• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi T1 312009024 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi T1 312009024 BAB I"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang Masalah

Asas iktikad baik atau good faith itu adalah suatu kontrak. Ia berfungsi mengamankan suatu transaksi. Tidak dapat disangkal bahwa hubungan hukum itu adalah kontrak, suatu perikatan1. Tanpa adanya kontrak, tidak mungkin hubungan hukum dapat dilakukan. Kontrak dapat dilakukan secara lisan maupun lisan tetapi tertulis. Dalam Convention on International Sale of Goods tahun 1980 diatur kontrak2 berbentuk tertulis.

Hubungan hukum mempunyai pengertian sebagai hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum. Hubungan hukum menimbulkan akibat hukum tertentu atau dapat disebut perikatan antara subjek hukum. Hubungan hukum berisi hak dan

1 R.Subekti., Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1998, hal. 1. menyimpulkan bahwa Suatu

perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini timbulah hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Hubungan perikatan dengan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan.

2 Pandangan dalam suatu buku berjudul Dinamika Hukum Kontrak dengan Editor Dyah Hapsari

(2)

kewajiban. Dalam hubungan hukum, melekat hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak (the party to contract) lainnya.

Hukum kontrak itu beberapa asas-asas sebagai dasar atau pondasi dalam membuat suatu perjanjian. Asas-asas tersebut yaitu: asas iktikad, asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, pacta sunt servanda yang semuanya harus beriktikad baik. Asas iktikad baik adalah asas yang mengatur bahwa dalam membuat suatu kontrak atau perjanjian para pihak harus berdasarkan iktikad baik atau tidak ada niat jahat (mens rea). Asas ini tidak hanya berlaku sebelum, pada tahap awal pembuatan kontrak atau perjanjian, tetapi asas iktikad baik juga berlaku sampai berakhirnya suatu kontak atau perjanjian3, dan bahkan post contrak, atau setelah suatu kontrak dinyatakan telah berakhir.

Asas kebebasan berkontrak adalah asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak yang akan membuat syarat-syarat, klausula-klausula tertentu baik yang sesuai dengan undang-undang atau hukum ataupun yang diluar undang-undang atau hukum4.

Asas konsesualisme adalah asas yang penting dalam suatu perjanjian atau kontrak. Asas konsensualisme atau kata sepakat menjadi penting. Karena, jika tidak ada kata sepakat dalam kontrak atau perjanjian tidak ada iktikad baik atau tidak ada juga kontrak atau perjanjian. Dikarenakan tidak adanya kata sepakat antara kedua pihak dalam kontrak atau perjanjian5.

3 Dyah Hapsari Prananingrum., Dinamika Hukum Kontrak., Fakultas Hukum Universitas Kristen

Satya Wacana, Salatiga, 2013, hal., 38.

(3)

Asas pacta sunt servanda adalah asas yang dimaknai sebagai peletak asas kepastian hukum. Dimaksud berkepastian hukum adalah kontrak atau perjanjian yang dibuat berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang beriktikad baik membuatnya6.

Penelitian ini menitikberatkan kepada asas iktikad baik (good faith). Asas ini menjadi perhatian penulis karena menurut penulis dalam suatu perjanjian yang menimbulkan suatu akibat hukum asas iktikad baik menunjukkan suatu kepercaayaan7 dari para pihak. Iktikad baik menurut penulis sebagai pemenuhan

tujuan hukum yang adil, bermanfaat dan berkepastian, dalam iktikad baik. Dalam membuat suatu kontrak atau perjanjian harus berdasarkan iktikad baik. Seperti telah dikemukakan di muka, iktikad baik berlaku tidak hanya pada tahap awal dalam membuat suatu kontrak atau perjanjian. Tetapi, asas iktikad baik juga berlaku sepanjang kontrak atau perjanjian dibuat dan dilaksanakan sampai kontrak atau perjanjian berakhir ataupun saat terjadi cidera janji dari satu pihak. Namun ada pendapat, praktiknya asas iktikad baik tidak berlaku sepanjang kontrak atau perjanjian dibuat. Melainkan, hanya berlaku pada tahap awal dalam membuat kontrak atau perjanjian8, yang sudah termasuk pula saat pelaksanaan maupun saat berakhirnya kontrak.

5 Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

6 Dyah Hapsari Prananingrum, Op.Cit., hal., 36.

7 Salim HS., Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal., 159.

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, 17-19 Desember 1985 merumuskan delapan asas hukum perikatan satu asasnya adalah asas Kepercayaan yang mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara mereka di belakang hari.

8 Ridwan Khairandy, Hukum kontrak Indonesia Dalam Perspektif Perbandingan (Bagian Pertama),

(4)

Berikut di bawah ini, gambaran mengenai isu hukum good faith yang penulis temukan dalam pra penelitian Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995K/Pdt/2012 tentang Sengketa Konsumen, dalam kasus penyelenggaraan jasa telekomunikasi9.

Isu hukum iktikad baik dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995K/Pdt/2012 bermula dari konsumen kartu pra bayar tidak mempunyai suatu permasalahan yang dihadapi dengan pelaku usaha. Sebagai konsumen kartu pra bayar, seharusnya konsumen diutamakan dalam pelayanan. Namun, suatu ketika konsumen sedang melakukan ibadah Umroh di Arab Saudi dan kembali ke Indonesia, dia merasa dikejutkan dengan tagihan kartu pra bayar yang mencapai tujuh juta tujuh ratus lima puluh ribu tujuh ratus enam puluh empat rupiah. Karena tidak ada kejelasan tentang biaya tagihan, kemudian konsumen mengutus dua orang untuk mengkonfirmasi tagihan tersebut kepada penyelenggara telekomunikasi.

Diketahui dari konfirmasi tersebut bahwa jumlah tagihan bermasalah akibat dari roaming internasional. Diputuskan, konsumen harus membayar jumlah tagihan tersebut. Konsumen menyetujui membayar tagihan tersebut. Konsumen minta keringanan pembayaran dengan membayar secara cicilan selama tiga kali, dengan batas pembayaran tanggal 20 setiap bulannya. Pada pembayaran pertama, konsumen membayar sejumlah tagihan sebesar lima juta rupiah. Pada pembayaran kedua, konsumen membayar tagihan sebesar satu juta lima ratus ribu rupiah.

(5)

Akan tetapi, sebelum jatuh tempo pembayaran yang ketiga, kartu pra bayar konsumen diblokir oleh Pelaku Usaha tanpa ada alasan yang jelas. Menurut konsumen jelas perbuatan Pelaku Usaha dalam melakukan usaha telah beriktikad tidak baik atau bad faith dalam melakukan kegiatan usahanya. Pelaku usaha tidak memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur atau informasi yang cukup khususnya tentang biaya roaming internasional. Selanjutnya jelas pelaku usaha tidak beriktikad baik, tidak konsekuen dan konsisten untuk mematuhi janjinya kepada konsumen sebagai mana yang telah dijanjikan dalam penyelesaian tagihan biaya roaming konsumen. Setidak-tidaknya pandangan itu menurut Pengguna Jasa Telekomunikasi atau konsumen.

Lagi menurut konsumen, Pelaku Usaha juga melanggar hak-hak konsumen, berdasarkan UU Perlindungan Konsumen, pada Pasal 4 huruf (a), huruf (c), huruf (d), dan huruf (g). Selain itu, pihak pelaku usaha juga melanggar ketentuan Pasal 7 huruf (a), huruf (b), dan huruf (c) jo Pasal 26 UU Perlindungan Konsumen jo

Pasal 17 huruf (a) Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi10. Persengketaan berlanjut dalam proses hukum.

Pelaku usaha dan konsumen mula-mula menempuh upaya konsiliasi dalam penyelesaian permasalahan di Badan Perlindungan Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Jakarta dengan Nomor Register 012/REG/BPSK-DKI/III/2010 tertanggal 12 Maret 2010. Akan tetapi, upaya konsiliasi antara para pihak tersebut dinyatakan tidak berhasil. Pengadilan Negeri memutuskan menguatkan Putusan BPSK.

10 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi selanjutnya akan disebut UU

(6)

Kemudian, karena tidak puas dengan putusan Pengadilan Negeri, pihak konsumen melakukan kasasi.

Penulis menemukan bahwa dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995K/Pdt/2012, menurut konsumen, penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam menjalankan kegiatan usahanya tidak beriktikad baik. Terbukti, dalam penyelesaian sengketa Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995K/Pdt/2012. Antara penyelenggara jaringan telekomunikasi dengan pengguna jaringan telekomunikasi awal mulanya telah menyepakati untuk menyelesaikan permasalahan biaya dari tarif sewa telekomunikasi (biaya roaming internasional)

ditempuh dengan melakukan pembayaran secara berkala. Namun, menurut konsumen, Penyelenggara jaringan telekomunikasi (Pelaku Usaha) tidak memenuhi asas iktikad baik dalam kontrak atau perjanjian yang telah disepakati. Iktikad baik dalam skripsi ini adalah iktikad baik dalam kontrak atau perjanjian sewa telekomunikasi antara penyelenggara jaringan telekomunikasi atau antara pelaku usaha dan konsumen.

Berikut, perlu dikemukakan beberapa konsep, yaitu; Pengguna adalah

pelanggan dan pemakai. Sedangkan dalam Pasal 1 huruf (e): Pelanggan adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan

telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak.

(7)

keberadaan asas itu dalam peraturan perundang-undangan Telekomunikasi yang menjadi satuan amatan Penulis dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995K/Pdt/2012 sebagai indikasi awal adanya iktikad baik.

Penelitian dan penulisan karya tulis ilmiah ini hendak memahami suatu hakekat hubungan hukum dalam hal ini iktikad baik antara pihak Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan pihak pengguna jaringan telekomunikasi. Bagaimana asas iktikad baik (good faith) dalam hubungan hukum di antara penyelenggara jaringan dengan pengguna jaringan telekomunikasi sebagai suatu kontrak. Penulis akan mengkaji asas iktikad baik dalam peraturan perundang-undangan tentang telekomunikasi dan putusan Mahkamah Agung No. 2994/K/Pdt/2012, seperti telah dikemukakan di atas.

Dalam suatu hubungan hukum sewa-menyewa jaringan telekomunikasi11, Pasal 1 huruf (e) mengatur hubungan hukum yang dilakukan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dengan pengguna jaringan telekomunikasi berdasarkan kontrak atau perjanjian (sewa-menyewa). Dalam hal ini apakah asas iktikad baik masih menjadi dasar dalam suatu kontrak atau perjanjian mengingat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995K/pdt/2012 terdapat wanprestasi yang dilakukan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam penyelesaian sengketa melalui kontrak atau perjanjian yang di buat oleh kedua belah pihak.

11 Skripsi Caesar Fortunus Wauran. S.H., yang berjudul ”Hubungan Hukum antara Penyelenggara

Jaringan Telekomunikasi dan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi adalah Sewa-Menyewa”. Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Tahun 2013. Dan Skripsi Pradikka Exa Budi Hartono. S,H., “Asas Kebebasan Berkontrak dalam Hubungan Hukum Sewa-Menyewa antara Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan Penyelenggara Jasa Jaringan

(8)

Hal ini merupakan latar belakang Penulis untuk melakukan penelitian tentang asas iktikad baik dalam hubungan hukum antara penyelenggara jaringan telekomunikasi dengan pengguna jaringan telekomunikasi. Asas iktikad baik masih menjadi dasar dalam hubungan hukum yang berdasarkan kontrak, dengan judul: ”iktikad baik (good faith) dalam sewa-menyewa telekomunikasi”.

Penulis membuktikan bahwa asas iktikad baik (good faith) merupakan satu asas yang harus ada dalam kontrak atau perjanjian dalam UU Telekomunikasi, asas iktikad baik menjadi dasar perwujudan tujuan hukum yang bermanfaat, adil dan berkepastian hukum. Menurut Penulis, judul tersebut juga belum pernah dikaji dalam skripsi di Falkutas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, seperti tertulis dalam matrix perbandingan skripsi dibawah ini.

Tabel. 1. Matriks Perbandingan Skripsi.

No Nama Penulis Topik yang dibahas

1 Caesar Fortunus Bastian Christy Wauran

Menemukan hakikat hubungan hukum Telekomunikasi sebagai hubungan hukum sewa-menyewa.

(9)

hukum dengan pelanggan juka ditinjau dari aspek perlindungan hukum.

3 Aditya Reza Pratama Menemukan karakter Asas iktikad baik dalam hubungan hukum sewa-menyewa Telekomunikasi.

Sumber: diolah dari skripsi-skripsi atau Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.

Penulis berpendapat, bahwa hubungan hukum antara penyelenggara jaringan telekomunikasi dengan pengguna jaringan telekomunikasi, berdasarkan kontrak, mengandung asas iktikad baik (good faith). Dalam praktiknya asas iktikad baik tersebut hanya diterapkan pada awal penbuatan kontrak saja. Seharusnya asas iktikad baik berlaku tidak hanya awal tahap pembuatan kontrak melainkan harus berlaku sepanjang kontrak sejak kontrak tersebut telah memenuhi kesepakatan hingga kontrak atau perjanjian tersebut berakhir ataupun saat penyelesaian suatu wanprestasi antara para pihak.

(10)

mungkin pihak kedua dapat dianggap melaksanakan kontrak atau perjanjian tidak sesuai dengan itikad baik12.

Dilihat dari prespektif kontrak sebagai rangkaian kegiatan yang meliputi fase pra-kontraktual, pase kontraktual dan fase pasca-kontraktual, asas iktikad baik menaungi di semua tahap tersebut. Pada fase pra-kontaktual implementasi iktikad baik antara lain tertenggara pada kewajiban memeriksa dan kewajiban untuk memberitahukan secara jujur terhadap objek perjanjian atau kontrak. Asas iktikad baik juga terwujud pada kewajiban untuk melakukan pencermatan terhadap seluruh aspek yang terkandung dalam kontrak atau perjanjianyang akan ditanda tangani. Kewajiban yang terakhir ini lazim disebut the obligation to exercise due delignce. Pada fase kontraktual, implementasi iktikad baik tertengara dari perilaku yang layak dan patut dari para pihak. Pengujiannya, didasarkan pada norma-norma objektif yang tidak tertulis. Selain itu, iktikad baik juga diartikan sebagai keadaan tidak mengetahui adanya cacat dari objek perjanjian atau kontrak13.

Melihat uraian di atas, Penulis berpendapat bahwa asas iktikad baik merupakan pokok atau dasar dalam membuat perjanjian atau kontak. Terlihat dari tahap-tahap yang ada dalam kontrak atau perjanjian yang dibuat harus berdasarkan asas iktikad baik. Terlihat juga dalam teori di atas bahwa penerapan kontrak atau perjanjian yang berdasarkan asas iktikad baik tidak hanya berlaku

12 Suharnoko., Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Jakarta, Kencana Prenada Media

Group, 2004, hal., 4.

13 Kartini Mulayadi dikutip oleh Tri Budiono Editor Dyah Hapsari Prananingrum., Loc.Cit., hal.

(11)

pada tahap pra-kontrak melainkan harus ada sepanjang kontrak dan sampai kontrak atau perjanjian berakhir harus berdasarkan asas iktikad baik.

Hanya saja dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995K/Pdt/2012 penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam melaksanakan penyelesaian tagihan kartu pra-bayar yang berdasarkan kesepakatan melakukan pelunasan tagihan biaya roaming internasional yang dilakukan secara bertahap selama tiga kali pembayaran, pihak penyelenggara jaringan telekomunikasi melakukan pemblokiran sepihak sebelum jatuh tempo pembayaran. Hal ini membawa kesan bagi pengguna jasa telekomunikasi, penyelenggara jaringan telekomunikasi tidak beritikad baik dalam melakukan hubungan hukum dengan pengguna jaringan telekomunikasi. Pihak penyelenggara jaringan telekomunikasi juga tidak beriktikad baik dalam penyampaian informasi mengenai biaya roaming internasional yang telah dibebankan kepada pengguna jaringan telekomunikasi.

1.2

Rumusan Masalah

Bagaimana asas iktikad baik (good faith) dalam hubungan hukum antara penyelenggara jaringan dengan pengguna jaringan telekomunikasi sebagai suatu kontrak?.

1.3

Tujuan Penelitian

(12)

ingin memahami bagaimana asas iktikad baik berperan atau menaungi hubungan hukum sewa-menyewa dalam penyelenggaraan telekomunikasi menurut peraturan perundang-undangan mengenai Telekomunikasi.

1.4

Manfaat penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui karakter atau wajah asas iktikad baik dalam hubungan hukum antara penyelenggara jaringan telekomunikasi dan pengguna jaringan telekomunikasi yang berdasarkan kontrak.

1.5

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah suatu penelitian hukum yang merupakan proses untuk menemukan aturan hukum dalam pengertian kaedah, prinsip-prinsip hukum, guna menjawab isu hukum yang dihadapi Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat normatif (yuridis normaif). Penelitian hukum dikenal ilmu hukum normatif karena ilmu hukum normatif bersifat prespiktif bukan deskriptif. Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Peneliti hendak meneliti asas iktikad baik dalam Undang-Undang telekomunikasi dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995K/Pdt/2012 tentang Sengketa Telekomunikasi.

(13)

pandangan atau doktrin-doktrin didalam hukum telekomunikasi. Fokus dengan peraturan perundang-undangan dalam tulisan ini yaitu; Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995K/Pdt/2012 tentang Sengketa Telekomunikasi dan peraturan perundang-undangan telekomunikasi.

1.6

Sistematika penulisan

Struktur skripsi dibagi menjadi tiga Bab, yaitu bagian awal, bagian isi, bagian akhir, berikut adalah sistematika penulisan penelitian ini.

BAB I Pendahuluan, berisi latar belakang masalah mengenai asas iktikad baik dalam hubungan hukum antara penyelenggara jaringan telekomunikasi dan pengguna jaringan telekomunikasi dilihat dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995K/Pdt/2012 tentang Sengketa Telekomunikasi. Dalam Bab I juga

Gambar

Tabel. 1. Matriks Perbandingan Skripsi.

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini yang dimaksud bukan penderita TB adalah suspek TB yang mendapatkan pengobatan dan ada perbaikan setelah pengobatan atau yang tidak terdapat perbaikan

Dengan menerapakan etnomatematika sebagai suatu pendekatan pembelajaran akan sangat memungkinkan suatu materi yang dipelajari terkait dengan budaya mereka sehingga

cara memberi yang baik. 6) Guru meminta peserta didik bersama-sama mengucapkan “aku selalu mengucapkan alhamdulillah ”. Lalu guru meminta peserta didik untuk mencontohkannya.. 7)

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS, DAN LEVERAGE TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN. DI BEI

Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagiandalam. Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah : pangkal hidung, batang hidung,

Karena saat dilakukannya revisi tersebut kebijakan dari pemerintah pusat dalam upaya pengembangan BUM Desa belum ada, maka fokus kegiatannya hanya sampai pada persiapan

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5/W7, 2015 25th International CIPA Symposium 2015, 31 August – 04

Seguimos la entrevista como línea principal del montaje, alternando e insertando al mismo tiempo primeros planos de del rostro de la protagonista así como planos detalles,