• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan arsitektur tajuk dengan fotosintesis, produksi dan kandungan Minyak Jarak Pagar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan arsitektur tajuk dengan fotosintesis, produksi dan kandungan Minyak Jarak Pagar"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ARSITEKTUR TAJUK DENGAN

FOTOSINTESIS, PRODUKSI DAN KANDUNGAN

MINYAK JARAK PAGAR

(

Jatropha curcas

L.)

INCE RADEN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Studi Arsitektur Tajuk Jarak Pagar

(Jatropha curcas L.) Hubungannya dengan Fotosintesis, Produksi dan Kandungan

Minyak” adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2009

Ince Raden

(3)

ABSTRACT

INCE RADEN. Shoot Architecture and Its Relation to Photosynthesis, Production, and Seed Oil Content of Physic Nut (Jatropha curcas L.). Under supervisory of Bambang Sapta Purwoko as a chairman, Hariyadi, Munif Ghulamahdi, and Edi Santosa as members of the advisory committee.

Experiments on physic nut were conducted (1) to analyze branching and shoot pattern, and to observe flowering at various shoot architectures, (2) to determine physiological characteristics, leaf phyllotaxis and leaf morphology at canopy for determining reference’s leaf for photosynthetic measurement (3) to study shoot architecture with special emphasis on the number of primary branches that support optimum growth, production and oil content, and (4) to study shoot architecture by managing primary and secondary branches to support growth, production and oil content.

First experiment consisted of four treatments; those were stem pruned at height of 20 cm (T20), 30 cm (T30), 40 cm (T40) from soil surface, and control without stem pruning (T0). Second experiment observed morphological and physiological character of leaf with single factor, i.e., leaf age. Third experiment consisted of ten treatments, i.e., control, T20= stem was pruned at height of 20 cm from soil surface and without control on number of primary branches, T20-2= pruned at 20 cm and two primary branches, T20-3= pruned at 20 cm and three primary branches, T30= pruned at 30 cm and without control on number of primary branches, T30-2= pruned at 30 cm and two primary branches, T30-3= pruned at 30 cm and three primary branches, T40= pruned at 40 cm and without control on number of primary branches, T40-2= pruned at 40 cm and two primary branches, and T40-3= pruned 40 cm and three primary branches. Fourth experiment consisted of five treatments, those were K= control, TbP-2S = without control on number of primary branches and two secondary branches, 2P-2S= two primary branches and two secondary branches, 2P-3S= two primary branches and three secondary branches, 3P-3S= three primary branches and three secondary branches.

Result showed that physic nut tree formed branch before and after flowering. Primary branches were distributed spirally and the inflorescences were located at terminal apex. Canopy architecture naturally was conical, whereas plant canopy experienced with pruning became columnar. Physic nut leaf had phyllotaxy 5/13 with angular degree 1380. Chlorophyll a, b, and total content reached maximum at 9 week after immature leaf initial, i.e., 0.45 g/cm2, 0.19 g/cm2, and 0.62 g/cm2, respectively. Photosynthetic rate gained maximum at 6 week, i.e., 8.99 µmole CO2 /m2/s. Physic nut leaves had stomata at both upper and

(4)

respectively. The high productivity was concomitant with highest photosynthesis rate on treatment T40 (8.10 µmole CO2/m2/s). Similarly, controlling number of

secondary branches increased production on physic nut, however, this role applicable only if the number of primary branch was maintained more than three (TbP-2S). Under this circumstance, the treatment produced seed 151.92 g/ plant equal to 0.380 ton per ha (≈ 117.52 kg crude oil per ha) with photosynthesis rate reaching 9.64 µmole CO2/m2/s.

(5)

RINGKASAN

INCE RADEN. Hubungan Arsitektur Tajuk dengan Fotosintesis, Produksi dan Kandungan Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Dibimbing oleh Bambang Sapta Purwoko selaku ketua komisi , Hariyadi, Munif Ghulamahdi, dan Edi Santosa sebagai anggota komisi pembimbing

Pemangkasan dilakukan untuk mengatur ukuran dan bentuk pohon sesuai dengan tipe pertumbuhan dan produksi yang diinginkan, meningkatkan tunas terminal, memperbaiki kualitas buah dengan pendekatan keseimbangan pertumbuhan vegetatif dan reproduktif, memperbaiki penetrasi cahaya ke dalam kanopi sehingga cahaya tersebut dapat digunakan untuk pengembangan tunas bunga, fruit set dan pertumbuhan buah.

Untuk membentuk arsitektur tajuk diperlukan pemahaman yang mendasar tentang fisiologi tanaman, bagaimana tanaman tersebut tumbuh dan merespon tipe intervensi melalui pemangkasan sehingga dapat mengubah pertumbuhan vegetatif dan reproduktif untuk menghasilkan buah sesuai dengan karakter yang diinginkan. Pola sistem percabangan, pembungaan, pembuahan, kapasitas fotosintesis, penyebaran dan distribusi daun sebagai “source”, potensi produksi biji dan kandungan minyak berdasarkan arsitektur tajuk yang diintervensi melalui pemangkasan perlu dipelajari dalam upaya meningkatkan produksi dan kandungan minyak tanaman jarak pagar.

Penelitian dilakukan dalam empat percobaan, (1) menganalisis pola percabangan, model tajuk (menggambarkan geometri tajuk) dan mengobservasi pembentukan bunga pada arsitektur tajuk tanaman jarak pagar, (2) studi karakteristik fisiologi dan morfologi daun berdasarkan posisi daun dan umur daun pada kanopi cabang tanaman jarak pagar dalam kaitannya dengan kemampuan fotosintesis, terutama dalam menentukan nomor daun terbaik sebagai referensi (3) menemukan arsitektur tajuk yang memiliki jumlah cabang yang dapat mendukung pertumbuhan dan meningkatkan produksi serta hasil minyak jarak pagar melalui : pengujian pengaruh arsitektur tajuk berdasarkan tinggi pangkasan batang utama dan jumlah cabang primer yang dipelihara terhadap pertumbuhan, produksi, dan kandungan minyak, dan (4) menemukan arsitektur tajuk yang memiliki jumlah cabang primer dan sekunder yang dapat meningkatkan pertumbuhan, produksi dan kandungan minyak serta menemukan laju fotosintesis berdasarkan arsitektur tajuk yang dibentuk.

Batang utama yang dipangkas dapat meningkatkan jumlah cabang primer. Cabang pada tanaman jarak pagar secara alami (kontrol) terbentuk melalui 2 cara, yaitu sebelum tanaman berbunga dan sesudah tanaman berbunga. Proyeksi posisi cabang menunjukkan bahwa cabang primer tanaman jarak pagar pada posisi batang utama terdistribusi secara spiral dan bunga terletak pada terminal apeks.

(6)

tertinggi dicapai pada minggu ke-6, yaitu 42.14 per mm2 dan bagian bawah minggu ke-9 (238.59 per mm2). Daun mulai berfotosintesis sejak umur 1 minggu hingga umur 14 minggu, setelah itu daun mengalami senesen. Laju fotosintesis maksimum yang ditemukan pada penelitian ini, yaitu pada daun umur 6 minggu atau daun yang berada pada posisi daun 11 sampai 13 dari ujung pucuk cabang, yaitu 8.99 µmol CO2/m2/s. Oleh karena itu, daun ke-11 sampai 13 atau daun

umur 6 minggu setelah terbentuk dapat dijadikan referensi untuk mengevaluasi laju fotosintesis.

Batang utama yang dipangkas secara umum dapat meningkatkan jumlah cabang primer yang dapat mencapai 6.7 (T30) lebih banyak dibandingkan kontrol (5.2). Peningkatan jumlah cabang akibat pemangkasan batang memberikan pengaruh terhadap peningkatan diameter batang, jumlah daun, luas daun total, tetapi menurunkan diameter cabang dan panjang cabang per tanaman jarak pagar.

Terjadi kecenderungan bahwa semakin banyak jumlah cabang, jumlah daun dan luas daun memberikan dampak terhadap peningkatan intersepsi cahaya, kandungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total dan antosianin. Selain itu memberikan pengaruh positif terhadap produksi buah, jumlah biji, serta laju fotosintesis arsitektur tajuk. Tinggi pangkasan 30 sampai 40 cm dengan jumlah cabang primer 3 atau lebih (6 cabang primer) dapat meningkatkan produksi jarak pagar. Produksi tahun pertama mencapai 323.81 g/tanaman atau 0.810 ton/ha pada T40 dan 320.11 g/tanaman atau 0.802 ton/ha pada T30-3 dengan minyak yang dihasilkan masing-masing 244.56 kg/ha dan 276.61 kg/ha. Hal ini mengindikasikan tinggi pangkasan dan jumlah cabang tersebut dapat direkomendasikan untuk meningkatkan produksi dan kandungan minyak jarak pagar. Laju fotosintesis tertinggi dicapai pada perlakuan T40, yaitu 8.10 µmol CO2/m2/s dan yang terendah terjadi pada perlakuan T20-2, yaitu 4.71 µmol

CO2/m2/s.

Jumlah cabang sekunder 2 dapat meningkatkan produksi jarak pagar bila jumlah cabang primer yang dipelihara lebih dari 3 cabang (TbP-2S) dengan potensi produksi 151.92 g per tanaman atau 0.380 ton per ha dengan hasil minyak 110.83 kg per ha. Adapun laju fotosintesis yang dicapai pada perlakuan TbP-2S, yaitu 9.64 mol CO2/m2/s. Berdasarkan hasil tersebut, pada perlakuan jumlah

cabang primer tidak dibatasi (7.3 cabang) dengan jumlah cabang sekunder dua dapat meningkatkan produksi jarak pagar. Jika hasil produksi dan minyak yang diperoleh pada tahun pertama pada percobaan 3 dan percobaan 4 diperbandingkan maka produksi dan hasil minyak per hektar percobaan 3 lebih tinggi dibandingkan percobaan 4. Hal ini berhubungan dengan pembentukan kerangka pohon yang memerlukan waktu dan energi.

Kandungan (rendemen) minyak biji jarak pagar tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan pemangkasan batang utama, jumlah cabang primer, maupun jumlah cabang sekunder. Kandungan minyak (rendemen) rata-rata 32.44 % yang berkisar pada angka 30.49 % - 34.43 %, akan tetapi produksi minyak per satuan luas (ha) yang dicapai oleh perlakuan T40 dan T30-3 mencapai nilai tertinggi, berturut-turut 276.61 kg/ha dan 244.56 kg/ha.

(7)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumber :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

HUBUNGAN ARSITEKTUR TAJUK DENGAN

FOTOSINTESIS, PRODUKSI DAN KANDUNGAN

MINYAK JARAK PAGAR

(

Jatropha curcas

L.)

INCE RADEN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Judul Disertasi : Hubungan Arsitektur Tajuk dengan Fotosintesis, Produksi, dan Kandungan Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

Nama Mahasiswa : Ince Raden

Nomor Pokok : A361050081

Program Studi : Agronomi (AGR)

Disetujui :

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc. Dr. Ir. Hariyadi, MS Ketua Anggota

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS Dr. Edi Santosa, SP., M.Si

Anggota Anggota

Diketahui :

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Agronomi

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro M.Sc

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan petunjuk-Nya sehingga disertasi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor dapat penulis selesaikan dengan baik.

Karya Ilmiah yang dihasilkan penulis yang diterbitkan sebagai bagian dari disertasi adalah : Karakteristik Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Hubungannya dengan Fotosintesis. Artikel tersebut diterbitkan di Buletin Agronomi Vol. XXXVI No. 2 Agustus 2008.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan tersebut merupakan bimbingan dan bantuan yang tulus dan ikhlas dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, MSc. Selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Hariyadi, MS., Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS., dan Dr. Edi Santosa, SP., MSi. Masing-masing selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama melakukan penelitian dan penyusunan disertasi.

2. Pimpinan beserta staf Institut Pertanian Bogor yang telah berkenan untuk menerima penulis sebagai mahasiswa Program Doktor

3. Koordinator Kopertis Wilayah XI Kalimantan yang telah mengizinkan dan merekomendasikan penulis untuk melanjutkan pendidikan ke Program Doktor.

4. Rektor beserta staf Universitas Kutai Kartanegara yang telah mengizinkan penulis untuk melanjutkan pendidikan ke Program Doktor. 5. Tim BPPS Dikti 2005 yang telah memberikan bantuan beasiswa selama

mengikuti pendidikan program Doktor di Institut Pertanian Bogor.

6. Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur yang telah membantu penulis untuk biaya penelitian 7. Tim Hibah Bersaing Dikti tahun 2008 yang telah memberikan bantuan

(11)

8. Pengelola University Farm dan lahan Kebun Percobaan di Cikabayan, para laboran di Lab Fisiologi IPB, RGCI, dan PAU IPB.

9. Orang tua, mertua, istri (Dra. Saoda Nur) dan anak-anak tercinta (Raudhia Zahra, Nurul Azmi Afifah, dan Mohamad Farras Arhab), beserta keluarga kandung penulis: Ir. Asma Intje Gani, MSi, Drs. Muktasim, Ince Moh. Hasan, Ince Nurfaida, SE., dan Ince Moh. Ikbal, ST. dan keluarga besar penulis yang telah memberi motivasi, bantuan moril maupun materi kepada penulis.

10.Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana khususnya Ir. Bambang Budi Santoso, MSc., Ir. Iskandar Lapanjang, MP., Ir. Abdul Haris Badrun, MSi, Ir. Thamrin, M.P. serta teman-teman Program Studi Agronomi untuk segala bantuan dan diskusinya

11.Semua pihak yang telah banyak membantu dan mendukung penulis selama mengikuti pendidikan di IPB yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga bimbingan dan segala bentuk bantuan yang telah diberikan dari semua pihak mendapatkan nilai ibadah yang diterima oleh Allah SWT…Amin.

Bogor, Januari 2009

Penulis,

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Poso pada tanggal 8 September 1967 dari ayah Drs. H. Mansur Intje Gani dan Ibu Hj. Zaitun Abdul Samad. Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara. Tahun 1996 penulis menikah dengan Dra. Saoda Nur dan hingga saat ini dikaruniai 3 orang anak, yaitu Raudhia Zahra, Nurul Azmi Afifah, dan Mohammad Farras Arhab.

Tahun 1993 penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di Program Studi Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako Palu. Tahun 1997 penulis melanjutkan pendidikan ke Program Magister di Universitas Padjadjaran Bandung pada Bidang Ekofisiologi Tanaman dan menamatkannya pada tahun 1999. Selanjutnya, penulis melanjutkan Pendidikan Program Doktor di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2005 pada Program Studi Agronomi. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari BPPS Dikti sejak tahun 2005.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar kopertis wilayah XI Kalimantan dipekerjakan di Fakultas Pertanian Universitas Kutai Kartanegara di Tenggarong, Kalimantan Timur sejak tahun 1994.

Selama mengikuti program S3, penulis menjadi Wakil Ketua Pengurus Forum Mahasiswa Pascasarjana Agronomi periode 2005-2006, Koordinator Bidang pada Forum Wacana Mahasiswa Pascasarjana IPB periode 2006-2007. Ketua Forum Mahasiswa Asal Kalimantan Timur periode 2006-2007. Karya Ilmiah yang dihasilkan penulis yang telah dan akan diterbitkan adalah : (1) Pengaruh Alelopati Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) terhadap perkecambahan benih Jagung, Tomat dan Padi Gogo, (2). Karakteristik Daun Jarak Pagar

(Jatropha curcas L.) Hubungannya dengan Fotosintesis. (3). Pengaruh

(13)

DAFTAR ISI

Halaman PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang………... Tujuan Umum Penelitian... Tujuan Khusus Penelitian... Kegunaan Penelitian... Ruang Lingkup Penelitian...

II. TINJAUAN PUSTAKA

(14)

IV. KARAKTERISTIK DAUN JARAK PAGAR DAN HUBUNGANNYA DENGAN FOTOSINTESIS ABSTRACT…………..………... PENDAHULUAN………... Latar Belakang…...……… Tujuan……… BAHAN DAN METODE……….. Waktu dan Tempat………... Metode Percobaan………... Peubah yang Diamati.………... HASIL DAN PEMBAHASAN... Posisi Daun... Perkembangan Daun... Kandungan Klorofil... Stomata Daun…... Laju Fotosintesis... SIMPULAN...

V. PENGARUH TINGGI PANGKASAN BATANG UTAMA DAN JUMLAH CABANG PRIMER YANG DIPELIHARA TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KANDUNGAN MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

(15)

VI. PENGARUH PENGENDALIAN JUMLAH CABANG PRIMER DAN JUMLAH CABANG SEKUNDER TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KANDUNGAN MINYAK JARAK PAGAR

ABSTRACT…………..………... PENDAHULUAN………... Latar Belakang…...………. Tujuan………. BAHAN DAN METODE……….... Waktu dan Tempat………... Bahan dan Alat... Metode Percobaan... ... Pelaksanaan Percobaan……... Peubah yang Diamati... HASIL DAN PEMBAHASAN... Komponen Vegetatif... Intersepsi Cahaya ... Kandungan Klorofil dan Antosianin Daun... Kerapatan Stomata... Laju Fotosintesis... Komponen Generatif... Produksi Buah dan Biji... Kandungan Minyak dan Air... Korelasi Peubah Pertumbuhan dan Produksi... Simpulan...

PEMBAHASAN UMUM... Arsitektur Tajuk dan Sistem Percabangan... Perkembangan Daun dan Fotosintesis... Pertumbuhan Vegetatif, Klorofil, dan Intersepsi Cahaya... Pertumbuhan Generatif, Tanah dan Iklim... Kandungan dan Hasil Minyak...

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Karakteristik jumlah cabang, diameter batang, sudut cabang, dan diameter cabang primer akibat pemangkasan pucuk ………...

2. Kerapatan stomata pada bagian atas dan bawah daun berdasarkan posisi daun (umur daun) pada cabang jarak pagar………..

3. Korelasi karakter fisiologi, fotosintesis dengan berbagai faktor lingkungan………...

4. Data hasil analisis sampel tanah tempat penelitian...

5. Data iklim tempat penelitian di kebun Cikabayan IPB, Bogor………...

6. Perkembangan jumlah cabang primer akibat pemangkasan batang utama……….

7. Perkembangan diameter batang (cm) pada berbagai arsitektur tajuk...

8. Perkembangan diameter cabang primer pada berbagai arsitektur tajuk....

9. Perkembangan panjang cabang pada berbagai arsitektur tajuk ...

10. Perkembangan jumlah daun total pada berbagai arsitektur tajuk...

11. Perkembangan luas daun total pada berbagai arsitektur tajuk...

12. Intersepsi cahaya berbagai arsitektur tajuk jarak pagar...

13. Kandungan klorofil a, b, dan total serta antosianin daun pada berbagai arsitektur tajuk jarak pagar...

14. Kerapatan stomata pada arsitektur tajuk jarak pagar...

15. Laju fotosintesis berbagai arsitektur tajuk jarak pagar...

16. Waktu berbunga, persentase cabang primer berbunga dan jumlah buah per tandan...

17. Jumlah buah per tanaman, jumlah biji per tanaman, bobot kering per biji ...

18. Bobot kering biji per tanaman, bobot kering biji per petak, dan bobot kering biji per hektar...

26

43

45

49

50

55

56

57

58

59

59

61

62

64

65

66

67

(17)

19. Kandungan minyak dan air biji kering jarak pagar... ...

20. Koefisien korelasi antara peubah pertumbuhan, fisiologi, produksi dan minyak yang dihasilkan pada tanaman jarak pagar ...

21. Penambahan jumlah cabang primer bulan ke-2 sampai ke-10 setelah pangkas batang utama pada arsitektur tajuk jarak pagar...

22. Diameter batang tanaman bulan ke-2 sampai ke-10 setelah pangkas batang utama pada arsitektur tajuk jarak pagar...

23. Diameter cabang primer bulan ke-2 sampai ke-10 setelah pangkas batang utama pada arsitektur tajuk jarak pagar...

24. Diameter cabang sekunder bulan ke-4 sampai ke-10 setelah pangkas batang utama pada arsitektur tajuk jarak pagar ...

25. Panjang cabang bulan ke-2 sampai ke-10 setelah pangkas batang utama pada arsitektur tajuk jarak pagar ...

26. Jumlah daun total bulan ke-2 sampai ke-10 setelah pangkas batang utama pada berbagai arsitektur tajuk jarak pagar ...

27. Luas daun total bulan ke-2 sampai ke-10 setelah pangkas batang utama pada arsitektur tajuk jarak pagar ...

28. Persentase intersepsi cahaya bulan ke-2 sampai ke-10 setelah pangkas batang utama pada arsitektur tajuk jarak pagar ...

29. Kandungan klorofil a, b, dan total serta antosianin daun pada arsitektur tajuk jarak pagar...

30. Kerapatan stomata pada arsitektur tajuk jarak pagar...

31. Laju fotosintesis pada arsitektur tajuk jarak pagar...

32. Waktu berbunga, persentase cabang sekunder berbunga dan jumlah buah per tandan...

33. Jumlah buah per tanaman, jumlah biji per tanaman, dan bobot kering per biji...

34. Bobot kering biji per tanaman, bobot kering biji per petak, dan bobot kering biji per ha...

35. Kandungan minyak dan air jarak pagar ... 69

71

79

79

80

81

81

82

83

83

85

86

87

88

89

89

90

(18)
(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram alur penelitian ………

2. Irisan membujur ujung pucuk tampak meristem apical, primordia daun dan primordia tunas samping ...

3. Bagian sebuah dahan yang menunjukkan buku dan beberapa tipe tunas (a), struktur tunas alternate (b), dan struktur tunas opposite (c)...

4. Apikal dormansi (a), pucuk yang tidak dipangkas (b), dan pucuk yang dipangkas (c) ...

5. Cabang terbentuk sebelum berbunga (a) dan cabang terbentuk setelah pucuk batang utama berbunga (b)...

6. Pembungaan dan buah jarak pagar (a) dan ilustrasi pembentukan bunga dan cabang pada tanaman jarak pagar (b) = letak bunga dan buah ...

7. Proyeksi posisi cabang jarak pagar yang tanpa pangkas (a1, a2, a3),

T20 (b1, b2, b3), T30 (c1, c2, c3), T40 (d1, d2, d3). Angka menunjukkan

nomor cabang tampak atas dan garis putus-putus menunjukkan arah utara, selatan, timur dan barat...

8. Model tajuk jarak pagar T0, angka (...) menyatakan nomor cabang dan nilai selain dalam kurung menyatakan panjang caabang dalam cm ...

9. Model tajuk jarak pagar T20, angka (...) menyatakan nomor cabang dan nilai selain dalam kurung menyatakan panjang cabang dalam cm...

10. Model tajuk jarak pagar T30, angka (...) menyatakan nomor cabang dan nilai selain dalam kurung menyatakan panjang cabang dalam cm...

11. Model tajuk jarak pagar T40, angka (...) menyatakan nomor cabang dan nilai selain dalam kurung menyatakan panjang cabang dalam cm...

12. Jumlah kumulatif daun pada cabang tanaman jarak pagar...

13. Filotaksis daun jarak pagar tampak dari atas... 7

10

12

14

28

29

31

32

32

32

33

37

(20)

14. Perkembangan luas daun (a), lebar daun (b), panjang daun (c), luas daun spesifik (d), dan panjang tangkai daun ...

15. Perkembangan bobot kering tangkai daun (a) dan bobot kering daun (b) tanaman jarak pagar...

16. Hubungan sudut inklinasi tangkai daun dengan umur daun (a), kehijauan daun dengan umur daun (b) tanaman jarak pagar...

17. Kandungan klorofil a, b, dan total (a) dan nisba klorofil a/b (b) daun tanaman jarak pagar dari daun termuda hingga senesence...

18. Stomata bagian bawah (a) dan atas (b) daun jarak pagar...

19. Laju fotosintesis daun tanaman jarak pagar sejak umur 1 minggu hingga 14 minggu………

20. Data curah hujan, waktu pembibitan, penanaman di lapangan (tnm), waktu pemangkasan batang utama (P.BU), dan pengataman pertama (PP)………...

21. Alat soxhlet yang digunakan untuk menganalisis kandungan minyak……….

22. Penempatan cuvet portable chamber leaf model ADC Bio scientific Ltd. pada daun jarak pagar yang diukur…...

23. Data curah hujan, waktu pembibitan, penanaman dilapangan (Tnm), waktu pemangkasan batang utama (P.BU), dan pangkas cabang primer (P.CP)………...

24. Posisi dan letak daun tampak dari atas (a) dan tampak samping (b)... 39

40

41

42

43

44

52

53

54

76

95

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Prosedur kerja penentuan kandungan klorofil daun...

2. Prosedur kerja penentuan jumlah stomata...

3. Analisis kandungan minyak jarak pagar metode soxhlet...

4. Prosedur kerja analisis antosianin... 110

111

112

113

(22)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu masalah krusial yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah kekurangan pasokan energi. Pasokan energi dalam negeri terutama berbasis fosil dan minyak bumi mengalami kendala akibat produksi yang lebih rendah dibanding tingkat konsumsinya yang berakibat ketergantungan pada impor. Berdasarkan data migas terjadi impor bahan bakar minyak dari 86.6 juta barrel tahun 2001 dengan nilai 2.6 milyar USD meningkat menjadi 124.8 juta barrel dengan nilai 5.8 milyar USD tahun 2004. Pada tahun 2007 kebutuhan solar nasional mencapai 30.40 juta liter. Kebutuhan solar ini akan meningkat pada tahun 2010 hingga mencapai 34.89 juta liter. Kondisi ini harus diantisipasi pemerintah dengan pengembangan berbagai sumber energi yang dapat diperbaharui. Dalam periode 1995-2004, produksi minyak mentah nasional rata-rata mengalami penurunan 12.06 juta barel per tahun, atau sekitar 2.31% per tahun (BPS, 2005) dan berdasarkan data Pertamina (2005) persediaan minyak untuk memenuhi kebutuhan konsumsi Indonesia diperkirakan akan cukup hingga 20 tahun ke depan.

Indonesia memiliki ketersediaan sumber daya genetik tanaman penghasil minyak nabati yang cukup tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodisel. Salah satu diantaranya adalah Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Minyak jarak pagar (crude jatropha oil) memiliki sifat fisika dan kimia yang sesuai dengan minyak diesel, sehingga pemerintah memprogramkan untuk mensubtitusi 10 % dari kebutuhan minyak diesel. Tanaman jarak pagar selain dapat dijadikan sebagai sumber energi alternatif (penghasil minyak nabati non pangan) juga bermanfaat sebagai obat tradisional, insektisida nabati, tanaman pelindung dan pencegah erosi / konservasi, serta dapat diolah menjadi pakan ternak, pupuk organik dan surfaktan (Gubitz et al., 1996).

(23)

bervariasi, yaitu 0.3 kg/pohon atau 833 kg/ha (Heller, 1996), 400 kg/ha/tahun (Jones dan Miller, 1992), dan 200 kapsul/tanaman atau 0.36 kg/pohon (Hasnam et al., 2007), dan 880 kg/ha (Santoso et al., 2008). Sementara itu, kandungan minyak biji (oil content in whole seed) yang dihasilkan oleh berbagai propenan di India sekitar 33.50 % - 38.42 % (Ginwal et al., 2003), IP-2A 31 % - 32 %, IP-2P 32 % - 34 %, dan IP-2M 31%-32% (Hasnam et al., 2008).

Perbaikan teknik budidaya untuk meningkatkan produksi jarak pagar di Indonesia perlu dilakukan karena hingga saat ini teknologi budidaya berdasarkan kondisi spesifik wilayah Indonesia masih sangat terbatas.

Observasi pendahuluan menunjukkan bahwa tanaman jarak pagar yang ditanam atau tumbuh secara alami yang berasal dari biji mempunyai karakter (1) secara alamiah percabangan (tajuk) yang terbentuk tidak teratur dan tidak produktif, (2) cabang umumnya terbentuk setelah bunga atau buah pertama terbentuk (memiliki 60 – 70 daun), (3) tinggi pohon mencapai 5-7 meter, (4) tunas cabang umumnya terbentuk bersamaan dengan perkembangan reproduktif, (5) bunga muncul pada ujung-ujung pucuk (bunga terminal).

Pembentukan arsitektur tajuk bertujuan untuk mengoptimalkan intersepsi cahaya dan mengarahkan strategi pertumbuhan dan perkembangan ke arah yang menguntungkan sehingga produktivitas tinggi dan memudahkan manajemen kebun. Tujuan ini dapat dicapai dengan mengurangi kompetisi antara organ, vegetatif dan generatif serta keseimbangan alokasi asimilat yang harus ditunjang oleh intersepsi dan distribusi cahaya yang baik.

(24)

buah (fruit set) dan kualitas buah. Guillermo (2000) menyatakan bahwa intersepsi

photosynthetically active radiation (PAR) selama periode pengisian biji

meningkatkan bobot biji dan konsentrasi minyak pada bunga matahari.

Menurut Costes et al. (2006), untuk menganalisis arsitektur pohon buah yang berimplikasi pada manajemen pohon dan produksi buah, yang pertama kali dilakukan adalah mengetahui fenomena pertumbuhan, proses percabangan dan pembungaan pada kanopi pohon. Selanjutnya, aplikasi analisis arsitektur pada tanaman difokuskan pada 2 hal, yaitu (1) struktur organ (organ arrangement), termasuk vegetatif dan organ bunga, (2) cabang buah dan seluruh perilaku pohon. Kedua hal ini sebagai struktur dasar yang digunakan untuk menginterpretasikan pengaruhnya pada aspek agronomi secara praktis.

Seni membentuk pohon untuk mengubah tanaman yang berproduksi tinggi telah dimulai sejak lama pada berbagai tanaman bernilai ekonomi tinggi seperti kakao, kopi (Halle et al. 1978), tanaman sub tropika apel, pir, peach (Verheij dan Coronel, 1992) dan famili Rosaceae lain (Ryugo, 1988). Namun untuk tanaman jarak pagar masih belum banyak diteliti.

Salah satu tindakan agronomis yang dapat dilakukan untuk perbaikan teknik budidaya tanaman jarak pagar adalah pembentukan arsitektur tajuk melalui pemangkasan. Pengaturan arsitektur tanaman melalui pemangkasan akan dapat mengefisienkan ruang tempat tanaman tumbuh dan dapat meningkatkan produktivitas terutama tanaman yang berbunga di ujung ranting (terminal) atau hasil tanaman per satuan luas karena tujuan pembentukan arsitektur tajuk untuk mengatur sistem percabangan, meratakan penerimaan cahaya, menyebarkan percabangan agar dapat membagi ruang tumbuh secara merata, mempermudah pengelolaan pohon dan mempermudah penyusunan anggaran kebun serta prediksi hasil karena ukuran dan bentuk pohon seragam (Widodo, 1995).

(25)

pada jumlah cabang terminal tertentu (Mahmud, 2006). Hal ini sejalan dengan pendapat Ginwal et al. (2003) yang menyatakan terdapat korelasi positif antara jumlah cabang, jumlah kapsul per tandan dengan produksi tanaman jarak pagar yang dihasilkan.

Cabang tempat tumbuhnya bunga dan buah jarak pagar (selanjutnya disebut cabang terminal) sangat ditentukan oleh jumlah cabang primer dan sekunder yang tumbuh dari batang utama. Oleh karena itu pengaturan arsitektur tajuk yang berdasarkan jumlah cabang primer dan sekunder yang dipelihara menjadi penting untuk diteliti agar dapat membentuk arsitektur tajuk yang baik sehingga tanaman mampu menghasilkan bunga, buah serta kualitas minyak yang berkualitas. Menurut Ferry (2006) jumlah cabang primer yang perlu dipelihara antara 3 – 5 cabang sedangkan jumlah cabang sekunder yang perlu dipelihara sebanyak 3 cabang, Hal ini dilakukan agar setiap pohon jarak pagar mempunyai 40-45 cabang terminal. Berdasarkan laporan Mahmud (2006), di India, menunjukkan bahwa jumlah cabang terminal yang ideal per tanaman pada tanaman jarak pagar adalah 40 cabang dan jumlah buah 10-15 per tandan. Selanjutnya dikatakan jika jumlah cabang terminal per pohon lebih dari 40 cabang maka jumlah buah per tandan akan berkurang dan ukurannya mengecil sehingga akan mempengaruhi mutu biji yang dihasilkan.

Berdasarkan hal di atas, kajian model arsitektur tajuk, mekanisme percabangan dan pembungaan yang terjadi pada tanaman jarak pagar, produksi dan kandungan minyak biji dengan melakukan intervensi terhadap bentuk arsitektur tajuk perlu untuk dilakukan dalam memperbaiki teknik budidaya tanaman jarak pagar.

Tujuan Umum Penelitian

(26)

Tujuan Khusus Penelitian

1. Menganalisis pola pembentukan cabang, model tajuk, dan mengobservasi pembentukan bunga pada arsitektur tajuk tanaman jarak pagar.

2. Mengkaji karakteristik fisiologi dan potensi “source” daun secara morfo-fisiologi berdasarkan posisi dan umur daun pada kanopi cabang tanaman jarak pagar dalam kaitannya dengan kemampuan fotosintesis, terutama dalam menentukan nomor daun terbaik sebagai referensi.

3. Mengkaji pengaruh arsitektur tajuk berdasarkan tinggi pangkasan batang utama dan jumlah cabang primer yang dipelihara terhadap pertumbuhan, produksi dan kandungan minyak jarak pagar

4. Mengkaji pengaruh arsitektur tajuk berdasarkan jumlah cabang primer dan sekunder yang dipelihara terhadap pertumbuhan, produksi dan kandungan minyak jarak pagar

Kegunaan Penelitian

Kegunaan hasil percobaan ditinjau dari konstribusinya untuk pengembangan ilmu dan pembangunan di bidang pertanian adalah :

1. Menemukan model tajuk dan pola percabangan jarak pagar yang alami dan dipangkas batang utamanya

2. Menemukan daun referensi untuk mengukur laju fotosintesis pada tanaman jarak pagar

3. Menemukan tinggi pangkasan batang utama dan jumlah cabang primer yang optimal terhadap pertumbuhan, produksi dan kadar minyak jarak pagar 4. Menemukan jumlah cabang primer dan sekunder yang optimal terhadap

pertumbuhan, produksi dan kadar minyak jarak pagar

(27)

Ruang Lingkup Penelitian

(28)

Masalah :

1. Percabangan tidak teratur 2. Produktivitas tanaman rendah

Percobaan 1 : Análisis Percabangan Percobaan 2 : Karakteristik daun dan Model Tajuk jarak pagar hubunganya dengan fotosintesis (Pebruari 2007- Mei 2008) (November 2007-Pebruari 2008)

Studi Arsitektur Tajuk Jarak Pagar Hubungannya dengan Pertumbuhan, Produksi dan kandungan minyak jarak pagar melalui :

Percobaan 3 : Studi pangkas batang utama dan jumlah cabang primer yang dipelihara (Pebruari 2007-Mei 2008)

Percobaan 4 : Studi Jumlah cabang Primer dan Sekunder yang dipelihara (Pebruari 2007-Mei 2008)

- Arsitektur tajuk yang teratur - Kapasitas fotosíntesis yang tinggi - Produksi dan kadar minyak tinggi - efisien dalam panen

Gambar 1. Diagram alur penelitian jarak pagar guna mengatasi kendala cabang yang tidak teratur dan prodiktivitas tanaman yang rendah

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Biologi dan Ekologi Jarak Pagar

Tanaman jarak pagar berasal dari Amerika Tengah dan saat ini menyebar di seluruh daerah tropik di dunia. Dalam klasifikasinya, tanaman jarak pagar termasuk divisi Spermatophyta, sub-divisi Angiospermae, klas Dicotyledonae, ordo Euphorbiales, famili Euphorbiaceae, genus Jatropha, dan spesies Jatropha

curcas L. (Wiesenhutter, 2003; Hariyadi, 2005; Dwary dan Pramanick, 2006;

Prihandana dan Hendroko, 2006). Tanaman perdu dengan tinggi mencapai 5 m (Heller, 1996; Wiesenhutter, 2003; Ginwal, 2004). Pada kondisi kandungan air tanah yang baik perkecambahan membutuhkan waktu 10 hari dengan memunculkan radikula dan empat akar peripheral (Heller, 1996). Percabangan jarak pagar tidak teratur, batangnya berkayu, silindris dan bila terluka mengeluarkan getah (Dwary dan Pramanick, 2006). Menurut Heller (1996) dan Wiesenhutter (2003) jarak pagar termasuk tanaman sukulen yang menggugurkan daunnya selama musim kering sehingga tanaman ini adaptif pada lahan arid dan semi-arid.

Daun jarak pagar berupa daun tunggal, berlekuk, bersudut 3 -5, tulang daun menjari dengan 5 – 7 tulang utama, warna daun hijau (permukaan bagian bawah lebih pucat dibandingkan permukaan bagian atas), panjang tangkai daun antara 4 -15 cm. (Tim Jarak Pagar, 2006).

Hasnam (2006) mengemukakan bahwa bunga jarak pagar berupa bunga majemuk tersusun dalam rangkaian (inflorescence) berumah satu, bunga berwarna kuning kehijauan, persentase bunga betina 5 – 10 % dari 100 bunga atau lebih, muncul di ujung batang, masa berbunga bunga betina 3-4 hari, bunga betina membuka 1-2 hari sebelum bunga jantan, lama pembungaan inflorecence 10-15 hari, bunga menyerbuk dengan bantuan serangga.

(30)

kuning mengandung rendemen minyak sekitar 30 – 40% (Pusat Penelitian dan Perkembangan Perkebunan, 2006); 36 %-38.73 % (Tim Peneliti, 2006); 31-37 % (Dwary dan Pramanick, 2006)

Pembentukan buah membutuhkan waktu selama 90 hari dari pembungaan sampai matang (Heller, 1996). Menurut Wiesenhutter (2003) di Cape Verde produksi mencapai 780 sampai 2,250 kg biji per ha, di India produksi tanpa kulit biji di atas 12 ton per ha yang dicapai dengan irigasi pada tahun ke enam, di Mali produksi sekitar 2 – 2.4 ton per ha.

Menurut Heller (1996) jarak pagar beradaptasi baik pada lahan marginal dengan lahan miskin hara dan curah hujan rendah. Di daerah Amazone jarak pagar tumbuh baik pada daerah kering dengan rata-rata curah hujan antara 300 – 1000 mm per tahun dan juga dapat tumbuh dengan baik pada curah hujan yang lebih tinggi dengan aerasi baik. Wiesenhutter (2003) mengemukakan bahwa tanaman jarak pagar membutuhkan curah hujan 500 – 600 mm per tahun dan di Cape Verde juga tumbuh baik pada curah hujan 250 mm per tahun dengan kelembaban yang tinggi dan kondisi kering dapat meningkatkan kandungan minyak pada biji.

Tanaman jarak pagar dapat tumbuh di daerah dataran rendah bahkan pinggir pantai sampai ketinggian lebih dari 1000 m di atas permukaan laut (dpl), bahkan menurut Heller (1996) di Fogo, Afrika jarak pagar ditemukan pada ketinggian 1700 m dpl. Daerah yang optimum untuk pengembangan jarak pagar adalah daerah dengan ketinggian 0 – 500 m dpl, tanaman ini adaptif dengan suhu tinggi dan daerah yang menjadi pusat koleksi berbagai provenan di Cape Verde mempunyai rata-rata suhu tahunan 20-280C.

(31)

Fisiologi Pemangkasan

Syarat mutlak sebagai dasar untuk melakukan pemangkasan adalah harus memahami aspek fisiologi pertumbuhan tanaman. Ada dua cara tanaman tumbuh (1) pertumbuhan primer, yaitu peningkatan panjang pucuk (length of shoots) dan akar yang menyebabkan peningkatan tinggi dan lebar kanopi, (2) pertumbuhan sekunder, yaitu peningkatan ukuran (thickness) batang dan akar. Kedua tipe pertumbuhan tersebut membutuhkan pembelahan sel yang diikuti pembesaran dan diferensiasi sel (Marini, 2003)

Meristem adalah daerah sel membelah. Menurut Marini (2003) ada dua tipe meristem tanaman (1) meristem apikal, terletak di ujung setiap pucuk (shoot) dan akar (root) (Gambar 2). Pucuk dan akar memanjang seperti sel yang tertumpuk satu dengan yang lainnya. Di belakang daerah pembelahan sel terdapat daerah pembesaran dan diferensiasi sel untuk membentuk berbagai jaringan. (2) meristem apikal kecil (small apical meristem) disebut axillary meristem

(meristem ketiak) yang membentuk axillary bud (kuncup/tunas ketiak) yang selalu dorman sampai sebuah daun yang berhadapan dengannya berkembang penuh. Sebuah tunas ketiak dapat dorman atau berkembang menjadi cabang lateral

(lateral branch) atau bunga (flower). Pada saat tunas vegetatif diiris secara

membujur tampak bahwa, meristem apikal berada di ujung, primordia daun menjadi daun, meristem ketiak berkembang menjadi tunas ketiak, dan jaringan prokambial berkembang menjadi kambium.

[image:31.612.192.450.509.638.2]

Gambar 2. Irisan membujur ujung pucuk tampak meristem apikal, primordia daun dan primordia tunas samping (Marini, 2003).

Primordia daun

Meristem apikal

(32)

Tunas sangat penting untuk menunjang pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan reproduktif pohon. Pemangkasan dan pelatihan pohon buah melibatkan manipulasi tunas. Memproduksi buah menggunakan berbagai teknik, termasuk pruning untuk memanipulasi pertumbuhan dan pembungaan. Sering teknik ini mempengaruhi dormansi tunas sehingga pengetahuan tentang tunas dan dormansi tunas esensial untuk diketahui untuk memahami bagaimana pruning mempengaruhi pertumbuhan. Selain itu juga penting untuk mengidentifikasi berbagai tipe tunas pada pohon, terutama tunas bunga dan tunas vegetatif.

Marini (2003) menyatakan bahwa tunas diklasifikasikan dalam empat tipe (1) klasifikasi berdasarkan kandungan (isi), dikenal tunas vegetatif yang hanya berkembang menjadi pucuk vegetatif daun dan tunas bunga hanya memproduksi bunga. Pohon buah batu (apricot dan cherry) menghasilkan tunas vegetatif dan tunas bunga. Pohon apel dan pear memproduksi tunas vegetatif dan tunas campuran (mixed bud). Pucuk daun dan bunga muncul dari tunas campuran. (2) klasifikasi berdasarkan lokasi, tunas terminal terletak pada ujung pucuk. Pada pohon buah batu (stone) tunas terminal adalah tunas vegetatif. Tunas terminal apel dan pear selalu vegetatif, walaupun beberapa varietas seperti Rome Beauty secara terminal memproduksi tunas campuran. Tunas lateral dibentuk dari ketiak daun yang sering disebut tunas ketiak. Pohon buah stone (batu) tunas lateral dapat membentuk vegetatif atau bunga. Buku (node) pada tajuk yang berumur satu tahun mempunyai satu sampai tiga tunas, sebagian dapat membentuk bunga dan yang lainnya membentuk tunas vegetatif. Tunas bunga berkarakter lebih besar dengan ujung yang relatif bulat, sedangkan tunas vegetatif lebih kecil. (3) klasifikasi berdasarkan struktur tunas pada batang, struktur tunas mempengaruhi struktur cabang pohon buah dan bentuk pohon. Buku terdapat pada batang di mana daun melekat (Gambar 3a). Pada tanaman apel hanya ada satu daun yang melekat pada buku, sedangkan pada tanaman peach terdapat tiga daun. Tunas

opposite, ketika dua tunas/cabang, menempati tempat yang berlawanan pada buku

(33)

(4) Klasifikasi berdasarkan aktivitas, tunas akan dorman ketika tunas tersebut tidak nyata tumbuh. Ketika ada pemangkasan, tunas yang dorman akan tumbuh.

[image:33.612.171.506.131.301.2]

Gambar 3. Bagian sebuah dahan yang menunjukkan buku dan beberapa tipe tunas (a), struktur tunas alternate (b), dan struktur tunas opposite (c) (Marini, 2003).

Hormon

Hormon adalah zat yang diproduksi dalam jumlah sangat kecil pada satu bagian tanaman, ditranspor ke bagian lain (Wattimena, 1988, Coombs et al., 1992, dan Marini, 2003), dan mempunyai efek fisiologi, pertumbuhan dan perkembangan. Tanaman memproduksi sejumlah hormon yang mengontrol berbagai aspek pertumbuhan seperti, panjang batang, dormansi tunas dan benih, pembungaan, fruit set, pertumbuhan dan pemasakan buah, dan respon terhadap cahaya dan gravitasi. Menurut Marini (2003) hormon promotor adalah giberelin dan sitokinin dan hormon penghambat adalah auksin dan asam absisik. Hormon promotor secara umum menyebabkan pertumbuhan tunas, pembelahan dan perpanjangan sel, dan pertumbuhan batang. Hormon penghambat (inhibitor) selalu diasosiasikan dengan dormansi, menghambat perkembangan pucuk biji dan tunas, tetapi dilibatkan dalam induksi tunas bunga. Rasio promotor dan inhibitor lebih menentukan pertumbuhan tanaman dibandingkan konsentrasi mutlaknya. Produksi hormon tanaman selalu dikontrol oleh kondisi lingkungan seperti suhu dan panjang hari. Selanjutnya, dinyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif

(a) (b) (c)

Tunas terminal

Tunas lateral

Tunas bunga telah gugur node

(34)

selalu diasosiasikan dengan rendahnya rasio inhibitor terhadap promotor dan dormansi selalu diasosiasikan dengan tingginya rasio inhibitor terhadap promotor. Dormansi

Dormansi adalah suatu kondisi yang dicirikan dengan berhentinya pertumbuhan yang sifatnya sementara dan metabolismenya tertekan atau tertahan. Pada musim dingin pohon tampak tidak tumbuh, tetapi jaringannya tetap hidup atau aktif, terjadi aktifitas metabolik dan sel berkembang dan berdiferensiasi secara lambat (Marini, 2003). Selanjutnya Marini (2003) menyatakan para ahli fisiologi saat ini mendiskripsikan dormansi dalam empat tipe, (1) para-dormansi terjadi pada dipertengahan dan akhir musim panas ketika tunas tidak tumbuh sebab inhibitor diproduksi di daun dan tunas terminal menghambat pertumbuhan tunas ketiak. Para-dormansi dapat diatasi dengan cara menghilangkan daun (leaf

stripping) sepanjang bagian pucuk sehingga tunas ketiak berkembang menjadi

pucuk. Para penangkar bibit (nursery) selalu menggunakan teknik ini untuk memproduksi pohon dengan cabang lateral. Heading cut dilakukan untuk menghilangkan sebagian pucuk terminal dan membiarkan beberapa tunas ketiak tumbuh dan berkembang. (2) ecto-dormansi, terjadi di awal musim gugur sebelum daun gugur, tanaman tidak tumbuh disebabkan oleh kondisi lingkungan tidak kondusif untuk pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan akan terlihat jika suhu dan panjang hari cocok (suitable). (3) endo-dormansi terjadi selama musim dingin sebab tingginya level inhibitor (absisic acid) di dalam tunas. Selama fase dormansi, pohon tidak akan tumbuh bila kondisi untuk pertumbuhan ideal tidak terjadi. (4) Eco-dormansi, terjadi di akhir musim dingin pada pertengahan Januari, setelah persyaratan suhu dingin (chilling) terpenuhi. Pada saat tersebut pohon tidak tumbuh sebab kondisi tidak mendukung untuk pertumbuhan. Pertumbuhan akan mulai ketika pohon terekspos pada suhu panas.

Dominansi Apikal

Menurut Cline (2000), dominansi apikal didefinisikan sebagai kendali yang dilakukan oleh ujung pucuk (shoot apex) terhadap pertumbuhan tunas ketiak

(axillary bud). Konsekuensi morfologinya adalah terhambatnya tunas ketiak

(35)

dormancy”. Dominansi apikal berhubungan dengan mekanisme yang dimediasi oleh auxin dan sitokinin (Cline, 2000) dan status nutrisi pada axillary buds

(Champagnat, 1989).

Dominansi apikal telah dipelajari lebih dari 80 tahun, tetapi mekanismenya belum dipahami secara jelas, tetapi tampaknya dikontrol oleh konsentrasi relatif hormon inhibitor dan promotor. Menurut Coombs (1992) dan Marini (2003), pertumbuhan tunas ketiak dihambat oleh tingginya konsentrasi auksin yang diproduksi oleh tunas terminal. Auksin bergerak ke bawah pucuk dari sel ke sel dengan polar, sehingga konsentrasi paling tinggi dekat ujung pucuk. Promotor diproduksi di akar dan ditransport ke bagian atas pohon. Pertumbuhan tunas ketiak dapat terjadi pada bagian dasar dari pucuk, di mana konsentrasi hormon inhibitor secara relatif rendah dan konsentrasi hormon promotor relatif tinggi.

Dominansi apikal dapat dihilangkan dengan cara menghilangkan ujung pucuk yang berfungsi sebagai sumber auksin (Gambar 4) (Coombs et al., 1992 dan Marini, 2003). Tiga atau empat tunas segera tumbuh di bawah heading cut

selalu berkembang menjadi pucuk. Pinching (memetik pucuk) merupakan sebuah bentuk dari heading yang akan menginduksi percabangan. Kadang-kandang dominansi apikal dapat pula dihilangkan dengan penyemprotan pucuk dengan promotor (giberelin atau sitokinin) sebelum waktu berbunga.

Pada iklim temperate, penelitian proses percabangan pohon buah difokuskan pada pucuk yang berumur satu tahun (one-year-old shoot) pada periode musim dingin, karena dominansi apikal dan dormansi tunas (bud dormansi) terjadi pada periode waktu ini.

[image:35.612.187.446.527.668.2]

(a) (b) (c)

(36)

Pembentukan Arsitektur Tajuk Melalui Pemangkasan

Pemangkasan bertujuan untuk membentuk pohon kokoh dan tegar, memperbanyak percabangan (munculnya daun pada ketiak daun dan pucuk cabang atau batang), menghindari terjadinya dominasi apikal (penekanan pertumbuhan calon tunas ketiak daun (lateral) oleh ujung ranting yang aktif tumbuh akibatnya tanaman memanjang), pemilihan tunas baru yang teratur dan berpola serta meningkatkan jumlah bunga dan buah pada tanaman yang berbunga terminal sehingga membentuk kerangka pohon yang dapat mendukung pembungaan dan pertumbuhan buah (Widodo, 1995).

Pemangkasan dan pelatihan bertujuan untuk mengoptimalkan penangkapan cahaya untuk mencapai produksi biomassa yang tinggi (Jackson, 1980), membuka ruang kanopi untuk menangkap cahaya (Lakso, 1994) sehingga memperbaiki distribusi cahaya di antara struktur pembuahan (Lakso dan Corelli-Grappadelli 1992; Wunsche dan Lakso, 2000) dan memperkecil variasi kualitas buah, mengoptimalkan biomassa yang dipartisikan ke pucuk buah, seperti pada apel (Lespinasse dan Delort, 1993), alpokat (Thorp and Stowell, 2001), dan mengurangi ketidakseimbangan antara organ sink, serta menstimulasi pertumbuhan pada kiwi (Miller et al., 2000).

Secara umum, ada 2 konsep untuk mendefisinikan sistem percabangan. Pertama konsep ”Organized plan” menjelaskan level hierarchic antara susunan cabang pada pohon (Costes et al., 2006). Pola hierarchic diperkenalkan untuk mengindikasikan sebuah hierarchy antara pucuk utama (main shoot) dan lateralnya secara berturut-turut. Kedua konsep ”excurrent (cabang lateral) versus decurrent (batang utama tidak dapat dibedakan dengan cabang yang paling tinggi)” telah diperkenalkan dalam hubungannya dengan dominansi apikal pada tanaman pohon hutan (Brown et al. 1967). Pola ini merujuk definisi batang utama menghasilkan cabang lateral atau batang utama yang terbentang tidak dapat dibedakan dengan cabang yang paling atas (decurrent).

(37)

cerutu”), dan thinning (penjarangan cabang dengan cara memotong tepat pada pangkalnya) (Widodo, 1995).

Menurut Widodo (1995) berdasarkan intensitas untuk tujuan pelatihan tajuk (training) jenis pangkasan di bagi dua, yaitu heading back (pemotongan batang, cabang atau ranting) dan thinning out (pembuangan cabang untuk menjarangkan percabangan yang rapat).

Pada prinsipnya perlu ada penghematan bahan fotosintat sewaktu pohon aktif memproduksi fotosintat, perlu efisiensi sistem jaringan dalam tubuh tanaman agar hasil asimilasi (fotosintat) yang ada setelah digunakan untuk perawatan tanaman itu sendiri cukup untuk membentukan bunga dan buah. Efisiensi pada tanaman ini tidak dengan cara mengurangi fotosintat melainkan dengan menekan pemborosannya. Caranya dengan memangkas bagian yang bersifat negatif (hanya menyerap dan tidak menyumbangkan fotosintat sama sekali) atau dengan mengurangi (memangkas) bagian pengguna fotosintat, seperti daun-daun yang ternaungi, cabang-cabang yang tidak produktif dan cabang-cabang yang saling tumpang tindih.

Jumlah cabang primer dan sekunder akan menentukan jumlah bunga, buah dan biji jarak pagar. Oleh karena itu pemangkasan tajuk yang teratur dan berpola dengan merujuk pada jumlah cabang primer dan sekunder akan membentuk tajuk dan cabang yang ideal untuk meningkatkan produktivitas tanaman jarak pagar.

Bunga terminal, seperti jarak pagar, membutuhkan penyiapan tempat berbunga (bearing unit) yang sebanyak-banyaknya dan diikuti dengan perakaran pohon yang baik agar dapat menyangga buah yang lebat. Pembentukan tajuk jarak pagar diperlukan untuk per tanaman agar tajuk tempat keluarnya bunga dan buah dapat terbentuk, tetapi dengan percabangan yang kompak. Umumnya rumus pangkas bentuk 3-9-27 memberikan hasil yang terbaik untuk tanaman berbunga terminal. Setelah tipe tajuk yang cocok untuk menyediakan tempat pembungan banyak terbentuk, maka pemangkasan selanjutnya hanya berupa pemeliharaan bentuk dan kebersihan tajuk. Ranting membawa bunga pada pohon yang berbunga pada terminal perlu dipangkas setelah pemanenan.

(38)

maksimum. Fotosintesis netto merupakan ukuran produksi asimilat yang dimanifestasikan sebagai pertambahan bobot bahan kering total atau laju tumbuh absolut (LTA), laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih atau LAB (net

assimilation rate, NAR) merupakan komponen fisiologi khususnya daun yang

menyumbangkan pertambahan bobot kering dan merefleksikan fungsi bentuk tajuk dalam proses asimilasi (Lambers, 1987). Analisis pertumbuhan LAB dapat disederhanakan sebagai pertambahan bobot bahan kering (dry weight basis) per satuan luas daun sebagaimana tinjauan Wilson (1981). Pengertian LAB yang sesungguhnya menyatakan hasil CO2 netto (Sitompul dan Guritno, 1995).

Intersepsi cahaya berperan penting terhadap pertambahan asimilat total dan partisi asimilat ke arah sink (Gifford et al., 1984). Pada tanaman perkebunan, kakao dan kopi (Ramaiah dan Venkataramanan, 1987 dan zaitun (Stuttle dan Martin, 1986) partisi bahan kering ke cabang lateral relatif tinggi. Secara teoritis menurut tinjauan Ryugo (1988) partisi demikian terjadi karena cahaya matahari pagi yang kaya infra merah mendorong sintesis sitokinin dan menghambat translokasi karbohidrat dari cabang ke batang karena jaringan kayu cabang-cabang yang memperoleh training meregang sehingga cabang merupakan sink yang lebih kuat dibandingkan batang. Pada masa reproduktif cabang merupakan source yang baik.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis

Menurut Gardner et al. (1991) laju fotosintesis dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah (1) cahaya, (2) karbondioksida (CO2), (3) suhu,

dan (4) status air. Radiasi surya yang diterima daun untuk digunakan dalam fotosintesis hanya fraksi dalam panjang gelombang 400-700 nm yang dikenal dengan PAR.

Intensitas cahaya tinggi mendukung terjadinya konduktansi stomata terhadap CO2 sehingga mempunyai pengaruh sangat besar terhadap laju

fotosintesis maksimum. Pada intensitas cahaya rendah hampir tidak ada penyerapan CO2 karena laju penyerapan CO2 melalui fotosintesis lebih rendah

dari pada laju evolusi CO2 dari respirasi mitokondria. Hal ini sejalan dengan

(39)

pertukaran karbon. Stomata umumnya membuka pada siang hari dan menutup pada malam hari, hal ini digunakan untuk meningkatkan kinerja fotosintesis. Laju fotosintesis secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh keadaan stomata (Salisbury dan Ross, 1995. Mohr dan Schopfer (1995) menyatakan bahwa pembukaan stomata tanaman berkorelasi tinggi dengan laju fotosintesis. Proses pembukaan stomata secara langsung merupakan fungsi cahaya karena sel penjaga memiliki klorofil. Kecepatan pembukaan dipengaruhi oleh jenis cahaya, yaitu cahaya merah dan biru. Berbeda dengan organel fotosintesis yang memerlukan cahaya merah untuk laju optimum, stomata lebih membutuhkan cahaya biru untuk pembukaan stomata. Perbedaan kepekaan antara fotosintesis dengan pembukaan stomata diduga dipengaruhi oleh karakter klorofil sel penjaga (Salisbury dan Ross, 1995).

Pada cahaya penuh, faktor tahanan stomata pada sebagian besar tanaman bukan merupakan faktor pembatas laju difusi CO2, namun lebih dikendalikan oleh

reaksi enzimatis dalam kloroplas (Mohr dan Schopfer, 1995). Konduktansi stomata adalah jumlah CO2 yang dapat masuk melalui hambatan stomata, semakin

kecil hambatannya akan semakin besar konduktansinya. Semakin banyak jumlah stomata, konduktansi per satuan luas daun akan semakin tinggi demikian juga semakin lebar bukaannya (Mohr dan Schopfer, 1995). Selanjutnya dinyatakan bahwa stomata merupakan satu-satunya jalan untuk fiksasi CO2. Santrucek dan

Sage (1996) menduga bahwa penurunan konduktansi stomata pada intensitas cahaya rendah kemungkinan disebabkan oleh jumlah stomata per satuan luas daun yang rendah.

Secara umum laju fotosintesis meningkat secara linear dengan bertambahnya konsentrasi CO2 dalam ruang antar sel (Ci) pada tingkat konsentrasi

CO2 interseluler yang rendah, sebab RUBP (ribulase bisphosphate) tidak menjadi

pembatas. Pada tingkat konsentrasi CO2 interseluler tinggi, laju fotosintesis mulai

menurun sesuai dengan penurunan kemampuan memproduksi RUBP yang tidak sebanding dengan meningkatnya penyediaan CO2. Laju pertukaran karbon dapat

digunakan untuk menghitung akumulasi bahan kering tanaman. Nilai laju pertukaran karbon dapat dihitung berdasarkan pada laju konsumsi CO2 yang

(40)

karbon akan semakin tinggi, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu nilai laju pertukaran karbon yang tinggi pada tanaman ditandai dengan hasil asimilat karbon yang relatif lebih tinggi.

Suhu lingkungan yang bertambah akan meningkatkan laju fotosintesis karena peningkatan aktivitas enzim yang mempertinggi kapasitas pemanfaatan CO2. Fiksasi CO2 merupakan reaksi yang dikendalikan oleh enzim, dan fiksasi

CO2 ini meningkat seiring dengan peningkatan aktifitas enzim akibat

meningkatnya temperatur hingga mencapai temperatur yang menyebabkan terjadinya denaturasi enzim-enzimnya

Keadaan stress air akan mendorong penutupan stomata sehingga mengurangi difusi CO2 dan konsentrasi Ci yang pada gilirannya menurunkan laju

fotosintesis. Hanya sekitar 0.1 % dari jumlah air total digunakan oleh tumbuhan untuk fotosintesis. Transpirasi meliputi 99 % dari seluruh air yang digunakan oleh tumbuhan; kira-kira hanya 1 % yang digunakan untuk membasahi tumbuhan, mempertahankan tekanan turgor, dan memungkinkan terjadinya pertumbuhan. Pengaruh utama kekurangan air terhadap laju pertukaran karbon, yaitu pada peningkatan tahanan stomata karena tertutupnya stomata. Bila kekurangan air semakin parah, tahanan mesofil juga akan meningkat karena adanya kerusakan permanen pada peralatan fotosintesis (Gardner et al., 1991).

Pertumbuhan merupakan resultante dari integrasi berbagai proses fisiologi dalam tubuh tanaman bersama dengan faktor luar (Sitompul dan Guritno, 1991). Menurut Fisher (1984) pertumbuhan merupakan proses total yang mengubah bahan mentah (CO2, zat-zat mineral, air, dan radiasi matahari) secara kimia dan

menambahkannya dalam tanaman. Manifestasi pertumbuhan dinyatakan dalam peningkatan ukuran secara permanen (Taiz dan Zeiger, 2002).

Menurut Sinclair (1994), ketersediaan cahaya matahari menentukan batas maksimal hasil tanaman karena radiasi yang diintersepsi menyediakan energi untuk fotosintesis. Laju perolehan massa pada tanaman tergantung jumlah energi cahaya yang diabsorpsi oleh tanaman dan efisiensi penggunaannya untuk menggunakan gas CO2 di atmosfir untuk proses fotosintesis dalam memproduksi

(41)

proporsi cahaya datang yang diabsorpsi, yang merupakan fungsi sederhana dari indeks luas daun dan intersepsi cahaya oleh kanopi yang tergantung dari beberapa faktor seperti arsitektur kanopi daun, inklinasi dan orientasi komponen daun. Proporsi energi cahaya terintersepsi diabsorpsi oleh sel-sel di dalam daun yang mengandung organel fotosintesis aktif, yaitu kloroplas.

Charles-Edward et al. (1986) mengemukakan bahwa proporsi energi cahaya yang diabsorpsi untuk digunakan pada fotosintesis secara nyata juga dipengaruhi oleh kerapatan dan distribusi sel-sel kloroplas di dalam volume daun. Selanjutnya Salisbury dan Ross (1995) dan Jones (1992) mengemukakan bahwa naungan menyebabkan terjadinya perubahan kandungan klorofil daun. Daun yang ternaungi akan memiliki kandungan klorofil yang lebih tinggi, terutama klorofil b. Menurut Elfarisna (2000) peningkatan kandungan klorofil a, klorofil b dan penurunan rasio klorofil a dan b merupakan salah satu mekanisme adaptasi tanaman yang mengalami cekaman naungan.

Sebagian besar klorofil terdistribusi dalam daun akan tetapi penyebarannya tidak merata, banyaknya klorofil pada pangkal daun akan berbeda dengan ujung, tengah serta kedua tepi daun. Rupp dan Traenkle (1995) mengemukakan bahwa besarnya kandungan klorofil dipengaruhi oleh umur daun, kandungan klorofil akan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur daun. Peningkatan tersebut terjadi karena selama pertumbuhan daun dari awal pembentukannya sampai pada umur tertentu, daun tanaman melakukan biosintesis klorofil. Akan tetapi peningkatan ini akan terhenti pada saat daun tanaman mengalami penuaan (Mohr dan Schopfer, 1995) karena penuaan daun akan menyebabkan degradasi klorofil.

Norman dan Arkerbauer (1991) mengemukakan bahwa akumulasi pertumbuhan tergantung dari total karbon yang difiksasi oleh fotosintesis. Fraksi dari karbon tersebut dapat dikonversi ke dalam bobot kering walaupun hanya sebagian karbon yang difiksasi untuk fotosintesis ada pada bobot kering tanaman dan sebagian lagi karbon hilang melalui respirasi tanaman.

(42)

dibandingkan daun yang tumbuh pada tingkat cahaya yang lebih tinggi. Menurut Taiz dan Zeiger (2002) dan Salisbury dan Ross (1995) hal ini disebabkan oleh pengurangan lapisan palisade dan sel-sel mesofil pada daun. Selanjutnya Hale dan Orcutt (1987) mengemukakan bahwa cara ini untuk mengurangi penggunaan metabolit dan mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan yang direfleksikan.

Jika daun terlalu banyak, daun-daun bagian bawah tidak menerima cahaya yang cukup untuk fotosintesis bersih sehingga daun-daun tersebut hanya berfungsi sebagai sink. Jika indeks luas daun kumulatif mencapai level yang sangat tinggi, respirasi daun-daun bagian bawah akan seimbang dengan fotosintesis daun-daun bagian atas, akibatnya laju asimilasi bersih dan laju tumbuh tanaman menurun sampai nol. Sitompul dan Guritno (1995) mengemukakan bahwa semakin tinggi kerapatan di antara daun akan menyebabkan semakin sedikit cahaya yang sampai ke lapisan daun bawah. Nilai indeks luas daun (ILD) > 1 menggambarkan adanya saling menaungi di antara daun pada lapisan bawah tajuk serta mendapat cahaya yang kurang sehingga menyebabkan laju fotosintesis yang lebih rendah dibandingkan yang tidak ternaungi. Akan tetapi nilai ILD < 1 tidak berarti tanpa naungan karena tergantung pada posisi dan bentuk daun.

Pada prinsipnya tanaman secara fisiologis dan morfologis mampu beradaptasi pada kondisi intensitas cahaya rendah. Kemampuan adaptasi tanaman ini secara indigenus karena adanya mekanisme di dalam tanaman akibat pengaruh lingkungan. Tanaman yang ternaungi mengandung klorofil a dan b empat sampai lima kali lebih banyak per unit volume kloroplas dan mempunyai rasio klorofil b/a yang lebih besar dibandingkan tanaman cahaya penuh (Lawlor, 1987).

(43)
(44)

III. ANALISIS PERCABANGAN DAN MODEL TAJUK JARAK

PAGAR (

Jatropha curcas

L.)

Analysis of branches and shoot model of Jatropha curcasL.

Abstract

The objective of this research was to analyze pattern of branching, shoot

model, and flower form on Jatropha curcasL. This research was conducted using

Randomized Complete Block Design with treatment of pruning height from soil i.e., (T0) control (without pruning), T20 (20 cm from soil), T30 (30 cm from soil),

and T40 (40 cm from soil). The results showed that branching pattern of Jatropha

was spiral. Branch grow from terminal bud to have the character of dichotom. Pruning increased number of primary branches as compared to control. Control plant (T0) shoot model was conical and the pruned plant was columnar.

Flowering of Jatropha was terminal. The next flower from the new branch needed

ten to seventeen leaves to support. If branching was vigor, three to four inflorescence (flower or fruit) emerged in the same branch. Branching of

Jatropha was formed through two ways i.e., (1) before plant flowering, (2) after plant flowering

Key words : height of pruning, shoot model, pattern of branching

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Arsitektur tanaman merupakan hasil dari aktivitas meristem. Menurut Bell (1991), bentuk tanaman berbeda karena perbedaan organ morfologi dan konstruksi organisasinya. Semua organ tanaman terbentuk dari sel dan jaringan yang pada mulanya terorganisir di dalam zona merismatik.

Menurut Costes et al. (2006), untuk menganalisis arsitektur pohon buah yang berimplikasi pada manajemen pohon dan produksi buah, yang harus dilakukan pertama kali adalah mengetahui pertumbuhan, proses percabangan dan pembungaan pada kanopi pohon. Selanjutnya, perkembangan aplikasi analisis arsitektur pada tanaman difokuskan pada 2 hal, yaitu (1) struktur organ (organ

arrangement), termasuk vegetatif dan organ bunga dan hubungan keseimbangan

(45)

Selanjutnya dinyatakan bahwa, untuk mengidentifikasi tipe tajuk dan menganalisis arsitektur pohon membutuhkan studi semua perkembangan pohon dan analisis posisi relatif tajuk yang satu dengan yang lainnya (topologi pohon).

Sehubungan dengan tanaman jarak pagar berbunga di terminal, maka semakin banyak cabang diasumsikan memiliki bunga dan buah semakin banyak pula. Oleh karena itu untuk meningkatkan jumlah cabang dalam penelitian ini dilakukan pemangkasan pucuk dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah cabang tanaman jarak pagar, dan menghindari terjadinya dominasi apikal yang dapat menghambat pertumbuhan calon tunas lateral.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan menganalisis pembentukan cabang, model tajuk, dan pembentukan bunga pada tanaman jarak pagar.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Percobaan ini dilakukan di kebun percobaan Cikabayan University Farm, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan Februari tahun 2007 sampai Mei 2008. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jarak pagar asal Nusa Tenggara Barat (Lombok Barat), pupuk Urea, SP-36, KCl, pupuk kandang, insektisida dan fungisida.

Metode Percobaan

Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok satu faktor. Perlakuan terdiri atas : T0 kontrol (tanpa pangkas), T20 (pangkas batang utama 20 cm dari permukaan tanah), T30 (pangkas batang utama 30 cm dari permukaan tanah), T40 (pangkas batang utama 40 cm dari permukaan tanah). Setiap perlakuan diulang 5 kali, sehingga terdapat 4 x 5 = 20 satuan percobaan. Setiap unit percobaan terdiri atas 6 tanaman sehingga keseluruhan tanaman 20 x 6 = 120 tanaman.

(46)

Pelaksanaan Percobaan

Benih disemaikan pada media pembibitan berisi volume tanah top soil dan pupuk kandang dengan perbandingan 2 : 1. Campuran media tersebut dimasukkan ke dalam polibag berukuran 15 cm x 25 cm. Setelah bibit berumur 2 bulan lalu dipindahkan ke lapangan. Luas petak untuk percobaan adalah 4 m x 6 m = 24 m2. Penanaman dilakukan pada lubang tanam berukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm kemudian diberi pupuk 40 g Urea, 40 g SP-36, dan 40 g KCl per lubang tanam. Khusus Urea diberikan 2 kali, yaitu 1/2 bagian (20 g) saat tanam dan sisanya 20 g diberikan satu bulan kemudian. Pupuk tersebut diberikan hanya sekali dalam satu tahun. Pupuk kandang ayam diberikan 2 kg/lubang tanam. Bibit ditanam sedalam 20-25 cm. Jarak tanam yang digunakan 2 m x 2 m. Selama penelitian dilakukan pengendalian hama rayap menggunakan insektisida. Pemangkasan pucuk batang utama dilakukan pada saat tanaman telah mencapai ± 50 hari di lapangan dan tidak dilakukan penjarangan cabang.

Peubah yang Diamati

Pengamatan meliputi (1) mengidentifikasi dan menganalisis pembentukan cabang dan pembungaan, (2) proyeksi sudut antara cabang, diamati dari bagian atas tanaman dengan menentukan posisi cabang yang terbentuk dari batang utama (3) Sudut cabang, menyatakan sudut yang terbentuk antara cabang primer dengan arah atas batang utamanya yang diukur dengan menggunakan busur derajat, (4) diameter batang, diukur pada pangkal batang 5 cm dari permukaan tanah dengan menggunakan jangka sorong, (5) diameter cabang diukur 3 cm dari batang utama dengan menggunakan jangka sorong (6) jumlah cabang yang terbentuk, dihitung semua cabang yang terbentuk pada akhir penelitian, (7) model tajuk atau, diukur dengan cara mengukur setiap panjang cabang dan mencatat posisinya dari atas tajuk.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komponen Vegetatif

(47)

dan diameter tertinggi dicapai pada perlakuan berturut-turut T30 (6.7 cabang primer) dan T40 (7.30 cm), sebaliknya jumlah cabang dan diameter batang terendah masing-masing pada T0 (4.8 cabang primer ) dan T20 (5.23 cm) (Tabel 1). Jumlah cabang meningkat karena pemangkasan batang utama menyebabkan hilangnya dominansi apikal tunas pucuk sehingga memicu tunas-tunas lateral yang dorman untuk tumbuh dan berkembang. Selanjutnya, perkembangan jumlah cabang akan mendorong terbentuknya daun sebagai sumber fotosintat yang lebih banyak untuk mendukung pertumbuhan tanaman diantaranya diameter batang. Data menunjukkan bahwa semakin tinggi pemangkasan, diameter batang semakin tinggi pula. Hal ini terkait dengan semakin banyaknya akumulasi zat-zat makanan (hasil fotosintat) yang ditranslokasikan dari cabang ke batang utama atau semakin aktifnya pertumbuhan sekunder pada batang tanaman tersebut sehingga menyebabkan peningkatan ukuran batang atau batang tanaman mengalami pembesaran sehingga diameter batang semakin besar pula. Diameter batang yang lebih besar pada jumlah cabang yang lebih banyak ini juga merupakan salah satu mekanisme batang tanaman untuk menyokong jumlah cabang yang banyak sehingga tanaman tersebut dapat mendukung tajuk untuk dapat berdiri kokoh dan kuat.

[image:47.612.124.507.553.650.2]

Pemangkasan pucuk tidak berpengaruh secara nyata terhadap sudut cabang primer dan diameter cabang tanaman jarak pagar. Sudut rata-rata cabang dan diameter cabang yang terbentuk berturut-turut berkisar 40-45o dan 2.23 - 2.61 cm (Tabel 1)

Tabel 1. Karakteristik jumlah cabang, diameter batang, sudut cabang primer, dan diameter cabang primer akibat pemangkasan pucuk

Perlakuan Jumlah cabang

Diameter batang (cm)

Sudut cabang ( 0 )

Diameter cabang (cm) T0

T20 T30 T40

4.8 b 4.9 b 6.7 a 6.2 ab

5.60 b 5.23 b 6.28 ab

7.30 a

43.62 41.00 40.60 45.92

2.29 2.23 2.37 2.61

HSD α 0.05 1.402 1.24 tn tn

(48)

Sudut cabang memiliki fungsi yang strategis dalam pengoptimalkan cabang atau tanaman dalam menyerap sinar matahari untuk digunakan dalam proses fotosintesis dan sudut cabang primer dapat pula mempengaruhi induksi jumlah cabang sekunder dari cabang primer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua perlakuan sudut cabang primer tanaman jarak pagar berkisar 400-450 dengan jumlah cabang sekunder yang terbentuk 1-3 cabang. Minimnya jumlah cabang sekunder yang terbentuk berhubungan dengan sudut cabang primer (derajat vertikal dan horizontal cabang). Marini (2003) menyatakan bahwa jumlah cabang yang tumbuh dari cabang primer akan meningkat bila posisi cabang primer horizontal di atas 450 sampai 600. Selanjutnya dikatakan bahwa, distribusi auksin di batang atau di cabang dikontrol oleh gravitasi. Ketika cabang terorientasi vertikal sampai 600 dari vertikal, maka auksin akan terdistribusi secara baik disepanjang cabang dan tunas berkembang menjadi pucuk atau tajuk (shoot) secara simetrik di sekitar cabang, sebaliknya konsentrasi auksin rendah pada bagian atas pucuk menyebabkan pertumbuhan tunas pucuk terhambat dan menyebabkan watersprout (cabang-cabang yang tumbuh dari cabang primer) berkembang menjadi kuat.

Perkembangan diameter cabang sangat ditentukan oleh jumlah cabang yang terbentuk, kemampuan otonom daun-daun cabang berfotosintesis untuk mengakumulasikan hasil fotosintat pada cabang tersebut, dan tinggi rendahnya hasil fotosintat pada cabang untuk ditranslokasikan ke batang atau cabang yang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemangkasan batang utama dengan ketinggian yang berbeda tidak mempengaruhi secara nyata pada diameter cabang primer (Tabel 1). Hal ini mengindikasikan pertumbuhan diameter cabang primer pada semua perlakuan memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang sama.

Analisis Percabangan

(49)

tunas lateral, akan tetapi pertumbuhan tunas apikal batang utama masih lebih kuat dibandingkan tunas lateral sampai pada tunas apikal batang utama menghasilkan bunga. Sebaliknya, pada kasus yang kedua, pucuk batang utama mempunyai dominasi apikal yang sangat kuat sehingga menghambat terbentuknya tunas lateral. Tunas lateral pucuk batang utama tanaman kontrol diinisiasi dengan terbentuknya bunga terminal dan menginduksi 2 percabangan (Gambar 5b). Tanaman yang dipangkas pada ketinggian 20 cm, 30 cm, dan 40 cm menyebabkan tumbuhnya tunas lateral. Tunas lateral yang tum

Gambar

Gambar 2. Irisan membujur ujung pucuk tampak meristem apikal, primordia daun dan primordia tunas samping  (Marini, 2003)
Gambar 3. Bagian sebuah dahan yang menunjukkan buku dan beberapa tipe tunas (a), struktur tunas alternate (b), dan struktur tunas opposite (c) (Marini, 2003)
Gambar 4. Apikal dominansi (a), pucuk yang tidak dipangkas (b), pucuk yang dipangkas (c) (Marini, 2003)
Tabel 1. Karakteristik jumlah cabang, diameter batang, sudut cabang primer, dan diameter cabang primer  akibat pemangkasan pucuk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Program CSR “Bedah Rumah” PT Inalum (Persero) memiliki tujuan yang jelas dan sesuai dengan misi perusahaan, yaitu berpartisipasi dalam memberdayakan masyarakat dan

Dari segi produksi, guru mempertimbangkan sarana pendukung, seperti bahan yang diperlukan, catu daya, ruang belajar, biaya yang harus dikeluarkan, kondisi fisik

Jenis polimer yang digunakan dalam pembuatan membran seperti PES, sangat sulit untuk menjadi larutan homogen jika dicampur dengan bahan aditif lainya, oleh sebab itu DMAc

Toisaalta kuten Tiittula 1992: 82 katsoo, voidaan sekä kirjoitetun että puhutun kielen perusyksikkönä pitää myös lausetta: lause vain saa kirjoituksessa ja puheessa hyvin eri

dapat dilihat bahwa penambahan konsentrasi kitosan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda pada sifat kuat tarik plastik biodegradabel yang dihasilkan.. Penambahan

i) Kajian ini terhad ke atas permasalahan mengenalpasti faktor-faktor kompetensi kumpulan Pegawai Penyelidik yang ditempatkan disemua bahagian dan unit di Institut

Berdasarkan uraian di atas maka untuk mendalami pengaruh dari setiap variabel, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Supportive Work Environment

Abstraksi — Agen Manning dalam manajemen tentu tidak mudah untuk mengelola ratusan kru dari berbagai tingkat latar belakang sertifikasi yang berbeda dan beragam Dalam