• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN NILAI KETERSEDIAAN (AVAILABILITY) SEBAGAI DASAR EVALUASI DESAIN ACID GAS REMOVAL UNIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN NILAI KETERSEDIAAN (AVAILABILITY) SEBAGAI DASAR EVALUASI DESAIN ACID GAS REMOVAL UNIT"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN NILAI KETERSEDIAAN (AVAILABILITY) SEBAGAI DASAR EVALUASI DESAIN

ACID GAS REMOVAL UNIT

Diwandaru Safutra*, Dwi Priyanta**, AAB Dinariyana D.P.***

Department of Marine Engineering, Faculty of Marine Technology, Sepuluh Nopember Institute of Technology *email : diwandaru@ne.its.ac.id

**email : priyanta@its.ac.id

***email : kojex@its.ac.id

ABSTRACT

Oil and natural gas are still a major energy source for industry in Indonesia and worldwide. The need of oil and natural gas is increasing continuously along the economic development. As well as oil, before it can be used by industry, the natural gas need to be processed at a central processing plant. Due to corrosive properties caused by CO2 and H2S in the gas, in order to process the gas, acid gas removal unit is needed to be installed. This unit aims to reduce the corrosive properties at processing plant. Based on this important function and to ensure that the unit will give high availability, it is necessary to install a reliable acid gas removal unit. An availability assessment for a gas removal unit to be installed at a new central processing plant is conducted in this study. To analyze the availability of this unit, the criticality analysis is conducted for all system components. The analysis was done using secondary data called Offshore Reliability Database (OREDA) 2002. The secondary data was chosen since there is neither reliability nor maintenance history data available for the new plant. Using an existing design provided by company, the availability index of acid gas removal unit is 98,13%. In order to find higher availability index of this unit, two alternatives design of acid gas removal unit were analyzed. The alternatives acid gas removal unit was designed by analyzing components that give higher criticality index. Using the same approach as availability assessment for an existing unit, the alternative design gives a value of 98,39% availability by re-arrange the most critical component to parallel system.

KEY WORDS: Acid Gas Removal Unit, availability index, BlockSim Reliasoft.

PENDAHULUAN

Tingginya kasus kecelakaan saat ini harus menjadi perhatian seluruh pihak, bukan hanya pemilik kapal tetapi juga pemerintah, instansi terkait dan masyarakat yang harus lebih aktif dalam memberikan informasi. Berdasarkan laporan akhir antara Pejabat Pembuat Komite Nasional Keselamatan Transportasi dengan Direktur PT. Trans Asia Consultans Nomor 002 / STD / KNTR / KNKT / IV / 09 tanggal 16 April 2009 tentang Pekerjaan Kajian Analisis Trend Kecelakaan Transportasi Laut Tahun 2003 – 2008. Jumlah kecelakaan kapal pelayaran di Indonesia cukup memprihatinkan, terutama selama periode 2003-2008, dengan terjadinya 691 kasus kecelakaan. Pada tahun 2003 tercatat 71 peristiwa kecelakaan, tahun 2004: 79 kecelakaan, 2005: 125 kecelakaan, 2006: 119 kecelakaan, 2007: 159 kecelakaan dan pada tahun 2008 terjadi 138 kasus kecelakaan, rata-rata kenaikan selama 6 tahun terakhir adalah 17%.[1]

Selat Madura merupakan salah satu jalur pelayaran yang terpadat di Indonesia, tidak hanya pelayaran domestik tetapi juga internasional yang berpusat di Pelabuhan Tanjung Perak. Lokasi ini memiliki alur pelayaran yang sempit serta termasuk dalam daerah yang memiliki lalu lintas laut yang padat, akibatnya daerah ini memiliki potensi bahaya yang cukup besar terhadap kapal-kapal

yang sedang berlayar di lokasi tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan sebuah metode pengukuran nilai atau bobot kebahayaan kapal (danger score) dengan memanfaatkan data-data dari AIS. Selain itu data-data AIS saat ini masih sangat rendah bahkan buat kebanyakan orang masih asing dengan penggunaan data tersebut dalam pengembangan penelitian tentang keselamatan di kapal. Dalam pencapaian tujuan dari penelitian ini, paper ini disajikan dalam beberapa bagian. Pertama, tinjauan pustaka, menunjukkan bagaimana data AIS digunakan dalam penentuan

danger score. Kedua, metodologi penelitian, menjelaskan bagaimana

memperkirakan nilai danger score kapal saat berlayar. Ketiga, analisis data AIS dalam menentukan tingkat kepadatan dan pergerakan kapal untuk pertimbangan penilaian danger score. Keempat, metode untuk menghitung danger score dengan mempertimbangkan 5 variabel yaitu faktor manusia, faktor permesinan, kondisi kapal, faktor manajemen, dan faktor lingkungan. Terakhir, memberikan gambaran daerah yang memiliki potensi bahaya saat kapal berlayar berdasarkan nilai danger score kapal itu sendiri.

TINJAUAN PUSTAKA

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengusulan metode untuk pencegahan kecelakaan dilaut telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Inoue [2] mengusulkan tentang Environmental Stress Model (SSM) untuk mengevaluasi tingkat kesulitan kapten kapal dalam mengoperasikan kapal di area yang terbatas. Metode pendekatan yang digunakan dapat dipakai untuk memberikan evaluasi efektifitas perencanaan dermaga. Mou et al [3] mengusulkan dengan menggunakan data AIS sebagai media bantu mengevaluasi risiko dan keselamatan kapal dari sisi pendekatan tubrukan kapal (collision

avoidance perspective). Kobayashi et al [4] juga mengusulkan

metode penilaian danger score berdasarkan data AIS. Pendekatan perhitungan danger score yang dilakukan Kobayashi relatif sederhana, hanya memperhitungkan rata-rata data hasil olahan kuesioner. Kuesioner tersebut disebarkan pada pihak-pihak yang memiliki pengalaman dalam bidang perkapalan dan pengoperasian kapal, seperti kapten kapal, syahbandar, dan pilot.

Penelitian lainnya yang berkaitan dengan penggunaan data AIS seperti estimasi gas buang pada lalu lintas laut menggunakan data AIS sebagai salah satu instrumen pendukung telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Pitana et al [5] menggunakan data AIS dan GIS memungkinkan untuk mengevaluasi jalur pergerakan kapal, yang digunakan sebagai input untuk mengetahui seberapa besar tingkat emisi gas buang kapal disuatu tempat. Dengan pemanfaatan teknologi GIS, memungkinkan untuk mendapatkan pergerakan kapal dalam time frame yang diinginkan. Disamping itu teknologi ini juga sangat memungkinkan untuk mengetahui percepatan dan perlambatan pergerakan kapal, sesuai dengan AIS receiver. Simulasi evakuasi kapal tanker ketika terjadi bencana tumpahan minyak pernah juga dilakukan oleh Rusmanto et al [6]. Data-data yang digunakan untuk simulasi tersebut juga didapatkan dari AIS receiver, diantaranya adalah data kecepatan kapal, koordinat (Longitude dan

(2)

Latitude), jenis kapal, dan ukuran. Dari sini dapat dilihat bahwa

teknologi GIS merupakan instrument yang sangat baik untuk melakukan evaluasi pergerakan, analisa kecepatan kapal pada koordinat tertentu. Dengan mempertimbangkan penelitian sebelumnya, kemungkinan penggunaan AIS data, di kombinasikan dengan ship database, kemudian plotting AIS pada GIS akan memungkinkan diperolehnya vessel track merupakan informasi penting dalam melakukan evaluasi tingkat bahaya suatu kapal. METODOLOGI

Gambar 1. Flow Chart Penelitian

Metode penelitian ini dimulai dari identifikasi perumusan masalah, seperti dijelaskan pada gambar 1, khususnya berkaitan dengan bahaya yang mungkin terjadi pada pengoperasian kapal pada kondisi jalur pelayaran di Selat Madura. Tahap selanjtnya, pembuatan kuesioner yang akan digunakan sebagai masukan tentang kriteria-kriteria yang berpengaruh dalam pengoperasian kapal. Jika kriteria-kriteria tersebut telah didapatkan, maka langkah selanjutnya yaitu penilaian terhadap bobot masing-masing kriterianya. Data AIS yang telah diperoleh dari AIS receiver yang ada di Marine Reliability and

Safety Labortory Teknik Sistem Perkapalan ITS. Data AIS ini yang

akan diolah untuk menentukan danger score dari kapal-kapal yang telah direkam oleh AIS. Setelah dilakukan pengambilan data dari kuesioner dan AIS maka akan dilakukan pengolahan dan perhitungan data. Pertanyaan pada kuesioner mempunyai opsi jawaban dengan skala-skala tertentu. Dari masing-masnig opsi jawaban tersebut kemudian diproses untuk mendapatkan rata-rata geometric karena penilaian melibatkan banyak responden. Dari hasil tersebut maka kriteria-kriterianya akan diolah dengan menggunakan metode AHP. Setelah mengetahui bobot dari tiap kriteria, maka langkah

selanjutnya adalah memasukkan data-data yang didapat dari AIS ke GIS. Dalam hal ini, perangkat lunak yang digunakan adalah

Quantum GIS yang akan digunakan untuk mengetahui jalur

pelayaran kapal yang akan dianalisa. Dari data AIS tersebut akan diolah kembali untuk mengetahui beberapa variabel yang belum diketahui dari AIS data melalui ship database [7] untuk mengetahui panjang dan type kapal yang akan digunakan dalam perhitungan

danger score. Tahap selanjutnya adalah membuat sebuah peta

bahaya suatu kapal berdasarkan katagori dan nilai danger score. A. Lokasi Penelitian

Selat Madura merupakan salah satu selat yang berada di Indonesia tepatnya di Jawa Timur, yang memisahkan pulau Jawa dan Madura. Lokasinya terletak pada koordinat 70 5’ 83.333” garis lintang selatan, 1130 41’ 66.667” bujur timur. Selat Madura merupakan salah satu selat yang memiliki tingkat kepadatan kapal yang cukup tinggi di Indonesia, yang digunakan kapal untuk berlayar, bersandar, dan juga bongkar muat. Gambar pemetaan Selat Madura disajikan pada Gambar 2.

Sumber (Google Map, 2011)

Gambar 2. Lokasi Penelitian

B. Analisis AIS Data

Saat ini, AIS bisa mengenali kapal lebih dari 300 GT pada perjalanan internasional dan kapal lebih dari 500 GT pada rute domestik. Dari kedua jenis kapal tersebut data statis dan dinamis dapat diperoleh. Informasi dinamis diperbarui setiap 2 sampai 10 detik tergantung pada kecepatan kapal. Informasi statis terdiri dari MMSI (Maritime

Mobile Service Identify), IMO number, ships name, call sign, length and beam, type of ship, location of position-fixing antenna on the ship. Informasi yang dinamis terdiri dari coordinated universal time (UTC), Course Over Ground (COG), Speed Over Ground (SOG), Heading, Navigation status. AIS data digunakan dalam skripsi ini

adalah MMSI number, latitude and longitude atau posisi kapal-kapal yang ada di jalur pelayaran, kecepatan kapal, dan waktu pelayaran dari kapal-kapal tersebut. Dari data AIS ini juga memungkinkan untuk menentukan tingkat kepadatan lalu lintas per-satun waktu dan pola pergerakan kapal di wilayah Selat Madura. Analisis Kepadatan lalu lintas sangat penting ketika mengevaluasi jumlah kapal yang

(3)

masuk dan keluar dari daerah Selat Madura. Penilaian danger score kapal sangat dipengaruhi oleh kepadatan lalu lintas, jenis kapal dan pergerakan kapal. Mengacu penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Pitana et al [5], terhadap estimasi emisi gas buang dari lalu-lintas kapal di Selat Madura menggunakan data AIS. Berdasarkan data AIS yang telah diolah didapatkan beberapa kondisi perairan Selat Madura berdasarkan pergerakan kapal yang in dan out dari Selat Madura. Dalam penelitian tersebut menunjukkan data kepadatan lalu lintas laut dari bulan Mei 2008 sampai November 2008. Rata-rata kapal per bulan yang paling maksimal terjadi pada bulan November 2008 dengan jumlah kapal sekitar 65 kapal sedangkan kepadatan kapal yang paling minimum yaitu 38 kapal per bulan yang terjadi pada bulan Juni 2008. Diketahui bahwa pada awal bulan yaitu pada tanggal 3 November terjadi kepadatan lalu lintas laut yang maksimal, sedangkan kepadatan laut yang minimal terjadi pada tanggal 23 November. Diketahui bahwa pada tanggal 3 November 2008 terdapat periode tersibuk yang terjadi sekitar jam 13.00, 19.00 dan 20.00 WIB. Berdasarkan data AIS yang dapat diketahui bahwa sebuah perbedaan yang cukup tinggi terhadap banyaknya kapal dengan pergerakan kapal tersebut, seperti dijelaskan pada Gambar 2.

Gambar 3. Kepadatan Kapal dan Kapal yang akan Bergerak. Gambar 3. menunjukkan bahwa kondisi kepadatan kapal belum bisa dijadikan acuan sebagai penilaian terhadap nilai danger score, karena dalam hal ini penilaian danger score dititik beratkan terhadap pergerakan kapal yang sedang berlayar di Selat Madura. Oleh karena itu padapenelitian ini akan dilakukan pengolahan data berdasarkan banyaknya kapal yang bergerak dengan nilai kepadatan terbesar pada tanggal 03 November 2008 pada jam 20.00 WIB.

C. Pengolahan Data Danger Score

Seperti yang telah di jelaskan, bahwa kriteria yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kriteria yang berhubungan dengan bahaya-bahaya pada kapal pada waktu berlayar, dimana kriteria tersebut akan diturunkan menjadi subkriteria. Ada beberapa kriteria yang dapat menyebabkan kapal dalam keadaan bahaya, seperti dijelaskan pada Gambar 4.

Langkah selanjutnya merupakan langkah perhitungan nilai

danger score dari kapal yang sedang berlayar terhadap bobot kriteria

yang telah didapat dari kuesioner dan data-data dari AIS yang di visualisasikan oleh Quantum GIS, maka langkah selanjutnya adalah menentukan besarnya nilai fungsi tiap-tiap kriteria dan sub kriteria yang ada. Berikut ini adalah nilai dari fungsi-fungsi dari tiap-tiap kriteria dan subkriteria.

Tabel 1. Nilai Fungsi dari Kriteria Faktor manusia dan Subkriteria

Kriteria Bobot Nilai

Fungsi Faktor manusia 0.276 1000 Sub kriteria

1. Pengetahuan dan skill 0.283 276 2. Pengalaman 0.230 276 3. Komunikasi 0.218 276 4. Kelelahan 0.157 276 5. Kelebihan Pekerjaan 0.112 276

Tabel 1. menyajikan untuk subkriteria faktor manusia. Pengetahuan dan skill memiliki nilai bobot tertinggi yaitu 0.283 dan terendah yaitu bobot kelebihan pekerjaan sebesar 0.112. Tabel tersebut juga memberikan nilai fungsi dari subkriteria tersebut yaitu 276.

Gambar 4. Hierarki Kriteria Danger Score

Tabel 2. Nilai Fungsi dari Kriteria Faktor Permesinan dan

Subkriteria

Kriteria Bobot Nilai Fungsi Faktor Permesinan 0.232 1000 Sub kriteria

1. Kerusakan mesin induk dan

kelistrikan 0.292 232

(4)

3. Kerusakan mesin

kemudi 0.198 232

4. Kegagalan pada pelumasan 0.112 232 5. Kerusakan pada system poros 0.100 232 6. Kerusakan pada lambung 0.076 232

Tabel 2. menyajikan untuk subkriteria faktor permesinan. Kerusakan mesin induk dan kelistrikan memiliki nilai bobot tertinggi yaitu 0.292 dan terendah yaitu bobot kerusakan pada lambung sebesar 0.076. Tabel tersebut juga memberikan nilai fungsi dari subkriteria tersebut yaitu 232.

Tabel 3. Nilai Fungsi dari Kriteria Kondisi Kapal dan Subkriteria

Kriteria Bobot Nilai Fungsi Kondisi Kapal 0.218 1000 Sub kriteria 1. Kecepatan kapal 0.291 218 2. Panjang kapal 0.274 218 3. Keadaan muatan 0.262 218 4. Tipe kapal 0.173 218

Tabel 3. menyajikan untuk subkriteria faktor kondisi kapal. Kecepatan kapal memiliki nilai bobot tertinggi yaitu 0.291 dan terendah yaitu tipe kapal sebesar 0.173. Tabel tersebut juga memberikan nilai fungsi dari subkriteria tersebut yaitu 218.

Tabel 4. Nilai Fungsi dari Kriteria Faktor Manajemen dan Subkriteria

Kriteria Bobot Nilai Fungsi Faktor Manajemen 0.151 1000 Sub kriteria 1. Ketidaktepatan dalam manajemen 0.436 151 2. Ketidaktepatan ABK 0.313 151 3. Ketidaktepatan alat bantu

navigasi 0.251 151 Tabel 4. menyajikan untuk subkriteria faktor Manajemen. Ketidak tepatan dalam manajemen memiliki nilai bobot tertinggi yaitu 0.436 dan terendah yaitu ketidaktepatan alat bantu navigasi sebesar 0.251. Tabel tersebut juga memberikan nilai fungsi dari subkriteria tersebut yaitu 151.

Tabel 5. Nilai Fungsi dari Kriteria Faktor Lingkungan dan Subkriteria

Kriteria Bobot Nilai Fungsi Faktor Lingkungan 0.123 1000 Sub kriteria

1. Perbedaan kecepatan

terhadap kapal lain 0.143 123

2. Jarak antar kapal 0.141 123

3. Pengaruh arus laut 0.137 123 4. Panjang kapal lain 0.112 123 5. Hubungan sarat air dan

kedalam laut 0.110 123

6. Arah kapal pribadi dan

arah kapal lain 0.104 123

7. Karakteristik area 0.080 123 8. Efek angin 0.079 123 9. Zona waktu 0.052 123 10. Pengaruh hari dalam

seminggu 0.042 123 Tabel 5. menyajikan untuk subkriteria faktor Lingkungan. Perbedaan kecepatan terhadap kapal lain memiliki nilai bobot tertinggi yaitu 0.143 dan terendah yaitu pengaruh hari dalam seminggu sebesar 0.251. Tabel tersebut juga memberikan nilai fungsi dari subkriteria tersebut yaitu 123.

Setelah mengetahui nilai fungsi dari tiap kriteria dan subkriteria, maka langkah selanjutnya adalah perhitungan danger score dengan rumus:

(1) Dimana :

Wi = bobot dari masing- masing kriteria fi = fungsi dari masing – masing kriteria

D. Hasil Analisa Kapal General Cargo dan Variabel Perhitungan Danger Score

Berikut ini hasil pengolahan data danger score pada kapal General

Cargo yang berlayar di Selat Madura pada tanggal 03 November

2008, pukul 20.00 WIB. Dalam penilaian danger score ada beberapa asumsi yang telah digunakan, dikarenakan data variabel yang dibutuhkan merupakan data yang konstan terhadap waktu. Dibawah ini telah diuraikan berdasarkan variabel pengaruh danger score :

1. Faktor Manusia a) Komunikasi

Kapal yang diteliti ini merupakan kapal berbendera Indonesia, sehingga untuk hal komunikasi lebih mudah dimengerti dalam penyampaiannya. Dalam penilaian bahaya kemungkinan terjadinya missed communication terjadi sangat besar, sehingga kemungkinan terjadinya diperkirakan 70 %.

b) Pengetahuan dan Skill

Pendidikan Keahlian atau Skill merupakan pengetahuan tambahan yang dapat menunjang skill SDM awak kapal. Kualitas skill menjadi pertimbangan dalam kondisi pelayaran normal dan kedaruratan dalam berlayar, sehingga dalam hal ini kemungkinan terjadinya bahaya akibat kurangnya pengetahuan dan skill para awak kapal sekitar 50 %.

c) Pengalaman

Pengalaman kerja berkaitan dengan kemampuan dan kecakapakan ABK dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Pengalaman kerja tidak hanya ditinjau dari keahlian, kemampuan dan ketermpilan yang dimiliki saja, akan tetapi pengalaman kerja dapat dilihat dari pengalaman seseorang yang telah bekerja dan lamanya bekerja di kapal. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki akan semakin terampil ABK dalam menjalankan pekerjaannya. Melihat dari umur kapal yaitu 27 tahun, maka kemungkinan terjadinya bahaya akibat kurangya pengalaman memberikan kontribusi sebesar 40 %.

(5)

Rasa lelah bisa muncul diantaranya karena waktu jaga yang tidak teratur, tidak ada akomodasi yang bagus, kontrak yang tadinya diperpendek lantas diperpanjang. Pekerjaan yang berat harus diimbangi dengan waktu istirahat yang cukup agar tubuh bisa pulih dan beraktivitas kembali. Setidaknya, butuh 7-8 jam waktu istirahat setiap hari. Berdasrkan kondisi pergerkan kapal faktor kelelahan memberikan kontribusi sebesar 100 % saat kapal dalam posisi traffic density yang tinggi, sedangkan pada saat kondisi traffic density menurun, faktor kelelahan memberikan kontribusi sebesar 70 %.

e) Kelebihan Pekerjaan

Aktivitas crew kapal dalam melaksanakan tugasnya selalu mempunyai tugas dan kewajibannya masing-masing, sehingga saat crew dalam kapal mengerjakan sesuatu yang bukan tugasnya akan memberikan dampak terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Oleh karena itu kelebihan pekerjaan memberikan kontribusi terhadap terjadinya bahaya suatu kapal sebesar 60 %.

2. Faktor Permesinan

a) Kerusakan Mesin Induk dan Kelistrikan

Diketahui bahwa dengan umur kapal buatan tahun 1983, kemungkinan probabilitas kegagalan dalam mesin induk dan kelistrikan yang akan mempengaruhi kebahayaan kapal diperkirakan sebesar 65 %.

b) Kerusakan Alat navigasi

Kemungkinan kegagalan dalam alat navigasi memberikan 30 % terhadap kebahayaan kapal.

c) Kerusakan Mesin Kemudi

Kemungkinan kegagalan dalam mesin kemudi memberikan 50 % terhadap kebahayaan kapal.

d) Kegagalan pada Pelumasan

Berdasrkan data yang diperoleh diketahui bahwa tingkat keandalan dalam pelumasan sebesar 0.2 per 1000 jam, sehingga dalam hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat kegagalan dalam hal pelumasan sebesar 80%.

e) Kerusakan pada Sistem Poros

Kemungkinan kegagalan dalam sistem poros memberikan 60 % terhadap kebahayaan kapal.

f) Kerusakan pada Lambung Kapal

Kemungkinan kerusakan pada lambung memberikan 60 % terhadap kebahayaan kapal.

3. Faktor Kondisi kapal a) Kecepatan kapal

Berdasarkan data yang diperoleh dari AIS data tingkat kecepatan kapal selalu berubah-ubah setiap waktu, sehingga memberikan nilai dan bobot yang berbeda. Kecepatan kapal ini dalam range 2.2 knot-10 knot. b) Panjang Kapal

Berdasarkan data AIS ternyata data untuk panjang kapal belum dapat diketahui sehingga perlu dilakukan pendekatan ship database untuk mengetahui panjang kapal tersebut, dari ship database diketahui bahwa panjang kapal 117 m.

c) Keadaan Muatan

Keadaan muatan dalam kondisi full load. d) Tipe Kapal

Berdasarkan data AIS ternyata data tipe kapal belum bisa dipastikan atau belum valid sehingga perlu di validasi ke dalam ship database, didapatkan bahwa kapal tersebut jenisnya General Cargo.

4. Faktor Manajemen

a) Ketidaktepatan dalam manajemen

Manajemen pelayaran wajib mengetahui dan mengaplikasikan prosedur keselamatan kapal di laut dengan mengaplikasikan aturan dan kebijakkan regulator tentang keselamatan. Awak kapal harus mengetahui karakteristrik atau kondisi kapalnya secara maksimal dengan cara familiarisasi terhadap kondisi kapal. Sehingga

dalam hal ini pengaruh terhadap kebahayaan kapal diperkirakan 50 %.

b) Ketidaktepatan dalam ABK

Penugasan tanggung jawab kerja seorang ABK dipengaruhi dalam penempatan posisi tanggung jawab seorang ABK pada pekerjaannya, sehingga pekerjaan yang dilakukan kurang maksimal dalam hal ini faktor kebahayaan kapal dipengaruhi ketidaktepatan posisi ABK sebesar 70 %.

c) Ketidaktepatan dalam Navigasi

Navigasi memberikan suatu gambaran posisi kapal dan posisi kapal lain, sehingga pada saat alat navigasi memberikan informasi yang salah, kemungkinan terjadinya kebahayaan kapal akan semakin besar. Oleh karena itu probabilitas kebahayaan akibat pengaruh alat navigasi sebesar 50%.

5. Faktor Lingkungan

Lingkungan kerja ini merupakan pengaruh dari beberapa faktor yang dapat mengganggu aktifitas ABK dalam menjalankan tugasnya. Faktor-faktor tersebut antara lain efek angin, pengaruh arus laut, perbedaan kecepatan terhadap kapal lain, panjang kapal lain, hubungan sarat air dan kedalaman, jarak antar kapal, arah kapal pribadi dan arah kapal lain, zona waktu, pengaruh hari dalam seminggu, dan karakteristik area.

Gambar 5. Rute Kapal dan Grafik Nilai Danger Score Gambar 5. dijelaskan bahwa Kapal yang dianalisa pada gambar tersebut adalah kapal jenis General Cargo dengan panjang kapal 117 m dengan kondisi muatan penuh, serta grafik hasil perhitungan

(6)

pergerakan kapal tersebut, kapal bergerak dari selatan menuju utara. Pada saat koordinat posisi awal kapal 1120 70’ 6685” Bujur timur dan 70 18’ 7225” Lintang Selatan, penilaian danger score menunjukkan bahwa kondisinya sudah memiliki tingkat danger

score yang tinggi yaitu 466, dapat dilihat bahwa variabel yang

memiliki pengaruh besar terhadap kebahayaan kapal, yaitu tingkat kepadatan kapal, kecepatan kapal, sampai tingkat kelelahan crew kapal setelah mengalami kegiatan bongkar muat di pelabuhan. Kemudian kapal bergerak menuju utara nilai danger score mengalami penurunan, nilai ini disebabkan oleh penurunan kecepatan kapal saat manuvering menuju utara seperti terlihat dari grafik pada pukul 20.12 WIB. Kemudian kapal bergerak ke utara, diperlihatkan bahwa nilai danger score mulai meningkat, dari hasil yang telah di analisa bahwa pada posisi 1120 68’5317” BT- 7017’6967” LS pukul 20.21 WIB, kapal mengalami peningkatan kecepatan dan masih dalam kondisi padat lalu lintas didaerah tersebut. Untuk itu nilai danger score mengalami peningkatan. Kemudian pada posisi kapal 1120 67’ 1612” BT – 70 15’ 3933” pada pukul 20.24 WIB seterusnya kapal mengalami penurunan kecepatan, tingkat kepadatan lalu lintas kapal dan juga kelelahan para crew kapal, sehingga memberikan penurunan yang tidak terlalu signifikan dan cenderung stabil di akhir pergerakannya.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai danger score dari kapal tersebut, dapat disimpulkan mengenai kondisi lintasan di Selat Madura berdasarkan kapal yang berlayar dan pengaruh lingkungannya. Penilaian danger score tersebut juga memberikan acuan sebagai dasar pembuatan hazard navigation map daerah pelayaran di Selat Madura berdasrkan katagori yang telah ditentukan. Berikut ini gambaran tentang daerah yang memiliki tingkat bahaya saat kapal berlayar didaerah tersebut. Dari hasil nilai Danger score kapal diatas dapat disimpulkan mengenai pergerakan kapal dalam berbagai katagori yaitu Extremely safe, Fairly safe, Somewhat Safe,

Neither Safe or Dangerous, Somewhat dangerous, Fairly dangerous, Extremely dangerous saat kapal berlayar. Penentuan level tersebut

didapatkan dari penilaian danger score pada tiap posisi kapal yang bergerak. Range dalam penentuan level bahaya ini, diasumsikan sebagai berikut :

1. Extremely safe 0 - 100 2. Fairly safe 100 - 200 3. Somewhat Safe 200 - 400 4. Neither Safe or Dangerous 400 - 500 5. Somewhat dangerous 500 - 750 6. Fairly dangerous 750 - 900 7. Extremely dangerous 900 - 1000

Gambar 6 dibawah ini menyajikan suatu gambaran daerah bahaya kapal saat kapal melintas di Selat Madura berdasarkan perhitungan nilai danger score kapal.

Gambar 6.Hazard Map Selat Madura pada Tanggal 03 November 2010 pukul 20.00 WIB

KESIMPULAN

Setelah melaksanakan seluruh proses penelitian ini, dan dari hasil pengolahan data yang diperoleh, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Kriteria-kriteria tertinggi berdasarkan hasil pembobotan yang mempengaruhi danger score kapal saat berlayar adalah a) Faktor Manusia (pengetahuan dan skill, pengalaman,

komunikasi, kelelahan, dan kelebihan pekerjaan).

b) Faktor Permesinan (kerusakan mesin induk dan kelistrikan, kerusakan alat navigasi, kerusakan mesin kemudi, kegagalan pada pelumasan, kerusakan pada sistem porosdan kerusakan pada lambung).

c) Kondisi kapal (kecepatan kapal, panjang kapal, keadaan muatan, dan tipe kapal).

d) Faktor manajemen (ketidaktepatan dalam manajemen, ketidaktepatan dalam ABK, dan Ketidaktepatan alat bantu navigasi).

e) Faktor Lingkungan (perbedaan kecepatan terhadap kapal lain, jarak antar kapal, pengaruh arus laut, panjang kapal lain, hubungan sarat air dan kedalaman laut, arah kapal pribadi dan arah kapal lain, karakteristik area, efek angin, zona waktu, dan pengaruh hari dalam seminggu).

2. Berdasarkan data AIS, tingkat kepadatan kapal yang tinggi, belum tentu bisa dijadikan acuan dalam penilaian danger

score suatu kapal. Hal ini dikarenakan kepadatan kapal

tersebut dalam kondisi diam atau lego jangkar, yang berbanding terbalik terhadap penilaian danger score pada saat kapal bergerak.

3. Dari penggunaan data AIS ini dapat digunakan untuk mengembangkan suatu Hazard Navigation Map sebagai penentuan darah bahaya suatu kapal yang bergerak di perairan Selat Madura.

4. Penggunaan data AIS tidak bisa langsung digunakan dalam penilaian danger score sehingga perlu adanya verifikasi dengan data yang ada di shipping database.

(7)

[1] PT. Trans Asia Consultan. (2009). Laporan Analisa Trend

Kecelakaan Laut 2003-2008.

[2] Inoue, K. (2000). Evaluation Method of Ship handling

Difficulty for Navigation in Restricted and Congested Waterways. Journal of Navigation, Vol. 53 , pp. 167-180.

[3] Mou, J. M., Tak, C. v., & Ligteringen, H. (2010). Study on

collision avoidance in busy waterways by using AIS data.

Journal of Ocean Engineering, 2010 .

[4] Kobayashi, E., Wakabayashi, N., Makino, H., Ishida, K.,

Pitana, T., & Hwang, S. (2010). Installation of an Asian AIS data Receiving System Network. Proc. of Japan Institute of

Navigation. Korea.

[5] Pitana, T., Kobayashi, E., & Wakabayashi, N. (2010).

Estimation of Exhaust Emissions of Marine Traffic Using Automatic Identification System Data (Case Study: Madura Straut Area, Indonesia). Proc. of OCEANO10, Sydney,

Australia, 2010.

[6] Rusmanto, Pitana, T., & Kobayashi, E. (2007). Study on

Tanker Ship Evacuation Simulation due to Oil Spill Accident In Indonesia. Proc. of JASNAOE Conference, Osaka, Japan.

[7] http://www.equasis.org/EquasisWeb/public/HomePage [8] http://www.vesseltracker.com/en/Home.html

[9] Syarifudin, A. (2009). "Kajian Penentuan Danger Score Kapal

Saat Berkayar dengan Memanfaatkan Data Automatic Identification System (AIS)" (Studi Kasus di Selat Madura).

Referensi

Dokumen terkait

%enurut 3ana.i ?/00@ jerami padi adalah tanaman padi yang telah diambil buahnya ?gabahnya@& sehingga tinggal batang dan daunnya yang merupakan limbah pertanian serta

Neonatus menunjukan tanda-tanda respiratory distress seperti mendengkur, tacipnea dan retraksi. Sejalan dengan pertumbuhan anak, maka anak akan mengalami dispnea,

Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) adalah proses bagaimana organisasi menghasilkan kemakmuran dari sisi intelektual atau knowledge-based assets, yakni

Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk membangun sebuah aplikasi Gim Arung Jeram yang dapat menjadi solusi untuk membantu mempromosikan

Berdasarkan hasil uraian diatas tentang fenomena pelaksanaan MEA dan kesiapan UMKM menggunakan E-SCM agar dapat bersaing dalam menghadapi MEA tersebut, maka

Sementara perlakuan akuntansi dalam pencatatan dan penyusunan laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan – Entitas Tanpa Akuntabilitas

sebagai pengenalnya. Syam’un, Divisi II / Cirebon dipimpin oleh Kolonel Asikin, dan Divisi III / Priangan dipimpin oleh Arudji Kartawinata. Posisi Arudji sebagai Panglima