• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah sebuah proses untuk mengubah jati diri seorang peserta didik untuk lebih maju. Menurut John Dewey, pendidikan adalah merupakan salah satu proses pembaharuan makna pengalaman, sedangkan menurut H. Horne, pendidikan merupakan proses yang terjadi terus-menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar, intelektual, emosional, dan kemanusiaan dari manusia (Listyarti, 2012: 2).

Menurut Mantan Menteri Pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menyampaikan bahwa minimal generasi muda Indonesia sampai dengan 18 tahun paling tidak pendidikannya sudah 12 tahun yaitu lulusan SMA, SMK, dan MA. Kemendikbud juga sudah menyiapkan tiga skenario untuk mendongkrak rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas dari 8,01 tahun pada tahun 2012 menjadi 12 tahun pada tahun 2045. Skenario pertama rata-rata lama sekolah penduduk di Indonesia adalah 12,35 tahun (sudah lulus SMA atau sederajat). Skenario kedua adalah untuk mencapai 13,17 tahun sedangkan skenario ketiga adalah untuk mencapai 14,05 tahun. Muhammad Nuh menyampaikan, rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia pada 2010 adalah 7,9 tahun masih tertinggal dari Jepang (11,6) dan Malaysia (10,1), tetapi di atas Thailand (7,5) (Kemendikbud, 2014) .

Kualitas pendidikan yang mencakup kurikulum, tenaga pendidik, infrastruktur pendidikan dan lain-lain. Tenaga pendidik masih bicara kurikulum yang kerap berganti, tambal sulam kebijakan, dana pendidikan selalu kurang, sekolah-sekolah rusak, kaum difabel termarjinalkan, dan lain-lain yang membuat kita sendiri harus mengelus dada. Potret pendidikan di Indonesia yang demikian, membuat kita, guru bagi anak didik, sekolah dan orang tua harus bekerjasama demi terwujudnya pendidikan nasional yang pendidik harapkan.

Harjanto Prabowo mengatakan orang-orang Indonesia lupa betapa pentingnya anak didik punya keterampilan untuk hidup (life skill), bukan hanya kepentingan memiliki nilai Matematika tinggi. Selama ini semua yang dipelajari di sekolah hanya diukur dengan nilai akademik. Menurut Harjanto, pada tahapan usianya saat ini para anak didik tidak hidup hanya di sekolah. Anak didik juga bagian dari kelompok di masyarakat dan lingkungannya. Anak-anak Indonesia

(2)

saat ini harus tahu, bahwa Indonesia bukan Negara kaya raya dengan minyak bumi dan pertanian. Pengelola pendidikan dari tingkat bawah sampai tingkat tinggi di pemerintahan harus jujur menyampaikan kondisi pendidikan dan kekayaan Indonesia agar anak-anak berpikir maju dan harus berbuat apa. Apabila mereka masih mendengar cerita lama tentang Negara kita yang gemah ripah, mereka hanya akan hidup dalam mimpi. Pendidikan kita harus berani menyampaikan pada mereka dan membentuk mereka siap menghadapi itu di masa mendatang. Tak ada kata lain, pendidikan karakter anak didik harus semakin dijunjung tinggi. Sistem pendidikan nasional harus memperkuat life skill anak didik agar siap menghadapi zaman yang terus berubah (Kompas, 2015).

Karakter memberikan arahan tentang bagaimana bangsa itu menapaki dan melewati suatu jaman dan mengantarkannya pada suatu derajat tertentu. Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki karakter yang mampu membangun sebuah peradaban besar yang kemudian mempengaruhi perkembangan dunia (Muwafik, 2011: 1). Kondisi yang dialami bangsa dengan menurunnya karakter generasi muda mengakibatkan bermunculan fenomena-fenomena baru seperti pola konsumsi minuman keras di kalangan remaja terus mengalami peningkatan(Harian Terbit, 2015), adanya kekerasan remaja yang saat ini tengah gempar adalah kasus kekerasan pada masa orientasi di sekolah atau tindakan bullying (Kompasiana, 2012). Hal ini disebabkan oleh generasi muda yang kurang memaknai nilai-nilai solidaritas terhadap sesama. Kurangnya pengaplikasian nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari juga menjadikan salah satu penyebab kekerasan antara generasi muda.

Teknologi informasi berkembang sangat cepat dan mudah diakses siapapun yang mempunyai fasilitas untuk mengaksesnya. Pesatnya perkembangan teknologi dan informasi, ikut mempengaruhi perkembangan anak dan remaja di Indonesia yang menjurus ke hal positif maupun negatif. Peran orang tua sangat penting dalam mendampingi anak dan remaja melewati pengaruh negatif dalam lingkungan anak. Menurut Batampos dalam artikel Mempengaruhi Anak dengan Pemberian Sugesti Positif (2014) fenomena kenakalan anak dan remaja dewasa ini membuat para orang tua merasa cemas dan khawatir berlebihan apakah anak-anaknya bisa terhindar dari berbuat kejahatan atau terhindar sebagai korban kejahatan.

Kesempatan berkumpul bersama anak adalah waktu emas untuk membentuk karakter anak, tetapi yang terjadi di dunia nyata bahwa orang tua sibuk bekerja dan tidak jarang mereka membiarkan anak-anak mengeksplorasi pengetahuan tanpa di dampingi orang tua. Rumah

(3)

merupakan tempat pertama mereka menumbuhkan karakter sejak dini, tetapi sekolah adalah tempat kedua mereka menanamkan karakter dan menimba ilmu, meskipun tidak semua kegiatan yang dilalui oleh anak dapat diawasi oleh guru dan orang tua.

Membangun karakter bangsa menjadi tanggung jawab bersama semua pihak dan komponen dari bangsa ini untuk ikut terlibat menyingsingkan lengan baju membangun karakter yang kuat yang khas. Semua potensi bangsa haruslah bangkit dan bersatu padu untuk melakukan sebuah gerakan dan tindakan dalam membangun karakter bangsa agar negeri ini bangkit dan meraih cita-cita besarnya sehingga mampu sejajar dengan bangsa-bangsa besar lain di dunia dan mampu memberikan kontribusi bahkan menjadi pusat peradaban (Muwafik, 2011: 10).

Menurut Kemendiknas (2010: 1), pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat prefentif. Itu karena pendidikan membangun generasi baru bangsa menjadi lebih baik. Pendidikan merupakan salah satu bidang yang sangat penting yang harus dimiliki oleh suatu Negara untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Di dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) diketahui bahwa tujuan dari pendidikan nasional yaitu:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Menurut Undang-undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa salah satu tujuan pendidikan Indonesia adalah agar generasi penerus bangsa menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggungjawab. Dari tujuan pendidikan tersebut, maka pendidikan harus mengembangkan karakter bangsa yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional serta mampu mengarahkan kepada peserta didik agar menjadi pribadi yang berkualitas.

Penanaman nilai-nilai karakter bangsa terdapat dalam 18 nilai-nilai pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dibuat oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Nilai-nilai dalam pendidikan karakter menurut Kemendiknas adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat atau komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab. Mulai tahun

(4)

pelajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan karakter (Listyarti, 2012: 5).

Pendidikan karakter berpijak pada karakter dasar manusia yang bersumber pada nilai moral universal (sifatnya absolut) yang bersumber pada nilai-nilai agama yang dianggap sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan pasti apabila berpijak pada nilai-nilai karakter dasar tersebut. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi sesuai dengan kebutuhan, kondisi dan lingkungan sekolah itu sendiri. Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam membentuk kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter (Amri dkk, 2011: 5).

Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik pada tahap selanjutnya. Banyak orang tua gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya baik karena kesibukan maupun karena lebih mementingkan aspek kognitif anak. Meskipun demikian, kondisi ini dapat ditanggulangi dengan memberikan pendidikan karakter di sekolah (Muslich, 2014: 30).

Persepsi masyarakat selama ini sedikit melenceng karena kebanyakan mereka untuk memaksimalkan pendidikan karakter bangsa hanya ada dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan saja. Persepsi yang demikian harus diubah sedini mungkin bahwa pada dasarnya semua mata pelajaran menerapkan tentang nilai-nilai pendidikan karakter. Mata pelajaran sejarah seperti yang dirumuskan dalam depdiknas bertujuan untuk menyadarkan siswa akan adanya proses perubahan dan perkembangan masyarakat dalam dimensi waktu, dan untuk membangun perspektif serta kesadaran sejarah dalam menemukan, memahami dan menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu, masa kini dan masa depan. Salah satu aspek proses pendidikan termasuk pendidikan sejarah adalah membangun karakter anak didik. Karakter merupakan standar atau norma dan sistem nilai yang terimplementasi dalam berbagai bentuk kualitas diri, tetapi disisi lain pelajaran agama mempunyai porsi yang cukup besar dalam menanamkan karakter. Mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) merupakan bagian dari mata pelajaran

(5)

sejarah Islam dan agama yang dijadikan salah satu mata pelajaran untuk menanamkan karakter pada siswa.

Pembelajaran SKI merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan sejarah Islam. Di dalam pembelajaran SKI juga terdapat materi-materi tentang nilai-nilai karakter yang diinternalisasikan ke dalam biografi pemimpin pada masa sejarah Islam seperti Khulafaur Rasyidin. Salah satu tokoh Islam yang populer pada masa pemerintahannya adalah Abdullah bin Abu Kuhafah dan terkenal dengan panggilan Abu Bakar Ash Shiddiq. Abdullah bin Abu Kuhafah mempunyai banyak nilai-nilai karakter yang bisa ditanamkan untuk peserta didik. Walaupun pemerintahan tidak lama tetapi dengan sikap kepemimpinan Abdullah bin Abu Kuhafah seperti berani dan tegas membuat pemerintahan pada masa nya banyak membawa perubahan yang menyeluruh dalam dunia Islam (Sulasman & Suparman, 2013: 97).

Abdullah bin Abu Kuhafah menjadi khalifah melalui proses pemilihan oleh sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar yang berkumpul di balai kota Bani Sa’idah, Madinah (Nata, 2011: 113). Nilai-nilai karakter yang bisa diteladani oleh Abdullah bin Abu Kuhafah adalah jujur, tegas, sederhana, dermawan, dan pemberani. Singkat cerita, Abdullah bin Abu Kuhafah adalah seorang laki-laki yang memang hadir untuk menemani Rasulullah SAW. Seorang sahabat yang dipilih Allah SWT untuk mengubah alam, membersihkan dunia, dan meluruskan serta menegakkan peri kehidupan (Muhammad Khalid, 2014: 11).

Sekolah yang berlatar belakang agama seperti MA, pendidikan karakter sangatlah penting, karena pada awalnya sudah dijelaskan bahwa tujuan dari pendidikan nasional adalah menjadikan peserta didik sebagai orang yang berkarakter baik. Kondisi ini dapat dilihat di MAN Karanganyar sebagai salah satu sekolah yang berlatar belakang agama. MAN Karanganyar terletak diantara sekolah SMK dan SMP Muhamadiyah. MAN Karanganyar mempunyai reputasi baik di kalangan masyararakat.Hal ini terbukti dengan banyaknya peserta didik yang menempuh pendidikan di sekolah tersebut. Bahkan madrasah ini mempunyai dua gedung yang terpisah dijadikan sebagai tempat belajar bagi peserta didik di MAN Karanganyar. MAN Karanganyar juga telah menerapkan Kurikulum 2013 untuk kelas X dan kelas XI, serta KTSP untuk kelas XII.

Berdasarkan fakta di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang bagaimana “Analisis Penanaman Nilai-Nilai Karakter Abdullah bin Abu Kuhafah dalam Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MAN Karanganyar Tahun Ajaran 2015/2016”.

(6)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana nilai-nilai karakter Abdullah bin Abu Kuhafah?

2. Bagaimana pelaksanaan guru dalam menanamkan nilai-nilai karakter Abdullah bin Abu Kuhafah melalui pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MAN Karanganyar?

3. Bagaimana kendala yang dihadapi guru dalam menanamkan nilai-nilai karakter Abdullah bin Abu Kuhafah melalui pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MAN Karanganyar?

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui nilai-nilai karakter Abdullah bin Abu Kuhafah.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan guru dalam menanamkan nilai-nilai karakter Abdullah bin Abu Kuhafah melalui pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MAN Karanganyar

3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi guru dalam menanamkan nilai-nilai karakter Abdullah bin Abu Kuhafah melalui pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MAN Karanganyar.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menambah referensi yang telah ada sehingga dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam penanaman nilai-nilai karakter dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.

2. Manfaat Praktis a. Bagi penulis

Menambah wawasan penulis mengenai wacana nilai pendidikan khususnya pendidikan di Indonesia, untuk selanjutnya dijadikan acuan dalam bersikap dan berperilaku.

(7)

1) Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang ada, termasuk para pendidik yang ada di dalamnya, dan penentu kebijakan dalam lembaga pendidikan, serta pemerintah secara umum.

2) Dapat menjadi pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia pendidikan yang ada di Indonesia sebagai solusi terhadap permasalahan pendidikan yang ada.

Referensi

Dokumen terkait

Kecamatan yang memiliki daya saing di Kabupaten Ciamis terutama dalam hal sektor unggulan dan memiliki tingkat hirarki yang tinggi adalah: Kecamatan Pangandaran

S.E., M.Si Chaidir Iswanaji, S.E., M.Akt 14 Dina Febriyanti Bank Mandiri Syariah KCP.. Temanggung Chaidir Iswanaji, S.E., M.Akt Supanji Setyawan, S.Pd.,

Sebuah sistem enkripsi kunci publik dapat dilihat sebagai rangkaian kunci publik dan private yang mengunci data bila mereka ditransmisikan dan membuka data ketika mereka

upaya yang dimaksudkan disini adalah cara atau langkah yang dilakukan oleh penyuluh agama dalam melakukan penyuluhan atau pembimbingan mengenai perwakafan kepada

Nabot pasti tahu Ahab itu raja yang seperti apa, tetapi Nabot lebih takut kepada Tuhan sehingga ia menolak dengan tegas tidak akan menjual milik pusaka itu kepada Ahab.. Ini

belajar mengajar yang mengaktifkan siswa seperti belajar inkuiri, pemecahan masalah, dan lain-lain, siswa berperan lebih aktif. Adapun peranan guru dalam interaksi belajar

Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dalam

Bentuk-bentuk bangunan di Indonesia pada umumnya merupakan bentuk akulturasi antara unsur-unsur budaya Hindu dengan unsur budaya Indonesia asli. Bangunan yang megah