BAB III METODE PENELITIAN c. Perbandingan inklusivitas sebelum dan dengan
DAFTAR TABEL
Halaman
Table 2.1 Perhitungan poin kemajuan………... Table 2.2 Indikator indeks inklusi ……….. Table 3.1 Daftar Peserta Didik ………... Tabel 3.2 Daftar Peserta Didik Berkebutuhan Khusus ………… Tabel 4.1 Daftar Nilai Akademik Peserta Didik ... Tabel 4.2 Daftar Nilai Akademik Peserta Didik Lambat belajar .. Tabel 4.3 Hasil belajar IPS Peserta Didik Lambat Belajar sebelum
Pembelajaran Kooperatif ………... Tabel 4.4 Hasil belajar IPS Peserta Didik Lambat Belajar
Dengan Pembelajaran Kooperatif... Table 4.5 Hasil Belajar IPS Peserta Didik Lambat belajar Sebelum
dan dengan pembelajaran Kooperatif ………
25 32 43 44 61 63
65
66
67
DAFTAR GRAFIK
Nomor
Halaman
4.1. Grafik Skor 18 indikator pertemuan 1 sebelum Pembelajaran
Kooperatif ...
4.2 Grafik Skor 18 indikator pertemuan 2 sebelum Pembelajaran
Kooperatif ...
4.3. Grafik Skor 18 indikator pertemuan 3 sebelum Pembelajaran
Kooperatif ...
4. 4. Grafik Skor 18 indikator pertemuan 1,2 dan 3 sebelum
Pembelajaran Kooperatif ...
4.5 Grafik Skor 18 indikator pertemuan 1 dengan Pembelajaran
Kooperatif ...
4.6. Grafik Skor 18 indikator pertemuan 2 dengan Pembelajaran
Kooperatif ...
4.7 Grafik Skor 18 indikator pertemuan 3 dengan Pembelajaran
Kooperatif ...
4.8. Grafik Perbandingan indeks inklusi sebelum dan dengan
STAD...
4.9. Grafik Perbandingan Hasil Belajar Sebelum dan Dengan
Pembelajaran Kooperatif ... ...
4.10 Grafik Perbandingan Hasil Belajar Peserta Didik Slow Leaner Sebelum
dan dengan Pembelajaran Kooperatif ...
Nomor Halaman
1. Skenario Pembelajaran STAD Pertemuan 1 ... 81
2. Skenario Pembelajaran STAD Pertemuan 2 ... 82
3. Skenario Pembelajaran STAD Pertemuan 3 ... 83
4. RPP STAD Pertemuan 1 ... 86
5. RPP STAD Pertemuan 2 ... 90
6. RPP STAD Pertemuan 3 ... 95
7. Tabel Tentang Deskripsi Perkembangan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD 1... 99
8. Tabel Tentang Deskripsi Perkembangan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD 2... 101
9. Tabel Tentang Deskripsi Perkembangan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD 3... 103
10. Hasil Observasi Indeks Inklusi sebelum STAD ke 1 ... 105
11. Hasil Observasi Indeks Inklusi sebelum STAD ke 2 ... 106
12. Hasil Observasi Indeks Inklusi sebelum STAD ke 3 ... 107
13. Hasil Observasi Indeks Inklusi dengan STAD ke 1 ... 108
14. Hasil Observasi Indeks Inklusi dengan STAD ke 2 ... 109
15. Hasil Observasi Indeks Inklusi dengan STAD ke31 ... 110
16. Rekapitulasi skor inklusivitas dan Hasil Belajar IPS Sebelum dan dengan Pembelajaran Kooperatif ... 111
17. Rekapitulasi Nilai Kuis ... 112
18, Soal-soal pre test ... 113
19. Kunci Jawaban Pre Test ... 117
20. Soal Test Awal ... 117
21. Soal Test Akhir ... 119
22. Lembar Kerja Diskusi Kelompok ... 121
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam pendidikan, terus menerus melakukan upaya pembaharuan untuk meningkatkan mutu pendidikan, baik secara kuantitas, maupun secara kualitas.
Usaha pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan secara kuantitas diantaranya telah melaksanakan program wajib belajar 9 tahun, program penyetaraan dan mengimplementasikan pendidikan inklusif.
Usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan yang berkualitas diantaranya adalah dengan meningkatkan mutu pembelajaran, karena pembelajaran yang baik akan menghasilkan lulusan yang baik dan berkualitas, mempunyai kompetensi yang diharapkan.
Hal tersebut di atas telah diamanatkan pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2003, bahwa:
Sisdiknas harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, meningkatkan mutu, relevansi dan efisiensi pengelolaan manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai tuntutan perubahan lokal, nasional, internasional dan global sehingga diperlukan paradigma pembaharuan pendidikan yang diselenggarakan secara terencana, terarah dan berkesinambungan (Dit. PSLB, 2009).
yang dapat mengakomodasi semua kebutuhan peserta didik, kondusif, seluruh peserta didik dapat belajar dengan baik dan ingin belajar serta merasa terlibat di kelas.
Pendidikan inklusif merupakan paradigma baru dalam system pendidikan nasional, merujuk pada system pendidikan atau lembaga pendidikan yang terbuka bagi semua peserta didik, menghilangkan dikriminatif dalam pendidikan, memberi peluang dan dorongan bahwa semua anak dapat belajar bersama-sama tak terkecuali anak-anak yang mengalami hambatan dalam belajar atau Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Seperti dikemukakan SkjØrten M. D. (2006) sebagai berikut:
Di suatu sekolah yang berkembang menuju inklusi, pendidikan berkualitas harus diberikan dalam lingkungan yang ramah anak dan ramah pembelajaran, dimana keragaman diperkenankan, dirangkul dan diakui sebagai pengayaan untuk semua yang terlibat di dalamnya. Kurikulum serta pendekatan dan metode pengajaran harus ditandai dengan penekanan pada aspek sosial pembelajaran, dialog, kepekaan terhadap kebutuhan dan minat anak, berbagi – daripada bersaing, dan guru serta manajemen kelas yang fleksibel dan kreatif. Semua anak, juga anak-anak yang mengalami hambatan belejar, berkembang dan berpartisipasi, termasuk anak-anak penyandang cacat, mempunyai hak atas pendidikan berkualitas di sekolah yang dekat dengan rumah mereka dan kelas yang sesuai dengan usia mereka.
Dalam hal upaya pembaharuan pembelajaran yang berkualitas membutuhkan perubahan dan perbaikan pola pikir, sikap dan perilaku, kurikulum, program perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan penilaian.
dibandingkan dengan pembelajaran di kelas regular dimana tidak terdapat anak-anak berkebutuhn khusus. Sekolah regular atau sekolah umum yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus untuk bersama-sama belajar dengan anak-anak pada umumnya harus melihat perbedaan sebagai suatu kewajaran, memperlakukan yang berbeda dengan sentuhan kasih sayang. “Prinsip pendidikan yang disesuaikan dalam sekolah inklusi menyebabkan adanya tuntutan yang besar terhadap guru regular maupun pendidikan khusus” (Johnson B. H, 2003: 288). Ini menuntut pergeseran besar dari tradisi mengajar materi yang sama kepada semua peserta didik di kelas, menjadi mengajar peserta didik yang berkebutuhan khusus sesuai dengan kebutuhan individualnya.
Pada saat ini pendidikan inklusif sudah dikenal dalam dunia pendidikan, namun pada tahap implementsinya masih banyak kendala-kendala yang ditemukan, terutama dalam pembelajaran di kelas. Masih banyak para guru reguler di sekolah dasar yang belum memahami anak-anak berkebutuhan khusus , sehingga berdampak pada pelayanan di dalam kelas. Masih banyak pembelajaran yang belum mengakomodasi kebutuhan setiap peserta didik yang sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan inklusif. Ainscow (Sunanto, 2000) mengemukakan bahwa “Keterlaksanaan pendidikan inklusif dapat dievaluasi dengan suatu indeks yang disebut indeks for inclusion”
54, atau baru mencapai (71,4%). Hal ini menggambarkan bahwa inklusivitas dalam pembelajaran di sekolah tersebut belum ideal. (Juang Sonanto, dkk ). Inkulsivitas pembelajaran yang ideal mencerminkan bahwa pembelajaran tersebut telah dapat mengakomodasi setiap kebutuhan peserta didik termasuk peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK).
Menurut Solihatin E, (2005) mengemukakan beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai berikut:
Dari hasil mengkaji beberapa temuan penelitian terdahulu, tampaknya model cooperative learning menunjukkan efektivitas yang sangat tinggi bagi perolehan hasil belajar siswa, baik dilihat dari pengaruhnya terhadap penguasaan materi pelajaran maupun dari pengembangan dan pelatihan sikap serta keterampilan sosial yang sangat bermanfaat bagi siswa dalam kehidupan di masyarakat.
Salah satu bentuk pembelajaran kooperatif adalah “Student Teams-Achievement Division (STAD)” Student Teams-Teams-Achievement Division (STAD)
merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. STAD dilaksanakan dengan cara menempatkan peserta didik dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 4 sampai 6 orang, yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, suku atau ras yang berbeda-beda. Mereka menyelesaikan tugas secara bersma-sama di dalam kelompoknya. Dengan demikian pembelajaran kooperatif tipe STAD memungkinkan untuk dapat diterapkan pada kelas penyelenggara pendidikan inklusif, seperti yang dikemukakan Slavin & Steven (2008) adalah:
Penelitian terhadap pembelajaran kooperatif dan hubungannya dengan para siswa yang cacat akademik dengan siswa yang perkembangannya normal secara umum menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat mengatasi hambatan terhadap pertemanan dan interaksi di antara para siswa ini.
Dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas pendidikan, para guru harus mampu memilih model pembelajaran yang cocok dengan keadaan peserta didik dan materi pembelajaran, membuat belajar menjadi menyenangkan, inovatif, kreatif, tidak membosankan, sehingga kompetensi yang telah ditentukan akan tercapai, yang mencakup kognitif, afektif, dan psikomotor. Keberhasilan juga bukan hanya dilihat dari segi akademik, tetapi juga dari segi kompetensi sosial.
keberagaman dan kebutuhan belajar setiap peserta didik serta hasil belajar dan keterampilan sosial para peserta didik lebih ditingkatkan.
Penelitian ini difokuskan pada tipe pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran IPS dan dibatasi pada peserta didik kelas V dengan asumsi bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana diantara metode-metodel yang lain sehingga memudahkan guru yang baru menerapkan metode pembelajaran kooperatif dan dimungkinkan cocok diterapkan di kelas inklusi karena mengutamakan kerjasama dan sikap saling membantu antara yang kuat dengan yang lemah serta menghargai perbedaan setiap peserta didik. Mata pelajaran yang dipilih dalam penelitian ini adalah mata pelajaran IPS. Kelas yang diambil adalah kelas V dimana terdapat anak berkebutuhan khusus lambat belajar, dengan asumsi bahwa peserta didik kelas V dengan usia berkisar 10-12 tahun, anak pada usia ini sudah memiliki kemampuan untuk mengontrol dirinya, berempati dan merefleksi diri terhadap perilaku dan interaksinya. Ia sudah bisa diajak berdiskusi dan bersikap lebih kooperatif. (Munawir, 2005). Anak usia 10-12 tahun sudah bisa menyampaikan pendapat dan menghargai pendapat orang lain.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas inklusi.
B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Teams-Achievement Divisions (STAD) dapat meningkatkan inklusivitas kelas dan hasil
belajar peserta didik lambat belajar?”
Dari rumusan masalah di atas dijabarkan dalam pertanyaan penelitian berikut:
1. Bagaimana inklusivitas kelas pada pembelajaran IPS dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD?
2. Bagaimana hasil belajar pelajaran IPS peserta didik lambat belajar pada pembelajaran kooperatif tipe STAD?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan secara umum adalah untuk mengetahui penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta didik yang lambat belajar di kelas V Sekol.ah Dasar.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui inklusivitas kelas pada pembelajaran IPS dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD?
2. Mengetahui hasil belajar pelajaran IPS peserta didik yang lambat belajar dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD?
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari temuan penelitian ini antara lain:
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dapat diberdayakan untuk mengambil prakarsa profesionalnya secara mandiri.
2. Manfaat praktis sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi guru yang mengajar di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dalam menyusun dan mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran agar dapat mangakomodasi kebutuhan semua peserta didik, termasuk peserta didik berkebutuhan khusus.
3. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan kepada para kepala sekolah dalam mengevaluasi proses, produktivitas pembelajaran dan pengembangan pembelajaran yang berkualitas.
E.Definisi Operasional Variabel
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penapsiran pada penelitian ini, maka perlu dikemukakan beberapa definisi operaasional sebagai berikut:
a. Pembelajaran Kooperatif
Slavin (2008) mengemukakan cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang, dengan struktur kelompok bersifat heterogen. Keberhasilan belajar kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan metode yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif (Slavin, 2008). Dalam pembelajaran kooperatif ini peserta didik dibagi dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4-6 orang, secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll). Model STAD terdiri dari 5 komponen yaitu presentasi kelas, pembentukan tim, kuis/test akhir, perubahan/perkembangan skor individu dan pengakuan tim.
b. Inklusivitas Kelas
Inklusivitas adalah menggambarkan tentang derajat nilai-nilai inklusi dalam pembelajaran di kelas. Yang dimaksud inklusivitas dalam penelitian ini adalah inklusivitas kelas dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), yaitu derajat nilai-nilai inklusi dalam pembelajaran IPS. Nilai-nilai inklusi ini dapat diobservasi dengan indeks inklusi yang dikembangkan oleh Booth, T, Ainscow, M, dan Kingston, D (2006), yang diterbitkan oleh Centre for Studies on Inclusive Education (CSIE).
c. Hasil Belajar
diri, motivasi, prestasi akademis, hubungan baik, mengenali proses pembelajaran dan bertanggung jawab”.
Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai yang diperoleh peserta didik dalam mata pelajaran IPS.
d. Peserta Didik Lambat Belajar
Ada perbedaan mendasar antara ketunagrahitaan, lambat belajar dan kesulitan belajar, namun sering terjadi kesalahan dalam memahami istilah-istilah tersebut. Hal ini terjadi karena ketiga jenis anak ini sama-sama menunjukkan prestasi yang rendah atau di bawah rata-rata anak pada umumnya. Perbedaan akan tampak apabila dilihat dari tingkat kecerdasan berdasarkan skor IQ. Sebagaimana dikemukakan Rochyadi, E & Alimin, Z, (2005:30) bahwa “Seorang anak dikatakan tunagrahita apabila memiliki skor IQ menyimpang dua standar deviasi (IQ 70 ke bawah), sementara penyimpangan satu standar deviasi (IQ 85-71) tergolong anak yang disebut lambat belajar. Dan selanjutnya dikatakan bahwa anak yang disebut kesulitan belajar (learning disability) sebetulnya memiliki kemampuan kecerdasan rata-rata, bahkan
diantara mereka ada yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata.
70-90. Anak dengan lambat belajar memiliki ciri fisik normal, sehingga pada awalnya guru-guru tidak menyadari, tetapi saat di sekolah mereka sulit menangkap materi pelajaran, responnya lambat, kosa kata kurang sehingga saat diajak bicara kurang jelas maksudnya. Yang dimaksud peserta didik lambat belajar dalam penelitian ini adalah peserta didik yang berprestasi sangat rendah (di bawah rata-rata anak pada umumnya) selalu mendapat nilai kurang dari 6,0 untuk seluruh mata pelajaran yang berjumlah 3 orang. Ketiga anak ini menunjukkan salah satu ciri tersebut di atas, maka dengan demikian ketiga anak ini dikatagorikan lambat belajar.
F.Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Dan untuk menganalisis data menggunakan statistik deskriptif. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap inklusivitas kelas pada pembelajaran IPS dan hasil belajar peserta didik yang diduga lambat belajar pada pembelajaran IPS di kelas V Sekolah Dasar X, penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Bandung
Subyek penelitian ini adalah satu guru kelas V dan tiga peserta didik lambat belajar yang ada di kelas V tersebut.
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini membahas metode penelitian tentang bagaimana pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Acnievement Divisians (STAD) dapat meningkatkan inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta didik di sekolah dasar.
Metode penelitian perlu dipertimbangkan agar keilmiahan proses dan keakuratan hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Hal-hal yang akan dibahas pada bab ini adalah tentang metode penelitian, lokasi dan sampel penelitian, prosedur penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.
A. Metode Penelitian
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dapat meningkatkan inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta didik lambat belajar?” Untuk menjawab permasalahan tersebut penulis perlu menentukan metode yang sesuai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif.
Penelitian deskriptif ini bersifat kuantitatif karena menggunakan data kuantitatif. Data kuantitatif adalah berupa hasil pengukuran indeks inklusi yang diperoleh sebelum pembelajaran kooperatif tipe STAD dan ketika pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas yang sama dalam pembelajaran IPS, dengan berpedoman pada alat observasi, dan hasil belajar pelajaran IPS sebelum pembelajaran kooperatif tipe STAD dan hasil belajar pelajaran IPS ketika pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan berpedoman pada hasil test. Selain itu juga dilakukan studi dokumentasi dari guru kelas berupa nilai-nilai, dan data kemampuan peserta didik lambat belajar.
B. Lokasi dan Sampel Penelitian
Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah guru kelas V SD X untuk melihat inklusivitas kelas, sedangkan untuk melihat hasil belajar peserta didik adalah semua peserta didik yang ada di kelas tersebut sebanyak 34 0rang termasuk peserta didik yang lambat belajar (slow learner) sebanyak 3 orang.
Penelitian ini tidak melakukan generalisasi artinya hasil penelitian tidak digeralisasikan kepada pupolasi sehinggga teknik sampling yang digunakan adalah nonprobability sampling jenis sampling purposive. Dalam hal ini Sugiyono (2006: 95) menjelaskan bahwa sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
Dari 34 orang peserta didik di atas ada diantaranya 3 orang yang termasuk peserta didik berkebutuhan khusus, dan dapat digambarkan pada tabel berikut:
Tabel 3.2
Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
No. Urut Nama Siswa Keterangan
1 IH Lambat belajar (slow learner)
2 MF Lambat belajar (slow learner)
3 FZ Lambat belajar (slow learner)
Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2010/2011 yaitu dari tanggal 27 April 2011 sampai dengan 15 Juni 2011.
C. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian adalah :
1. Menelaah indikator inklusivitas yang diadaptasi dari Booth & Ainscow 2006 dalam dimensi bermain dan belajar sebanyak 18 indikator indeks inklusi yang dijadikan intrumen untuk mengobservasi pembelajaran yang dilakukan guru. Observasi dilakukan sebelum guru menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD, dan ketika guru mengajar dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.
2. Mengidentifikasi variabel bebas dalam penelitian yang diajukan yaitu pembelajaran kooperatif (cooperatif learning) tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan mengidentifikasi variabel terikat yaitu
inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta didik di kelas tersebut termasuk peserta didik yang lambat belajar (slow learner).
3. Memasuki awal penelitian dengan melaksanakan observasi pembelajaran sebelum guru menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD, dengan menggunakan lembar format indeks inklusi yang diadaptasi dari Booth & Ainscow (2006) yang terdiri dari 18 indikator seperti yang ditampilkan pada BAB II tabel 2.1 tentang indeks inklusi.
cara-cara pengelompokan peserta didik dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, menyusun alat test, dan menentukan waktu pelaksanaan.
5. Melaksanakan observasi ketika guru menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Observasi dilakukan dengan menggunakan format indeks inklusi yang diadaptasi dari Booth & Ainscow (2006), sama dengan format inklusi yang digunakan untuk mengobservasi sebelum guru menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Selain lembar observasi indeks inklusi dari Booth & Ainscow untuk mengobservasi kegiatan pembelajaran, dicatat juga temuan-temuan lain selama mengadakan observasi, baik sebelum pembelajaran kooperatif maupun ketika menerapkan pembelajaran kooperatif.
6. Memaparkan hasil observasi tentang inklusivitas kelas sebelum menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan hasil observasi tentang inklusivitas kelas pada pembelajaran IPS dengan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD. Menganalisa perbedaan skor inklusivitas kelas pada pembelajaran IPS sebelum pembelajaran kooperatif tipe STAD dan skor inklusivitas kelas pada pembelajaran kooperatif.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data tentang inklusivitas kelas pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di kelas V sebelum dan ketika pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) digunakan teknik observasi karena ingin mengetahui perilaku guru dalam mengajar dan peserta didik dalam belajar serta proses kerja mereka. Seperti yang dikemukakan Sugiyono (2006: 162), teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.
Observasi atau pengamatan dilakukan tiga kali sebelum menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dan tiga kali ketika menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD, dengan menggunakan lembar observasi 18 indeks inklusi yang dikembangkan oleh Booth & Ainscow (2006) dengan kriteria skor sebagai berikut:
Diberi skor 3, jika indikator tampak atau teridentifikasi dengan jelas, Diberi skor 2, jika indikator tampak tetapi meragukan,
Diberi skor 1, jika tidak terjadi atau tidak teridentifikasi.
Untuk mendapatkan data tentang hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), sebelum dan setelah pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) digunakan teknik tes. Tes adalah alat atau
pembelajaran kooperatif tipe STAD dan setelah menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD diharapkan melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD, hasil belajar peserta didik akan lebih meningkat, juga termasuk peserta didik berkebutuhan khusus.
Validasi terhadap instrument test hasil belajar dilakukan dengan validitas isi oleh wali kelas. Karena test hasil belajar yang digunakan sesuai dengan materi pelajaran yang disampaikan. Arikunto (2010) menyatakan validitas isi dimaksud bahwa isi atau bahan yang diuji atau di test relevan dengan kemampuan, pengetahuan, pelajaran, pengalaman atau latar belakang orang yang diuji.
Dalam penelitian ini juga digunakan teknik lain untuk mencatat segala peristiwa saat penelitian, untuk melengkapi hasil observasi digunakan kamera dan video untuk mengabadikan momen-momen selama dalam kegiatan pembelajara, dan studi dokumentasi seperti daftar nilai peserta didk termasuk peserta didk berkebutuhan khusus dalam hal ini adalah anak yang lambat belajar, dokumen rencana pembelajaran yang dibuat wali kelas, nilai perolehan kuis, dan catatan anekdot tentang perilaku peserta didik berkebutuhan khusus selama belajar IPS. Untuk observasi inklusivitas pembelajaran, peneliti melakukannya berssama dua rekan sejawat.
E. Teknik Analisis Data
merupakan data kuantitatif karena ada skor berupa angka-angka dan juga merupakan data kualitatif karena mengandung kata-kata seperti tampak teridentifikasi, tampak tapi meragukan dan tidak tampak atau tidak teridentifikasi.
Data hasil belajar bukan saja nilai test berupa angka-angka, tapi hasil belajar berupa perilaku keterampilan sosial selama belajar IPS.
Data tersebut selanjutnya diolah dengan menggunakan satustik deskriptif karena peneliti tidak bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi. Sugiyono (2010: 164) menjelaskan bahwa: statistik dekriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi.
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan temuan penelitian dan analisis hasil penelitian tentang Bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta didik di Sekolah Dasar Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, dapat disimpulkan sebagai berikut:
banyak bersifat klasikal. Peserta didik berkebutuhan khusus diperlakukan sama dengan peserta didik lainnya. Pembimbingan secara individu kepada peserta didik yang membutuhkan belum banyak dilakukan. Hal-hal tersebut kurang sesuai dengan indikator indeks inklusi. Namun demikian ada beberapa hal yang sudah sesuai dengan indeks inklusi dan perlu dipertahankan yaitu dalam hal pemahaman perbedaan antar peserta didik, kegiatan peserta didik cukup aktif dalam setiap pembelajaran, dalam kegiatan khusus semua peserta didik ikut ambil bagian tanpa kecuali, pengaturan ruang kelas secara pisik sudah baik, sumber belajar adil untuk semua peserta didik, dan pemanfaatan sumber-sumber yang ada di sekitar sekolah. Sedangkan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD hampir semua komponen menunjang indikator indeks inklusi, sehingga pada pembelajaran ini dari 18 indikator hanya 2 saja yang tidak mendapat skor 3. Walaupun demikian tetapi tetap pembelajaran kooperatif meningkatkan inklusivitas pembelajaran, yang berimplikasi kepada peningkatan pelayanan pada peserta didik berkebutuhan khusus,
peningkatan inklusivitas pembelajaran di kelas sejalan dengan peningkatan hasil belajar yang diperoleh peserta didik. Ketika pada pembelajaran kooperatif tipe STAD inklusivitas maningkat dan hasil belajar peserta didikpun turut meningkat pula. Hal ini dapat disimpulkan bahwa peningkatan inklusivitas pembelajaran akan memberikan dampak yang positif terhadap hasil belajar peserta didik.
B. Rekomendasi
Metode pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada peserta didik untuk meningkatkan hasil belajar akademik dan non akademik, meningkatkan kerja sama, berinisiatif, berinteraksi dan berkomunikasi antar mereka, saling menghargai, toleransi dan menerima perbedaan untuk mengembangkan keterampilan berfikir yang kreatif yang bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif memunngkinkan peserta didik untuk terlibat secara mental dalam proses pembelajaran, sehingga memperoleh pemahaman dan penguasaan konsep pelajaran secara baik.
rekomendasi yang ditujukan kepada pihak yang terkait dengan pendidikan inklusif yaitu:
1. Guru disarankan untuk menggunakan pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran karena metoda ini dapat menciptakan situasi pembelajaran yang menantang dan menyenangkan peserta didik, melatih keterampilan sosial peserta didik dan membantu yang lemah.
2. Guru disarankan untuk menguasai langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD, sehingga proses pembelajaran akan berjalan efektif, bermakna bagi peserta didik sesuai dengan tujuan yang ditentukan.
3. Guru disarankan untuk menciptakan suasana kebersamaan agar tercipta kondisi belajar yang kondusif dan dinamis. Sehingga dengan kondisi seperti ini akan meningkatkan kualitas pembelajaran yang lebih baik, guru disarankan untuk menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait untuk mendukung tercapainya proses pembelajaran yang berkualitas.
situasi pembelajaran yang menantang dan menyenangkan peserta didik, melatih keterampilan belajar kelompok, toleransi, peduli pada teman yang kurang dan melatih berani bicara di depan kelas, guru akan merasa tertantang untuk membantu melayani peserta didik dan mendorong untuk lebih aktif dalam pembelajaran. Guru perlu mengembangkan komunikasi, suasana kebersamaan dari berbagai unsur yang mendukung suasana belajar peserta didik, agar tercipta kondisi belajar yang kondusif dan dinamis sehingga akan meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar yang lebih baik.
5. Kepala Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif disarankan agar senantiasa
memberikan dukungan dan menfasilitasi serta mendorong para guru untuk melakukan berbagai langkah inovatif dalam mengembangkan metode pembelajaran, melalui lesson studi, workshop dll.
6. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2010), Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta.
Alimin, Z. (2010). Menjangkau Anak-anak Yang Terabaikan Melalui Pendekatan Inklusif Dalam Pendidikan (Online). Tersedia di http://z-alimin.blogspot.com. Diunduh 2 Maret 2011
Booth,T.; Ainscow, M.; dan Kingston, D. (2006). Index For Inclusion Developing play, learning and participation in early years and Childcare. CSIE and EENET.
Depdiknas, (2005), Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah Inklusi, Jakarta, Depdiknas.
Depdiknas (2009). Permendiknas RI Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, Jakarta:Depdiknas.
Hurlock, E, B. (1978), Perkembangan Anak. Jakarta, Erlangga
Isjoni. (2009), Pembelajaran Kooperatif meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta didik. Jogjakarta: Pustaka pelajar.
Johnsen, B. & SkjØrten, M., D. (2006), Pendidikan Kebutuhan Khusus, Sebuah Pengantar, SPS UPI.
Universitas Pendidikan Indonesia (2009). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung:UPI.
Rachman, A. (2005). Hasil belajar Sebagai Keterampilan Akademis dan Kepribadian Untuk Mencapai Sukses. Makalah yang disampaikan pada seminar.
Riyanto Y. (2010), Paradigma Baru Pembelajaran, (Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas), Jakarta, Kencana Prenada Media Group.
Rochyadi, E. dan Alimin, Z. (2005) Pengembangan Program Pembelajaran Individual bagi Anak Tunagrahita, Jakarta, Depdiknas.
Silberman, M. L. (2011). Active Learning, 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Bandung, Nusa Media.
Slavin, E. R. (2008). Success for All! Cara efektif dan menyenangkan pacu prestasi seluruh peserta didik. Cooperative Learning. Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
Skjorten, M. D. (2006), EENET asia newsletter, Tim Redaktur EENET Asia. Smith, J. D. (2006). Inklusi Sekolah Ramah Untuk Semua.Bandung: Nuansa Solihatin, E. dan Rahardjo. (2009). Cooperative Learning. Analisis Model
Pembelajaran IPS Jakarta: Bumi Aksara.
Sugiarmin, M. (2010), Pengembangan Model Pembelajaran dalam Kelas Inklusif Untuk Meningkatkan Kemampuan dan Keterampilan Sosial Anak. Studi Pada Mata Pelajaran IPS di SD Penyelenggara Pendidikan Inklusi. Bandung: SPS UPI.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatifdan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sunanto, J. (2008). “Indeks Inklusi Dalam Pembelajaran di Kelas Yang Terdapat ABK di Sekolah Dasar”.Bulletin Pendidikan Inklusif. Bandung: Pusat Kajian Pendidikan Inklusif UPI Bandung.
Supena, A. (2010). Kurikulum dan Pembelajaran Dalam Seting Inklusif”. Sumedang: Sosialisasi Pendidikan Inklusif.
Djamarah, Sy. B. dan Zain, A. (2002), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Rineka Cipta.