• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI TEKNIK WATERMARKING PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE DISCRETE FOURIER TRANSFORM (DFT).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI TEKNIK WATERMARKING PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE DISCRETE FOURIER TRANSFORM (DFT)."

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

DISCRETE FOURIER TRANSFORM (DFT)

TUGAS AKHIR

Oleh :

SARI DWI JAYANTI

0534010231

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

(2)

Pembimbing II : Fetty Tri Anggraeny, S.Kom Penyusun : Sari Dwi Jayanti

ABSTRACT

The ease of distributing digital media, especially using Internet, apparently brings the negative impact for the effort of copyright protection on digital media. Digital watermarking as one of solution to overcome these problems, facing the question of robustness against the distortion that could be happens along the distribution process.

There are several digital watermarking techniques, some of them operate directly on its spatial domain and the other one work on frequency domain. The watermarking techniques that operate on frequency domain, apparently can figure the problems out. DFT (Discrete Fourier Transform) as one of transformation that used in digital image processing environment.

The procedure must be done to insert a watermark is choose a cover image and a watermark image (a message). And afterward inserted processing will be done, then a watermarked image as result must be save in a image file with bmp extension. The next process is doing watermarked extraction process which be done with choose a watermarked image and a watermark image which been inserted. DFT used on both inserted processing and extracted processing.

The results of examination showed that obtain of average value of PNSR which used for account the difference of original image and watermarked image, whish value is 35,685 dB. On the watermarked extract processing, watermarked image which resulted, experiencing a little bit changed of watermark’s image which had been inserted previously also acquired value of correlation (NC) which used for measured the difference of initial message’s value and readable message’s, and from the examination, obtain of NC’s average value is 0,98926%.

(3)

Pembimbing II : Fetty Tri Anggraeny, S.Kom Penyusun : Sari Dwi Jayanti

ABSTRAK

Kemudahan distribusi media digital, khususnya melalui internet ternyata memberikan dampak negatif bagi usaha-usaha perlindungan hak cipta atas media digital. Watermarking digital sebagai salah satu solusi yang bisa digunakan untuk mengatasi masalah ini, dihadapkan pada permasalahan ketahanan terhadap distorsi yang mungkin terjadi selama proses distribusi.

Ada beberapa teknik watermarking digital, baik itu yang bekerja pada domain spasialnya maupun yang beroperasi pada domain frekuensinya. Teknik-teknik watermarking pada domain frekuensi ternyata cukup baik dalam mengatasi permasalahan ketahanan terhadap distorsi. DFT (Discrete Fourier Transform) sebagai salah satu jenis transformasi yang dapat digunakan dalam dunia pengolahan citra digital.

Prosedur yang harus dilakukan dalam menyisipkan watermark adalah memilih gambar cover dan gambar watermark (pesan). Dan kemudian dilakukan proses penyisipan, kemudian menyimpan gambar hasil penyisipan dalam bentuk file berextentensi bmp. Proses selanjutnya adalah melakukan proses ekstraksi

watermark yang dilakukan dengan cara memilih gambar ter-watermark dan memilih watermark yang telah disisipkan. DFT digunakan dalam kedua proses penyisipan serta proses ekstraksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dapat diperoleh nilai rata-rata perhitungan PNSR untuk menghitung perbedaan gambar asli dan gambar

ter-watermark sebesar 35,685 dB. Pada proses ekstraksi watermark, gambar

watermark yang terbaca mengalami sedikit perubahan dari gambar watermark

yang telah disisipkan sebelumnya serta diperoleh nilai korelasi (NC) untuk mengukur perbedaan nilai pesan awal dengan pesan terbaca, dan didapatkan nilai rata-rata NC sebesar 0,98926 %.

(4)

Alhamdulillahi rabbil‘alamin, Sembah sujudku dan segala puji syukur kepada Allah SWT, karena hanya dengan kehendak dan kuasa-Nya, penulis dapat menyelesaikan pembuatan Tugas Akhir yang berjudul ”IMPLEMENTASI

TEKNIK WATERMARKING PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN

METODE DISCRETE FOURIER TRANSFORM (DFT)”.

Tugas Akhir dengan beban 4 SKS ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program Strata Satu (S1) pada program studi Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur Surabaya.

Penulis menyadari bahwasanya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini telah mendapat bantuan dan dukungan yang tidak sedikit dari berbagai pihak. Untuk itu penulis secara khusus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Sutiyono, MT selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri-Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim.

2. Bapak Basuki Rahmat, S.Si, MT selaku Ketua Program Studi Teknik

Informatika-Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim.

3. Ibu Ir. Kartini, MT, selaku Dosen Pembimbing I yang telah giat meluangkan

banyak waktu untuk memberikan ilmu serta motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini.

4. Ibu Fetty Tri anggraeny S.Kom, selaku Dosen Pembimbing II yang dengan

(5)

5. Ayah, bunda, dan kakak bro yang senantiasa mengingatkan dan mendoakan serta memberikan dukungannya supaya Tugas Akhir ini segera penulis selesaikan.

6. Teman-teman spesial satu angkatan yang telah banyak membantu penulis. Anita ’Solo’ Trihapsari (minjemin laptop, pemberi semangat dan saran), Ricky ’Alex’ Hedi, Ahmad Na’im, Ibrahim ’Bro’ Tauhid, Ferry Syaifullah, Dedy ’Rambo’ Budiawan, Bagus ’Ndut’ , Bagus ’Cukrik’, Dodik Dores, Eko Fajar, Tulus, Erin, Cha2, Yoe, Amir, Qoyyim, Didok, Yeyen, Yuli dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

7. Teman-teman seperjuangan: Gilang, Ferry, Fitri, Andrias, Evy, Vivin,

Drenges, adik-adik angkatan ’06.

8. Teman-teman di Satmenwa 806 / Giri Yudha Bakti yang selalu menemani penulis selama di kampus tercinta ini.

9. Dan semua orang yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis selama ini.

Di dalam Tugas Akhir ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan yang belum bisa penulis sempurnakan. Untuk itu saran dan masukan sangatlah penulis harapkan untuk perbaikan ke depan.

Surabaya, Mei 2011

(6)

Hal. ABSTRAK... I

KATA PENGANTAR... Iii

DAFTAR ISI... V

DAFTAR GAMBAR... Ix

DAFTAR TABEL... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Batasan Masalah... 3

1.4 Tujuan... 4

1.5 Manfaat... 4

1.6 Metodologi Penelitian... 5

1.7 Sistematika Penulisan... 6

BAB II LANDASAN TEORI... 8

2.1 Watermarking Digital... 8

2.1.1 Definisi Watermarking Digital... 8

(7)

2.1.4 Klasifikasi Teknik Watermarking Digital.……… 11

2.1.5 Watermarking pada Domain Frekuensi……… 13

2.1.6 Watermarking pada Citra Digital……….………. 15

1) Watermarking pada Citra Grayscale….…………... 16

2) Watermarking pada Citra Berwarna……… 16

2.2 Macam Gambar………..……….. 17

(8)

2.5 Transformasi Fourier Diskrit 2-D.………... 33

2.6 Pengukuran Kualitas Citra Digital………... 34

2.7 Korelasi……….………... 36

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN... 38

3.1 Analisa Permasalahan... 38

3.1.1 Penyisipan Pesan... 39

3.1.2 Pembacaan Pesan... 47

3.1.3 Pengukuran Kualitas Gambar Ter-watermark... 50

3.2 Perancangan Antarmuka………..………...…... 50

3.2.1 Rancangan Antarmuka Penyisipan Pesan... 50

3.2.2 Rancangan Antarmuka Pembacaan Pesan... 51

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI...53

4.1 Kebutuhan Sistem... 53

4.2 Potongan Program……... 53

4.3 Implementasi Interface... 58

4.3.1 Form Awal... 59

4.3.2 Form Penyisipan Pesan... 60

(9)

5.1 Tujuan Pengujian... 67

5.2 Lingkungaa Pengujian... 67

5.3 Data Uji... 68

5.4 Kasus Uji... 70

5.4.1 Kasus Uji 1 Penyisipan Pesan ke dalam gambar cover... 71

5.4.2 Kasus Uji 2 Pembacaan Pesan ke dalam gambar Ter-watermark... 74

5.4.3 Kasus Uji 3 Menyisipkan Pesan apabila maksimal pesan < gambar cover... 78

5.4.4 Kasus Uji 4 Membaca Pesan di dalam gambar yang Telah diberi noise salt and peppers 5%... 81

5.5 Evaluasi... 82

BAB VI PENUTUP... 83

6.1. Kesimpulan... 83

6.2. Saran... 84

(10)

No. Hal.

2.1 Operasi yang biasa dialami oleh sebuah media digital... 14

2.2 Contoh nilai citra biner... 24

2.10 Penyisipan circular watermark.... 33

3.1 Flowchart Proses Watermarking secara umum... 38

3.2 Contoh perubahan menggunakan Arnold’s Cat Map... 41

3.3 Flowchart Transformasi Arnold’s Cat Map... 42

3.4 Representasi hasil perhitungan DFT....... 43

3.5 Algoritma Proses Penyisipan Pesan... 44

3.6 Flowchart Penyisipan Pesan... 46

3.7 Algoritma Proses Pembacaan Pesan... 48

3.8 Flowchart Proses Pembacaan Pesan... 49

3.9 Rancangan Antarmuka Penyisipan Pesan... 51

(11)

4.2 Form Penyisipan Pesan... 60

5.1 Percobaan terhadap penyisipan pesan terhadap gambar cover ‘cameraman.bmp’ dan gambar pesan ‘watermark4.bmp’……… 71

5.2 Percobaan terhadap penyisipan pesan terhadap gambar cover ‘lena.bmp’ dan gambar pesan ‘copy.bmp’………...……… 72

5.3 Percobaan terhadap penyisipan pesan terhadap gambar cover ‘monkey.bmp’ dan gambar pesan ‘right.bmp’………….……… 72

5.4 Percobaan terhadap penyisipan pesan terhadap gambar cover ‘jalan.bmp’ dan gambar pesan ‘right.bmp’………..……… 73

5.5 Percobaan terhadap pembacaan pesan terhadap gambar ter-watermark ‘monkey-watermark4.bmp’………..……… 75

5.6 Percobaan terhadap pembacaan pesan terhadap gambar ter-watermark ‘cameraman-watermark1.bmp’..………..……….75

(12)

‘lena-copy.bmp’...…….………..……….. 76 5.9 Percobaan terhadap penyisipan pesan terhadap gambar cover

‘lena-img.bmp’ dan gambar pesan qr code ‘img.bmp’..…….……...………78 5.10 Percobaan terhadap penyisipan pesan terhadap gambar cover

‘cameraman1.bmp’ dan gambar pesan ‘copy.bmp’…….……….79 5.11 Percobaan terhadap penyisipan pesan terhadap gambar cover

‘Lena1.bmp’ dan gambar pesan ‘mark.bmp’……..…….……….80 5.12 Percobaan terhadap pembacaan pesan terhadap gambar ter-watermark

(13)

No. Hal.

5.1 Tabel Gambar dan Ukuran Gambar Cover Uji Coba... 68 5.2 Tabel Gambar dan Ukuran Gambar Pesan Uji Coba... 69 5.3 Hasil Perhitungan PSNR Gambar Cover dengan

Gambar ter-watermark... 73 5.4 Hasil Perhitungan Korelasi dari Pesan Terbaca dengan

(14)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini hampir tidak ada orang yang tidak mengenal komputer. Komputer telah dipakai dalam hampir segala aspek kehidupan. Komputer sebagai alat pengolah digital saat ini hampir dimiliki oleh setiap keluarga. Seperti halnya televisi, komputer saat ini juga banyak digunakan sebagai media hiburan. Dengan perkembangan komputer, data-data dalam bentuk digital semakin banyak digunakan, karena memang komputer yang berkembang saat ini merupakan peralatan elektronik yang menggunakan dan mengolah data dalam bentuk digital.

Penggunaan data digital baik berupa teks, suara, citra maupun video sangat pesat dengan adanya komputer, apalagi dengan perkembangan teknologi jaringan antar komputer didunia yang disebut dengan internet, yang memungkinkan pertukaran data digital semakin mudah dilakukan.

Penggunaan data digital selain mudah dalam hal penyebaran, juga disebabkan akan kemudahan dan murahnya biaya penggandaan (peng-copyan) serta penyimpannya untuk digunakan di kemudian hari. Dampak kemudahan inilah yang disalah gunakan tanpa memperhatikan aspek hak cipta (Intelectual Property Right), sehingga perlu dipikirkan adanya perlindungan terhadap hak cipta. Permasalahan diatas, membawa perubahan cara pandang peneliti terhadap metode yang digunakan untuk melindungi hak cipta pada media digital.

(15)

lainnya. Tetapi cara tersebut di atas memiliki kelemahan masing - masing. Seperti halnya kriptografi, dalam konteks perlindungan terhadap hak cipta media digital ternyata tidak memberikan jawaban yang memuaskan. Teknik kriptografi hanya mengijinkan pemegang kunci yang benar saja yang dapat mengakses media digital terenkripsi, tetapi ketika media ini telah didekripsi tidak ada lagi cara untuk melacak hasil reproduksi. Satu dekade terakhir muncul pemakaian steganography untuk mengatasi masalah perlindungan hak cipta ini pada data digital yang lebih dikenal dengan istilah watermarking.

Watermarking digital menawarkan solusi lain yang lebih tepat untuk masalah ini, teknik watermarking melindungi media digital dengan data tertentu yang tertanam secara permanen di dalam media yang bersangkutan. Teknik

watermarking digunakan untuk menyembunyikan data dalam gambar digital dengan sedikit atau tanpa terasa adanya perubahan yang tampak pada gambar tersebut sehingga gambar tersebut dapat didistribusikan tanpa adanya kecurigaan bahwa di dalam gambar itu terdapat tanda rahasia.

Proses watermarking digital dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu

watermark ditanamkan pada domain spasial atau pixel, atau juga watermark

(16)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, maka didapat perumusan masalah yang akan diselesaikan dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

 Melakukan penyembunyian pesan ke dalam gambar digital dengan metode

Discrete Fourier Transformation (DFT).

 Melakukan ekstraksi pesan tersembunyi pada gambar digital yang telah

disisipkan pesan.

 Membandingkan kualitas antara gambar digital asli dengan gambar digital

yang sudah disisipkan pesan.

1.3 Batasan Masalah

Ruang lingkup atau batasan-batasan permasalahan merupakan hal yang sangat penting untuk ditentukan terlebih dahulu agar diketahui sejauh mana tugas akhir ini akan dikerjakan. Beberapa batasan masalah tersebut antara lain:

a. Penyembunyian pesan dilakukan pada gambar digital dengan format yang

telah ditentukan, yaitu bitmap (bmp).

b. Penyembunyian pesan dilakukan pada gambar keabuan (grayscale).

c. Pesan yang disembunyikan pada gambar digital hanya berupa gambar

hitam-putih (gambar biner) dengan ukuran 40 x 40 pixel.

d. Bahasa pemrograman yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan.

Begitu juga dengan tampilan dari aplikasi ini akan disesuaikan dengan kebutuhan.

e. Pembuatan aplikasi menggunakan metode Discrete Fourier Transform

(17)

1.4 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai pada penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

 Memahami teknik watermarking digital pada citra dengan menggunakan

metode Discrete Fourier Transformation (DFT).

 Memahami teknik ekstraksi pesan rahasia yang telah disisipkan pada

gambar digital.

 Mengimplementasikan teknik watermarking pada citra digital ke dalam

sebuah perangkat lunak.

1.5 Manfaat

Dengan dilakukannya Watermarking pada Citra Digital, maka akan didapatkan manfaat sebagai berikut:

 Proteksi Hak Cipta

Dalam perlindungan hak cipta adalah sebagai bukti otentik atas hak kepemilikan pencipta atas content yang dibuat atau diproduksinya.

(18)

1.6 Metodologi Penelitian

1. Studi Pustaka

Melakukan studi pustaka tentang cara representasi format dari file gambar digital yang digunakan serta teknik penyembunyian dan ekstraksi terhadap

file gambar digital dengan metode Discrete Fourier Transform (DFT). 2. Analisis

Analisis dari hasil studi pustaka. Meliputi algoritma yang digunakan pada penyembunyian data beserta teknik ekstraksinya. Disamping itu dilakukan juga analisis terhadap kebutuhan perangkat lunak yang akan dibangun sehingga diperoleh gambaran umum yang akan dibangun.

3. Perancangan Perangkat Lunak

Melakukan pengumpulan terhadap kebutuhan fungsional, merancang arsitektur perangkat lunak dan perancangan antarmuka.

4. Implementasi Perangkat Lunak

Melakukan pembuatan perangkat lunak dari rancangan yang telah dibuat sebelumnya.

5. Pengujian

(19)

1.7 Sistematika Penulisan

Penulisan Tugas Akhir ini secara sistematis diatur dan disusun dalam enam bab yang didalamnya terdapat beberapa sub bab. Secara ringkas uraian materi dari bab pertama hingga bab terakhir adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Pada bab pendahuluan ini membahas mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan tugas akhir, manfaat tugas akhir, metode pembuatan tugas akhir serta sistematika dari penulisan bab akhir.

BAB II Landasan Teori

Pada bab landasan teori ini menjelaskan tentang definisi

watermarking, jenis-jenis image digital, warna dan ruang warna, dan klasifikasi watermarking.

BAB III Perancangan Sistem

Pada bab perancangan sistem ini menjelaskan tentang perancangan perangkat lunak dari sistem yang akan dibuat, meliputi : deskripsi umum sistem, spesifikasi kebutuhan sistem, perancangan proses, perancangan data, dan perancangan antarmuka.

BAB IV Implementasi

Bab implementasi ini berisi tentang pembuatan aplikasi dari perancangan sistem yang telah dibuat pada bab II.

BAB V Uji Coba dan Evaluasi

(20)

BAB VI Penutup

(21)

LANDASAN TEORI

2.1 Watermarking Digital

2.1.1 Definisi Watermarking Digital

Ada beberapa pengertian mengenai watermark digital yang dapat

diperoleh dari berbagai referensi, baik itu dari paper-paper ilmiah maupun dari

sumber-sumber lain yang penulis dapatkan dari Internet.

Watermarking World (2002) mendefinisikan watermark sebagai data

tersembunyi yang ditambahkan pada sinyal pelindung (cover signal), sedemikian

rupa sehingga penambahan tersebut tidak terlihat. Watermark dapat juga

merupakan suatu pola yang terbentuk oleh kumpulan bit data tertentu, yang

disisipkan kedalam file citra, audio ataupun video yang mengidentifikasikan

informasi hak cipta file tersebut (Webopedia, 2003). Lebih jauh lagi watermark

bisa juga berupa kode yang membawa informasi mengenai pemilik hak cipta,

pencipta, pembeli yang sah dan segala sesuatu yang diperlukan untuk menangani

hak kepemilikan media digital. Watermark sengaja ditanamkan secara permanen

pada data digital sedemikian hingga pengguna yang berwenang dapat dengan

mudah membacanya, disisi lain watermark tersebut haruslah tidak mengubah isi

media kecuali sedikit atau perubahan tersebut tidaklah tampak atau kurang begitu

tampak bagi indera manusia (Barni et al, 1998).

Dari beberapa definisi diatas ada benang merah yang dapat ditarik untuk

memberikan definisi watermark digital, yaitu sebuah watermark merupakan

(22)

tujuannya dan sengaja ditanamkan secara permanen kedalam data media

induknya.

2.1.2 Framework Watermarking Digital

Jika watermark merupakan sesuatu yang ditanamkan, maka watermarking

merupakan proses penanaman watermark tersebut. Secara umum framework

sebuah algoritma watermarking tersusun atas tiga bagian, yaitu [(Duan and King,

1999) dan (Mohanty, 1999)]:

(1) Watermark,

(2) Algoritma penyisipan watermark (enkoder), dan

(3) Algoritma pendeteksian watermark (dekoder).

Watermark dapat berupa representasi identitas kepemilikan media digital,

maupun informasi lain yang dipandang perlu untuk ditanamkan kedalam media

yang bersangkutan. Algoritma penyisipan watermark menangani bagaimana

sebuah watermark ditanamkan pada media induknya. Algoritma pendeteksian

watermark menentukan apakah didalam sebuah media digital terdeteksi

watermark yang sesuai atau tidak.

2.1.3 Karakteristik Watermark Digital

Ada beberapa karakteristik atau sifat khusus tertentu yang harus dimiliki

oleh sebuah watermark. Sifat-sifat tersebut sangat bergantung kepada aplikasi

watermarking yang akan dibuat, atau dengan kata lain tidak ada sekelompok sifat

tertentu yang harus dipenuhi oleh semua teknik watermarking. Meskipun

(23)

Sifat-sifat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut [(Swanson et al,

1998) dan (Langelaar et al, 2000)]:

Perceptual transparency

Sebagian besar aplikasi watermarking mengharuskan algoritma

watermarking digital menanamkan watermark sedemikian hingga ia tidak

mempengaruhi kualitas media yang disisipi watermark. Media yang telah

ditanami watermark haruslah sulit dibedakan dengan media aslinya oleh

indera manusia. Atau dengan kata lain penanaman watermark pada citra

haruslah tidak terdeteksi oleh indera penglihatan manusia dan penanaman

watermark pada audio haruslah tidak dikenali oleh indera pendengaran.

Robustness

Untuk watermark yang memang ditujukan untuk membuktikan

keotentikan media induk, atau yang disebut dengan fragile watermark,

tidak disyaratkan memiliki sifat ini. Tetapi jika watermark digunakan

untuk aplikasi yang lain, diperlukan watermark yang selalu tertanam

didalam media induk, meskipun media induknya mengalami penurunan

kualitas akibat serangan.

Security

Dalam banyak aplikasi watermarking, proses penanaman watermark

haruslah aman sedemikian hingga pihak yang tidak berhak harus tidak

dapat mendeteksi keberadaan data yang ditanamkan, dan mampu

menghilangkan data tersebut. Sekali lagi keamanan disini juga sangat

bergantung pada aplikasinya. Sebuah prosedur penanaman watermark

(24)

berhak tersebut memiliki akses terhadap kunci yang mengendalikan proses

penyisipan data pada media induk.

Public vs Private Watermarking

Dalam beberapa aplikasi, seperti copyright protection, pengekstrakan

watermark bisa saja membutuhkan media aslinya. Teknik ini disebut

dengan private atau nonoblivious watermarking. Sedangkan pada aplikasi

yang lain, seperti copy protection dan indexing, proses pendeteksian

watermark seharusnya tidak memiliki akses terhadap media asli yang

belum ter-watermark. Teknik ini sering disebut sebagai public, blind, atau

obliviouswatermarking.

2.1.4 Klasifikasi Teknik Watermarking Digital

Dalam satu dasawarsa terakhir ini cukup banyak teknik-teknik

watermarking yang sudah diusulkan oleh para peneliti. Teknik-teknik tersebut

berdasarkan domain kerjanya, dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok,

yaitu:

1) Teknik watermarking pada domain spasial (spatial domain watermarking)

Teknik ini bekerja dengan cara menanamkan watermark secara langsung

kedalam domain spasial dari suatu citra. Istilah domain spasial sendiri mengacu

pada piksel-piksel penyusun sebuah citra. Teknik watermarking jenis ini

beroperasi secara langsung pada piksel-piksel tersebut. Beberapa contoh teknik

yang bekerja pada domain spasial adalah teknik penyisipan pada Least Significant

(25)

oleh Bender et al (1996), Teknik adaptive spatial-domain watermarking diusulkan

oleh Lee dan Lee (1999).

2) Teknik watermarking pada domain transform / frekuensi (transform

domain watermarking)

Pada transform domain watermarking (sering juga disebut dengan

frequency domanin watermarking) ini penanaman watermark dilakukan pada

koefisien frekuensi hasil transformasi citra asalnya. Ada beberapa transformasi

yang umumdigunakan oleh para peneliti, yaitu: discrete cosine transform (DCT),

discrete fourier transform (DFT), discrete wavelet transform (DWT) maupun

discrete laguerre transform (DLT).

Berikut ini beberapa contoh algoritma watermarking digital pada domain

frekuensi: Koch dan Zhao (1995) memperkenalkan teknik randomly sequenced

pulse position modulated code (RSPPMC) yang bekerja pada domain DCT.

Kemudian Cox et al (1997) mengusulkan teknik watermarking digital yang

dianalogikan dengan teknik spread spectrum communication. Teknik yang hampir

serupa dengan proposal Cox et al (1997) diperkenalkan oleh Fotopoulos et al

(2000), letak perbedaanya adalah dalam penggunaan blok DCT tempat

penanaman watermark. Teknik lain yang memanfaatkan DCT adalah yang

diusulkan oleh Barni et al (1998), ia memanfaatkan pseudo-random number

sequence sebagai watermark yang disisipkan ke dalam vektor koefisien DCT citra

yang disusun secara zig-zag seperti dalam algortima JPEG (Wallace, 1991).

Pemanfaatan domain DLT dalam watermarking digital dapat ditemui di (Gilani

dan Skodras, 2000). Teknik yang berbasiskan wavelet ternyata juga tidak kalah

(26)

watermarking video yang diusulkan oleh Swanson et al (1997). Salah satu alasan

pemanfaatan wavelet dalam watermarking adalah kemampuan watermark untuk

bertahan dalam berbagai skala resolusi citra (Swanson et al, 1997).

3) Teknik watermarking pada kedua domain diatas (hybrid techniques

watermarking)

Teknik watermarking jenis ini bekerja dengan menggabungkan kedua

teknik diatas. Pada teknik ini biasanya penanaman watermark dilakukan pada

domain frekuensi beberapa bagian citra yang dipilih berdasarkan karakteristik

spasial citra tersebut.

2.1.5 Watermarking pada Domain Frekuensi

Sebuah media digital dalam perjalannya mulai dari si pencipta dan

akhirnya sampai ke tangan pengguna (konsumen), tentunya akan sangat mungkin

mengalami banyak sekali distorsi ataupun penyimpangan-penyimpangan. Gambar

2.1 adalah contoh gambaran proses penyimpangan yang mungkin terjadi pada

sebuah media digital khususnya citra digital. Sebuah citra digital seperti dalam

gambar 2.1 mengalami berbagai proses tertentu yang tentu saja dapat

mempengaruhi keutuhan data yang berada didalamnya. Jalur penyebaran

(transmission) mengacu pada segala aplikasi berbasis kode sumber (sorce code)

maupun kode kanal (channel code), dan atau teknik-teknik enkripsi standar

terhadap data citra. Meskipun dalam sebagian kasus proses-proses yang terjadi

bersifat lossless, atau data yang diproses dapat dikembalikan sebagaimana data

aslinya, tetapi dalam kasus lain seperti kompresi, ada teknik kompresi (seperti

(27)

kualitas suatu citra, karena data yang terkompresi tidak dapat dikembalikan seperti

data aslinya lagi. Pada kompresi lossy dan distorsi geometris (seperti scaling)

bagian dari citra yang terpengaruh adalah pada komponen frekuensi tinggi.

Gambar 2.1 Operasi yang biasa dialami oleh sebuah media digital.

Uraian diatas memberikan gambaran singkat bahwa sebuah watermark

seharusnya tidak ditanamkan pada bagian citra yang secara perseptual tidak

penting, karena banyak pemrosesan citra dan geometris yang mempengaruhi

bagian ini. Kemudian yang menjadi permasalahan adalah bagaimana menyisipkan

watermark pada spektrum citra yang secara perseptual cukup penting, sedemikian

(28)

nilai koefisien cukup kecil dan koefisien yang diubah, secara persentual memang

cukup penting.

Untuk mengatasi masalah ini, domain frekuensi dapat dilihat sebagai

sebuah kanal komunikasi dan watermark dapat diibaratkan sebagai sinyal yang

dikirimkan melewatinya. Serangan dan distorsi sinyal yang tidak disengaja dapat

diperlakukan sebagai noise, dan watermark harus kebal terhadapnya.

Teknik watermarking pada domain frekuensi sebenarnya dapat

dianalogikan seperti komunikasi spread spectrum (SS). Didalam komunikasi SS,

seseorang mengirimkan sebuah sinyal cukup lemah diatas kanal dengan yang

lebar sedemikian hingga energi sinyal tersebut yang berada pada sebuah frekuensi

tidak terdeteksi. Demikian juga dengan watermark, ia disebar ke dalam banyak

satuan frekuensi sedemikian hingga energi watermark yang berada pada setiap

frekuensi cukup kecil dan secara langsung tidak terdeteksi.

Sebuah watermark yang ditempatkan dengan baik pada domain frekuensi

citra, tidak akan tampak oleh mata. Hal ini akan terjadi jika energi watermark

yang tersebar cukup kecil di setiap frekuensi. Energi ini dapat ditingkatkan

dengan memanfaatkan pengetahuan tentang fenomena masking dalam sistem

penglihatan manusia (Cox et al, 1997).

2.1.6 Watermarking pada Citra Digital

Watermarking pada citra digital secara umum dapat dikategorikan menurut

(29)

1) Watermarking pada citra gray scale

Citra gray scale merupakan jenis citra yang banyak dimanfaatkan sebagai

obyek algoritma watermarking. Salah satu alasannya adalah bahwa citra ini tidak

terlalu kompleks untuk diolah karena ia dapat direpresentasikan sebagai matriks

dua dimensi dengan nilai masing-masing elemennya merupakan representasi

tingkat intensitas keabuan dari setiap pikselnya. Informasi tingkat keabuan setiap

pikselnya disimpan dalam satuan 8 bit, atau dengan kata lain disini ada 28 atau

256 warna keabuan yang berbeda, mulai dari 0 yang merepresentasikan warna

hitam sampai dengan 255 yang mewakili warna putih.

Pada dasarnya watermarking pada citra gray scale dapat diterapkan secara

langsung pada citra ini sesuai dengan jenis teknik watermarking yang digunakan.

Sebagai contoh : jika teknik spatial domain yang digunakan maka nilai intensitas

piksel-piksel dari citra ini yang akan diubah sesuai dengan prosedur yang

digunakan untuk menanamkan watermark. Begitupun dengan teknik yang bekerja

pada domain frekuensi, transformasi secara langsung dapat dilakukan pada citra,

meskipun pada algoritma tertentu kadang-kadang diperlukan pembagian citra

menjadi blok-blok yang lebih kecil. Kemudian watermark ditanamkan pada

koefisien-koefisien frekuensi yang terpilih.

2) Watermarking pada citra berwarna

Berbeda dengan teknik watermarking pada citra gray scale, dalam kasus

citra berwarna, watermark dapat ditanamkan didalam satu atau lebih kanal warna

yang ada pada ruang warna citra tersebut. Beberapa teknik watermarking hanya

menggunakan kanal warna biru sebab sistem penglihatan manusia (human visual

(30)

Cara lain adalah dengan mentransformasikan ruang warna RGB ke ruang warna

lain seperti HSL atau YCrCb, kemudian watermark ditanamkan pada komponen

luminance-nya saja, dan ditransformasikan kembali ke ruang warna RGB.

2.2 Macam Gambar

2.2.1 JPEG

Joint Photographic Experts Group (JPEG) adalah format gambar yang

banyak digunakan untuk menyimpan gambar-gambar dengan ukuran lebih kecil.

Beberapa karakteristik gambar JPEG : Memiliki ekstensi .jpg atau .jpeg. Mampu

menayangkan warna dengan kedalaman 24-bit true color. Mengkompresi gambar

dengan sifat lossy. Umumnya digunakan untuk menyimpan gambar-gambar hasil

foto. JPEG berbeda dengan MPEG (Moving Picture Experts Group) yang

menyediakan kompresi untuk video.

Dikembangkan awal tahun 1980 oleh Joint Photographic Experts Group

(JPEG). JPEG merupakan format paling sering digunakan di internet.

Implementasi format JPEG terbaru dimulai sejak tahun 1996 dan semakin

berkembang dengan inovasi format baru yang menyertai perkembangan teknologi

yang memanfaatkan format JPEG lebih luas.

Walaupun format JPEG merupakan metode kompresi gambar yang gratis,

sebuah perusahaan bernama Forgent pada tahun 2002 mempatenkan format ini

dan akan menarik biaya lisensi. Segera Group JPEG mengumumkan sebuah

format JPEG 2000 sebagai sebuah format pengganti. Namun dua hal di atas

terlambat, karena JPEG sudah digunakan secara luas dan hak paten belum

(31)

Standar kompresi file gambar yang dibuat oleh kelompok Joint

Photographic Experts Group ini menghasilkan kompresi yang sangat besar tetapi

dengan akibat berupa adanya distorsi pada gambar yang hampir selalu tidak

terlihat. JPEG adalah sebuah format gambar, sangat berguna untuk membuat

gambar jenis fotografi berkualitas tinggi dalam ukuran file yang sangat kecil.

Format file grafis ini telah diterima oleh Telecommunication Standardization

Sector atau ITU-T dan Organisasi Internasional untuk Standardisasi atau ISO.

Meskipun kompresi gambar JPEG sangatlah efisien dan selalu menyimpan

gambar dalam kategori warna true color (24 bit), format ini bersifat lossy, yang

berarti bahwa kualitas gambar dikorbankan bila tingkat kompresi yang dipilih

semakin tinggi.

Kelebihan dari format gambar JPEG adalah JPEG mendukung 16 juta

warna. Jadi walaupun terjadi penurunan kualitas gambar, format ini sangat cocok

untuk menggunakan pada penampilan gambar fotografi. Namun, dibandingkan

format lain, browser membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memuat file

JPEG.

2.2.2 Bitmap (BMP)

Gambar bitmap adalah kumpulan bit yang membentuk sebuah gambar.

Gambar tersebut memiliki kandungan satuan-satuan titik (atau pixels) yang

memiliki warnanya masing-masing (disebut dengan bits, unit terkecil dari

informasi pada komputer). Semakin banyak jumlah pixel yang ada pada sebuah

(32)

a. Jenis Gambar Bitmap

1. Line-art

Merupakan gambar yang hanya terdiri dari dua warna, biasanya hitam dan

putih. Biasanya gambar jenis ini dijadikan gambar bitmap karena komputer

hanya menggunakan 1 bit (warna hitam yang membentuk gambar, warna putih

sebagai latar) untuk mendefinisikan masing-masing pixel-nya.

2. Grayscale Images

Yang terdiri dari bermacam warna abu-abu dalam menghasilkan warna

hitam dan putih.

3. Multitones

Terdiri dari dua warna atau lebih. Gambar multitones yang biasa

digunakan adalah duotones, yang biasanya terdiri dari paduan warna hitam

dengan warna khusus (Pantone colour). Warna yang digunakan pada gambar

di atas adalah paduan dari warna hitam dengan Pantone Warm Red.

4. Full Colour Images

Merupakan gambar yang memiliki warna yang tampak realistis. Informasi

warna dijelaskan menggunakan jenis-jenis standar warna seperti RGB, CMYK

atau Lab.

b. Karakteristik Data Bitmap

Gambar yang menggunakan data bitmap akan menghasilkan bobot file

yang besar. Sebagai contoh, sebuah gambar dengan standar warna CMYK

berukuran A4 yang memiliki kualitas cetak menengah (medium) menghasilkan

bobot file sebesar 40 MB. Dengan menggunakan kompresi dapat memperkecil

(33)

Perbesaran dimensi gambar merupakan salah satu kekurangan jenis

gambar bitmap ini. Begitu sebuah gambar diperbesar terlalu banyak, akan terlihat

tidak natural dan pecah. Begitu juga dengan memperkecil sebuah gambar, akan

memberikan dampak buruk seperti berkurangnya ketajaman gambar tersebut.

Gambar bitmap sangat bergantung pada resolusi. Jika gambar diperbesar

maka gambar akan tampak kurang halus sehingga mengurangi detailnya. Selain

itu gambar bitmap akan mempunyai ukuran file yang lebih besar. Semakin besar

resolusi gambar akan semakin besar pula ukuran file-nya.

Gambar dengan tampilan 100% dan gambar dengan tampilan 500% akan

mempunyai perbedaan, yaitu pada gambar yang berukuran 100%, gambar terlihat

jernih, namun pada gambar dengan zoom hingga 500% maka gambar akan

nampak tidak tajam lagi dan terkesan membentuk kotak-kotak, yang merupakan

pixel.

Bitmap cukup simpel untuk pencetakan selama printer yang digunakan

memiliki memory yang cukup. Mesin cetak PostScript level 1 jaman dulu akan

mengalami masalah ketika mendapatkan sebuah gambar (khususnya Line-art)

yang dirotasi, tapi hardware dan software jaman sekarang dapat menangani

berbagai efek manipulasi gambar apapun tanpa masalah.

c. Aplikasi Data Bitmap

Ada ratusan aplikasi di pasaran yang dapat digunakan untuk membuat atau

memodifikasi file gambar dengan data bitmap. Dalam dunia percetakan, Adobe

Photoshop adalah aplikasi yang mendominasi pasar. Tapi bukan berarti aplikasi

(34)

d. Format File yang digunakan untuk Data Bitmap

Gambar dengan format data bitmap dapat disimpan dalam berbagai macam

format file, antara lain:

 BMP; format file yang terbatas, tidak cocok digunakan untuk cetak.

 EPS; format file yang fleksibel, yang dapat berisi gambar bitmap maupun

vector.

 GIF; biasanya digunakan untuk grafis-grafis di internet.

 JPEG; atau juga format file JFIF, biasa digunakan sebagai grafik atau

gambar di internet karena memiliki tingkat ketajaman gambar yang dapat

mempengaruhi bobot file.

 PICT; format file yang dapat berisi gambar bitmap maupun vektor, tetapi

biasanya file ini hanya digunakan oleh komputer Macintosh dan tidak

terlalu cocok untuk cetak.

 TIFF; merupakan format file bitmap yang paling populer untuk cetak.

2.2.3 PNG

PNG (Portable Network Graphics) adalah salah satu format penyimpanan

citra yang menggunakan metode pemadatan yang tidak menghilangkan bagian

dari citra tersebut (Inggris lossless compression).

PNG dibaca "ping", namun biasanya dieja apa adanya - untuk menghindari

kerancuan dengan istilah "ping" pada jaringan komputer. Format PNG ini

diperkenalkan untuk menggantikan format penyimpanan citra GIF. Secara umum

(35)

Untuk Web, format PNG mempunyai 3 keuntungan dibandingkan format

GIF antara lain:

1. Channel Alpha (transparansi)

2. Gamma (pengaturan terang-gelapnya citra en:"brightness")

3. Penayangan citra secara progresif (progressive display).

Selain itu, citra dengan format PNG mempunyai faktor kompresi yang

lebih baik dibandingkan dengan GIF (5%-25% lebih baik dibanding format GIF).

Satu fasilitas dari GIF yang tidak terdapat pada PNG format adalah dukungan

terhadap penyimpanan multi-citra untuk keperluan animasi.

Untuk keperluan pengolahan citra, meskipun format PNG bisa dijadikan

alternatif selama proses pengolahan citra, karena format ini selain tidak

menghilangkan bagian dari citra yang sedang diolah (sehingga penyimpanan

berulang ulang dari citra tidak akan menurunkan kualitas citra) namun format

JPEG masih menjadi pilihan yang lebih baik.

2.2.4 GIF

GIF atau Graphics Interchange Format merupakan salah satu format

gambar yang banyak digunakan. Format GIF pertama kali diperkenalkan oleh

CompuServe pada 1987.

Salah satu ciri khas tipe gambar berekstensi GIF adalah bisa memainkan

animasi gambar sederhana. Beberapa karakteristik lain format gambar GIF adalah

mampu menayangkan maksimum sebanyak 256 warna karena format GIF

menggunakan 8-bit untuk setiap pixel-nya. Selain itu, GIF juga mampu

(36)

File dengan format GIF menggunakan kompresi yang tidak

menghilangkan data (lossles compression) tetapi penurunan jumlah warna

menjadi 256 sering membuat gambar yang kaya warna seperti pemandangan

menjadi tidak realistis.

File berformat GIF cocok digunakan untuk gambar dengan jumlah warna

sedikit (dibawah 256), gambar yang memerlukan perbedaan warna yang tegas

seperti logo tanpa gradien, gambar animasi sederhana seperti banner-banner iklan,

header, dan sebagainya.

Namun file dengan format GIF tidak cocok digunakan untuk gambar yang

memiliki banyak warna seperti pemandangan, gambar yang didalamnya terdapat

warna gradien atau semburat.

2.2.5 TIFF

TIFF (Tagged Image Format File) merupakan format gambar terbaik

dengan pengertian bahwa semua data dan informasi (data RGB, data CMYK, dan

lainnya) yang berkaitan dengan koreksi atau manipulasi terhadap gambar tersebut

tidak hilang. Format TIFF biasa digunakan untuk kebutuhan pencetakan dengan

kualitas gambar yang sangat tinggi. Ukuran berkas untuk format ini biasanya

sangat besar.

File berformat TIFF mampu menyimpan gambar dengan kualitas hingga

32 bit. Format berkas TIFF juga dapat digunakan untuk keperluan pertukaran

antar platform (PC, Macintosh, dan Silicom Graphic).

Selain itu, format ini mudah digunakan untuk transfer antar program.

Hampir semua program yang mampu membaca format berkas bitmap juga mampu

(37)

Untuk fotografi elektronik, file berformat TIFF dapat digunakan untuk

menyimpan data non-citra bersama-sama dengan berbagai jenis data citra.

2.3 Macam Citra Berdasarkan Format Penyimpanan Nilai Warna

2.3.1 Citra Biner

Pada citra biner, setiap titik (pixel) dalam citra bernilai 0 atau 1. Dengan

warna hitam bernilai = 0 dan warna putih bernilai = 1.

Catatan :

 Model citra cahaya = ada cahaya (=1) maka warna putih

 Model citra cahaya = tidak ada cahaya (=0) maka warna hitam

 Model citra tinta / cat = ada cat (=1) maka warna hitam

 Model citra tinta / cat = tidak ada cat (=0) maka warna putih

 Setiap titik membutuhkan media penyimpanan 1 bit

(38)

2.3.2 Citra Skala Keabuan (Grayscale)

Pada citra dengan skala keabuan mempunyai kemungkinan warna antara

hitam (minimal) dan putih (maksimal). Jumlah maksimum warna sesuai dengan

bit penyimpanan yang digunakan.

Contoh:

 skala keabuan 4 bit

 jumlah kemungkinan 2 4

= 16 warna

 kemungkinan warna 0 (min) sampai 15 (max)

 skala keabuan 8 bit

 jumlah kemungkinan 28 = 256 warna

 kemungkinan warna 0 (min) sampai 255 (max)

Gambar 2.3 Contoh nilai citra skala keabuan

2.3.3 Citra Warna (True color)

Setiap titik (pixel) pada citra warna mewakili warna yang merupakan

kombinasi dari tiga warna dasar yaitu merah hijau biru → citra RGB (Red Green

Blue) . Setiap warna dasar mempunyai intensitas sendiri dengan nilai maksimum

(39)

Red = warna minimal putih, warna maksimal merah

Green = warna minimal putih, warna maksimal hijau

Blue = warna minimal putih, warna maksimal biru

Sebagai contoh warna kuning memiliki kombinasi warna merah dan hijau

sehingga nilai RGB-nya = 255 255 0. Sedangkan warna ungu muda memiliki

kombinasi warna merah dan biru sehingga nilai RGB-nya = 150 0 150. Sehingga

menyebabkan setiap titik pada citra warna membutuhkan data 3 byte.

Jumlah kemungkinan kombinasi warna pada citra warna adalah 2 24

=

16.777.216 warna = 24 bit. Sehingga citra warna disebut true color karena

dianggap mencakup semua warna yang ada.

Gambar 2.4 Contoh nilai citra warna (true color)

2.3.4 Citra Warna Berindeks

Pada citra warna berindeks, setiap titik (pixel) mewakili indeks dari suatu

tabel warna yang tersedia. Tabel warna ini biasa disebut palet warna. Keuntungan

pemakaian palet warna adalah warna dapat dimanipulasi secara cepat tanpa harus

mengubah informasi pada setiap titik dalam citra. Keuntungan dari citra warna

(40)

Gambar 2.5 Contoh nilai citra berindeks

2.4 Warna dan Ruang Warna

Warna pada dasarnya merupakan hasil persepsi dari cahaya dalam

spektrum wilayah yang terlihat oleh retina mata, dan memiliki panjang gelombang

antara 400nm sampai dengan 700nm (Poynton, 1997).

Ruang warna atau yang sering juga disebut sebagai model warna

merupakan sebuah cara atau metode untuk mengatur, membuat dan

memvisualisasikan warna (Ford and Roberts, 1998).

Untuk aplikasi yang berbeda ruang warna yang dipakai bisa juga berbeda,

hal ini dikarenakan beberapa peralatan tertentu memang membatasi secara ketat

ukuran dan jenis ruang warna yang dapat digunakan. Di dalam penulisan tugas

akhir ini, hanya akan dibahas secara singkat beberapa ruang warna yang biasa

digunakan untuk aplikasi watermarking. Beberapa ruang warna tersebut antara

lain adalah sebagai berikut (Ford and Roberts, 1998):

1. RGB (Red Green Blue)

2. HSL (Hue Saturation Lightness) dan HSV (Hue Saturation Value)

(41)

2.4.1 RGB (Red Green Blue)

Citra berwarna yang selama ini biasa kita kenal umumnya memiliki ruang

warna RGB. Ruang warna RGB dapat divisualisasikan sebagai sebuah kubus

seperti pada gambar 2.2, dengan tiga sumbunya yang mewakili komponen warna

merah (red) R, hijau (green) G dan biru (blue) B. Salah satu pojok alas kubus ini

menyatakan warna hitam ketika R = G = B = 0, sedangkan pojok atasnya yang

berlawanan menyatakan warna putih ketika R = G = B = 255 (untuk sistem warna

8 bit bagi setiap komponennya). RGB sering digunakan didalam sebagian besar

aplikasi komputer karena dengan ruang warna ini, tidak diperlukan transformasi

untuk menampilkan informasi di layar monitor. Alasan diatas juga menyebabkan

RGB banyak dimanfaatkan sebagai ruang warna dasar bagi sebagian besar

aplikasi.

Gambar 2.6 Ruang warna RGB.

2.4.2 HSL (Hue Saturation Lightness) dan HSV (Hue Saturation Value)

Untuk menyediakan representasi warna bagi antar-muka pengguna (user

interface), biasa digunakan ruang warna HSL. HSL sendiri merupakan

(42)

merupakan sensasipenglihatan manusia berdasarkan pada kemiripan suatu daerah

tampak seperti daerah yang lain sesuai dengan warna yang diterimanya, merah,

kuning, hijau dan biru, atau kombinasi keduanya. Saturation adalah kekayaan

warna pada suatu daerah sesuai dengan proporsi gelap-terangnya. Kita bisa

menemukan warna birulangit sampai dengan biru tua dengan mengubah nilai dari

komponen ini. Sedangkan Luminancy atau Lightness merupakan persepsi suatu

daerah warna yang tampak ketika menerima sedikit atau banyak cahaya dengan

referensi warna putih.

Gambar 2.7 Ruang Warna HSL

Gambar 2.7 melukiskan ruang warna HSL, Hue adalah sudut warna

tertentu yang melingkar dari suatu titik awal, Saturation jarak suatu warna

terhadap sumbu Lightness, Lightness (Luminancy) merupakan sumbu tegak yang

(43)

Alternatif lain dari HSL adalah HSV. Pada ruang warna HSV Luminancy

digantikan dengan Value. HSV dapat divisualisasikan dengan sebuah polygon

seperti pada gambar 2.8. Hue seperti pada HSL merupakan sudut warna yang

melingkari poligon, jadi misalnya jika untuk warna merah hue = 0o maka hue

untuk warna hijau = 120o dan untuk warna biru nilai hue-nya 240o. Saturation

sama seperti pada HSL, merupakan jarak terhadap sumbu tegak. Dan value

merupakan sumbu tegak yang menghubungkan puncak dan dasar poligon.

(44)

2.4.3 YCbCr

YCbCr merupakan standar internasional bagi pengkodean digital gambar

televise yang didefinisikan di CCIR Recommendation 601 (Ford dan Roberts,

1998). Y merupakan komponen luminance, Cb dan Cr adalah komponen

chrominance. Pada monitor monokrom nilai luminance digunakan untuk

merepresentasikan warna RGB, secara psikologis ia mewakili intensitas sebuah

warna RGB yang diterima oleh mata. Chrominance merepresentasikan corak

warna dan saturasi (saturation). Nilai komponen ini juga mengindikasikan

banyaknya komponen warna biru dan merah pada warna (Cuturicu, 1999).

Retina mata mempunyai dua macam sel yang berfungsi sebagai analis

visual, yaitu: Sel yang digunakan untuk penglihatan di waktu malam dan sel yang

dipakai untuk penglihatan di siang hari. Jenis yang pertama hanya menerima

corak keabuan mulai dari warna putih terang sampai dengan hitam pekat. Dan

jenis kedua menerima corak warna. Jika sebuah warna RGB diberikan, sel jenis

yang pertama mendeteksi tingkat keabuan (gray level) yang serupa dengan nilai

luminance-nya, sedangkan sel jenis kedua yang bertanggungjawab terhadap

penerimaan corak warna, mendeteksi nilai yang sesuai dengan nilai

chrominancenya (Cuturicu, 1999).

YCbCr (256 level) dapat diperoleh dari RGB 8-bit dengan menggunakan

rumus berikut (Hamilton,1992):

Y = 0.299 R + 0.587 G + 0.114 B (2.1)

Cb = - 0.1687 R - 0.3313 G + 0.5 B + 128 (2.2)

(45)

Sedangkan untuk konversi YCbCr ke RGB dapat dilakukan dengan rumus

berikut (Hamilton,1992):

R = Y + 1.402 (Cr - 128) (2.4)

G = Y - 0.34414 (Cb - 128) - 0.71414 (Cr - 128) (2.5)

B = Y + 1.772 (Cb - 128) (2.6)

Gambar 2.9 menunjukkan dekomposisi citra RGB ke dalam komponen

luminance dan chrominance-nya.

Gambar 2.9 Dekomposisi citra RGB ke dalam komponen luminance

dan chrominance-nya. Searah jarum jam dari kiri atas adalah citra RGB, komponen

luminance (Y), komponen chrominance blue (Cb) dan komponen chrominance red (Cr).

(46)

2.5 Transformasi Discrete Fourier Transform 2-D

Metode ini menyisipkan pesan dalam domain frekuensi, bukan pada

domain spasial seperti dua metode sebelumnya. Metode pada domain frekuensi

dinilai lebih robust daripada metode spasial. Contohnya dapat dipakai pada format

gambar yang disimpan dalam domain frekuensi, seperti Bitmap yang

menggunakan DFT sebagai proses transformasi domain.

Berikut ini merupakan gambar dari sebuah citra grayscale serta hasil

perhitungan magnitude dari citra grayscale tersebut:

Gambar 2.10 Penyisipan Circular Watermark (a) Citra Watermark Lena (b) Magnitude Koefisien DFT

Transformasi Fourier Diskrit 2 Dimensi dapat diterapkan pada sebuah

matriks M x N dengan persamaan sebagai berikut:

(2.9)

(47)

Dan invers DFT 2-Dimensi:

(2.11)

Pada program Matlab fungsi dari sebuah perhitungan DFT 2 Dimensi

dapat dituliskan sebagai berikut:

Y = fft2 (X, m, n) (2.12)

Dan fungsi untuk menghitung nilai invers DFT 2 Dimensi:

Y = ifft2 (X, m, n) (2.13)

Dimana:

Y = Hasil perhitungan DFT 2 dimensi

X = Matriks yang dilakukan perhitungan matriks m x n

m = Baris pada matriks X

n = Kolom pada matriks X

2.6 Pengukuran Kualitas Gambar Digital

Dalam melakukan encode gambar digital, biasanya terdapat

perubahan-perubahan seperti efek blurring, sharpening atau timbulnya noise. Oleh karena

itu, biasanya dilakukan pengukuran kualitas video terlebih dahulu untuk

mengetahui bagaimana hasil encode gambar digital tersebut, apakah kualitasnya

mirip dengan gambar yang asli atau tidak.

Terdapat dua cara pengukuran, yaitu subjektif dan objektif. Subjektif

(48)

Pendapat dari orang yang melihat akan beraneka ragam dan bersifat relatif,

karena sangat tergantung dari persepsi dan standar masing-masing. Cara objektif

merupakan pengukuran secara matematika terhadap gambar yang diukur dan

dapat dikerjakan otomatis oleh komputer. Salah satu contoh metode pengukuran

kualitas antar dua gambar yang sering digunakan adalah Peak Signal to Noise

Ratio (PSNR) dimana nantinya akan diimplementasikan secara langsung pada

aplikasi yang dibuat.

PSNR sangat umum digunakan sebagai ukuran kualitas dalam gambar,

suara dan video digital. Perhitungan PSNR akan menilai kemiripan gambar

berdasarkan besarnya perbedaan yang dianggap sebagai kerusakan pada salah satu

gambar. Nilai pada PSNR merupakan hasil pembagian dari kekuatan sinyal

maksimal yang diterima, dengan sinyal noise. PSNR sangat mudah didefinisikan

dengan cara menghitung Mean Squarred Error (MSE) terlebih dahulu, Berikut

persamaan untuk mencari MSE (Amorita, 2007):

(49)

Setelah nilai MSE didapat, selanjutnya dapat menghitung nilai PSNR

seperti pada persamaan berikut (Amorita, 2007):

(2.8)

MAXI adalah nilai warna maksimum pada suatu piksel , yang bernilai 255 untuk

gambar bitmap 24-bit. Tingkat kemiripan yang tinggi akan didapat apabila nilai

error (MSE) yang dimasukkan kecil, sehingga nilai PSNR menjadi besar. Satuan

nilai PSNR adalah desibel (dB).

2.7 Korelasi

Ekstraksi watermark dapat dilakukan dengan cara membandingkan

koefisien DFT citra yang diduga memiliki watermark dengan koefisien DFT citra

asli. Data watermark yang diekstraksi kemudian dibandingkan dengan data

watermark asli.

Korelasi adalah penghitungan perbedaan antara dua matriks. Salah satu

cara untuk membandingkan watermark adalah dengan menghitung koefisien

korelasi dan dibandingkan sampai batas tertentu. Jika koefisien korelasi

mendekati atau sama dengan nilai batas tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

watermark yang diekstraksi dari citra yang diuji memiliki kemiripan dengan

watermark asli (Fahmi, 2007). Dalam tugas akhir ini, batas korelasi yang

ditetapkan adalah 1. Menurut Murinto (2005, hal:4), nilai korelasi dapat dihitung

(50)

Dimana:

W

ij = nilai pixel pada lokasi (i,j) untuk watermark asli. W

ij ’ = nilai pixel pada lokasi (i,j) untuk watermark hasil ekstraksi.

(51)

ANALISA DAN PERANCANGAN

3.1 Analisa Masalah

Bab ini mencakup analisis permasalahan seperti bagaimana proses penyisipan pesan pada gambar digital, proses ekstraksi pesan, serta proses perhitungan kualitas gambar digital yang dihasilkan.

(52)

3.1.1 Penyisipan Pesan

Sistem untuk menyisipkan pesan pada gambar digital membutuhkan masukan berupa gambar digital bertipe keabuan (grayscale) 8 bit sebagai media penyisipan (gambar cover) serta pesan yang ingin disisipkan, berupa gambar biner (gambar hitam-putih) 1 bit. Prosedur yang dilakukan adalah gambar cover di hitung luas covernya agar dapat diperoleh jumlah banyak blok serta maksimal pesan yang dapat disisipkan ke dalam gambar cover. Kemudian akan dikonfirmasikan apakah jumlah pesan yang akan disisipkan sesuai atau lebih kecil daripada maksimal pesan yang dapat ditampung gambar cover. Apabila memenuhi kondisi, gambar cover di bagi menjadi blok-blok piksel berukuran 8 x 8 piksel. Tiap-tiap blok piksel tersebut nantinya akan dilakukan transformasi ke domain frekuensi dengan menggunakan DFT.

Sebelum pesan disisipkan, dilakukan proses pengacakan pada pesan dengan menggunakan Transformasi Arnold’s Cat Map. Hanya gambar digital dengan format bitmap (*.bmp) yang dapat diproses.

Transformasi Arnold’s Cat Map

Arnold’s Cat Map merupakan pemetaan chaos (kacau) yang dinamakan sesuai dengan nama penemunya, yaitu Vladimir Arnold. Prinsip kerjanya pada awalnya adalah menggunakan gambar kucing untuk memodelkan efek algoritma yang dia buat sendiri pada tahun 1960.

Arnold’s Cat Map bekerja berdasarkan transformasi:

(53)

Arnold’s Cat Map menggunakan formula sebagai berikut:

(3.2)

Berikut adalah contoh ilustrasi prinsip kacau pada Arnold’s Cat Map, contoh yang sangat sederhana tetapi sangat elegan. Pada contoh ini, suatu gambar ditransformasikan dengan sebuah matriks yang akan mengacak piksel dari gambar tersebut. Akan tetapi apabila dilakukan proses iterasi/perulangan yang sama secara terus menerus akan menghasilkan gambar aslinya.

Langkah pertama adalah diumpamakan sebuah matriks:

(3.3)

Menjadi matriks n x n yang membentuk gambar, lalu dilakukan transformasi:

(3.4)

Dimana mod merupakan modulo dari n dan matriks:

(3.5)

(54)

Gambar 3.2 Contoh perubahan menggunakan metode Arnold Cat’s Map

(55)
(56)

Proses Penyisipan Pesan

Sebelum proses penyisipan pesan berlangsung, dilakukan pengacakan pesan dengan menggunakan Transformasi Arnold Cat’s Map dan ekstraksi gambar digital terlebih dahulu. Dari gambar digital terpilih, akan dibagi menjadi blok-blok 8 x 8 piksel. Tiap blok 8 x 8 piksel mewakili 1 bit pesan. Selanjutnya blok tersebut akan ditransformasi menggunakan Discrete Fourier Transform

(DFT). Penyisipan pesan dilakukan dengan menentukan nilai magnitude dan phase dari blok DFT, kemudian dilakukan translasi periodik pada nilai magnitude.

Gambar 3.4 merupakan representasi hasil perhitungan magnitude DFT.

Gambar 3.4 Representasi hasil perhitungan DFT

(57)

(smoothing dan blurring). Di bagian antara sudut dan pusat merupakan area frekuensi tengah, pada bagian inilah watermark makalah ini ditanamkan.

Algoritma Penyisipan Pesan :

1. Ganti tipe data gambar grayscale menjadi double. 2. Buat blok 8 x 8 piksel.

3. Transformasi Arnold Pesan

4. Lakukan pernitungan DFT 2-D pada tiap blok. Formulasi matrix dari DFT 2 dimensi adalah sebagai berikut :

5. Menghitung nilai magnitude dan phase 6. Lakukan translasi periodik

7. Tentukan nilai magnitude x dan y 8. m =(nilai x + nilai y)/2

if (message =1) then

if ( x > m-p) then x = m-p dan y = m+p

if (message =0) then

if ( x < m+p) then x = m+p dan y = m-p

(58)

Gambar 3.5 menunjukkan Algoritma Poses Penyisipan Pesan. Algoritma tersebut digunakan sebagai salah satu cara agar pesan dapat dikembalikan secara utuh. Perubahan sepasang koefisien tidak akan banyak mempengaruhi kualitas aslinya. Maka daripada itu sepasang koefisien yang dipilih harus berada pada derajat yang sama namun radius yang berbeda.

Setelah pesan disisipkan maka blok 8 x 8 pixel DFT 2-D dilakukan transformasi periodik kembali sebelum dilakukan invers agar nilai magnitude kembali ke nilai awal, perhitungan nilai invers DFT mengubah domain frekuensi menjadi domain spasial kembali, sehingga gambar tersebut dapat dilihat menjadi satu kesatuan utuh.

(59)
(60)

3.1.2 Pembacaan Pesan

Ekstraksi pesan membutuhkan masukan berupa gambar ter-watermark dan gambar pesan, dimana gambar pesan pada saat penyisipan harus sama dengan gambar pesan pada proses pembacaan. Jika gambar pesan sama, maka akan didapatkan nilai perubahan dari pesan awal dan pesan yang terbaca. Pesan gambar yang didapatkan awalnya teracak dengan transformasi Arnold Cat’s Map. Sehingga sebelum ditampilkan pesan gambar yang acak tersebut dilakukan proses transformasi Arnold Cat’s Map sehingga pesan terbaca sama dengan pesan yang disisipkan.

Proses ekstraksi pesan tidak jauh berbeda dengan proses penyisipan pesan. Mulanya diambil gambar ter-watermark kemudian buat blok 8 x 8 piksel. Untuk mengambil pesan, blok 8 x 8 piksel tersebut dilakukan transformasi DFT 2-D, selanjutnya akan membaca nilai magnitude DFT, jika nilai magnitude x lebih besar dari nilai magnitude y, maka bit pesan bernilai = 1 atau berwarna putih. Apabila kebalikannya, nilai magnitude x lebih kecil daripada nilai magnitude y, maka bit pesan bernilai = 0 atau berwarna hitam.

(61)

Algoritma Pembacaan Pesan:

1. Ganti tipe data gambar ter-watermark menjadi double. 2. Buat blok 8 x 8 piksel.

3. Lakukan pernitungan DFT 2-D pada tiap blok. Formulasi matrix dari DFT 2 dimensi adalah sebagai berikut :

4. Menghitung nilai magnitude dan phase 5. Lakukan translasi periodik

6. Tentukan nilai magnitude x dan y 7. if (x < y ) then message = 1

if (x > y ) then message = 0

8. Rangkai bit message

9. Transformasi Arnold (message) 10. Selesai.

Gambar 3.7 AlgoritmaProses Pembacaan Pesan

(62)
(63)

3.1.3 Pengukuran Kualitas Gambar Ter-watermark

Metode pengukuran kualitas gambar ter-watermark pada pelaksanaan Tugas Akhir akan dilakukan secara objektif memakai metode Peak Signal to Noise Ratio (PSNR).

Perhitungan PSNR akan membandingkan antar dua buah gambar, yaitu gambar cover asli yang belum tersisipi pesan dengan gambar yang telah

ter-watermark. Semakin keci nilai PNSR, semakin baik proses penyisipan, karena tidak banyak terjadi perubahan dalam gambar ter-watermark.

3.2 Perancangan Antarmuka

Pada saat perangkat lunak pertama kali dijalankan, layar akan menampilkan pilihan utama, dapat dipilih kedua modul perangkat lunak, yaitu ‘Penyisipan Pesan’ untuk penyisipan, dan ‘Pembacaan Pesan’ untuk ekstraksi

pesan.

3.2.1 Rancangan Antarmuka Penyisipan Pesan

Untuk form Penyisipan Pesan, terdapat beberapa field yaitu :

1. ‘Gambar Asli’. Untuk memilih gambar grayscale dengan format bitmap (*.bmp) yang akan disisipi pesan. Disediakan tombol ‘Buka Gambar’ untuk memilih gambar.

2. ‘Pesan’. Untuk memilih gambar biner pesan yang akan disisipkan ke gambar

(64)

3. Tombol ‘Sisip Pesan’ digunakan untuk melakukan proses penyisipan gambar biner pesan terhadap Gambar Asli. Field PNSR akan terisi secara otomatis apabila proses penyisipan dilakukan.

4. Tombol ‘Simpan Gambar’ digunakan untuk menyimpan gambar hasil penyisipan yang telah ditampilkan pada field Gambar Terwatermark.

Gambar 3.9 Rancangan Antarmuka Penyisipan Pesan

3.2.2 Rancangan Antarmuka Pembacaan Pesan

(65)

1. ‘Gambar Terwatermark’. Untuk memilih gambar grayscale yang akan dibaca pesannya. Disediakan tombol ‘Buka Gambar’ untuk memilih gambar.

2. ‘Pesan Awal’. Untuk pembacaan gambar biner pesan yang telah disisipkan. Disediakan tombol ‘Buka Pesan’ untuk memilih gambar pesan.

3. ‘Pesan Terbaca’. Menampilkan gambar pesan biner yang terbaca dari gambar ter-watermark apabila dilakukan proses pembacaan pesan, dengan cara menekan tombol ‘Baca Pesan’. Field NC akan terisi otomatis apabila dilakukan proses pembacaan pesan.

(66)

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

4.1 Kebutuhan Sistem

Sebelum melakukan implementasi dan menjalankan aplikasi untuk proses

watermarking citra digital dengan metode Discrete Fourier Transform (DFT), dibutuhkan spesifikasi perangkat keras dan juga perangkat lunak dengan kondisi tertentu agar dapat berjalan dengan baik.

Berikut ini adalah perangkat keras yang digunakan untuk menjalankan aplikasi watermarking citra digital dengan metode Discrete Fourier Transform

(DFT):

a. Notebook dengan prosesor AMD Turion(tm) 64 X2 Mobile. b. Memori RAM 1 GB.

Kebutuhan perangkat lunak yang digunakan untuk menjalankan aplikasi

watermarking citra digital dengan metode Discrete Fourier Transform (DFT) ini adalah sebagai berikut :

a. Sistem Operasi Microsoft Windows XP Profesional SP2. b. Matlab 7.0.4

c. Adode Photoshop CS 3

4.2 Potongan Program

(67)

a. Membuka dan menyimpan file

[namafile,direktori] = uigetfile('*.bmp','Buka Gambar');

[namafile,direktori] = uiputfile('*.bmp','Simpan Gambar');

Fungsi “uigetfile()” digunakan untuk membuka file. Fungsi

“uigetfile()” menghasilkan dua keluaran, yaitu variable namafile dan variable direktori. Variable namafile digunakan untuk menyimpan nama file yang dibuka dan variable direkori digunakan untuk menyimpan path direktori. Fungsi untuk menyimpan file adalah “uiputfile()”.

b. Transformasi Arnold Cat’s Map

% Transformasi Arnold Cat's Map

tempImg=message;

Gambar pesan biner dengan susunan awal di acak dengan transformasi Arnold Cat’s Map sebelum dilakukan penyisipan ke domain frekuensi DFT.

c. Membagi dan menghitung nilai DFT 2 dimensi dari blok 8 x 8 pixel

% perhitungan DFT 2-D blok 8x8

fft_block=fft2(cover

(68)

Dalam proses penyisipan dan pembacaan pesan, sebuah gambar cover

ataupun gambar ter-watermark dibagi menjadi blok 8 x 8 pixel. Sebuah blok 8 x 8

pixel akan mewakili penyisipan dari satu bit pesan.

d. Menghitung nilai phase blok 8 x 8 pixel

% Hitung nilai phase DFT

angle_block=angle(fft_block);

Perhitungan nilai phase dari blok DFT 8 x 8 pixel nantinya akan digunakan dalam proses pengembalian nilai DFT pada proses invers DFT, yang diperlukan dalam membentuk gambar hasil sisipan kembali seperti bentuk gambar awal (gambar cover).

e. Proses Penyisipan Pesan

(69)

ll=ll+1; end

end end end

Pada proses penyisipan pesan, bit pesan tidak dimasukkan secara langsung ke dalam domain frekuensi DFT melainkan dikondisikan berdasarkan dari perhitungan nilai magnitude pada tiap-tiap blok DFT 8 x 8 pixel.

f. Menghitung invers DFT 2 dimensi dari blok 8 x 8 pixel

watermarked_image(y:y+blocksize-1,x:x+blocksize-1)=abs(ifft2

(abs_block.*exp(i*angle_block)));

Perhitungan nilai invers DFT 2 dimensi digunakan untuk mengembalikan nilai magnitude DFT, sehingga gambar dapat bentuk kembali menjadi gambar awal.

g. Mengubah tipe data gambar dan menampilkan gambar

% merubah tipe watermarked_image_int menjadi uint8

watermarked_image_int=uint8(watermarked_image*255);

% menampilkan watermarked_image_int ke axes

set(proyek.figSisip,'CurrentAxes',proyek.axes4); set(imshow(watermarked_image_int));

set(proyek.axes4,'Userdata',watermarked_image_int);

Gambar yang diolah dalam proses sisip bertipe double, sehingga gambar harus di ubah kembali menjadi tipe uint8 sebelum gambar yang telah tersisipi ditampilkan.

Gambar

Gambar 2.2   Contoh nilai citra biner
Gambar 2.3   Contoh nilai citra skala keabuan
Gambar 2.7 Ruang Warna HSL
Gambar 2.8 Ruang Warna HSV
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bab ini berisi penjelasan desain yang akan dilakukan untuk merancang perangkat lunak Watermarking pada Citra Digital berwarna dalam domain Discrete Cosine Transform (DCT)

Merupakan bab yang berisi penjelasan desain yang akan dilakukan untuk membuat software Blind Watermarking pada Citra Digital dalam domain Discrete Cosine Transform (DCT)

Pada Tugas Akhir ini dibuat teknik watermarking citra digital berbasis DWT (Discrete Wavelet Transform) – SVD (Singular Value Decomposition). Teknik watermarking bertujuan untuk

Berdasarkan hasil analisis dan uji coba pada data citra, metode Fast Fourier Transform menghasilkan file dengan ukuran yang lebih kecil dan waktu yang lebih

Dalam penelitian ini dilakukan analisis perbaikan sisi citra dengan algoritma transformasi Fast Fourier Transform (FFT), Transformasi Fourier dipergunakan

Telah dihasilkan sebuah aplikasi compressive sensing seruling audio dengan Discrete Fourier Transform (DFT), Stationary Wavalet Transform (SWT) dan Iteratively Reweighted

Keywords: Fast Fourier Transform, Discrete Fourier Transform, FFT, DFT, Spectrogram, Spectral Analysis, Digital Signaling Process, Convolution.... © Copyright 2021 by

Pada penelitian ini dilakukan penyembunyian pesan teks dengan teknik watermarking ke dalam media citra (cover image) dengan algoritma Discrete Cosine Transform