DATA GENDER DAN ANAK
Daerah Istimewa Yogyakarta
Hal
Kata Pengantar ... Iii
Daftar Isi ... V
... 1
I.1. Isu Bidang Kependudukan Dan Kemiskinan ... 1
I.2. Rekomendasi Bidang Kependudukan Dan Kemiskinan ... 5
II.1. Isu Gender Bidang Kesehatan ... 7
II.2. Rekomendasi Bidang Kesehatan ... 9
III.1. Isu Gender Bidang Pendidikan ... 11
III.2. Rekomendasi Di Bidang Pendidikan... 14
IV.1. Isu Bidang Sosial ... 15
IV.2. Rekomendasi Di Bidang Sosial ... 18
V.1. Isu Gender Bidang Ekonomi, Ketenagakerjaan Dan UMKM ... 19
V.2. Rekomendasi Di Bidang Ekonomi, Ketenagakerjaan Dan UMKM ... 22
VI.1. Isu Bidang Partisipasi Perempuan Dalam Kebijakan Publik ... 23
VI.2. Rekomendasi Di Bidang Partisipasi Perempuan Dalam Kebijakan Publik ... 25
VII.1. Isu Bidang Perlindungan Perempuan Dan Anak ... 26
VII.2. Rekomendasi Bidang Perlindungan Perempuan Dan Anak... 28
VIII.1. Isu Bidang Implementasi PUG Di DIY... 30
VIII.2. Rekomendasi Di Bidang Implementasi PUG ... 31
... 35
Tabel 1.1. Jumlah Dan Persentase Penduduk Menurut Jenis Kelamin Dan Kabupaten/Kota Di D.I Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016... 35
Tabel 1.2. Jumlah Dan Persentase Kepala Rumah Tangga Menurut Jenis Kelamin Dan Kabupaten/Kota Di D.I. Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 35
1.3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur, Jenis Kelamin Dan Kabupaten/ Kota Di D.I. Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 36
1.4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG) Dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Menurut Kabupaten/Kota Di D.I. Yogyakarta Tahun 2014, 205 Dan 2016... 36
... 38
2.1. Angka Harapan Hidup (AHH) Menurut Kabupaten/Kota Di D.I. Yogyakarta Tahun 2014, 2015 Dan 2016 ... 38
2.2 Jumlah Kematian Ibu Hamil, Melahirkan, Dan Nifas Menurut Kelompok Usia Dan Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016... 38
2.3. Persentase Penyebab Kematian Ibu Pada Masa Hamil, Melahirkan Dan Nifas Menurut Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 39
2.4. Persentase Anak Usia Dua Tahun Ke Bawah Dari Wanita Usia 15-49 Tahun Menurut Penolong Kelahiran Terakhir Dan Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 2.5. Jumlah Dan Persentase Cakupan Ibu Hamil (k1/k/4) Ke Sarana Pelayanan Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 40
2.6. Jumlah Dan Persentase Imunisasi Tetanus Toxoid (tt) Pada Ibu Hamil Menurut Kabupaten/Kotadi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Analisis Isu Gender 1. Bidang Kependudukan Dan Data Umum 2. Bidang Kesehatan Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel ... 39 Tabel Tabel
Daftar Isi
Dan 2016 ... 40
2.7. Jumlah Dan Persentse Ibu Hamil Yang Mendapatkan Tablet Zat Besi (fe)
Menurut Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015
Dan 2016 ... 41
2.8. Jumlah Dan Persentase Ibu Hamil Yang Beresiko Menurut Kabupaten/Kota
Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 41
2.9.a Jumlah Kasus HIV/AIDS Menurut Jenis Kelamin Di Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016... 42
2.9.b Jumlah Kasus HIV/AIDS Berdasarkan Asal Penderita Di Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 42
Tabel 2.9.c Jumlah Kasus HIV/AIDS Menurut Asal Penderita Di Daerah Istimewa
Yogyakarta Hingga Bulan Maret Tahun 2016 ... 43
Tabel 2.9.d. Jumlah Kasus HIV/AIDS Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin
Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015
(Jumlah Kumulatif sd September 2015) ... 43
2.9.e. Jumlah Kasus HIV/AIDS Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Di
Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2016
(Jumlah Kumulatif sd Maret 2016)... 44 Tabel 2.10.a. Jumlah Perkawinan Menurut Usia Perkawinan, Jenis Kelamin Dan
Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 44
2.10.b Persentase Penduduk Perempuan Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Usia
Perkawinan Pertama Dan Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2015 Dan 2016 ... 45
Tabel 2.11. Jumlah Peserta/akseptor Keluarga Berencana Menurut Jenis Kelamin Dan
Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 45 Tabel 2.12.a. Unmet Need, Jumlah PUS Dan Jumlah WUS Menurut Kabupaten/Kota Di
Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 41 Tabel 2.12.b. Jumlah Peserta KB Baru Menurut Jenis Kelamin Dan Kabupaten/Kota Di
Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 46 Tabel 2.13.a. Pengguna Narkotika, Psikotropika Dan Zat Adiktif Lainnya Napza Menurut
Jenis Kelamin Dan Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014 Dan 2015
Tabel 3.1. Angka Partisipasi Kasar (APK) Menurut Jenjang Pendidikan, Jenis Kelamin
Dan Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 50
Tabel 3.2 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Kelompok Usia, Sekolah, Jenis
Kelamin Dan Kabupaten/Kota Di Daerah ..Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 51
Tabel 3.3. Angka Partisipasi Murni (APM) Menurut Jenjang Pendidikan, Jenis Kelamin
Dan Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa .Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 52
Tabel 3.4. Angka Melek Huruf (AMH) Menurut Kelompok Umur, Sekolah, .Jenis Kelamin
Dan Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa .Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 53
Tabel 3.5. Jumlah Siswa Putus Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan Dan Kabupaten/
Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 53 Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel ... 46 Tabel 2.13.b. Data Jumlah Pecandu, Penyalahguna Dan Korban Penyalahguna Yang
Direhabilitasi Berdasarkan Instansi Penerima Wajib Lapor Di Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 2016... 47
Tabel 3.6 Persentase Penduduk Menurut Jenis Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan, Jenis Kelamin Dan Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2015 Dan 2016 ... 54
Tabel 3.7 Rata-rata Lama Sekolah (tahun) Menurut Jenis Kelamin Dan Kabupaten/
Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta ... 55
Tabel 3.8. Jumlah Guru Negeri/swasta Menurut Jenjang Pendidikan, Jenis Kelamin Dan
Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta ... 56
Tabel 3.9 Jumlah Guru Yang Telah Memperoleh Sertifikasi Menurut Jenjang Pendidikan,
Jenis Kelamin Dan Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta
... 57
Tabel 3.10. Jumlah Peserta Kejar Paket A, B Dan C Serta Keaksaraan Fungsional (KF)
Menurut Jenis Kelamin Dan Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta ... 58
Tabel 3.11. Jumlah Kelulusan Paket A, B Dan C Menurut Jenis Kelamin Dan ..Kabupaten/
Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 59
Tabel 3.12. Jumlah Penerima Bea Siswa Tingkat Sltp Dan Slta Menurut Jenis ....Kelamin
Dan Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 60
... 62
Tabel 4.1 Gerakan Masyarakat Peduli Lingkungan Di Daerah Istimewa Yogyakarta
... 62
Tabel 4.2. Dampak Bencana Lingkungan Terhadap Gender Dan Anak Di Daerah
Istimewa Yogyakarta ... 65
... 68
Tabel 5.1 Jumlah Angkatan Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan, .Jenis Kelamin Dan
Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta ... 68
Tabel 5.2 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Jenis Kelamin Dan Kabupaten/Kota
Di Daerah Istimewa Yogyakarta ... 69
Tabel 5.3.a Tenaga Kerja Antar Kerja Antar Daerah (akad) Menurut Jenis Kelamin Dan
Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta ... 69
Tabel 5.3.b Tenaga Kerja Antar Kerja Antar Negara (akan) Menurut Jenis Kelamin Dan
Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun ... 70
Tabel 5.4 Pekerja Disektor Formal Menurut Jenis Kelamin Dan Kabupaten/Kota
Di Daerah Istimewa Yogyakarta ... 70
Tabel 5.5 Pekerja Disektor Informal Menurut Jenis Kelamin Dan Kabupaten/Kota
Di Daerah Istimewa Yogyakarta ... 71
Tabel 5.6 Jumlah Usaha Mikro, Kecil (umk), Dan Kecil Menengah Menurut Jenis
Kelamin Pengelola Usaha Dan Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa
Yogyakarta ... 71
Tabel 5.7 Keanggotaan Koperasi Menurut Jenis Kelamin Dan Kabupaten/Kota
Di Daerah Istimewa Yogyakarta ... 72
Tabel 5.8 Jumlah Pengangguran Terbuka Menurut Jenis Kelamin Dan .Kabupaten/Kota
Di Daerah Istimewa Yogyakarta ... 72
Tabel 5.9 Jumlah Pekerja Tidak Dibayar Menurut Jenis Kelamin Dan ...Kabupaten/Kota
Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014 Dan 2015 ... 73
Tabel 5.10 Jumlah Dan Persentase Perempuan Pekerja Profesional Dan Manajerial
Tahun 2015 Dan 2016 Tahun 2015 Dan 2016 Tahun 2015 Dan 2016 Tahun 2015 Dan 2016 Tahun 2016 Tahun 2015, 2016 Dan 2017 Tahun 2014 Dan 2015 Tahun 2014, 2015 Dan 2016 Tahun 2015 Dan 2016 Tahun 2015 Dan 2016 Tahun 2014 Dan 2015 Tahun 2014 Dan 2015 Tahun 2015 Dan 2016 Tahun 2015 Dan 2016 Tahun 2014 Dan 2015 4. Bidang Sumberdaya Alam (SDA) Dan Lingkungan
Menurut Kab./Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014 Dan 2015 ... 73
Tabel 5.11.1 Jumlah Pekerja Menurut Lapangan Usaha Jenis Kelamin Dan Kabupaten/Kota
Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014 Dan 2015... 74
Tabel 5.11.2 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Jenis Kelamin Dan
Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014 Dan 2015 ... 75
Tabel 5.11.3 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan, Jenis Kelamin Dan
Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014 Dan 2015 ... 76
... 78
Tabel 6.1.1 Jumlah Bupati/walikota Dan Wakil Bupati/walikota Menurut Jenis Kelamin
Dan Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016
Tabel 6.1.2 Jumlah Camat Menurut Jenis Kelamin Dan Kabupaten/Kota Di Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 78
Tabel 6.1.3 Jumlah Kepala Desa/lurah Menurut Jenis Kelamin Dan Kabupaten/Kota
Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016... 78
Tabel 6.1.4 Jumlah Pejabat Menurut Jenis Jabatan, Jenis Kelamin Di Skpd Kabupaten/
Kota Dan Pemerintah Daerah DIY Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2015 Dan 2016 ... 79
Tabel 6.1.5 Jumlah Pns Menurut Golongan, Jenis Kelamin Di Skpd Kabupaten/Kota
Dan Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 80
Tabel 6.1.6 Tim Badan Pertimbangan Dan Kepangkatan Menurut Jenis Kelamin Dan
Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 80 ...
Tabel 6.2.1 Jumlah Anggota Dprd Menurut Komisi, Jenis Kelamin Dan Kabupaten/Kota
Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016... 80
Tabel 6.2.2 Jumlah Calon Legislatif Dan Pengurus Harian Partai Politik Menurut Jenis
Kelamin Dan Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015
Dan 2016 ... 81
Tabel 6.2.3 Jumlah Pengurus Dan Anggota Kaukus Perempuan Parlemen Menurut
Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 81
Tabel 6.2.4 Jumlah Anggota Badan Permusyawaratan Desa (bpd) Menurut Jenis Kelamin
Dan Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 82
Tabel 6.3.1 Jumlah Jaksa Menurut Jabatan Jaksa, Jenis Kelamin Dan Wilayah Di Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 82
Tabel 6.3.2 Jumlah Hakim Dan Pejabat Menurut Jenis Jabatan Hakim Dan Jenis Kelamin
Di Pengadilan Tinggi Dan Pengadilan Tinggi Agama Di Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016... 82
Tabel 6.3.3 Jumlah Hakim Menurut Jabatan Hakim, Jenis Kelamin Di Pengadilan Negeri
Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016... 83 Tabel 6.3.4.a Jumlah Polisi Menurut Jenis Kepangkatan Dan Jenis Kelamin Di Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 2015... 83 Tabel 6.3.4.b Jumlah Polisi Menurut Jenis Kepangkatan Dan Jenis Kelamin Di Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 2016... 84
Tabel 6.3.5 Jumlah Pejabat Kepolisian Menurut Jenis Kelamin Dan Wilayah Di Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 84 6. Bidang Politik Dan Pengambilan Keputusan
6.1. Perempuan Di Lembaga Eksekutif
6.2. Perempuan Di Lembaga Legislatif
7. Bidang Hukum Dan Sosial Budaya 7.1. Jumlah Penghuni Lapas
7.2. Penduduk Lanjut Usia (lansia)
7.3. Penyandang Disabilitas (penda)
7.4. Jumlah Perceraian
8. Kekerasan
8.1. Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak
... 86
Tabel 7.1 Jumlah Penghuni Lapas Dan Rutan Menurut Status, Jenis Kelamin, Dan
Kategori Usia Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 86 ... 86
Tabel 7.2 Penduduk Lansia (lanjut Usia Terlantar) Menurut Jenis Kelamin Dan
Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 87 ...
Tabel 7.3.a Jml Penyandang Disabilitas, Menurut Jenis Kelamin Dan Kabupaten/Kota
Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016... 87
Tabel 7.3.b Jml Anak Dengan Kedisabilitasan Menurut Jenis Kelamin Dan Kabupaten/
Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 87 ... 88
Tabel 7.4.1 Jumlah Kasus Perceraian Yang Diputus Di Pengadilan Agama Menurut
Sumber Permohonan Dan Wilayah Pengadilan Agama Di Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016... 88
Tabel 7.4.2 Jumlah Kasus Perceraian Yang Diputus Di Pengadilan Negeri Menurut
Sumber Permohonan Dan Wilayah Pengadilan Negeri Di Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016... 88
... 90
Tabel 8.1.1 Jumlah Korban Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Menurut
Kelompok Umur Dan Lokasi Lembaga Layanan Di Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016... 90
Tabel 8.1.2 Jumlah Korban Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Menurut Tingkat
Pendidikan Dan Lokasi Lembaga Layanan Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2015 Dan 2016 ... 91
Tabel 8.1.3 Jumlah Korban Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Menurut Status
Pekerjaan Dan Lokasi Lembaga Layanan Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2015 Dan 2016 ... 92
Tabel 8.1.4 Jumlah Korban Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Menurut Status
Perkawinan Dan Lokasi Lembaga Layanan Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 92 Tabel 8.1.5.a Jumlah Korban Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Menurut Jenis
Kekerasan Dan Lokasi Lembaga Layanan Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2015 ... 93 Tabel 8.1.5.b Jumlah Korban Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Menurut Jenis
Kekerasan Dan Lokasi Lembaga Layanan Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2016 ... 94
Tabel 8.1.6 Jumlah Korban Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Menurut Tempat
Kejadian Dan Lokasi Lembaga Layanan Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2015 Dan 2016 ... 95
Tabel 8.1.7 Jumlah Korban Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Menurutjenis
Layanan Yang Diberikan Dan Lokasi Lembaga Layanan Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016... 96
Tabel 8.1.8 Jumlah Korban Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Menurut
Frekuaensi Kekerasan Dan Lokasi Lembaga Layanan Di Daerah Istimewa
Tabel 8.1.9.a Jumlah Pelaku Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Yang Terlaporkan Menurut Jenis Kelamin, Usia, Tingkat Pendidikan Dan Lokasi Lembaga
Layanan Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 ... 97 Tabel 8.1.9.b Jumlah Pelaku Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Yang Terlaporkan
Menurut Jenis Kelamin, Usia, Tingkat Pendidikan Dan Lokasi Lembaga
Layanan Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2016 ... 97 Tabel 8.1.10.a Jumlah Pelaku Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Yang
Terlaporkan Menurut Status Pekerjaan Dan Hubungan Dengan Korban
Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 ... 98 Tabel 8.1.10.b Jumlah Pelaku Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Yang
Terlaporkan Menurut Status Pekerjaan Dan Hubungan Dengan Korban
Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2016 ... 99
Tabel 8.2.1 Jumlah Korban Perdagangan Orang Menurut Kelompok Umur Jenis Kelamin
Dan Wilayah Yang Ditangani Polres/polda Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2016 ... 99
Tabel 8.2.2 Jumlah Pelaku Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut Tingkatan
Proses Hukum, Kelamin Dan Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2016 ... 100
... 102 Tabel 9.1.1.a Jumlah Korban Kekerasan Terhadap Anak Yang Ditangani Menurut Jenis
Kelamin, Usia, Tingkat Pendidikan, Pekerjaan Dan Status Perkawinan
Tahun 2015 ... 102 Tabel 9.1.1.b Jumlah Korban Kekerasan Terhadap Anak Yang Ditangani Menurut Jenis
Kelamin, Usia, Tingkat Pendidikan, Pekerjaan Dan Status Perkawinan
Tahun 2016 ... 103
Tabel 9.1.2 Jumlah Korban Kekerasan Terhadap Anak Yang Ditangani Forum
Perlindungan Korban Kekerasan Daerah Istimewa Yogyakarta Menurut Jenis Kekerasan Tahun 2015 Dan 2016 ... 104
Tabel 9.1.3 Jumlah Korban Kekerasan Terhadap Anak Yang Ditangani Forum
Perlindungan Korban Kekerasan Daerah Istimewa Yogyakarta Menurut
Tempat Kejadian Tahun 2015 Dan 2016 ... 104
Tabel 9.1.4 Jumlah Korban Kekerasan Terhadap Anak Yang Ditangani Forum
Perlindungan Korban Kekerasan Daerah Istimewa Yogyakarta Menurut
Jenis Pelayanan Yang Diberikan Tahun 2015 Dan 2016... 105
Tabel 9.2 Jumlah Anak Yang Hidup Di Jalan Menurut Jenis Kelamin Dan Kabupaten/
Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 106
Tabel 9.3 Jumlah Anak Terlantar Menurut Jenis Kelamin Dan Kabupaten/Kota
Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016... 106
Tabel 9.4 Jumlah Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum ..Menurut Jenis Kelamin Dan
Asal Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016... 107
Tabel 9.5 Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun Menurut Kabupaten/kota Dan
Kepemilikan Akta Kelahiran Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015
Dan 2016 ... 107
Tabel 9.6.a Jumlah Anak Yang Memanfaatkan Telepon Sahabat Anak DIY Menurut Jenis
Kelamin Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 108
Tabel 9.6.b Jumlah Anak Yang Memanfaatkan Telepon Sahabat Anak Diy Menurut Jenis
9. Data Anak
Layanan Dan Jenis Kelamin Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015
Dan 2016 ... 108
Tabel 9.7 Jumlah Panti Asuhan Dan Anak Yang Ditampung Di Panti Asuhan Menurut
Jenis Kelamin Dan Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2015 Dan 2016 ... 109 ... 110 Tabel 9.8.1.a. Jumlah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Menurut Jenis ABK, Jenis Kelamin
Dan Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015... 110 Tabel 9.8.1.b. Jumlah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Menurut Jenis Abk, Jenis Kelamin
Dan Kabupaten/kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2016 ... 111
Tabel 9.8.2 Jumlah Fasilitasi Kesehatan Yang Melayani Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Menurut Jenis Pelayanan Kesehatan Dan Kabupaten/kota Di Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 112
Tabel 9.8.3 Jumlah Guru Pendamping Khusus Menurut Jenjang Pendidikan, Jenis
Kelamin Dan Kabupaten/kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015
Dan 2016 ... 112
Tabel 9.8.4 Jumlah Sekolah Inklusif (abk, Anak Anak Cerdas Dan Berbakat), Jumlah
Ruang Kelas Dan Jumlah SiswaMenurut Jenjang Pendidikan Dan Kabupaten/ Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 113
Tabel 9.8.5 Jumlah Forum Komunikasi Keluarga Abk Menurut Bentuk Dan Kabupaten/
Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 113 ... 114
Tabel 9.9 Jumlah Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum ..Menurut Jenis Kelamin Dan
Asal Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 114 ...
Tabel 9.10.1 Angka Melek Huruf (AMH) Menurut Kelompok Umur, Sekolah, Jenis Kelamin
Dan Kabupaten/kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016
Tabel 9.10.2 Jumlah Siswa Putus Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan Dan Kabupaten/
Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 115 ... 115
Tabel 9.11.1 Jumlah Kematian Bayi Dan Balita Menurut Kabupaten/Kota Di Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 115
Tabel 9.11.2 Jumlah Balita Mendapatkan Imunisasi Menurut Kabupaten/kota Di Daerah
Istimewa Yogyakartatahun 2015 Dan 2016 ... 116
Tabel 9.11.3 Jumlah Bayi Dengan Berat Badan Rendah Menurut Kebangsaan, Jenis
Kelamin Dan Kabupaten/kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 116
Tabel 9.11.4 Jumlah Bayi Mendapatkan Asi Ekslusif Selama 6 Bulan Menurut Kabupaten/
Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 117
Tabel 9.11.5 Jumlah Kasus Balita Gizi Kurang Dan Gizi Buruk Menurut Kabupaten/kota
Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016... 117
Tabel 9.11.6 Jumlah Putusan Dispensasi Kawin Yang Diputuskan Oleh Pengadilan
Agama Tahun 2014, 2015 Dan 2016 ... 118
Tabel 10.1.1 Jumlah Pokjatap Gsi, Satgas Gsi, Rumah Sakit Sayang Ibu Dan Bayi Dan
9.8. Anak Berkebutuhan Khusus
9.9. Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH)
9.10. Data Tumbuh Kembang Anak
9.11. Data Kelangsungan Hidup
10. Data Kelembagaan
10.1 Kelembagaan Pengarusutamaan Gender A. Kesehatan
Kelompok Suami Siap Antar Jaga (SIAGA) Dan Kader Bina Keluarga Balita (BKB) Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015
Dan 2016 ... 120
Tabel 10.1.2 Jumlah Pokjatap Penurunan Buta Aksara Perempuan (PBAP) Dan Gugus Tugas
Pbap Menurut Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ...
Tabel 10.1.3 Jumlah Desa "PRIMA" (perempuan Indonesia Maju Mandiri) Menurut
Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2016... 122
Tabel 10.1.4 Program P2wkss, Jumlah Umkm, Koperasi, Kelompok Usaha Mikro Kecil
Menengah Perempuan, Menurut Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016... 124
Tabel 10.1.5.a Forum Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan (PKHP), Forum Peningkatan Produktifitas Ekonomi Perempuan (PPEP), Forum Perlindungan Perempuan, . Focal Point Gender Menurut Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2015 ... 124 Tabel 10.1.5.b Forum Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan (PKHP), Forum Peningkatan
Produktifitas Ekonomi Perempuan (PPEP), Forum Perlindungan Perempuan, Focal Point Gender Menurut Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2016 ... 125
Tabel 10.1.6 Daftar Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak
(P2TP2A) Menurut Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2016 ... 126 Tabel 10.1.7.a Lembaga Yang Bergerak Dalam Perlindungan Perempuan Dan Anak
Menurut Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 ... 127 Tabel 10.1.7.b Lembaga Yang Bergerak Dalam Perlindungan Perempuan Dan Anak
Menurut Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2016 ... 127
Tabel 10.1.8 Lembaga/dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Anak Menurut Kabupaten/
Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 ... 128
Tabel 10.2.1 Jumlah Kelembagaan Tumbuh Kembang Dan Kelangsungan Hidup Anak
Menurut Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015
Dan 2016 ... 129
Tabel 10.2.2.a Jumlah Kelembagaan Partisipasi Anak Menurut Kabupaten/Kota Di Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 2015... 130 Tabel 10.2.2.b Jumlah Kelembagaan Partisipasi Anakmenurut Kabupaten/Kota Di Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 2016... 130
Tabel 10.2.3 Jumlah Kelembagaan Untuk Mendorong Lingkungan Yang Kondusif Bagi Anak Menurut Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Dan 2016 ... 131 ... ... 133 B. Pendidikan
C. Ekonomi
D. Pug
E. Perlindungan Perempuan Dan Anak
10.2.2. Kelembagaan Partisipasi Anak
10.2.3. Kelembagaan Mendorong Lingkungan Kondusif Bagi Anak
Penduduk adalah sumberdaya sekaligus penerima manfaat pembangunan,. Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas menjadi modal dalam pembangunan, namun bila sumberdaya manusia tidak berkualitas maka akan menjadi beban pembangunan. Jumlah Penduduk DIY tahun 2016 sebanyak 3.720.912 jiwa dimana 50,55% nya adalah perempuan. Artinya jumlah perempuan lebih banyak dibanding dengan penduduk laki laki, kecuai kabupaten Sleman dimana Jumlah perempuan lebih sedikit dibanding laki laki. Komposisi ini cenderung tidak berubah sejak tahun 2014. jumlah penduduk DIY tahun 2016 nampak dalam grafik berikut
Komposisi penduduk DIY dimana 24,25 % (penduduk diatasa 51 tahun), 25,99 % anak dan 49,76% penuduk usia produktif. Tingginya jumlah penduduk usia lanjut disatu sisi menunjukkan keberhasilan pembangunan. Namun disisi lain, lansia yang tidak produktif, cenderung miskin akan menjadi beban pembangunan.Dinamika kependudukan ini harus menjadi perhatian dalam menyusun rancangan kebijakan dan program pembangunan. Beberapa catatan penting bidang kependudukan antara lain:
1. Jumlah balita,
remaja dan pemuda usia 19-24 tahun yang besar ini tentu berkorelasi dengan ketersediaan sarana prasarana kesehatan, pendidikan juga ketersediaan lapangan pekerjaan yang besar. Komposisi penduduk usia muda ini lebih banyak laki laki dibanding perempuan. Kodisi ini berbeda untuk kelompok penduduk usia tua, baik pre lansia, lansia maupun post lansia dimana perempuan jauh lebih banyak dibanding laki laki. Hal ini tentu saja berkorelasi dengan ketersediaan jaminan sosial dan layanan kesehatan yang memadai.
Komposisi penduduk usia balita, remaja dan lansia yang besar .1
I.1.
ISU BIDANG KEPENDUDUKAN DAN KEMISKINAN
1 catatan, bahwa data kependudukan menyajikan data penduduk usia >51 tahun. Menurut pengkategorian usia diatas 51 th sampai 59 tahun masih tergorong kategori pre lansia, sememtara lansia adalah penduduk berusia >60 tahun. Data kependudukan ini masih sangat munkin untuk diolah sehingga kebutuhan data untuk perencanaan kebijakan bagi lansia bisa merunut pada data BPS.
Grafik 2.1
Sumber Data: BPS, Proyeksi Penduduk 2010
-169208 -191722 -134097 -925440 -419484 162.002 181.471 128.416 926.111 482.961 -1.500.000-1.000.000-500.000 0 500.0001.000.0001.500.000 0 sd 5 Tahun 6 sd 12 Tahun 13 sd 17 Tahun 18 sd 50 Tahun 51 Tahun keatas Jumlah Kelompok usia
Komposisi penduduk DIY menurut jenis kelamin
dan kelompok umur tahun 2016
Grafik 2.3 71,52 77,99 67,41 81,20 84,56 77,59 94,73 94,42 83,10 96,08 98,78 94,41 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00
Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta DI. Yogyakarta
IPM-IPG menurut Kab/Kota di DIY tahun 2015
IPM IPG Sumber ; BPS
2. memperlihatkan gap
yang cukup lebar. Gunungkidul memperlihatkan tingkat kesejahteraan yang paling rendah. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai salah satu indikator kualitas hidup manusiamemperlihatkan bahwa Gunungkidul merupakan satu satunya wilayah di DIY yang IPM dan Indeks Pembangunan Gender (IPG) dibawah rata rata nasional dimana IPM Indonesia adalah 69,55 (peringkat 113 dunia), sementara IPG Indonesia 91,03
Kesenjangan kualitas hidup juga terjadi antara laki laki dan perempuan, dimana Indeks Pembangunan Gender (IPG) yang membandingkan IPM perempuan/IPM Laki laki. Data 5 tahun terakhir memperlihatkan terjadi peningkatan IPG, namun kesenjangan masih relatif tinggi diatas 5%. Kota Yogyakarta merupakan daerah dengan kesenjangan kualitas hidup laki laki laki dan perempuan terendah, sementara Gunungkidul adalah daerah dengan kesenjangan tertinggi.
Kesenjangan ini juga bisa dilihat dari data Gini rasio, terlihat bahwa terjadi peningkatan gini rasio baik di perkotaan maupun perdesaan. Peningkatan gini rasio juga menunjukkan bahwa manfaat pembangunan lebih banyak dinikmati oleh warga yang lebih sejahtera, sementara yang miskin semakin terpuruk. Sementara bila dilihat dari tempat tinggal, gini rasio perkotaan lebih tinggi dibanding perdesaan menunjukan bahwa kesenjangan di perkotaan lebih lebar dibanding kesenjangan di perdesaan.
Kesenjangan tingkat kesejahteraan penduduk antar wilayah
Grafik 2.2 4 ,55% 5,15% 3,60% 24 ,87% 11,27% 4 ,35% 4,88% 3,45% 24 ,89% 12,98%
PERSENTASE PENDUDUK MENURUT KELOMPOK USIA DAN JE N IS KELAMIN DI
DIY TAHUN 2016
Hal ini memperlihatkan bahwa distribusi sumberdaya pembangunan yang dilakukan belum cukup memberikan hasil yang mengarah pada penurunan kesenjangan antar wilayah.
3.
· Persentase penduduk miskin di D.I. Yogyakarta pada September 2016 sebesar
persen. Apabila dibandingkan dengan keadaan September 2015 yang mencapai 13,16 persen, berarti ada penurunan 0,06 poin dalam periode satu tahun.
· Pada September 2016,jumlah penduduk miskin di D.I. Yogyakarta 488,83 ribu. Jika
dibandingkan dengan keadaan September 2015 yang mencapai 485,56 ribu orang, jumlah penduduk miskin bertambah sebanyak 3,27 ribu orang.
· Perumahan dan bensin menyumbang kemiskinan terbesar dalam sektor non makanan,
sementara sektor makanan, beras menyumbang angka kemiskinan makanan terbesar baik perkotaan maupun perdesaan dan rokok berada di posisi ke 2 untuk wilayah perkotaan dan peringkat ke 3 untuk perdesaan.
· Persentase kemiskinan perdesaan 16,27% jauh diatas kemiskinan perkotaan 11,68% (
gap sebesar 4,59 point )
3. Pengendalian laju pertumbuhan penduduk cenderung mengalami kemunduran. Makin banyak
keluarga kalangan terpelajar yang memilih memiliki anak lebih dari 3, bahkan sampai 6-7 orang .
1.
(meski ada BOS, namun ada komponen biaya pendidikan yang cukup besar seperti transportasi, seragam, buku LKS), ketersediaan sarana tranportasi umum yang Meningkatnya jumlah penduduk miskin perkotaan.
13,10
Kebijakan dan program untuk mereduksi besarnya pengeluaran untuk perumahan, bensin dan pendidikan, yang berkontribusi besar pada kemiskinan. Kebijakan kepemilikan rumah bersubsidi, sewa rusun murah yang tepat sasaran, beasiswa pendidikan
2
Grafik 2.4
Perkembangan Gini rasio menurut daerah
Sumber ; BPS ,2017
I.2.
REKOMENDASI BIDANG KEPENDUDUKAN DAN KEMISKINAN
murah dan menjangkau seluruh kawasan, dengan pertimbangan waktu tempuh (sekaligus mengurai kepadatan lalulintas dan pengurangan emisi gas buang). Kebijakan ini juga ditunjang dengan edukasi untuk mereduksi pengeluaran untuk rokok serta diversifikasi makanan pokok non beras.
2.
. Evaluasi program penanggulangan kemiskinan untuk mengukur bukan hanya output, namun capaian outcome dan dampak kebijakan penanggulangan kemiskinan bagi laki laki, perempuan & kelompok rentan miskin. Evaluasi ini sekaligus untuk mendapatkan input bagi perbaikan kebijakan, sasaran, pendekatan, dan mekanime yang lebih efisien dan efektif, mengingat masih tingginya angka kemiskinan (utamanya perdesaan), namun data peningkatan jumlah penduduk miskin perkotaan juga harus mendapatkan perhatian dan intervensi yang tepat.
3.
. Basis literasi ini sekaligus mendokumentasikan praktek baik tentang kebijakn/program/pendekatan yang telah dilakukan dalam mendorong pengurangan kemiskinan dan pengendalian penduduk.
4.
maupun non mainstream yang menyasar baik laki laki, perempuan dan remaja.
5. dan jenis kemiskinan sehingga
rumusan kebijakan/program/kegiatan relevan dengan data kemiskinan yang sesungguhnya.
6. ,
mengingat semakin masifnya penggunaan gadget, juga trend komunikasi dan bisnis melalui internet.
Banyak capaian pembangunan kesehatan yang telah dicapai, seperti tingginya usia harapan hidup DIY, turunnya angka kematian bayi, juga terobosan dalam deteksi dini HIV-AIDs yang memunculkan banyaknya kasus HIV-AIDs di Sleman. Upaya membangun basis literasi terkait vaksin dari aspek tekhnologi dan tafsir agama juga menjadi catatan keberhasilan penanganan kasus penolakan vaksinasi pernah terjadi di DIY. Aksesibilitas layanan kesehatan bagi kelompok rentan termasuk layanan kesehatan jiwa di Puskesmas patut mendapat apresiasi. Meski banyak capaian yang telah diraih, namun beberapa data menujukkan masih ditemukannya isu bidang kesehatan yang penting mendapat perhatian.
1. Kematian ibu, meningkat dari 29
kasus di tahun 2015 menjadi 39 kasus di tahun 2016. Bantul
m e r u p a k a n p e n y u m b a n g
terbanyak untuk kasus kematian ibu disusul Sleman. Sementara di tahun 2017 per April 2017 telah terjadi 11 Kematian ibu dimana 4 disumbang oleh Gunungkidul.
Review Rencana Aksi penanggulangan kemiskinan yang menjadi acuan para pihak, baik OPD, desa maupun masyarakat sipil
Membangun basis literasi terkait pengendalian jumlah penduduk dan kemiskinan terutama dari aspek agama dan budaya
Kampanye pengendalian penduduk & kampanye keluarga berencana melalui media mainstream
Ketersediaan data kemiskinan terpilah jenis kelamin
· · · · · ·
Trend kematian ibu yang fluktuatif mengindikasikan bahwa persoalan kematian ibu bukan hanya soal kesehatan semata, namun penting untuk melihat bagaimana dukungan bidang lain seperti ketersediaan sarana prasarana transportasi, tingkat ekonomi keluarga, pengetahuan,cara hidup juga relasi kuasa berpengaruh pada kematian ibu. Berikut adalah data& layanan yang terkait dengan kesehatan ibu.
Meski 100% bumil mendapatkan layanan K1, namun 7,42% bumil tidak mendapatkan pelayanan K4, dimana Gunungkidul merupakan wilayah dengan layanan K4 paling rendah. Sementara 14,7% bumil juga tidak mendapat layanan imunisasi TT dimana kota Yogyakarta menyumbang 20,8% sedangkan sisanya dibagi rata 4 kabupaten lain di DIY..
Kematian ibu terbanyak terjadi pada perempuan diatas 30 tahun, dan bukan merupakan kehamilan pertama.
Penyebab kematian ibu disumbang oleh penyebab lain diluar kehamilan seperti emboli, jantung dan TB sebanyak 40% dan perdarahan menjadi penyebab kematian ibu kedua sebanyak 23 %.
Persentase Bumil KEK meningkat dari 9,11% menjadi 9,94% di tahun 2016 dan Bumil risti meningkat dari 20,11% di tahun 2015 menjadi 25,3%.
Perubahan cara pandang tentang hak/kesehatan reproduksi pada perempuan dan laki laki serta relasi kuasa yang timpang antar suami–istri maupun dengan keluarga besar, yang diindikasikan dari jumlah kehamilan, kurangnya perhatian suami pada kehamilan istri juga meningkatnya unmet need.
2. Jumlah pernikahan usia anak secara umum menurun di DIY, namun
Pernikahan usia muda pada perempuan ( usia 17-21 tahun) meningkat di semua daerah kecuali Gunungkidul. Pernikahan usia anak pada perempuan meningkatkan kerentanan anak perempuan baik untuk pendidikan, kesehatan maupun ekonomi. Mereka potensial tidak mendapatkan hak pendidikan yang lebih baik, kesehatan jiwa bisa terganggu (malu,depresi), gangguan kesehatan organ reproduksi karena hubungan seksual pada saat organ seksual reproduksi belum cukup matang, juga bisa berdampak pada kesehatan bayi yang dilahirkan dari seorang anak perampuan. Tingkat pendidkan yang rendah juga berdampak pada keterbatasan akses mendapat pekerjaan. Tumbuh kembang mental spiritual dan relasi sosial bisa potensial mengalami hambatan. Sementara pada anak laki, meskipun kadang pendidikan bisa terus didapatkan, namun lompatan perkembangan mental spirital bisa jadi menimbulkan gangguan kejiwaan yang berdampak pada relasi sosial.
3. Kesehatan bayi/ balita. Kematian bayi/balita, BLBR mengalami penurunan di tahun 2016,
namun data balita
. Penting untuk melihat penyebab banyaknya balita gizi buruk/kurang dan mencari kebijakan yang tepat untuk penanganan gizi buruk . gizi kurang / buruk berpotensi meningkatkan jumlah ABK baik yang tumbuh kembangnya lambat, lambat belajar, penyandang disabilitas fisik, cebol dll.
Bantul dan Kulonprogo memperlihatkan peningkatan jumlah pernikahan anak baik perempuan maupun laki laki.
gizi kurang dan balita gizi buruk mengalami kenaikan yang signifikan di semua kabupaten/kota
4. , Meningkatnya Usia Harapan Hidup adalah salah satu capaian penting pembangunan belum diikuti dengan meningkatnya usia harapan hidup sehat. Meningkatnya kasus penyakit degeneratif, seksual reproduksi maupun ganguan kejiwaan pada lansia baik laki laki maupun perempuan, memperlihatkan bahwa peningkatkan usia harapan hidup sehat masih harus terus diupayakan. Data PKBI menunjukkan peningkatan konsultasi lansia pada upaya pemenuhan kebutuhan seksual lansia, utamanya pada lansia laki laki. Perbedaan cara pandang tentang seksualitas pada laki laki dan perempuan lansia menjadi salah satu penyebab gangguan kejiwaan, disamping fungsi organ reproduktif yang menurun. Data ini menjadi informasi awal yang penting untuk pembangunan kesehatan bagi lansia. Hal ini bisa jadi menjadi salah satu alasan/temuan awal dibalik kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh laki laki lansia pada anak anak, meskipun masih harus digali informasi lebih dalam. (Data kekerasan tahun 2016 memperlihatan 10 kasus kekerasan yang dilakukan oleh lansia laki laki). 5.
Meningkatnya jumlah penderita HIV-AIDs. Pada tahun 2016 jumlah ( kumulatif ) penderita HIV-AIDs meningkat menjadi 3.334 (HIV) dan 1.314 penderita AIDs, dimana umur 20-29 menjadi kelompok umur yang paling banyak menderita HIV maupun AIDs. Jumlah ODHA laki laki 2 x lebih banyak dibanding ODHA perempuan, begitupun peningkatan jumlah ODHA laki laki pada tahun 2015-2016 berjumalh 181 sementara peningkatan jumlah ODHA perempuan tahun 2015-2016 sebanyak 72 kasus.ODHA tersebar di 5 kabupaten /kota di dIY, dimana Sleman, Kota Yogyakarta dan Bantul adalah wilayah dengan jumlah ODHA terbanyak dan Kulonprogo merupakan wilayah dengan ODHA terendah. ODHA perempuan adalah akseptor tetap KB. Hal ini untuk mengurangi risiko kelahiran bayi dengan ODHA, namun tidak bisa mencegah penularan HIV-AIDS melalui hubungan seksual dengan ODHA perempuan, jika laki laki tidak menggunakan kondom sebagai upaya pencegahan. Kampanya penggunaan kondom sebagai perlindungan, disisi lain bersentuhan dengan “rasa-etika” saru yang berlaku dimasyarakat.
6. . Meskipun akseptor KB laki laki tahun 2016
meningkat 1,5% terutama untuk MOP karena penggunaan kondom menurun. Namun
Peningjtan jumlah aksesptor masih belum memadai dalam pertisipasi laki laki dalam ber KB, dimana akseptor laki laki hanya 7,6% dari total akseptor KB di DIY. Terbatasnya pilihan alat KB bagi laki laki, juga pandangan bahwa KB , sejalan dengan kehamilan adn pengasuhan anak adalah urusan perempuan, ketakutan organ seksual tidak mampu berfungsi baik jika ber KB dan meski kondom tersedia bebas di pasaran, namun rasa “risi” membeli kondom menjadi beberapa alasan rendahnya partisipasi KB laki laki.
7. (termasuk meningkatnya kasus bunuh diri) dimana
DIY menduduki peringkat 1 di Indonesia. Gunungkidul adalah daerah dengan gangguan jiwa tertinggi dan gangguan jiwa lebih banyak dialami oleh laki laki. Depresi karena tuntutan gaya hidup, kemiskinan, capaian (persepsi kesuksessan identik dengan prestasi, jabatan/ kedudukan, harta, dll) yang tidak sesuai dengan ekspektasi, menderita sakit dalam kurun waktu yang lama, menjadi beberapa penyebab terjadi gangguan jiwa. Adanya keyakinan Kesehatan lansia
Penggunaan alat kontrasepsi sebagai perlindungan masih rendah, baik untuk pengaturan kelahiran (KB) maupun penularan PMS dan HIV-AIDs
Rendahnya kepesertaan KB laki laki
Tingginya angka ganguan jiwa di DIY ·
“pulung gantung” sebagai pembenaran atas kasus bunuh diri,bisa jadi berkontribusi pada keputusan pelaku untuk melakukan bunuh diri. Media juga berperan banyak dalam membangun imaji tentang gaya hidup/ budaya dan tentu saja konstruksi gender yang potensial menimbukan gangguan kejiwaan dan perilaku kriminal pada seseorang yang tidak sanggup mengikuti gaya hidup karena kondisi tertentu, seperti ekonomi misalnya.
8.
, sehingga sebagian masyarakat lebih memilih untuk memeriksakan kesehatan dan berkonsultasi (termasuk kehamilan) kepada dokter praktek. Layanan Puskesmas yang memadai untuk deteksi dini tumbuh kembang bayi dalam kandungan masih belum cukup optimal dimanfaatkan oleh ibu hamil. Ibu hamil dari kelas sosial menengah ketas lebih memilih untuk periksa kehamilan di dokker, dimana ditengarai tidak semuanya menyarankan melakukan tes ANC terpadu di puskesmas.
9. DIY masuk 10 besar penyalahgunaan narkoba. Anak usia sekolah dan orang muda termasuk
mahasiswa menjadi sasaran penyalahgunaan narkoba. Meski jumlah pemakai cenderung menurun di tahun 2014 namun trend yang fluktuatif perlu menjadi perhatian. Sementara jumlah pengedar meningkat tajam sejak tahun 2012.
1. (terintegrasi/ terkoneksi dan on line antara
faskes 1-2-dst) untuk mengurangi hambatan jarak, prosedure, administratif wilayah, sehingga pasien dapat ditangani dengan lebih cepat dan tepat. Perbaikan sistem rujukan juga harus dibarengi dengan kesetaraan mutu RS rujukan.
2. . Meningkatnya iuran BPJS, mestinya dibarengi
dengan peningkatan cakupan layanan. Seperti jaminan untuk beberapa penyakit yang prevalensi penderita meningkat sigifikat dan potensial menyebabkan kematianyang belum dijamin BPJS. Lamanya masa tunggu untuk mendapat layanan kesehatan bagi pengguna KIS/BPJS juga berkontribusi pada tingginya angka kematian (daftar tunggu layanan kemoterapi kanker misalnya)
Puskesmas belum dipandang sebagai pusat layanan kesehatan yang memiliki kredibilitas tinggi
Perbaikan sistem/mekanisme rujukan
Review dan revisi Cakupan layanan BPJS
II. 2.
REKOMENDASI BIDANG KESEHATAN
3. , baik untuk kecepatan dan ketepatan penanganan pasien, aksesibilitas informasi dan sarana prasarana.. Audit Puskesmas dan Rumah Sakit penting untuk penyetaraan mutu Puskesmas dan RS ( mengacu
pada standar maksimal akreditasi RS). dilakukan
secara simultan dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari kesetaraan mutu puskesmas dan RS.
4. yang fluktuatif dari tahun ke tahun,
a. K1 dan K4 menjadi deteksi dini risiko kematian ibu yang disebabkan penyakit diluar kehamilan itu sendiri.
b. Pemeriksaan ANC terpadu bagi semua ibu hamil baik yang memeriksakan kehamilan di Puskesmas, RS, bidan maupun dokter praktek.
c. Meningkatkan capaian imunisasi bumil (TT), pemberian Fe 1 dan Fe 3 dengan menjaring data bumil melalui posyandu.
d. Peningkatan kesadaran hak& kesehatan reproduksi bagi perempuan dan laki laki, termasuk otonomi tubuh.
e. Kampanye suami siaga terus menerus, melalui media mainstream, media sosial maupun KIE
f. Sinergi dengan OPD lain untuk meningkatkan kemampuan ekonomi keluarga baik ketrampilan maupun akses pasar dan perbankan, peningkatan kualitas dan kuantitas sarpras pendukung seperti transportasi& sarpras jalan.
5. ,
a. Peningkatan aksesibilitas dan cakupan layanan kesehatan untuk penyakit degeneratif, kesehatan jiwa dan seksual reproduksi.
b. Gerakan lansia sehat, seperti posyandu lansia, senam lansia, dan mengembangkan
kegiatan sebagai ruang sosial bagi lansia yang sekaligus memberi kesempatan lansia untuk tetap produktif dan dihargai ( bazar produk lansia, lomba, testimoni lansia sehat dan berprestasi ,ect)
6.
.
a. Posyandu menjadi ruang sosialisasi dan layanan kesehatan yang baik termasuk untuk deteksi dini tumbuh kembang bayi-balita,
b. Juga deteksi dini ganguan jiwa pada ibu hamil dan lansia seperti ketakutan karena kehamilan, dsb
c. konsultasi kesehatan seksual reproduksi lansia.
d. Sosialisasi/peningkatan kapasitas masyarakat terus dilakukan misalnya tentang gaya hidup yang sehat, upaya pencegahan penyakit yang potensial mengakibatkan kedisabilitasan, peningkatan PHBS, kesehatan seksual reproduksi, dll.
e. Mengembangkan posyandu penyandang disabilitas menjadi langkah penting untuk memberikan layanan dan sosialisasi disabilitas yang banyak terjadi karena penyakit dan kecelakaan (stroke, amputasi, kebutaan karena penyakit degeneratif), maupun ABK dan penyandang disbilitas sejak lahir karena polio, inveksi TORCH dll.
Peningkatan kualitas layanan Puskemas maupun Rumah Sakit
Peningkatan kompetensi petugas
Kebijakan menekan kematian ibu
Kebijakan kesehatan lansia
Revitalisasi/penguatan fungsi posyandu, baik posyandu balita, lansia dan mengembangkan posyandu penyandang disabilitas
f. Posyandu juga dikembangkan menjadi ruang bagi upaya perlindungan perempuan dan anak dengan penyebarluasan pengetahuan tentang pencegahan perilaku kekerasan. g. Revitalisasi posyandu juga harus dibarengi dengan dukungan operasional posyandu,
peningkatan ketrampilan dan penghargaan bagi kader 7.
. Model layanan kesehatan mobile yang dikembangan pemkot Bandung menarik untuk menjadi model layanan keliling yang menjembatasi persoalan jangkauan dan mobilitas ( termasuk karena ekonomi) 8.
9.
Persamaan memperoleh kesempatan pendidikan adalah hak asasi yang melekat pada anak sebagai warga negara agar dapat meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, kecakapan dan keahlian, sehingga ke depan mereka dapat memberikan kontribusi untuk memacu pembangunan di segala bidang. Untuk memenuhi hak warga tentang pendidikan pemerintah secara terus menerus berupaya membuka kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengenyam pendidikan terutama pada tingkat dasar serta meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana maupun prasarana pendidikan .Pemerintah telah mencanangkan gerakan wajib belajar 9 tahun (1994) dan DIY telah menginisiasi wajib belajar 12 tahun, dengan semboyan tidak boleh ada anak yang tidak bersekolah karena masalah ekonomi. Pemerintah juga telah menetapkan kebijakan dasar dan Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) tahun 2015, yaitu mewujudkan anak yang cerdas/ ceria dan berakhlak mulia melalui upaya perluasan aksesibilitas, peningkatan kualitas dan efisiensi pendidikan, serta partisipasi masyarakat.
Pendidikan sebagai satu dari 3 pilar utama pembangunan DIY disamping kebudayaan dan pariwisata. Pendidikan dalam konteks pembangunan manusia,keberhasilannya ditunjukkan oleh antara lain indikator harapan lama sekolah dan rata rata lama sekolah. Keberhasilan pembangunan bidang pendidikan juga diukur dari Angka partisipasi Kasar (APK), Angka Pertisipasi ekolah (APS),
Angka Partisipasi Murni (APM). Harapan lama sekolah dan ratarata lama sekolah DIY pada tahun
2015 sudah diatas Indonesia. Meski begitu keberhasilan bidang pendidikan buaan tanpa catatan. Berikut beberapa isu gender bidang pendidikan.
1.
a. Terkait harapan lama sekolah (HLS) dan rata rata lama sekolah (RLS), disparitas bukan saja terjadi antar kabupaten/kota namun terjadi juga antar jenis kelamin. Terlihat kesenjangan yang cukup tajam antara wilayah perkotaan (kota Yogyakarta dan Sleman) dengan wilayah Pengembangan Home visite, home care bagi pasien yang tidak mampu berobat ke pusat layanan kesehatan, baik karena kondisi fisik maupun mobilitas
Menguatkan koordinasi dengan stakeholder (BNN, media, sekolah, masyarakat sipil, OPD terkait) & mengembangan kampanye bahaya narkoba kepada sekolah, masyarakat dengan inovasi kegiatan yang menarik bagi anak muda melalui kegiatan off air maupun melalui media mainstream dan media sosial.
Penguatan fungsi keluarga untuk menguatkan hubungan dan kelekatan anak dan orang tua, membangun gaya hidup dan praktek PHBS, promosi perlindungan kekerasan dan pencegahan penggunaan narkoba, dan kesetaraan relasi dalam pengambilan keputusan keluarga
Kesenjangan antar kabupaten/kota.
III.1.
ISU GENDER BIDANG PENDIDIKAN
urban. Meski HLS dan RLS DIY baik laki laki maupun perempuan ditas rata rata nasional, namun kabupaten Gunungkidul masih dibawah rata rata Indonesia baik untuk harapan lama sekolah maupun rata rata lama sekolah, baik untuk HLS dan RSL laki laki maupun perempuan.
b. Angka Partisipasi Murni laki laki di tingkat SD dan SLTP lebih tingggi dianding perempuan , namun di tingkat SLTA, APM perempuan lebih tinggi dibanding laki laki. Kota Yogyakarta merupakan wilayah dengan APM tertinggi di semua jenjang pendidikan, namun kota Sleman memperlihatkan pola yang berbeda dimana APM laki laki lebih rendah dibanding perempuan bahkan sejak SLTP.
c. Angka Partisipasi Kasar, APK DIY memperlihatkan masih adanya kesenjangan anatar kabupaten kota di setiap jenjang pendidikan. Bila dilihat dari jenis kelamin, APK prempuan lebih tinggi dibadning APK laki laki mulai jenjang SLTP. Namun di jenjang SLTA, Kulonprogo dan Gunungkidul memperlihatkan pola yang berbeda, dimana APK laki laki lebih tinggi dibanding perempuan.
d. Angka Partisipasi Sekolah, Jika dilihat dari jenis kelamin, APS laki laki DIY lebih tinggi dibading APS perempuan kecuali di usia 13-15 tahun. Berbeda dengan DIY, kota Yogyakarta dan Gunungkidul memperlihatkan APS laki laki lebih tinggi dibanding APS perempuan di usia 13-15 tahun, sementara di rentang usia 16-18 th kota Yogyakarta dan Sleman memperlihatkan bahwa APS perempuan lebih tingg dibanding laki laki.
Sumber Dispora DIY
100,58 100,24 107,76 112,42 76,67 66,52 105,81 103,11 104,84 105,75 71,89 69,27 93,86 86,12 106,09 100,70 61,43 54,07 115,01 115,43 112,96 116,87 60,93 63,40 138,44 137,66 169,46 165,25 86,37 92,79 109,00 106,32 115,76 116,12 69,89 68,49 L P L P L P
APS MENURUT KAB/KOTA DAN JENIS KELAMIN DI DIY TH 2015
Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Kota Yogyakarta DIY
Sumber Dispora DIY 0,00 50,00 100,00 150,00 L P L P L P SD SLTP SLTA
APM menurut kab/kota dan jenis kelamin di DIY th 2015
2.
. Perurunan ini terjadi di Bantul, Gunungkidul dan Kota Yogyakarta. Sementara perempuan DIY mengalami peningkatan rata rata lama sekolah 0,13 point dari 9,10 menjadi 9,23 tahun. Namun begitu, perempuan Bantul dan kota Yogyakarta mengalami penurunan rata rata lama sekolah sekitar 0,3 point. Beberapa faktor yang diindikasi berkontribusi paa penurunan rata rata lama sekolah antara lain:
a. Kehamilan anak (Meski dispensasi kawin menurun, namun Bantul dan Kulonprogo terjadi peningkatan pernikahan usia anak),
b. perilaku (etika yang menyebabkan anak putus sekolah seperti kenakalan/tawuran), juga perlaku kriminal yang menyebabkan anak berhadapan dengan hukum (ABH). Data tahun 2015
terdapat . Kota
Yogyakarta mengalami peningkatan angka putus sekolah yang sangat luar biasa terutama jumlah anak laki laki putus sekolah, dari 3 anak tahun 2014 menjadi 139 orang di tahun 2015. c. Konstruksi gender, tahapan tumbuh kembang yang tidak berjalan baik pada masa pencarian jati
diri, serta tidak mendapatkan cukup pendampingan, penghargaan dan pengakuandari orang tua maupun lingkungan.
3. Tahun 2016 Angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun laki laki (99,93%) lebih rendah
dibanding perempuan.(100%). Data ini disumbang oleh kabupaten Gunungkidul dimana 99,49% laki laki belum melek huruf. Tuntutan ekonomi/kemiskinan, pandangan bahwa laki laki harus bertanggungjawab dalam pemenuhan ekonomi keluarga, bisa jadi berkontribusi pada kondisi ini.
4. Meski Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) semakin menjadi perhatian dimana DIY mengembangkan
autis center, juga berkembangnya sekolah yang menggunakan pendekatan berbasis kebutuhan individu siswa namun
. Pada tahun 2015 di Daerah Istimewa Yogyakarta ada 489 buah sekolah inklusi dengan rincian 431 buah sekolah inklusi tingkat SD, 35 buah sekolah inklusi tingkat SLTP dan 23 buah sekolah inklusi tingkat SLTA. Kabupaten Gunung Kidul adalah daerah yang paling banyak memiliki sekolah inklusi. Sementara jumlah siswa pada sekolah inklusi tingkat SD di Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 4.040 anak 63,63% adalah siswa laki-laki, dan 36,37 % adalah siswa perempuan. Jumlah siswa sekolah inklusi tingkat SLTP sebanyak 300 anak, dimana 62,33% adalah siswa laki-laki dan 37,67% adalah siswa perempuan. Sedangkan jumlah siswa sekolah inklusi tingkat SLTA sebanyak 766 siswa, dengan 55,09% adalah siswa laki-laki dan 44,91% adalah perempuan.
5. Transisi pengelolaan pendidikan menengah (atas) dari kabupaten kota kepada provinsi,
menyiisakan PR disparitas kualitas dan kompetensi sekolah, juga perbedaan kebijakan antar kabupaten/kota (biaya pendidikan yang ditanggung oleh siswa misalnya).
Penurunan rata rata lama sekolah penduduk laki laki DIY dari 10,11 tahun di tahun 2015 menjadi 10,03 tahun di tahun 2016
397 anak putus sekolah (286 laki laki dan 111 perempuan) di DIY
pendidikan inklusi masih terkendala ketersediaan guru pendamping khusus, juga kemampuan guru reguler dalam menghadapi Anak Berkebutuhan khusus di kelas
3
4
3 Sayangnya data putus sekolah dan pemberian beasiswa tahun 2016 belum bisa ditampilakan. Dengan data ini bisa dilakukan analisa lebih lanjut, terkait penyebab dan kontribusi kebijakan dalam menekan angka putus sekolah. 4 Belum tersedia data ABK tahun 2016
6. Sekolah sebagai salah satu lokus terjadinya tindak kekerasan di sekolah, baik yang dilakukan oleh siswa maupun oleh guru. Banyak materi ajar yang telah dikembangkan seperti modul pendidikan karakter, pendidikan kespro, juga modul tentang bagaimana mengajari anak sesuai dengan umur, namun implebmantasi masih menyisakan persoalan, termasuk soal keteladanan.
7. Sekolah berfokus pada penilaian/kredit pendidikan karakter, sehingga kasus perilaku anak
berujung pada dikeluarkan dari sekolah, dimana kenakala akan bergeser pada sekolah baru. Opsi ini tidak cukup memberi efek jera, sementara solusi pendidikan non formal tidak selalu sesuai dengan jalur pendidikan yang ditekuni
8. Mismatch Pemenuhan hak pendidikan Anak yang mengalami harus keluar dari sekolah karena
persoalan etika (KTD misalnya) dan haarus melanjutkan pendidikan melalui PKBM, dimana belum cukup ketersedian PKBM-SMK untuk semua jurusan
9. Kesepahaman materi dan metodologi pendidikan kespro masih belum terwujud antara
sekolah, dindik, LSM dan ortu siswa. Begitupun pendidikan kespro pada anak penyandang
disabilitas, meski guru paham dan telah tersedia APE namun terdapat persoalan dalam
mendeliver pesan kepada anak
1. Menyediakan PKBM yang memadai untuk anak yang harus keluar dari SMK, pendidikan
keaksaraan fungsional, khususnya Kejar Paket A menyasar kelompok laki laki, dengan mempertimbangkan waktu yang fleksibel bagi laki laki untuk mengikuti PKBM.
2. BOS diberikan bukan hanya kepada siswa yang sekolah reguler, namun diberikan juga kepada
anak yang mengikuti PKBM.
3. Bantuan transportasi kepada siswa miskin (misalnya pinjaman sepeda atau menyediakan
angkutan sekolah). Kampaye bersepeda dan penggunaan moda trasportasi umum yang murah dengan memastikan waktu tempuh yang rasional.
4. Evaluasi implementasi kebijakan dan review regulasi (juklak, juknis, SOP, SE) sistem dan
mekanisme pendidikan karakter yang sudah berjalan untuk melihat capaian, perbaikan
aturan, sistem dan metodologi yang lebih efektif mencapai sasaran pendidikan karakter. ( SE jam mengaji, jam belajar masyarakat, modul pendidikan karakter, dll)
5. Pendidikan karakter dan etika yang simultan dan berkelanjutan baik di keluarga, sekolah (
PAUD sampai SLTA) dan lingkungan. 6.
. Gunungkidul sebagai wilayah dengan tingkat pendidikan paling rendah mestinya mendapat posi khusus untuk mengejar ketertinggalan dari daerah lain. Koordinasi antar wilayah dan pembagian beban pembiayaan tanpa menabrak rambu kewenangan antar tingkat pemerintahan untuk mempercepat kesetaraan aksesibilitas dan kualitas pendidikan antar daerah.
7. , yang memungkinkan siswa dapat
mengembangkan potensi, minat, bakat dan kecerdasan jamak maupun individu secara Memperkecil kesenjangan infrastruktur dan sarana prasarana pendidikan antar wilayah
Membangun sistem pendidikan yang komprehensif
III. 2.
REKOMENDASI DI BIDANG PENDIDIKAN
maksimal. Termasuk
/pasar dimasa depan juga
memberikan i kepada anak sejak dini, dengan
mengembangkan metodologi penyampaian muatan kespro dan karakter dalam kurikulum, baik intrakrikuler, co kurikuler maupun ekstra kurikuluer yang sesuai dengan umur dan tingkat tumbuh kembang anak, sebagai langkah proteksi untuk mengurangi potensi kekerasan dan pernikahan usia anak serta proteksi terhadap serbuan pornografi.
8. , sehingga guru dapat memberikan
pendidikan dan pengajaran bagi siswa ABK secara setara di sekolah inklusi, .
9. Menguatkan mekanisme relasi dan komunikasi antara sekolah, komite dan orang tua, seperti
adanya pertemuan berkala sekolah, komite dan orang tua. Pertemuan komite sekolah tidak hanya membahas tentang pembangunan sarana prasarana fisik sekolah semata ataupun akademis anak, namun mencakup perkembangan kognitif maupun perilaku anak.
10. Koordinasi dan kerjasama dengan stakeholder untuk upaya promosi dan pencegaan tindak kekerasan & penyalahgunaan narkoba di sekolah.
UUD 45 mengamanatkan “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Hak Azasi manusia juga mewajibkan negara untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak azasi manusia. Pembangunan yang dilaksanakan masih menyisakan kelompok kelompok marginal yang belum mencapai standar minimal kesejahteraan yang ditetapkan. Kelompok masyarakat penyandang masalah kesejahteraan ini harus mendapatkan perlindungan sosial untuk mencapai derajat kesejahteraan minimal yang memenuhi harkat dan martabat kemanusiaan. Beberapa isu yang ditemukan terkait manfaat pembangunan di bidang sosial antara lain
1. Meningkatnya jumlah KK perempuan
Persentase KK perempuan DIY 19,23 %, dimana Gunungkidul adalah wilayah dengan persentase KK perempuan terendah 14,4 % dan Kota Yogyakarta merupakan wilayah mengembankan pendidkan yang memberikan kecakapan dan ketrampilan yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja
pendidikan kesehatan reproduks
Menguatkan kapasitas guru sekolah inklusi
dengan tetap meningkatkan kuantitas dan kualitas guru pendamping khusus
· 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00
Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta Jumlah
84,40 83,87 85,15 81,76 70,67 81,77 82,55 83,15 85,60 79,88 70,50 80,77 15,60 16,13 14,85 18,24 29,33 18,23 17,45 16,85 14,40 20,12 29,50 19,23
Persentase KK menurut jenis kelamin & kab/kota di DI Y th 2015 -2016
Laki laki Laki laki Laki laki perempuan perempuan
sumber Dinsos DIY
dengan KK perempuan tertinggi mencapai 29, 50%. Peningkatan KK perempuan bisa disebabkan karena gap Angka Harapan Hidup (AHH) laki laki dan perempuan, dimana AHH laki laki 3,6 tahun lebih rendah dibanding AHH perempuan, juga karena meningkatnya angka perceraian. Sayangnya informasi KK perempuan ini belum dibareng dengan informasi KK terpilah usia, KK miskin terpilah, ataupun persentasi KK perempuan yang masuk dalam kategori Keluarga sejaktera (KS), pra KS, atau miskin. Data pilah ini akan memberikan informasi yang tepat tentang kebijakan yang bisa mendukung KK perempuan unuk dapat hidup layak dan sehat.
Meningkatnya perceraian,terutama yang diajukan perempuan yang jumlahnya lebih dari 2 kali lipat perceraian yang diajukan laki laki. Tahun 2016 terdapat 5.492 kasus perceraian di DIY yang diputus oleh Pengadialan Agama dan 181 kasus yang diputus oleh Pengadilan Negeri. 4 besar penyebab perceraia adalah (1) pertengkaran terus menerus, (2)meninggalkan salah satu pihak, (3) ekonomi dan (4) KDRT. Trend ini perlu dikaji lebih lanjut, apakah meningkatnya perempuan yang mengajukan cerai karena kemauannya sendiri (menguatnya kesadaran hak perempuan) atau karena lemahnya kontrol perempuan (perempuan yang diminta untuk mengajukan gugatan untuk menghindari tanggungjawab suami terkait pemberian nafkah pasca cerai, dll). Perceraian berpotensi meningkatkan kerentanan perempuan, seperti kemiskinan bila perempuan tidak memiliki kemampuan ekonomi untuk menghidupi dirinya, juga kekerasan sepeti stigma “janda” yang melekat, bulliying, dll.
2. Meningkatnya jumlah lansia terlantar, baik laki laki maupun perempuan. peningkayan jumlah
lansia terlantar ini terjadi disemua kabupaten kota, namun Gunungkidul dan Bantul adalah dua kabupaten dengan jumlah dan persentase lansia terlantar terbanyak. Data ini sejalan dengan peningkatan AHH juga jumlah KK perempuan dan meningkatnya jumlah penduduk miskin. Bila dilihat dari jenis kelamin, jumlah lansia terlantar perempuan 2,3 kali lipat jumlah lansia terlantar laki laki (23.711 perempuan : 10.041 laki laki)
3. Meningkatnya jumlah anak yang hidup di jalan, dimana anak perempuan yang hidup dijalan
meningkat menjadi 81% sementara anak laki laki meningkat 32%. Pilihan untuk hidup dijalan, ·
Bantul 22%
39%
PERSENTASE LANSIA TERLANTAR DI DIY TH 2016
sumber Dinsos DIY
Sleman 16 % Gunungkidul 39 % Kulonprogo 19 % Bantul 22 % Yogyakarta 4 %
dikontribusi oleh lemahnya fungsi keluarga, seperti anak memang memilih hidup dijalan karena konflik internal keluarga, pengaruh kawan sebaya, faktor ekonomi , penelantaran, tidak punya keluarga. Keberadaan anak hidup dijalan juga menjadi petunjuk awal kemungkinan terjadinya trafficking. Media sosial ditengarai menjadi modus baru trafficking , baik yang dilakukan oleh oleh anak maupun orang dewasa. Hal ini perlu penelitan lebih lanjut dan penyikapan yang lebih arif tentang penggunaan media sosial. Fungsi keluarga yang melemah sekali lagi ditengarai berkontribusi pada meningkatnya PMKS anak.
4. Masih ditemukan anak terlantar meskipun jumlahnya mengami penurunan baik anak laki
maupun anak perempuan.jumlah anak terlantar di DIY sebanyak 14.422 (7.893 L :6.529 P) sementara balita terlantar sebanyak 1.821 (918 L : 903 P) Anak terlantar potensial dihasilkan dari perceraian (di Gunungkidul dan Sleman ada kecenderungan pernikahan usia anak berakhir dengan percerai pada 2 th pertama perkawinan. Anak terlantar bisa juga karena faktor ekonomi, dimana orang tua harus mencari nafkah diluar daerah dan anak harus tinggal bersama kerabat.
5. Masih ditemukan anak perempuan dan laki laki yang tidak memilki akta kelahiran.tahun 2016
terdapat 2,7 % anak di DIY yang tidak memiliki Akta Kelahiran dimana anak laki laki 2,9 % lebih banyak dibanding anak permepuan yang tidka memiliki akta yang persentasenya mencapai 2,43 %. Kabupaten Sleman adalah daerah dengan persentase anak yang tidak memiliki akta kelahiran terbesar sementara Kulonprogo adalah kabupaten dengan anak yang tidak memiliki akte kelahiran terendah. Hal ini bisa disebabkan karena (1) sosialisasi dan prosedur pengurusan akta yang tidak dipahami oleh masyarakat, (2) bidan atau rumah sakit yang membantu kelahiran tidak memberikan layanan akta kelahiran, (3) orang tua tidak memiliki kelengkapan dokumen (4)orang tua sengaja tidak mau mengurus akta kelahiran. Anak yang tidak memiliki akta kelahiran sebagai hak identitas, rentan tidak mendapatkan hak dasar yang lain, karena akta diperlukan ketika anak akan bersekolah, atau KIP/KIS dll.
6. Perempuan dan anak Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH)
o Banyaknya ABH baik sebagai korban, saksi maupun pelaku. Begitu juga jumlah tahanan dan napi perempuan, juga anak laki laki yang menjadi tahanan dan napi meningkat di tahun 2016. Berikut adalah grafik ABH yang ditangani oleh PSBR
2.093 1.777 254 237 1.286 1.106 154 182 2.327 1.871 318 265 2.023 1.632 166 200 164 143 26 19 L P L P
JUMLAH ANAK & BALITA TERLANTAR MENURUT KAB/KOTA & JENIS KELAMIN DI DIY TAHUN 2016
Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Kota Yogyakarta
7. Bertambahnya penyandang disabilitas laki laki 3,5 kali lebih banyak dibanding penyandang disabilitas perempuan. Jumlah penyandang disabilitas laki laki meningkat sebanyak 864 orang dan penyandang disabilitas perempuan bertambah 244 orang. Sedangkan penyandang disabilitas anak perempuan dan laki laki menurun jumlahnya. Penurunan jumlah penyandang
disabilitas anak bisa dikarenakan mereka sudah dewasa atau karena meninggal. Bila
diasumsikan penurunan penyandang disabilitas anak karena mereka beranjak dewasa, peningkatan jumlah penyandang disabilitas dewasa, bukan hanya karena pendewasaan penyandang disabilitas anak semata, namun juga karena sebab lain seperti kecelakaan atau penyandang disabilitas karena penyakit (amputasi, stroke dll). Kondisi ini berkaitan dengan perilaku, gaya gidup, meski perlu juga melihat tentang layanan kesehatan, baik informasi tentang kesehatan maupun ketepatan dan kecepatan penanganan kasus yang potensial mengakibatkan seseorang menjadi penyandang disabilitas.
8. Meningkatnya beban perempuan dalam keluarga dengan penyandang disabilitas, anak
terlantar, ABH, ABK maupun lansia, karena konstruksi gender yang berlaku di masyarakat bahwa pengasuhan dan urusan domestik menjadi tanggungjawab perempuan.
1. Proteksi sosial
bantuan jatah hidup
jaminan kesehatan memberdayakan keluarga yang
bertanggung jawab
kepada lansia miskin, terlantar yang sudah tidak produktif, dan penyandang
disabilitas miskin yang tidak produktif baik melalui pemberian (pangan,
non pangan), maupun
atas lansia miskin terlantar, tidak produktif dan penyandang disabilitas tidak produktif tersebut untuk meningkatkan ekonomi.
2. Pemberdayaan ekonomi
mempertimbangkan potensi individu/lingkungan dan pasar
memastikan kemandirian
3. Menguatkan fungsi keluarga
Penguatan fungsi keluarga didorong untuk membangun relasi yang setara baik laki laki dan perempuan dalam keluarga, untuk bisa berbagi peran dengan adil
dan penyertaan modal kepada KK perempuan miskin, KK dengan penyandang disabilitas miskin, penyandang disabilitas dan lansia produktif untuk meningkatkan kemampuan ekonomi dengan
. Pemberdayaan bukan hanya dengan memberikan pelatihan ketrampilan dan modal kerja atau peralatan, namun juga mendukung pemasaran
dan baik melalui wirausaha atau bisa bekerja dan terangkat
dari kemiskinan.
. Anak terlantar, anak yang hidup di jalan, anak yang berhadapan dengan hukum, lansia terlantar dikembalikan kepada keluarga dengan memberikan bantuan sesuai dengan sebab keterlantaran dan atau terlibat dalam kasus hukum. (sebagai contoh bila karena kemiskinan, maka peningkatan ketrampilan dan akses ekonomi kepada keluarga menjadi penting. Jika karena interaksi dalam keluarga,maka konseling, membangun relasi sosial melalui keterlibatan dalam kelompok untuk horisontal learning &mendorong adanya peer conselor bisa diterapkan).
.penguatan fngsi keluarga dibarengi dengan pendidikan kesetaraan gender bagi keluarga baik ayah, ibu, baik melalui kelembagaan yang sudah ada seperti BKB, BKL, BKR, keluarga sadar gender, Dasa wisma, PKK, desa prima, P2WKSS, dll.
4. Menguatkan kerjasama para pihak baik OPD, masyarakat sipil, desa, private sektor, media dan instansi yang terkait dengan penanganan dan proteksi sosial penyandang masalah
kesejahteraan sosial (PMKS), untuk mendorong sinergitas penanganan PMKS dan
menghindari overlaping kewenangan dan tanggungjawab.
5. Kampanye melalui media mainstream maupun media sosial dan mendorong Lembaga Penyiaran dan Komisi Penyiaran Indonesia melakukan pengawasan. Begitupun Komisi Penyiaran Publik melakukan pengawasan dan mendorong aksesibilitas regulasi, kebijakan dan program OPD yang relevan.
6. LKS (Lembaga Kesejahteraan Sosial) dan PSBR mendorong penghuni untuk mandiri dan bertanggungjawab (dalam perspektif perlindungan).
7. Optimalisasi peran pendamping
Kemiskinan berwajah perempuan, salah satunya adalah terkait dengan bidang ekonomi, dimana akses dan kontrol sumber daya perempuan bisa ditemukan di berbagai level. Begitu juga berbagai bentuk kesenjangan gender yang lain seperti ketimpangan upah, akses kepada pekerjaan dan pengembangan karir, hingga kepemimpinan perempuan dalam dunia bisnis. Namun walaupun sedekat itu, di sini pulalah salah satu wilayah yang paling menunjukkan betapa upaya mengurangi kesenjangan berbasis gender tidaklah mudah untuk dilakukan Sektor ekonomi menjadi faktor penyumbang kesenjangan terbesar dalam IPG maupun IDG. Meskipun terjadi peningkatan sumbangan pendapatan perempuan, dan secara umum DY diatas rata rata nasional. Berikut adalah beberapa isu yang masih ditemukan di DIY.
?
?
?
?
Beban ganda perempuan pekerja
Tingginya persentase perempuan bekerja tidak dibayar
. Sumbangan pedapatan perempuan DIY tahun 2015 sebesar 40,46 % diatas rata rata nasional kecuali kabupaten Kulonprogo. Artinya perempuan bukan lagi sebagai pencari nafkah tambahan, namun sebagai co partner laki laki. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi laki laki dan perempuan di bidang ekonomi semakin setara, Namun dalam urusan domestik dan penentuan kebijakan, masih terdapat kesenjangan kontribusi laki laki dan perempuan. hal ini berdampak, perempuan mengalami beban ganda ketika partisipasi laki laki dalam ranah domestik tidak mengalami peningkatan.
yang diatas 80% di tahun 2015 . Pandangan bahwa perempuan adalah pencari nafkah tambahan melekat kuat dan berdampak pada banyaknya jumlah dan persentase pekerja perempuan yang tidak dibayar. Hal ini menunjukkan timpangnya relasi kuasa, juga berdampak pada rendahnya kesejahteraan perempuan.
Di sektor formal, jumlah laki-laki yang terserap lebih banyak dibandingkan perempuan. Ini terjadi secara merata di kelima kab/ kota di DIY, baik pada tahun 2014 maupun tahun 2015 Sementara di sektor informal, jumlah laki-laki di beberapa wilayah yang terserap di sektor ini, juga lebih banyak dibandingkan dengan perempuan, namun dengan selisih yang lebih tipis dibandingkan dengan perbedaan di sektor formal
5
6
7
Provinsi/ Sumbangan Pendapatan Perempuan (%)
Kabupaten/Kota 2010 2011 2012 2013 2014 2015 D I YOGYAKARTA 38,41 39,18 39,55 39,87 40,19 40,46 Kulon Progo 31,67 31,97 32,07 32,32 32,58 33,17 Bantul 37,35 37,94 38,87 38,97 39,07 38,65 Gunung Kidul 37,87 38,4 37,64 38,05 38,46 39,06 Sleman 36,43 37,79 36,72 37,16 37,59 38,47 Kota Yogyakarta 40,7 42,08 42,97 43,34 43,71 43,44 INDONESIA 33,5 34,16 34,7 35,17 35,64 36,03
5 Belum dilansir data IPM, IPG dan IDG tahun 2016.
6 Belum tersedia data tahun 2016. Beberapa data yng ekonomi yang didapat ari BPS, tidak terupdate karena tidak dilakukan. 7 Belum tersedia data tahun 2016
0 100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000 700.000 2014 2015 2014 2015 2014 2015 2014 2015
Laki laki Perempuan Laki laki Perempuan
Pekerja di Sektor Formal Pekerja di Sektor In Formal
Jumlah pekerja di Sektor Formal dan Informal menurut kabupaten kota dan jenis kelamin di DIY
tahun 2014-2015
Kulonprogo Bantul Gunungkidul
% Meningkatnya jumlah perempuan Tenaga Kerja Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) , dan penurunan jumlah laki laki AKAD, meski bila dilihat di tiap daerah sesungguhnya terjadi peningkatan AKAD laki laki maupun perempuan kecuali Sleman. dan AKAD laki laki Gunungkidul. Sementara untuk Tenaga Kerja Antar Negara (AKAN) memperlihatkan data yang sebaliknya. Bantul menunjukkan peningkatan AKAN laki dan perempuan yang cukup besar.
o Kebijakan perusahaan yang menerapkan batasan jenis kelamin bagi calon pekerja.Hal bisa
karena Kebijakan upah perempuan yang lebih rendah yang menguatkan adanya
subordinasi dan relasi kuasa yang tidak setara antara laki laki dan perempuan.
o Ketersediaan lapangan kerja dan kesesuaian kompetensi tenaga kerja di daerah, juga aksesibilitas dan peluang kerja di daerah atau negara lain
o Meningkatnya partisipasi dan kontrol perempuan dalam sektor produktif. Kebutuhan ekonomi menjadi salah satu alasan perempuan mengambil risiko menjadi pencari nafkah dengan meninggalkan keluarga.
o Meskipun tersedia lapangan kerja di daerah, namun tidak bisa menyerap tenaga kerja lokal. Pertimbangan (1) upah, oportunity jenjang karir, fasilitas yang disedikan perusahaan yang tidak sesuai ekspektasi naker dan (2) cara pandang baik tenaga kerja maupun orang tua, bahwa menjadi buruh tidak kredible, tidak keren, sehingga memilih bekerja sebagai buruh di luar daerah dari pada menjadi buruh di daerah sendiri.
46,84% 69,44% 71,78% 59,47% 61,58% 83,33% 19,04% 53,16% 30,56% 28,22% 40,53% 38,42% 16,67% 80,96% 49,37% 64,71% 67,71% 62,06% 62,54% 86,10% 19,61% 50,63% 35,29% 32,29% 37,94% 37,46% 13,90% 80,39%
Berusaha Sendiri Berusaha Dibantu (buruh tidak tetap) Berusaha dibantu (Buruh tetap) Buruh/karyawan Pekerja bebas di
pertanian
Pekerja bebas non
pertanian
Pekerja tak dibayar
persentase pekerja menurut status pekerjaan dan jenis kelamin th 2014-2015
2014 2014 2015 2015