• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pengaruh kompensasi petani terhadap produktivitas usaha: studi kasus Kawasan Agropolitan Pacet, Kabupaten Cianjur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pengaruh kompensasi petani terhadap produktivitas usaha: studi kasus Kawasan Agropolitan Pacet, Kabupaten Cianjur"

Copied!
215
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH KOMPENSASI PETANI TERHADAP

PRODUKTIVITAS USAHA

(Studi Kasus Kawasan Agropolitan Pacet, Kabupaten Cianjur)

Oleh

ENNY NUUR’AINI

H24070046

DEPERTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

Enny Nuur’aini. H24070046. Analisis Pengaruh Kompensasi Petani Terhadap Produktivitas Usaha (Studi Kasus: Kawasan Agropolitan Pacet, Kabupaten Cianjur). Di bawah bimbingan Hj. Siti Rahmawati.

Kompensasi yang diberikan akan mempengaruhi produktivitas dan tidak hanya diberlakukan pada karyawan yang bekerja di perkantoran, tetapi hal tersebut berlaku juga pada tenaga kerja di semua lapangan pekerjaan. Salah satunya adalah penerapan sistem kompensasi yang diberlakukan kepada petani di Kawasan Agropolitan Pacet, Kabupaten Cianjur. Penurunan produktivitas Kawasan Agropolitan Pacet, bukan karena pengalihfungsian lahan semata tetapi juga dikarenakan sebagian petani yang menggarap lahan tersebut beralih profesi menjadi pedagang dengan anggapan pendapatan finansial yang diperoleh akan lebih menjanjikan.

Tujuan dari penelitian adalah (1) mengidentifikasi sistem kompensasi yang diberlakukan pada Kawasan Agropolitan Pacet, (2) menganalisis pengaruh kompenasi terhadap produktivitas (tenaga kerja/petani) pada Kawasan Agropolitan Pacet. Metode penarikan contoh dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dalam populasi petani yang bekerja di Kawasan Agropolitan Pacet. Penelitian ini dibatasi pada responden yang telah bekerja di Kawasan Agropolitan Pacet selama minimal 3 tahun.

Berdasarkan karakteristik responden diketahui bahwa dominasi petani yang menggarap lahan di kawasan Agropolitan Pacet adalah berjenis kelamin laki-laki, rentang usia 31 – 50 tahun, tingkat pendidikan Sekolah Dasar, memiliki tanggungan hidup kurang/sama dengan tiga orang dan memiliki usaha sampingan sebagai pedagang sayuran. Secara umum, petani penggarap lahan di Kawasan Agropolitan Pacet sudah merasa cukup puas terhadap kompensasi langsung yang diberlakukan. Namun, sebagian besar petani penggarap lahan di Kawasan Agropolitan Cianjur belum merasa puas atas kompensasi tidak langsung yang diberikan oleh pengelola kawasan Agropolitan Cianjur. Letak utama ketidakpuasan petani penggarap lahan pada tidak adanya pemberian fasilitas penunjang kesejahteraan. Petani penggarap lahan di Kawasan Agropolitan Pacet menyetujui bahwa lama kerja, perilaku kerja dan tanggung jawab dapat mempengaruhi produktivitas. Berdasarkan analisis Partial Least Square, secara garis besar kompensasi berpengaruh secara positif terhadap produktivitas. Kompensasi langsung sangat berpengaruh terhadap tanggung jawab petani pada tugas yang diberikan dan bertanggung jawab atas kelangsungan hidup kawasan Agropolitan. Kenaikan kompensasi tidak langsung juga akan meningkatkan perilaku kerja petani, terutama peningkatan pada kesungguhan dalam bekerja untuk mencapai target yang ditentukan oleh pengelola Agropolitan.

(3)

ANALISIS PENGARUH KOMPENSASI PETANI TERHADAP

PRODUKTIVITAS USAHA

(STUDI KASUS: KAWASAN AGROPOLITAN PACET,

KABUPATEN CIANJUR)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

ENNY NUUR’AINI

(H24070046)

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

(Studi kasus: Kawasan Agropolitan Pacet, Kabupaten Cianjur)

Nama : Enny Nuur’aini

NIM : H24070046

Menyetujui Pembimbing,

Dra. Hj. Siti Rahmawati, M.Pd. NIP 195912311986012003

Mengetahui : Ketua Departemen,

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. NIP 196101231986011002

(5)

Penulis dilahirkan di Jakarta, 24 Januari 1990 sebagai anak tunggal pasangan Bapak Djodjok Rahardjo (Alm) dan Ibu Enok Maryana Ardaya dengan nama lengkap

Enny Nuur’aini. Penulis memulai pendidikan di Taman Pendidikan Al-Qur’an Al-εa’rifah pada tahun 1993, Taman Pendidikan Kanak-Kanak Islam Al-εa’ruf Jakarta pada tahun 1994 hingga lulus tahun 1995. Kemudian penulis menempuh pendidikan di SD Islam Al-εa’ruf Jakarta pada tahun 199ε hingga lulus tahun 2001, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 147 Jakarta hingga lulus tahun 2004. Pada tahun yang sama dilanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 99 Jakarta hingga lulus tahun 2007 jurusan IPA. Penulis diterima sebagai mahasiswa Tahap Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor (TPB IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) pada tahun 2007. Setelah selesai melalui program TPB, Penulis

melanjutkan pendidikan pada Mayor Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) dan mengambil program supporting course.

Selama masa studi, penulis aktif dalam kegiatan organisasi internal

(6)

Puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT yang tanpa henti memberikan nikmat dan hidayah-Nya kepada semua makhluk tanpa terkecuali, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pengaruh Kompensasi Petani Terhadap Produktivitas Usaha (Studi Kasus: Kawasan Agropolitan Pacet, Kabupaten Cianjur) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skirpsi ini. Karena itu penulis sangat mengharapkan masukan, saran dan kritik dari berbagai pihak demi kebaikan bersama. Penulis juga memohon maaf jika banyak kekurangan dalam skripsi ini. Karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT dan kekurangan banyak pada pribadi penulis. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi banyak orang.

Bogor, Maret 2011

(7)

Skripsi yang berjudul Analisis Pengaruh Kompensasi Petani Terhadap Produktivitas Usaha (Studi Kasus: Kawasan Agropolitan Cianjur, Kabupaten Cianjur) tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Secara khusus penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua Bapak Djodjok Rahardjo (Alm) dan Ibu Enok Maryana Ardaya yang selalu memberikan dukungan dalam bentuk moril dan materi, mendampingi, mendidik, memberikan kasih sayang dan tiada hentinya mendoakan.

2. Ibu Dra. Hj. Siti Rahmawati, M.Pd. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, ilmu, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Dr. Muhammad Syamsun, M.Sc. dan Ibu Lindawati Kartika, SE,

M.Si. yang telah bersedia meluangkan waktunya menjadi penguji sidang dan memberikan bimbingan, serta saran dalam penulisan skripsi ini.

4. Ketua Departemen Manajemen, staf pendidik dan staf kependidikan Departemen Manajemen, FEM IPB dan AJMP IPB.

5. Bapak Mulyadi, Bapak Uu Sutisna, serta segenap pengelola dan pengurus Agropolitan Pacet, Kabupaten Cianjur yang telah memberikan izin melakukan penelitian dan memberikan informasi dalam skripsi ini.

6. Reneo Bakota S.T, thanks for been my spirit booster and sorry for broke your heart.

7. Ferdiansyah Bramanta, thanks for been my best ever had.

8. Mas Gusniawan Trinandi yang bersedia mencarikan buku serta memberikan informasi yang terkait dengan skripsi ini serta menjadi pendengar yang baik atas curhatan-curhatan dari penulis.

(8)

Norvi Handayati, Trijaya Suharto, mas Widy Agung Priasmoro, terima kasih yang tak terhingga atas dukungan melalui materi, moril, doa, kepanikan dan keceriaan saat bersama kalian.

11.Teman-teman satu bimbingan: Veranika, Jeanne Mita, Slamet Riyadi, Arlan Adinata dan Nadia Willia Gusman atas kebersamaan selama ini. 12.Teman-teman Manajemen 44 yang selalu membuat suasana ceria selama

berada di Departemen Manajemen IPB .

13.Keluarga besar Departemen Matematika angkatan 44.

14.Teman kosan: Dimpy Adira Ratu, Ni Made Febriantini Dwi Arini, Romyun Alvy Khoiriyah dan Windy Widowati, teman-teman dari Departemen Ilmu Komputer angkatan 44, serta crew kosan Yunani.

15.Penasihat spiritual: Ustadzah Renti Nurliawati, Ustadz Hariadi, Pak Ihsanul Muttaqien, Mas Halim Sugiarto, Mas Yogie Budhi Rantung, Ustadzah Musyrifah, Hj. Rohani, terima kasih atas kata-kata penyejuk

selama mengalami kegalauan dalam penyusunan skripsi. 16.Teman-teman Centre of Management (COM@) 2008 - 2009.

17.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas

dukungan, bantuan dan bimbingan selama pembuatan skripsi ini.

(9)

Halaman RINGKASAN

RIWAYAT HIDUP …………... iv

KATA PENGANTAR ……… v

DAFTAR ISI ………... viii

DAFTAR TABEL ………... x

DAFTAR GAMBAR ……….. xi

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xii

I. PENDAHULUAN ... …. 1

1.1. Latar Belakang ………...……….. 1

1.2. Perumusan Masalah ………... 3

1.3. Tujuan Penelitian ………... 3

1.4. Manfaat Penelitian ………... 3

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...……… 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia ………... 5

2.2. Kompensasi ………... 6

2.2.1 Faktor yang Mempengaruhi Kompensasi ………….…...…. 7

2.2.2 Proses Kompensasi ………... 9

2.2.3 Jasa-Jasa Kepegawaian ………... 15

2.3. Produktivitas ………... 16

2.3.1Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja …. 17 2.3.2 Metode Pokok Pengukuran Produktivitas ……… 17

2.3.3 Perhitungan Produktivitas Per Kapita ………... 18

2.3.4 Pengaruh Kompensasi Terhadap Tenaga Kerja ……... 18

2.4. Partial Least Square……..……….………... 19

2.4.1 SEM berbasis component atau variance – PLS ……… 19

2.4.2 Perbandingan antara soft modeling dengan hard modeling 21 2.4.3 Variabel laten dengan indikator refleksif dan indikator formatif ……… 22

2.4.4 Metode PLS ……….……. 26

2.4.5 Cara kerja PLS ……….…. 27

2.4.6 Model spesifikasi dengan PLS ………. 28

2.5. Hipotesis ………... 34

2.6. Penelitian Terdahulu ……….. 34

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 37

3.1. Kerangka Pemikiran ………..…… 37

3.2. Definisi Operasional ……….………. 39

(10)

3.5.1 Metode Analisis Deskriptif ……….. 41

3.5.2 Skala Likert ……….. 41

3.5.3 Analisis PLS ………. 42

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….……….…. 47

V. KESIMPULAN DAN SARAN ….………..………... 78

5.1. Kesimpulan ………..………..……. 78

5.2. Saran ………...………... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

LAMPIRAN ……….…..….. 83

4.1. Gambaran Umum Kawasan Agropolitan Pacet, Kabupaten Cianjur ………. 47

4.1.1 Konsep Agropolitan ………….………..……….. 47

4.1.2 Tujuan dan Sasaran Program Agropolitan ………... 48

4.1.3 Inti Program Agropolitan ………. 48

4.1.4 Peranan Lintas Sektoral Dalam Pengembangan Agropolitan ……….…... 50

4.1.5 Kawasan Agroplitan Berbasis Agribisnis Tanaman Sayuran ……….………... 52

4.1.6 Hasil-hasil Program Pengembangan Kawasan Agropolitan ……….…………... 53

4.1.7 Aspek Hukum Pengembangan Kawasan Agropolitan ... 54

4.1.8 Kebijakan dan Strategi Pengembangan Agropolitan …... 55

4.2. Gambaran Umum Kabupaten Cianjur ……….…… 56

4.3. Karakteristik Responden ………... 58

4.3.1 Jenis Kelamin ………... 58

4.3.2 Usia ………... 58

4.3.3 Tingkat Pendidikan ………... 59

4.3.4 Jumlah Tanggungan Hidup ………... 59

4.3.5 Usaha Sampingan ……… 59

4.4. Kompensasi Langsung ………. 60

4.5. Kompensasi Tidak Langsung ………... 61

4.6. Lama Kerja ………... 63

4.7. Perilaku kerja ………... 64

4.8. Tanggung jawab ……….. 65

4.9. Pengaruh Kompensasi Terhadap Produktivitas …………... 67

4.9.1 Pengaruh Kompensasi Langsung Terhadap Produktivitas ……… 70

4.9.2 Pengaruh Kompensasi Tidak Langsung Terhadap Produktivitas ……..………... 73

(11)

No Halaman

1. Kontribusi Pertanian Terhadap PDRB Kabupaten Cianjur ..……….….. 2

2. Perbandingan PLS dengan CBSEM …...………. 21

3. Kriteria untuk menentukan konstruk formatif atau reflektif …………... 24

4. Kriteria penilaian PLS ………. 33

5. Contoh Penggunaan Skala Likert ……… 41

6. Karakteristik responden ……….. 59

7. Perspektif responden terhadap kompensasi langsung ………. 60

8. Perspektif responden terhadap kompensasi tidak langsung ……… 62

9. Perspektif responden terhadap lama kerja ……….. 63

10. Persprektif responden terhadap perilaku kerja ……… 64

11. Perspektif responden terhadap tanggung jawab ……….. 66

12. Nilai koefisien parameter dan t-hitung konstruk kompensasi …..……... 69

(12)

No. Halaman 1. Bagan proses kompensasi ………..………. 14 2. Principal factor (reflective) model ………..……… 23 3. Composite laten variable (formative) model ………..……… 25 4. Diagram lintas kerangka pengaruh kompensasi terhadap produktivitas 38 5. Kerangka pemikiran ………..………….. 39 6. Model diagram lintas PLS dalam penelitian ……….………… 44 7. Model struktural pengaruh kompensasi terhadap produktivitas secara

keseluruhan (sebelum dimodifikasi) ………..………. 68 8. Model struktural pengaruh kompensasi terhadap produktivitas secara

keseluruhan (sesudah dimodifikasi) ………...……. 69 9. Model struktural pengaruh kompensasi langsung terhadap

produktivitas (sebelum dimodifikasi) .……….... 70 10. Model struktural pengaruh kompensasi langsung terhadap

produktivitas (sesudah dimodifikasi) .……….… 71 11. Model struktural pengaruh kompensasi tidak langsung terhadap

produktivitas (sebelum dimodifikasi) .……….... 74 12. Model struktural pengaruh kompensasi tidak langsung terhadap

(13)

No. Halaman 1. Kuesioner ………... 83 2. Komponen pembentuk peubah laten bebas dan peubah laten tak bebas 86 3. Bootstripping kompensasi terhadap produktivitas (sebelum

modifikasi) ………. 87 4. PLS algoritme kompensasi terhadap produktivitas (sesudah

modifikasi) ………. 89 5. Bootstripping kompensasi terhadap produktivitas (sesudah

(14)

I.

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sumber daya manusia dan teknologi menempati posisi yang amat strategis dalam mewujudkan tersedianya barang dan jasa. Penggunaan sumber daya manusia, modal dan teknologi secara ekstensif telah banyak ditinggalkan orang. Sebaliknya, pola itu bergeser menuju penggunaan secara lebih intensif dari semua sumber ekonomi.

Sumber-sumber ekonomi yang digerakkan secara efektif memerlukan keterampilan organisatoris dan teknis sehingga mempunyai tingkat guna yang tinggi. Artinya, hasil yang diperoleh seimbang dengan masukan yang diolah.

Melalui perbaikan cara kerja, waktu menjadi tidak terbuang sia-sia, tenaga dapat dikerahkan secara efektif dan pencapaian tujuan perusahaan dapat terselenggara dengan baik. Hal tersebut yang dimaksud dengan produktivitas (Sinungan, 2008).

Salah satu usaha yang konkret untuk mendorong peningkatan produktivitas tenaga manusia adalah dengan pengelolaan sumber daya manusia yang baik. Diawali dari perekrutan, pelatihan dan pendidikan hingga pada sistem kompensasi yang diberlakukan terhadap tenaga kerja tersebut.

Kompensasi ini yang dipergunakan tenaga kerja tersebut beserta keluarganya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Besarnya kompensasi mencerminkan status, pengakuan dan tingkat pemenuhan kebutuhan yang dinikmati oleh karyawan beserta keluargnya (Hasibuan, 2005). Penerimaan kompensasi ternyata mempengaruhi tingkat produktivitas tenaga kerja. Semakin besar jumlah kompensasi yang diterima oleh seorang tenaga kerja, maka akan semakin baik produktivitas tenaga kerja tersebut (Arep dan Tanjung, 2003).

Kawasan Agropolitan Pacet adalah suatu kawasan yang disediakan oleh departemen pertanian yang bekerja sama dengan departemen pemukiman dan prasarana wilayah serta pemerintah kabupaten Cianjur untuk

(15)

Agropolitan tersebut. Kawasan yang berada di Jalan Agropolitan Km. 3 Gunung Putri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur ini telah berdiri sejak tahun 2002. Hasil survey pada tahun 2009 yang tertera pada Tabel 1 dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat yang dipublikasikan melaui situs resmi BPS Provinsi Jawa Barat didapatkan data kontribusi hasil pertanian (berupa sayuran dan tanaman pangan) terhadap pendapatan domestik regional bruto (PDRB) sebagai berikut:

Tabel 1. Kontribusi pertanian terhadap PDRB Kabupaten Cianjur

Tahun Kontribusi pertanian

2001 39,10%

2002 38,84%

2003 38,68%

2004 46,96%

2005 45,82%

2006 43,90%

2007 42,17%

2008 39,35%

2009 ---

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat (data tahun 2009)

Kontribusi ini dapat dilihat hasil produktivitas tenaga kerja di kawasan Agropolitan Pacet, Kabupaten Cianjur yang merupakan turunan/uraian dari produktivitas Kawasan Agropolitan Pacet, Kabupaten Cianjur. Pada tahun 2004 merupakan tahun dimana sektor pertanian banyak berkontribusi pada PDRB Kabupaten Cianjur, kemudian di tahun-tahun berikutnya mengalami penurunan kontribusi.

Jumlah kompensasi yang diberikan akan mempengaruhi produktivitas bukan hanya sekedar teori dan tidak hanya diberlakukan pada karyawan yang bekerja di perkantoran, tetapi hal tersebut berlaku untuk tenaga kerja di

semua lapangan pekerjaan. Salah satunya adalah penerapan sistem kompensasi yang diberlakukan kepada petani di Kawasan Agropolitan Pacet,

Kabupaten Cianjur.

(16)

Kompensasi yang diberikan/diberlakukan di Kawasan Agropolitan Pacet sangat penting untuk dievaluasi karena dapat mempengaruhi produktivitas tenaga kerja di kawasan tersebut. Terlebih lagi karena terdapat lebih dari 500 petani yang menggarap kawasan tersebut. Perlu adanya kajian lebih lanjut tentang pengaruh kompensasi terhadap produktivitas tenaga kerja di Kawasan Agropolitan Pacet, terutama hasil produktivitas dari kawasan tersebut berkontribusi besar pada PDRB Kabupaten Cianjur.

1.2.Perumusan Masalah

Menurunnya kontribusi hasil pertanian dari Kawasan Agropolitan Pacet sejak tahun 2004, selain dikarenakan pengalihfungsian lahan juga dikarenakan banyak petani di kawasan tersebut yang beralih profesi menjadi pedagang. Petani-petani tersebut beralih profesi menjadi pedagang dikarena anggapan pendapatan finansial yang lebih menjanjikan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana sistem kompensasi yang diberlakukan pada Kawasan

Agropolitan Pacet?

2. Bagaimana pengaruh sistem kompenasi yang diberlakukan terhadap produktivitas tenaga kerja pada Kawasan Agropolitan Pacet?

1.3.Tujuan penelitian

Berdasarkan perumusan yang dikaji, tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi sistem kompensasi yang diberlakukan pada Kawasan Agropolitan Pacet

2. Menganalisis pengaruh kompenasi terhadap produktivitas (tenaga kerja/petani) pada Kawasan Agropolitan Pacet

1.4.Manfaat penelitian

(17)

1. Bagi kawasan Agropolitan: hasil penelitian dapat digunakan sebagai data dan informasi tambahan untuk pembuatan strategi dalam pengelolaan sumber daya manusia.

2.

Bagi peneliti selanjutnya: menambah pengetahuan dan referensi literatur untuk penelitian selanjutnya.

1.5.Ruang lingkup penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian yang membahas tentang pengaruh kompensasi terhadap produktivitas (tenaga kerja) ini hanya terbatas pada melakukan konfirmasi terhadap teori-teori sebelumya. Penelitian dilakukan dengan pemetaan terhadap persepsi tenaga kerja (petani) yang menggarap Kawasan Agropolitan Pacet, Kabupaten Cianjur.

(18)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tercapai tujuan bersama organisasi, pegawai dan masyarakat menjadi maksimal. Manajemen sumber daya manusia didasari pada suatu konsep bahwa setiap pegawai adalah manusia -bukan mesin- dan bukan semata menjadi sumber daya bisnis. Kajian manajemen sumber daya manusia menggabungkan beberapa bidang ilmu seperti psikologi, sosiologi,

dan beberapa ilmu lainnya. Unsur manajemen sumber daya manusia adalah manusia. Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan pegawai, pengembangan pegawai, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi atau imbalan untuk pegawai dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia melibatkan semua keputusan dan praktik manajemen yang mempengaruhi secara lansung sumber daya manusianya.

Menurut Nawawi (2001) ada tiga pengertian sumber daya manusia yaitu :

a. Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja atau pegawai); b. Sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak

organisasi dalam mewujudkan eksistensinya;

c. Sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan aset dan berfungsi sebagai modal (non material atau non finansial) didalam organisasi bisnis, yang dapat mewujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan non-fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia adalah suatu proses mendayagunakan manusia sebagai tenaga

(19)

berfungsi maksimal bagi pencapaian tujuan organisasi. Disamping itu, manusia adalah makhluk Tuhan yang kompleks dan unik serta diciptakan dalam integrasi dua substansi yang tidak berdiri sendiri yaitu tubuh (fisik atau jasmani) sebagai unsur materi, dan jiwa yang bersifat non materi. Hubungan kerja yang paling intensif di lingkungan organisasi adalah antara pemimpin dengan para pekerja (staff) yang ada di bawahnya. Hubungan kerja semakin penting artinya dalam usaha suatu organisasi untuk mewujudkan eksistensinya di lingkungan tugas yang lebih luas dan kompetetif pada masa yang akan datang.

Menurut Handoko (2000), manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan, baik tujuan individu maupun organisasi. Untuk itu manajemen sumber daya manusia perlu dikelola secara profesional dan baik agar dapat terwujudnya keseimbangan antara kebutuhan pegawai dengan tuntutan perkembangan teknologi dan lingkungan serta kemampuan organisasi. Keseimbangan tersebut merupakan kunci utama suatu

organisasi agar dapat berkembang secara produktif dan wajar.

2.2. Kompensasi

Menurut Hasibuan (2006) kompensasi adalah semua pendapatan yang

berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Arep dan Tanjung (2003) mengartikan kompensasi sebagai segala sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa atas upaya-upaya yang telah diberikan kepada perusahaan. Kata-kata yang menarik dalam pengertian

kompensasi tersebut adalah “balas jasa”. Balas jasa berarti upaya membalas

terhadap suatu jasa. Bisa saja balasan terhadap suatu jasa diberikan setimpal, atau bias saja balasan terhadap suatu jasa tidak setimpal atau sebanding. Idealnya balasan terhadap suatu jasa diberikan secara setimpal, bukan lebih sedikit dari jasa yang telah diberikan.

(20)

(2) Meningkatkan gairah dan semangat kerja melalui memotivasi karyawan untuk mencapai prestasi unggul, (3) Timbulnya long life employment (bekerja seumur hidup atau timbul loyalitas dalam bekerja di tempat tersebut).

Secara sederhana, dapat disimpulkan bahwa kompensasi bertujuan untuk memperoleh SDM yang berkualitas dan mempertahankan SDM yang ada saat ini. Prinsip kompensasi yang harus dipenuhi dan tidak bisa ditawar lagi adalah adil dan layak. Penganiayaan terhadap pekerja berarti mereka dibayar secara tidak adil dan hak-hak mereka yang sah tidak diberikan. Sedangkan penganiayaan terhadap manajemen adalah mereka diminta membayar gaji/upah pekerja yang meraka tidak sanggup untuk membayarnya.

2.2.1 Faktor yang Mempengaruhi Kompensasi

Ada sepuluh faktor yang diidentifikasi dapat mempengaruhi kebijakan kompensasi, yaitu: penawaran dan permintaan tenaga kerja, serikat karyawan, produktivitas, kemampuan perusahaan untuk membayar, kebijakan pengupahan dan penggajian, biaya hidup dan kendala-kendala pemerintah, posisi jabatan tenaga kerja, pendidikan

dan pengalaman kerja, kondisi perekonomian nasional, jenis dan sifat pekerjaan (Hasibuan, 2005).

Jika penawaran lebih besar dari pada permintaan tenaga kerja,

maka perusahaan lebih leluasa dalam melakukan kompensasinya karena pihak karyawan sangat membutuhkan lowongan pekerjaan. Sebaliknya, jika penawaran lebih kecil dari permintaan tenaga kerja, maka perusahaan harus menawarkan kompensasi semenarik mungkin agar tenaga kerja yang terbatas itu masuk ke perusahaannya. Dalam hal penawaran yang lebih kecil dari permintaan, maka pihak perusahaan yang berkepentingan dan sangat memerlukan tenaga kerja.

(21)

Kompensasi tidak bisa dipisahkan dengan produktivitas. Produktivitas sangat erat kaitannya dengan kompensasi. Jika produktivitas tinggi, maka kompensasi yang diberikannya juga tinggi. Dengan tingginya kompensasi, maka produktivitas menjadi lebih tinggi. Sebaliknya, jika produktivitas rendah, maka kompensasi yang diberikan juga rendah. Dengan kompensasi yang rendah, maka produktivitas menjadi lebih rendah lagi.

Terbentuknya serikat karyawan, bukan berarti menuntut kompensasi yang tinggi saja, tetapi kompensasi yang tinggi harus disesuaikan dengan kemampuan perusahaan. Pengupahan dan penggajian merupakan subsistem dan sistem kompensasi. Jika kebijakan pengupahan dan penggajian berubah, maka kebijakan kompensasi juga berubah.

Hendaknya kompensasi disesuaikan dengan biaya hidup masyarakat setempat. Jika biaya hidupnya tinggi, maka kompensasinya juga tinggi. Sebaliknya, jika biaya hidupnya rendah, sebaiknya

kompensasi juga menyesuaikan keadaan tersebut. Untuk itu, sebelum menetapkan kompensasi, perlu data tentang biaya hidup daerah setempat.

Kendala-kendala pemerintah, seperti tidak mempunyai pemerintah memberikan gaji yang tinggi untuk pegawai negeri, menyebabkan pegawai negeri harus berjuang mencari tambahan pendapatan lain, karena gaji yang diperoleh hanya bertahan selama dua minggu dalam satu bulan. Tentunya hal ini menjadi catatan khusus bahwa pada akhirnya kompensasi harus disesuaikan dengan kendala-kendala tertentu.

(22)

pengalaman kerja lebih lama maka kompensasi yang diterima akan semakin besar, karena kecakapan serta keterampilan lebih baik. Sebaliknya, karyawan yang berpendidikan rendah dan pengalaman kerja yang kurang maka kompensasinya kecil.

Apabila kondisi perekonomian nasional sedang maju maka tingkat kompensasi akan semakin besar, karena akan mendekati kondisi full employment. Sebaliknya, jika kondisi perekonomian kurang maju maka tingkat upah rendah, karena banyak terdapat pengangguran. Jika jenis dan sifat pekerjaan yang sulit dan mempunyai risiko yang besar maka kompensasinya semakin besar karena membutuhkan kecakapan serta ketelitian untuk mengerjakannya. Tetapi jika jenis dan sifat pekerjaanya mudah dan risikonya kecil, maka kompensasinya relatif rendah.

2.2.2 Proses Kompensasi

Menurut Arep dan Tanjung (2003) proses kompensasi dimulai dengan kegiatan analisis pekerjaan. Hasil analisis pekerjaan adalah

deskripsi dan spesifikasi pekerjaan dan selanjutnya standar-standar pekerjaan. Di sisi lain, harus diketahui pengaturan upah minimum sebagai batas minimal tidak boleh dilanggar. Berdasarkan deskripsi dan

spesifikasi pekerjaan, dilakukan survey sistem pengupahan di perusahaan-perusahaan lain sehingga menghasilkan struktur upah di perusahaan. Struktur upah yang dilakukan digunakan sebagai bahan untuk membuat aturan-aturan organisasi. Selanjutnya dengan dihubungkannya standar pekerjaan dengan aturan-aturan administrasi, maka dilaksanakanlah penilaian prestasi kerja karyawan. Pada akhirnya, berdasarkan prestasi kerja karyawan, dibayarlah upah karyawan yang bersangkutan.

(23)

1. Kompensasi langsung

Kompensasi langsung adalah penghargaan berupa upah/gaji yang dibayar secara tetap berdasarkan tenggang waktu yang tetap. Ada tiga pokok perubahan dalam filosofi perusahaan mengenai gaji dan keuntungan, yaitu:

a. Mengurangi jumlah tenaga kerja dan membatasi penggajian sehingga biaya-biaya seperti upah, gaji dan keuntungan dapat terkontrol.

b. Membuat posisi penggajian yang lebih memperhatikan keberhasilan perusahaan.

c. Pelaksanaan program-program yang dapat mendorong dan memberikan imbalan bagi tugas/kewajiban yang telah dikerjakan.

Berbicara tentang penggajian, ada beberapa cara perhitungan atau pertimbangan dasar dalam melakukan penyusunan upah dan gaji antara lain sebagai berikut:

a. Upah menurut prestasi kerja

Semakin berprestasi, maka upah dan gaji yang diberikan akan semakin tinggi. Oleh karena itu perlu dilakukan penilaian prestasi kerja karyawan.

b. Upah menurut lama kerja

Semakin lama seseorang bekerja, semakin tinggi upah dan gaji yang diperolehnya. Hal ini hanya berlaku jika kondisi-kondisi yang lain tetap (citeris paribus).

c. Upah menurut senioritas

Semakin senior seorang karyawan, semakin tinggi upah dan gaji yang diperoleh. Hal ini hanya berlaku jika kondisi-kondisi yang lain tetap (citeris paribus).

d. Upah menurut kebutuhan

(24)

2. Kompensasi tidak langsung

Kompensasi tidak langsung adalah pemberian bagian keuntungan/manfaat lainnya bagi para pekerja di luar gaji/upah tetap dapat berupa uang atau barang. Kompensasi tidak langsung banyak jenis dan bentuknya, untuk itu dikelompokan menjadi tiga kelompok besar, yaitu:

a. Jaminan keamanan dan kesejahteraan kerja b. Pembayaran upah selama tidak bekerja c. Pelayanan bagi pekerja

Kompensasi pelengkap termasuk jenis kompensasi tidak langsung. Kompensasi pelengkap merupakan salah satu bentuk pemberian kompensasi berupa penyediaan paket dan program pelayanan karyawan, dengan maksud untuk mempertahankan keberadaan karyawan dalam jangka panjang. Sedangkan manfaat dari kompensasi pelengkap adalah:

a. Peningkatan semangat kerja dan kesetiaan

b. Penurunan turn over karyawan dan absensi c. Pengurangan kelelahan

d. Pengurangan pengaruh serikat karyawan

e. Hubungan masyarakat yang lebih baik f. Pemuasan kebutuhan karyawan

g. Mengurangi kemungkinan intervensi pemerintah 3. Insentif

(25)

individual. Sedangkan insentif pada tingkat kelompok mencakup insentif produksi, bagi keuntungan dan pengurangan biaya.

a. Piecework

Salah satu teknik yang lumrah digunakan untuk mendorong para pegawai meningkatkan produktivitas kinerjanya adalah dengan jalan memberikan insentif finansial berdasarkan jumlah hasil pekerjaan pegawai yang dinyatakan dalam unit produksi. Dasar perhitungannya ialah bahwa makin banyak unit produksi yang mereka hasilkan, makin tinggi pula insentif yang diterimanya.

Meskipun pada dasarnya sistem ini baik, agar benar-benar mencapai sasaran yang dikehendaki, ada dua hal yang perlu mendapat perhatian. Pertama, tidak semua jenis pekerjaan dinyatakan dalam unit produksi. Kedua, karena para pegawai biasanya terikat pada norma-norma kerja kelompok dimana menjadi anggota, sistem ini tidak selalu dengan sendirinya

mendorong produktivitas individual. Artinya, mungkin saja seorang pegawai sangat ingin meningkatkan produktivitas kerjanya, tetapi keinginannya tersebut tidak dapat diwujudkan

karena ia terikat pada tingkat produktivitas yang telah ditentukan oleh kelompok yang bersangkutan.

b. Bonus

(26)

seharusnya, pegawai yang bersangkutan menerima bonus dengan alasan bahwa dengan menghemat waktu itu, lebih banyak pekerjaan yang diselesaikan. Ketiga, bonus yang diberikan berdasarkan hitungan progresif. Artinya, jika seorang pegawai makin lama makin mampu memproduksikan barang dalam jumlah yang semakin besar, makin besar pula bonus yang diterimanya untuk setiap kelebihan produk yang dihasilkannya. c. Komisi

Sistem insentif lain yang lumrah diterapkan adalah permberian komisi. Pada dasarnya ada dua bentuk sistem ini. Pertama, para pegawai memperoleh gaji pokok, tetapi pengasilannya bertambah dengan bonus yang diterimanya karena keberhasilan melaksanakan tugas. Kedua, karyawan memperoleh penghasilan semata-mata berupa komisi.

Beberapa sifat dasar dalam sistem pengupahan insentif yang perlu mendapatkan perhatian sebagai berikut:

1) Pembayaran diupayakan agar cukup sedehana, sehingga lebih mudah dimengerti dan dihitung oleh karyawan yang bersangkutan.

2) Upah insentif yang diterima besar-besaran dapat menaikan motivasi kerja, sehingga output dan efisiensi kerja dapat meningkat.

3) Pelaksanaan pengupahan insentif hendaknya cukup cepat, sehingga karyawan yang berprestasi lebih, cepat merasakannya.

4) Penentuan standar kerja ataupun produksi hendaknya secermat mungkin.

5) Besarnya upah normal dengan standar kerja per jam hendaknya cukup merangsang perkerja untuk lebih giat lagi dalam bekerja.

(27)

1) Alat ukur dari berbagai prestasi karyawan belum tentu dapat berhasil dibuat secara tepat sebagaimana yang diharapkan. 2) Alat ukur dan tujuan perusahaan harus terkait erat.

3) Data tentang prestasi kerja karyawan harus cepat dan teratur terkumpul setiap saat.

4) Standar yang ditetapkan harus mempunyai kadar/tingkat kesulitan yang sama untuk setiap kelompok kerja.

5) Gaji/upah dari upah pokok plus bonus yang diterima haruslah konsisten di antara berbagai kelompok kerja yang menerima insentif maupun yang tidak menerima insentif.

6) Standar prestasi haruslah disesuaikan secara priodik.

7) Kemungkinan tantangan dari pihak serikat buruh haruslah sudah diperhitungkan dengan matang.

8) Berbagai reaksi karyawan terhadap sistem pengupahan insentif yang diterapkan harus diperhitungkan.

Gambar 1. Bagan proses kompensasi (Malayu Hasibuan, 2005)

Analisis Pekerjaan

Deskripsi dan spesifikasi

pekerjaan

Standar-standar pekerjaan

Survey pengupahan, analisis masalah-masalah

organisasional yang relevan

Pengaturan upah minimum

Struktur upah

Aturan-aturan administrasi

Penilaian prestasi kerja karyawan diferensial

(28)

2.2.3 Jasa-jasa Kepegawaian

Usaha untuk mendorong produktivitas serta ketenangan kerja para pegawai, saat ini semakin banyak organisasi yang memberikan jasa tertentu kepada para pegawai di luar pembayaran upah/gaji serta berbagai manfaat sampingan yang telah dibahas di muka. Tiga jasa yang sudah umum diberikan dewasa ini adalah bantuan dana pendidikan, bantuan keuangan, dan bantuan sosial.

1. Bantuan Dana Pendidikan merupakan kenyataan yang menggembirakan bahwa dewasa ini makin banyak pegawai yang semakin menyadari bahwa menambanh pengetahuan dan keterampilan mereka secara programatik merupakan salah satu wahana penting dalam meniti karier secara lebih baik. Oleh karena itu, banyak pegawai yang melanjutkan pendidikan formalnya atau mengikuti berbagai kursus keterampilan di luar jam kerja masing-masing. Kendala yang sering dihadapi oleh pegawai tersebut adalah terbatasnya kemampuan finansial untuk membiayai kegiatan

tersebut. Situasi demikian banyak organisasi yang memberikan jasa baiknya berupa bantuan keuangan bagi mereka yang mengikuti program pendidikan dan pelatihan tertentu. Kebijakan demikian

yang ditempuh oleh banyak organisasi karena pimpinan organisasi tersebut menyadari bahwa apabila semakin banyak anggota organisasi yang menambah pengetahuan dan keterampilannya, bukan hanya pegawai yang bersangkutan sendiri yang menikmati hasilnya akan tetapi juga organisasi memperoleh manfaat seperti dalam bentuk prestasi dan produktivitas yang semakin meningkat.

2. Bantuan Jasa Finansial

Berbagai jenis organisasi sering memberikan bantuan finansial bagi pegawainya, baik untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan jangka pendek yang mendesak maupun untuk kepentingan panjang.

(29)

sejumlah uang untuk sesuatu kebutuhan yang mendesak, pegawai tersebut dapat meminjamnya dari koperasi pegawai dengan berbagai keringanan.

Bentuk jasa finansial lainnya yang kini makin sering diberikan oleh berbagai organisasi kepada semua pegawainya ialah kesempatan untuk membeli saham organisasi yang harganya lebih rendah dari yang berlaku di bursa saham. Jasa demikian bermanfaat untuk jangka panjang karena para pegawai dapat menikmati deviden saham yang dimilikinya di kemudian hari, bahkan setelah mereka memasuki masa pensiun.

3. Jasa Lainnya

Kenyataan menunjukan bahwa dewasa ini kehidupan pegawai sering berakibat pada makin banyaknya pegawai yang mengalami stres. Stres yang berat dapat berakibat pada kondisi fisik maupun mental pegawai. Untuk membantu para pegawai mengatasi akibat stres itu, banyak organisasi yang memberikan jasa baiknya dalam bentuk

seperti bantuan pengobatan, konsultasi psikologi, pembangunan klub olah raga dalam organisasi, loka karya tentang pengelolaan waktu dan berbagai bentuk lainnya.

2.3.Produktivitas

Produktivitas adalah suatu ukuran sejauhmana sumber-sumber daya yang digabungkan dan dipergunakan dengan baik dapat mewujudkan hasil-hasil tertentu yang diinginkan. Secara umum, produktivitas diartikan sebagai suatu ukuran mengenai apa yang diperoleh dan apa yang akan diberikan (Atmosoeprapto, dalam Kintarti, 2005).

Produktivitas kerja dalah perbandingan antara output dengan input, dimana outputnya harus mempunyai nilai tambah dan teknik pengerjaan yang lebih baik. Output yang dimaksud meliputi volume dan kualitas sedangkan yang dimaksud dengan input meliputi bahan dan energi, tenaga kerja, peralatan, tanah dan gedung (Hasibuan, 2005).

(30)

sikap mental yang demikian mendorong manusia untuk tidak cepat merasa puas, akan tetapi mengembangkan diri dana meningkatkan kemampuan kerja (Simanjuntak, dalam Kintarti, 2005).

Doktrin pada konversi Oslo (1984), tercantum definisi umum produktivitas semesta, yaitu: Produktivitas adalah suatu konsep yang bersifat universal yang bertujuan untuk menyediakan lebih banyak barang dan jasa untuk lebih banyak manusia dengan menggunakan sumber-sumber riil yang semakin sedikit.

Produktivitas mempunyai pengertian lebih luas dari ilmu pengetahuan, teknologi dan teknik manajemen, yaitu sebagai filosofi dan sikap mental yang timbul dari motivasi yang kuat dari masyarakat, yang secara terus menerus berusaha meningkatkan kualitas kehidupan.

2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja menurut Simanjuntak (Kintarti, 2005) adalah sebagai berikut:

1. Menyangkut kualitas dan kemampuan seorang karyawan yang

dipengaruhi oleh pendidikan, latihan, motivasi kerja, etos kerja, mental dan kemampuan fisik

2. Sarana pendukungnya diantaranya meliputi:

a. Lingkungan kerja: tingkat keselamatan dan kesehatan kerja, sarana dan peralatan produksi serta suasana dalam lingkungan kerja itu sendiri.

b. Kesejahteraan: sistem pengupahan dan jaminan sosial, serta jaminan kelangsungan kerja.

3. Supra sarana yang terdiri dari: kebijakan pemerintah, hubungan antara pengusaha dan pekerja serta kemampuan manajemen perusahaan.

2.3.2 Metode-metode Pokok Pengukuran Produktivitas

Secara umum pengukuran produktivitas berarti perbandingan dapat dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda.

(31)

pelaksanaan sekarang ini memuaskan, namun hanya mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang serta tingkatannya;

2. Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses) dengan lainnya. Pengukuran sepertinya itu menunjukan pencapaian relatif;

3. Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah yang terbaik sebagai memusatkan perhatian pada sasaran atau tujuan.

2.3.3 Perhitungan Produktivitas Per Kapita

Produktivitas adalah perbandingan antara output (hasil) dengan input (masukan). Jika produktivitas naik ini hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu-bahan-tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi dan adanya peningkatan keterampilan dari tenaga kerjanya. Sedangkan produktivitas per kapita (PPC) adalah besarnya produktivitas yang dihasilkan per jiwa (Hasibuan, 1994).

Rumus produktivitas per kapita adalah sebagai berikut:

PPC = pendapatan nasional

N x H atau

produksi /hasil

N x H ... (1)

Keterangan:

N : jam/hari kerja nyata H : jumlah tenaga kerja

Produktivitas tenaga kerja dapat digambarkan dengan rumusan sebagai berikut:

Produktivitas TK = hasil sebenarnya

total hari kerja sebenarnya ... (2)

Keterangan:

1. Hasil sebenarnya adalah hasil aktual per periode tertentu

2. Total hari kerja sebenarnya adalah hasil perkalian antara jumlah karyawan pada suatu periode tertentu dengan hari kerja aktif dalam periode yang bersangkutan.

2.3.4 Pengaruh Kompensasi Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Menurut Tanjung dan Arep (2003) kompensasi tidak bisa

(32)

diberikannya juga tinggi. Dengan tingginya kompensasi, maka produktivitas menjadi lebih tinggi. Sebaliknya, jika produktivitas rendah, maka kompensasi yang diberikan juga rendah. Dengan kompensasi yang rendah, maka produktivitas menjadi lebih rendah lagi.

2.4. Partial Least Square

Partial Least Square (PLS) pertama kali dikembangkan oleh Wold sebagai metode umum untuk mengestimasi path model yang menggunakan konstruk laten dengan multiple indikator. Pada tahun 1966, Herman Wold mempresentasikan dua prosedur iteratif menggunakan metode estimasi last square (LS) untuk single dan multi komponen model dan untuk cononcial correlation.

Pendekatan PLS adalah distribution free (tidak mengasumsikan data berdistribusi tertentu, dapat berupa nominal, kategori, ordinal, interval dan rasio). PLS pada awalnya diberi nama NIPALS (nonlinear iterative partial least square). Menurut Wold, dibandingkan dengan pendekatan lain

khususnya metode maximum likelihood, NIPALS lebih umum oleh karena bekerja dengan sejumlah kecil asumi zero intercorrelation antara residual dan variabel. Oleh karena itu, pendekatan NIPALS memberikan model yang closer fit terhadap hasil observasi. Model dasar PLS diselesaikan tahun 1977 dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Lohmoller (1984, 1989) dan Chin (1996) dalam bentuk software bernama PLS Graph.

2.4.1 SEM berbasis component atau variance - PLS

(33)

laten didasarkan pada estimated indicator weight yang memaksimumkan variance explained untuk variabel dependent (laten observed dan keduanya)

Seperti yang dinyatakan oleh Wold (Ghozali, 2005) Partial Least Square merupakan metode analisis yang powerfull karena tidak didasarkan pada banyak asumsi. Data tidak harus terdistribusi normal multivariat (indikator dengan skala teori, ordinal, interval sampai ratio digunakan pada model yang sama), sampel tidak harus besar. Walaupun PLS dapat juga digunakan untuk mengkonfirmasi teori, tetapi dapat juga digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antara variabel laten. Oleh karena lebih menitikberatkan pada data dan dengan prosedur estimasi yang terbatas, maka misspesifikasi model tidak begitu berpengaruh terhadap estimasi parameter. Dibandingkan dengan CBSEM, PLS menghindari dua masalah serius yaitu inadminisable solution dan factor indeterminacy.

PLS dapat menganalisis sekaligus konstruk yang dibentuk

dengan indikator refleksif dan indikator formatif dan ini tidak mungkin dijalankan dengan CBSEM karena akan terjadi unidentified model. Oleh karena algoritma dalam PLS menggunakan analisis series ordinary last square, maka identifikasi model bukan masalah dalam recursive dan juga tidak mengasumsikan bentuk distribusi tertentu dari pengukuran variabel. Lebih jauh efisiensi perhitungan algoritma mampu mengestimasi model yang besar dan kompleks dengan ratusan variabel laten dan ribuan indicator.

(34)
[image:34.595.125.517.89.387.2]

Tabel 2. Perbandingan PLS dengan CBSEM

Kriteria PLS CBSEM

1. Tujuan 2. Pendekatan 3. Asumsi

4. Estimasi parameter

5. Score variabel laten 6. Hubungan epistemic

antara variabel laten dan indikatornya

7. Implikasi

8. Kompleksitas model

9. Besar sampel

1. Orientasi prediksi 2. Berdasar variance

3. Spesifikasi predictor (nonparametric)

4. Konsisten sebagai indikator dan ukuran contoh meningkat (consistency at large)

5. Secara eksplisit diestimasi 6. Dapat dalam bentuk reflektif

dan formatif indicator

7. Optimal untuk ketepatan prediksi

8. Kompleksitas besar (100 konstruk dan 1000 indikator) 9. Kekuatan analisis didasarkan

pada porsi dari model yang memiliki jumlah predictor terbesar. Minimal rekomendasi 30 hingga 100 kasus.

1. Orientasi parameter 2. Berdasar covariance

3. Multivariate normal distributor, independency observation (parametric) 4. Konsisten

5. Indeterminate

6. Hanya dengan reflektif indicator

7. Optimal untuk ketepatan parameter

8. Kompleksitas kecil (kurang dari 100 indikator)

9. Kekuatan analisis didasarkan pada model spesifik-minimal direkomendasikan berkisar 200 hingga 800.

2.4.2 Perbandingan antara soft modelling dengan hard modelling

Model CBSEM sering disebut dengan hard modelling, sedangkan PLS sering disebut dengan soft modelling. Hard modelling bertujuan memberikan pernyataan tentang hubungan kausalitas atau memberikan deskripsi mekanisme hubungan kausalitas (sebab-akibat)

dan hal ini memberikan gambaran yang ideal secara ilmiah dalam analisa data.

(35)

Pada hubungan kausalitas, CBSEM mencari invariant parameter yang secara struktural atau fungsional menggambarkan bagaimana dunia ini bekerja. Invariant parameter menggambarkan hubungan kausalitas antar variabel dalam suatu sistem yang tertutup sehingga kejadian yang ada dapat dikendalikan secara penuh. Sedangkan dalam PLS, hubungan linear yang optimal antar variabel laten dihitung dan diinterpretasikan sebagai hubungan prediktif terbaik yang tersedia dengan segala keterbatasan yang ada. Sehingga kejadian yang ada tidak dapat dikendalikan secara penuh. Jadi PLS hanya digunakan jika data yang dimiliki tidak dapat diselesaikan dengan CBSEM.

2.4.3 Variabel laten dengan indikator refleksif dan indikator formatif Metode persamaan struktural merupakan gabungan antara model ekonometrik yang ingin melihat hubugan antar variabel laten yang sering disebut dengan model struktural serta model psikometrik yang berkembang pada ilmu psikologi dan sosiologi yang mengukur variabel laten berdasarkan indikator-indikator pembentuk variabel laten dengan

kesalahan pengukuran atau sering disebut model pengukuran. Pada CBSEM variabel laten diukur dengan indikator yang bersifat reflektif. Model reflektif mengasumsikan bahwa konstruk atau variabel laten

mempengaruhi indikator (arah hubungan kausalitas dari konstruk ke indikator atau manifest). Dalam kenyataan variabel laten dapat juga dibentuk oleh indikator yang bersifat formatif yang mengasumsikan bahwa indikator-indikator mempengaruhi konstruk (arah hubungan kausalitas dari indikator ke konstruk).

1. Model indikator reflektif

Menurut Bollen (Ghozali, 2008) pemilihan konstruk berdasarkan model reflektif atau formatif tergantung dari prioritas hubungan kausalitas antara indikator dan variabel laten.

(36)

asumsi hubungan kausalitas dari konstruk laten ke indikator. Model reflektif sering disebut juga pricipical factor model dimana covariance pengukuran indikator dipengaruhi oleh konstruk laten atau mencerminkan variasi dari konstruk laten. Pada model refleksif konstruk unidimensional yang digambarkan dengan bentuk elips dengan beberapa anak panah dari konstruk ke indikator. Model ini menghipotesiskan bahwa perubahan pada konstruk laten akan mempengaruhi perubahan pada indikator. Model indikator refleksif harus memiliki internal konsistensi oleh karena semya ukuran indikator diasumsikan semuanya valid indikator yang mengukur semua konstruk, sehingga dua ukuran indikator yang sama reliabilitasnya dapat saling dipertukarkan. Walaupun reliabilitas (cronbach alpha) suatu konstruk akan rendah jika hanya ada sedikit indikator, tetapi validitas konstruk tidak akan berubah jika satu indikator dihilangkan.

Gambar 2. Principal factor (reflective) model (Ghozali, 2008) 2. Model indikator formatif

Asal usul model formatif dapat ditelusuri kembali pada

model “operational definition”. Berdasarkan pada model

oprationalism dinyatakan bahwa setiap konsep akan menjadi pengukuran dan tidak memiliki makna diluar pengukuran itu sendiri. Jika keseluruhan makna dari konsep dikaitkan dengan pengukurannya dan konsep teoritis hanya satu dan mempunyai satu

pengukuran. Jika menggambarkan suatu konsep (variabel laten) dan x adalah ukuran empiris (indicator atau variabel manifest), maka:

= x………...…….. (3)

X1

X2

X3 Principical

(37)

Pandangan lebih kontemporer memungkinkan adanya multiple pengukuran (multiple indicator) xi (i = 1,β,γ,….). Sehingga suatu konsep diasumsikan merupkan fungsi dari pengukurannya (indikatornya). Menurut definisi ini maka model formatif dapat diformulasikan secara matematik sebagai berikut:

= 1x1 + 2x2 + 3x3 + ………… (4)

Persamaan (3) merupakan karakteristik riset yang dilakukan di bidang pemasaran pada tahun 1960an hingga 1970an dimana hanya menggunakan satu indikator untuk mengukur suatu konstruk. Penggunaan model ini terbatas karena menolak kemungkinan multiple pengukuran suatu konsep teoritis. Persamaan (4) merupakan model pengukuran yang sekarang umum dilakukan. Pada model formatif, komposit faktor (variabel laten) dipengaruhi (ditentukan) oleh indikatornya. Jadi arah hubungan kausalitas dari indicator ke variabel laten.

Pada model komposit variabel laten, perubahan pada

indikator dihipotesiskan mempengaruhi perubahan dalam konstruk (variabel laten). Tidak seperti pada model reflektif, model formatif tidak mengasumsikan bahwa indikator dipengaruhi oleh konstruk

mengasumsikan bahwa semua indikator mempengaruhi single konstruk. Arah hubungan kausalitas mengalir dari indikator ke konstruk laten dan indikator sebagai grup secara bersama-sama menentukan konsep atau makna empiris dari konstruk laten. Oleh karena diasumsikan bahwa indikator mempengaruhi konstruk laten maka ada kemungkinan antar indikator saling berkorelasi, tetapi model formatif tidak mengasumsikan perlunya korelasi antar indikator atau secara konsisten bahwa model formatif berasumsi tidak ada hubungan korelasi antar indikator.

(38)

(Ghozali, 2008) kausalitas hubungan antar indikator tidak menjadi rendah nilai validitasnya hanya karena memiliki internal konsistensi yang rendah (cronbach alpha). Untuk menilai validitas konstruk yang perlu dilihat dari variabel lain yang mempengaruhi konstruk laten. Jadi untuk menguji validitas dari konstruk laten, peneliti harus menekankan pada nomological dan criterion-related validity.

Implikasi lainnya dari model formatif adalah dengan menghilangkan (droping) satu indikator dalam model akan menimbulkan persoalan yang serius. Menurut para ahli psikometri, indikator formatif menimbulkan memerlukan sensus semua konsep yang menjadi konstruknya. Jadi menghilangkan satu indikator akan menghilangkan bagian yang unik dari suatu konstruk. Komposit variabel laten memasukkan error term dalam model, hanya error term diletakkan pada konstruk laten dan bukan pada indikator. Berikut ini adalah contoh gambar konstruk dengan model indikator

formatif.

Gambar 3. Composite laten variabel (formative) model (Ghozali, 2008)

3. Kriteria membedakan antara model indikator reflektif dan formatif dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria untuk menentukan konstruk formatif atau reflektif Kriteria Model formatif Model reflektif 1. Arah hubungan kausalitas

antara konstruk dan indikator

a. Apakah indikator (a) mendefinisikan karakteristik konstruk atau (b) manifestasi dari konstruk?

b. Apakah perubahan pada indikator mengakibatkan perubahan pada konstruk atau tidak?

c. Apakah perubahan pada konstruk mengakibatkan

1. Arah kausalitas dari indikator ke konstruk

a. Indikator mendefinisikan karakteristik konstruk

b. Perubahan pada indikator harus mengakibatkan perubahan pada konstruk

c. Perubahan pada konstruk tidak mengakibatkan

1. Arah kausalitas dari konstruk ke indikator

a. Indikator manifest dari konstruk

b. Perubahan pada indikator tidak harus menyebabkan perubahan pada konstruk

(39)

perubahan pada indikator?

2. Interchangeability antar indikator

a. Haruskah indikator memiliki content yang sama?

b. Apakah indikator share common theme? c. Apakah dengan

menghilangkan satu indikator akan merubah makna konstruk? 3. Covariance antar indikator

a. Apakah perubahan satu indikator berhubungan dengan perubahan indikator lainnya b. Nomological dari

konstruk indicator

c. Apakah indikator diharapkan memiliki antesenden dan konsekuen yang sama?

perubahan pada indikator

2. Indikator tidak

interchangeable

a. Indikator tidak harus memiliki konten yang sama atau mirip b. Indikator tidak perlu

share common theme

c. Menghilangkan satu indikator akan mengubah makna konstruk

3. Tidak perlu adanya kovariansi antar indicator

a. Tidak harus

b. Nomological net indikator mungkin berbeda

c. Indikator tidak perlu menggunakan anteseden dan konsekuen yang sama

pada indikator

2. Indikator harus

interchangeable

a. Indikator harus memiliki konten yang sama atau mirip

b. Indikator harus share common theme

c. Menghilangkan satu indikator tidak akan mengubah makna konstruk 3. Indikator diharapkan

memiliki kovariansi satu sama lainnya

a. Harus

b. Nomological net indikator tidak harus berbeda

c. Indikator harus menggunakan anteseden dan konsekuen yang sama

2.4.4 Metode Partial Least Square (PLS)

Partial least square merupakan factor indeterminacy, metode analisis yang powerfull oleh karena tidak mengasumsikan data harus dengan pengukuran skala tertentu, jumlah sampelnya pun kecil. Secara filosofis, perbedaan antara covariance based SEM dengan covarian based PLS adalah tujuan penggunaan model struktural untuk menguji teori atau pengembangan teori untuk tujuan prediksi. Pada situasi dimana ada teori sebagai dasar yang kuat dan pengujian teori atau

pengembangan teori sebagai tujuan utama riset, maka metode covariance based (maximum likelihood atau generalized partial least square) lebih sesuai. Namun demikian, adanya indeterminansi dari

estimasi factor score maka akan kehilangan ketepatan prediksi.

(40)

meliputi teknik korelasi kononikal, redundancy analysis, regresi berganda, multivariate analysis of variance (MANOVA) dan principle component analysis. Oleh karena PLS menggunakan iterasi algoritma yang terdiri dari seri analisis ordinary least squares maka persoalan identifikasi model tidak menjadi masalah untuk model recursive, juga tidak mengasumsikan bentuk distribusi tertentu untuk skala ukuran variabel. Lebih jauh lagi jumlah sampel dapat kecil dengan perkiraan kasar yaitu (1) sepuluh kali skala dengan jumlah terbesar dari indikator (kausal) formatif (catatan skala untuk konstruk yang didesain dengan reflektif indikator dapat diabaikan), (2) sepuluh kali dari jumlah terbesar structural path yang diarahkan pada konstruk tertentu dalam model struktural.

PLS sebagai model alternatif dari CBSEM. Menurut Joreskog dan Wold (Ghozali, 2008), maximum likelihood berorientasi pada teori dan menekankan transisi dari analisis exploratory ke confirmatory. PLS dimaksudkan untuk causal-predictive analysis dalam situasi kompleksitas yang tinggi dan dukungan teori yang rendah.

2.4.5 Cara Kerja Partial Least Square (PLS)

Tujuan PLS adalah membantu peneliti untuk mendapatkan nilai

variabel laten untuk tujuan prediksi. Model formalnya mendefinisikan variabel laten adalah linear agregat dari indikator-indikatornya. Weight estimate untuk menciptakan komponen skor variabel laten dapat didasarkan bagaimana inner model (model structural yang menghubungkan antar variabel laten) dan outer model (model pengukuran yaitu hubungan antara indikator dengan konstruknya) dispesifikasi. Hasilnya adalah residual variance dari variabel dependen (keduanya variabel laten dan indikatornya diminimumkan).

(41)

Kategori ketiga, adalah berkaitan dengan means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi) untuk indikator dan variabel laten. Untuk memperoleh ketiga estimasi ini, PLS menggunakan proses iterasi tiga tahap dan setiap tahap iterasi menghasilkan estimasi. Tahap pertama menghasilkan weight estimasi, tahap kedua menghasilkan estimasi untuk inner model dan outer model, dan tahap ketiga menghasilkan estimasi means dari lokasi (konstanta).

Pada dua tahap pertama proses iterasi indikator dan variabel laten diperlakukan sebagai deviasi (penyimpangan) dari nilai means (rata-rata). Pada tahap ketiga untuk hasil estimasi dapat diperoleh berdasarkan pada data metric original, hasil weight estimase dan path estimate pada tahap kedua digunakan untuk menghitung means dan lokasi parameter. Tahap pertama merupakan jantung dari algoritma PLS yang berisi prosedur iterasi yang selalu akan menghasilkan weight estimate yang stabil. Komponen skor estimasi untuk setiap variabel laten didapat dengan dua cara. Melalui outside aproksimasi yang

menggambarkan weighted agregat dari indikator konstruk dan melalui inside aproksimasi yang merupakan weight agregat component score lainnya yang berhubungan dengan konstruk dalam model teoritis.

Selama iterasi berlangsung inner model estimate digunakan untuk mendapatkan outside approximation weight, sementara itu outer model estimate digunakan untuk mendapatkan inside approximation weight. Prosedur iterasi ini akan berhenti ketika presentase perubahan setiap outside approximation weight relative terhadap proses iterasi sebelumnya kurang dari 0,001.

2.4.6 Model Spesifikasi dengan PLS

(42)

generalisasi, dapat diasumsikan bahwa variabel laten dan indikator atau manifest variabel di skala zero means dan unit variance (nilai standarized) sehingga parameter lokasi (parameter konstanta) dapat dihilangkan dalam model.

1. Inner model

Inner model yang kadang disebut juga dengan inner relation, structural model dan substantive theory menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada substantive theory. Model persamaannya dapat ditulis seperti di bawah ini:

= o + + Γξ + ……… (5)

Dimana menggambarkan vektor endogen (dependen) variabel laten, ξ adalah vektor variabel laten exogen, dan adalah

vektor variabel residual (unexplained variance). Oleh karena PLS didesain untuk model recursive, maka hubungan antar variabel

laten, setiap variabel laten dependen atau sering disebut causal chain system dari variabel laten dapat dispesifikan sebagai berikut:

= Σi ji i + Σi jb ξb + j …... (6)

Dimana ji dan jb adalah koefisien jalur yang menghubungkan prediktor endogen dan variabel laten exogen ξ dan

sepanjang range indeks i dan b, dan j adalah inner residual variabel.

2. Outer model

Outer model sering juga disebut outer relation atau meansurement model yang mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. Blok dengan indikator refleksif dapat ditulis persamaannya sebagai berikut:

x = Λx ξ + x …….………..…….. (7)

y = Λy + y ……….… (8)

Dimana x dan y adalah indikator atau manifest variabel untuk variabel laten eksogen dan endogen ξ dan . Sedangkan Λx

(43)

indikatornya. Residual yang diukur dengan x dan y dapat diinterpretasikan sebagai kesalahan pengukuran dan noise.

Blok dengan indikator formatif dapat ditulis persamaannya sebagai berikut:

ξ = ξ x + ξ………...….. (9)

= y + ……….… (10)

Dimana ξ, , x dan y merupakan variabel laten eksogen dan endogen. Ϊx dan Ϊy adalah koefisien regresi berganda dari variabel

laten dan blok indicator dan x dan y adalah residual dari regresi. 3. Weight relation

Inner dan outer model memberikan spesifikasi yang diikuti dalam estimasi algoritma PLS, definisi weight relation sangat diperlukan. Nilai kasus untuk setiap variabel laten diestimasi dalam PLS sebagai berikut:

ξb= Σkb wkb xkb ……… (11)

i= Σki wki yki ………...…….….. (12)

Dimana wkb dan wki adalah k weight yang digunakan untuk

membentuk estimasi variabel laten ξb dan i. Estimasi variabel laten adalah linear agregat dari indikator yang nilai weightnya didapat dengan prosedur estimasi PLS seperti dispesifikan oleh inner dan outer model dimana adalah vaktor variabel endogen (dependen)

dan ξ adalah vaktor variabel eksogen (independen), merupakan

vaktor residual dan serta Γ adalah koefisien jalur. 4. Evaluasi model

(44)

yang indikator formatif dievaluasi berdasarkan pada substantif kontennya yaitu dengan membandingkan besarnya relative weight dan melihat signifikansi dari ukuran weight tersebut. Model struktural atau inner model dievaluasi dengan melihat presentase variansi yang dijelaskan yaitu dengan melihat nilai R2 untuk konstruk laten dependen dengan menggunakan Stone-Geisser Q-squares test dan juga melihat besarnya koesfisien jalur strukturalnya. Stabilitas dari estimasi ini dievaluasi dengan menggunakan uji t-statistik yang didapat lewat prosedur bootstrapping.

5. Model pengukuran atau outer model

Convergent validity dari model pengukuran dengan refleksif indikator dinilai berdasarkan korelasi antar item score/component score yang dihitung dengan PLS. Ukuran refleksif individual dikatakan tinggi jika korelasi lebih dari 0,70 dengan konstruk yang ingin diukur. Namun demikian, untuk penelitian tahap awal dari

pengembangan skala pengukuran nilai loading 0,50 hingga 0,60 sudah dianggap cukup (Chin, dalam Ghozali, 2008).

Discriminant validity dari model pengukuran dengan refleksif indikator dinilai berdasarkan crossloading pengukuran dengan konstruk. Jika korelasi konstruk dengan item pengukuran lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya, maka hal menunjukkan bahwa konstruk laten memprediksi ukuran pada blok mereka lebih baik daripada ukuran pada blok lainnya. Metode lain untuk menilai discriminant validity adalah membandingkan nilai square root of everage variance extracted (AVE) setiap konstruk korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model. Jika nilai akar kuadrat AVE setiap konstruk lebih besar daripad nilai korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model, maka dikatakan memiliki nilai discriminant validity yang baik. Berikut ini adalah rumus untuk menghitung AVE:

�� = ⅀��

2 Σ�2+ Σ

(45)

Dimana λi adalah komponen loading ke indikator dan

var( i) = 1 - �2. Jika semua indikator distandarisasi, maka ukuran ini sama dengan average communalities dalam blok. Fornnel dan Lecker (dalam Ghozali, 2008) menyatakan bahwa pengukuran ini dapat digunakan untuk mengukur reliabilitas component score variabel laten dan hasilnya lebih konservatif dibandingkan dengan composite reliability (ρc). Direkomendasikan nilai AVE harus lebih besar dari 0,5.

Composite reliability blok indikator yang mengukur suatu konstruk dapat dievaluasi dengan dua macam ukuran yaitu internal consistency dan Cronbach’s alpha. Dengan menggunakan output yang dihasilkan PLS maka composite reliability dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

� = ⅀��

2

Σλi 2+ Σ� � �� ……… (14)

Dimana λi adalah komponen loading ke indikator dan

var( i) = 1 - λi2. Dibandingkan dengan Cronbach alpha, ukuran ini tidak mengasumsikan tau equivalence antar pengukuran dengan asumsi semua indikator diberi bobot sama, sehingga Cronbach alpha cenderung low bound estimate reliability. Sedangkan � merupakan closer approximation dengan asumsi parameter adalah akurat dan � adalah ukuran internal consistence yang hanya dapat digunakan untuk konstruk dengan refleksif indikator.

6. Model struktural atau inner model

(46)

2 = �� �2 − 2� �

1− �� �2 ………... (15)

Dimana �� �2 dan 2� � adalah R-square dari

[image:46.595.93.510.392.742.2]

variabel laten independen ketika prediktor variabel laten digunakan atau dikeluarkan di dalam persamaan struktural. Nilai f2 sama dengan 0.02, 0.15, dan 0.35 dapat diinterpretasikan bahwa prediktor variabel laten memiliki pengaruh kecil, menengah dan besar pada level struktural. Disamping nilai R-square, model PLS juga dievaluasi dengan melihat Q-square predictive relevance untuk model konstruk. Q-square mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan estimasi parameternya. Nilai Q-square lebih besar dari 0 (nol) menunjukkan bahwa model mempunyai nilai predictive relevance, sedangkan nilai Q-square kurang dari 0 (nol) menunjukkan bahwa model kurang memiliki predictive relevance.

Tabel 4. Kriteria penilaian PLS

Kritteria Penjelasan

Evaluasi model struktural

R2 untuk variabel laten endogen

Hasil R2 sebesar 0.67, 0.33 dan 0.19 untuk variabel laten endogen dalam model struktural mengindikasikan bahwa model “baik”, ”moderat”, dan “lemah” Estimasi

koefisien jalur

Nilai estimasi untuk hubungan jalur dalam model struktural harus signifikan. Nilai signifikansi ini dapat diperoleh dengan prosedur bootstrapping.

f2 untuk effect size

Nilai f2 sebesar 0.02, 0.15, dan 0.35 dapat diinterpretasikan apakah prediktor variabel laten mempunyai pengaruh yang lemah, medium atau besar pada tingkat struktural.

Relevansi prediksi (Q2 dan q2)

Prosedur blindfolding digunakan untuk menghitung: 2= 1− Σ Ε

Σ

D adalah omission distance, E adalah sum of square of prediction errors, dan O adalah sum of squares of observation. Nilai Q2 di atas nol memberikan bukti bahwa model memiliki prediktive relevance (Q2 di bawah nol mengindikasikan model kurang memiliki prediktive relevance). Dalam kaitannya dengan f2, dampak relatif model struktural terhadap pengukuran variabel dependen laten

dapat dinilai dengan: 2= �� �

<

Gambar

Tabel 2. Perbandingan PLS dengan CBSEM
Tabel 4. Kriteria penilaian PLS
Gambar 5. Kerangka Pemikiran
Gambar 6. Model Diagram Lintas Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama R.I, menyatakan bahwa lembaga di bawah ini telah melakukan updating data Pendidikan Islam (EMIS) Periode Semester GENAP

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama R.I, menyatakan bahwa lembaga di bawah ini telah melakukan updating data Pendidikan Islam (EMIS) Periode Semester GENAP

1) Setiap sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya ( adaptation ). Tidak ada cara yang sama dalam menyelesaikan kasus-kasus hukum oleh para pemegang peranan,

Hasil yang diperoleh dari kegiatan PPL ini adalah pengalaman mengajar maupun pengalaman dalam mengenali dan mengatasi berbagai permasalahan yang timbul di lingkungan

Menganalisis fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan dari teks news item berbentuk berita sederhana dari koran/radio/TV, sesuai dengan konteks penggunaannya..

Dengan demikian untuk mengetahui pengaruh dinamika kelompok terhadap kemandirian anggota kelompok tani dalam berusahatani, analisis yang digunakan adalah pendekatan

The most common route to take when going from San José down to Jacó is to drive via Alajuela, continue to Atenas and further down the dark green slopes of the west side of Costa

- Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mencari/mencocokan kartu yang dipegang dengan satu kelompok lain.. Guru juga perlu menyampaikan batasan maksimum waktu