ENERGI TERMAL
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Teknik
Program Studi Teknik Mesin
Diajukan Oleh:
HOUTSMA SIMON TOMBOY NIM : 095214015
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ADSORPTION REFRIGERATION
FINAL PROJECT
Presented as partitial fulfilment of the requirement
as to obtain the Sarjana Teknik degree
in Mechanical Engineering
By:
HOUTSMA SIMON TOMBOY Student Number : 095214015
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
vi
ABSTRAK
Negara-negara berkembang belum semua daerah memiliki jaringan listrik sehingga diperlukan sistim pendingin yang dapat bekerja tanpa adanya energi listrik. Salah satu sistem pendingin yang tidak memerlukan energi listrik adalah sistem pendingin adsorpsi Amonia-CaCl2. Sistem pendingin adsorpsi Amonia-CaCl2 hanya memerlukan energi termal untuk dapat bekerja. Unjuk kerja alat pendingin menggunakan adsorben CaCl2 yang dijual di pasar lokal belum banyak diketahui. Tujuan penelitian adalah mengetahui temperatur terendah dan koefisien unjuk kerja (COP) yang dapat dicapai alat pendingin adsorpsi Amonia-CaCl2. Pada penelitian ini pendingin adsorpsi Amonia-CaCl2 menggunakan stainless
steel sebagai material dengan dimensi diameter tabung generator 10 cm dengan
panjang 40 cm Alat pendingin adsorpsi Amonia-CaCl2 yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) komponen utama yakni (1) Katup desorpsi-adsorpsi (2) generator dan (3) evaporator sekaligus berfungsi sebagai kondensor. Variabel yang divariasikan adalah : (1) Massa CaCl2 : 425 gram dan 850 gram (2) Tekanan amonia : 1 bar, 9 bar , 11,5 bar, 11,7 bar dan 12,3 bar (3) massa ammonia : 7,7gram, 14,3gram, 18,2 gram, 20,6 gram. Temperatur terendah sebesar 0oC dihasilkan oleh variasi massa CaCl2 850 gram dengan massa amonia 20,6 gram dengan tekanan 11,5 bar dan COP tertinggi dihasilkan oleh massa amonia 14,3 gram dengan CaCl2 850 gram pada tekanan amonia 9 bar.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas berkah dan rahmat Tuhan Yang Maha Sempurna,
sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Tugas akhir ini
merupakan salah satu persyaratan untuk mencapai derajat sarjana S-1 program
studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma.
Penulis merasa bahwa penilitian yang sedang di lakukan merupakan
penelitian yang tidak mudah, karena pada penelitian ini penulis melakukan
langsung cara pembuatan dari awal, pengambilan data, pemahaman tentang
prinsip kerja alat, dan solusi yang tepat terhadap masalah yang dihadapi.
Penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Karakteristik Pendingin Adsorpsi Amonia-CaCl2 Energi Termal” ini karena adanya bantuan
dan kerjasama dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Paulina Heruningsih Prima Rosa, S.Si., M.Sc. selaku Dekan Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.
2. Ir. P.K. Purwadi, M.T. selaku Ketua Program studi Teknik Mesin.
3. Ir. FA. Rusdi Sambada, M.T. selaku dosen pembimbing tugas akhir yang
telah mendampingi dan memberikan bimbingan dalam menyelesaikan
Tugas Akhir ini.
4. Seluruh staf pengajar Jurusan Teknik Mesin yang telah memberikan materi
ix
5. Laboran ( Ag. Rony Windaryawan ) yang telah membantu memberikan
ijin dalam penggunakan fasilitas laboratorium untuk keperluan penelitian
ini.
6. Rekan kerja Briyanttony Bancing Lautt dan Petrus Agus Dwi Ratnatha
yang membantu dalam penyelesaian tugas akhir.
7. Drs.Samuel Suwondo dan segenap rekan GpdI Sosrowijayan yang telah
memberikan dukungan dan doa.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penyusunan
laporan ini karena keterbatasan pengetahuan yang belum diperoleh, oleh karena
itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari berbagai pihak yang
bersifat membangun dalam penyempurnaan tugas ini. Semoga karya ini berguna
bagi mahasiswa Teknik Mesin dan pembaca lainnya. Terima kasih.
Yogyakarta,
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
TITLE PAGE ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... .iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
ABSTRAK ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.l Latar Belakang ... 1
1.2 Batasan Masalah... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Penelitian yang Pernah Dilakukan ... 4
xi
BAB III. METODE PENELITIAN ... ..10
3.l Deskripsi Alat ... ..10
3.2 Variabel yang Divariasikan ... ..13
3.3 Variabel yang Diukur ... ..14
3.4 Langkah Penelitian ... ..14
3.5 Peralatan Pendukung ... ..17
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... ..21
4.1 Tabel data ... 21
BAB V. PENUTUP ... ..38
5.1Kesimpulan ... ..38
5.2Saran ... ..38
DAFTAR PUSTAKA ... ..39
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Tabel massa amonia 7,7 gram menggunakan CaCl 2 425 gram
pada tekanan amonia 11,5 bar ... 20
Tabel 4.2 Tabel desorpsi amonia 7,7 gram menggunakan CaCl2 425 gram pada tekanan ,7 bar ... 21
Tabel 4.3 Tabel adsorpsi I CaCl2 425 gram pada tekanan amonia 11,7 bar . 22 Tabel 4.4 Massa amoniak 18,2 gram menggunakan CaCl2 425 gram Pada tekanan 2,3 bar. ... 22
Tabel 4.5 Tabel desorpsi II massa amonia 18,2 gram menggunakan CaCl2 425 gram pada tekanan amonia 12,3 bar ……... 23
Tabel 4.6 Tabel proses adsorpsi II massa amonia 18,2 gram menggunakan CaCl2 425 gram pada tekanan amonia 12,3 bar. ... 24
Tabel 4.7 Pengisian massa amonia 1,5 bar CaCl 850 gram. ... 24
Tabel 4.8 Proses desorpsi I amoniak 1,5 bar CaCl2 850 gram. ... 25
Tabel 4.9 Massa amonia 14,6 gram CaCl2 425 gram tekanan 1 bar. ... 25
Tabel 4.10 Desorpsi II massa amonia 14,3 gram CaCl2 850gram... 26
Tabel 4.11 Tabel Adsorpsi II massa amonia 14, gram CaCl2 850 gram tekanan awal 9 bar ... 27
Tabel 4.12 Tabel massa amonia 20,6 gram menggunakan CaCl2 850 gram. . 28
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Skema alat penelitian ... ... 9
Gambar 3.2 Skema proses desorpsi ... ... 10
Gambar 3.3 Skema proses adsorpsi ... ... 11
Gambar 3.4 Dimensi generator ... ... 11
Gambar 3.5 Dimensi evaporator ... ... 11
Gambar 3.6 Skema variabel yang diukur ... 12
Gambar 3.7 Stop watch ... ... 15
Gambar 3.8 Kompor listrik ... ... 16
Gambar 3.9 Logger ... ... 16
Gambar 3.10 Termokopel ... ... 17
Gambar 3.11 Ember ... ... 17
Gambar 3.12 CaCl2 ... ...18
Gambar 3.13 Manometer ... ... 18
Gambar 4.1 Perubahan tekanan proses desorsi adsorpsi semua variasi ... 30
Gambar 4.2 Perubahan temperatur desorpsi-adsorpsi semua variasi ... 35
Gambar 4.3 Grafik perbandingan temperatur evaporator per waktu ... 37
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, khususnya di daerah
pedesaan atau daerah terpencil, kebutuhan sistem pendingin untuk
pengawetan/ penyimpanan obat dan bahan makanan, dirasakan semakin
meningkat. Sistem pendinginan yang ada saat ini kebanyakan bekerja
dengan sistim kompresi uap menggunakan energi listrik dan refrijeran
sintetik seperti : R-11, R-12, R-22, R-134a, dan R-502. Masalah yang ada
adalah belum semua desa atau daerah memiliki jaringan listrik sehingga
sistim pendingin sederhana yang dapat bekerja tanpa adanya jaringan listrik
merupakan alternatif pemecahan permasalahan kebutuhan sistem pendingin
di daerah yang belum ada jaringan listrik.
Salah satu sistem pendingin yang tidak memerlukan energi listrik adalah
sistem pendingin adsorpsi. Sistem pendingin adsorpsi hanya memerlukan
energi panas untuk dapat bekerja. Energi panas yang diperlukan dapat
berasal dari pembakaraan kayu, arang, bahan bakar minyak dan gas bumi.
Energi panas juga dapat berasal dari buangan proses industri, biomassa,
biogas atau dari energi alam seperti panas bumi dan energi surya.
Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk menjajagi kemungkinan
penerapan sistim pendingin adsorpsi energi panas menggunakan refrijeran
pendingin di masyarakat terutama di daerah yang belum terdapat jaringan
listrik. Dapat tidaknya suatu sistim pendingin diterapkan pada masyarakat
ditentukan oleh beberapa hal. Hal pertama adalah bagaimana unjuk kerja
yang dapat dihasilkan oleh sistim pendingin tersebut. Unjuk kerja suatu
sistim pendingin dapat dilihat dari temperatur terendah yang dapat dicapai
dan koefisien unjuk kerja (COP) yang dapat dihasilkan. Temperatur
terendah dan COP yang dihasilkan harus dapat memenuhi kapasitas
pendinginan (laju pendinginan) yang diperlukan masyarakat. Hal kedua
yang juga penting adalah desain alat pendingin tersebut harus dapat
dioperasikan dan dirawat sendiri oleh masyarakat pengguna serta dapat
dibuat dengan teknologi dan bahan yang ada di daerah
1.2. Batasan Masalah
Temperatur terendah yang dapat dicapai tergantung tekanan pada
evaporator, temperatur fluida pendingin kondensor, dan massa CaCl2 pada generator. Unjuk kerja alat pendingin tergantung pada unjuk kerja generator
dan evaporator. Unjuk kerja generator selain ditentukan oleh kemampuan
generator dalam menghasilkan uap pada proses pemanasan juga tergantung
pada kemampuan generator menyerap amonia dalam CaCl1 pada proses adsorbsi. Pada penelitian ini generator juga berfungsi sebagai adsorber dan
evaporator juga berfungsi sebagai kondensor serta logger yang digunakan
hanya mampu menampilkan temperatur terendah sebesar -5℃ dan lamanya
suhu -5℃ dapat bertahan. Pada penelitian ini volume amonia dimasukkan
pengaruhnya terhadap temperatur pendinginan dan unjuk kerja yang
dihasilkan.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti yaitu :
1. Membuat model pendingin adsorpsi sederhana dengan bahan yang ada di
pasar lokal dan teknologi yang didukung kemampuan indusri lokal.
2. Mengetahui koefisien unjuk kerja tertinggi yang dapat dihasilkan.
3. Mengetahui temperatur terendah yang dapat dihasilkan oleh sistem
pendingin adsorpsi.
1.4. ManfaatPenelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini :
1. Menambah kepustakaan teknologi pendingin sistem adsorpsi.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan untuk penelitian
lebih lanjut.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian yang Pernah Dilakukan
Penelitian sistem pendingin absorbsi oleh Ayala (1994)
menggunakan refrijeran amoniak-air dengan penggerak energi panas bumi
yang menghasilkan temperatur pemanasan 90OC-145OC di Meksiko untuk pendingin hasil pertanian menghasilkan kapasitas pendinginan sebesar
10,5 kW. Modifikasi sistem ini dengan menggunakan refrijeran
amoniak-litium nitrat (NH3/LiNO3) menghasilkan temperatur pendinginan 0O C-10OC. Penelitian oleh Grover (1998) dilakukan untuk mengetahui unjuk kerja pendingin absorbsi kecil dengan pasangan refrijeran (i) air-litium
chlorida dan (ii) air-litium chlorida/litium bromida (dengan perbandingan
berat 1:1).
Hasil penelitian tersebut menunjukkan untuk temperatur evaporator
yang sama refrijeran air-Libr/LiCl memerlukan temperatur pemanasan
yang lebih kecil. Penelitian pendingin absorbsi oleh Best (2007)
menggunakan refrijeran litium bromida-air menunjukan jika campuran
refrijeran yang digunakan semakin jenuh maka temperatur sumber panas
yang digunakan dapat semakin tinggi tanpa resiko terjadinya kristalisasi.
Dengan semakin tingginya temperatur sumber panas yang
digunakan maka temperatur pendinginan yang dihasilkan dapat semakin
refrijeran air-litium bromida dilakukan untuk mengetahui pengaruh
perubahan kondisi kerja pada unjuk kerja yang dihasilkan.
Hasil yang didapat menunjukan parameter yang penting adalah
temperatur pemanasan dan perbandingan laju aliran. Semakin tinggi
temperatur pemanasan semakin tinggi unjuk kerja yang dihasilkan. Laju
aliran yang lebih besar memerlukan temperatur generator yang lebih
tinggi. Shiming (2001) menggunakan refrijeran baru untuk sistem
pendingin absorbsi yakni 2,2,2-trifluoroethanol (TFE)-N-methylpyrolidone
(NMP). Refrijeran baru ini mempunyai keunggulan dibandingkan dengan
refrijeran klasik seperti H2O–LiBr and HNO3–H2O. Keunggulan refrijeran baru tersebut adalah dapat menghasilkan temperatur yang lebih rendah
dengan menggunakan energi pemanas yang lebih sedikit. Keunggulan ini
disebabkan terutama karena sifat refrijeran TFE–NMP tidak mengalami
kristalisasi, tekanan kerja yang rendah, temperatur pembekuan yang
rendah dan kestabilan termal yang baik pada temperatur tinggi.
Kelemahan refrijeran baru ini adalah temperatur penguapan antara
TFE dan NMP yang hampir sama. Studi untuk mengetahui karakteristik
alat pendingin energi surya oleh Ali (2002) pada sebuah prototipe
menghasilkan COP sebesar 19%. Pengujian dilakukan dengan menghitung
energi yang diberikan dan dihasilkan tiap komponen alat pada beberapa
variasi kondisi kerja. Beberapa penelitian pendingin adsorbsi
menggunakan zeolit-air oleh Hinotani (1983) mendapatkan bahwa harga
medekati konstan pada temperatur pemanasan 160OC atau lebih. Grenier (1983) melakukan eksperimen sistem pendingin adsorbsi surya
menggunakan zeolit-air dan mendapatkan harga COP sebesar 0,12. Pons
(1986) meneliti pendingin adsorpsi zeolit-air tetapi COP nya hanya 0,1.
Zhu Zepei (1987) melakukan pengetesan pada sistem pendingin adsorbsi
surya menggunakan zeolit-air dengan kolektor plat datar dan kondensor
berpendingin udara mendapatkan COP yang rendah sebesar 0,054
modifikasi yang dilakukan dengan memvakumkan sistem dan penggunaan
reflektor datar tidak banyak menaikkan harga COP. Kreussler (1999)
melakukan penelitian dan hasilnya adalah dengan pemanasan 150O C didapatkan energi pendinginan sebesar 250 kJ per kilogram zeolit. Sebuah
penyimpan dengan volume 125 L dapat didinginkan menggunakan
kolektor seluas 3 m2. Ramos (2003) mendapatkan COP sebesar 0,25 dengan menggunakan kolektor parabola secara terpisah dari sistem
pendingin sehingga setiap kali diperlukan proses pemvakuman. Sistem
yang dipakai Ramos tidak menggunakan kondensor, Ramos juga
mendapatkan kapasitas adsorbsi zeolit mencapai optimal dengan
pemanasan tabung zeolit sebesar 250OC.
2.2 Dasar Teori
Alat pendingin adsorpsi umumnya terdiri dari 3 (tiga) komponen
utama yaitu: (1) generator, (2) katup desorpsi-adsorpsi dan (3) evaporator.
Siklus pendinginan adsorpsi terdiri dari proses adsorpsi (penyerapan)
(proses desorpsi) proses ini dapat dilihat pada Gambar 1. Proses adsorpsi
dan desorbsi terjadi pada generator.
Pada proses desorpsi generator memerlukan energi panas dalam
penelitian ini sebagai sumber energi panas digunakan kompor listrik untuk
mempermudah pengukuran besar energi panas yang digunakan. Refrijeran
yang digunakan pada penelitian ini adalah amonia . Pada sistem pendingin
adsorpsi dengan refrijeran amonia diperlukan bahan lain sebagai adsorben
yakni Calsium Chlorida(CaCl2).
DESORPSI
ADSORPSI
GENERATOR EVAPORATOR
Adsorber berfungsi untuk menyerap uap amonia pada sistem
pendingin agar proses pendinginan bahan (makanan dan obat).
Unjuk kerja pendingin adsorpsi umumnya dinyatakan dengan
koefisien prestasi adsorpsi (COPAdsorpsi) dan dapat dihitung dengan persamaan (Arismunandar, 1995) :
COPAdsorpsi =
(1)
Kerja pendinginan = ∆(m.hfg)evaporator (2)
Kerja pemanasan pada generator dapat dihitung dengan persamaan
Kerja pemanasan =
(3)
Pada penelitian ini, analisa digunakan pendekatan siklus pendingin
carnot, ini dikarenakan untuk perhitungan kerja pemanasan pada
temperatur refrijeran dan adsorber pada generator tidak bisa dilakukan,
karena tidak memungkinkannya peletakkan termokopel di dalam generator
untuk mengukur temperatur pada amonia dan CaCl2, berikut penjelasan siklus pendingin carnot:
Karena proses melingkar carnot adalah proses reversible, maka
proses dapat dibalik. Proses yang dibalik ini disebut refrigerator carnot.
Jadi refrigerator carnot bekerja dengan kebalikan dari mesin carnot.
Refrigerator carnot menerima kerja luar W dan menyerap panas Q1
dari reservoir dingin (heat sink) temperatur T1 serta memberikan panas Q2
ke reservoir panas temperatur T2. Skema diagram alir refrigerator carnot,
Gambar 2.1.1. Skema diagram alir refrigeration carnot
Jadi dapat dibuat hubungan :
Q1 = Q2 – W (4)
W = Q2 – Q1 (5)
koefisien performance,
COP = (6)
=
(7)
=
(8)
=
(9)
=
(10)
Sehingga dapat digunakan :
COP = T1/T2 (11)
Untuk menghitung massa amonia digunakan persamaan gas ideal
(Thermodynamics 5th edition,hal 438 ) :
P.v = m.R.T (12)
10
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Deskripsi Alat
Skema pendingin adsorpsi menggunakan Amonia-CaCl2 ditunjukan gambar 3.1
Gambar 3.1.Skema alat pendingin adsorpsi
Keterangan gambar :
1. Generator
2. Keran desorpsi-adsorpsi
3. Evaporator yang berfungsi juga sebagai kondensor
Proses desorpsi adalah proses pemisahan amonia dari CaCl2 melalui proses pemanasan, skema gambar proses desorpsi dapat dilihat dari Gambar 3.2
1
Gambar 3.2.Skema proses desorpsi
Keterangan :
1. Kompor listrik
2. Kotak berisi minyak
3. Generator
4. Keran saluran masuk
5. Keran desorpsi-adsorpsi
6. Manometer
7. Evaporator
Proses adsorpsi adalah proses penyerapan amonia kedalam generator yang
berisi CaCl2 Gambar 3.3
1
2 4
7
5
Gambar 3.3. Skema proses adsorpsi
Berikut ini adalah dimensi dari generator
Gambar 3.4. Dimensi generator
Berikut ini adalah gambar dari dimensi evaporator
Gambar 3.5. Dimensi evaporator
AIR
40cm
30cm
2,54cm
15 cm
1
0
cm
16 cm
15cm 5
15 cm
3.2.Variabel Yang Divariasikan
Variabel yang divariasikan dalam penelitian yaitu:
1. Variasi massa CaCl2 425 gram dan 850 gram.
2. Variasi tekanan amonia 1 bar; 9 bar; 11,5 bar ; 11,7 bar ; 12,7 bar
3. Variasi massa amonia 7,7 gram; 14,3 gram; 18,2 gram; 20,6 gram.
Contoh perhitungan mencari massa amonia :
Tekanan (P) terukur = 1 bar, P absolut = (1+1)bar = 2 bar
P absolut = 200000 N/m2
Volume tabung pengisian (V)= 0,00513 m3. Tetapan Gas (R) = 8,314 (J/mol.K).
Temperatur (T)= 333 K.
Massa per mol (mr) = 17 gram/mol.
P.V = n.R.T
=
= 0,37 mol
m = n.mr = 0,37 mol . 17 gram/mol
m = 6,3 gram, massa amonia dengan tekanan 1 bar dan temperatur 333K
3.3.Variabel yang Diukur
Gambar 3.6. Skema Variabel yang diukur
Dalam penelitian ini variabel-variabel yang diukur antara lain :
1. Temperatur generator (T1). 2. Temperatur evaporator (T2). 3. Tekanan sistem (P).
4. Energi panas yang digunakan (W).
5. Waktu yang digunakan (t).
3.4.Langkah Penelitian
Pengambilan data dalam penelitian Pendingin adsorpsi ini menggunakan
metode langsung yaitu penulis mengumpulkan data dengan menguji langsung
alat yang telah dibuat. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai
berikut :
T1
T2
P
Gambar 3.7. Skema tabung pengisian
1. Penelitian diawali dengan pemisahan amonia dengan air ( Gambar 3.7)
2. Alat ukur termokopel yang telah disiapkan dipasang pada setiap bagian
yang akan diukur temperaturnya.
3. Generator diisi dengan CaCl2 sesuai variasi massa.
4. Generator pendingin adsorpsi divakumkan selama beberapa menit dengan
menggunakan pompa vakum.
5. Alat diisi dengan amonia sesuai dengan massa amonia yang divariasikan
dengan tabung pengisi.
6. Kemudian alat pendingin adsorpsi dipanasi menggunakan kompor listrik.
Pada kompor listrik, terdapat tingkatan-tingkatan level panas. Jadi jika
panas yang diharapkan sudah konstan atau lampu pada penunjuk kompor
mati, maka level kompor listrik dapat dinaikan. Keadaan tersebut bisa
terus berlanjut hingga level kompor listrik maksimal. Proses pemanasan P1
terjadi hingga tekanan yang ada di alat ukur manometer menunjukan
tekanan maksimal saat alat bekerja (konstan) proses ini dinamakan proses
desorbsi sesuai gambar 3.3.
7. Setelah tekanan konstan, kompor dimatikan dan di geser. Lalu dilanjutkan
ketahap keselanjutnya yaitu proses pendinginan.
8. Sebelum proses pendinginan, keran adsorpsi-desorpsi ditutup.
9. Generator didinginkan sampai mencapai temperatur awal (T1). Setelah T1
mendekati temperatur awal sebelum pemanasan, pada evaporator diberi air
pendingin supaya terjadi pengembunan amonia pada evaporator.
10.Kemudian keran desorpsi-adsorpsi dibuka sehingga tekanan sistem turun
sampai menjadi vakum kembali, pada saat tekanan turun ini terjadi proses
adsorbsi yaitu penyerapan amonia ke dalam CaCl2 pada saat proses inilah temperatur evaporator ( T2 ) diukur dan dicata penurunan temperatur yang dihasilkan.
11.Pengambilan data dilakukan setiap 5 menit untuk proses adsorpsi dan
proses desorpsi dengan mencatat temperatur di setiap titik
12.Data yang dicatat saat proses desorpsi adalah waktu (t), tekanan (P),
temperatur generator (T1), temperatur minyak (T2), sedangkan data yang
dicatat saat proses adsorpsi adalah waktu (t), tekanan (P), temperatur
generator (T1), temperatur evaporator (T2).
13.Untuk mengetahui unjuk kerja dapat digunakan persamaan 11 yaitu T1/T2
atau T.evaporator / T.generator Analisa akan lebih mudah dilakukan
1. Perubahan tekanan evaporator pada proses desorpsi-adsorpsi
2. Perubahan temperatur evaporator pada proses desorpsi-adsorpsi
3. Perbandingan temperatur evaporator tiap variasi
4. Perbandingan COP tiap variasi
3.5.Peralatan Pendukung
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah :
a. Stopwatch
Alat ini digunakan untuk mengukur waktu pencatatan tekanan dan
temperatur.
Gambar 3.8. Stopwatch
b. Kompor Listrik
Kompor listrik yang dapat diatur dayanya digunakan untuk
Gambar 3.9. Kompor listrik
c. Pencatat (Logger)
Logger digunakan untuk mencatat dan menampilkan temperatur di
setiap titik dari termokopel.
Gambar 3.10. Logger
d. Termokopel
Termokopel digunakan untuk mengukur temperatur yang
Gambar 3.11. Termokopel
e. Ember
Ember digunakan untuk merendam evaporator saat proses desorbsi
dan merendam generator saat proses pendinginan dan adsorpsi.
Gambar 3.12. Ember
f. CaCl2 (Calsium Chloride)
Gambar 3.13 .CaCl2 g. Manometer
Manometer digunakan untuk mengukur tekanan evaporator.
21
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Tabel data
Tabel 4.1 Tabel massa amonia 7,7 gram menggunakan CaCl2 425 gram pada
Tabel 4.2 Tabel desorpsi amonia 7,7gram menggunakan CaCl2 425 gram pada
Tabel 4.3 Tabel adsorpsi I CaCl2 425 gram pada tekanan amonia 11,7 bar.
Tabel 4.4 Massa amoniak 18,2 gram menggunakan CaCl2 425 gram pada tekanan 2,3 bar pada tekanan amonia 2,3 bar (lanjutan) .
No Waktu Tekanan Temperatur Keterangan
P1(bar) P2(bar) T1(oC) T2(oC) T3(oC) T4(oC) gram pada tekanan amonia 12,3 bar.
Tabel 4.5 Tabel desorpsi II massa amonia 18,2 gram menggunakan CaCl2 425 gram pada tekanan amonia 12,3 bar.
No. Waktu P(bar) Temperatur Keterangan T1(oC) T2(oC)
Tabel 4.6 Tabel proses adsorpsi II massa amonia 18,2 gram menggunakan CaCl2 425 gram pada tekanan amonia 12,3 bar.
No. Waktu Tekanan
No. Waktu Tekanan Temperatur Keterangan P1(bar) P2(bar) T1(oC) T2(oC) T3(oC) T4(oC)
Tabel 4.7 Pengisian massa amonia 8 gram menggunakan CaCl2 850 gram pada tekanan 1,5 bar.(lanjutan )
No Waktu Tekanan Temperatur Keterangan P1(bar) P2(bar) T1(oC) T2(oC) T3(oC) T4(oC)
Tabel 4.8 Proses desorpsi I massa amonia 8 gram menggunakan CaCl2 850 gram pada tekanan amonia 1 bar
Tabel 4.9 Massa amonia 14,6 gram menggunakan CaCl2 850 gram pada tekanan 1 bar (lanjutan).
No. Waktu Tekanan Temperatur Keterangan
P1(bar) P2(bar) T1(oC) T2(oC) T3(oC) T4(oC)
36 240 1,3 1,0 61 50 32 33
37 245 1,3 1,0 60 49 32 33
38 250 1,1 1,0 60 49 32 33
Tabel 4.10 Desorpsi II massa amonia 14,3 gram menggunakan massa CaCl2 850gram
Tabel 4.10 Desorpsi II massa amonia 14,3 gram menggunakan massa CaCl2 850gram gram tekanan amonia 9 bar
No. Waktu Tekanan (bar) Temperatur COP Keterangan T1(oC) T1(oC)
1 5 0,0 22 25 0,88 Tanggal 30 Mei 2012
2 10 0,0 22 25 0,88 T awal = 25 0C ,T akhir = 25 0C
3 15 0,0 24 25 0,96 Penambahan Amoniak 1 bar
4 20 Vakum 25 26 0,96 Tekanan awal= 8,7 bar
Tabel 4.12 Tabel massa amonia 20,6 gram menggunakan CaCl2 850 gram.
Tabel 4.12 Tabel massa amonia 20,6 gram menggunakan CaCl2 850 gram (lanjutan)
No. Waktu Tekanan Temperatur Keterangan
P1(bar) P2(bar) T1(oC) T2(oC) T3(oC) T4(oC)
8 40 0,5 0,5 49 38 30 29
9 45 0,8 0,6 52 43 32 32
10 50 1,0 0,9 54 44 33 32
11 55 1,3 1,0 59 46 33 32
Tabel 4.13 Desorpsi massa ammonia 20,6 gram menggunakan CaCl2 850gram.
Tabel 4.13 Desorpsi massa ammonia 20,6 gram menggunakan CaCl2 850gram.
No. Waktu Tekanan (bar) Temperatur Keterangan T1(oC) T2(oC)
Tabel 4.14 Proses adsorpsi ke III tekanan amonia 11,5 bar
No. Waktu Tekanan
Berdasarkan data penelitian diatas, pendingin adsorpsi ini meliputi
beberapa proses, yaitu :
4.2.a Proses desorpsi : Proses pelepasan uap amonia murni dari adsorben
melalui proses pemanasan dengan kompor listrik saat generator
4.2.b Proses Pendinginan/ kondensasi : proses pendinginan dan
pengembunan uap amonia dengan cara mencelupkan tabung
generator kedalam bak atau ember.
4.2.c Proses adsorpsi : Proses penyerapan amonia murni oleh adsorben.
Proses penyerapan ini bisa terjadi dikarenakan perbedaan tekanan
antara ruang didalam evaporator dan ruang didalam generator,
amonia murni ini terhisap dan menguap menjadi uap amonia. Proses
penguapan amonia ini menyerap kalor yang ada disekitar evaporator
sehingga temperatur evaporator akan turun.
Gambar 4.1Perubahan tekanan pada proses desorpsi-adsorpsi pada semua variasi
Massa amonia 7,7 gram pada CaCl2 425 gram menunjukan proses desorpsi yang terjadi hingga mencapai tekanan 11,7 bar, pada saat proses pendinginan atau
kondensasi saat katup desorpsi-adsorpsi ditutup terjadi bocor di dalam keran yang
diakibatkan oleh sil di dalam keran ataupun penutupan keran yang tidak rapat
sehingga tekanan turun menjadi 10,5 bar.
Pada saat temperatur generator turun kemudian keran desorpsi-adsorpsi
dibuka sehingga terjadi penurunan tekanan namun tidak mencapai 0 bar, kondisi
ini dipengaruhi laju kecepatan amonia yang membuat tekanan turun namun massa
amonia terlampau sedikit sehingga tidak mampu terserap total oleh CaCl2 sehingga masih di permukaan CaCl2. Sebagai akibat terlalu sedikitnya massa amonia temperatur evaporator bertahan pada 2oC selama 7 menit.
Percobaan berikutnya diasumsikan menambah massa amonia dengan
tujuan untuk menambah laju kecepatan dan temperatur yag dihasilkan lebih lama
bertahan. Proses desorpsi dan adsorpsi yang terjadi pada saat generator CaCl2 425 gram ini diberi tambahan amonia sebesar 10,5 gram sehingga menjadi 18,2 gram.
Pada saat proses desorpsi tekanan mencapai 12,3 bar terjadi kebocoran di
dalam keran sehingga saat proses kondensasi tinggal amonia 10,3 bar yang tersisa,
kebocoran ini terjadi saat tekanan tinggi dan terjadi tekanan di dalam keran
sehingga mengakibatkan bocor di dalam keran sehingga tekanan menjadi 10,3 bar.
Pada saat proses adsorpsi tekanan terendah amonia lebih tinggi dibandingkan
variasi sebelumnya ini dikarenakan amonia yang ada mengambang di permukaan
dan tidak mampu terserap sempurna sehingga terukur 3,4 bar.
Peneletian berikutnya dengan memvariasikan massa CaCl2 menjadi 850 gram, diharapkan laju kecepatan amonia lebih baik dan mampu menyerap tekanan
lama dan kenaikan yang terjadi tidak signifikan yaitu 1 bar sehingga tidak
dilakukan proses adsorpsi, kenaikan tekanan yang lambat ini berdasarkan volume
yang lebih besar dibandingkan dengan volume massa CaCl2 425 gram, sehingga dengan temperatur pemanasan yang sama pada massa CaCl2 850 gram tidak terjadi kenaikan yang signifikan sehingga perlu ditambahkan massa amonia.
Pada proses desorpsi yang terjadi pada penambahan amonia 6,3 gram
sehingga massa amoniak menjadi 14,3 gram pada CaCl2 850 gram, generator dipanasi sampai mencapai tekanan 9 bar. Pada saat kondensasi kembali terjadi
kebocoran namun tidak begitu banyak menjadi 8,7 bar. Pada saat proses adsorpsi
terjadi penurunan secara cepat sehingga mencapai kondisi vakum ini dikarenakan
massa amonia mampu diserap sepenuhnya oleh massa CaCl2 850 gram ini merupakan kondisi dimana banyaknya massa CaCl2 terlampau sedikit sehingga berpengaruh pada tekanan akhir saat proses adsorpsi .
Dengan data dari percobaan sebelumnya maka perlu ditambahkan massa
amonia sehingga mampu menghasilkan tekanan yang tinggi, laju kecepatan yang
lebih baik serta temperatur evaporator terendah. Proses desorpsi pada variasi
penambahan massa amonia kedua sebesar 6,3 gram lagi sehingga massa amoniak
menjadi 20,6 gram pada CaCl2 850 gram. Tabung dipanasi sampai tekanan mencapai 11,5 bar kemudian ditutup dan didinginkan supaya terjadi proses
kondensasi pada saat proses adsorpsi ketika keran dibuka tekanan turun tapi tidak
mencapai vakum ini dikarenakan CaCl2 sudah menjadi jenuh sehingga tidak mampu mencapai tekanan vakum atau bisa diakibatkan amonia yang sudah terlalu
Gambar 4.2.Perubahan temperatur proses desorpsi-adsorpsi pada semua variasi
Pada massa 7,7 gram proses desorpsi saat temperatur mencapai 69oC pada saat penurunan tekanan proses adsorpsi terjadi penurunan tekanan dan juga
penurunan temperatur, temperatur yang mampu dicapai oleh variasi ini sebesar
2oC dengan lama bertahan selama 7 menit, pada grafik ini pemanasan hampir mencapai temperatur 100oC ini menunjukan bahwa tekanan sebanding dengan temperatur, ketika tekanan tinggi saat proses deorpsi terjadi penurunan tekanan
sehingga terjadi ruang kosong di dalam generator sehingga pada evaporator
amonia murni menguap dan mengambil kalor pada sisi evaporator sehingga
terjadi penurunan temperatur pada evaporator. Tidak terjadi bunga es sebagai
akibat massa amonia terlampau sedikit dan laju kecepatan amonia yang tinggi.
Pada massa amonia 18,2 gram proses desorpsi yang terjadi mencapai
temperatur maksimal sebesar 94oC, ketika proses desorpsi terjadi penurunan temperatur hingga mencapai temperatur terendah sebesar 7,5oC pada tekanan 3,5 bar. Temperatur ini lebih besar daripada temperatur sebelumnya dikarenakan
banyaknya massa amonia berpengaruh terhadap penurunan temperatur pada
evaporator namun akibatnya laju kecepatan amonia rendah sehingga temperatur di
sisi evaporator lebih tinggi dibandingkan dengan massa amonia 7,7 gram.
Untuk mendapat hasil temperatur evaporator terendah maka dilakukan
variasi massa dari CaCl2 menjadi 850 gram. Proses desorpsi, temperatur yang didapat naik akan tetapi tidak mampu menghasilkan tekanan yang tinggi sebagai
akibat kurangnya massa amonia yang terdapat dalam generator karena volume
CaCl2 850 gram lebih besar dibandingkan dengan 450 gram sehingga perlu ditambahkan massa amonia.
Pada massa amonia 14,3 gram proses desorpsi dengan tekanan maksimal 9
bar dengan temperatur 92oC, pada saat proses desorpsi temperatur terendah yang mampu dicapai oleh variasi ini sebesar 22oC , temperatur tidak mampu dihasilkan lebih rendah diakibatkan massa amonia kurang banyak dikarenakan volume CaCl2 yang besar sehingga perlu ditambahkan massa amonia.
Pada massa amonia 20,6 gram proses desorpsi mencapai temperatur
Gambar 4.3 Grafik perbandingan temperatur evaporator dengan waktu
Pada saat temperatur evaporator mencapai 0oC jumlah massa amonia merupakan yang terbanyak diantara variasi yang lain akan tetapi pada saat
temperatur terendah tidak menghasilkan waktu pendinginan yang lama sebagai
akibat laju massa amonia terserap secara cepat ke dalam CaCl2 dan kondisi CaCl2 menjadi jenuh dan tidak mampu mencapai kondisi vakum.
Pada saat temperatur 2oC laju penyerapan cepat akan tetapi massa amonia terserap ke dalam CaCl2 dan mencapai kondisi vakum sehingga perlu ditambahkan variasi penambahan massa amonia. Pada variasi massa amonia 18,2 gram dengan
CaCl2 425 gram kondisi massa CaCl2 sudah mencapai kondisi jenuh sehingga tidak mampu menghasilkan tekann terendah yang berakibat pada temperatur yang
dihasilkanpun lebih tinggi dari variasi sebelumnya.
Gambar 4.4 Grafik perbandingan COP pada tiap variasi
Pada COP tertinggi ternyata tidak tergantung pada jumlah massa amonia
yang ada akan tetapi tergantung pada temperatur evaporator dibandingakan
dengan temperatur generator saat proses adsorpsi, Temperatur tertinggi evaporator
menghasilkan perbandingan COP tertinggi yang mengakibatkan lama pendinginan
lebih tinggi diantara yang lain yaitu selama 10 menit. COP ini menunjukan
semakin besar nilai COP yang ada maka lama pendinginan akan semakin lama
tapi belum tentu menghasilkan temperatur terendah dari evaporator tersebut.
37 BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan beberapa
hal :
1. Telah berhasil dibuat alat pendingin adsorpsi CaCl2-Amonia yang mudah dibuat dan bahan-bahan tersedia dipasar lokal yang didukung kemampuan
industri lokal.
2. COP yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar 0,92 pada variasi massa
amonia sebesar 14,3 gram menggunakan massa CaCl2 sebesar 850 gram pada tekanan amonia 9 bar.
3. Temperatur evaporator terendah yang dihasilkan adalah 0℃ yang bertahan selama 4 menit pada variasi massa amonia 20,6 gram dengan massa CaCl2 850 gram pada tekanan amonia 11,5 bar.
5.2 Saran
1. Proses pendinginan sistem adsorpsi membutuhkan tekanan yang tinggi
dan tidak mudah bocor baik pada sambungan maupun pada keran.
2. Pada saat proses pengisian amoniak kedalam generator perlu dicermati
saat amoniak mulai habis dan amonia cair yang dipakai harus mempunyai
DAFTAR PUSTAKA
Ali R., Ghalban E. (2002), Operational Results of an Intermittent Absorption
Cooling Unit, International Journal of Energy Research 26 (9):825-835
(2002)
Ayala R., Frias J. L., Lam L., Heard C. L., Holland F. A. (1994), Experimental
assessment of an ammonia/lithium nitrate absorption cooler operated on low temperature geothermal energy. Heat recovery systems & CHP ISSN
0890-4332 CODEN HRSCEQ, 1994, vol. 14, no4, pp. 437-446 (5 ref.)
Arismunandar, Wiranto, (1995). Teknologi Rekayasa Surya. Jakarta, Pradnya Paramita.
Best, R., Holland, F.A. (2007), A study of the operating characteristics of an
experimental absorption cooler using ternary systems, International Journal of
Energy Research, Volume 14 Issue 5, Pages 553 – 561 2007
Eisa M.A.R., Holland, F.A. (2007), A study of the operating parameters in a
water-lithium bromide absorption cooler, International Journal of Energy
Research, Volume 10 Issue 2, Pages 137 – 144 2007
Grenier, Ph. (1983), Experimental Result on a 12 m3 Solar Powered Cold Store Using the Intermittent Zeolite 13x-Water Cycle. Solar World Congress,
Pergamon Press, pp. 353-358, 1984
Grover G.S, Devotta S., Holland F.A. (1998), Performance of an experimental
absorption cooler using aqueous lithium chloride and lithium chloride/lithium bromide solutions, Ind. Eng. Chem. Res., 1989, 28 (2), pp 250–253
Hinotani, K. (1983), Development of Solar Actuated Zeolite Refrigeration System. Solar World Congress, Vol.1, Pergamon Press, pp. 527-531.
Kreussler, S (1999), Experiments on Solar adsorption refrigeration Using Zeolite
and Water. Laboratory for Solar Energy, University of Applied Sciences
Germany.
LAMPIRAN
c.Pembuatan pendingin adsorpsi d. Perakitan pendingin adsorpsi a.Pembuatan tabung pengisian b. Perakitan tabung pengisian
vi
ABSTRAK
Negara-negara berkembang belum semua daerah memiliki jaringan listrik sehingga diperlukan sistim pendingin yang dapat bekerja tanpa adanya energi listrik. Salah satu sistem pendingin yang tidak memerlukan energi listrik adalah sistem pendingin adsorpsi Amonia-CaCl2. Sistem pendingin adsorpsi Amonia-CaCl2 hanya memerlukan energi termal untuk dapat bekerja. Unjuk kerja alat pendingin menggunakan adsorben CaCl2 yang dijual di pasar lokal belum banyak diketahui. Tujuan penelitian adalah mengetahui temperatur terendah dan koefisien unjuk kerja (COP) yang dapat dicapai alat pendingin adsorpsi Amonia-CaCl2. Pada penelitian ini pendingin adsorpsi Amonia-CaCl2 menggunakan stainless
steel sebagai material dengan dimensi diameter tabung generator 10 cm dengan
panjang 40 cm Alat pendingin adsorpsi Amonia-CaCl2 yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) komponen utama yakni (1) Katup desorpsi-adsorpsi (2) generator dan (3) evaporator sekaligus berfungsi sebagai kondensor. Variabel yang divariasikan adalah : (1) Massa CaCl2 : 425 gram dan 850 gram (2) Tekanan amonia : 1 bar, 9 bar , 11,5 bar, 11,7 bar dan 12,3 bar (3) massa ammonia : 7,7gram, 14,3gram, 18,2 gram, 20,6 gram. Temperatur terendah sebesar 0oC dihasilkan oleh variasi massa CaCl2 850 gram dengan massa amonia 20,6 gram dengan tekanan 11,5 bar dan COP tertinggi dihasilkan oleh massa amonia 14,3 gram dengan CaCl2 850 gram pada tekanan amonia 9 bar.