• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON PADA MUSIM PENGHUJAN DI TELAGA BROMO KECAMATAN PALIYAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON PADA MUSIM PENGHUJAN DI TELAGA BROMO KECAMATAN PALIYAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA."

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

MOTTO

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan” - QS Tr Rahman ayat 13.

“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Tllah” – QS Yusuf ayat 87.

At the end of the day, we believe what we want to believe. Berhati-hatilah dengan harapan, karena ekspektasi akan menentukan reaksi. Berani berharap tinggi, maka

harus berani terhempas ke bumi – Ernest Prakasa.

Seburuk apapun hidup itu nampaknya, selalu ada sesuatu yang kau bisa lakukan dan berhasil di dalamnya.Di mana ada kehidupan, ada harapan – Stephen

Hawking.

(5)

PERSEMBAHAN

Tlhamdulillah setelah melalui perjalanan yang panjang, akhirnya tugas terakhir saya sebagai mahasiswa telah selesai. Tugas akhir skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. TLLTH SWT yang senantiasa memberikan karunia berupa kasih sayang, kesehatan dan kesabaran. Engkau yang selalu memberi kekuatan di saat semua terasa berat. Engkau yang memberikan cinta di saat sikap acuh menguasai dunia. Terima kasih telah memberikan hamba umur yang panjang hingga saat ini masih bisa merasakan hebatnya kuasa-Mu.

2. Kedua orang tua saya yang selalu menyayangi dan memberi semangat setiap waktu. Terima kasih atas kasih sayang yang selalu mama papa berikan serta doa tulus yang senantiasa menyertai saya. Mother, thank you for taking care of me until now. I love you a lot, Mom. I feel bad but I’m very appreciative. I’ll always try to be a good daughter and a good person for you, Mom.

3. Seseorang yang nantinya akan menjadi rumah tempat di mana semua kenyamanan, keamanan dan kedamaian selalu saya rasakan. Tempat kembali saat saya pergi ke mana pun itu.

(6)

5. Ragil Nur Rahmawati yang selalu bersikap baik kepada saya walaupun terkadang saya menjengkelkan. Terima kasih telah menemani saya selama di kampus. Terima kasih karena bersedia menemani saya mengambil data penelitian ini. Kamu sering membantuku melihat hikmah dari setiap masalahku. Maaf, kalau saya sering tidak paham dengan masalah yang kamu hadapi dan jarang ada saat kamu butuhkan. Maaf, karena saya belum bisa jadi sahabat yang baik.

6. Ika Pratiwi yang menghiasi suasana perkuliahan saya dengan tawa dan kisah hidupnya. Terima kasih telah mendengarkan keluh kesahku atas betapa tidak adilnya dunia ini. Mungkin persahabatan kita belum terlalu lama tapi kamu teman kuliah yang selalu menemaniku, mendukungku dan tidak langsung termakan kabar burung tentangku. Kuharap kamu juga menganggapku begitu. Cepet ketemu jodohnya ya :*

7. Personil CNBLUE dan BTS yang lagunya selalu menemani setiap pengerjaan skripsi ini. Jeongmal gamsahamnida.

(7)

STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON PADA MUSIM PENGHUJAN DI TELAGA BROMO KECAMATAN PALIYAN KABUPATEN

GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA

Oleh:

Tnnisa Kusumaningrum NIM 12308141033

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas plankton serta kualitas fisik-kimia perairan di Telaga Bromo selama musim penghujan pada bulan Januari-Maret 2016.

Penelitian ini merupakan penelitian observasi dengan 4 stasiun yaitu pada tempat mencuci, tengah telaga, tempat dengan naungan vegetasi dan tempat yang tidak memiliki naungan vegetasi. Pengambilan sampel dilakukan 5 kali dengan 5 kali ulangan pada masing-masing stasiun.

Hasil identifikasi diperoleh 2 divisi fitoplankton dengan 8 marga dan 3 filum zooplankton dengan 8 marga. Rata-rata densitas fitoplankton berkisar antara 499,13-1.188.576,82 sel/l, sedangkan rata-rata densitas zooplankton berkisar antara 0-138.319,12 ind/l. Data curah hujan dan data kelimpahan plankton yang didapat menunjukkan bahwa semakin tinggi intensitas hujan semakin berkurang kelimpahan plankton. Nilai indeks keanekaragaman berdasarkan persamaan Shanon-Wiener menunjukkan skala 0<H’<1 sehingga Telaga Bromo memiliki kualitas air tercemar dengan status ekosistem yang labil. Indeks kemerataan jenis menunjukkan bahwa komunitas di Telaga Bromo tidak beragam sehingga terdapat dominansi. Genus yang mendominasi fitoplankton adalah Microcystis sedangkan zooplankton adalah genus Brachionus.

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ekosistem air yang terdapat di daratan secara umum dibagi atas dua yaitu

perairan lentik yang disebut juga perairan tenang (misalnya waduk, danau, telaga

dan rawa) dan perairan lotik yang disebut juga perairan berarus deras (misalnya

sungai, kanal dan parit). Perbedaan utama antara perairan lentik dan perairan lotik

adalah kecepatan arus. Perairan lentik memiliki kecepatan arus yang lambat serta

terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama, sedangkan perairan

lotik umumnya memiliki kecepatan arus yang tinggi disertai perpindahan massa

air yang berlangsung dengan cepat (Barus. 2004: 21).

Perairan air tawar menempati ruang yang lebih kecil bila dibandingkan

dengan lautan dan daratan namun ekosistem air tawar merupakan sumber air

rumah tangga dan industri. Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu

tidak menyolok dan penetrasi cahaya kurang. Cuaca akan sangat mempengaruhi

lingkungan air tawar karena sumber airnya hanya dari air hujan. Berbagai

perubahan akan terjadi pada tiap musim. Saat musim penghujan, kandungan

nutrisi yang diperlukan oleh organisme di perairan air tawar akan lebih banyak

daripada saat musim kemarau sebagai dampak positif dari air limpasan. Air

limpasan adalah bagian curahan hujan (curah hujan dikurangi evapotranspirasi

(9)

dari subpermukaan (sub surface). Selain dampak positif, air limpasan juga

membawa dampak negatif bagi perairan air tawar yaitu meningkatnya nilai

kekeruhan perairan. Tidak hanya nutrisi yang terbawa oleh air limpasan namun

sampah yang berada di permukaan tanah juga turut terbawa sehingga menambah

kekeruhan perairan. Meningkatnya kekeruhan perairan akan mengurangi tingkat

penetrasi cahaya yang akan berdampak pada proses fotosintesis yang dilakukan

oleh organisme air (Luthfiana, N.F,dkk. 2013:1-3).

Sebagian besar wilayah kabupaten Gunungkidul merupakan bentangan

karst dari Gunung Sewu. Wilayah karst secara alami menjadi daerah yang tandus

dan kering. Ketiadaan aliran permukaan menyebabkan telaga dan mata air

menjadi sumber air yang sangat penting di kawasan karst. Telaga adalah

ledokan-ledokan berbentuk corong pada daerah berbatuan karbonat yang terisi baik secara

permanen (terisi air sepanjang tahun) ataupun tidak permanen (terisi air hanya

pada musim penghujan) (Darmakusuma dan Ahmad. 2013: 94).

Berdasarkan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, di

Gunungkidul terdapat 280 telaga. Dari jumlah tersebut, hanya ada 70 telaga yang

dimanfaatkan, sementara 210 telaga lainnya mengalami kekeringan. Mayoritas

kekeringan disebabkan karena adanya proses sedimentasi

(http://harianjogja.bisnis.com/telaga-di-gunungkidul-mulai-mengering).

Salah satu telaga di Gunungkidul yang masih dimanfaatkan masyarakat

(10)

karena tempatnya tidak berada dekat jalan besar bahkan jalanan menuju ke sana

belum beraspal. Telaga yang memiliki luas 1,014 Ha ini digunakan oleh

masyarakat untuk mencuci pakaian, mandi dan memancing. Kondisi ekosistem

perairan sangat berkaitan erat dengan jenis dan intensitas kegiatan manusia.

Peningkatan kebutuhan manusia memacu meningkatnya degradasi lingkungan

perairan yang akhirnya akan mempengaruhi sumberdaya hayati perairan. Kondisi

lingkungan yang berubah mempengaruhi organisme dan biota yang ada di dalam

perairan, salah satunya adalah plankton. Keberadaan plankton di suatu perairan

dipengaruhi oleh faktor fisik dan kimia perairan.

Plankton adalah organisme yang terapung atau melayang-layang di dalam

air yang pergerakannya relatif pasif (Suin. 2002: 118). Plankton adalah organisme

baik hewan maupun tumbuhan yang hidup mengapung, mengambang atau

melayang di dalam air yang pergerakannya sangat terbatas sehingga selalu

terbawa hanyut oleh arus air (Davis, 1955: 2 dalam Mohammad Faiz, 2012: 6).

Perubahan yang terjadi akibat kegiatan warga dikhawatirkan dapat

mempengaruhi kualitas air telaga. Keberadaan plankton di suatu perairan dapat

memberikan informasi mengenai kondisi perairan. Plankton sangat

mempengaruhi kehidupan perairan karena berperan sebagai produsen dan

konsumen primer. Oleh karenanya, data dasar komponen biotik serta abiotik yang

mempengaruhi ekosistem telaga pada musim penghujan sangat penting diketahui

(11)

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana struktur komunitas plankton di Telaga Bromo ?

2. Bagaimana status ekosistem Telaga Bromo pada musim penghujan?

3. Bagaimana kondisi fisik-kimia perairan di Telaga Bromo ?

4. Apakah kawasan karst berpengaruh terhadap kondisi ekosistem Telaga Bromo ?

5. Bagaimana kualitas perairan Telaga Bromo ?

6. Apakah kondisi perairan Telaga Bromo sesuai dengan baku mutu untuk

pengairan tanaman?

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini masalah akan dibatasi pada:

1. Struktur komunitas plankton berupa densitas, indeks keanekaragaman, indeks

kemerataan jenis dan indeks dominansi.

2. Kondisi fisik kimiawi perairan berupa intensitas cahaya, kekeruhan,

kedalaman, suhu, pH, DO, COD, BOD, nitrat, fosfat, sulfat dan kalsium.

3. Data fisik kimiawi yang diperoleh merupakan data pendukung untuk struktur

komunitas plankton.

4. Pengambilan sampel dilakukan pada musim penghujan.

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana struktur komunitas plankton di Telaga Bromo pada musim

penghujan ?

(12)

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui struktur komunitas plankton di Telaga Bromo pada

musim penghujan.

2. Untuk mengetahui kondisi fisik dan kimia perairan di Telaga Bromo pada

musim penghujan.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

a. Sebagai media informasi tentang adanya komunitas organisme mikro

di perairan air tawar.

b. Sebagai media informasi tentang kondisi perairan Telaga Bromo

berdasarkan struktur komunitas plankton ada musim penghujan.

c. Sebagai media informasi tentang pemanfaatan telaga sesuai dengan

kondisi perairan Telaga Bromo.

2. Bagi Akademisi

a. Sebagai bahan diskusi tentang struktur komunitas plankton di

ekosistem perairan air tawar terutama Telaga Bromo pada awal musim

penghujan.

b. Sebagai bahan informasi dan referensi baru tentang penelitian

(13)

G. Definisi Operasional

1. Struktur komunitas plankton adalah kumpulan plankton dilihat dari

densitas, indeks keanekaragaman, indeks kemerataan jenis dan indeks

dominansi.

2. Plankton merupakan organisme berukuran mikro yang jumlahnya sangat

banyak dan tidak cukup kuat menahan gerakan air yang besar (Hutabarat,

Sahala dan Stewart, M.E. 1985: 106).

3. Telaga adalah ledokan-ledokan berbentuk corong pada daerah berbatuan

karbonat yang terisi baik secara permanen (terisi air sepanjang tahun)

ataupun tidak permanen (terisi air hanya pada musim penghujan).

4. Kualitas perairan adalah karakter fisik air (intensitas cahaya, kekeruhan,

kedalaman dan suhu) dan kimiawi air (pH, COD, DO, BOD, nitrat, fosfat,

(14)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. DESKRIPSI TEORI

1. Ekosistem Air Tawar

Habitat air tawar menempati daerah yang relatif lebih kecil pada

permukaan bumi dibandingkan habitat air laut, tetapi bagi manusia

kepentingannya jauh lebih berarti dibandingkan dengan luas daerahnya.

Hal ini disebabkan karena: 1) habitat air tawar merupakan sumber air yang

paling praktis dan murah untuk kepentingan domestik maupun industri. 2)

ekosistem air tawar menawarkan sistem pembuangan yang memadai dan

paling murah (Odum. 1994: 368).

Ekosistem air yang terdapat di daratan secara umum dibagi atas

dua yaitu perairan lentik yang disebut juga perairan tenang (misalnya

waduk, danau, telaga dan rawa) dan perairan lotik yang disebut juga

perairan berarus deras (misalnya sungai, kanal dan parit). Perbedaan utama

antara perairan lentik dan perairan lotik adalah kecepatan arus. Perairan

lentik memiliki kecepatan arus yang lambat serta terjadi akumulasi massa

air dalam periode waktu yang lama, sedangkan perairan lotik umumnya

memiliki kecepatan arus yang tinggi disertai perpindahan massa air yang

berlangsung dengan cepat. Berdasarkan proses pembentuknya, waduk dan

kolam merupakan salah satu contoh ekosistem perairan menggenang

(15)

Perairan mengalir mempunyai corak tertentu yang secara jelas

membedakannya dari air tergenang walaupun keduanya merupakan habitat

air. Satu perbedaan mendasar antara telaga dan sungai adalah karena telaga

terbentuk karena cekungannya sudah ada dan air mengisi cekungan itu,

tetapi telaga dapat terisi setiap saat oleh endapan sehingga menjadi tanah

kering. Sebaliknya sungai terjadi karena airnya sudah ada, sehingga air

itulah yang membentuk dan menyebabkan tetap adanya saluran selama

masih terdapat air yang mengisinya (Ewusie. 1990:186).

Ekosistem air tawar merupakan habitat bagi organisme akuatik

yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.

Organisme akuatik tersebut diantaranya tumbuhan air, plankton, perifiton,

bentos dan ikan (Soewarno. 1991: 20).

2. Zonase Perairan Tawar

Zonase pada perairan tawar berbeda dengan zonase pada perairan

laut. Zonase perairan air tawar dapat dibedakan berdasarkan letak dan

intensitas cahaya.

Menurut Satino (2010:6), zonase perairan air tawar berdasarkan

letaknya dibagi menjadi 4 zone yaitu:

a. Zone Litoral

Merupakan daerah pinggiran perairan yang masih bersentuhan

dengan daratan. Pada daerah tersebut terjadi percampuran

(16)

Organisme yang biasanya ditemukan antara lain: tumbuhan

akuatik, kerang, crustacea, ikan, perifiton dan lain-lain.

b. Zone Limnetik

Merupakan daerah kolam air yang terbentang antara zone

litoral di satu sisi dan zone litoral di sisi lain. Zone ini memiliki

berbagai variasi secara fisik, kimiawi maupun kehidupan di

dalamnya. Organisme yang banyak ditemukan di daerah ini antara

lain: ikan, udang dan plankton.

c. Zone Profundal

Merupakan daerah dasar perairan yang lebih dalam dan

menerima sedikit cahaya matahari dibanding daerah litoral dan

limnetik. Bagian ini dihuni oleh sedikit organisme terutama dari

organisme bentik karnivor dan detrifor.

d. Zone Sublitoral

Merupakan daerah peralihan antara zone litoral dan zone

profundal. Sebagian daerah peralihan zone ini dihuni oleh banyak

organisme bentik dan juga organisme temporal yang datang untuk

mencari makan.

Menurut Satino (2010:7), zonase perairan air tawar berdasarkan

intensitas cahaya dibagi menjadi 3 zone yaitu:

a. Zone Eufotik/ Fotik

Merupakan bagian perairan dimana cahaya matahari

(17)

matahari ke dalam perairan sangat dipengaruhi oleh berbagai

faktor antara lain: tingkat kekeruhan, intensitas cahaya matahari

itu sendiri, densitas fitoplankton dan sudut datang cahaya

matahari. Zone ini merupakan zone produktif dalam perairan dan

dihuni oleh berbagai macam jenis biota di dalamnya. Merupakan

wilayah paling luas pada ekosistem perairan daratan dengan

kedalaman yang bervariasi.

b. Zone Afotik

Merupakan bagian perairan yang gelap gulita karena

cahaya matahari tidak dapat menembus daerah ini. Di daerah

tropis, zone perairan tanpa cahaya hanya ditemui pada perairan

yang sangat dalam atau perairan hipertrofik. Pada zone ini

produsen primer bukan algae tetapi terdiri dari jenis bakteri

sulfur.tidak adanya tumbuh-tumbuhan sbagai produsen primer

karena tidak adanya cahaya matahari yang masuk sehingga

menyebabkan daerah ini miskin oksigen (DO rendah). Kondisi

tersebut berpengaruh pada biota yang hidup di zone ini yang

hanya berupa karnivor ataupun detrifor.

c. Zone Mesofotik

Merupakan bagian perairan yang terdapat di antara zone

fotik dan zone afiotik atau dikenal sebagai daerah

(18)

perburuan bagi organisme yang hidup di zone afotik dan juga

organisme yang hidup di zone fotik.

3. Perairan Telaga

Berdasarkan proses secara umum, telaga terbentuk secara alamiah

karena peristiwa vulkanik dan tektonik. Di daerah karst, telaga terbentuk

karena topografi daerah karst yang secara alamiah terdapat cekungan

sehingga akan tergenang air ketika musim penghujan. Berdasarkan

pengamatan terhadap keberadaan airnya, terdapat tiga tipe telaga di

daerah karst Gunungkidul yaitu telaga permanen, semi permanen dan

telaga temporal. Telaga permanen adalah telaga yang memiliki volume

air cukup besar dan tidak pernah kering meskipun kemarau panjang.

Telaga semi permanen pada musim kemarau panjang airnya kering,

sedangkan telaga temporal adalah telaga yang airnya hanya ditemukan

pada saat musim penghujan saja (Nurul, R.A. 2012: 10).

Ekosistem telaga di kabupaten Gunungkidul pada awalnya adalah

ekosistem yang miskin hara. Hal ini dikarenakan substrat dasar berbatu

kapur sehingga lambat dalam proses pelapukan secara alamiah. Namun

dalam perjalanannya karena intensitas pemakaian oleh manusia yang

begitu besar pengayaan bahan organik menjadi berlangsung lebih cepat

(Rina, Ahadiati. 2012: 10).

Kabupaten Gunungkidul terdiri dari 18 kecamatan dan 144 desa,

yang secara keseluruhan memiliki telaga sebanyak 282. Telaga paling

(19)

Tepus, Tanjungsari, Panggang, Purwosari, Paliyan, Saptosari, Rongkop,

Girisubo, Semanu bagian selatan dan Ponjong. Pada saat musim kemarau

panjang hanya sekitar 30% dari total telaga yang masih terisi air. Dari

30% telaga permanen tersebut hampir semua dalam kondisi tercemar baik

biologis maupun tercemar kimiawi. Pencemaran biologis umumnya

terjadi karena pembusukan sampah organik dan hewan ternak saat

dimandikan. Pencemaran kimiawi terjadi akibat penggunaan detergen

saat mencuci pakaian, sabun dan sampah, serta pupuk anorganik yang

terlarut oleh air hujan dari aktivitas pertanian di sekitar telaga

(Langgeng,W.S. 2008: 8).

Salah satu telaga yang ada di Gunungkidul adalah Telaga Bromo.

Telaga Bromo terletak di perbatasan desa Kepek, kecamatan Saptosari

dengan desa Karangasem, kecamatan Paliyan,kabupaten Gunungkidul.

Telaga ini tidak memiliki masukan air selain dari air hujan sehingga

perubahan dapat terjadi karena musim. Ketiadaan aliran permukaan

menyebabkan telaga dan mata air menjadi sumber air yang sangat penting

di kawasan karst. Ketersediaan air telaga khususnya pada musim kemarau

sangatlah penting untuk memenuhi kebutuhan air di kawasan karst

Gunungsewu kabupaten Gunungkidul. Masyarakat setempat

memanfaatkan Telaga Bromo untuk mandi, mencuci pakaian dan

memancing sehingga dapat menimbulkan pencemaran air telaga.

(20)

sabun yang digunakan untuk mandi maupun mencuci. Telaga Bromo

tidak mengering saat musim kemarau tetapi jumlah airnya berkurang.

4. Plankton

Plankton adalah organisme baik hewan maupun tumbuhan yang

hidup mengapung, mengambang,atau melayang di dalam air yang

pergerakannya sangat terbatas sehingga selalu terbawa hanyut oleh arus

air (Davis, 1955: 2 dalam Mohammad Faiz, 2012: 6).

Plankton berbeda dengan nekton yang merupakan hewan mampu

berenang secara aktif tidak bergantung pada arus air. Berbeda pula

dengan bentos yang merupakan organisme yang hidupnya melekat,

menancap, merayap, atau meliang di dasar perairan. Individu tumbuhan,

hewan atau bakteri dalam komunitas plankton disebut plankter

(Cole.1994: 58).

Menurut Nybakken (1992: 36) plankton dapat dibedakan

berdasarkan ukuran, penggolongan ini tidak membedakan antara

fitoplankton ataupun zooplankton. Golongan ini terdiri atas:

a. Megaloplankton yaitu plankton yang berukuran >2 mm.

b. Makroplankton yaitu plankton yang berukuran antara 0,2-2,0 mm.

c. Mikroplankton yaitu plankton yang berukuran antara 20-200 μ m.

d. Nanoplankton yaitu plankton yang berukuran antara 2 μ m-20 μ m.

e.Ultra plankton yaiu plankton yang berukuran < 2 μ m

Secara fungsional, plankton dapat dibedakan menjadi dua

(21)

Fitoplankton adalah plankton yang memiliki klorofil sehingga dapat

melakukan fotosintesis. Fitoplankton sangat penting kedudukannya dalam

ekosistem perairan karena fungsinya sebagai produsen primer (Sulawesti

dan Yustiawati. 2007: 86). Kelompok fitoplankton yang mendominasi

perairan tawar umumnya terdiri dari diatom,chlorophytadan cyanophyta

(Barus.2004: 26).

Komposisi dan kelimpahan fitoplankton akan berubah pada

berbagai tingkatan sebagai respons terhadap berbagai

perubahan-perubahan kondisi lingkungan baik fisik, kimia maupun biologi. Faktor

penunjang pertumbuhan fitoplankton sangat kompleks dan saling

berinteraksi antara parameter fisik-kimia seperti intensitas cahaya,

oksigen terlarut, stratifikasi suhu dan ketersediaan unsur hara nitrat

maupun fosfat sedangkan aspek biologi adalah adanya aktivitas

pemangsaan oleh hewan, mortalitas alami dan dekomposisi (Goldman &

Horne,1983: 216 dalam Mohammad Faiz, 2012: 7).

Plankton dari jenis fitoplankton hanya dapat hidup dengan baik di

tempat-tempat yang mempunyai sinar matahari yang cukup. Akibatnya

penyebaran fitoplankton besar pada lapisan permukaan laut saja. Keadaan

yang demikian memungkinkan untuk terjadinya proses fotosintesis. Suhu

yang dapat ditolerir oleh organisme pada suatu perairan berkisar antara

20-30ºC. Suhu yang sesuai dengan fitoplankton berkisar antara 25-30ºC

sedangkan suhu untuk pertumbuhan dari zooplankton berkisar antara

(22)

organisme fotosintetik (fitoplankton) dan juga penetrasi cahaya

mempengaruhi migrasi vertikal harian (Hutabarat, Sahala dan Stewart,

M.E. 1985: 107).

Menurut Gembong Tjirosoepomo (2005:23-91),beberapa kelas

fitoplankton yang terdapat di perairan air tawar antara lain :

a. KelasChlorophyceae(ganggang hijau )

Sel-sel ganggang hijau mempunyai kloroplas yang

berwarna hijau, mengandung klorofil a dan b serta karatenoid.

Pada kloroplas terdapat pirenoid, hasil asimilasi berupa tepung

dan lemak. Chlorophyceae terdiri atas sel-sel kecil yang

merupakan koloni berbentuk benang yang bercabang - cabang

atau tidak, ada pula yang membentuk koloni yang menyerupai

kormus tumbuhan tingkat tinggi. Kelas Chlorophyceae memiliki

beberapa bangsa, yaitu Chlorococcales, Ulotrichales,

Cladophorales, ChaerophoralesdanSiphonales.

b. KelasCyanophyceae(ganggang biru)

Ganggang biru adalah ganggang bersel tunggal. Warna

biru- kehijauan, bersifat autrotof. Inti dan kromotofora tidak

ditemukan. Dinding sel mengandung pektin, hemiselulosa dan

selulosa, yang kadang – kadang berupa lendir, oleh sebab itu

ganggang ini juga dinamakan ganggang lendir (Myxophyceae).

(23)

karotenoid dan dua macam kromoprotein yang larut dalam air

yaitu: fikosianin yang berwarna biru dan fikoeritin yang berwarna

merah. Perbandingan macam- macam zat warna itu amat labil,

oleh sebab itu warna ganggang tidak tetap, kadang-kadang

tampak kemerahan, kadang-kadang kebiruan. Gejala ini dianggap

suatu penyusuain diri terhadap sinar (adaptasi kromatik).

Cyanophyceae umumnya tidak bergerak. Di antara jenis- jenis

yang berbentuk benang dapat mengadakan gerakan merayap yang

meluncur pada alas basah. Bulu cambuk tidak ada, gerakan itu

mungkin sekali karena adanya kontraksi tubuh dan dibantu

dengan pembentukan lendir. Cyanophyceae dibedakan dalam 3

bangsa yaitu Chroococcales, Chamaesiphonales, dan

Hormogonales.

c. Kelas Diatomeae(Bacillariophyceae)

DiatomeaeatauBacillarophyceaememiliki dinding sel yang

susunannya khusus yaitu terdiri atas pektin dengan suatu panser

yang terdiri atas kersik di sebelah luarnya. Panser kersik itu tidak

menutup seluruh sel (sebab dengan demikian pembelahan sel

akan terganggu), melainkan terdiri atas dua bagian yang

merupakan wadah dan tutupnya. Permukaan kedua bagian panser

itu mempunyai susunan yang rumit, yang mempunyai liang-liang

yang halus sebagai jalan untuk keluarnya lendir. Sel Diatomeae

(24)

mengandung klorofil-a, karotin, santofil dan karatenoid lainnya

yang sangat menyerupai fikosantin. Dalam sel-sel Diatomeae

terdapat pirenoid, tetapi tidak dikelilingi oleh tepung. Hasil- hasil

asimilasi ditimbun di luar kromatofora, berupa tetes - tetes

minyak dalam plasma (sering dalam vakuola), dan disamping

minyak kadang- kadang juga leukosin. Diatomeae hidup dalam

air tawar maupun dalam air laut, tetapi juga di atas tanah-tanah

yang basah, terpisah- pisah atau membentuk koloni yang hidup di

atas tanah tahan kala yang buruk (kekeringan) sampai beberapa

bulan. Diatomae dibagi dalam dua bangsa, yaitu Centrales dan

Pennales.

d. KelasConjugatae

Conjugate adalah ganggang yang berwarna hijau

mengandung klorofil-a dan b, mempunyai satu inti dan dinding

sel dari selulosa. Berlainan dengan Chlorophyceae, ganggang ini

tidak membentuk zoosporemaupun gamet yang mempunyai bulu

cambuk, oleh karena itu juga dinamakan Acontae. Pada

pembiakan generatif, dua gamet yang sama tidak mempunyai

bulu cambuk bersatu menjadi suatu zigot. Setelah mengalami

waktu istirahat, zigot mengadakan pembelahan reduksi, kemudian

berkecambah. Jadi Conjugate adalah organisme haploid.

Conjugate dibedakan menjadi 2 bangsa yaitu Desmidales dan

(25)

e. KelasFlagellatae

Flagellatae adalah kelompok ganggang yang merupakan

penyusun plankton, bersel tunggal, dapat bergerak dengan

pertolongan satu atau beberapa bulu cambuk yang keluar dari satu

tempat pada sel tadi.Terdapat juga golongan flagellatae misalnya

Rhizochloris yang selamanya bersifat ameboid. Pada kelas

Flagellatae memiliki 7 bangsa, yaitu Chrysomodales,

Hetrechloridales, Crytomonadales, Dinoflagellatae, Euglanales,

Protochloridales,danVolvocales.

f. KelasPhaeophyceae(ganggang pirang )

Phaeophyceae adalah ganggang yang berwarna pirang.

Dalam kromatoforanya terkandung klorofil –a, karotin, dan

santofil, tetapi fikosantin yang menutupi warna lainnya dan

menyebabkan ganggang itu kelihatan berwarna pirang.

Kebanyakan Phaeophyceaehidup dalam air laut, hanya beberapa

jenis saja yang hidup dalam air tawar. Kelas

Phaeophyceaememiliki beberapa bangsa, yaitu Phaeosporales,

Laminariales, Dictyyotales, danFucales.

g. KelasRhodophyceae(ganggang merah )

Rhodophyceae berwarna merah sampai ungu,

kadang-kadang juga lembayung atau pirang kemerah-merahan.

Kromatofora berbentuk cakram atau suatu lembaran, mengandung

(26)

merah yang mengadakan floresensi, yaitu fikoeritrin. Pada

jenis-jenis tertentu terdapat fikosianin. Kebanyakan Rhodophyceae

hidup dalam air laut, terutamadalam lapisan- lapisan air yang

dalam. Hidupnya sebagai bentos melekat pada suatu substrat

dengan benang-benang pelekat atau cakram pelekat.

Rhodophyceae dibagi dalam dua anak kelas, yaitu Bangieae dan

Florodeae.

Zooplankton adalah organisme plankton yang bersifat heterotrofik

yang bergantung pada materi organik baik berupa fitoplankton maupun

detritus. Umumnya zooplankton berukuran 0,2-2 mm (Nontji. 2006:5).

Sebagai herbivora di ekosistem perairan, peranan zooplankton sangat

penting karena dapat mengontrol kelimpahan fitoplankton. Hal tersbut

menyatakan bahwa zooplankton berperan sebagai penghubung antara

organisme produsen primer dengan organisme karnivora. Namun dari

sudut ekologi, hanya satu golongan zooplankton yang sangat penting

artinya yaitu subkelas kopepoda. Kopepoda adalah crustacea

holoplanktonik berukuran kecil yang mendominasi zooplankton,

merupakan herbivora primer (Nybakken. 1988: 41). Umumnya

zooplankton banyak ditemukan di perairan yang mempunyai kecepatan

arus rendah serta kekeruhan air yang rendah (Barus. 2004: 45).

Menurut Hutabarat, S. dan Stewart, M.S.(1986) dalam Rina,

(27)

antara lain : filum Protozoa, Cnidaria, Ctenophora, Annelida, Crustacea

dan Mollusca.

a. Protozoa

Protozoa dibagi dalam 4 kelas yaitu : Rhizopoda, Ciliata,

Flagellata dan Sporozoa. Kelas Sporozoa tidak ada yang hidup

sebagai plankton. Flagellata, dalam hal ini “Zooflagellata” yang

hidup sebagai plankton (freeliving) sebetulnya semuanya

merupakan tipe holozoik dari alga yang berflagel seperti

Pyrrophyta.

Beberapa flagellata diklasifikasikan sebagai

Fitoflagellata, akan tetapi karena memiliki sedikit pigmen

fotosintesis dan makan dengan cara memangsa maka dimasukkan

ke dalam golongan zooplankton. Cilliata sebagian besar hidup

bebas di air tawar dan hanya beberapa golongan yang hidup di

laut (golongan Tintinnidae). Cilliata ni merupakan zooplankton

sejati di air tawar, tetapi banyak hidup diantaraPeriphytonatau di

dasar sebagai bentos, dimana terdapat banyak detritus yang

membusuk. Rhizopoda merupakan zooplankton yang penting di

air laut maupun air tawar, zooplankton ini merupakan makanan

bagi ikan dan hewan Avertebrata. Contoh marga dari filum

Protozoa antara lain : Paramecium, Vorticella, Dileptus,

(28)

b. Cnidaria

Cnidaria terdiri dari kelas Hydrozoa, Scypozoa, dan

Anthozoa. Hanya pada kelas Hydrozoa, dimana Hydra juga

termasuk dan terdiri dari spesies-spesies berupa ubur-ubur kecil

yang hidup sebagai plankton. Cnidaria memiliki 2 lapisan sel, yaitu

external dan lapisan internal yang dipisahkan oleh lapisan gelatin

non selular yang disebut mesoglea. Karakteristik penting Cnidaria

adalah adanya sel penyengat (nematocysts) yang menyuntikkan

venum yang dapat melumpuhkan mangsanya. Ubur-ubur dari kelas

Scypozoa merupakan organisme plankton terbesar dan terdapat

dalam jumlah besar. Contoh marga dari filum Cnidaria antara lain :

Obelia, Liriope, Bougaivillia, Diphyes.

c. Ctenophora

Filum Ctenophora yang secara taksonomi masih dekat

dengan Cnidaria sebagian besar bersifat planktonik. Semua

Ctenophora adalah karnivora rakus, yang menangkap mangsanya

dengan tentakel- tentakel yang lengket atau dengan mulutnya yang

sangat lebar. Untuk bergerak dalam air menggunakan

deretan-deretan silia yang besar yang disebut stenes. Perbedaan Ctenophora

dengan Cnidaria adalah tidak adanya sel penyengat (nematocysts)

pada Ctenophora tetapi memiliki sel pelengket yang disebut

coloblast dimana sel ini dapat melekatkan mangsanya. Ctenophora

(29)

pisahkan, karena tidak mempunyai nematokis dan hanya

mempunyai struktur-struktur seperti sisir (cteno).Spesiesini sangat

transparan dan tidak berwarna. Contoh marga dari filum

Ctenophora antara lain :Pleurobrachia, Velamen, Beroe.

d. Annelida

Annelida ini cukup banyak terdapat sebagai meroplankton

di laut. Di perairan air tawar, jenis Annelida ini hanya terdapat

lintah (ordo Hirudinae) dan dapat menjadi parasit pada ikan-ikan

yang dipelihara di kolam. Banyak meroplankton dari Annelida ini

terdapat dipantai-pantai yang subur, seperti halnya meroplankton

dari Crustacea. Larva- larva Annelida bernama trochophore larva,

jika baru keluar dari telur, berbentuk bulat atau oval, bersilia dan

mempunyaitractus digesvitus agar di lautan bebas dapat memakan

nanoplanktondan detritus yang halus.

e. Arthropoda

Bagian terbesar zooplankton adalah anggota filum

arthropoda. Dari filum Arthropoda hanya Crustacea yang hidup

sebagai plankton dan merupakan zooplankton terpenting bagi ikan

di perairan air tawar maupun air laut. Crustacea berarti

hewan-hewan yang mempunyai sel yang terdiri dari kitin atau kapur yang

sukar dicerna. Crustacea dapat dibagi menjadi 2 golongan:

Entomostracea atau udang-udangan tingkat rendah dan

(30)

dari larva Malacostracea merupakan meroplankton dan sebagian

besar mati sebagai plankton karena di makan oleh spesies hewan

yang lebih besar atau mati karena kekurangan makanan.

Entomostracea terdiri dari ordo-ordo Branchiopoda, Ostracoda,

Copepoda dan Cirripedia. Entomostracea yang merupakan

zooplankton ialah Cladocera, Ostracoda dan Copepoda,

sedangkan dari Malacostracea hanya Mycidacea dan

Euphausiacea yang merupakan zooplankton kasar atau

makrozooplankton. Salah satu subkelas Crustacea yang penting

bagi perairan adalah Copepoda. Copepoda adalah crustacea

holoplanktonik berukuran kecil yang mendominasi zooplankton di

semua laut dan samudera. Pada umumnya Copepoda yang hidup

bebas berukuran kecil, panjangnya antara satu dan beberapa

milimeter. Copepoda merupakan zooplankton yang mendominasi

ekosistem perairan, dengan populasi dapat mencapai 70 – 90%.

Contoh marga dari Arthropoda antara lain Paracalanus,

Pseudocalanus, Acartia, Euchaeta, Calanus, Oithona,

Microsetella.

f. Moluska

Moluska terdiri dari kelas Gastropoda, Pelecypoda

(Bivalvia) dan Cephalopoda. Terdapat bermacam moluska yang

telah mengalami adaptasi khusus agar dapat hidup sebagai

(31)

modifikasi tertinggi ialah Ptepropoda dan Heteropoda. Kedua

kelompok ini secara taksonomi dekat dengan siput dan termasuk

kelas Gastropoda. Ada dua tipe Pteropoda, yang bercangkang (ordo

Thecosomata) dan yang telanjang (ordo Gymnosomata). Pteropoda

bercangkang adalah pemakan tumbuhan (herbivora), cangkangnya

rapuh dan berenang menggunakan kakinya yang berbentuk sayap.

Pteropoda telanjang dapat berenang lebih cepat daripada yang

bercangkang. Heteropoda adalah karnivora berukuran besar dengan

tubuh seperti agar-agar yang tembus cahaya. Contoh marga dari

filum Moluska antara lain : Creseis, Limacina, Cavolina, Diacria,

Squid.

5. Hubungan Curah Hujan dengan Plankton

Faktor yang berpengaruh terhadap kelimpahan plankton di perairan

adalah musim. Densitas yang rendah pada musim penghujan disebabkan

pada musim penghujan proses dekomposisi bahan organik berjalan

lambat karena massa tinggal air di perairan lebih cepat sehingga

unsur-unsur hara tidak dapat dimanfaatkan secara optimum oleh plankton untuk

tumbuh. Kondisi ini disebabkan musim penghujan dengan kadar curah

hujan yang tinggi memiliki penetrasi cahaya, salinitas, suhu yang rendah

serta kekeruhan yang tinggi dibandingkan musim kemarau (Moyle dalam

Krismono&Yayuk, 2007: 108).

Kelimpahan plankton di musim hujan maupun di musim kemarau

(32)

perubahan akibat perbedaan musim. Musim berkaitan erat dengan curah

hujan yang turun sepanjang tahun. Menurut BMKG (dalam Aang, dkk,

2008:3), musim penghujan dimulai jika intensitas curah hujan lebih dari

150 mm per bulan. Musim kemarau didefinisikan sebagai periode dimana

jumlah curah hujan bulanan kurang dari 50 mm. BMKG membagi

intensitas musim hujan menjadi 4 kategori yaitu dikatakan hujan ringan

dengan rentang 1-5 mm/jam, hujan sedang dengan rentang 5-10 mm/jam,

hujan lebat dengan rentang 10-20 mm/jam dan hujan sangat lebat

apabila>20 mm/jam.

6. Struktur Komunitas Plankton

Suatu komunitas pada dasarnya mempunyai bentuk organisasi dan

komponen penyusun komunitas dan jaring-jaring kehidupan yang

menyusun struktur komunitas. Struktur komunitas merupakan susunan

individu dari beberapa jenis atau spesies yang terorganisir membentuk

komunitas (Krebs, 1985: 462 dalam Mohammad Faiz, 2012: 11).

Secara umum, struktur komunitas dapat dibedakan menjadi

struktur fisik dan struktur biologik. Struktur fisik adalah sifat fisik suatu

komunitas yang dapat diamati seperti habitat, daratan atau perairan,

ketingian lahan atau topografi. Struktur biologik merupakan komposisi

jenis dalam komunitas yang menempati suatu habitat tertentu (Rasidi,

dkk. 2008:7).

Menurut Nurul, R.A. (2012: 24-27), struktur komunitas plankton

(33)

indeks dominansi, indeks diversitas.Struktur komunitas merupakan

spesiesspesiesyang berada di dalam komunitas, terikat dalam interaksi

biotik dan berfungsi sebagai unit terpadu, meliputi:

a. Indeks Kemerataan Jenis

Indeks kemerataan jenis akan menunjukkan ada tidak tekanan

ekologi terhadap suatu ekosistem. Apabila indeks kemerataan jenis

berada pada kisaran 0 - 0,5 berarti bahwaspesies-spesiespenyusun

komunitas tidak banyak ragamnya, ada dominasi spesies tertentu

dan menunjukkan adanya tekanan ekologi terhadap ekosistem

yang bersangkutan. Apabila indeks kemerataan jenis berada pada

kisaran 0,6- 1 maka jumlah individu atau sel yang dimiliki antar

spesies tidak jauh berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi

ekosistem serasi untuk semua spesies dan ini berarti tidak terjadi

tekanan ekologis pada ekosistem yang bersangkutan.

b. Densitas (kerapatan)

Densitas atau kerapatan merupakan ukuran besarnya

populasi dalam satuan ruang atau volume. Pada umumnya ukuran

besarnya populasi digambarkan dengan cacah individu atau

biomassa populasi per satuan ruang atau volume. Kerapatan

alamiah suatu populasi secara teoritik ditentukan oleh:

1) Ketersedian sumber daya seperti makanan dan ruangan tempat

(34)

2) Aksesibilitas sumber daya dan kemampuan individu populasi

untuk mencari serta memperoleh sumber daya.

3) Waktu atau kesempatan untuk memanfaatkan laju yang tinggi,

misalnya pada keadaan iklim yang menguntungkan untuk

pertumbuhan.

c. Indeks Dominansi

Dominansi merupakan banyaknya organisme di dalam

lingkungan terhadap total individu di daerah tersebut. Nilai

dominansi menggambarkan komposisi jenis dalam komunitas,

spesies yang dominan dalam suatu komunitas memperlihatkan

kekuatan spesies itu dibandingkan spesies lain. Indeks dominansi

berkisar antara 0 –1. Apabila D = 0, berarti tidak ada spesies yang

mendominansi spesies lainnya atau strukur komunitas dalam

keadaan stabil; dan apabila D= 1, berarti terdapat spesies yang

mendominansispesieslainnya atau struktur komunitas labil, karena

terjadi tekanan ekologis.

d. Indeks Keanekaragaman

Keanekaragaman dalam komunitas ditandai oleh

banyaknyaspesiesorganisme yang membentuk komunitas tersebut.

Semakin banyak jumlah spesies, semakin tinggi keanekaragaman.

Apabila suatu komunitas didominasi oleh satu atau beberapa

spesies maka keanekaragaman plankton akan berkurang. Nilai

(35)

jumlah individu yang menyusun suatu komunitas. Tingginya

keanekaragaman menjaga keseimbangan terhadap kejadian yang

merusak ekosistem.

7. Faktor Fisik yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton

a. Suhu

Kedalaman telaga yang cukup tinggi mengakibatkan

terbentuknya zonase berdasarkan kedalaman. Suhu air akan

menurun dengan meningkatnya kedalaman, sampai batas zone

fotik dan setelah itu suhu relatif stabil. Pada zone mesofotik terjadi

penurunan suhu yang sangat drastis, wilayah ini dikenal sebagai

termoklin.Suhu pada ekosistem perairan berfluktuasi baik harian

maupun tahunan, terutama mengikuti pola temperatur udara

lingkungan sekitarnya, intensitas cahaya matahari, letak geografis,

penaungan dan kondisi internal perairan itu sendiri seperti

kekeruhan, kedalaman, kecepatan arus dan timbunan bahan

organik di dasar perairan. Suhu memiliki peranan yang sangat

penting terhadap kehidupan di dalam air. Kelarutan berbagai jenis

gas dalam air serta semua aktivitas biologis di dalam perairan

sangat dipengaruhi oleh suhu. Sebagaimana diketahui bahwa

meningkatnya suhu sebesar 10oC akan meningkatkan laju

metabolisme sebesar 2-3 kali lipat. Meningkatnya laju metabolisme

akan menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat, sementara di

(36)

oksigen dalam air menurun. Fenomena ini akan menyebabkan

organisme air mengalami kesulitan untuk respirasi (Satino. 2010 :

10)

b. Kekeruhan air (turbiditas)

Kekeruhan disebabkan oleh adanya materi organik dan

anorganik yang tersuspensi dan terlarut serta organisme

mikroskopik. Korelasi antara kekeruhan dengan besarnya

konsentrasi materi terlarut sulit diketahui karena ukuran, bentuk

dan indeks refraktif dari partikel terlarut mempengaruhi

penyebaran cahaya yang masuk (Greenberg, dkk. 1992: 26).

Kekeruhan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari di dalam

suatu perairan. Penetrasi cahaya matahari akan berkurang bahkan

tidak dapat menembus dasar perairan jika konsentrasi bahan

tersuspensi atau zat terlarut tinggi (Floder, dkk. 2002: 395-396).

c. Kedalaman

Kedalaman perairan berperan penting terhadap kehidupan

biota pada ekosistem tersebut. Semakin dalam perairan maka

terdapat zone yang masing-masing memiliki kekhasan tertentu,

seperti suhu, kelarutan gas-gas dalam air, kecepatan arus, penetrasi

cahaya matahari dan tekanan hidrostatik. Perubahan faktor - faktor

fisik dan kimiawi perairan akibat perubahan kedalaman akan

menyebabkan respon yang berbeda biota di dalamnya. (Satino.

(37)

d. Intensitas Cahaya

Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan

mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari

tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar

permukaan air dengan terbentuknya kedalaman lapisan air

intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan signifikan

baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Barus. 2004: 43).

Di perairan yang dalam,penetrasi cahaya matahari tidak

sampai ke dasar karena itu suhu di dasar perairan yang dalam lebih

rendah dibandingkan dengan suhu di dasar perairan dangkal.

Jumlah radiasi yang mencapai permukaan air sangat dipengaruhi

oleh awan, ketinggian dari permukaan laut (altitude), letak

geografis dan musim. Penetrasi cahaya ke dalam air sangat

dipengaruhi oleh intensitas dan sudut datang cahaya, kondisi

permukaan air serta bahan-bahan yang terlarut dan tersuspensi di

dalam air (Sofyan, Adhi. 2009: 27).

8. Faktor Kimia yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton

a. pH

Setiap spesies memiliki kisaran toleransi yang berbeda

terhadap pH. Nilai pH yang ideal bagi organisme akuatik termasuk

plankton umumnya berkisar antara 7-8,5. Kondisi perairan yang

sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan

(38)

terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Di samping itu, pH

yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa

logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya

akan mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik.

Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan

antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu, dimana

kenaikan pH diatas normal akan meningkatkan konsentrasi

amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus.

2004: 62).

b. Oksigen Terlarut atauDissolved Oxygen(DO)

Oksigen Terlarut atau dissolved oxygen (DO) merupakan

oksigen yang terlarut di dalam suatu perairan. Oksigen hilang

dalam perairan secara alami oleh respirasi organisme akuatik,

penguraian bahan organik, aliran masuk bawah tanah yang miskin

oksigen dan aliran suhu. Tanpa oksigen, penguraian bahan organik

akan berlangsung secara anaerob dan akan meninggalkan karbon

dioksida, metana, hidrogen sulfida dan senyawa organik sulfur

yang bau. Oksigen terlarut dalam ekosistem perairan utamanya

berasal dari proses fotosintesis tumbuhan air dan fitoplankton.

Kecepatan difusi oksigen di dalam suatu perairan tidak terlepas

dari faktor-faktor lainnya seperti suhu, kekeruhan dan pergerakan

(39)

mendukung kelangsungan hidup organisme akuatik sebesar 5 mg/l

(Michael. 1995: 168-169).

c. BOD (Biological Oxygen Demand)

BOD (Biological Oxygen Demand) adalah kebutuhan

oksigen organisme akuatik. Konsentrasi BOD menunjukkan suatu

kualitas perairan yang masih tergolong baik apabila konsumsi O2

selama periode 5 hari berkisar 5 mg/l, perairan yang tergolong baik

apabila konsumsi O2 berkisar antara 10 mg/l – 20 mg/l. Terjadi

tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi umumnya nilai

BOD lebih dari 100 mg/l (Broweret al. 1990: 52).

d. COD (Chemical Oxygen Demand)

Nilai COD menunjukkan jumlah oksigen total yang

dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam

mg O2/L. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai

yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses

oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah

diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar diuraikan

secara biologis (Barus. 2004: 67).

e. Nitrat dan Fosfat

Banyaknya unsur hara menyebabkan tumbuh suburnya

tumbuhan, terutama makrophyta dan fitoplankton. Fitoplankton

dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks jika

(40)

dan fosfat. Nitrogen hadir dalam bentuk kombinasi dari amonia,

nitrat, nitrit, urea, dan senyawa organik terlarut dalam jumlah yang

sedikit. Nitrat adalah sumber nitrogen dalam air laut maupun air

tawar. Bentuk kombinasi lain dari elemen ini bisa tersedia dalam

bentuk amonia, nitrit dan komponen organik. Fosfat merupakan

unsur penting dalam air. Fosfat terutama berasal dari sedimen yang

selanjutnya akan terfiltrasi dalam air tanah dan akhirnya masuk ke

dalam sistem perairan terbuka. Selain itu juga dapat berasal dari

atmosfer bersama dengan air hujan masuk ke sistem perairan

(Barus. 2004: 70).

Pertumbuhan fitoplankton akan berlangsung optimal

apabila rasio unsur N:P sebesar 16:1. Ketika rasio N:P < 16:1,

maka unsur N merupakan unsur yang membatasi pertumbuhan

fitoplankton sedangkan ketika rasio N:P > 16:1 maka unsur P

membatasi pertumbuhan fitoplankton (Sakka,dkk. 1999:149).

f. Sulfat

Ion sulfat bersifat larut dan merupakan bentuk oksidasi

utama sulfur adalah salah satu anion utama di perairan. Pada

umumnya bentuk sulfur di air permukaan adalah sulfat (SO42-).

Pada perairan alami yang mendapat cukup aerasi biasanya tidak

ditemukan adanya H2S karena telah teroksidasi menjadi sulfat.

Kadar sulfat pada perairan tawar alami berkisar antara 2-80

(41)

Umumnya sumber air mengandung sulfat sebesar 0,1-4,8

ppm dan kebanyakan berada di air payau. Sulfat adalah nutrisi

untuk diatom. Sulfat penting dalam pembuatan protein. Pada

daerah yang kurang oksigen, sulfat dijumpai dalam bentuk H2S

(racun) dan ada diatom yang mampu bertahan dalam H2S tinggi

sekitar 3,5 ppm yaitu Hantzschia, Amphcuoxys dan Nitzschia

(Tyas, Permata, dkk. 2009: 15).

g. Kalsium

Kalsium merupakan nutrisi di dalam air yang membuat

jumlah karbonat dan bikarbonat menjadi seimbang. Semakin

banyak jumlah kalsium yang terdapat di dalam air, maka jumlah

jenis plankton akan semakin banyak. Kalsium merupakan bahan

untuk pembentuk dinding sel atau cangkang. Kalsium di dalam air

akan menghasilkan bikarbonat yang menambah karbondioksida

untuk proses fotosintesis. Jumlah kalsium dalam air menunjukkan

bagus atau tidaknya sumber air tersebut. Jika kalsium <10 ppm

tergolong kurang baik, 10-25 ppm tergolong baik dan bila > 25

ppm tergolong sangat baik. Jenis plankton yang dijumpai dalam air

yang banyak mengandung kalsium adalah Microcystissp.,

Chreoeoccus sp., Anabaena sp., Pediastrum sp., Staurastrum sp.,

Coscinodiscus sp. dan Melosira sp. Ada juga beberapa jenis

(42)

yaituDinobryonsp., Ankistradesmussp. danClosteriumsp. (Tyas,

Permata, dkk. 2009: 15).

B. KERANGKA BERFIKIR TEORITIS

Pada saat ini perairan Telaga Bromo digunakan oleh masyarakat

untuk mandi, mencuci dan memancing. Kondisi perairan yang tidak stabil

akan mengakibatkan terganggunya organisme di dalam perairan tersebut,

salah satunya adalah plankton. Keberadaan organisme tersebut di dalam

badan air sangat ditentukan oleh kondisi fisik dan kimia perairan

karena memiliki batasan toleransi tertentu untuk setiap individu. Plankton

dapat digunakan sebagai indikator kualitas perairan telaga dengan melihat

struktur komunitas meliputi indeks kemerataan jenis, densitas, indeks

dominansi dan indeks keanekaragaman. Untuk lebih lengkap, alur

(43)

Gambar 1. Skema Alur Kerangka Berfikir Ekosistem Perairan Tawar

Mengalir

(Lotik)

Menggenang

(Lentik)

Sungai Parit Telaga Waduk Danau

Curah Hujan

Komponen Ekosistem

Biotik Abiotik

Bentos Plankton Neuston Fisik Kimia

Fitoplankton Zooplankton

Struktur Komunitas 1. Densitas

2. Indeks Keanekaragaman

3. Indeks Kemerataan Jenis

4. Indeks Dominansi

1. Intensitas Cahaya

2. Kekeruhan

3. Kedalaman

4. Suhu

1. pH

2. DO

3. COD

4. BOD

5. Nitrat

6. Fosfat

7. Sulfat

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

Saptosari dan desa Karangasem kecamatan Paliyan, kabupaten Gunungkidul.

B. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sampai dengan

Maret 2016. Identifikasi jenis plankton dilakukan di Laboratorium Riset

FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian untuk parameter kimiawi

dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan (BLK).

C. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskripsi eksplorasi

dengan metode purposive sampling berdasarkan aktivitas manusia dan

penutupan vegetasi. Ditetapkan 4 stasiun pengamatan dengan masing-masing

stasiun dilakukan 5 kali pengambilan sampel.

D. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh plankton yang hidup di

Telaga Bromo kecamatan Paliyan, kabupaten Gunungkidul. Sampel dalam

penelitian ini adalah plankton yang tersaring dalam plankton net pada saat

(45)

E. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah lokasi pengambilan sampel,

komposisi jenis, struktur komunitas plankton dan faktor fisik-kimia perairan.

F. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan meliputi: turbidimeter, pH meter, termometer,

plankton net, lux meter, botol flacon, mikroskop binokuler,object glass,cover

glass, meteran, kertas label, kamera, alat tulis, kulkas, tali, pemberat, termos

es, perahu, pipet tetes, tisu dan penggaris.

Bahan yang digunakan meliputi: es batu, gliserin dan akuades. Gliserin

digunakan untuk mengawetkan plankton dan mencegah terjadinya pengerutan

pada plankton.

G. Prosedur Penelitian

1. Kegiatan Lapangan

a. Penentuan titik pengambilan sampel

Penentuan stasiun menggunakan metode purposive sampling

berdasarkan aktivitas manusia dan penutupan vegetasi sehingga titik

pengambilan sampel sebagai berikut:

1) Stasiun I

Stasiun I merupakan bagian yang digunakan warga untuk mencuci

dan mandi di Telaga Bromo.

2) Stasiun II

(46)

3) Stasiun III

Stasiun III merupakan bagian yang terdapat naungan vegetasi.

4) Stasiun IV

Stasiun IV merupakan bagian yang tidak terdapat naungan

vegetasi.

Gambar 2. Pembagian Stasiun di Telaga Bromo Sumber:Google Earth

b. Pengambilan sampel

Menurut Romimohtarto dan Juwana (1998), berikut ini

langkah-langkah pengambilan sampel menggunakan plankton net:

1. Menurunkan plankton net sampai ke bagian dasar di stasiun yang

telah ditentukan.

2. Menarik kembali plankton net dari dasar ke permukaan perairan. ST. 2

ST.1 ST.3

(47)

4. Memasukkan air saringan dari botol penampung plankton net ke

dalam botol film/botol flacon.

5. Memberi gliserin sebanyak 10 tetes ke dalam botol flacon tersebut.

6. Menyimpan air sampel tersebut dalam termos yang telah diisi es

batu.

7. Mengulang langkah 1-6 sebanyak 5 kali.

8. Mengulangi cara di atas pada pengambilan air di stasiun yang

berbeda.

c. Pengukuran kondisi fisik perairan meliputi:

1) Intensitas Cahaya

Pengukuran intensitas cahaya dilakukan dengan

mengaktifkan lux meter kemudian mengatur skala yang diinginkan

terdiri dari skala A (... lux), B (… x 10 lux) dan C (… x 100 lux).

Mengarahkan lux meter kearah cahaya matahari. Mencatat angka

yang tertera dalam lux meter.

2) Kekeruhan

Pengukuran kekeruhan dilakukan dengan mencuci ujung

turbidimeter menggunakan akuades. Kemudian ujung turbidimeter

dimasukkan dalam air telaga hingga angka di skala turbiditasnya

konstan.

3) Kedalaman

Kedalaman air diukur dengan menggunakan tali yang

(48)

Pengukuran dilakukan dengan cara menurunkan tali ke dalam tiap

titik pengamatan sampai batu mencapai bagian dasar telaga

kemudian dicatat kedalamannya.

4) Suhu

Pengukuran suhu dilakukan dengan mencuci ujung

termometer menggunakan akuades. Kemudian ujung termometer

dimasukkan dalam air telaga hingga angka di skala suhu konstan.

d. Pengukuran kondisi kimiawi perairan Telaga Bromo

1) pH

Pengukuran pH dilakukan dengan mencuci ujung pH meter

menggunakan akuades. Kemudian ujung pH meter dimasukkan

dalam air telaga hingga angka di skala pH konstan..

2) Pengukuran nilai DO, BOD, COD, Nitrat, Fosfat, Sulfat dan

Kalsium

Sampel air diambil dan dimasukkan ke dalam botol steril

kemudian dibawa ke BLK untuk diukur nilainya.

2. Kegiatan Laboratorium

a. Menyiapkan peralatan berupa mikroskop binokuler, object glass,cover

glass, pipet tetes dan tisu.

b. Menggojok sampel perlahan dalam botol flacon agar homogen.

c. Mengambil sampel sebanyak 1 ml dengan pipet tetes yang telah ditera

(49)

d. Melakukan pengamatan secara merata pada daerah gelas obyek dengan

20 lapang pandang secara berurutan dari sisi kanan atas dilanjutkan ke

bawah kemudian kekiri atas dan seterusnya.

e. Menghitung plankton yang diperoleh dan didokumentasikan.

f. Mengidentifikasi jenis plankton yang didapat dengan menggunakan

buku identifikasi Freshwater Biology karya Edmondson (1966),

Illustration of The Freshwater Plankton of Japan yang disusun oleh

Toshihiko Mizuno (1964).

H. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel air di Telaga

Bromo sebanyak 5 kali pada setiap stasiun dari bulan Januari hingga Maret

2016 dengan selang waktu 2 minggu agar diketahui pengaruh musim hujan

terhadap plankton.

I. Analisis Data

Dari data yang diperoleh selanjutnya dilakukan analisis untuk

mengukur densitas, indeks keanekaragaman, indeks kemerataan jenis dan

indeks dominansi dengan persamaan sebagai berikut:

1) Densitas

Densitas fitoplankton dan zooplankton dihitung

berdasarkan metode sapuan di atas gelas obyek:

(50)

A = volume air sampel B = volume air tersaring

C = volume air yang diteteskan ke preparat AB = luas cover glass (mm2)

E = luas satu lapang pandang

N = rata-rataindividu dari ‘D’ lapang pandang

D = jumlah lapang pandang

2) Indeks Keanekaragaman

Analisis yang digunakan untuk menghitung indeks

keanekaragaman plankton adalah dengan menggunakan persamaan

Shanon-Wiener seperti berikut (Magurran. 1988:35):

Keterangan:

H’: Indeks keanekaragaman jenis

Pi : ni/N

ni : jumlah individuspesiesi N : jumlah total plankton

Kisaran nilai indeks keanekaragaman (H’) diklasifikasikan

sebagai berikut (Magurran. 1988:35):

0 < H’ < 1,5 = keanekaragaman rendah

1,5< H’< 3,5 = keanekaragaman sedang

H’ > 3,5 = keanekaragaman tinggi

Menurut Wilhm & Dorris (1968: 780) nilai indeks

keanekaragaman (H’) dikaitkan dengantingkat pencemaran adalah

sebagai berikut:

H’ > 3 = tidak tercemar

1 < H’< 3 = tercemar sedang

(51)

Keanekaragaman rendah artinya kondisi perairan labil

karena perairan tersebut hanya cocok bagi jenis tertentu.

Keanekaragaman sedang atau moderat menandakan jenis

organisme menyebar merata. Keanekaragaman tinggi atau stabil

menandakan jenis organisme variasinya tinggi didukung oleh

faktor lingkungan yang prima untuk semua jenis yang hidup dalam

habitat bersangkutan (Odum. 1993: 189).

3) Indeks Kemerataan Jenis

Analisis yang digunakan untuk menghitung indeks

kemerataan jenis plankton adalah dengan menggunakan:

Keterangan:

E = Indeks kemerataan H’ = indeks keanekaragaman Ln S= Ln dari jumlahspesies

Menurut Pielou (1977: 308) dalam Muhammad Faiz Faza

(2012: 22), indeks kemerataan berkisar antara 0-1. Nilai E

mendekati 0 maka sebaran individu antar jenis tidak merata dan

terjadi dominansi suatu jenis dan apabila nilai E mendekati 1 maka

sebaran individu antar jenis merata. Penggolongan nilai indeks

kemerataan adalah sebagai berikut:

a. 0,00–0,25 = tidak merata

b. 0,26–0,50 = kurang merata

(52)

d. 0,76–0,95 = hampir merata

e. 0,96–1,00 = merata

Kisaran indeks kemerataan dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

a. Apabila E berada pada kisaran 0 - 0,5 berarti bahwa

spesies-spesies penyusun komunitas tidak banyak

ragamnya, ada dominasi spesies tertentu dan

menunjukkan adanya tekanan ekologi terhadap

ekosistem yang bersangkutan.

b. Apabila E berada pada kisaran 0,6 - 1 maka jumlah

individu atau sel yang dimiliki antar spesies tidak jauh

berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi ekosistem

serasi untuk semua spesies dan ini berarti tidak terjadi

tekanan ekologis pada ekosistem yang bersangkutan.

4) Indeks Dominansi

Indeks dominansi Simpson digunakan untuk mengetahui

adanya dominasi jenis tertentu di perairan dengan persamaan

sebagai berikut (Odum. 1993: 179):

Keterangan:

D : indeks dominansi Simpson ni : jumlah individuspesiesi (ind/l) Pi : jumlah individu genus ke-1

(53)

Nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1. Nilai yang

mendekati 0 menunjukkan bahwa tidak ada genus dominan dalam

komunitas. Sebaliknya, nilai yang mendekati 1 menunjukkan

adanya genus dominan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi

struktur komunitas dalam keadaan labil dan terjadi tekanan

(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Parameter Fisik dan Kimia Perairan Telaga Bromo

Rata-rata hasil pengukuran terhadap parameter fisik dan kimia

perairan yang telah dilakukan setiap pengambilan sampel pada bulan Januari

2016–Maret 2016 di Telaga Bromo dapat dilihat di Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Parameter Fisik dan Kimia Perairan Telaga Bromo

Parameter Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Kisaran Rerata Kisaran Rerata Kisaran Rerata Kisaran Rerata Intensitas

Stasiun I = bagian tepi telaga (tempat mencuci dan mandi) Stasiun II = bagian tengah telaga

(55)

Kualitas air merupakan subyek yang sangat kompleks dan

dicerminkan dari jenis pengukuran dan indikator air yang digunakan.

Pengukuran akan lebih akurat jika dilakukan di tempat karena air berada

dalam kondisi yang ekuilibrium dengan lingkungannya. Pengukuran di tempat

umumnya akan mendapatkan data mendasar seperti temperatur, pH,

kekeruhan dan sebagainya. Untuk pengukuran yang lebih kompleks

membutuhkan sampel air yang kemudian dijaga kondisinya, dipindahkan dan

dianalisis di laboratorium. Pengukuran ini memiliki kendala seperti

karakteristik air pada sampel mungkin tidak sama dengan sumbernya karena

terjadi perubahan secara kimiawi dan biologis seiring waktu. Bahkan kualitas

air dapat bervariasi antara siang dan malam akibat pengaruh organisme air.

Air sampel akan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yaitu botol atau

kemasan yang digunakan untuk pengambilan sampel. Sehingga bahan yang

digunakan untuk pengambilan sampel harus bersifat inert atau memiliki

tingkat reaktivitas yang minimum sehingga tidak mempengaruhi kualitas air

yang diuji. Ruang udara yang berada di dalam kemasan sampel dapat

mempengaruhi karena ada resiko udara larut dalam sampel air. Selain itu,

cahaya matahari juga mempengaruhi organisme dalam sampel seperti

fitoplankton untuk melakukan fotosintesis sehingga mengubah kondisi

kimiawi sampel air. Menjaga kualitas sampel dapat dilakukan dengan

mendinginkan sampel sehingga mengurangi laju reaksi kimia dan perubahan

(56)

1. Intensitas Cahaya

Dari hasil penelitian diketahui bahwa intensitas cahaya tertinggi

terdapat di stasiun I (bagian tepi telaga) yaitu 26.400 lux yang disebabkan

karena sedikitnya vegetasi di sekitar tepi telaga dan pengukuran dilakukan

pada siang hari meski dalam keadaan mendung atau hujan. Walaupun

stasiun IV merupakan stasiun yang tidak memiliki naungan vegetasi,

stasiun IV memiliki banyak vegetasi di sekitarnya dan pengukurannya

dilakukan paling akhir sehingga cahaya matahari mulai berkurang. Nilai

intensitas cahaya terendah terdapat di stasiun III yaitu 16.600 lux karena

adanya naungan vegetasi. Kisaran intensitas cahaya 16.600-26.400 lux

tergolong rendah sehingga fitoplankton tidak dapat berfotosintesis secara

optimum. Hal ini didukung dengan pernyataan Susanti (2001) bahwa

kisaran intensitas cahaya yang membuat fitoplankton berfotosintesis secara

optimum berkisar antara 48.500-120.000 lux. Rendahnya intensitas cahaya

tersebut karena saat pengambilan sampel sedang mendung atau hujan.

Intensitas cahaya dan kekeruhan merupakan parameter yang saling

berkaitan, parameter-parameter ini merupakan indikator produktivitas

perairan sehubungan dengan proses fotosintesis dan proses respirasi biota

perairan terutama plankton. Kekeruhan yang tinggi menyebabkan

rendahnya intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan sehingga

proses fotosintesis fitoplankton terhambat dan pertumbuhan fitoplankton

(57)

2. Kekeruhan

Nilai kekeruhan perairan di Telaga Bromo berkisar antara 54,6 –

158,6 mg/L (Tabel 1). Tingginya nilai kekeruhan pada stasiun I diduga

akibat banyaknya sampah di bagian tepi telaga terutama sampah plastik

detergen. Selain itu, tingginya nilai kekeruhan tersebut disebabkan oleh air

limpasan dari daratan. Sedangkan rendahnya nilai kekeruhan di stasiun IV

disebabkan karena efek dari air limpasan tidak terlalu tinggi.

Nilai kekeruhan yang masih dapat ditolerir oleh organisme perairan

yaitu < 30 mg/l. Nilai kekeruhan yang tinggi dapat menyebabkan

berkurangnya penetrasi cahaya ke dalam perairan sehingga menghambat

laju fotosintesis fitoplankton. Fotosintesis yang terhambat akan

mengakibatkan pertumbuhan fitoplankton tidak optimal dan berkurangnya

oksigen dalam air. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Floder (2002:

395-396).

3. Kedalaman

Setelah dirata-rata dari kelima pengambilan, kedalaman Telaga

Bromo berkisar antara 0,65-1,71 meter (Tabel 1). Dari pengambilan

pertama sampai pengambilan ke empat, hanya stasiun II yang

berkedalaman di atas 1 meter. Pada pengambilan terakhir, hanya stasiun

IV yang berkedalaman di bawah 1 meter. Bertambahnya volume air telaga

dikarenakan oleh air hujan yang turun selama bulan Januari-Maret 2016.

Kedalaman perairan berperan penting terhadap kehidupan biota

(58)

masing-masing memiliki kekhasan tertentu, seperti suhu, kelarutan gas-gas

dalam air, kecepatan arus, penetrasi cahaya matahari dan tekanan

hidrostatik. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Satino (2010: 13) yang

mengatakan bahwa perubahan faktor - faktor fisik dan kimiawi perairan

akibat perubahan kedalaman akan menyebabkan respon yang berbeda

biota di dalamnya. Fitoplankton banyak dijumpai pada kedalaman tidak

lebih dari satu meter pada perairan umum (sungai, danau, telaga dan

waduk) karena pada kedalaman satu meter merupakan daerah transparansi

matahari yang merupakan daerah fitoplankton dapat menyerap cahaya

tampak dari matahari secara optimal.

4. Suhu

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa suhu perairan berkisar

antara 31,24-34,5 0C (Tabel 1), dengan suhu tertinggi pada stasiun IV dan

terendah pada stasiun III. Tingginya suhu pada stasiun IV disebabkan

karena tidak adanya naungan vegetasi sehingga badan air terkena cahaya

matahari secara langsung. Rendahnya suhu di stasiun III karena adanya

naungan vegetasi sehingga penetrasi cahaya matahari ke perairan akan

terhalang dan akibatnya suhu perairan tidak meningkat secara cepat.

Variasi suhu yang terukur selama pengamatan sangat dipengaruhi

oleh suhu udara di atasnya dan perbedaan intensitas cahaya matahari saat

pengukuran. Suhu secara langsung berpengaruh dalam mengontrol laju

berbagai proses metabolisme dalam sel mikroalga. Laju proses

Gambar

Gambar 1. Skema Alur Kerangka Berfikir
Gambar 2. Pembagian Stasiun di Telaga BromoSumber: Google Earth
Tabel 1. Nilai Parameter Fisik dan Kimia Perairan Telaga Bromo
Tabel 2. Komposisi Jenis Fitoplankton yang Ditemukan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian dari hasil pengolahan atau perhitungan kuisioner pada Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong dengan

Hikmah yang lain sebagaimana menurut Makvadon, seorang ahli kesehatan Amerika, menulis bahwa setiap orang butuh puasa meskipun ia tidak sakit karena racun-racun

(10) Apabila kerja jalan telah disiapkan oleh pihak berkuasa tempatan dan kosnya ditentukan, pihak berkuasa tempatan hendaklah mengarahkan supaya suatu pembahagian akhir bagi kos

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul:

Penambahan sukrosa sebagai sumber energi dan sumber karbon serta pemberian ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen yang melebihi kebutuhan bakteri, tidak akan

bahwa tarif retribusi kekayaan daerah yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Palu Nomor 7 Tahun 2011 tentang Retribusi jasa Usaha sebagaimana telah diubah

Wacana monolog adalah jenis wacana yang dituturkan oleh satu orang. Umumnya, wacana monolog tidak menghendaki dan tidak menyediakan alokasi waktu terhadap respon pendengar

Menurut Noller dalam Suryosubroto (2009: 199) Creative Problem Solving adalah solusi kreatif sebagai upaya pemecahan masalah yang dilakukan melalui sikap dan pola