• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) SEBAGAI SEKAT BAKAR DITINJAU DARI KONDISI LEBAR TAJUK YULI SUNARTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) SEBAGAI SEKAT BAKAR DITINJAU DARI KONDISI LEBAR TAJUK YULI SUNARTI"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) SEBAGAI

SEKAT BAKAR DITINJAU DARI KONDISI

LEBAR TAJUK

(Studi Kasus di Gunung Hambalang Kampung Sukamantri Areal KPH

Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten)

YULI SUNARTI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

POTENSI JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) SEBAGAI

SEKAT BAKAR DITINJAU DARI KONDISI

LEBAR TAJUK

(Studi Kasus di Gunung Hambalang Kampung Sukamantri Areal KPH

Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

Pada Fakultas Kehutanan Institute Pertanian Bogor

YULI SUNARTI

E44050660

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Potensi Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn) sebagai Sekat Bakar ditinjau dari Kondisi Lebar Tajuk

Oleh:

Yuli Sunarti (E44050660) Dibawah Bimbingan: Dr.Ir. Lailan Syaufina, M.Sc.

ABSTRAK

Kebakaran hutan dapat menyebabkan hutan kehilangan fungsinya sehingga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Oleh karena itu diperlukan tindakan pencegahan kebakaran hutan. Jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) tidak hanya dijadikan sebagai biofuel tetapi dapat juga berpotensi untuk dijadikan sebagai sekat bakar. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi jarak pagar sebagai sekat bakar hijau. Jarak pagar yang diamati berlokasi di Gunung Hambalang seluas 30 m x 30 m, yang terdiri dari 4 kondisi lahan yaitu tepi miring, tepi datar, miring isi, datar isi, masing-masing kondisi terdiri dari 40 tanaman. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa jarak pagar dengan pertumbuhan tajuk terbesar adalah pada miring isi dengan nilai rata-rata sebesar 2.191,6 cm2. Namun demikian, jarak pagar pada penelitian ini tidak dapat dijadikan sekat bakar hijau karena pertumbuhannya kurang baik, sehingga tajuk tidak rimbun.

(4)

The Potency of Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn) as a Fuel Break Based on Canopy Condition

By:

Yuli Sunarti (E44050660) Supervised by:

Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc.

Abstract

Forest fires can cause loss of forest functions, which can disturb the ecosystem balance. Therefore, prevention measures of forest fire is needed. Jarak pagar

(Jatropha curcas Linn.) can be used as a biofuel and also it has potency to be fire

break as green belt the purposeof this study was get an information about the potency of jarak pagar as a green fire belt. The observed jarak pagar was located in Hambalang Mountain within 30m x 30 m plot area, consisted of four land condition: slant edge, flat edge, slant fill, and flat fill. Each condition consist of 40 plots from the observation we knows that the fastest growth of jarak pagar was occured at slant fill condition, about 2.191,6 cm2 in average. However, jarak pagar in this research cannot be used as a green fire belt because the growh was not good ferformance as the crown was not dense enough.

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Potensi Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn) sebagai Sekat Bakar ditinjau dari Kondisi Lebar Tajuk (Studi Kasus di Gunung Hambalang Kampung Sukamantri Areal KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten)” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Pebruari 2010

Yuli Sunarti NIM. E44050660

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini merupakan laporan akhir dari penelitian penulis yang berjudul “Potensi Jarak Pagar (Jatropha Curcas Linn.) sebagai Sekat Bakar ditinjau dari Kondisi Lebar Tajuk (Studi Kasus di Gunung Hambalang Kampung Sukamantri Areal KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten), pada bulan Mei-Juli 2009. Skripsi ini sekaligus merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada segenap pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terimakasih kepada Ibu Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan ide, masukan, dan saran dalam penulisan skripsi ini, kepada Pemerintah Daerah (PEMDA) Dumai yang telah membiayai kuliah penulis, dan kepada penelitiian Hibah Bersaing yang telah membiayai penelitian penulis. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat nantinya, Amin ya robbal‟alamin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan pengembangan penelitian lebih lanjut. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi acuan penelitian selanjutnya.

Bogor, Pebruari 2010

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang di lahirkan di Dumai-Riau pada tanggal 10 Oktober 1986 dari ayah Rasyidin dan ibu Nurhayati. Pendidikan formal penulis dimulai di SD Negeri 007 Bagan Besar-Dumai (1993-1999). Kemudian di SLTP Negeri 3 Bukit Jin-Dumai (1999-2002). Pada tahun 2002-2005 penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 3 Dumai, dan pada tahun 2005 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD).

Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor di Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan. Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan Praktrek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di kawasan Indramayu-Linggarjati pada tahun 2007. Pada tahun 2008 penulis melakukan Praktek Pembinaan Hutan (P2H) di Gunung Walat Sukabumi-Jawa Barat. Pada tahun 2008 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Ciamis-Jawa Barat.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian yang dilanjutkan dengan menyusun skripsi yang berjudul “Potensi Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn) Sebagai Sekat Bakar ditinjau dari Kondisi Lebar Tajuk (Studi Kasus di Gunung Hambalang Kampung Sukamantri Areal KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten” di bawah bimbingan Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat hidayah-Nya serta inayah-hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayah dan Ibu tercinta, adik-adikku (Syafrizal dan Ulfa Sahila), serta keluarga besarku di Dumai–Riau yang senantiasa memberi dukungan, semangat, dorongan, maupun doa.

2. Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang senantiasa membimbing, nasehat, arahan, memberikan petunjuk, dan doa demi kelancaran skripsi ini.

3. Dosen-dosen di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

4. Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS. selaku dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan, Ir. Jajang Suryana, M.Sc. selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan, dan Dr. Ir. Evrizal A. M. Zuhud, MS selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 5. Pemerintah Daerah (PEMDA) Kota Dumai yang telah membiayai kuliah

penulis .

6. Pak Wardana selaku laboran kebakaran hutan dan lahan yang telah membantu penelitian.

7. Penelitian Hibah Bersaing DIKTI 2009 yang berjudul Pengembangan Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) dalam Sistem Agroforestry di Areal Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, yang telah mendanai penelitian ini. 8. Dhenni Adriyanto, SE, terimakasih karena telah memberi support dan

semangat serta kritik dan saran selama penyelesaian skripsi ini.

9. Teman-teman yang telah memberikan semangat dan dorongan serta bantuan

dalam menyelesaikan penelitian saya yaitu Wery, Mbak Eva (S2),

Kak Ade (BDH „40), teman–teman Silvikultur 42, Sri Danuriati, dan Tatik Lastianingsih.

10. Teman-teman Kumala “Hildalita, Atu, Fidry, Maretha, Tatik, dan Muzi” yang telah member semangat, dorongan, motivasi, dalam menyelesaikan penelitian ini.

(9)

11. Teman-teman Dumai “ Icha, Era, Tiara, Rosa, Ratna, Fitri, Jessi, Maria, Ulie, Uci, Ali, Inda, Yani, Yulia, dan Ulfa”.

12. Teman Raihana “Mbak Ipik, Mbak Rika, Nola, Siti Nur Aziza, Yeni, Kasih, Giga Nur Pratigina, Nisa, Ratna, Kasih, Rani, Danah, dan Hilda.

13. Ramadhan yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran, serta semangat kepada penulis.

14. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, baik yang membantu secara langsung maupun tidak langsung. Terimakasih.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR………... i DAFTAR ISI……… ii DAFTAR TABEL………... iv DAFTAR GAMBAR………. v DAFTAR LAMPIRAN………. vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……….……...…... 1 B. Tujuan Penelitian………... 3 C. Manfaat Penelitian………..….. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebakaran Hutan 1. Definisi………... 4

2. Fase-fase Kebakaran……….. 5

3. Macam-macam Sumber Api……….. 7

4. Tipe Kebakaran Hutan….…….….……… 9

B. Pengendalian Kebakaran………….………. 10

C. Klasifikasi dan Morfologi tanaman jarak pagar…………. 12

BAB III METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu Penelitian……….... 15

B. Bahan dan Alat Penelitian………..…... 15

C. Teknik Pengumpulan Data………..….. 15

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis……….………….…... 17

B. Karakteristik Desa……….. 18

C. Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Desa Hutan….. 18

D. Rencana Kegiatan Desa Karang Tengah……… 19

E. Penggunaan Tanah Sesuai dengan Peruntukannya……… 20

(11)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan Pembahasan………...……… 21

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……… 31

B. Saran……… 31

DAFTAR PUSTAKA……….. 32

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Rata-rata luas tajuk tanaman jarak pagar umur 5 bulan selama 7

minggu pada lokasi miring dan datar…….…….……….………… 22 2. Rata-rata tinggi tanaman jarak pagar umur 5 bulan selama 7

minggu pada lokasi miring dan datar………. 23 3. Rata-rata diameter tanaman jarak pagar umur 5 bulan selama 7

minggu pada lokasi miring dan datar……….. 24 4. Hasil uji sebaran t luas tajuk tanaman jarak pagar pada lahan

Miring Tepi (MT) dengan Datar Tepi (DT) ………...…… 26 5. Hasil uji sebaran t luas tajuk tanaman jarak pagar pada lahan

Miring Isi (MI) dengan Datar Isi (DI)... 26 6. Jumlah tanaman jarak pagar yang mati ...……… 27 7. Analisis tanah berdasarkan sifat kimia tanah ..……… 28

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Prinsip segitiga api………... 4

2. Petak pengamatan pengukuran jarak pagar……….. 15 3. Pertumbuhan rata-rata luas tajuk tanaman jarak pagar pada

berbagai lokasi ………...………. 22

4. Rata-rata tinggi tanaman jarak pagar pada berbagai lokasi……….. 24 5. Rata-rata diameter tanaman jarak pagar pada berbagai lokasi……. 25

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Tinggi tanaman jarak pagar pada lokasi miring isi selama 7

minggu ……… 34

2. Tinggi tanaman jarak pagar pada lokasi datar isi selama 7

minggu ………..……….. 35

3. Tinggi tanaman jarak pagar pada lokasi datar tepi selama 7

minggu ………...……. 36

4. Tinggi tanaman jarak pagar pada lokasi datar miring tepi selama 7

minggu ……….... 38

5. Diameter tanaman jarak pagar pada lokasi miring tepi selama 7

minggu ..………...……. 39

6. Diameter tanaman jarak pagar pada lokasi datar tepi selama 7

minggu ………...……. 40

7. Diameter tanaman jarak pagar pada lokasi miring isi selama 7

minggu ……… 41

8. Diameter tanaman jarak pagar pada lokasi datar isi selama 7

minggu…….………...…………. 42

9. Luas tajuk tanaman jarak pagar pada lokasi miring tepi umur 5

bulan selama 7 minggu ………. 43

10. Luas tajuk tanaman jarak pagar pada lokasi Datar tepi selama 7

minggu ..……….…. 44

11. Luas tajuk tanaman jarak pagar pada lokasi miring isi selama 7

minggu ….………..………... 45

12. Luas tajuk tanaman jarak pagar pada lokasi Datar isi selama 7

minggu ….………..…. 46

13. Foto tanaman jarak pagar di Gunung Hambalang Desa Karang

Tengah……… 47

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan memiliki banyak fungsi penting, diantaranya adalah sebagai sumber plasma nutfah, ekosistem, pengatur hidrologi, perubahan iklim mikro, dan sebagai habitat flora maupun fauna. Hutan adalah suatu ekosistem yang merupakan hasil interaksi dari faktor biotik dan abiotik. Bila hutan terbakar maka dampak negatif yang ditimbulkan cukup besar antara lain adalah kerusakan ekologis, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, menurunnya keanekaragaman sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang merupakan plasma nutfah yang tak ternilai.

Keberadaan hutan dan kelestarian hutan sangat penting untuk dipertahankan. Keberadaaan hutan semakin lama semakin berkurang atau menyusut luasannya, hal ini dikarenakan berbagai faktor. Faktor yang menyebabkan lahan hutan semakin berkurang adalah kerusakan hutan yang cukup besar diantaranya adalah kebakaran hutan. Secara ekonomis kebakaran hutan telah menimbulkan kerugian berupa rusak dan hilangnya sumberdaya hutan, penurunan potensi hasil hutan kayu dan non kayu, yang merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional.

Pengendalian kebakaran hutan merupakan kegiatan yang harus dilakukan dalam bentuk pencegahan dan pemadaman. Efektivitas pengendalian kebakaran hutan juga ditentukan oleh keberadaan faktor pendukung, diantaranya adalah sistem perundangan, organisasi, sistem peringatan dini, dan peralatan yang memadai. Tindakan Pencegahan kebakaran hutan dan lahan melalui prinsip 3E (Education, Engineering, dan Law Enforcement) bertujuan untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan mencegah meluasnya kebakaran yang telah terjadi.

Salah satu cara untuk mencegah meluasnya kebakaran hutan dan lahan dapat dilakukan dengan pembuatan sekat bakar hijau, yang berfungsi untuk membagi hamparan bahan bakar yang meluas menjadi beberapa bagian, sehingga

(16)

jika terjadi kebakaran api tidak melanda seluruh hamparan tanaman atau bahan bakar. Sekat bakar hijau memisahkan tanaman dengan sumber api yang merupakan faktor penting dalam upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Namun, sekat bakar hijau tidak dapat berfungsi penuh dengan sendirinya melainkan dengan bantuan manusia. Sekat bakar hijau dimaksudkan untuk memperkecil atau memperlambat api yang menjalar di hamparan lahan agar mudah dipadamkan. Sekat bakar tidak direncanakan untuk mengatasi api yang berasal dari api loncat dan untuk kondisi api angin yang bertiup kencang.

Karakteristik dalam memilih jenis-jenis vegetasi untuk tanaman sekat bakar hijau harus memperhatikan hal-hal seperti: merupakan jenis yang tahan kebakaran, menghasilkan sedikit serasah dan serasah mudah terurai, merupakan jenis cepat tumbuh yang mampu bersaing dengan tumbuhan bawah dan dapat tumbuh pada kondisi tanah yang miskin hara, mempunyai tajuk yang lebar, serta memiliki manfaat lain sekat bakar hijau (Wibowo, 2003).

Salah satu jenis yang potensial menjadi tanaman sekat bakar adalah jarak pagar. Tanaman jarak pagar dikatakan potensial menjadi sekat bakar hijau karena selain berfungsi sebagai tanaman sekat bakar, tanaman ini juga dapat memberikan nilai ekonomis karena bijinya dapat menghasilkan minyak yang digunakan sebagai alternatif pengganti bahan bakar fosil. Dulunya Tanaman jarak pagar hanya dijadikan sebagai pagar, tapi sekarang sudah dibudidayakan oleh petani-petani.

Tanaman jarak pagar dapat tumbuh baik di tempat yang tanahnya tidak subur dan beriklim panas, dan tempat tumbuhnya mulai dari dataran rendah sampai dengan ketinggian 300 mdpl. Jarak pagar ini dapat tumbuh didaerah berbatu dan lahan kritis bisa ditanam pola tumpang sari dengan tanaman lainnya. Penanaman jarak pagar sebaiknya tidak dilakukan di lahan yang cukup subur, karena pada dasarnya jarak pagar dapat tumbuh di daerah yang marginal.

Salah satu tujuan dari pengendalian kebakaran hutan adalah melindungi kelestarian hutan Indonesia dengan cara mengendalikan dan menekan laju kebakaran hutan seminimal mungkin. Oleh karena itu, penelitian tentang hal ini akan memberikan informasi yang sangat penting dalam pengembangan tanaman jarak pagar untuk mengendalikan kebakaran hutan.

(17)

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari potensi tanaman jarak pagar sebagai sekat bakar hijau ditinjau dari kondisi lebar tajuk.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan pertimbangan untuk rekomendasi penggunaan jarak pagar sebagai sekat bakar hijau dalam pengendalian kebakaran.

(18)

API

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebakaran Hutan 1. Definisi

Unsur yang mempengaruhi kebakaran ada tiga diantaranya adalah oksigen (sering juga disebut zat asam), bahan bakar, dan panas atau sumber penyulutan. Oleh para ahli, ketiga unsur pembentuk api (bahan bakar, oksigen, sumber penyulutan) dinamai dengan segitiga api, dan untuk menimbulkan api ketiga unsur tersebut harus ada dan harus saling berhubungan antara unsur yang satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu, apabila ingin memadamkan api, maka paling sedikit satu diantara ketiga unsur tersebut harus dihilangkan atau dipisahkan atau dengan kata lain, hubungan diantara ketiga unsur itu harus diputuskan (Saharjo 2003 dalam Suratmo et al. 2003).

Berikut ini adalah gambar segitiga api, menurut Syaufina (2008), antara lain sebagai berikut:

Oksigen (O2) Sumber panas

Bahan bakar Gambar 1 Prinsip Segitiga Api

Syaufina (2008), menyatakan bahwa kebakaran melepaskan energi panas yang disimpan melalui proses fotosintesis dengan cepat. Secara sederhana hubungan antara proses fotosintesis dengan pembakaran dapat dilihat sebagai berikut:

Proses Fotosintesis :

(19)

Proses Pembakaran :

C6H12O6 + O2 + suhu penyalaan CO2 + H2O + panas

Sumber bahan bakar yang penting di dalam hutan yang perlu diperhatikan dalam rangka pencegahan kebakaran hutan adalah: pohon-pohon hidup yang terdapat di dalam tegakan, semak belukar, tanaman penutup tanah yang hidup, serasah dan humus yang telah terdekomposisi, cabang-cabang pohon mati dan lumut kerak di batang pohon hidup, batang pohon mati yang masih berdiri, dan sisa hasil pembalakan (Saharjo 2003 dalam Suratmo et al. 2003).

2. Fase-fase Kebakaran

Berdasarkan tahapannya, DeBano et al. (1998) dalam Syaufina (2008) menggolongkan proses pembakaran ke dalam lima fase, yaitu pre-ignition (prapenyalaan), flaming (penyalaan), smoldering (pembaraan), glowing (pemijaran), dan extinction (padam). Semua tahapan ini berjalan dengan berkesinambungan. Penjelasan mengenai fase proses pembakaran ini adalah sebagai berikut:

a. Fase Pre-ignition (prapenyalaan)

Fase dimana bahan bakar yang berada di depan nyala api dipanaskan, dikeringkan, dan pirolisis. Dalam proses pirolisis ini reaksi berubah dari eksotermik (melepaskan panas) menjadi endotermik (memerlukan panas). Oleh karena bahan bakar yang berada di depan nyala api oleh radiasi dan konveksi hingga mencapai suhu > 100o C maka uap air, bahan organik yang belum terbakar, dan zat ekstraktif yang volatil akan mendidih pada permukaan bahan bakar dan mengalir ke udara.

Distilasi bahan bakar halus (seperti dedaunan, daun jarum, dan rerumputan) pada suhu di atas 100o C menghasilkan emisi dari uap air dan zat ekstraktif yang volatile. Pemanasan dengan suhu 200 - 280o C pada pirolisis bahan-bahan berkayu mulai menghasilkan uap air, CO2, asam format dan

asam asetat, glyoxal, dan CO. Gas-gas yang mudah terbakar serta uap air (seperti methana, ethana, propana, formaldehid, asam format, asam asetat,

(20)

methanol, CO, dan Hidrogen) akan dilepaskan dengan cepat dari bahan berkayu pada suhu 280-500o C. Pada suhu >500o C, CO2 dan air bereaksi

dengan arang pada permukaan bahan bakar untuk menghasilkan CO, H2,

formaldehida, dan lain-lain. b. Fase Flaming (penyalaan)

Fase ini merupakan reaksi eksotermik yang menyebabkan kenaikan suhu dari 300-500o C hingga mencapai 1400o C (DeBano et al. 1998 dalam Syaufina 2008). Suhu maksimum yang dapat dicapai dalam kebakaran hutan adalah 1900 sampai 2200o C dengan campuran antara gas dan udara yang ideal (pyne et al. 1996 dalam Syaufina 2008). Akan tetapi, suhu nyala api pada umumnya adalah sekitar 700 sampai 980o C. Panas yang dihasilkan dari reaksi flaming mempercepat laju pirolisis dan melepaskan gas yang mudah terbakar dengan jumlah besar. Api akan besar dan sulit dikendalikan, terlebih jika ada angin. Pada fase ini dihasilkan beberapa produk pembakaran, seperti air, Co2, sulfur oksida, gas nitrogen, dan nitrogen oksida.

c. Fase Smoldering (pembaraan)

Fase ini biasanya mengikuti fase penyalaan. Proses pembakaran dalam fase ini didominasi oleh laju penjalaran yang lambat (< 3 cm/jam pada kebakaran bawah) dan tanpa nyala api. Tidak semua bahan bakar mengalami pembakaran flaming, seperti yang terjadi pada lapisan bahan organik, kayu busuk, dan tanah organik (gambut) apabila bahan bakar relatif kompak dan suplai oksigen terbatas. Smoldering merupakan fase pembakaran utama untuk jenis-jenis bahan bakar ini. Laju penjalaran api akan menurun karena bahan bakar tidak mampu menghasilkan gas-gas yang mudah terbakar pada konsentrasi dan laju yang diperlukan untuk mendukung pembakaran yang sempurna. Akibatnya, panas yang dilepaskan dan suhu yang dicapai akan menurun. Dengan demikian, gas akan terkondensasi menjadi asap dengan jumlah yang banyak. Namun, asap yang tampak berada dekat permukaan dalam konsentrasi yang tinggi. Emisi yang dihasilkan selama fase smoldering adalah jauh lebih besar daripada fase flaming.

(21)

d. Fase Glowing (pemijaran)

Fase ini merupakan bagian akhir dari fase smoldering, namun glowing tidak sama dengan tidak sama dengan smoldering.bila suatu kebakaran mencapai fase glowing, maka sebagian besar dari gas-gas yang mudah menguap akan hilang dan oksigen mengadakan kontak langsung dengan permukaan dari bahan bakar yang mengarang. Selama fase ini, hanya sedikit atau bahkan tidak ada asap yang dihasilkan. Hasil dari fase glowing ini adalah CO, CO2, dan abu. Fase ini merupakan fase yang paling efisien karena laju

pembakarannya yang rendah, suplai oksigen yang baik, dan volume yang rendah dari gas volatil yang mudah terbakar.

e. Fase Extinction (padam)

Kebakaran akhirnya terhenti pada saat semua bahan bakar yang tersedia habis atau pada saat panas yang dihasilkan dalam proses smoldering dan flaming tidak cukup untuk menguapkan sejumlah air dari bahan bakar basah. Panas yang diserap oleh bahan bakar, udara sekitar, atau bahan in organic (seperti batu-batuan dan tanah mineral) mengurangi jumlah panas yang tersedia untuk pembakaran sehingga mempercepat terjadinya proses

extinction (padamnya kebakaran).

3. Macam-macam sumber api

Sumber api dapat dibagi menjadi dua, yaitu oleh alam dan manusia (Saharjo 2003 dalam Suratmo et al. 2003).

a. Alam a. 1 Petir

Di beberapa Negara seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, petir merupakan sumber api yang potensial dan banyak merugikan. Kondisi cuaca yang berbeda dan kering dapat membuat prosesnya berjalan baik, karena setelah petir tidak segera diikuti oleh hujan.

a. 2 Batubara

Khusus untuk daerah pulau Kalimantan, batubara semakin popular dijadikan sebagai sumber api. Namun perlu diketahui untuk membuat batu bara tersebut menyala harus ada starting point sebagai sumber penyulutan,

(22)

kalau tidak prosesnya akan lambat dan tidak sedahsyat yang difikirkan orang. Apalagi batubara berada di kawasan berhutan, maka sumber apinya akan dipertanyakan.

a. 3 Gesekan kayu

Belakangan ini yang semakin popular dijadikan kambing hitam sebagai sumber api adalah gesekan kayu atau ranting dengan ranting pada waktu terjadi tiupan angin. Namun, dari hasil pengamatan di laboratorium menunjukkan bahwa hal ini amatlah mustahil terjadi, bahkan sangat sulit untuk dipercaya.

b. Ulah manusia

b. 1 Sengaja membakar

Di Hutan Tanaman Industri (HTI), hutan alam, dan peladang berpindah, dapat dikatakan 99% penyebab kebakaran hutan di Indonesia adalah berasal dari “ulah manusia” apakah sengaja membakar atau karena api lompat yang merupakan kelalaian dari manusia pada saat penyiapan lahan.

b. 2 Puntung rokok dan obat anti nyamuk

Hasil penelitian di laboratorium dan uji lapangan bahwa puntung rokok atau obat anti nyamuk tidak dapat dikatakan sebagai penyulut api di lapangan meskipun kadar air dari bahan bakar 5% dan serasah alang-alang sebagai medianya. Tetapi kalau puntung rokok disambungkan dengan botol yang berisi minyak tanah atau satu bungkus korek api seperti yang sering ditemukan di lapangan, maka pernyataan tersebut menjadi benar.

b. 3 Obor minyak tanah

Belakangan ini, obor minyak tanah menjadi sumber penyulutan api di lapangan. Obor ini terbuat dari bambu yang diberi sumbu dari kain dan diisi dengan minyak tanah.

(23)

b. 4 Konflik sosial

Dalam konflik sosial ini banyak hal yang menyebabkan, diantaranya adalah: status kepemilikan lahan garapan, pekerja lapangan yang tidak dibayar penuh upahnya, kontraktor pelaksana memperdayai pekerja, hubungan yang tidak harmonis antara penduduk dengan pihak perusahaan.

b. 5 Operasi pembalakan

Kegiatan pembalakan yang dapat menyebabkan kebakaran hutan adalah: pembukaan lahan dengan cara menggunakan api yang tidak terkontrol, api unggun, pembakaran sisa-sisa pohon, cabang/ranting, daun, dan iseng (motif tidak jelas).

4. Tipe kebakaran hutan

Menurut Saharjo (2003) dalam Suratmo et al. (2003) tipe kebakaran hutan didasarkan pada posisi bahan bakar adalah sebagai berikut:

a. Kebakaran bawah (Ground fire)

Tipe kebakaran ini biasanya mengkonsumsi bahan bakar yang mengkonsumsi berupa material organik yang terdapat di bawah permukaan tanah/lantai hutan. Yang paling mudah dan klasik adalah kebakaran hutan gambut. Kebakaran bawah ini sangat sukar dideteksi dan berjalan lambat sekali karena tidak dipengaruhi oleh kecepatan angin. Tanda bahwa areal tersebut terbakar adalah adanya asap putih yang keluar dari bawah permukaan tanah.

b. Kebakaran permukaan (Surface fire)

Tipe kebakaran ini biasanya mengkonsumsi bahan bakar yang terdapat di lantai hutan, baik berupa serasah, jatuhan ranting, tumbuhan bawah, dan sebagainya yang berada di bawah pohon dan di atas permukaan tanah. Kebakaran seperti ini sangat sering terjadi pada di dalam tegakan, hutan sekunder dan hutan alam, terkecuali di daerah rawa gambut yang mana didominasi oleh kebakaran bawah. Kebakaran permukaan ini biasanya merupakan langkah awal menuju kebakaran tajuk, dengan cara terbakarnya

(24)

tanaman pemanjat yang menghubungkan sampai ke tajuk pohon atau loncatan api yang mencapai tajuk pohon.

c. Kebakaran tajuk (Crown fire)

Kebakaran tajuk biasanya bergerak dari satu tajuk pohon ke tajuk pohon lainnya dengan cara mengkonsumsi bahan bakar yang terdapat di tajuk pohon tersebut baik berupa daun, cangkang biji, ranting bagian atas pohon, dan sebagainya. Seperti diuraikan di atas kebakaran tajuk biasanya bermula dari adanya api lompat yang berasal dari tajuk tumbuhan bawah/semak yang terbakar atau karena adanya tumbuhan epifit/liana sepanjang batang pohon yang terbakar, kulit pohon yang berminyak, atau karena pemanasan dari permukaan. Kebakaran ini banyak meminta korban para pemadam karena tertimpa oleh ranting-ranting besar yang hangus terbakar di makan api ketika melakukan pemadaman, selain itu banyak juga yang terjebak karena terkepung api. Kadangkala bara api yang berasal dari tajuk pohon ini akan jatuh menimpa lantai hutan, sehingga menimbulkan kebakaran permukaan.

B. Pengendalian Kebakaran

Menurut Husaeni (1998) dalam Suratmo et al. (2003) pengendalian kebakaran hutan merupakan semua aktivitas untuk melindungi hutan dari kebakaran liar dan penggunaan api untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam pengendalian hutan. Pengendalian kebakaran hutan mencakup 3 komponen kegiatan, yaitu: 1). Mencegah terjadinya kebakaran hutan; 2). Memadamkan kebakaran hutan segera sewaktu api masih kecil; 3). Penggunaan api untuk tujuan-tujuan tertentu dalam pengelolaan hutan.

Isolasi adalah kegiatan untuk memisahkan suatu kawasan hutan (sebagai suatu hamparan bahan bakar) dengan kawasan di luarnya (sebagai hamparan bahan bakar lain) dan atau membagi kawasan hutan tersebut menjadi bagian– bagian kawasan hutan (sebagai hamparan bahan bakar) yang lebih kecil, oleh suatu penyekat yang disebut jalur isolasi. Jalur isolasi bisa berupa jalur terbuka (gundul) maupun bervegetasi, yang memisahkan bagian hutan tertentu dengan bagian hutan lainnya, atau dengan areal di luar kawasan hutan (menurut Husaeni 2003 dalam Suratmo et al. 2003).

(25)

Menurut Husaeni (2003) dalam Suratmo et al. (2003) ada 3 macam jalur isolasi khusus yang sengaja dibuat, yaitu sekat bakar (fire break), sekat bahan bakar (fuel break), dan jalur hijau/sekat bakar hijau (green belt), yang dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Sekat bakar (fire break)

Sekat bakar adalah semua jalur bersih (tanpa tumbuhan sama sekali) yang digunakan untuk menghambat penjalaran api dan juga sebagai tempat awal untuk operasi pemadaman. Sekat bakar ini sering disebut jalur kuning, hal ini dikarenakan sekat bakar banyak dibuat pada tanah-tanah yang berwarna merah kekuningan, yang dari kejauhan atau dari udara tampak berupa jalur yang berwarna kuning.

Lebar sekat bakar bervariasi tergantung pada tipe hutan dan tipe kebakaran yang akan dihambatnya, topografi, dan kondisi cuaca. Sebagai patokan, lebar sekat bakar di hutan lahan kering adalah setinggi pohon tertinggi (peninggi) ditambah satu kali panjang tajuknya. Di hutan gambut yang dipentingkan bukanlah lebarnya tetapi kedalamannya, karena yang akan dihambat penjalarannya adalah berupa kebakaran bawah. Sekat bakar di hutan ini adalah berupa parit dengan lebar tertentu (0,5-1 m) dan dalamnya sedalam gambut yang ada.

Kebaikan sekat bakar adalah cukup efektif dalam menghambat penjalaran api. Kelemahannya adalah biaya pemeliharaannya mahal dan hanya efektif untuk menghambat api yang penjalarannya lambat. Selain itu, pada sekat bakar ini mudah terjadi erosi pada musim hujan.

2. Sekat bahan bakar

Sekat bahan bakar merupakan suatu jalur yang cukup lebar, yang vegetasinya telah diubah sehingga bila ada kebakaran hutan, api akan menjalar lebih lambat sehingga mudah untuk dipadamkan. Sekat bahan bakar ini biasanya tertutup vegetasi yang mempunyai volume bahan bakar rendah atau sulit terbakar. Sekat bahan bakar dibuat lebih lebar dari sekat bakar (sekitar 20-100 m), dibuat sepanjang punggung bukit, kawasan hutan, dan dapat dikombinasikan dengan jalan hutan atau sekat bakar.

(26)

3. Jalur hijau/sekat bakar hijau

Jalur hijau/sekat bakar merupakan modifikasi dari suatu sekat bakar bahan bakar yang vegetasinya dipertahankan tetap hidup dan hijau. Sekat bakar hijau ini berupa vegetasi pohon atau perdu. Syarat tanaman hijau adalah: tahan kebakaran (pohon/perdu tetap dapat hidup bila terbakar), selalu hijau (pohon/perdu tidak gugur daun pada musim kemarau), tajuk rimbun (supaya dapat menekan gulma yang tumbuh di bawahnya), cepat tumbuh dan bertunas bila dipangkas, dan serasah mudah terdekomposisi.

C. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) berbentuk pohon kecil atau belukar besar dengan tinggi mencapai 5 m dengan percabangan tidak teratur. Batang jarak pagar berkayu, berbentuk silindris, dan mengeluarkan lateks berwarna putih jika dipotong (Mahmud, Rivaie, Allorerung 2006). Menurut Hambali et al., (2007), jarak pagar adalah tanaman yang masih satu keluarga dengan tanaman keret, kemiri, dan ubi kayu, klasifikasi tanaman jarak pagar adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha

Spesies : Jatropha curcas Bagian-bagian tanaman jarak pagar

1. Daun

Daun tanaman jarak pagar adalah daun tunggal berlekuk dan bersudut 3 atau 5. Daun tersebar di sepanjang batang. Permukaan atas dan bawah berwarna hijau dengan bagian bawah lebih pucat dibanding bagian permukaan atas. Daunnya lebar dan berbentuk jantung atau bulat telur melebar dengan panjang 5-15 cm. helai daunnya bertoreh, berlekuk, dan ujungnya meruncing. Tulang daun menjari dengan jumlah 5-7 tulang daun utama. Daunnya dihubungkan dengan tangkai daun. Panjang tangkai daunnya antara 4-15 cm.

(27)

2. Bunga

Bunga tanaman jarak pagar adalah bunga majemuk berbentuk malai, berwarna kuning kehijau-hijauan, berkelamin satu (uniseksual), dan monocious (berumah satu).

3. Buah

Buah jarak pagar berupa buah kotak berbentuk bulat telur dengan diameter 2-4 cm. panjang buah 2 cm dengan ketebalan sekitar 1 cm. buah berwarna hijau ketika muda serta abu-abu kecoklatan atau kehitaman ketika masak. Buah jarak pagar terbagi menjadi 3 ruang, masing-masing ruang berisi satu biji sehingga dalam setiap buah terdapat 3 biji. Biji bebentuk bulat lonjong dan berwarna coklat kehitaman. Biji inilah yang mengandung minyak dengan rendemen sekitar 30-50 % dan mengandung toksin sehingga tidak dapat dimakan.

Jarak pagar adalah tanaman yang berasal dari Mexico, Amerika Tengah. Tanaman jarak pagar telah lama dikenal masyarakat di berbagai daerah di Indonesia, yaitu sejak diperkenalkan oleh bangsa Jepang pada tahun 1942-an. Masyarakat di perintahkan untuk menanam jarak pagar di pekarangan (Hambali et

al., 2007)

Daerah penyebaran jarak pagar meliputi daerah Timur Tengah, Eropa, Rusia, dan Asia khususnya India, Cina, dan Jepang. Di Indonesia tanaman jarak ini banyak ditanam di Jawa, Nusa Tenggara, Sumatra Selatan. Di Jawa tanaman tersebut ditanam sebagai pagar sepanjang tepi jalan. Sedangkan di luar Jawa ditanam di daerah kering (Heyne, 1987)

Sejak saat itu, jarak pagar tumbuh menyebar di berbagai daerah di Indonesia dengan berbagai nama daerah seperti nawaih, nawas (Nangroe Aceh Darussalam), jirak (Sumatra Barat), jarak kosta, jarak kusta, jarak budge, dan kalake pagar (Sunda), jarak gandul, jarak cina, jarak iri, dan jarak pager (Jawa), Kalekhe paghar (Madura), jarak pager (Bali), lulu, nau, lulu ai fula, paku luba, dan jarak pageh (Nusa Tenggara), paku kase (Timor), kuman nema (Alor), jarak kosta, jarak wolanda, tondoutomene, dan bindolo (Sulawesi), bintalo (Gorontalo), balacai (Manado), peleng kaliki (Bugis), tangang tangang kajoli (Makassar),ai huwa balacai, ai kamala, balacai, kadoto, kamaalo, jai huakamalo (Maluku), balacai (Halmahera), dan dari Ternate atau Tidore balacai hisa (Prihandana, 2006)

(28)

Manfaat tanaman jarak pagar sudah lama dikenal oleh masyarakat, diantaranya digunakan sebagai tanaman obat. Tanaman jarak pagar merupakan tanaman yang dapat tumbuh dengan cepat dan dapat dijadikan sebagai pagar hidup di pekarangan atau kebun karena daunnya tidak disukai hewan ternak (Mahmud, Rivaie, Allorerung 2006).

Jarak pagar tumbuh baik pada lahan kering dataran rendah beriklim kering dengan ketinggian 0-500 m dpl dan curah hujan 300-1.000 mm/tahun, dengan suhu > 20o C. Dalam perkembangannya, tanaman ini ditemukan juga di lahan kering dataran rendah beriklim basah dan lahan kering berikliim kering/basah sebagai pagar perkarangan rumah atau kebun (Hasnam dan Mahmud, 2006).

Jarak pagar dapat tumbuh pada lahan-lahan marjinal yang miskin hara dengan drainase yang baik, namun produksi terbaik akan diperoleh pada lahan dengan lingkungan optimal. Pertumbuhannya cukup baik pada tanah-tanah ringan (terbaik mengandung pasir 60-90%), berbatu, berlerng pada perbukitan atau sepanjang saluran air dan batas-batas kebun. Bila perakarannya sudah cukup berkembang, jarak pagar dapat toleran terhadap kondisi tanah-tanah masam atau alkalin (terbaik pada pH tanah 5,5-6,5). Di Indonesia, pengembangan jarak pagar ini dapat dilakukan pada areal pertanian yang sudah digunakan dan/atau pada daerah-daerah yang potensial lainnya yang belum digunakan, seperti lahan alang-alang atau lahan-lahan tidur yang berada di antara lahan kering dataran rendah yang cukup luas jumlahnya (Hasnam dan Mahmud, 2006).

Heller (1996) yang dikutip dari situs Deptan menyatakan tanaman jarak pagar berasal dari daerah tropis dan menyebar di daerah tropis dan subtropis. Jarak pagar tidak tahan terhadap cuaca yang sangat dingin (frost) dan tidak sensitif terhadap panjang hari (daylength). Tanaman ini dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi lahan yang kering, karena itu jarak pagar dapat bertahan pada periode kekeringan yang relatif panjang, menggugurkan daunnya untuk mengurangi transpirasi.tanaman jarak pagar dapat tumbuh pada lahan-lahan marjinal yang miskin hara dengan drainase dan aerasi yang baik, namun produksi terbaik akan diperoleh pada lahan dengan lingkungan yang optimal.

(29)

BAB III METODOLOGI

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Gunung Hambalang Kampung Sukamantri Desa Karang Tengah Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor selama bulan Mei-Juli 2009.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) pada umur 5 bulan.

Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu: kamera digital, tali rafia, plastik label,pita ukur, alat tulis.

C. Teknik Pengumpulan Data 1. Penempatan Plot Pengukuran

Pengamatan dilakukan dengan membuat petak pengamatan dengan ukuran 15 m x 30 m sebanyak 2 plot. Pola tanam jarak pagar ini adalah tanaman tepi dan juga tanaman tengah. Tanaman yang ada di lokasi penelitian ini adalah jarak pagar, pulai, pinus, kacang, jagung, mahoni, akasia, mindi, pisang, randu, krey payung, dan tumbuhan bawah lainnya.

15 m miring tepi

15 m datar tepi

30 m

Gambar 2 petak pengamatan pengukuran jarak pagar Miring isi

(30)

Keterangan:

Miring tepi : tanaman jarak pagar yang ditanam pada lokasi miring tepi Datar tepi : tanaman jarak pagar yang ditanam pada lokasi datar tepi Miring isi : tanaman jarak pagar yang ditanam pada lokasi miring isi Datar isi : tanaman jarak pagar yang ditanam pada lokasi datar isi

2. Pengukuran parameter

Parameter yang diukur pada tanaman jarak pagar dilakukan dengan cara: pengukuran tinggi, diameter, dan pengukuran lebar tajuk.

3. Periode pengukuran

Periode pengukuran terhadap tanaman jarak pagar dilakukan dua minggu sekali selama 2 (dua) bulan.

4. Persen hidup

Untuk mengetahui persen hidup dari tanaman jarak pagar dilihat dari pertumbuhan jarak selama 2 bulan. Nilai persen hidup ditentukan dengan menggunakan rumus:

5. Analisis data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji sebaran t.

(31)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Kondisi Geografis

Kelompok hutan Gunung Hambalang (Hambalang Barat) dikukuhkan pada tahun 1976 dengan pembuatan BATB tanggal 1 Maret 1976 dan disyahkan tanggal 30 Maret 1976, luas kawasan hutan Gunung Hambalang hasil pengukuhan adalah 6.695,32 Ha. Setelah pengukuhan, dalam rangka penyusunan bagan kerja KPH Bogor jangka 1 April 1976 sampai dengan 31 Maret 1981 dilakukan penataan hutan untuk seluruh kawasan hutan KPH Bogor dengan kegiatan risalah hutan.

Kawasan Taman Hutan Hambalang saat ini meliputi areal seluas 186,70 Ha merupakan kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Adapun batas-batas lokasi Taman Hutan Hambalang adalah:

Sebelah Utara : Ex Perkebunan Hambalang

Sebelah Selatan : Kampung Leuwi Goong dan Sukamantri, Desa Karang Tengah

Sebelah Barat : Kampung Karang Tengah, Desa Karang Tengah, dan Ex Perkebunan PT. Hambalang

Sebelah Timur : Petak 2 Kawasan Hutan RPH Babakan Madang BKPH Bogor KPH Bogor.

Lokasi Taman Hutan Hambalang terletak pada ketinggian sekitar 320 sampai dengan 390 m dpl. Iklim di wilayah ini termasuk ke dalam type A (Schmidt and Ferguson) dengan curah hujan rata-rata mencapai 3.000– 3.500/tahun, dengan curah hujan tertinggi umumnya terjadi pada bulan Februari dan terendah pada bulan Agustus.

Topografi lahan bervariasi mulai dari datar sampai dengan agak curam dengan fungsi Hutan Produksi Terbatas (HPT) > 15%. Tanah di kawasan ini adalah asosiasi latosol coklat dengan batuan induk berupa batuan endapan dan vulkan, struktur tanah sarang, sedikit berbatu dan kedalaman humus agak dalam dengan fisiografi tanah vulkan dan batu lipatan.

(32)

B. Karakteristik Desa

Luas Desa Karang Tengah adalah 28.590 m2. Desa Karang Tengah berada disekitar kawasan Taman Hutan Hambalang dan Taman Wisata Alam Gunung Pancar yang memiliki karakteristik wilayah Desa memanjang dari Barat ke Timur dengan batas-batas sebagai berikut:

Sebelah Utara : Desa Hambalang Sebelah Selatan : Desa Bojong Koneng Sebelah Barat : Desa Sumur Batu Sebelah Timur : Desa Cibadak

Secara geografis Desa Karang Tengah memiliki topografi dari dataran rendah sampai dengan pegunungan dengan ketinggian mencapai 1.529 m dpl. Penduduk Desa Karang Tengah berjumlah 12.830 jiwa yang terdiri dari 6.385 jiwa laki-laki, 6.545 jiwa perempuan, dengan jumlah kepala keluarga 2.861 KK, dengan mata pencaharian sebagian besar adalah petani buruh. Tingkat pendidikan penduduk umumnya rendah, hampir 57,5% penduduk adalah lulusan SD.

C. Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Desa Hutan 1. Potensi dalam kawasan

Hasil inventarisasi hutan, terdapat potensi pinus tahun tanam 1976 seluas 7,50 Ha, Maesopsis dan Acacia mangium tanaman tahun 2005 seluas 43,50 Ha dan tanah kosong seluas 179,20 Ha yang didalamnya terdapat tanaman pinus, mahoni, dan MPTS yang tumbuh rawang dan sporodis.

2. Jenis dan pola tanam serta kegiatan budidaya di dalam kawasan hutan Jenis tanaman yang banyak dibudidayakan masyarakat dalam kawasan hutan antara lain: singkong, pisang, sukun, nangka, dan albasia. Pola tanaman masyarakat pada umumnya tidak teratur terutama jenis tanaman keras, hanya untuk jenis singkong ditanam cukup teratur dengan jarak 40 cm x 40 cm.

(33)

3. Kepemilikan lahan

Pembangunan perumahan yang pesat berdampak terhadap beralihnya kepemilikan lahan. Sebagian besar penduduk Desa Karang Tengah bermata pencaharian sebagai petani dengan spesifikasi buruh tani yang membutuhkan ketersediaan lahan sebagai sarana untuk menunjang kegiatan dalam memenuhi kebutuhan sehari-sehari. Pada kawasan hutan Perhutani sebagian besar penggarap masih mengakui bahwa kawasan tersebut merupakan milik Perum Perhutani.

4. Pemasaran hasil

Pemasaran merupakan hal penting menurut warga Desa Karang Tengah, pembinaan usaha produktif seperti budidaya jamur, pembuatan keripik, pembuatan kue dari bahan baku singkong menjadi terhenti karena penjualan singkong dengan sistem ijon.

5. Peran kelembagaan

Kepala Desa selaku pemimpin formal, peran dan pengaruhnya cukup besar terutama di kampung Babakan dan Golewer. Peran dan pengaruh yang cukup besar adalah para tokoh masyarakat tingkat kampung yang juga sekaligus sebagai ketua RW dan ketua RT.

D. Rencana Kegiatan Desa Karang Tengah

Rencana kegiatan desa yang merupakan harapan dari warga Desa Karang Tengah, dapat dikelompokkan ke dalam:

1. Pembangunan Sarana dan Prasarana Perbaikan jalan

Pemasangan instalasi listrik (kp. Wangun I, II, Wangun Cileungsi, Cilaya, dan Cigobang).

Pembangunan MCK

Percontohan hutan campuran pola agroforestri 2. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)

Pembentukan dan pengaktifan kegiatan Kelompok Tani Hutan (KTH) Penambahan tenaga pengajar (guru) sekolah dasar

(34)

3. Bidang Ekonomi

Pengaktifan kegiatan koperasi yang pernah dibentuk. E. Penggunaan Tanah Sesuai dengan Peruntukannya

Dari segi topografi, Kecamatan Babakan Madang beriklim panas dengan temperatur suhu rata-rata 33 0C pada siang hari dan 24 0C pada malam hari, dengan ketinggian 99,80 m dpl; Desa Citaringgul sebagai daerah terendah dan Desa Karang Tengah sebagai daerah tertinggi, dengan curah hujan rata-rata pertahun 3000-3500 mm.

Bila dilihat berdasarkan karakter wilayah, Kecamatan Babakan Madang merupakan wilayah industri, pertanian, perdagang, jasa, perumahan, dan agrowisata dengan kondisi pengembangan yang sangat bervariasi, diantaranya untuk pengembangan industri, perdagangan dan jasa, perumahan serta pertanian/perkebunan.

F. Plot Penelitian

Lokasi penelitian di Gunung Hambalang merupakan bagian dari penelitian “ Potensi Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn) sebagai Sekat Bakar Hijau ditinjau dari kondisi tajuk” yang semuanya terdiri dari 6 blok tanaman yang berukuran 30 m x 30 m. Dalam setiap blok ditanaman tanaman jarak pagar sebagai tanaman tepi dan tanaman pengisi. Tanaman pokok terdiri dari jarak pagar, tanaman pengisi terdiri dari kacang tanah, jagung, kangkung, pisang. Sedangkan tanaman kehutanan terdiri dari mohoni, kapuk, akasia, pinus.

Pada plot penelitian ini terdapat berbagai jenis tanaman diantaranya adalah kacang tanah, jagung, kangkung, pisang, mohoni, kapuk, akasia, pinus. Adapun topografi penelitian berupa datar dan miring.

(35)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jarak pagar (Jatropha curcas linn) dikembangkan karena memiliki tujuan ganda (multipurpose), selain sebagai biofuel juga berpotensi sebagai tanaman sekat bakar hijau, tanaman pagar (menjaga tanaman atau pekarangan dari gangguan ternak), tanaman konservasi tanah dan air (sebagai tanaman pioneer di lahan kritis dan mencegah erosi). Berdasarkan fungsi tanaman jarak pagar tersebut dapat diwujudkan dalam sistem agroforestry (khususnya sistem tumpang sari dalam pembuatan tanaman di areal hutan produksi Perum Perhutani).

Salah satu cara untuk mencegah meluasnya kebakaran hutan dan lahan melalui pendekatan teknis adalah dengan pembuatan sekat bakar hijau, yang berfungsi untuk membagi hamparan bahan bakar yang luas menjadi beberapa bagian. Sehingga jika terjadi kebakaran api tidak melanda seluruh hamparan bahan bakar atau tanaman.

Tanaman yang dijadikan sebagai syarat sekat bakar hijau yaitu memiliki pertumbuhan yang cepat dan tajuk yang lebar atau rimbun. Dalam penelitian ini parameter yang diamati adalah tinggi, diameter, dan luas tajuk tanaman jarak pagar.

Tanaman jarak pagar dalam penelitian ini penanamannya menggunakan metode tumpang sari. Di lokasi penelitian ini terdapat tanaman jagung, kacang tanah, kangkung, mahoni, kapuk, akasia, pinus. Menurut Husaeni (2003) dalam Suratmo (2003), sekat bakar hijau merupakan modifikasi sekat bahan bakar. Sekat bakar hijau merupakan sekat bahan bakar yang vegetasinya dipertahankan tetap hidup dan hijau, dengan cara irigasi. Biaya irigasi ini cukup mahal sehingga di Indonesia, sekat bakar hijau ini berupa vegetasi pohon atau perdu. Berdasarkan pengukuran luas tajuk tanaman jarak pagar dari 4 lokasi penelitian diperoleh rata-rata luas tajuk dapat dilihat pada Tabel 1.

(36)

Tabel 1. Rata-rata luas tajuk tanaman jarak pagar umur 5 bulan selama 7 minggu pada lahan miring dan datar.

Rata-rata luas tajuk (cm2)

Lokasi Minggu 1 Minggu 3 Minggu 5 Minggu 7 Rata-rata tepi miring 1667.2 2023.6 1916.0 1772.9 1844.9 datar tepi 804.7 1114.5 1450.6 1734.7 1276.1 miring isi 1904.3 2118.4 2249.9 2493.6 2191.6 datar isi 1198.8 1510.5 1621.8 2026.6 1589.4

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa rata-rata luas tajuk tanaman jarak pagar per lokasi berkisar antara 1.276,1 cm2 – 2.191,6 cm2. Rata-rata luas tajuk yang tertinggi terdapat pada lokasi miring isi, sedangkan yang terendah berada pada lokasi datar tepi. Grafik pertumbuhan tajuk tanaman jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pertumbuhan rata-rata luas tajuk jarak pagar pada berbagai lokasi. Pada pengamatan luas tajuk tanaman jarak pagar selama 7 minggu dapat diketahui bahwa rata-rata laju pertumbuhan meningkat pada setiap kali pengamatan dan di berbagai lokasi, tetapi pada lokasi tepi miring pengamatan

(37)

pada minggu ke-5 dan minggu ke7 mengalami penurunan luas tajuk. Hal ini dikarenakan daun yang terdapat pada tanaman jarak pagar gugur karena daun sudah tua.

Berdasarkan pengukuran tinggi tanaman jarak pagar dari 4 lokasi penelitian diperoleh rata-rata tinggi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman jarak pagar umur 5 bulan selama 7 minggu pada lahan miring dan datar.

Rata-rata tinggi tanaman (cm)

Lokasi Minggu 1 Minggu 3 Minggu 5 Minggu 7 Rata-rata

tepi miring 78.3 79.5 83.0 83.6 80.9 datar tepi 49.5 50.7 52.9 55.1 52.1 miring isi 66.0 67.5 70.0 72.2 68.9 datar isi 57.0 58.8 62.2 64.9 60.7

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa rata-rata tinggi tanaman jarak pagar per lokasi berkisar antara 52,1 cm – 80,9 cm. Rata-rata tinggi tanaman jarak pagar yang tertinggi terdapat pada lokasi tepi miring, sedangkan yang terendah berada pada lokasi tepi datar. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 4.

(38)

Gambar 4. Rata-rata tinggi tanaman jarak pagar pada berbagai lokasi.

Pada pengamatan terhadap tinggi tanaman jarak pagar selama 7 minggu dapat diketahui bahwa pada lokasi miring tepi merupakan tanaman yang memiliki tinggi tanaman yang tertinggi dibandingkan tanaman pada lokasi miring isi, datar isi, dan datar tepi. Berdasarkan hasil pertumbuhan tinggi tanaman jarak pagar dari setiap pengamatan yang mengalami pertumbuhan tinggi yang tertinggi adalah pada datar isi, kemudian diikuti dengan miring isi, miring tepi, dan terakhir adalah datar tepi.

Berdasarkan pengukuran diameter tanaman jarak pagar dari 4 lokasi penelitian diperoleh rata-rata diameter dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata diameter tanaman jarak pagar umur 5 bulan selama 7 minggu pada lahan miring dan datar.

Rata-rata diameter (cm)

Lokasi Minggu 1 Minggu 3 Minggu 5 Minggu 7 Rata-rata

tepi miring 2.5 2.5 2.7 2.8 2.6

datar tepi 1.9 2.0 2.0 2.1 2.0

miring isi 2.4 2.4 2.5 2.7 2.5

(39)

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa rata-rata diameter tanaman jarak pagar per lokasi berkisar antara 2,0 cm– 2,6 cm. Rata-rata diameter tanaman jarak pagar yang tertinggi terdapat pada lokasi tepi miring, sedangkan yang terendah berada pada lokasi tepi datar. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 5. Rata-rata diameter tanaman jarak pagar pada berbagai lokasi.

Pada pengamatan diameter tanaman jarak pagar selama 7 minggu dapat dilihat bahwa pertumbuhan diameter pada setiap lokasi penelitian tidak berbeda jauh. Pertumbuhan diameter hingga akhir pengamatan, pada lokasi datar tepi laju pertumbuhan tinggi adalah 0,2 cm. Sedangkan pada lokasi miring tepi, miring isi, dan datar isi adalah 0,3 cm.

Hasil uji sebaran t luas tajuk pada lokasi miring tepi dan datar tepi dapat dilihat pada Tabel 4.

(40)

Tabel 4. Hasil uji sebaran t luas tajuk tanaman jarak pagar pada lahan Miring Tepi (MT) dengan Datar Tepi (DT) .

Sumber N Mean St. Dev SE Mean p-Value MT 1 DT 1 40 39 1667 825 1070 734 169 117 0.000* MT 3 DT 3 39 38 2076 1173 1258 879 201 143 0.000* MT 5 DT 5 37 38 2071 1527 1104 1121 182 182 0.038* MT 7 DT 7 37 36 1917 1927 1102 1258 181 210 0.969tn

Keterangan: tn = perlakuan tidak berpengaruh nyata pada taraf uji F 0,05 * = perlakuan berpengaruh nyata pada taraf uji F 0,05

Berdasarkan uji sebaran t (Tabel 4) luas tajuk tanaman jarak pagar umur 5 bulan pada lokasi miring tepi dan datar tepi menunjukkan bahwa pada pengamatan minggu ke-1, ke-3, ke-5 berbeda nyata (< 0,05), sedangkan pada pengamatan ke-7 tanaman jarak pagar tidak berbeda nyata (> 0,05). Hasil uji sebaran t untuk lokasi miring isi dan datar isi dapat di lihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil uji sebaran t luas tajuk tanaman jarak pagar pada lahan Miring Isi (MI) dengan Datar Isi (DI) .

Sumber N Mean St. Dev SE Mean p-Value MI 1 DI 1 39 40 1953 1199 1719 853 275 135 0.017* MI 3 DI 3 38 40 2230 1510 1687 1166 274 184 0.033* MI 5 DI 5 37 40 2432 1622 1834 1133 304 179 0.024* MI 7 DI 7 38 40 2625 2027 1815 1231 294 195 0.095tn

Keterangan: tn = perlakuan tidak berpengaruh nyata pada taraf uji F 0,05 * = perlakuan berpengaruh nyata pada taraf uji F 0,05

Berdasarkan uji sebaran t (Tabel 5) luas tajuk jarak pagar umur 5 bulan pada lokasi miring isi dan datar isi menunjukkan pada pengamatan minggu ke-1,

(41)

ke-3, ke-5 berbeda nyata, sedangkan pada pengamatan ke-7 tanaman jarak pagar tidak berbeda nyata.

Uji sebaran t pada lokasi miring tepi dan datar tepi, miring isi dan datar isi menunjukkan hasil yang sama yaitu pada pengamatan minggu ke-1, ke-3, dan ke-5 menunjukkan hasil yang berbeda nyata (<0,05). Sedangkan pada pengamatan mingggu ke-7 menunjukkan tidak berbeda nyata (>0,05). Hal ini dikarenakan pada pengamatan ke-7 tanaman sudah menyebar merata pertumbuhannya.

Pengukuran terhadap tinggi dan diameter tanaman jarak pagar pada penelitian ini adalah untuk melihat hubungan pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman jarak pagar terhadap tajuk jarak pagar. Ternyata semakin tinggi dan besar diameter tanaman jarak pagar berpengaruh terhadap pertumbuhan luas tajuk (tajuk semakin luas).

Untuk mengetahui jumlah tanaman jarak pagar yang mati hingga akhir pengamatan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah tanaman jarak pagar yang mati

Lokasi Minggu ke-1 Minggu ke-3 Minggu ke-5 Minggu ke-7

Miring tepi 0 0 0 2

Miring isi 0 0 0 0

Datar tepi 0 0 2 3

Datar isi 0 0 0 0

Keterangan: 0 : Tidak ada tanaman yang mati pada pengamatan ke-n Berdasarkan Tabel 6, pada lokasi miring isi dan datar isi tidak ada tanaman yang mati hingga akhir pengamatan, tetapi pada lahan miring tepi dan datar tepi ada tanaman yang mati. Dimana pada minggu ke-7 di lokasi miring tepi terdapat 2 tanaman yang mati. Sedangkan pada minggku ke-5 terdapat 2 tanaman yang mati

(42)

dan diakhir pengamatan terdapat 3 tanaman yang mati di lokasi datar tepi. Jumlah tanaman jarak pagar yang mati disetiap minggunya dapat dilihat pada Tabel 6.

Pada pengamatan miring isi dan datar isi tidak ada tanaman yang mati, sedangkan pada pengamatan di miring tepi dan datar tepi ada yang mati. Pada lahan miring tepi terdapat 2 tanaman yang mati pada pengamatan ke-4 sehingga persen hidupnya adalah 95%, sedangkan pada lahan datar terdapat 2 tanaman yang mati pada pengamatan ke-3 dan bertambah satu tanaman yang mati pada pengamatan ke-4 sehingga persen hidup pada pengamatan ke-3 adalah 95% dan pada pengamatan ke-4 menjadi 92,5% karena jumlah tanaman yang mati pada akhir pengamatan di minggu ke-4 menjadi 3 tanaman.

Pertumbuhan tanaman jarak pagar dipengaruhi antara lain oleh tempat tumbuh seperti tanah dan iklim. Selama ini, tanaman jarak pagar hanya ditanam sebagai pagar dan tidak diusahakan secara khusus. Tanaman jarak pagar ini dapat beradaptasi dengan lahan maupun iklim di Indonesia bahkan tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada kondisi kering (curah hujan < 300 mm per tahun) maupun pada lahan dengan kesuburan rendah (lahan marjinal dan lahan kritis). Berdasarkan kondisi umum, lokasi peneliian diketahui curah hujannya adalah 3.000 dan 3500 mm/tahun. Adapun hasil analisis tanah di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Analisis tanah berdasarkan sifat kimia tanah

Sifat Tanah Debu (%) 26,59 Liat (%) 66,14 Pasir (%) 7,27 pH 6,00 KTK (me/100g) 20,73 Sifat Tanah C-org (%) 0,26 N-Total (%) 0,03 Ca (me/100g) 10,88 Mg (me/100g) 3,28 K (me/100g) 0,38

(43)

Berdasarkan hasil analisa karakteristik tanah pada Tabel 7 tampak bahwa tekstur tanah didominasi oleh liat dengan komposisi 66,14 %, fraksi debu sebesar 26,59 %, sedangkan komposisi pasir sebesar 7,27 %. Tekstur tanah sangat menentukan reaksi kimia dan fisik yang terjadi dalam tanah, sebab ukuran partikel tanah dapat menentukan luas permukaan tanah. Fraksi liat merupakan penting, karena semakin tinggi kadar liat, maka kemampuan menahan air semakin tinggi. Jarak pagar dapat tumbuh pada lahan-lahan yang miskin hara dengan drainase dan aerasi yang baik, namun untuk produksi terbaik akan diperoleh pada lahan dengan lingkungan yang optimal. Pertumbuhannya cukup baik pada tanah-tanah ringan (terbaik mengandung pasir 60-90% (Mahmud, Rivae, Allorerung 2006). Sehingga jarak pagar tidak dapat tumbuh dengan baik di lokasi penelitian ini, karena kandungan pasir rendah (7,27%).

Kemasaman tanah merupakan salah satu sifat penting sebab terdapat beberapa hubungan pH dengan ketersediaan unsur hara. Kemasaman tanah (pH) mempengaruhi serapan unsur hara dan pertumbuhan tanaman, yaitu melalui pengaruh terhadap tersedianya unsur hara dan adanya unsur-unsur yang beracun. Tetapi, walaupun pengaruh pH yang ekstrim, kebanyakan tanaman tahan terhadap keadaan tersebut asalkan unsur hara yang lainnya berada dalam keseimbangan. Berdasarkan literatur nilai pH yang baik untuk tanaman jarak pagar adalah berkisar antara 5,5-6,5 (kondisi tanah asam), sedangkan berdasarkan hasil analisa terlihat bahwa nilai pH adalah 6,0.

Hasil analisis tanah, kandungan unsur N 0,03%, jumlahnya sedikit sehingga pertumbuhan jarak pagar di lokasi penelitian tidak baik dan tanaman banyak yang kerdil dan daun juga rontok.

Jarak pagar merupakan jenis vegetasi yang telah diteliti potensinya sebagai sekat bakar hijau berdasarkan sifat fisik dan kimianya. Menurut penelitian Suryahadi (2006) didapatkan bahwa tanaman Jarak pagar memenuhi persyaratan sebagai tanaman sekat bakar hijau (green belt). Hal ini dikarenakan tanaman jarak pagar merupakan tanaman yang relatif tahan pembakaran. Berdasarkan hasil uji coba pembakaran terhadap tanaman jarak pagar didapatkan persen tumbuh tanaman jarak pagar 80%.

(44)

Berdasarkan penelitian Nafia (2010), didapatkan bahwa jarak pagar memenuhi persyaratan sekat bakar hijau yaitu ditinjau dari laju dekomposisi serasah. Hal ini terlihat bahwa, serasah jarak pagar mudah dan cepat terdekomposisi.

Berdasarkan penelitian jarak pagar sebagai sekat bakar hijau ditinjau dari kondisi lebar tajuk didapat bahwa tanaman jarak pagar tidak dapat dijadikan sekat bakar. Hal ini disebabkan tidak terpenuhi persyaratan sebagai sekat bakar hijau yaitu kondisi tajuk yang lebar dan tidak rimbun.

(45)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan kondisi tajuk, bahwa jarak pagar di lokasi penelitian tidak memenuhi persyaratan untuk dijadikan sekat bakar hijau. Hal ini disebabkan tanaman jarak pagar di lokasi penelitian tidak menunjukkan pertumbuhan tajuk yang lebar dan rimbun. Salah satu faktor penyebabnya adalah sifat tanah yang tidak mendukung, dimana kandungan pasirnya rendah (7,27%).

B. Saran

Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pertumbuhan jarak pagar di lahan dengan tingkat kesuburan yang berbeda.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

De Bano LF, DG Neary, and PF Ffolliott. 1998. Fire‟s Effects on Ecosystem. Di dalam: Syaufina L. 2008. Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Indonesia. Malang: Bayumedia Puslishing.

Hambali E, Suryani A, Dadang, et al. 2007. Jarak Pagar Tanaman Penghasil

Biodisel. Jakarta: Penebar Swadaya.

Heyne K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia II. Badan Litbang Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Hasnam dan Mahmud Z. 2006. Panduan Umum Perbenihan Jarak Pagar (Jatropha

curcas L.). Puslitbangbun, Balitbangtan. Bogor.

Husaeni EA. 2003. Manajemen Kebakaran. Di dalam : Suratmo FG, Husaeni EA, Jaya NS. 2003. Pengatahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Bogor : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Hal : 231-232.

Husaeni EA. 2003. Prinsip Pengendalian Kebakaran Hutan. Di dalam : Suratmo FG, Husaeni EA, Jaya NS. 2003. Pengatahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Bogor : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Hal : 167.

Mahmud Z, Rivaie AA, dan Allorerung D. 2006. Petunjuk Teknis Budidaya Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Puslitbangbun, Balitbangtan. Bogor.

Nafia K. 2010. Potensi Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) sebagai Sekat Bakar Ditinjau dari Laju Dekomposisi. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Prihandana R. 2006. Petunjuk Budi Daya Jarak Pagar. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Saharjo BH. 2003. Perilaku Api. Di dalam : Suratmo FG, Husaeni EA, Jaya NS. 2003. Pengatahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Bogor : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Hal : 123-124.

Saharjo BH. 2003. Sumber Api. Di dalam : Suratmo FG, Husaeni EA, Jaya NS. 2003. Pengatahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Bogor : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Hal : 147-149.

(47)

Saharjo BH. 2003. Tipe Kebakaran Hutan. Di dalam : Suratmo FG, Husaeni EA, Jaya NS. 2003. Pengatahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Bogor : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Hal : 151-152.

Suryahadi Y. 2006. Potensi Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn) Sebagai Tnaman Sekat Bakar. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Syaufina L. 2008. Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Indonesia. Malang: Bayumedia Publishing.

Wibowo A. 2003. Permasalahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan di

Indonesia. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan

(48)

.

.

(49)

Lampiran 1. Tinggi tanaman jarak pagar pada lokasi miring isi selama 7 minggu

miring isi Pengamatan 1 Pengamatan 2 Pengamatan 3 Pengamatan 4

59 61 65 65.5 66 67.5 68 68 60 60 62 62.5 38 40 45 45 47 51 56 65 33 33 22 19 42 44 51 58 56 56 56 57 58 59 64 65 50 51 51 52 64 65 66 67.5 71 72 72 72 59 59 59 59 27 28 33 34 126 126 129 134 64 65 86 89 78 80 82 83 81 82 85 86 76 80 88 88 66 67 67 68 59 60 62 63 56 57 63 64 54 55 57 59 46 52 59 67 109 110.1 114 116 41 40 44 47 107 108 111 111 65 66 66 64 86 87 90 91 34 52 65 81 44 45 45 45 104 110 120 128 90 90 90 91 82 83 89 93 51 52 52 53 74 75 77 81 73 73.7 79 82 100 97 106 123 45 46 133 140 81 87 96 101

(50)

Lampiran 2. Tinggi tanaman jarak pagar pada lokasi datar isi selama 7 minggu

datar isi Pengamatan 1 Pengamatan 2 Pengamatan 3 Pengamatan 4

83 84 90 93 72 72 73 73.5 55 56 59 63 69 73 79 83 47 48 54 58 65 66 67 67.5 56 56.5 56.5 52.5 72 73 73 73 55 56 58.5 59 62 66 73 80 54 59 66 70 33 34 38 44 62 69 78 81 56 62 72 82 36 37 37 37 62 63 72 80 117 117 121 127 94 95 101 107 40 44 52 52 43 44 45 45 46 47 55 57 51 51.6 57 61 74 74.5 75 75 64 71 83 95 53 54 57 63 62 65 78 84 31 36 46 54 41 42 42 39 58 58.7 58.7 58.7 61 62.3 64 68 43 44 54 64 59 60 60 60 90 91 43 46 46.5 47.3 52 55 64 64.5 74 75 48 48.7 48.7 50 48 48.9 57 58 53 53.8 59 63 56 57 58 60 50 52 54 59

(51)

Lampiran 3. Tinggi tanaman jarak pagar pada lokasi datar tepi selama 7 minggu

datar tepi Pengamatan 1 Pengamatan 2 Pengamatan 3 Pengamatan 4

56 57.5 62 65 51 51 58 62 57 58 64 68 34 34.5 37 0 76 76 77 79 40 41 0 0 53 54 59 59 56 57 58 53 50 50 50.5 51 45 45.5 54 59 66 67 70 71 68 69 76 81 53 58 70 86 64 64.5 65 68 43 43 45 51 63 63 65 68 52 53 54.5 60 35 36 37 37 53 54 56 58 61.5 62 71 87 18 26 36 42 30 30 35 41 46 46.5 51.5 52 50 51 54 54.5 34 35.5 36 36 49 49.2 49.5 50 54 56 64 74 44 45 45.5 46 48 48.5 58 64 44 45 47 47 73 73.5 78 80 33 34 42 42.5 66 67 71 72 60 60 60 60 36 61 0 0 55 36.5 66 75 27 28 34 37 63 64 69 74 35 35.5 45 45 40 42.5 42.5 42

(52)

Lampiran 4. Tinggi tanaman jarak pagar pada lokasi miring tepi selama 7 minggu

miring tepi Pengamatan 1 Pengamatan 2 Pengamatan 3 Pengamatan 4

47 47 48.5 51 63 64 65 65.5 32 33 34 35 55 55.5 56 56 77 77.5 82 83 51 53 62 66 58 59 66 68 50 51 58 61 43 43 43 0 75 75 81 82 83 84 93 104 86 93 103 114 44 45 51 54 61 61.5 62 62 54 55 59 61 33 35 42 47 158 160 162 163 140 142 146 152 144 148 156 161 107 108 109 109 120 122 129 132 186 190 197 202 99 101 105 105 94 95 96 96 65 65 68 69 104 105 107.5 114 102 103 104 105 83 85 90 91 72 72 73 74 109 110 116 117 54 55 55 55 102 103 105 105 101 102 103 103 55 56 58 58 49 49 49 49 40 41 45 45 63 64 66 66 78 79 82 82 64 64 64 0 29 30 30 31

Gambar

Gambar 2  petak pengamatan pengukuran jarak pagar Miring isi
Tabel 1. Rata-rata luas tajuk tanaman jarak pagar umur 5 bulan selama 7 minggu  pada lahan miring dan datar
Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman jarak pagar umur 5 bulan selama 7 minggu pada  lahan miring dan datar
Gambar 4. Rata-rata tinggi tanaman jarak pagar pada berbagai lokasi.
+5

Referensi

Dokumen terkait

dapat dilihat bahwa penambahan konsentrasi kitosan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda pada sifat kuat tarik plastik biodegradabel yang dihasilkan.. Penambahan

Toisaalta kuten Tiittula 1992: 82 katsoo, voidaan sekä kirjoitetun että puhutun kielen perusyksikkönä pitää myös lausetta: lause vain saa kirjoituksessa ja puheessa hyvin eri

Konduksi adalah proses dimana panas mengalir dari daerah yang mempunyai suhu lebih rendah dalam suatu medium atau antara medium-medium yang lain yang berhubungan... Persamaan

Pada tugas akhir ini, penulis mengembangkan peta 3D dari gedung Jurusan Teknik Industri, UPT Bahasa, dan Graha ITS menggunakan salah satu game engine yaitu Unreal

Berdasarkan uraian tersebut, maka pertanyaan yang menarik untuk dikaji adalah apakah BPR Sumber Artha Waru Agung telah memberikan pelayanan yang baik sehingga pada akhirnya

kecamatan di wilayah Kabupaten Sumba Timur. Data karakteristik wilayah pendayagunaan sumber daya air yang terdiri atas potensi sumber air, IPA, jumlah penduduk, sawah,

Populasi dalam penelitian ini adalah aparatur Pemerintah Daerah yang terkait dengan pajak daerah dan retribusi daerah di Kabupaten Sidoarjoa. Metode pengambilan sampel yang digunakan

Para pembuat keputusan dan pemangku kepeningan yang terlibat di dalam REDD+ di ingkat regional dan lokal juga harus memperimbangkan kerangka hukum dan kebijakan