandung pelarut pada

(26)

biasanya akan mengalami depolimerisasi secara perlahan dalam penyimpanan. Tetapi karagenan (kappa dan iota) biasanya memiliki daya kekuatan gel serta kekuatan reaksi terhadap protein dan tidak terpengaruh oleh proses depolimerisasi (Winarno 1990).

Tabel 4 Kelarutan karagenan dalam berbagai medium (Moraino 1977 dalam Winarno 1990)

Medium Kappa Iota Lambda

Air panas Larut pada suhu di

atas 60°C

Larut pada suhu di

atas 60°C Larut

Air dingin Larut garam Na, K,

Ca, Tidak larut

Larut garam Na, Ca,

Tidak larut Larut

Susu panas Larut Larut Larut

Susu dingin

Garam Na, Ca, K, tidak larut tetapi akan mengembang

Tidak larut Larut

Larutan sukrosa Larut dalam keadaan

panas Sulit larut

Larut dalam keadaan panas

Larutan garam Tidak larut Larut dalam keadaan

panas

Larut dalam keadaan panas

Larutan organik Tidak larut Tidak larut Tidak larut

Pada umumnya, karagenan dapat melakukan interaksi dengan makromolekul yang bermuatan, misalnya protein sehingga mampu menghasilkan berbagai jenis pengaruh seperti peningkatan viskositas, pembentukan gel, pengendapan dan penyaringan stabilisasi. Hasil interaksi antara karagenan dan protein sangat tergantung pada pH larutan serta pH isoelektrik dari protein (Winarno 1990). Salah satu karakteristik karagenan yang penting dalam berinteraksi dengan protein adalah interaksi yang terjadi melalui dua cara, yakni (1) interaksi antara muatan positif gugus amino dalam protein dengan muatan negatif dari gugus sulfat dalam karagenan, atau (2) interaksi antara gugus ester sulfat dalam karagenan dengan gugus karboksil dalam protein (Glicksman 1983). Interaksi yang terjadi antara protein dengan karagenan disajikan pada Gambar 5.

Mekanisme-mekanisme tersebut menghasilkan sistem protein yang lebih

stabil dengan meningkatnya kekuatan dan fungsi yang lebih baik (Llanto et al. 1990). Interaksi karagenan dan protein dapat terjadi dengan adanya

kation polivalen seperti kalsium (Ca2+) yang menjadi jembatan penghubung dengan menghilangkan gugus dari grup karboksil (Towle 1973).

(27)

Gambar 5 Interaksi antara protein dengan karagenan (Marine Colloids 1992 dalam Nussinovitch 1997)

Pada daging, penambahan karagenan digunakan untuk mendorong peningkatan produk karena karagenan mengikat air bebas dan berinteraksi dengan protein sehingga protein yang dapat larut tetap tertahan. Karagenan mengikat air pada otot daging sehingga meningkatkan tekstur dan kelembutan (McHugh 2003). Penambahan karagenan berlebihan tidak mampu mengikat protein daging (Ledward 1979). Karagenan semimurni juga digunakan untuk meningkatkan kekuatan gel pada daging sehingga teksturnya lebih baik. Pada industri coklat, karagenan semimurni digunakan untuk memberikan viskositas yang baik pada susu, suspensi yang baik pada coklat, dan memberi ”rasa pada mulut” (mouthfeel). Pada industri es krim, karagenan semimurni berfungsi mengontrol viskositas dan mencegah pembentukan kristal es (Bixler dan Johndro 2000).

Peningkatan terhadap kemampuan daya ikat air pada produk rendah-lemak frankfurter telah diketahui dengan adanya penambahan karagenan (Foegeding dan Ramsey 1986). Penelitian lain telah menyebutkan bahwa penambahan KCl mungkin meningkatkan efektivitas karagenan pada produk-produk rendah-lemak (Barbut dan Mittal 1989).

2.8 Polifosfat

Secara industri, STPP diproses dengan pemanasan stoikiometri campuran disodium fosfat dan monosodium fosfat pada kondisi terkontrol dan terjaga

(28)

[2Na2HPO4 + NaH2PO4 → Na5P3O10 + 2H2O]. (Greenwood et al. 1997 dalam Anonima 2010). Ciri-ciri umum STPP antara lain kepadatan 2,52 g/cm3; titik cair 622°C; dan kelarutan (pada suhu 25°C) 145 ppt. Garam STPP digunakan pada berbagai aplikasi, namun terdapat regulasi mengenai jumlah pemakaiannya, karena STPP secara substansi meningkatkan berat makanan (khususnya seafood) disertai peningkatan daya ikat air (Anonimb 2010).

Wujud sodium polyphosphat berupa bubuk yang tak memiliki warna (transparan) seperti kaca. Sodium polyphosphate digunakan pada bubuk krim, daging asap, susu bubuk, seafood beku, buah dan sayuran kaleng. Fungsi pada bahan makanan antara lain mencegah timbulnya noda pada bagian luar makanan kaleng, menginaktivasi ion logam, menghambat laju oksidasi lemak pada sistem makanan basah, menekan pertumbuhan mikroba, dan mengurangi air selama pengolahan minuman beralkohol. Lembaga Keamanan Pangan Amerika (FDA) menyatakan penggunaannya hanya 5% pada bahan pangan yang diawetkan. Sementara itu Kanada menerapkan peraturan penggunaan bahan tambahan pangan tersebut sebesar 2000 ppm pada produk berbahan daging dan 5000 ppm pada ikan beku (Van Waser 1958).

Polifosfat yang umum digunakan ini (diutamakan) berupa STPP. Polifosfat akan memisahkan aktomiosin dan berikatan dengan miosin. Miosin dan polifosfat akan berikatan dengan air dan menahan mineral dan vitamin. Pada proses pemasakan, miosin akan membentuk gel dan polifosfat membantu menahan air dengan menutup pori-pori mikroskopis dan kapiler (Trianto 1987 dalam Naryati 2001)

Polifosfat meskipun bukan berfungsi sebagai cryoprotectant tetapi perlu ditambahkan untuk memperbaiki daya ikat air (WHC) dan memperbaiki sifat pasta yang lebih lembut pada produk-produk olahan surimi. Biasanya polifosfat ditambahkan sebanyak 0,2–0,3% dalam bentuk garam natrium tripolifosfat (Peranginangin et al. 1999). Fosfat telah diterima secara luas sebagai bahan tambahan potensial pada ikan dan seafood yang berguna untuk meningkatkan fungsional karakteristik produk dengan meningkatkan penyimpanan air pada ikan segar dan berfungsi juga untuk mengurangi kehilangan bobot pada pencairan ikan beku (Chang dan Regenstein 1997 dalam Julavittayanukul et al. 2006).

(29)

2.9 Garam Kalium Klorida (KCl)

Tubuh seseorang dewasa mengandung kalium (250 g) dua kali lebih banyak dari natrium (110 g). Walaupun demikian biasanya konsumsi kalium lebih sedikit daripada natrium. Konsumsi tiap orang per hari di Amerika 2-6 gram kalium. Namun di sebagian besar Negara jumlah kalium yang dikonsumsi per hari sekitar 3,7–7,4 gram kalium klorida (Winarno 1997).

Potassium chloride/kalium klorida memiliki wujud tak berwarna atau kristal putih, dan tak memiliki bau. Larut terhadap air, gliserin, dan sedikit larut pada alkohol. Daya larut tersebut bisa berkurang dengan adanya HCl, MgCl2 dan NaCl. Fungsi pada bahan makanan antara lain; sebagai pembentuk dan peningkat citarasa, pembentuk gel, pengontrol kadar pH, dan stabiliser. Lembaga Pangan Amerika (FDA) menyatakan terdapat peraturan mengenai penambahan bahan tersebut pada daging yakni tidak lebih dari 3% per berat produk (Lewis 1989).

Adanya ion monovalen yaitu kalium (K+), amonium (NH4+), rubidium (Rb+), dan cessium (Cs+) membantu pembentukan gel kappa. Ion K+ membentuk gel yang keras dan elastis pada kappa karagenan, sedangkan ion Na+ menghambat pembentukan gel (Angka dan Suhartono 2000). Pada konsentrasi kalium (KCl) lebih tinggi, kekenyalan gel karagenan akan meningkat. Ion kalium juga mempunyai pengaruh meningkatkan suhu cair dan suhu gelasi dari karagenan. Bila kation tersebut dihilangkan, maka karagenan tidak lagi mampu membentuk gel (Winarno 1990).

Batas penggunaan KCl sangat ditentukan oleh uji organoleptik, karena semakin tinggi KCl semakin terasa pahit. Batas atas dari makanan yang tidak terganggu kelezatannya adalah konsentrasi 0,1–0,2 persen klorida. Namun demikian, dalam makanan yang asin seperti beberapa cured daging, kadar 0,5 persen natrium klorida dapat diganti dengan kalium klorida tanpa dapat dideteksi. Fungsi karagenan bila dikombinasikan dengan garam kalium, maka karagenan sangat efektif sebagai gel pengikat atau gel pelapis produk daging (Winarno 1990).

(30)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga Desember 2009. Proses pembuatan, penyimpanan dan analisis surimi dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Perikanan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan; serta Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk pembuatan surimi terdiri dari ikan nila (Oreochromis niloticus), es, air, karagenan, KCl (kalium klorida) dan STPP (sodium tripolyphosphate). Adapun bahan yang digunakan untuk analisis adalah aquades, H2SO4 pekat, NaCl, buffer pH 4 dan buffer pH 7.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat untuk pembuatan surimi dan alat untuk analisis mutu surimi. Peralatan untuk pembuatan surimi adalah pisau, talenan, wadah plastik, plastik polietilen, penggiling (grinder), timbangan, food processor, termometer, kain saring, alat pengepress (screwpress hidrolik) dan freezer storage. Peralatan analisis mutu produk terdiri dari peralatan gelas, oven, tanur, desikator, kertas saring, neraca analitik, homogenizer, alat pengepress hidrolik, high-speed refrigerated centrifuge (himac CR 21G), dan pH-meter.

3.3 Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu pembuatan minced fish, penambahan cryoprotectant berbasis karagenan (kombinasi dengan KCl dan STPP), penyimpanan beku surimi (-20°C), dan analisis kimia terhadap surimi tersebut.

3.3.1 Pembuatan Surimi

Proses pembuatan surimi pada penelitian ini mengacu pada metode Wang et al. (2000) dengan modifikasi (Gambar 6). Sebelum diolah menjadi

(31)

minced fish, dilakukan karakterisasi fisik ikan nila yang meliputi pengukuran panjang dan bobot ikan, perhitungan rendemen, dan uji proksimat. Pembuatan surimi dimulai dengan proses preparasi, pemfilletan (pemisahan daging ikan), kemudian proses penghancuran daging ikan menggunakan alat penggiling (grinder) hingga daging ikan terlumatkan dan halus. Analisis kimiawi daging ikan nila berupa uji proksimat meliputi kadar protein, air, lemak dan abu.

*

modifikasi

Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan surimi (Wang et al. 2000 yang telah dimodifikasi)

Hasil daging ikan lumat selanjutnya dicuci pada suhu ±5°C selama 10 menit. Proses pencucian menggunakan air es dengan perbandingan air dan daging sebesar 4:1. Daging lumat dicuci satu kali selanjutnya diperas pada kain saring dengan alat screwpress hidrolik, menjadi surimi. Perhitungan rendemen dilakukan terhadap daging ikan hingga menjadi surimi.

* Formulasi bahan

cryoprotectant Pengadukan

Penyimpanan beku selama 8 hari Pengepresan

Penggilingan Preparasi Ikan

Pemfilletan (pemisahan daging)

Surimi beku Ikan nila

Pencucian pada suhu ±5°C (air : daging = 4 : 1) sebanyak 1 kali

Karakterisasi Surimi: pH, PLG, kadar air, dan WHC

Surimi

Karakterisasi Surimi: pH, PLG, kadar air, dan WHC

Uji Proksimat

Uji Proksimat

(32)

3.3.2 Formulasi bahan cryoprotectant

Sebelum surimi disimpan beku, bahan-bahan cryoprotectant berbasis karagenan yakni kombinasi karagenan dengan KCl dan STPP ditambahkan pada surimi. Ketiga bahan tersebut diformulasikan dengan persamaan (1) berikut:

Keterangan:

= Nilai kode masing-masing faktor (-1, 0, +1) x = Nilai konsentrasi variabel terikat

= Nilai tengah terbaik masing-masing variabel ∝ = Selisih/range sebagai batas atas dan bawah

Formula bahan-bahan hasil formulasi disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 5 Penentuan taraf nilai variabel yang digunakan

Parameter / Variabel Nilai Kode dan Nilai Riil

-1 0 +1

Karagenan (X1) % 2 4 6

KCl (X2) % 0,5 0,75 1

STPP (X3) % 0,15 0,25 0,35

Tabel 6 Formulasi bahan cryoprotectant berbasis karagenan dan kodenya Komposisi Kode Sampel Karagenan KCl STPP 2% 0,50% 0,15% A1 6% 0,50% 0,15% A2 2% 1% 0,15% A3 6% 1% 0,15% A4 2% 0,50% 0,35% A5 6% 0,50% 0,35% A6 2% 1% 0,35% A7 6% 1% 0,35% A8 4% 0,75% 0,25% A9 (1)

(33)

3.3.3 Analisis data

Data yang dikumpulkan selanjutnya diuji dan dianalisis menggunakan two level factorial design (Box et al. 1978). Tiga faktor atau variabel tetap yang dipilih meliputi karagenan (X1), garam KCl (X2) dan STPP (X3). Sedangkan respon atau variabel bebas yang diukur meliputi uji proksimat (kadar air, protein, lemak dan abu), kadar protein larut garam (PLG), pH, dan nilai WHC. Model rancangan percobaan untuk mengetahui hubungan linier dari variabel respon diberikan pada persamaan (2) sebagai berikut:

Keterangan:

Y = Respon dari masing-masing perlakuan xi dan xj = Variabel bebas

ao = Intersep

ai = Koefisien regresi orde pertama

aij = Koefisien interaksi untuk variabel i dan j

Analisis data menggunakan program MINITAB Release 14 (Minitab Inc. 2003. MINITAB Statistical Software, Release 14 for Windows, State College, Pennsylvania).

3.4 Prosedur Analisis

Analisis kimia dilakukan terhadap daging ikan nila dan surimi meliputi uji proksimat (kadar protein, air, lemak, dan abu), uji pH, uji WHC (water holding capacity), uji protein larut garam (PLG), dan perhitungan rendemen.

3.4.1 Kadar air (AOAC 1995)

Pengukuran kadar air menggunakan Metode Oven; cawan porselen bersih dikeringkan dengan cara dimasukkan ke dalam oven selama 30 menit pada suhu 105°C. Cawan diangkat dan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit, lalu ditimbang. Sebanyak 5 g surimi dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya, kemudian cawan berisi sampel tersebut dioven selama 6 jam dengan suhu 100-102°C atau hingga berat konstan. Setelah selesai, cawan dan sampel dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit atau hingga dingin, lalu ditimbang. Apabila masih belum diperoleh berat yang konstan maka perlu (2)

(34)

dilakukan pengeringan di dalam oven. Penentuan kadar air menggunakan perhitungan sebagai berikut:

Kadar air (%) = 100% A B A  

Keterangan : A = berat sampel awal (gram)

B = berat sampel setelah dikeringkan (gram) 3.4.2 Pengukuran pH (AOAC 1995)

Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan alat pH-meter yang dinyalakan terlebih dahulu selama 15-30 menit. Elektroda dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan tissue. Selanjutnya pH meter dikalibrasi dengan mencelupkan elektroda ke dalam buffer pH 7 dan pH 4, dibiarkan beberapa saat hingga stabil. Surimi sebanyak 10 g ditambahkan aquades 90 ml, kemudian dihomogenkan selama 2 menit. Elektroda dicelupkan ke dalam sampel selama beberapa saat, nilai pH dibaca setelah menunjukkan angka stabil.

3.4.3 Pengukuran WHC/water holding capacity (Lee dan Toledo 1976) Prinsip pengujian daya ikat air (WHC) adalah pengepresan pada tekanan tertentu, air bebas yang terdapat pada daging atau bahan dilepaskan ke kertas saring yang digunakan untuk pengepresan. Cairan yang terpisah membentuk lingkaran pada kertas saring antara air yang terikat dengan air bebas yang dilepaskan akibat perlakuan pengepresan, berbanding terbalik dengan kemampuan bahan untuk mengikat air bebas sebagai akibat dari perlakuan pengepresan atau berbanding terbalik dengan WHC atau daya ikat airnya.

Surimi sebanyak 0,3 g diambil dan ditempatkan di atas kertas saring dan ditutup dengan penutupnya. Setelah itu diletakkan pada alat pengepres hidrolik dan ditekan sampai 200 bar atau 200 kg/cm2 selama 5 menit. Luasan lingkaran dari sampel diukur, begitu pula luasan lingkaran luar yang terbentuk oleh air. Luasan lingkaran yang terbentuk oleh air bebas merupakan pengurangan dari luasan lingkaran luar dengan luasan lingkaran dalam.

Kriteria umum yang digunakan adalah jika luasan lebih kecil dari 6 cm2, maka hanya sekitar 25% air bebas yang dilepaskan pada waktu pengepresan yang berarti daya ikat airnya tinggi, jika luasannya 6-8 cm2 maka daya ikat airnya

(35)

sedang dan jika luasan air bebasnya lebih dari 8 cm2 maka daya ikat airnya rendah. Perhitungan luasan air bebas adalah sebagai berikut :

1000 (mg) sampel berat (%) air kadar sampel air Jumlah 8 0,0948 ) (cm bebas air lingkaran luas (mg) bebas air Jumlah 2     

WHC dihitung menggunakan rumus:

100% sampel air jumlah bebas air jumlah sampel air jumlah (%) WHC   

3.4.4 Kadar protein larut garam (miofibril) (Park et al. 1988)

Surimi sebanyak 5 gram yang ditambah 50 ml NaCl 5% dihomogenkan dengan waring blender 2-3 menit dengan suhu tetap dijaga rendah, kemudian disentrifuse pada 10.000xg selama 20 menit dengan suhu 4°C. Endapan disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no.1, sementara filtrat ditampung dalam Erlenmeyer dan disimpan pada suhu 4°C. Filtrat sebanyak 25 ml (PLG) ditetapkan kandungan proteinnya dengan menggunakan metode semimikro Kjeldahl. Kadar protein larut garam ditentukan dengan rumus:

100% sampel mg Fp) 6,25 14,01 HCl N X) -(Z (%) PLG Kadar      

Keterangan: Z = ml titrasi HCl sampel X = ml titrasi HCl blanko Fp = faktor pengenceran 3.4.5 Perhitungan rendemen

Rendemen ikan adalah rasio berat antara daging dan bagian lain terhadap ikan utuh. Pada umunya digunakan untuk memperkirakan jumlah bagian yang bisa termanfaatkan sebagai bahan pangan (Hadiwiyoto 1993). Rendemen dihitung menggunakan rumus: 100% utuh ikan berat kan termanfaat yang bagian rat b (%) Rendemen  e

(36)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Daging dan Surimi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Karakteristik daging dan surimi ikan nila meliputi fisik dan kimianya. Sifat fisik meliputi penampakan dan rendemen, sementara sifat kimia meliputi kadar proksimat dari daging ikan nila dan suriminya.

A. Rendemen

Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai rendemen dari fillet hingga surimi terjadi penurunan. Dari hasil tersebut diketahui rendemen fillet daging ikan nila 30,37%, dan terjadi penurunan rendemen 15,37% untuk daging lumat (minced fish). Sementara itu menurut Afriwanty (2008) pada penelitian sebelumnya menyebutkan nilai rendemen daging ikan nila 21,49 ± 5,64%.

Tabel 7 Karakteristik fisik dan rendemen ikan nila menjadi surimi

Panjang awal Bobot awal Berat fillet Berat minced Berat surimi

Rata-rata 27,64 cm 393,25 g 119,43 g 101,07 g 73,05 g

Rendemen 30,37 % 25,70 % 18,57 %

Rendemen surimi ikan nila 18,57% (dari berat ikan utuh) atau 61,17% (dari berat fillet daging ikan nila). Nilai tersebut lebih besar dari yang dilaporkan Afriwanty (2008) yakni 15,54%. Rendemen yang dihasilkan pada masing-masing ikan bisa berbeda dan hal tersebut dipengaruhi oleh jenis ikan, bentuk tubuh dan umur ikan (Suzuki 1981).

Penurunan rendemen bisa terjadi salah satunya karena pencucian. Proses pencucian dan pemerasan daging ikan bertujuan menghilangkan protein larut air (sarkoplasma), lemak, dan materi lain yang tidak dikehendaki seperti sisa kulit atau pecahan tulang (Pipatsattayanuwong et al. 1995). Venugopal (1992) menyatakan bahwa peningkatan frekuensi pencucian akan menyebabkan semakin banyak komponen yang terlarut bersama dengan air pencuci seperti protein sarkoplasma, darah, pigmen, dan juga lemak yang terbuang selama pencucian.

(37)

B. Proksimat

Hasil pengukuran kimia (proksimat) menunjukkan nilai protein daging ikan nila 17,69% dan nilai protein surimi ikan nila tidak berbeda jauh yakni 17,34%. Menurut Suyanto (2002) dan Imanawati (2000), menyatakan bahwa nilai protein daging ikan nila masing-masing 15,80% dan 15,05%. Hasil kadar proksimat daging ikan nila dan surimi ikan nila disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Karakteristik kimia (proksimat) daging dan surimi ikan nila

Parameter Daging Ikan Nila Surimi Ikan Nila

Kadar Protein (%) 17,69 ± 0,33 17,34 ± 0,33

Kadar Air (%) 80,13 ± 0,18 74,45 ± 0,38

Kadar Lemak (%) 0,022 ± 0,004 0,016 ± 0,002

Kadar Abu (%) 0,010 ± 0,001 0,005 ± 0,002

Kandungan protein daging ikan 15-25% (Okada 1990). Kandungan gizi (protein) ikan yang cukup tinggi, menjadikannya komoditas potensial untuk pemenuhan protein hewani pengganti sumber protein. Menurut Astawan et al. (1996), nilai protein ikan air tawar dimungkinkan menurun dengan semakin banyaknya pencucian. Sehingga pencucian untuk ikan air tawar cukup dilakukan hanya satu kali. Peningkatan frekuensi pencucian bisa menyebabkan semakin banyak komponen yang terlarut bersama dengan air pencuci (Venugopal 1992)

Kadar air daging ikan nila adalah 80,13%. Nilai kadar air tersebut lebih rendah bila dibandingkan hasil penelitian; Suyanto (2002) dan Imanawati (2000) yang menyebutkan nilai kadar air ikan nila masing-masing 81,40% dan 81,19%. Tingginya kandungan air yang terdapat pada daging ikan menjadi salah satu faktor ikan menjadi mudah busuk (perishable). Menurut Winarno (1990), kandungan air dalam bahan makanan turut menentukan kesegaran dan daya tahan bahan itu.

Kadar air surimi lebih kecil daripada kadar air daging ikan nila yakni 74,45%. Nilai kadar air surimi disyaratkan oleh BSN (2006) yang tercantum pada SNI 01-2694.1-2006 adalah 80-82%. Tentu saja semakin kecil nilai kadar air tersebut maka diperbolehkan, namun sebaliknya nilai yang melebihi standar tersebut akan menjadi permasalahan.

Nilai kadar lemak daging ikan nila dan surimi yang diperoleh masing-masing 0,022% dan 0,016%. Hasil tersebut berbeda dengan hasil

(38)

penelitian Samsudin (2003) yang menyebutkan kadar lemak ikan nila 1,03%. Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena perbedaan cara dan lokasi budidaya ikan sehingga berpengaruh pada komposisi kimia ikan tersebut.

Adapun nilai kadar lemak surimi lebih rendah daripada daging ikan nila, karena proses pencucian telah melarutkan banyak komponen termasuk lemak. Hal ini sesuai dengan Lee (1986) yang menyatakan bahwa kualitas surimi ditentukan dengan adanya proses pencucian, proses tersebut menghilangkan lemak, bahan asing yang tak diharapkan, dan lebih dari itu kualitas surimi yang baik ditunjukkan selama penyimpanan beku mampu menjaga konsentrasi miofibril dan pembentukan gel.

Nilai kadar abu daging ikan nila yang diperoleh 0,01%, hasil tersebut tergolong sangat kecil karena sangat berbeda dengan hasil penelitian Samsudin (2003) yakni 0,78%. Sementara itu kadar abu surimi hanya 0,005%. Kadar abu merupakan zat tersisa ketika suatu sampel dibakar sempurna di dalam suatu tungku pengabuan dan menjadi perhitungan banyaknya jumlah mineral yang terkandung pada sampel tersebut. Pada proses pembakaran, hanya bahan-bahan organik yang hilang terbakar sedangkan bahan anorganik tidak terbakar dan membentuk abu (Sediaoetama 1996).

4.2 Pengaruh Formulasi Cryoprotectant Terhadap Karakteristik Kimia Surimi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Surimi segar diproduksi dengan berbahan dasar ikan nila, yang selanjutnya ditambah bahan cryoprotectant berbasis karagenan dengan garam KCl dan STPP. Analisis kimia surimi tersebut meliputi nilai pH, kadar air, WHC, dan protein larut garam (PLG).

4.2.1 Nilai pH

Nilai pH surimi ikan nila terlihat semakin tinggi dengan penambahan konsentrasi karagenan yang semakin tinggi pula. Nilai pH surimi tersebut secara lengkap disajikan pada Gambar 7.

(39)

Gambar 7 Diagram batang nilai pH surimi dengan penambahan cryoprotectant

Berdasarkan pengujian surimi tersebut diperoleh nilai pH berkisar pada 6,61 – 6,94. Nilai pH surimi paling rendah terdapat pada perlakuan A1 (penambahan cryoprotectant karagenan 2%; KCl 0,5%; STPP 0,15%) yakni 6,61. Nilai pH surimi tertinggi terdapat pada perlakuan A2 (penambahan cryoprotectant karagenan 6%; KCl 0,5%; STPP 0,15%) yakni 6,94. Adapun menurut Park et al. (1990) menyebutkan bahwa kisaran nilai pH surimi yang berbahan baku ikan tilapia (ikan nila) yakni 6,89 – 7,01.

Nilai pH merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sifat gel aktomiosin pada ikan selain faktor-faktor lain yakni konsentrasi protein, kekuatan ion, waktu dan suhu pemanasan. Penurunan pH dan peningkatan konsentrasi protein meningkatkan kekuatan gel aktomiosin (Zayas 1997). Selain itu, nilai pH juga memiliki pengaruh yang penting dalam proses kelarutan protein larut garam. Nilai pH optimum adalah pada kisaran pH sedikit di bawah netral hingga pada pH netral (Suzuki 1981). 6,61 6,94 6,68 6,83 6,66 6,85 6,63 6,84 6,78 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 C2; K0,5; S0,15 C6; K0,5; S0,15 C2; K 1; S0,15 C6; K 1; S0,15 C2; K0,5; S0,35 C6; K0,5; S0,35 C2; K1; S0,35 C6; K1; S0,35 C4; K0,75; S0,25 N ilai p H s u ri m i

Formulasi cryoprotectant pada surimi

A1 = karagenan 2%; KCl 0,5%; STPP 0,15% A6 = karagenan 6%; KCl 0,5%; STPP 0,35% A2 = karagenan 6%; KCl 0,5%; STPP 0,15% A7 = karagenan 2%; KCl 1%; STPP 0,35% A3 = karagenan 2%; KCl 1%; STPP 0,15% A8 = karagenan 6%; KCl 1%; STPP 0,35% A4 = karagenan 6%; KCl 1%; STPP 0,15% A9 = karagenan 4%; KCl 0,75%; STPP 0,25% A5 = karagenan 2%; KCl 0,5%; STPP 0,35%

(40)

Gambar 8 Surface Plot nilai pH pengaruh cryoprotectant.

Permukaan respon nilai pH terhadap faktor yang mempengaruhinya disajikan pada Gambar 8. Respon nilai pH terhadap karagenan dan STPP berupa grafik garis linier dimana peningkatan konsentrasi karagenan semakin meningkatkan pula nilai pH, namun peningkatan konsentrasi STPP tidak terlihat ada pengaruh signifikan. Hasil tersebut hampir sama halnya dengan interaksi karagenan dan KCl terhadap nilai pH. Namun terjadi sedikit penurunan nilai pH pada konsentrasi karagenan dan KCl yang tertinggi.

Hasil analisis efek variabel proses dapat dilihat pada Lampiran 1. Adapun plot respon efek utama setiap faktor terhadap nilai pH surimi pada Lampiran 2. Pengaruh karagenan, KCl, dan STPP terhadap nilai pH surimi ikan nila yang telah dihasilkan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Uji faktorial (analisis pengaruh dan koefisien) pH surimi

Faktor Koefisien Koefisien SE T P

Constant 6,7550 0,005 1351,00 0,000 Karagenan 0,1100 0,005 22,00 0,029 KCl -0,0100 0,005 -2,00 0,295 STPP -0,0100 0,005 -2,00 0,295 Karagenan*KCl -0,0200 0,005 -4,00 0,156 Karagenan*STPP -0,0100 0,005 -2,00 0,295 KCl*STPP 0,0000 0,005 0,00 1,000 Karagenan*KCl*STPP 0,0250 0,005 5,00 0,126 S = 0,0141421 R-Sq = 99,82% R-Sq(adj) = 98,34%

Faktor yang terdiri dari satu variabel menunjukkan pengaruh linier, namun faktor yang terdiri dari dua variabel menunjukkan pengaruh yang saling berinteraksi. Nilai T dan P berguna untuk mengetahui signifikan atau tidaknya setiap faktor terhadap respon yang dihasilkan. Semakin kecil nilai P maka semakin signifikan dan berperan terhadap respon yang dihasilkan.

(%) (%)

(%) (%)

Gambar

Tabel 1  Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Produk Surimi Beku   (SNI 01-2694.1-2006)
Tabel 2 Kandungan kimia ikan nila (Oreochromis niloticus)
Gambar 3   Skema  denaturasi
Tabel 4 Kelarutan karagenan dalam berbagai medium (Moraino 1977 dalam    Winarno 1990)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pemba- hasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa: (1) pembelajaran matematika dengan pendekat- an PBL berseting TGT efektif

Kemasan Budaya lokal ini diaplikasikan dalam bentuk produk dekoratif yang memanfaatkan limbah (sisa konveksi) menjadi produk baru yang bernilai jual sebagai inovasi ekonomi

Materi yang diberikan kepada siswa siswi SMK Farmasi berupa materi tentang pengenalan tanaman khas Kalimantan Tengah yang digunakan sebagai obat secara umum, kemudian

Demikian juga halnya dengan tradisi perang topat , dari hasil wawancara dengan beberapa informan menunjukkan bahwa tradisi ini merupakan tradisi yang telah diteruskan secara turun

Globalisasi telah memberikan akses kepada warga negara untuk bermigrasi melintasi batas Negara dengan lebih mudah. Fenomena ini berimplikasi kepada pelaksanaan

Bahasannya mencakup sekilas tentang integrasi sistem RF, teknik ekstraksi data dan ekstraksi informasi sektor dokumentasi, dengan fokus bahasan pada perbedaan

[r]

Perbedaan tipe rumah tinggal menyebabkan perbedaan beban yang diterima pondasi sehingga dimensi pondasi juga berbeda – beda.Oleh karena itu, dalam tugas akhir ini